Anda di halaman 1dari 24

Ayat- ayat dan Hadits Ekonomi

Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Islam


Dan
Upah Dalam Islam

A. Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Mata Kuliah
Ayat Ayat dan Hadis Ekonomi

Pendahuluan

Kebijakan fiskal yang merupakan salah satu kebijakan keuangan


publik Kebijakan fiskal adalah kebijakan publik yang diambil pemerintah untuk
membelanjakan pendapatannya dan merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Kebijakan
fiskal ini telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang kemudian
diteruskan pada zaman Khulafaur Rasyidin dan terus dikembangkan para ulama pada
abad-abad berikutnya dengan dasar etis dan falsafah sosial yang jelas sesuai dengan
tuntunan Allah SWT dan Sunnah Nabi. Kebijakan fiskal memiliki 3 (tiga) instrumen yaitu
kebijakan pendapan, yang tercermin dalam kebijakan pajak, instrumen yang tercermin
dalam anggaran belanja negara dan yang ketiga adalah utang. Peranan kebijakan fiskal
dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi,
yang ditentukan oleh situasi sosio-ekonominya, komitmen ideologinya dan hakikat
sistem ekonomi.
Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang
dengan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama (Mannan,1997,230).
Imam Ghazali misalnya berpendapat bahwa dalam negara Islam, kebijaksanaan
fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai Tujuan Syariah (Maqashid
Syariah) yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga
keimanan(agama), kehidupan (jiwa), intelektualitas (akal), kekayaan (harta) dan
kepemilikan (keturunan).

Pada saat ini pada waktu sistem kapitalistik mendominasi sistem negara-negara
di dunia dimana pemerintah hanya menggunakan instrumen Pajak (T) dan Pengeluaran
Pemerintah (G) yang tidak didasari spirit religius (Umer Chapra, 1985), maka peran
kebijakan fiskal yang Islami menjadi sangat penting mengingat dua hal yang mendasar
yaitu :

1. Dilarangnya riba
(QS. Al Baqarah 2 : 276-278, QS 3:130, QS 4:161, QS 30:39) )

Allah menghapuskan (berkah) riba dan menambah (berkah) sedekah.”


Dan           
       
        
         
        
276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. dan Allah tidak menyukai setiapSetiap
orang yang tetap dalam kekafiran lagi , dan selalu berbuat dosa” (QS 2 : 276)[178].

”277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan ber, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, mereka memperolehmendapat pahala disisi Tuhan mereka dandi sisi
Tuhannya. tidak ada ketakutankekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka berduka
cita” (QS 2 : 277)bersedih hati.

”278. Hai orang -orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa sisa
riba,Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan
berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah
dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan Riba dan tetap melakukannya.

(QS. Al Baqarah 2:279)


          
       
279. Maka jika kamu tidak memperbuatnyamengerjakan (meninggalkan sisa-sisa riba) maka ),
Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan dan jika kamu bertaubat (tidak
memperbuatdari pengambilan riba lagi) maka bagi kamu ), Maka bagimu pokok hartamu
(modal), kamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak menganiaya dan tidak (pula () dianiaya).
(QS 2 : 278-279).

(QS. Ali ‘Imran 3:130)


        
    
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda[228]] dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

[228] Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa Riba nasi'ah itu
selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah
ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu
barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan
mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba
yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab
zaman jahiliyah.

(QS. An Nisaa’ 4:29)


       
             
   
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh
orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

(QS. An Nisaa’ 4:16)


       
        
16. dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada
keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Hadits Nabi :
“Allah melaknat pemakan riba, agennya, para saksinya dan penulisnya.” Beliau
bersabda, “Mereka adalah sama dalam riba”. (HR.Muslim, Ahmad,Abu Daud,al-
Nasa’I,al-Turmudzi,al-Baihaqi,al-Darimi dan al-Thabrani)

(QS. Ar Ruum 30:39)


         
          
  
39. dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka
Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).

Dari ayat ayat Al Qur’an dan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
pengelolaan kebijakan fiskal sistem ekonomi Islam, tingkat bunga tidak mempunyai
peran sama sekali dalam ekonomi Islam dan Allah memerintahkan untuk
menggantikannya dengan shodaqoh (ZISWAF).
(QS. Al Baqarah 2:261)
         
          
     
261. perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad,
pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

(QS. Al Baqarah 2: 264-265)


       
        
        
            
      
        
         
     
264. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang
mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[168].
265. dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah
dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram
oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak
menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.

[168] Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat
pahala di akhirat.

(Q.S At Taubah : 60)


      
       
          
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].

[647] Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak
cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas
untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam
dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup
juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang
berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun
orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat,
walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan
Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup
juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang
yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

(Q.S At Taubah : 103)


        
         
103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan
kepada harta benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka.

Hadits Nabi:
“Hadits riwayat Hakim bin Hizam r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda: “Tangan yang
di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah (berinfak itu) kepada orang
yang menjadi tanggunganmu, dan sebaik-baik shadaqah adalah (pemberian) dari
(orang) yang berkecukupan. Barang siapa orang yang meminta perlindungan
(kepada Allah) maka Allah akan menjaganya, barang siapa yang meminta
kecukupan, maka Allah akan memberinya kecukupan”.(ditakhrij oleh al- Bukhari
dalam kitab zakat)
Akan tetapi dalam prakteknya saat ini dalam pengelolaan keuangan negara kita
dapat melihat peran bunga yang sangat besar dicerminkan dalam pembayaran
bunga obligasi pemerintah dan pembayaran hutang luar negeri sedemikian
dominan dalam APBN mencapai 51 pct dari total penerimaan pajak (Gusfahmi,
sumber : APBN 2004) sehingga sangat mempengaruhi alokasi anggaran pada sektor
sektor lainnya seperti pendidikan, pembangunan infrastruktur, kesejahteraan sosial,
keamanan dll.

