Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MATEMATIKA

KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. DIKA PRATAMA PUTRA (E1R019041)


2. ELIS MERDININGSIH (E1R019046)
3. FEBRIA HADININGRUM (E1R019056)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kurikulum
Matematika Sekolah” ini dengan lancar dan tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Pengembangan Kurikulum Matematika. Makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Kurikulum Matematika Sekolah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Turmuzi, S.Pd., M.Pd. dan
Bapak Junaidi, S.Pd., M.Pd.. selaku Dosen pada mata kuliah Pengembangan Kurikulum
Matematika yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kami.

Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
harapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan makalah ini, dan semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Mataram, 31 Agustus 2021

Penyusun

(Kelompok 4)

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu, jam pelajaran sekolah lebih banyak
dibandingkan pelajaran lain. Pelajaran matematika dalam pelaksanaan pendidikan diberikan
kepada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat SD sampai sekolah tingkat menengah
dan perguruan tinggi. Sampai saat ini matematika masih dianggap mata pelajaran yang sulit,
membosankan, bahkan menakutkan. Anggapan ini mungkin tidak berlebihan selain
mempunyai sifat yang abstrak, matematika juga memrlukan pemahaman konsep yang baik,
karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasyarat pemahaman konsep
sebelumnya.

Matematika yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah
matematika sekolah (Erman Suherman, dkk, 2003:55). Menurut Permendiknas No 22 Tahun
2006 (Depdiknas, 2006:346) salah satu tujuan matematika pada pendidikan menengah adalah
agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

Pemahaman konsep tersebut perlu ditanamkan kepada peserta didik sejak dini yaitu sejak
anak tersebut masih duduk dibangku sekolah dasar maupun bagi siswa Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Disana mereka dituntut mengerti tentang definisi, pengertian, cara
pemecahan masalah maupun pengoperasian matematika secara benar, karena akan menjadi
bekal dalam memperlajari matematika pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Agar penguasaan siswa dalam matematika dapat tercapai dengan baik, maka siswa
dituntut untuk memahami konsep-konsep dalam matematika tersebut. Pemahaman konsep
marupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori, hal ini sesuai dengan jenjang kognitif
tahap pemahaman menurut Bloom, dkk, sehingga untuk memahami prinsip dan teori terlebih

4
dahulu siswa harus memahami konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori tersebut.
Karena itu hal yang sangat fatal apabiila siswa tidak memhamai konsep-konsep matematika,
jika mereka ingin menguasai matematika dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
dapat dilihat dari hasil

Dalam laporan hasil belajar siswa aspek-aspek yang dilaporkan kepada orang tua siswa
tentang hasil belajar siswa adalah (1) pemahaman konsep, (2) penalaran dan komunikasi, (3)
pemecahan masalah. Berarti pemahaman konsep disini sangat diperlukan untuk mengetahui
sejauh mana siswa menguasai materi yang telah diajarkan.

Kurikulum merupakan sarana untuk mencapai program pendidikan yang dikehendaki.


Sebagai sarana, kurikulum tidak akan berarti jika tidak ditunjang oleh sarana dan prasarana
yang diperlukan seperti sumber-sumber belajar dan mengajar yang memadai, kemampuan
tenaga pengajar, metodologi yang sesuai, serta kejernihanarah serta tujuan yang akan dicapai.
Pelaksanaan suatu kurikulum tidak terlepas dari arah perkembangan suatu masyarakat.
Perkembangan kurikulum di Indonesia pada zaman pasca kemerdekaan hingga saat ini terus
mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman serta terus akan mengalami
penyempurnaan dalam segi muatan, pelaksanaan, dan evaluasinya.

Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian (pada komponen tertentu), tetapi dapat pula
bersifat keseluruhan yang menyangkut semua komponen kurikulum. Pembaharuan
kurikulum biasanya dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental yang diikuti oleh
perubahan structural. Pembaharuan dikatakan bersifat sebagian bila hanya terjadi pada
komponen tertentu saja misalnya pada tujuan saja, isi saja, metode saja, atau system
penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum bersifat menyeluruh bila mencakup perubahan
semua komponen kurikulum. Dalam perjalan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun pra-75, 1984, 1994, 2004,
2006 dan tak ketinggalan juga kurikulum terbaru yang diterapkan di tahun ajaran 2013/2014
yaitu Kurikulum 2013. Sebelum pelaksanaan penerapan kurikulum 2013, pemerintah
melakukan uji publik untuk menentukan 4 kelayakan kurikulum ini dimata publik. Kemudian
mulai tahun ajaran baru 2013/2014 kurikulum 2013 dilaksanakan secara bertahap.

5
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi kurikulum matematika 1984?


