Anda di halaman 1dari 7

1.

Penentuan warna dengan Shade Guide Vita 3D Master


Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan warna gigi
a. Usia Lanjut
Seiring bertambahnya usia, warna gigi seseorang akan mengalami perubahan.
Misalnya orang dengan usia lanjut memiliki warna gigi gelap karena chroma
meningkat yang disebabkan oleh tereksposnya dentin. Struktur dentin terlihat jelas
bdibwah pertemuan dentin-email dan dentin cenderung terekspos sehingga dapat
menyerap stain ekstrinsik. Anatomi garis servikal dan permukaan akar telihat karena
resesi gingiva. Sudut insisal membulat karena abrasi dan atrisi. Selain itu, permukaan
gigi menjadi lebih halus karena abarsi oleh sikat gigi dan terdapat garis “retak” pada
email.
b. Warna Kulit
Warna gigi yang dipilih sesuai dengan warna kulit pasien, khusunya kulit wajah.

Alat dan metode penentuan warna gigi (Shade Guide- Vita 3D master)
Shade menurut Glossary of Prosthodotics Terms adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan hue. Alat bantu untuk menentukan warna gigi
disebut shad guide, misalnya shade guide vita 3D-master.Shade guide vita 3d-
master memiliki kelebihan dibaningkan shade guide vitalumin yaitu mencakup
seluruh warna gigi.

Berdasarkan teori dasar warna terdapat tiga penentu dalam pemilihan warna
gigi dengan shade guide ini, yaitu value, chroma dan hue dimana memungkinkan
ketepatan warna.

Shade guide vita 3D master terdiri dari 11 set sampel berbentuk gigi
porselen. Tiap 11 set dibagi menjadi 26 sampel yang disusun berdsarkan value
terang ke gelap, dari intensitas rendah ke intensitas tinggi dan tersusun dari warna
kuning ke warna merah. Adapun susunan dari tiap set adalah 1M1, 1M2, 2L1.5,
2L2.5, 2M1, 2M2, 2M3, 2R1.5, 2R2.5, 3L1.5, 3L2.5, 3M1, 3M2, 3M3, 3R1.5, 3R2.5,
4L1.5, 4L2.5, 4M1, 4M2, 4M3, 4R1.5, 5L1.5, 5L2.5, 5M1, 5M2, 5M3, 5R1.5, 5R2.5.
cara membaca hasil penentuan warna pada shade guide 3D master adalah
sebagai berikut angka pertama pada kode shade tab adalah menunjukkan value,
makin tinggi nilai tersebut maka warna pada shade tab makin gelap, kode huruf
menunjukkan hue shade tab, L mempunya arti kuning, M merupakan pertengahan
warna antara kuning dan merah sedangkan R adalah warna kemerahan. Angka
terakhir menujukkan chroma, sama dengan value, makin tinggi nilainya maka
chroma makin tinggi saturasinya. Contoh pembacaan hasil penentuan warna shade
guide 3D master adaalh sebagai berikut 2L1.5 artinya shade tab mempunyai nilai
value 2, hue kuning dan chroma dengan nilai 1.5.

Umumnya shade guide visual yang sering dipakai di klinik adalah Vita Shade 3DMaster,
karena memiliki keunggulan kualitas warna yang dihasilkan lebih akurat. Sedangkan warna
gigi pasien yang paling banyak ditemukan adalah warna 3M2, atau A3 pada Vitalumin
Classical (Al-Hamdan dkk. 2010; Paul dkk. 2004; Li dkk. 2009; Hen dkk. 2012; Corcodel dkk.
2010). Prosedur penentuan warna berdasarkan shade guide Vita 3D-Master, antara lain:
a. Menentukan value (lightness) (Gambar 2.20).
• Pegang shade guide setentang lengan pasien, posisi pasien dalam keadaan tegak.
• Pilih kelompok 0,1,2,3,4,5
• Mulai memilih kelompok yang paling gelap (value: 5). Contohnya: terpilih
kelompok no 3.

Gambar 2.20. Menentukan level lightness Sumber: Sistem Vita 3D Master. www.vita-
zahnfabrik.com· info@vita-zahnfabrik.com
b. Menentukan chroma
• Pada tingkatan value yang telah ditentukan, pilih kelompok hue paling tengah (M),
kemudian untuk menentukan chroma pisahkan ketiga warna pada M seperti kipas,
dan pilih salah satu di antara ketiga warna yang terpilih. Contohnya: 3M2. 79
Gambar 2.21. Menentukan level chroma Sumber: Sistem Vita 3D Master. www.vita-
zahnfabrik.com·info@vita-zahnfabrik.com
c. Menentukan hue (Gambar 2.22).
Cocokkan warna telah dipilih ke gigi asli, bila lebih merah pilih R, atau lebih kuning
pilih L. Contoh: 3L2.5

Gambar 2.22. Menentukan level hue Sumber: Sistem Vita 3D Master. www.vita-
zahnfabrik.com·info@vita-zahnfabrik.com.
Teknik penentuan warna secara visual mempergunakan sistem warna Munsell.
Teknik penentuan warna secara visual ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain
bersifat subjektif, artinya hasil warna dapat berbeda, tergantung kondisi mata
individu yang memeriksa, keahlian dan pengalaman operator dalam menentukan
warna berdasarkan jenis shade guide yang dipakai, sehingga warna yang dihasilkan
kurang maksimal (Sikri 2010; Joiner 2004; Baltzer dkk. 2004).