Disamping itu kita juga melihat peran bunga yang sangat dominan dalam
sistem moneter konvensional melalui kebijakan suku bunga diskonto yang
dilakukan melalui kebijakan pasar terbuka, yang menyebabkan distorsi antara
sektor riil dan sektor keuangan karena tidak tercapainya full employment.

2. Dilarangnya Maysir atau tindakan spekulatif (QS. Al Maaidaah 5 : 90).

      ”


      
 
90. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnyaSesungguhnya (meminum) khamar, berjudi
(berkurban, (berkorban untuk) berhala dan , mengundi nasib dengan panah[434], adalah keji
daripadaTermasuk perbuatan setan. syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan ”.

[434] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak
panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau
tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis
masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa,
diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu
Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti
Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang
diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali
lagi.

Dalam perekonomian Islam, tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulatif


dengan membiarkan (ekspose) posisi keuangan negara terhadap mata uang negara
lain secara berlebihan, mengingat dalam praktek ekonomi kapitalis saat ini,
pemerintah membiayai pembangunan sebagian besar dari hutang luar negeri yang
berbasis USD sehingga pada saat terjadi fluktuasi mata uang dunia, APBN negara
mengalami goncangan yang sangat besar dan pada akhirnya mengorbankan rakyat
banyak akibat pengambilan keputusan publik yang terpaksa dilakukan seperti
penghapusan subsidi BBM, kecilnya alokasi anggaran pendidikan, kecilnya anggaran
untuk perbaikan infrastruktur dan lain lain. Sebagai penggantinya, Allah dan Rasul-
Nya telah menganjurkan untuk saling memberikan hadiah dan hibah sebagai tanda
kasih sayang, yang dalam hal ini, Pemerintah dapat memberikannya dalam bentuk
Bantuan Langsung Tunai kepada fakir miskin atau bantuan sarana sosial lainnya dan
peranan sektor swasta dalam bidang sosial seperti program Corporate Sosial
Responsilities (CSR) atau dalam bentuk Wakaf untuk sarana pendidikan dan sosial
yang dimotori oleh perseorangan dalam pembangunan sekolah-sekolah, pesantren
atau rumah sakit.

3. Peranan Pajak yang dangat dominan dalam APBN.


Menurut Gusfahmi (2007) dalam bukunya Pajak menurut Syariah, total
pendapatan negara tahun 2005 berjumlah Rp 377.8 triliun dimana 78.7 % (297.5)
triliun bersumber dari pajak dimana pendapatan pajak tadi yang berasal dari berasal
dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertmabahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Di samping itu ada Bea Perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan
(BPHTB), cukai dan berbagai pajak lainnya.

Bagaiamana jika hukum pajak itu haram dan bukankah kita semua telah
memungut dan makan dari barang haram? Persoalan kedua adalah adanya dualisme
pemungutan pajak dan zakat bagi seorang muslim di Indonesia berdasarkan UU No.
38 tahun 1999 tentang kewajiban zakat dan UU No.17 tahun 2000 tentang
kewajiban Pajak sehingga akan terasa berat bagi seorang muslim atas PPh. Belum
lagi jika seorang muslim dibebankan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dengan uang
atau harta simpanan yang telah dizakati, ditambah pajak PPN jika seorang muslim
tadi mengkonsumsi barang dan jasa yang tergolong barang mewah seperti
komputer, tiket pesawat dan lain lain.

Alternatif KebijakanKebijkan Fiskal menurut sistem Islam

Sistem Alternatif Islam sebagai pengganti kebijakan fiskal konvensional ini


sangat diperlukan mengingat tujuan dari kebijakan fiskal adalah (1) Menciptakan
stabilitas ekonomi (2) Tingkat Pertumbuhan ekonomi yang tinggi (3) Pemerataan
pendapatan (Umer Chapra, 1985).

Kunci ketiga tujuan di atas sesuai tujuan fiskal di atas adalah pada negara yang
dalam hal ini diwakili oleh fungsi Baitul Mal (National Treasury) atau saat ini dapat
dalam bentuk Departemen Keuangan. Pengaturan mekanisme pemerataan ini dapat
dibagi menjadi menjadi 3 bagian pokok :

1. Baitul Mal.

Baitul mal adalah kas negara yang dikhususkan untuk pemasukan dan
pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslimin dimana mekanismenya
ditentukan oleh syariat Islam atas dasar Al Quran dan Sunnah Rasul. Sektor
pemasukkan dari Baitul Mal terdiri dari :

A. Sektor Hak Milik Pribadi

Pemasukan dari hak milik pribadi terdiri dari zakat, infaq, sedekah dan
wakaf. Sektor ini harus masuk kas khusus dan tidak boleh dicampur
dengan sektor lainnya sehubungan dengan aturan Allah tentang 8 Ashnaf
penerima zakat dan tidak mengikuti pendapat manusia seperti
persetujuan DPR dan Presidan sebagaimana penetapan APBN.

”Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang


fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
Muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang yang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana”. (QS.al-Bayyinah 98:5)
       
      
  
5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

(QS. Al-Muzzammil 73:20)


         
       
        
         
       
          
       
       
        
         
20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang
dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula)
segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam
dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-
orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu
perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai
Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan
kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(QS Al Ma’un 107 : 3)


     
3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.