2. Bagaimana implementasi kurikulum tahun 1994?
3. Bagaimana implementasi kurikulum tahun 2004?
4. Bagaimana implementasi kurikulum berbasis kompetensi?
5. Bagaimana pengembangan KTSP?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kurikulum matematika 1984


2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kurikulum tahun 1994
3. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kurikulum tahun 2004
4. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kurikulum berbasis kompetensi
5. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan KTSP

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kurikulum Matematika 1984

Materi Kurikulum Matematika 1984 tidak banyak berubah dari kurikulum sebelumnya
Kurikulum Matematika 1975. Selain pengurangan yang dilakukan terutama pada materi yang
diulang dan konsep-konsep yang tidak esensial, penyempurnaan dilakukan terutama dalam
keruntutan materi pada setiap jenjang pendidikan dan penyesuaian dengan perkembangan
kemampuan siswa (Depdikbud, 1987). Secara umum karakteristik Kurikulum Matematika
1987 adalah sebagai berikut.

a. Pendekatan dalam kegiatan belajar-mengajar berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini guru
harus mengetahui secara jelas tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
Guru harus menyusun rencana kegiatan belajar- mengajar, merumuskan tujuan
pembelajaran secara eksplisit, serta membimbing siswa dalamimplementasinya.
b. Kurikulum ini menekankan pada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, potensi, dan
waktu yang tersedia. Jam sekolah dimanfaatkan sepenuhnya dalam kegiatan belajar untuk
mencapai tujuan kurikuler yang tidak mungkin dilakukan di luar jamsekolah.

2.1.1 Pengajaran Matematika dalam Kurikulum 1984

1. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan


pendekatan keterampilan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum 1984
sering disebut "Kurikulum 1975 yang Disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan
sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Learning (SAL).

CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa


untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan

7
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor (Subando, 2009).

Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah


pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman
dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin
dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.

2. Matematika Modern

Pengajaran matematika modern resminya dimulai setelah adanya Kurikulum


1975. Namun karena Kurikulum 1984 merupakan “Kurikulum 1975 yang
Disempurnakan”, maka pengajaran matematika pada masa berlakunya Kurikulum
1984 pun masih merupakan pengajaran matematika modern.

Pengajaran matematika modern yang diterapkan saat itu adalah pengajaran


matematika modern seperti di Inggris, kecuali untuk tingkat Sekolah Dasar
(Ruseffendi, 2008). Pengajaran matematika modern dari Inggris sifatnya lebih
moderat. Aljabar Abstrak, Aljabar Bool, bilangan dasar selain 10 dan 2, serta sistem
numerasi kuno dihilangkan. Buku pelajaran yang dipergunakan ketika berlakunya
Kurikulum 1975 masih dapat digunakan pada Kurikulum 1984 dengan penyesuaian-
penyesuaian. Buku-buku pelajaran matematika yang diterbitkan oleh pemerintah
merupakan saduran dari buku pelajaran matematika yang berjudul Modern
Mathematics for School terbitan Blackie & Chambers, London-Edinburg dari
Inggris, yang copy rightnya diperoleh dari Wolters-Noordhoffbv di Belanda.

Pengajaran matematika pada masa Kurikulum 1984 merupakan gerakan revolusi


matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau
matematika modern (Subando, 2009). Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju
yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman Barat, Jepang,
Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya
kemajuan teknologi mutakhir seperti kalkulator dan komputer.

8
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika
dalam negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah me-launching kurikulum baru, yaitu
kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, karena
Kurikulum 1975 sarat materi, adanya perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi
teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan
pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan di pihak lain, dan belum sesuainya materi
kurikulum dengan taraf kemampuan anak didik (Subando, 2008). Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam Kurikulum 1984.

Dalam Kurikulum 1984, siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara
untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain yang
menjadi perhatian dalam Kurikulum 1984 tersebut, adalah bahan-bahan baru yang sesuai
dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa juga
disajikan dalam kurikulum ini.

Materi Kurikulum 1984 pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan materi Kurikulum
1975 (Depdikbud, 1984). Yang berbeda adalah organisasi programnya sehingga dengan
demikian Kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan menggunakan materi pengajaran, buku
pelajaran serta sarana yang telah ada.

Teori belajar yang menjiwai pengajaran matematika pada masa berlakunya Kurikulum
1984 di antaranya teori perkembangan mental dari Jean Piaget, pendekatan spiral dari Jerome
S. Bruner, dan teori tentang tahap-tahap kebutuhan manusia dari Maslow.

Khusus untuk mata pelajaran matematika di SD, materi matematikanya difokuskan


kepada peningkatan keterampilan melakukan operasi hitung secara mencongak.

Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), pada Kurikulum 1984 ini terdapat perubahan
dalam penjurusan yang sebelumnya dikenal dengan jurusan IPA dan IPS, pada kurikulum ini
jurusan tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok, yiatu kelompok A1 (bidang ilmu fisik),
A2 (bidang ilmu biologi) dan A3 (bidang ilmu sosial), serta kelompok B (bidang
keterampilan jasa). Pengelompokan jurusan tersebut merupakan gagasan menteri Pendidikan
dan Kebudayaan pada saat itu, yaitu Nugroho Notosusanto. Setelah berjalan beberapa waktu

9
pengelompokan seperti ini dirasakan kurang tepat, maka pada kurikulum berikutnya yaitu
Kurikulum 1994 penjurusan tersebut kembali ke semula, yaitu jurusan IPA danIPS.

2.2 Kurikulum Tahun 1994

Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu
bukan hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti
olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali
diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi tuan
rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali adalah Amerika,
Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.

Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang
medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan siswa SMU
1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan tersebut diperparah
dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang
mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan
dasar inilah pemerintah berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu
membekali siswa berkaitan dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun
1994.

Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas,
struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian
seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan
disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu
mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan
dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini
diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan
kehidupan yang dihadapi sehari-hari.

10
2.3 Kurikulum Tahun 2004

Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum
1994, pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid
secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya
kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan
kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian.

Para siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan


gagasannya, mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari
siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru. Pembelajaran
seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil secara
matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan pembelajaran
model di atas semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sulit dan
tidak menarik.

Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis
kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut
mempunyai tujuan antara lain;

1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan
iskonsistensi
2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan
dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan
dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memcahkan masalah
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan
gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam
menjelaskan gagasan.

Sementara itu secara umum prinsip dasar dari kurikulum tersebut adalah bahwa setiap
siswa mampu mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan mereka dalam
ketuntasan belajar. Siswa tidak diperkenankan mengikuti pelajaran berikutnya sebelum

11
menuntaskan pelajaran sebelumnya. Dengan demikian remedial-remedial akan seringa
dijumpai terutama siswa yang sering tidak tuntas dalam belajarnya.

2.4 Kompetensi

Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah konsep kurikulum yang dikembangkan


Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan Kurikulum 1994. Kurikulum ini
dirancang sejak tahun 2000 dan diterapkan pada tahun 2004.Dalam tahap-tahap
pengembangannya kurikulum ini dikenal dengan Kurikulum KBK atau Kurikulum
2004.Pada kurikulum berbasis kompetensi ini diarahkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan dengan
tanggungjawab.

KBK mempunyai lima ciri-ciri yang membedakannya dengan kurikulum sebelumnya


(Depdiknas, 2002). Kelima karakteristik KBK itu adalah sebagai berikut :

1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun


klasikal,
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman,
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi,
4. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif, dan
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.

KBK merupakan kurikulum yang menggunakan pendekatan kompetensi yang


menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu di sekolah, yang
berkaitan dengan pekerjaan yang ada dimasyarakat. Sehingga peserta didik berada dalam
proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran
terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan
oleh lingkungan.

Kurikulum yang berbasis kompetensi ini memberikan keleluasaan kepada lembaga


Sekolah untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat
mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan

12
masyarakat sekitar sekolah. Dengan demikian sekolah diharapkan dapat melakukan proses
pembelajaran yang efektif, dapat mencapai tujuan yang diharapkan, materi yang diajarkan
relevan dengan kebutuhan masyarakat, berorientasi pada hasil (Output), dan dampak
(Outcome), serta melakukan penilaian, pengawasan, dan pemantauan secara terus dan
berkelanjutan.

KBK sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga karakteristik utama, yaitu:

1. KBK memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa, artinya melalui
KBK diharapkan siswa memiliki kemampuan standar minimal yang harus dikuasai.
2. Implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan pada proses pengalaman dengan
memperhatikan keberagaman setiap individu. Dalam pembelajaran tidak sekedar
diarahkan untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana materi itu dapat
menunjang dan mempengaruhi kemampuan berfikir dan kemampuan bertindak sehari-
hari
3. Evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil dan proses belajar. Kedua sisi
evaluasi itu sama pentingnya sehingga pencapaian standar kompetensi dilakukan secara
utuh yang tidak hanya mengukur aspek pengetahuan saja, tetapi sikap dan keterampilan

2.5 Pengembangan KTSP

Dalam Standar Nasional Pendidikan ( SNP Pasal 1 , ayat 15 ) dijelaskan bahwa


Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan ( KTSP ) adalah kurikulum operasional yang disusun
dan dilaksnakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh
satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
( BNSP )Manakala kita analisis konsep di atas, maka ada beberapa hal yang berhubungan
dengan makna kurikulum operasional.