2. Pemeriksaan Fonetik saat try in Gigi tiruan Lengkap


Salah satu fungsi utama dalam pembuatan gigi tiruan penuh yaitu untuk
memperbaiki fungsi bicara yang maksimal pada penderita terutama yang bekerja
sebagai juru acara, artis, penyiar radio, enterpreuner. Gigi tiruan yang mampu
mengembalikan fungsi fonetik pada rongga mulut akan memperbaiki pelafalan huruf
dan mempermudah komunikasi verbal. Sebaliknya apabila gigi tiruan yang tidak
mampu mengembalikan fungsi fonetik pada rongga mulut dapat menyebabkan
terjadinya perubahan ucapan seseorang. Gangguan bicara dapat terjadi karena
kesalahan dalam pembuatan basis, ketidaktepatan pengukuran dimensi vertikal dan
kesalahan dalam penyusunan elemen gigi tiruan.
Metode fonetik menjadi alat yang digunakan oleh para dokter gigi untuk
mengevaluasi pengucapan pada pasien pengguna gigi tiruan penuh.
 Setelah penyusunan gigi anterior rahang atas dan bawah telah selesai sehingga
pasien dapat melakukan try-in untuk mengethaui kesesuaian susunan gigi-
geligi. Try-in gigi anterior dimulai dengan pemeriksaan susunan gigi anterior
terlebih dahulu dengan melihat kesesuaian susunan gigi. Bentuk gigi, ukuran gigi
dan posisi gigi pada model dengan keadaan dalam mulut pasien dan oklusi
dalam mulut pasien jangan sampai ada yang terlihat “open”. Kemudian periksa
garis median, posisi distal, stabilitas, retensi, serta fonetik dengan meminta
pasien mengucapkan huruf “f’ atau “s”.

 Selanjutnya setelah penyusunan gigi posterior rahang atas dan bawah telah
selesai pasien dapat melakukan try-in dan penyesuaian susunan gigi tiruan
rahang atas dan bawah baik bagian anterior maupun posterior secara
keseluruhan, untuk pemeriksaan fonetik dengan cara menginstruksikan pasien
mengucapkan huruf S, D O, M, R, A dan T dengan jelas dan tidak ada gangguan
3. Macam-macam Gigi Abutment
a) Primary abutment : abutment berdekatan dengan ruang tidak bergigi
b) Secondary Abutment : abutment jauh dari ruang tidak bergigi
c) intermediate abutment : gigi asli yang terletak di antara abutment yang
berfungsi untuk mendukung protesa gigi cekat atau lepasan
4. Single denture
Single complete denture adalah gigi tiruan lengkap lepas dimana antagonisnya
terdapat gigi asli baik sebagian atau pun seluruhnya. Berbeda dengan complete
denture yang merupakan gigi tiruan lengkap lepas dimana rahang atas dan rahang
bawah sudah tidak bergigi. Pada proses pembuatan single complete denture
berbeda dengan complete denture karena pada single complete denture gigi
antagonisnya masih merupakan gigi asli dimana pada proses pembuatannya harus
memperhatikan kesejajaran oklusi (Bose, 2007).
Indikasi :
 Pasien dengan diskrepansi ukuran rahang yang membutuhkan complete
denture.
 Pasien dengan  inoperable cleft atau palatum yang perforasi palatum. Hal ini
disarankan untuk mempertahankan gigi pada maxillary arch. Hal ini disebabkan
karena conventional maxillary complete denture akan gagal karena tidak ada
peripheral seal.

KONTRAINDIKASI SINGLE COMPLETE DENTURE


 Adanya kekuatan yang berlebih dari gigi antagonis asli cenderung
memindahkan posisi gigi dari tempat semula.
 Kekuatan yang b esar dari gigi asli (khususnya gigi anterior) cenderung
menghasilkan resorpsi residual ridge yang parah, membuat retensi dan
stabilisasi denture sudah didapat.
 Gigi malposisi (ekstrusi, tipping, rotasi) menyebabkan denture kurangb stabil.
 Malposisi, tipping, dan supra erupted pada  rahang bawah yang akan
mengganggu keseimbangan oklusi. Ketidakseimbangan oklusi  akan
menyebabkan perubahan maxilla, dan ridge resoption.
 Panggunaan gigi akrilik yang berantagonis dengan gigi asli , gigi akrilik akan
mengalami abrasi sementara apabila gigi porselen digunakan dengan
berantagonis gigi asli, maka gigi asli yang mengalami abrasi.

Referensi :
Veeraiyan Nallaswamy Deepak. Teksbook of Prosthodontics. Jaaypee Brothers :
Medical Publisher. New Delhi. 2003. P.251.

5. Tata laksana perawatan GTSL

Anda mungkin juga menyukai