(QS At Taubah 9 : 60)


     
    
        
     
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].

[647] Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara
hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang
miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3.
Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4.
Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam
yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan
Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang
karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun
orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu
dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu
untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti
mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan
yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

B. Sektor Hak milik Umum

Hak milik umum adalah harta yang telah ditetapkan hak miliknya oleh
As-syari’ (Allah) dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama
(Yuliadi, 2001).

Harta milik umum ini terbagi ke dalam 3 jenis yaitu :

1. Barang tambang (sumber alam) yang jumlahnya tak terbatas.

Contoh barang ini adalah seperti deposit tambang emas di Tembaga


Pura (Papua) yang dikelola oleh Freeport namun sistem bagi
hasilnya tidak ditentukan secara Islami sehingga Pemerintah hanya
mendapatkan share sebesar 10 pct, padahal menurut hadist Nabi
tambang jenis ini harus dinasionalisasi, seperti hadis yang
diriwiyatkan oleh Abidh bin hamal al-Mazaniy :

”Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada


Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliai
memberikannya berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam
majelis, ’Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan
kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu
laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau
bersabda :” Kalau begitu tarik kembali darinya”. (HR Abu Dawud).

Ini merupakan dalil larangan atas individu untuk memilikinya karena


hal itu merupakan milik seluruh rakyat. Larangan tersebut tidak
terbatas pada (tambang) garam saja tetapi mencakup setiap barang
tambang yang jumlahnya (deposit)nya bagaikan air yang
mengalir;yakni tidak terbatas. Oleh karena itu negara tidak boleh
memberikan ijin kepada perseorangan atau perusahaan untuk
memilikinya.

Contoh pemasukkan lain dari sektor ini adalah dari bahan tambang
seperti minyak mentah di Dumai (Riau) yang dikelola oleh Calltex,
hasil hutan (Pemberian HPH mencapai ratusan juta hektar kepada
beberapa pengusaha, gas seperti proyek pemerintah LNG di Arun
(Aceh) dan Bontang (KalTim), listrik seperti PLTA dan PLTG, bahan
bakar minyak yang dikelola Pertamina dan lainnya.

2. Sarana umum yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat yang


diperlukan dalam pemenuhan kehidupan sehari hari.

Menurut Nabhani (1990) dan Zallum (2002), Sarana umum ini


sangat penting yang apabila tidak akan menyebabkan perpecahan
seperti air, yang dikelola oleh PDAM.

Rasulullah telah menjelaskan secara rinci dan sempurna tentang


sifat-siat sarana umum ini seperti yang termaktub dalam hadist dari
Ibnu Abbas :

”Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang
rumput dan api”

Dalam hadist lain beliau bersabda :

”Muslim itu bersaudara satu sama lainnya. Mereka bersama-sama


memiliki air dan pepohonan”

Jadi air, padang rumput dan api merupakan sebagian harta yang
pertama kali dibolehkan oleh Rasulullah SAW untuk seluruh manusia.
Padang rumput bisa diartikan hasil hutan berupa hak pengelolaan
hasil hutan (HPH) atau gurun untuk penggembalaan ternak ternak
pada tanah tanah tidak bertuan atau laut yang diaktualisasikan dalam
hak pengelolaan laut dalam batas 200 km Zone Ekonomi Eksklusif
oleh negara yang diatur oleh PBB. Sedangkan api, dalam dunia
modern sekarang bisa berarti energi seperti Gas, Nuklir, Batu Bara
dalam deposit yang tidak terbatas yang harus dikelola oleh negara.

3. Harta yang keadaan asal pembentukannya menghalangi seseorang


untuk memilikinya secara pribadi.

Menurut Al Maliki (2001), Hak Umum jenis ini jika berupa sarana
umum seperti halnya pemilikan jenis kedua, maka dalilnya adalah
dalil yang mencakup sarana umum.

Hadist yang diriwayatkan oleh At Tirmizi, Ibnu Majah dan Al Hakim


dari Aisyah berbunyi :
” Mina adalah milik orang-orang yang lebih dahulu sampai”

Demikian juga diriwayatkan oleh Rasul SAW bahwa beliau


memperbolehkan manusia berserikat dalam kepemilikan jalan umum
dan tentu saja pengertian ini dapat diperluas pada jembatan, jalan
tol, air port, pelabuhan dan lain lainnya. Dalam contoh Mina adalah
tempat yang sudah sangat terkenal sebagai tempat singgahnya
jemaah haji setelah selesai melaksanakan wukuf di Arafah dengan
tujuan untuk melaksanakan syiar syiar ibadah haji seperti melontar
jumrah, menyembelih hewan dan bermalam disana. Oleh karena itu
Mina merupakan milik umum sehingga orang lain dilarang untuk
memilikinya. Demikian juga jalan umum, manusia berhak atas jalan
umum, dalam arti berhak untuk melewati jalan tersebut, seperti
Rasulullah bersabda :

”Kalian semua dilarang duduk-duduk di jalan (umum)”.