Pertama, sebagai kurikulum yang bersifat operasional , maka dalam pengembangannya


KTSP tidak lepas dari ketetapan – ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional,
artinya walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum akan tetapi
kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya saja, sedangkan yang
menjadi rujukan pengembangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah , misalnya jenis
mata pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya , isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri,
serta kompetensi yang harus di capai oleh setiap mata pelajaran itu sendiri , serta kompetensi
yang harus di capai oleh setiap mata pelajaran itu. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.

13
20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1 , yang menjelaskan
bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk
mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. Daerah dalam menetukan isi pelajaran terbatas
pada pengembangan kurikulum muatan local , yakni kurikulum yang memiliki kekhasan
sesuai dengan kebutuhan daerah, serta aspek pengembangan diri yang sesuai dengan minat
siswa. Jumlah jam pelajaran kedua aspek tersebut ditentukan oleh pemerintah.

Kedua, sebagai kurikulum operasional , para pengembangan KTSP , dituntut dan harus
memerhatikan cirri khas kedaerahan , sesuai dengan bunyi Undang-Undang No. 20 tahun
2003 ayat 2 , yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan , potensi
daerah, peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami, sebab walaupun standar isi
ditentukan oleh pemerintah , akan tetapi dalam operasional pembelajarannya yang
direncanakan dan dilakukan oleh guru dan pengembang kurikulum tidak terlepas dari
keadaan dan kondisi daerah. Misalnya , ketika standar isi mengharuskan siswa mempelajari
masalah transfortasi, maka para pengembang KTSP di suatu daerah akan berlainan dengan
daerah lain. Pengembang KTSP di jawa misalnya akan mengembangkan isi kurikulum
tentangtransfortasi darat, sedangkan di Kalimantan akan banyak membahas transfortasi
air/sungai.

Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki


keleluasaan dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan
media pembelajaran dalam menentukan evaluasi yang dilakukan termasuk dalam
menentukan berapa kali pertemuan dan kapan suatu topic materi harus dipelajari agar
kompetensi dasar yang telah ditentukan dapat tercapai 2. Karakteristik KTS.

A. Tujuan KTSP

Tujuan KTSP Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk


memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk 21 melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.

14
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam


mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan
kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.

B. Landasan KTSP

1. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


2. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
3. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
4. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lususan.
5. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23
tahun 2006

C. Ciri-ciri KTSP

1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program


pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber
daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. C
3. Guru harus mandiri dan kreatif.
4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkembangan kurikulum di Indonesia pada zaman pasca kemerdekaan hingga saat ini
terus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman serta terus akan mengalami
penyempurnaan dalam segi muatan, pelaksanaan, dan evaluasinya.

Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian (pada komponen tertentu), tetapi dapat pula
bersifat keseluruhan yang menyangkut semua komponen kurikulum. Pembaharuan
kurikulum biasanya dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental yang diikuti oleh
perubahan structural. Pembaharuan dikatakan bersifat sebagian bila hanya terjadi pada
komponen tertentu saja misalnya pada tujuan saja, isi saja, metode saja, atau system
penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum bersifat menyeluruh bila mencakup perubahan
semua komponen kurikulum.

16
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan . 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah .

Darhim, Drs, 1997, Pendidikan Matematika 2, Jakarta, Universitas Terbuka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984). Kurikulum 1984 SekolahMenengah Atas


(SMA). Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional . 2003. Undang - undang Republik Indone sia Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional .

Departemen Pendidikan Nasional . 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan .

Depdikbud (1987). Kurikulum dan GBPP Bidang Studi Matematika SD, SMP, dan SMA.
Jakarta:Depdikbud.

Depdiknas (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.

DjemariMardapi (2003). “Kerangka dasar pengembangan kurikulum berbasis kompetensi”.


Makalah disampaikan pada semiloka pengembangan model pembelajaran berbasis
kompetensi bagi dosen UNY, tanggal 29 dan 30 September 2003. Yogyakarta: UNY

Hatta, Idris, 2004, Matematika Kurikulum 2004, Makalah Seminar di HMJ Matematika FKIP
UMS

Ruseffendi, 1996, Materi Pokok Pendidikan Matematika 3, Jakarta, Universitas terbuka

Saylor J.G. dan kawan-kawan. (1981). Curriculumdevelopmentanddesign (secondedition).


Sidney: Allen &Unwin.

Subando, J. (2009). PerkembanganPembelajaranMatematika. [Online]. Tersedia:


http://www.indopost.co.id [2 Oktober 2009]

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

17

Anda mungkin juga menyukai