Pemasukkan dari sektor ini juga harus masuk kas khusus dan alokasi
dari sektor ini ada di tangan khalifah atau negara dan digunakan
untuk :

1. Biaya administrasi dan eksploitasi sumber daya alam


(Nasionalisasi) seperti : membangun kilang minyak, zona industri
lain, menggaji pegawai, penggalian hak milik umum, mendirikan
perumahan, mendirikan pabrik pabrik dll
2. Membagikan sumber daya secara langsung kepada masyarakat
yang merupakan hak bagi pemilik sumbe daya ini secara gratis
seperti air, gas, minyak, listrik atau uang hasil penjualan. Sesuai
hadis nabi: manusia berserikat dalam 3 hal : air, api dan padang
rumput.
3. Sebagian milik umum ini dapat dialokasikan untuk memperkuat
pembelian alat alat perang untuk mempertahankan diri dari
ancaman serangan negara lain seperti kapal perang, pesawat
tempur, dan perlengkapan lainnya

C. Sektor Hak Milik Negara.

Hak milik negara didefinisikan sebagai harta hak seluruh umat yang
pengelolaannya menjadi wewenang kepala negara (Yusanto, 2002).
Menurut Yuliadi (2002), hak milik negara tersebut misalnya Fai, Ghanimah,
Kharaj, Jizyah, Harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli
waris(Amwal Fadhla) dan tanah milik negara.

Pendapatan utama negara (primer) dalam sistem ekonomi Islam, menurut


Abu Ubaid dalam kitabnya Al-Amwal dan Ibnu Taimiyah dalam bukunya
Majmu’atul Fatawa berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasikan ke
dalam (1) Ghanimah (2) Shadaqah yang terdiri dari zakat dan ushr (3) Fai
(pendapatan selain dari Ghanimah dan Shadaqah).
Klasifikasi seperti ini menurut Abu Yusuf dalam kitabnya Al-Kharaj, adalah
mengikuti sifat keagamaan dari sumber sumber pendapatan negara
tersebut dan karena itu harus dipelihara dan tidak boleh dicampur sama
sekali.

Hal ini sesuai dengan perintah Al Quran dalam QS Al Anfal 8 : 41 tentang


Ghanimah yang hanya diperuntukkan untuk 5 kelompok :

Dan        ”


    
        
       
    
41. ketahuilah, sesungguhnyaSesungguhnya apa saja yang dapat kamu rampas
dalam peperangan, maka sesungguhnyaperoleh sebagai rampasan
perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasulrasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu
sabilibnussabil[614], jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa[615] yang Kami
turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) padadi hari Furqaan, (yaitu) pada
[616], Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dandan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”

Demikian juga dengan Zakat yang hanya diperuntukkan untuk 8


Ashnaf sesuai dengan perintah Al Qur’an dalam Surat At
Taubah 9 : 103 seperti yang telah disebutkan pada awal
makalah ini. Sedangkan Wakaf , dasar perintahnya (bersifat
Sunah) terdapat dalam Al Qur’an Surat Al Imran 3 : 92 :

”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang


sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan
[613] Yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh
dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan
pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja.
Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr
[614] Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya.
b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e.
Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut
bertempur.
[615] Yang dimaksud dengan apa Ialah: ayat-ayat Al-Quran, Malaikat dan pertolongan.
[616] Furqaan Ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang dimaksud dengan hari
Al Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, Yaitu
hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar, pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke
2 Hijriah. sebagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari
permulaan turunnya Al Quranul Kariem pada malam 17 Ramadhan.
(Q.S Ali ’Imran : 161)
           
          

161. tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia
akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi
pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka
tidak dianiaya.

Demikian juga dengan Zakat yang hanya diperuntukkan untuk 8 Ashnaf


sesuai dengan perintah Al Qur’an dalam Surat At Taubah 9 : 103
       
          
103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.

[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-
lebihan kepada harta benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka.

Sedangkan Wakaf , dasar perintahnya (bersifat Sunah) terdapat dalam Al


Qur’an Surat Al Imran 3 : 92 :
         
      
92. kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan,
maka sesungguhnya Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

Dasar yang lain terdapat dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Jamaah
kecuali Bukhari dan Ibnu Majah berbunyi :

”Apabila seorang meninggal, terputuslah semua amal perbuatannya,


kecuali dari 3 hal yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya
mengalir), ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan doa anak yang saleh
yang mendoakan kedua orang tuanya”

Beberapa ahli fukaha berpendapat bahwa Sedekah Jariyah ini salah


satunya adalah harta yang diwakafkan dan seringkali diartikan sebagai
aset yang dialokasikan untuk kemanfaatan umat dimana substansi atau
pokonya ditahan sementara manfaatnya boleh dinikmati oleh kepentingan
umum.

Secara administratif, wakaf dikelola oleh nadzir yang merupakan


pengemban amanah waqif (yang memberi wakaf). Contoh yang paling
kalsik dari wakaf adalah tanah untuk masjid, pendidikan/pesantren.

Namun untuk Fay’i (harta yang didapat tidak dari peperangan) dapat
digunakan untuk pembiayaan umum negara seperti perintah Al Qur’an
dalam Surat Al Hasyr 59 : 6 – 7 :
Dan        ”
         
           
       
      
       
        
     
6. dan apa-apa ( saja harta) rampasan (fai-i)[1465] yang diberikan Allah (harta)
kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka (Maka untuk
mendapatkannya)mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan
(tidak( pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-
rasul-Nya terhadap siapaapa saja yang dikehendaki-Nya. Dandan Allah Maha
Kuasan atas segala sesuatu.Arti_Ayat6
7. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan,
supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya.

[1465] Fai-i ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya
pertempuran. Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah. ghanimah harta
rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran. pembagian Fai-i sebagai
yang tersebut pada ayat 7. sedang pembagian ghanimah tersebut pada ayat 41 Al Anfal
dan yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari
orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan
pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja.
Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr.Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan
kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak
yatim. d. fakir miskin. e. Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan
kepada yang ikut bertempur.

Kalau diklasifikasikan menurut tujuan penggunaannya maka pendapatan


negara ini dapat dibagi ke dalam 2 kelompok saja yaitu ; (1) Pendapatan
Tidak Resmi Negara, yang terdiri dari Ghanimah dan Shadaqah (Zakat,
Wakaf dan Ushr/ Pajak Tanah untuk Muslim) dan (2) Pendapatan Resmi
Negara.

Pendapatan resmi negara, yang terangkum dalam satu kesatuan nama


Fay’i terdiri dari Jizyah (Pajak untuk perlindungan bagi non Muslim),
Kharaj (Pajak Tanah Taklukan yang kebanyakan bagi non muslim), Ushr
Bea Cukai yang dikenakan kepada eksportir atau importir negara lain,
Seperlima Rikaz (Harta Temuan) dan Dharibah (Pajak khusus muslim pada
saat negara dalam keadaan paceklik, terkena bencana, perang atau
keadaan darurratdarurat lain).

(QS. At- Taubah : 29)


        
        
        
  
29. perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan
RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-
orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638]
dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.

[638] Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang
yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.

Sedangkan Tanah milik negara contohnya adalah Padang pasir, Tanah


endapan sungai, Ash Shawafi (tanah hasil taklukan) Bangunan dan
Balairung. Hal ini sesuia dengan sabda Nabi SAW yang diriwiyatkan oleh
bilal bin Harits al Mazani :

”Bahwa Rasulullah memberinya sebuah lembah seluruhnya”

Dalam hadist lainnya diterangkan bahwa Rasulullah SAW telah


memberikanmemebrikan tanah kepada Abu Bakar, Umar, Zubair dll
yang menunjukkan bahwa padang pasir, gunung, lembah dan tanah tanah
mati yang tidak dimiliki seseorang menjadi milik negara.

Sedangkan untuk kebijakan pengeluaran yang asal pendapatannya dari


Fay’i ini diserahkan kepada negara dimana diprioritaskan untuk
kepentingan negara dan kemaslahatan umat seperti telah disebutkan
dalam Surat Al Hasr ayat 7 di atas sehingga jurang pemisah
antara kaya dan miskin tidak akan bertambah lebar yang dapat
mengganggu keseimbangan masyarakat Islam.

D. Mata Uang yang digunakan dalam Anggaran.

Sistem ekonomi Islam telah menentukan bahwa standar mata uang yang

wajib digunakan adalah emas dan perak seperti yang telah

dipraktekkan oleh Nabi SAW pada masa awal pemerintahan di


Madinah dengan membiarkan berlakunya Dinar Romawi dan
Dirham Persia serta surat wesel dagang dan surat hutang serta
pembebasan ushr (pajak untuk impor barang dari Romawai dan
Persia). Dengan standar ini diharapkan semua transaksi barang dan jasa
dapat diukur dengan nilai yang sama dan stabil. Untuk perdagangan luar
negeri apabila diperlukan dapat ditukar dengan mata uang kertas dengan
syarat harus kontan tidak boleh tertunda (forward), ukurannya jelas dan
seimbang serta tidak ada unsur riba misalnya export atau import dengan
skema pinjaman dengan bunga untuk membiayai export atau import tadi .
Dalam hhubungan dengan kebijakan fiskal maka tidak diperbolehkan
suatu negara melakukan over eksposure terhadap hutang yang dicatat
dalam mata uang negara lain dalam perencanaan anggarannya, sehingga
tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat banyak jika terdapat

fluktuasi yang berlebihanberelebihan pada pasar valas dan uang


konvensional.
Rasulullah SAW bersabda :

”Dari Abu Said Al Khudri, Transaksi pertukaran emas dengan emas harus
sama takaran, timbangan dari tangan ke tangan (tunai), kelebihannya
adalah riba ....”

E. HutangUtang Negara menurut Sistem Ekonomi Islam.

Apakah negara Islam boleh berhutang?berutang? Atau dengan kata lain


bolehkan negara Islam mengambil konsep pembiayaan defisit (defisit

budget), dengan resiko berhutangberutang ataukah tetap


mempertahankan konsep anggaran berimbang (balance budget) seperti
pada zaman Rasulullah?

Terdapat dua pendapat mengenai hal ini, yaitu pendapat bahwa negara
Islam tidak seharusnya melakukan pembiayaan defisit (pengeluaran lebih
besar daripada pendapatan), dengan konsekuensi pemerintah

berhutangberutang dan membayar bunga dan mendekati riba selain


pengeluaran yang bertambah akan berakibat pemborosan dan tidak
meimbulkan beban bagi generasi mendatang.

Dan pendapat yang kedua dari Ekonom Islam yang berpendapat sudah
tidak waktunya lagi bagi negara -negara Islam mempertahankan konsep
anggaran berimbang yang berkonsekuensi lambatnya pertumbuhan
ekonomi dan tidak tergalinya sumber daya alam seperti emas, minyak, gas,
batubara karena tidak adanya modal. Untuk menghindari riba, negara-
negara Islam bisa mengeluarkan Sukuk atau Surat Investasi Negara (bukan

Surat HutangUtang Negara) yang berbasis akad Ijarah atau Mudharabah


yang bebas bunga. Sukuk ini juga bisa menjadi alternatif pendapatan
negara untuk keperluan pengeluaran APBN dalam mencapai tujuan
kemaslahatan umat.
F. Hal hal yang diharamkan

a. Pajak (Dharibah) tanpa tujuan yang Syar’i.

Semua sektor pemasukan Baitul Mal yang telah disebutkan di atas


merupakan sumber sumber pemasukan tetap bagi negara dan dalam
keadaan kondisi normal tidak diperbolehkan memungut pajak bagi
rakyat, kecuali dalam keadaan paceklik, peperangan, bencana alam
(tidak normal) maka diperbolehkan karena kosongnya pemasukan
Baitul Mal. Tidak diperbolehkannya pajak ini karena justru pajak ini
banyak menyengsarakan rakyat kecil, menghambat proses produksi
khususnya perusahaan kecil yang baru berdiri karena terkait denga
perijinan yang ada hubungannya dengan pajak. Mayoritas fukaha
berpendapat bahwa zakat adalah satu-satunya kewajiban kaum

muslim atas harta (Gusfahmi, 2006). Sesuai dengan Hadist

Nabihadis nabi :

”Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda


”Apabila engkau menunaikan zakat hartamu, maka hak hak(yang
wajib) atasmu untuk harta itu telah ditunaikan......”.

Hanya syariat yang boleh memutus perkara apakah suatu jenis pajak
boleh dipungut atau tidak sesuai Alqur’an :

”Barang siapa tidak memutus perkara menurut syariah (apa


yang telah ditetapkan Allah SWT), maka ia adalah zalim (QS
Al Maidah 5 : 45).
      
     
       
         
  
45. dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

Dengan demikian menurut pandangan sebagian besar ulama ini


(termasuk Dr. Hasan Turabi dari Sudan) jelas bahwa pajak ini tidak
memiliki dasar hukum yang berasal dari Allah dan Sunnah Rasul
karena itu dalam sistem ekonomi Islam dilarang.

Namun demikian ada sebagian kaum Muslim sejak zaman sahabat


sampai tabi’in yang berpendapatbahwa dalam harta kekayaan ada
kewajiban lain selain zakat. Pendapat tersebut datang dari Umar, Ali,
Abu Dzar, Aisyah, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Hasan Ibnu Ali dan
Fatimah binti Qais atas dasar Surah Al Baqarah 2 : 177 :

Bukanlah      ”


      
   
      
    
     
      
     
      
177. bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu

kebaikankebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebaikanSesungguhnya


kebajikan itu adalahialah beriman kepada Allah, hari kemudianKemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya

kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan orang


(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan

memerdekan(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan


menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan

orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan ,.

mereka itulah orangItulah orang-orang yang benar (imannya),); dan mereka

itulah orangItulah orang-orang yang bertakwa”.

Ayat ini menurut mereka merupakan alasan yang kuat mengenai


adanya kewajiban atas harta selain zakat. Ayat ini telah menjadikan
pemberian harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, fakir
miskin dll sebagai pokok dan unsur kebaikan. Atas dasar inilah maka
pajak(dharibah) yang diiambil pemerintah diperbolehkan. Ulama-
ulama berikutnya yang mendukung adalah Abu Yusuf dalam bukunya
Al Kharaj, Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqadimah, Marghinani
dalam bukunya Al Hidayah dan Umer Chapra dalam Islam and The
Economic Challenge.

b. Investasi dan eksplorasi negara atau perusahaan luar negeri terhadap


kekayaan sumberdaya alam seperti yang terjadi di Indonesia dimana
kekayaan milik umum seperti penguasaan tambang emas dan minyak
oleh Freeport Mc Moran, Exxon dengan pembagian laba yang tidak
seimbang dimana seharusnya aset aset ini dinasionalisasi oleh negara.

c. Hubungan dengan lembaga keuangan Internsional yang menggunakan


sistem ribawi seperti IMF, World Bank, karena akan membuat negara
dikendalikan oleh negara lain dalam perdagangan internasional
sehingga mengorbankan rakyat banyak.

B. Upah Dalam Islam


Bagaimana Islam memandang upah? Upah mengacu pada penghasilan tenaga
kerja. Upah dapat dipandang dari 2 segi yaitu : Moneter dan non-moneter. Jumlah uang
yang diperoleh seorang pekerja selama jangka waktu tertentu, katakanlah sebulan,
mengacu pada upah nominal tenaga kerja yang tergantung kepada berbagai faktor
seperti jumlah upah berupa uang, daya beli uang dan seterusnya yang pada dasarnya
.terdiri dari jumlah kebutuhan hidup yang sebenarnya diterima oleh seorang pekerja
Dalam surat An Nisaa’ : 33
        
          
 
33. bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan
pewaris-pewarisnya[288]. dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka,
Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.

[288] Lihat orang-orang yang Termasuk ahli waris dalam surat An Nisaa' ayat 11 dan 12.

“….dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah
kepada mereka bahagiannya”

Kalimat tersebut menegaskan bahwa pekerja itu mempunyai hak atas apa yang telah
dikerjakannya dan sebesar apa yang sudah diperjanjikan. Majikan wajib membayar upah segera
setelah pekerjaannya selesa, tidak diperkenankan unutk menunda/menahan upah pekerja
apalagi tdak membayar haknya seperti yang telah diperjanjikan. Seperti disebutkan dalam hadits
Rasulullah :

“Allah berfirman bahwa ada tiga orang yang akan menjadi lawan-Ku pada hari Kiamat, yaitu
seorang yang berjanji atas nama-Ku, kemudian melanggar janjinya,……………seorang yang
mempekerjakan seorang abdi tetapi tidak membayar upahnya”

Sedangkan Adam Smith berpendapat pekerja kaya atau miskin, diberi imbalan
baik atau buruk, sebanding dengan harga nyata, bukan harga nominal atas jerih
payahnya.
Teori upah yang pada umunya diterima adalah Teori Produk Marginal. Menurut Teori
ini upah ditentukan oleh keseimbangan antara kekuatan permintaan dan persediaan.
Dengan mengasumsikan penyediaan tenaga kerja dalam suatu jangka waktu yang
panjang dan konstan, maka permintaan akan buruh dalam kerangka masyarakat
kapitalis, datang dari majikan yang mempekerjakan buruh dan faktor produksi lainnya
untuk membuat keuntungan dari kegiatan usahanya. Selama hasil hasil bersih tanaga
kerja lebih besar dari tarif upah itu, majikan akan terus mempekerjakan semakin banyak
satuah tenaga kerja. Masing masing majikan akan memberi upah buruh yang akan
bernilai sama dengan hasil kerja marjinal dengan tarif upah yang berlaku.
Kelemahan teori upah (Teori Produk Marginal) ini adalah bahwa teori ini hanya
absah jika kondisi persaingan benar benar murni. Dalam kenyataannya kondisi
persaingan tidak betul betul murni. Dan diketahui bahwa diantara semua komoditi,
tenaga kerjalah yang paling tidak tahan lama sebaliknya majikan berada di dalam posisi
yang menguntungkan. Professor Marshall berkata , ”Ingatlah bahwa sesorang yang
memperkerjakan seribu orang lain, seolah olah merupakan suatu gabungan yang ketat
dari seribu unit di kalangan pembeli di pasaran tenaga kerja”. Disebabkan oleh
kelemahan mereka dalam perundingan maka para pekerja di bawah kapitalisme
mungkin mendapat upah yang jauh lebih rendah dari produk marginal mereka.
Sedangkan dalam sistem Islam, penghisapan terhadap buruh dilarang, sesuai
dengan pernyataan Nabi Muhammad SAW :
”Manusia tidak berhak atas bagian yang tidak diberikan Tuhan kepadanya, Tuhan
memberikan kepada setiap orang haknya, oleh karena itu jangan mengganggu apa
yang dimiliki orang lain”.

Nabi SAW juga mengatakan (Abdul Manan, dalam Ekonomi Islam, 1997):
”Upah seorang buruh harus dibayarkan kepadanya sebelum keringat badannya kering”

Dalam Hadist lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Nabi SAW berkata:
”Kewajiban para majikan hanya menerima pekerjaan yang mudah dilakukan oleh para
karyawannya. Janganlah memperkejakan mereka sedemikian rupa sehingga berakibat
buruk bagi kesehatannya”

Dalam prakteknya, dalam sistem Islam, upah yang layak bukan hanya konsesi,
tetapi juga suatu hak asasi, yang dapat dipaksakan oleh kekuasaan negara. Jika
reorientasi sikap negara telah disesuaikan dengan prinsip Islam ini maka penetapan
upah dan perumusan produktivitas sesungguhnya dapat dilaksanakan. Di semua negara
Islam, sangat diperlukan penegasan kemabli cita cita yang dinamis untuk mengatur
kembali Undang Undang Tenaga Kerja dan menerima hak hak buruh yang diakui seluruh
dunia seperti : Hak untuk mogok, mendapat upah yang layak, jaminan sosial, laba,
aturan jam kerja dan lain lain. Dalam hal aturan kerja misalnya Al Ghazali telah
memiliki konsep yang sama dengan standard WHO yaitu 8 jam kerja dimana Al Ghazali
membagi pembagian waktu seorang muslim kedalam 3 bagian yaitu (1) 8 Jam untuk
ibadah kepada Allah (2) Jam untuk bekerja mencari nafkah (3) Jam sisanya untuk
istirahat .
Akan tetapi diterimanya hak-hak pekerja ini tidak berarti para pekerja memliki
kebebasan tidak terbatas untuk melakukan apa saja. Islam mengutuk penyelewengan
dan kecurangan dalam menggelapkan apapun milik majikan, sesuai Hadist Nabi SAW :

” Penghasilan terbaik ialah penghasilan seorang pekerja, dengan syarat ia melakukan


pekerjaannya dengan hati-hati dan ia hormat kepada majikannya”

Negara Islam memiliki wewenang untuk mengekang kegiatan anti sosial


pekerja dalam bentuk apapun karena Islam menghendaki pertumbuhan masyarakat
yang seimbang. Untuk itu kompromi antara buruh dan majikan merupakan prasyarat
yang hakiki (Abdul Mannan, 1997)

Pandangan Islam Tentang Perbedaan upah.


Konsep Islam mengenai keseimbangan hak buruh dan majikan di atas tidak serta merta
menghasilkan konsep bahwa semua pekerja akan diberikan upah yang sama. Cairnes
telah mengacu pada kelompok yang tidak bersaing di kalangan pekerja. Dan terdapat
perbedaan yang besar antara pekerja intelektual dan pekerja kasar, antarapekerja
terampil dan tidak terampil. Sangat sedikit mobilitas di anatar dua golongan tersebut
akibatnya adalah tingkat keseimbangan upah bagi masing-masing kelompok yang tidak
bersaing akan ditentukan oleh rencana penyediaan dan rencana permintaan dari
masing-masing kelompok.
Dalam sistem Islam, Al Qur’an mengakui adanya perbedaan antara berbagai tingkatan
pekerja, karena adanya perbedaan kemampuan dan bakat yang mengakibatkan
perbedaan penghasilan, sesuai Surat An Nisa 4 : 32, yang berbunyi :

           
          
        
32. dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih
banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Pendekatan Al Qur’an dalam hal penentuan upah berdasarkan pertimbangan


kemampuan dan bakat ini merupakan salah satu sumbangan terpenting bagi
kemajuan peradaban manusia. Majikan harus menggaji para pekerja sepenuhnya atas
jasa mereka dan para pekerja harus melakukan pekerjaan mereka sebaik- baiknya dan
kegagalan dalam memenuhi syarart-syarat ini merupakan kegagalan moral yang harus
dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Namun dalam masyarakat Kapitalis, para
pekerja dan majikan tidak bertanggung jawab kepada siapapun, maka disinilah letak
keunggulan Sistem Islam dengan sistem sekuler dalam menangani soal-soal negara.

Kesimpulan dan saran

1. Islam sebagai suatu sistem kehidupan yang kaffah tidak saja mengatur hubungan
manusia dengan Allah tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia
baik dalam bidang politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta
ekonomi. Dalam bidang ekonomi, Islam telah mengatur baik sistem moneter
dan sistem fiskal dalam suatu negara.
2. Kebijakan Fiskal yang dianut bisa berupa kebijakan anggaran berimbang seperti
yang telah diterapkan oleh Rasulullah dan Khulafaurasyidin kecuali Umar bin
Khattab atau anggaran defisit seperti yang dipraktekan oleh Umar bin Khattab,
Umar bon Abdul Aziz dan Harun Al Rasyid, untuk mernggali sumber daya alam
yang kaya di negara negara Islam yang kekurangan modal kerja.
3. Kebijaksanaan fiskal Islam dalam masalah penerimaan negara dan pengeluaran
negara, memiliki sejumlah prinsip dasar yang tidak boleh dilanggar oleh
pemerintah karena ada aturan baku yang sudah diatur oleh Al Qur’an seperti
Ghanimah dan Shodaqoh (Termasuk zakat, wakaf dan usher) yang termasuk ke
dalam penerimaan tidak resmi negara dan ada yang tidak diatur Al Qur’an secara
baku dan termasuk penerimaan resmi negara seperti Fay’i dan turunannya.
4. Pajak (dharibah) yang tidak sesuai dengan syariah tidak diperbolehkan dalam
sistem Islam namun bukan karena berdasarkan nash Al Qur’an atau hadist tetapi
menurut Ijma Ulama.
5. Zakat karena berbeda dengan pajak maka seharusnya dapat menjadi pengurang
pajak terutang karena terjadi dualisme perpajakan seperti dalam PPh agar tidak
terjadi 2 kali pemungutan pajak, dalam PBB dan PPN karena Indonesia bukan
tanah taklukan dan tidak sesuai dengan sistem ekonomi Islam (Gusfahmi, 2007).
6. Penggunaan uang pajak (dharibah) yang sesuai dengan syariah adalah
diutamakan untuk pendidikan, kesehatan, keamanan dan musibah/bencana
alam dan bukan untuk pembayaran hutang luar negeri (Gusfahmi, 2007).

Saran-saran

1. Diperlukan Undang-undang dalam mengatur kebijakan fiskal yang sesuai dengan


sistem ekonomi Islam yang memadukan pendapatan tidak resmi negara (sesuai
denganAl Quran) dan pendapatan tidak resmi negara seperti Fay’i, dan tidak
menggunakan sistem bunga serta mengatur pengeluarannya sesuai dengan
peruntukkan yang telah ditetapkan Allah dan negara.
2. Perlunya MUI menetapkan fatwa tentang pajak (dharibah) yang diperlakukan
sekarang, seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara Islam yang lainnya
seperti Sudan.
3. Diperlukan Undang Undang Tenaga Kerja yang mengatur dengan seimbang hak-
hak pekerja dan majikan yang seimbang, sesuai dengan prinsip-prinsip Islam
yang memiliki tanggung jawab sampai kepada Allah SWT.

Daftar Pustaka

1. Al Qur ’anul Karim.


2. Nasution, Mustafa Edwin, dkk. Ekonomi Islam : Pengenalan Esklusif, Jakarta :
Kencana Prenada Media Grup, 2006.
3. Nasution, Mustafa Edwin, dkk. Ekonomi Makro Islam : Kajian Teoritis, Jakarta :
Kencana Prenada Media Grup, 2006.
4. Sholahuddin, M. Asas-asas ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
5. Abdul Hamid Mahmud Al-Ba’ly. Ekonomi Zakat, Jakarta :Raja Grafindo, 2006.
6. Abdul Mannan. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT Dana Bhakti
Prima Yasa, 1997.
7. Umer Chapra. The Future of Economics, an Islamic Perspective, Jakarta: Penerbit
SEBI, 2001.
8. Gusfahmi. Pajak menurut Syariah, Jakarta : PT Rajawali Press, 2007.
9. Adiwarman Karim. Bank Islam : Analisis fiqih dan keuangan. Jakarta : IIIT
Indonesia, 2003.
10.Abdul Qadim Zallum. Sistem Keuangan di Negara Khilafah. Bogor : Pustaka
Thariqul Izzah, 1988.
11.Perwataatmaja, A. Karnaen,. Jejak Rekam Ekonomi Islam
12.Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam. : Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu,2005.
13.Badriyah, Oneng Nurul, Materi Hadits : Tentang Islam,Hukum,Ekonomi,Sosial dan
Lingkungan, Jakarta : Penerbit Kalam Mulia,2008.
KEBIJAKAN FISKAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
DAN
UPAH DALAM ISLAM

Mata Kuliah :
AYAT DAN HADITS EKONOMI

Disusun oleh :

Risa Zahrah/NPM 080645


Sri Harumi Windrayatri/NPM 0806451031
Trisiladi Supriyanto/NPM 080645
Urip Eko Praptiyono/NPM 0806451082
PROGRAM STUDI TIMUR TENGAH DAN ISLAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai