TESIS
OLEH
TUTI HENDRIYANI
170111841505
TESIS
diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Magister
Bimbingan dan Konseling
OLEH
TUTI HENDRIYANI
170111841505
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
tulisan saya, dan bukan merupakan plagiasi/falsifikasi/fabrikasi baik sebagian atau
seluruhnya.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa tesis ini hasil
plagiasi/falsifikasi/fabrikasi, baik sebagian atau seluruhnya, maka saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tuti Hendriyani
170111841505
iv
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, inayah, dan hidayah
yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Pengembangan Panduan Pelatihan Keterampilan Pemecahan Masalah (Problem
Solving Skill) dengan Model Experiential Learning untuk Siswa SMP”. Adapun
tujuan dari penulisan tesis ini yaitu sebagai syarat menyelesaikan program
Magister Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Malang.
Pada penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. Bambang Budi Wiyono, M.Pd sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang.
2. Prof. Dr. Nur Hidayah, M.Pd sebagai Koordinator Program Studi Bimbingan
dan Konseling Pascasarjana Universitas Negeri Malang yang telah
memberikan motivasi pada penulis.
3. Dr. Carolina Ligya Radjah, M.Kes sebagai pembimbing tesis I yang selalu
sabar, dan telaten dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
4. Dr. Arbin Janu Setiyowati, M.Pd sebagai pembimbing tesis II yang selalu
sabar, dan telaten dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
5. Alm. Salwin Hendra Permana dan Rumi Kasmayati sebagai orangtua penulis
yang memberikan dukungan secara moril dan materil dalam penyelesaian
tesis ini.
6. Dr. Anselmus JE Toenlioe, M.Pd dan Dr. Henry Praherdhiono, S.Si, M.Pd
sebagai ahli media pembelajaran yang telah bersedia menilai produk yang
dikembangkan penulis.
7. Dr. Blasius Boli Lasan, M.Pd dan Dr. M Ramli, M.A sebagai ahli bimbingan
dan konseling yang bersedia menilai produk yang dikembangkan penulis.
8. Anna Aisyiyah, S.Pd dan Selvandry Fitra Nurgianto, S.Pd sebagai guru BK
SMP N 15 Malang yang telah membantu penulis dalam pengujian produk.
9. Muqarromah Fitri, Fitrianingsih, Anis Triyuliana, Gema Insani, Kurnia Dyah
Kusuma Pratiwi, dan Annisa Sekar Jasmin sebagai sahabat penulis yang
v
selalu ada dalam suka dan duka serta memberikan dukungan dalam
menyelesaikan tesis ini.
10. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana S2 Bimbingan dan Konseling UM
angkatan 2017.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan tesis ini,
sehingga dengan penuh keterbukaan penulis menerima krtitikan dan saran guna
membangun kesempurnaan tesis ini. Akhirul kalam, semoga tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan bagi mahasiswa bimbingan dan konseling
Universitas Negeri Malang.
Malang, Oktober 2019
Penulis
vi
RINGKASAN
vii
aspek ketepatan, aspek kegunaan, dan aspek kelayakan. Adapun subyek ahli dalam
penelitian ini, terdiri dua ahli BK, dua ahli media, dua guru BK sebagai calon uji
pengguna.
Berdasarkan hasil uji lapangan diperoleh hasil penilaian dari ahli BK
diperoleh indeks validitas yaitu 0,73 yang dikategorikan “tinggi”, penilaian dari ahli
media yaitu 1,00 yang dikategorikan “sangat tinggi”, dan dari calon pengguna yaitu
1,00 yang dikategorikan “sangat tinggi”. Hasil uji coba kelompok kecil yaitu
menunjukkan adanya perbedaan hasil pretest dan posttest setelah pemberian
treatment dengan nilai sig (2-tailed) sebesar 0,007 sehingga hasil dari penilaian
produk yang telah dilakukan oleh ahli media, ahli BK, dan ahli calon pengguna
dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan panduan pelatihan
keterampilan pemecahan masalah (problem solving skill) dengan model
experiential learning untuk siswa SMP yang telah teruji validitas dan memenuhi
kriteria keberterimaan produk pada aspek ketepatan, aspek kegunaan dan aspek
kelayakan.
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah, 1) Guru BK
hendaknya memahami prosedur pelaksanaan pelatihan dalam panduan ini sebelum
memberikan pelatihan, 2) Guru BK dapat menggunakan materi pelatihan dengan
berfokus pada masalah yang dimiliki oleh anggota pelatihan, 3) Guru BK
hendaknya melakukan kegiatan yang berkesinambungan agar kegiatan tersebut
dapat bermanfaat bagi siswa dan mengetahui perubahan keterampilan pemecahan
masalah yang terjadi dalam diri siswa, 4) Peneliti selanjutnya diharapkan mampu
menggunakan jenis masalah yang berbeda pada setiap sesi pertemuan sesuai dengan
masalah siswa yang terjadi di lapangan, 5) Peneliti selanjutnya diharapkan mampu
memperluas subyek ke jenjang pendidikan yang memiliki perbedaan karakteristik
dengan SMPN 15 Malang.
viii
SUMMARY
ix
assessment of media experts is 1.00 which is categorized as "very high", and from
potential users that is 1.00 which is categorized as "very high". The results of a
small group trial that shows the differences in the results of the pretest and posttest
after giving treatment with a sig (2-tailed) value of 0.007 so that the results of
product assessments that have been done by media experts, BK experts, and
prospective user experts can be concluded that the research and the development of
problem solving skills training guides with experiential learning models for junior
high school students who have tested their validity and meet the criteria for product
acceptance on the aspects of accuracy, usability aspects and feasibility aspects.
Suggestions given based on the result are, 1) BK teachers should understand
the procedures for implementing training in this guide before providing training, 2)
BK teachers can use training materials by focusing on problems owned by training
members, 3) BK teachers should carry out continuous activities so that these
activities can be useful for students and know changes in problem solving skills that
occur in students, 4) The next researcher is expected to be able to use different types
of problems at each meeting session in accordance with student problems that occur
in field, 5) The next researcher is expected to be able to expand the subject to the
level of education that has different characteristics with SMPN 15 Malang.
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………….………………..……… i
Lembar Persetujuan Pembimbing………………….……………..….….. ii
Lembar Persetujuan dan Pengesahan……………………………………. iii
Pernyataan Keaslian Tulisan………………………….…………………. iv
Ucapan Terimakasih……………………………………………………. v
Ringkasan……………………………………………….……………….. vii
Daftar Isi………………………………………………….………...……. xi
Daftar Gambar………………………………………………………...…. xiii
Daftar Tabel……………………………………………………………… xiv
Daftar Lampiran………………………………………………………….. xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………… 1
1.2 Tujuan Pengembangan………………………………….. 13
1.3 Spesifikasi Produk yang Diharapkan……….…………... 13
1.4 Pentingnya Pengembangan…………………….……….. 16
1.5 Asumsi dan Keterbatasan Penelitian……………………. 16
1.6 Definisi Operasional……………………………………. 17
xi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Model Penelitian dan Pengembangan………………..… 44
3.2 Prosedur Penelitian dan Pengembangan……………….. 47
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
yang menyimpang. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Batubara (2010) bahwa
pada periode remaja awal, siswa mulai melakukan perilaku yang menyimpang
seperti melakukan eksperimen dengan rokok, alkohol, atau narkoba.
Data lain dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama tahun
2012 telah terjadi tawuran siswa SMP sebanyak 147 kasus (kompas.com), selain
itu menurut KPAI kasus tawuran di Indonesia meningkat 1,1% sepanjang tahun
2018. Pada tahun lalu angkat kasus tawuran hanya 12,9% namun pada tahun 2018
menjadi 14%. Sejak 23 Agustus 2018 hingga 8 September 2018 KPAI menerima
empat laporan tawuran di Jakarta. Salah satunya yaitu tawuran antar pelajar yang
terjadi di Permata Hijau tanggal 1 September 2018 yang mengakibatkan satu
pelajar meninggal. Tawuran tersebut terjadi karena saling ejek saat berpapasan
(tempo.co). Berdasarkan fenomena yang diberitakan tentang siswa SMP melalui
media masa menunjukkan bahwa siswa SMP cenderung memilih menyelesaikan
masalah tanpa mempertimbangkan resiko yang terjadi, oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa keterampilan pemecahan masalah (problem solving skill)
perlu dilatihkan pada siswa SMP. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saygili (2017)
bahwa keterampilan pemecahan masalah merupakan kebutuhan dasar yang harus
dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan kebutuhan dalam
keterampilan berpikir.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK SMPN 15 Malang tanggal 26
April 2019 ditemukan beberapa permasalahan diantaranya yaitu perkelahian antar
siswa, siswa merokok di lingkungan sekolah, perundungan, perilaku membolos,
pengancaman dan pemalakan yang dilakukan oleh beberapa siswa, percobaan
bunuh diri karena perceraian orangtua, siswa tidak mau melanjutkan sekolah
karena gagal masuk sekolah negeri, kebingungan dalam mementukan studi setelah
lulus sekolah. Hal ini menunjukkan adanya berbagai permasalahan yang dimiliki
oleh siswa SMP, sehingga keterampilan pemecahan masalah perlu dilatihkan pada
siswa agar siswa mampu menghadapi berbagai permasalahan.
Berdasarkan hasil penelitian Utami (2011) pada hasil need assessment pada
siswa SMP di kota Malang menunjukkan bahwa sebanyak 72% siswa merasa
cemas ketika menghadapi masalah, sebanyak 28% siswa tidak merasa cemas saat
5
(problem solving skill) pada siswa SMP. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa keterampilan pemecahan masalah dapat dilatihkan pada
siswa SMP untuk menghadapi masalah. Penelitian lain dari Armagan dkk (2019)
menyatakan bahwa setiap masalah memiliki penyelesaian atau solusi pemecahan
masalah yang berbeda. Siswa yang telah mempelajari proses pemecahan masalah
dapat menyelesaikan masalah di semua bidang kehidupan dengan menggunakan
keterampilan pemecahan masalah mampu menemukan solusi untuk
menyelesaikan masalah dan kesulitan yang dialami siswa.
Menurut Ismani (2013) keterampilan pemecahan masalah dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
mencakup kemampuan siswa dalam menghadapi masalah, sedangkan faktor
eksternal merupakan tempat munculnya masalah, ketika siswa mendapat
dukungan dari orang lain untuk menyelesaikan masalah, maka akan
mempermudah siswa tersebut dalam menyelesaikan masalahnya. Dukungan dapat
diperoleh berasal dari lingkungan, orangtua, dan guru BK.
Guru BK sebagai tenaga profesional yang memberikan layanan bantuan pada
siswa dalam mengentaskan masalah yang dihadapi. Melalui layanan bimbingan
dan konseling, guru BK dapat membantu siswa agar dapat memilih dan
memutuskan berbagai pilihan alternatif pemecahan masalah dalam berbagai
macam aspek permasalahan serta mendorong siswa menjadi pribadi yang mampu
menghadapi dan memecahkan masalah secara tepat. Oleh karena itu, diperlukan
adanya layanan bimbingan dan konseling dalam memberikan pelatihan
keterampilan pemecahan masalah di sekolah. Hal isi sesuai dengan hasil
penelitian Aslan & Sagir (2011) bahwa peran guru saat ini perlu menjadi individu
yang menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah, termasuk
menginformasikan kepada siswa tentang keterampilan pemecahan masalah di
berbagai bidang.
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah secara umum
membantu setiap siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan siswa
mampu mencapai tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi sosial,
belajar, dan karir. Hal ini sesuai dengan Joni (Radjah, 2016) bahwa tugas guru BK
8
teknik khusus dalam melakukan proses layanan bimbingan dan konseling. Selain
itu, peneliti juga mengumpulkan data kebutuhan pelatihan keterampilan
pemecahan masalah dengan model experiential learning pada guru BK.
Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian angket kebutuhan guru BK
terhadap pelatihan keterampilan pemecahan masalah dengan model experiential
learning. Berdasarkan angket kebutuhan guru BK menunjukkan bahwa
keterampilan pemecahan masalah perlu dilatihkan pada siswa karena pada usia
SMP menghadapi masalah sulit serta untuk mempertajam kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah. Angket kebutuhan guru BK juga menunjukkan
bahwa guru BK membutuhkan model layanan yang memiliki tahapan terstruktur
untuk melaksanakan pelatihan keterampilan pemecahan masalah.
Model experiential learning memiliki relevansi dalam pelatihan keterampilan
pemecahan masalah karena experiential learning mengutamakan pengalaman
nyata sebagai obyek belajar siswa (Kolb, 1984). Pengalaman nyata yang dimiliki
siswa dapat berupa permasalahan yang pernah dialami, sehingga permasalahan
tersebut dapat dijadikan sebagai obyek belajar siswa dalam melatih keterampilan
pemecahan masalah. Experiential learning menitik beratkan pada partisipasi aktif
individu secara langsung untuk mentransformasi pengalaman ke dalam diri
individu dalam setting yang dibuat seperti kehidupan nyata. Experiential learning
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih pengalaman apa yang akan
menjadi fokus belajarnya dan memberikan kesempatan pada siswa untuk
membuat konsep dari pengalaman yang dialami.
Pada model experiential learning guru BK terlibat langsung dalam
memotivasi siswa dan memberikan refleksi yang difokuskan untuk meningkatkan
pengetahuan dan mengembangkan keterampilan, sehingga experiential learning
mendorong siswa untuk berpikir, mengeksplor, bertanya, membuat keputusan, dan
menerapkan apa yang telah dipelajari. Sesuai dengan Sutirman dkk, (2017)
experiential learning melibatkan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan
masalah, dan mengaplikasikan keterampilan dalam situasi yang baru.
Kegiatan pelatihan dengan model experiential learning mencakup empat
tahapan yang digunakan yaitu pengalaman nyata (concrete experience), observasi
11
skill) agar siswa mampu menghadapi dan memecahkan masalah secara tepat,
sehingga siswa tidak selalu bergantung pada bantuan yang diberikan orang lain.
Perlunya keterampilan pemecahan masalah pada siswa menarik perhatian peneliti
untuk mengembangkan panduan pelatihan keterampilan pemecahan masalah
(problem solving skill) dengan model experiential learning untuk siswa SMP.
1.2 Tujuan Pengembangan
Tujuan pengembangan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan panduan
pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem solving skill) dengan model
experiential learning untuk siswa SMP yang memenuhi kriteria keberterimaan
produk melalui uji ahli BK, uji ahli media, uji calon pengguna, dan uji kelompok
kecil.
1.3 Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Produk penelitian pengembangan ini berupa panduan pelatihan keterampilan
pemecahan masalah (problem solving skill) dengan model experiential learning
untuk siswa SMP. Adapun spesifikasi produk yang dikembangkan terdiri dari
bentuk produk dan spesifikasi keberterimaan produk. Penjelasan bentuk produk
dan spesifikasi keberterimaan produk sebagai berikut.
1.3.1 Bentuk produk
Produk yang dihasilkan berupa panduan pelatihan keterampilan
pemecahan masalah (problem solving skill) dengan model experiential
learning untuk siswa sekolah menengah pertama dispesifikasikan secara
terperinci dari segi tampilan beserta isinya sebagai berikut.
a. Tampilan buku panduan.
Panduan ini berukuran 18,2 cm x 25,7 cm (B5) dengan dasar
sampul berwarna orange, pada sampul terdapat penulisan judul
berwarna merah dengan bentuk penulisan alegreya sans sc bold
berukuran font 22, sedangkan bentuk penulisan pada isi panduan yaitu
iskoola pota dengan ukuran font 12. Pada bagian sampul depan dan
sampul belakang terdapat logo dan lambang Universitas Negeri
Malang yang merupakan identitas tempat penyelesaian studi bagi
peneliti. Pada sampul dalam terdapat identitas penulis beserta dosen
14
19
20
Concrete
Experience
Accomodative Divergent
Active Reflective
Expermentation Observation
Convergent Assimilative
Abstract
Conseptualization
adanya (hanya merasakan, melihat, dan menceritakan kembali peristiwa itu). (2)
Mengamati yaitu siswa mengobservasi peristiwa yang dialami, mencari jawaban,
melaksanakan refleksi, dan mengembangkan pertanyaan bagaimana peristiwa
terjadi. (3) Merefleksikan yaitu siswa mengungkapkan pengalaman yang
diperoleh dalam kegiatan yang telah dilakukan. (4) Menerapkan yaitu siswa
mengaplikasikan pengalaman yang diperoleh ke dalam situasi baru.
Experiential Learning merupakan model pembelajaran yang sangat
memperhatikan perbedaan atau keunikan yang dimiliki oleh siswa, oleh karena itu
model ini memiliki tujuan untuk mengakomodasi perbedaan dan keunikan yang
dimiliki oleh masing-masing individu. Pada siklus experiential learning terdapat
tipe divergent, assimilative, convergent, dan accommodative. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a. Divergent (CE/RO)
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching). Siswa
dengan tipe divergent unggul dalam melihat situasi kongkrit dari banyak sudut
pandang yang berbeda. Hal yang dilakukan yaitu dalam setiap situasi adalah
“mengamati” dan bukan “bertindak”. Siswa dengan tipe ini mampu untuk
menghasilkan ide-ide (brainstorming).
b. Assimilative (RO/AC)
Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching). Siswa
pada tipe assimilative mampu memahami berbagai sajian informasi serta
merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Pada
tipe assimilative, siswa lebih tertarik pada konsep-konsep yang abstrak dan
mampu memperhatikan penerapan praksis dari ide atau konsep abstark serta
cenderung lebih teoritis.
c. Convergent (AC/AE)
Kombinasi dari berfikir dan berbuat (thinking and doing). Siswa pada
tipe convergent biasanya mempunyai kemampuan yang unggul dalam
menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Siswa memiliki
kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan.
35
d. Accomodative (AE/CE)
Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing). Siswa pada
tipe accomodative memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil
pengalaman nyata yang mereka lakukan sendiri. Siswa dapat melakukan
eksperimen dan membuat rencana atau tindakan pemecahan masalah. Siswa
cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi atau dorongan hati daripada
berdasarkan analisa logis.
2.4 Hakikat Bimbingan dan Konseling
2.4.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling memiliki peran penting dalam dunia
pendidikan. Bimbingan dan Konseling memberikan layanan kepada
semua siswa untuk membantu siswa dalam memahami dan memperoleh
keterampilan serta pengetahuan yang diperlukan dalam memahami diri,
menyesuaikan diri, menentukan pilihan dan perencanaan untuk menuju
kehidupan yang lebih baik. Gysbers & Henderson (2011) menyatakan
bahwa bimbingan konseling sebagai suatu profesi yang memiliki
tanggungjawab dalam mengembangkan kesuksesan akademik, karir, dan
perkembangan pribadi sosial seluruh peserta didik.
Suhesti (2012) menyatakan bahwa “bimbingan dan konseling adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli untuk
mencari menyelesaikan masalah.” Lebih lanjut Salahudin (2010)
menyatakan bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis,
yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat memahami diri,
lingkungan serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan
dan konseling merupakan proses pemberian bantuan secara sistematis
melalui berbagai layanan pendukung yang optimal. Guru BK di sekolah
dijadikan sebagai fasilitator yang sangat berperan dalam membantu
36
Concrete Experience
Reflective Observation
Abstract Conceptualization
Active Experimentation
Kondisi di lapangan
1. Siswa jika dihadapkan Kondisi ideal
dengan masalah 1. Siswa memiliki
cenderung mengalami keterampilan
kecemasan dan memilih pemecahan masalah
menghindar dari masalah. 2. Siswa mampu
2. Siswa cenderung menyelesaikan
memilih cara-cara instan masalahnya secara
dalam menyelesaikan mandiri.
masalah dengan cara 3. Siswa dapat membuat
singkat tanpa solusi penyelsaian
mempertimbangkan Kesenjangan masalah dengan tepat
resiko yang terjadi.
Dibutuhkan strategi
intervensi untuk pelatihan
keterampilan pemecahan
masalah
1. Concrete Experience
Pengembangan panduan pelatihan
2. Reflective Observation
3. Abstract
Conceptualization
4. Active Experimentation
Experiential learning
44
45
TAHAP V
Revisi Produk Utama
alokasi kegiatan yang dilakukan pada siswa SMP yaitu 40 menit dan
alokasi layanan bimbingan dan koseling sebanyak 8-14 jam kerja.
3.2.2.5 Menetapkan Prosedur Pelaksanaan
Pelaksanaan pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem
solving skills) dengan model experiential learning menggunakan layanan
bimbingan kelompok. Layanan bimbingan kelompok digunakan karena
bimbingan kelompok merupakan bantuan yang diberikan pada siswa agar
siswa mampu melakukan pencegahan masalah, pemeliharaan nilai, dan
pengembangan keterampilan hidup yang dibutuhkan. Adapun prosedur
pelaksanaan pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem solving
skills) dengan model experiential learning untuk siswa SMP sebagai
berikut.
54
Tahap Inti
1. Tahapan Concrete experience
a. Siswa menuliskan permasalahan yang diberikan oleh
guru BK pada bidang karir.
b. Siswa mengidentifikasi masalah.
c. Siswa menggambarkan masalah yang terjadi.
2. Tahapan Reflective observation
a. Siswa mengungkapkan hasil pengamatan terhadap
masalah tersebut.
b. Siswa menentukan cara dalam menyikapi masalah
tersebut.
c. Siswa merumuskan solusi pemecahan masalah.
6 Membahas Pembukaan
masalah 1. Guru BK membuka pelatihan dengan salam dan do’a.
pada 2. Guru BK menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan.
bidang 3. Guru BK menyampaikan tujuan.
belajar
Tahap Transisi
1. Guru BK mereview tujuan dan kesepakatan yang telah
dibentuk pada kegiatan sebelumnya.
2. Guru BK mereview kegiatan yang telah dilakukan pada
pelatihan sebelumnya.
3. Guru BK memberikan kesempatan pada salah satu
anggota untuk memaparkan hasil penugasan.
4. Guru BK menanyakan kesiapan anggota untuk
melaksanakan pelatihan.
5. Setelah semua anggota menyatakan kesiapannya, guru
BK mulai memasuki tahapan selanjutnya yaitu tahap inti.
Tahap Inti
1. Tahapan Concrete experience
a. Siswa menuliskan permasalahan yang diberikan oleh
guru BK pada bidang belajar.
b. Siswa mengidentifikasi masalah.
58
Ucapan Ucapan terima kasih dtujukan kepada berbagai pihak yang telah
terimakasih mendukung dalam pembuatan panduan.
Daftar Isi Pada bagian ini disajikan letak halaman dari masing-masing bab
dalam panduan pelatihan keterampilan pemecahan masalah
dengan model experiential learning.
Bagian I Pendahuluan 1. Rasional penyusunan panduan
2. Tujuan
Bagian II Petunjuk pelaksanan 1. Petunjuk pelaksanaan pelatihan
2. Pengguna panduan
3. Sasaran pelatihan
4. Penggunaan instrumen
5. Strategi intervensi
6. Penentuan jadwal pelatihan
Bagian III Prosedur pelaksanaan Prosedur pelatihan keterampilan
pemecahan masalah (problem solving
skill) berdasarkan pada empat tahapan
dalam siklus experiential learning.
Daftar rujukan Sumber literatur yang digunakan dalam membuat panduan
Lampiran Skala keterampilan pemecahan masalah yang digunakan sebagai
pretest dan posttest.
Pendapat ahli 1
Relevansi Relevansi
Rendah (1-2) Tinggi (3-4)
Pendapat Relevasi rendah (1-2) A B
ahli 2
Relevansi tinggi (3-4) C D
Keterangan
= Standar Deviasi
= Mean
X = Nilai
Berdasarkan hasil perhitungan pengelompokan kriteria
tersebut, maka diperoleh kategorisasi keterampilan pemecahan
masalah sebagai berikut.
Tabel 3.13
Kategorisasi Keterampilan Pemecahan Masalah
Kategori Interval Kriteria
Tinggi x ≥ 111 Siswa mampu memahami, menerapkan
tahapan keterampilan pemecahan masalah
serta memecahkan masalah secara tepat.
Sedang 73 ≤ x < 111 Siswa mampu memahami, menerapkan
sebagian tahapan keterampilan pemecahan
masalah serta mampu memecahkan masalah.
Rendah x < 73 Siswa belum mampu memahami, menerapkan
tahapan keterampilan pemecahan masalah
serta belum mampu memecahkan masalah
secara tepat.
Gambar 3.4
Rumus Perhitungan Tingkat Perubahan Pretest dan Posttest
74
75
76
Pendapat ahli 1
Relevansi Relevansi
Rendah (1-2) Tinggi (3-4)
Pendapat Relevasi rendah (1-2) 0 4
ahli 2
Relevansi tinggi (3-4) 0 11
telah dilakukan. Oleh karena itu, tujuan kegiatan merupakan tolok ukur
untuk mencapai keberhasilan dari kegiatan yang telah dilakukan. Pada
poin ketiga yakni pada tahap active experimentation hendaknya siswa
melakukan tindakan dalam menghadapi masalah. Pada tahap ini, siswa
tidak hanya membuat perencanaan dalam memecahkan masalah, namun
siswa juga melakukan tindakan dalam memecahkan masalah. Hal ini
dilakukan agar siswa memiliki keterampilan pemecahan masalah. Oleh
karena itu, siswa dapat menghadapi dan memecahkan masalah meskipun
dalam kondisi yang sulit.
Berdasarkan data kualitatif kedua ahli BK terhadap penilaian
panduan pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem solving
skill) dengan model experiential learning untuk siswa SMP memiliki
simpulan keberterimaan produk cukup baik, namun masih perlu diperbaiki
dan disempurnakan sesuai dengan saran yang diberikan. Oleh karena itu,
sesuai dengan hasil deskriptif data kuantitatif dan data kualitatif maka
panduan pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem solving
skill) dengan model experiential learning untuk siswa SMP cukup layak
digunakan oleh guru BK dan perlu diperbaiki dan disempurnakan sesuai
saran yang diberikan.
4.1.3 Data Hasil Uji Calon Pengguna Produk
Uji lapangan juga dilakukan oleh dua guru BK sebagai calon pengguna
produk. Adapun subyek uji calon pengguna yaitu Anna Aisyiyah, S.Pd sebagai
calon pengguna 1 dan Selvandry Fitra Nurgianto, S.Pd sebagai calon pengguna 2.
Data yang diperoleh dari hasil uji lapangan utama yaitu data kuantitatif dan
kualitatif.
4.1.3.1 Data kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh melalui instrumen penilaian uji calon
pengguna yang mencakup aspek ketepatan, aspek kegunaan, dan aspek
kelayakan. Selain itu data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan
interrater agreement model (Gregory, 2013) untuk mengetahui validitas
83
suatu produk berdasarkan hasil indek uji calon pengguna. Adapun hasil
dari penilaian calon pengguna sebagai berikut.
Tabel 4.3 Hasil Penilaian Calon Pengguna
Calon
Kategori
No Item pernyataan pengguna
kesepakatan
1 2
Aspek ketepatan
1. Ketepatan petunjuk pelaksanaan dalam panduan. 3 4 D
2. Ketepatan tujuan pelaksanaan dalam panduan 3 3 D
3. Ketepatan prosedur pelaksanaan dalam panduan 3 3 D
4. Ketepatan sasaran pelatihan dalam panduan 3 3 D
5. Ketepatan lembar evaluasi dalam panduan 4 4 D
6. Ketepatan tahapan experiential learning pada 4 4 D
pelatihan keterampilan pemecahan masalah
7. Ketepatan warna sebagai latar sampul 4 3 D
8. Ketepatan gambar pada sampul panduan 4 4 D
9. Ketepatan pemilihan jenis huruf (font) 4 3 D
10. Ketepatan pemilihan ukuran huruf (font size) 4 3 D
11. Ketepatan ukuran panduan 4 3 D
12. Ketepatan tata letak penyajian panduan 4 4 D
Aspek kegunaan
13. Kegunaan panduan pelatihan keterampilan 4 3 D
pemecahan masalah dengan model experiential
learning untuk guru BK
14. Kegunaan lembar evaluasi pada setiap pertemuan 4 4 D
dalam pelatihan keterampilan pemecahan
masalah
15. Kegunaan lembar tugas siswa pada setiap 4 3 D
pertemuan dalam pelatihan keterampilan
pemecahan masalah
16. Kegunaan lembar komitmen dalam pelatihan 4 4 D
17. Kegunaan skala keterampilan pemecahan 3 4 D
masalah
18. Kegunaan gambar pada sampul panduan 4 3 D
19. Kegunaan gambar pada isi buku panduan 3 3 D
20. Kegunaan pemilihan warna yang digunakan pada 3 3 D
sampul panduan
21. Kegunaan layout dalam panduan 3 3 D
Aspek kelayakan
22. Kelayakan isi BAB I 3 3 D
23. Kelayakan isi BAB II 3 4 D
24. Kelayakan isi BAB III 3 4 D
25. Kelayakan kaidah bahasa 4 3 D
26. Kelayaan jadwal kegiatan pelatihan 3 3 D
27. Kelayakan gambar dengan subyek (siswa SMP) 3 4 D
28. Kelayakan pemilihan warna 3 4 D
29. Kelayakan gambar pada sampul panduan 3 4 D
30. Kelayakan pemilihan ukuran huruf (font size) 4 4 D
84
Relevansi Relevansi
Rendah (1-2) Tinggi (3-4)
Pendapat Relevasi rendah (1-2) 0 0
ahli 2
Relevansi tinggi (3-4) 0 30
Revisi penulisan judul diperbaiki menjadi tiga baris agar terlihat jelas dan tidak
terlalu panjang.
Ahli media 2 yaitu Dr. Henry Praherdhiono, M.Pd tidak memberikan saran
perbaikan, namun lebih mengarahkan pada kelayakan media untuk dijadikan
bahan kajian atau diimplementasikan pada tahap penelitian selanjutnya.
Berdasarkan saran dari ahli 2 maka panduan pelatihan keterampilan pemecahan
masalah (problem solving skill) dengan model experiential learning untuk siswa
SMP layak digunakan oleh guru BK.
Revisi produk dari ahli BK berkaitan dengan tahapan experiential learning
yaitu pada tahap concrete experience, reflective observation, active
experimentation dalam panduan. Revisi dilakukan berdasarkan saran perbaikan
dari ahli BK 1 yaitu Dr. Blasius Boli Lasan, M.Pd dan telah diperbaiki dengan
menambahkan beberapa kegiatan dalam setiap tahapan. Adapun revisi yang
dilakukan yaitu menambahkan kegiatan “bagaimana ungkapan hasil pengamatan
Anda terhadap masalah tersebut?” pada tahapan reflective observation,
menambahkan kegiatan “siswa mencoba atau mensimulasikan solusi pemecahan
masalah yang diamali” dalam tahap active experimentation.
Revisi produk dari ahli BK 2 terkait dengan materi pelatihan, tujuan
pelatihan pada pertemuan ke-1, dan tahap active experimentation dalam panduan.
Revisi produk dilakukan berdasarkan saran perbaikan dari ahli BK 2 yaitu Dr.
M.Ramli, M.A dan telah diperbaiki dengan merubah materi pelatihan menjadi
materi yang membahas masalah nyata yang dialami siswa pada bidang pribadi,
sosial, belajar, dan karir. Revisi tujuan pelatihan pada pertemuan ke-1 menjadi
“terjalin hubungan baik antara guru BK dengan siswa agar siswa merasa nyaman
dalam mengikuti pelatihan”. Revisi pada tahap active experimentation
menambahkan kegiatan “siswa merencanakan tindakan pemecahan masalah” dan
“siswa mencoba atau mensimulasikan solusi pemecahan masalah”.
Revisi produk dari calon pengguna ditinjauu dari segi akseptabilitas
produk sesuai dengan kondisi di lapangan. Revisi produk dilakukan berdasarkan
saran perbaikan dari calon pengguna 1 yaitu Anna Aisyiyah, S.Pd tidak
memberikan saran atau kritik perbaikan dan memberikan catatan bahwa produk
87
layak untuk digunakan oleh guru BK. Calon pengguna 2 yaitu Selvandry Fitra
Nurgianto, S.Pd memberikan saran perbaikan untuk memperbesar font size pada
halaman 23-32 agar mudah terbaca dan telah dilakukan perbaikan sesuai saran
dari calon pengguna 2. Berdasarkan saran perbaikan dari calon pengguna, peneliti
melakukan revisi produk pada penulisan dalam panduan yaitu denngan
memperbesar ukuran penulisan (font size) agar mudah terbaca.
Adapun catatan dan saran perbaikan dari ahli Media, ahli BK, dan calon
pengguna produk disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 4.4
Catatan dan Saran Perbaikan Produk dari Penilaian Ahli Media
Tabel 4.5
Catatan dan Saran Perbaikan Produk dari Penilaian Ahli BK
No Ahli BK 1 Ahli BK 2
Sebelum diperbaiki
1. Tahap kedua yakni reflective Kegiatan siswa pada ketiga tahap
observation perlu ditambah hendaknya eksperimential bukan
dengan ungkapan siswa pada membahas masalah orang lain. (materi
peristiwa yang dialami siswa. yang digunakan berasal dari berita online,
koran, dan media sosial)
2. Pada tahap active Tujuan pada pertemuan kedua hendaknya
experimentation boleh berupa kata sifat bukan kata
dilakukan dengan simulasi kerja.(menciptakan hubungan baik antara
atau role play agar siswa guru BK dan siswa)
lebih aktif bereksperimen
3. - Pada tahap active experimentation
hendaknya siswa melakukan tindakan
dalam menghadapi masalah.
Setelah diperbaiki
1. Melakukan perbaikan dengan Materi yang digunakan dalam pelatihan
menambahkan kegiatan pada mengacu pada masalah yang dimiliki siswa
tahap reflective observation berdasarkan data yang diperoleh dari guru
yaitu siswa mengungkapkan BK.
hasil pengamatan terhadap
masalah yang dihadapi.
2. Melakukan perbaikan dengan Memperbaiki kalimat menjadi “terjalin
menambahkan kegiatan hubungan baik antara guru BK dan siswa”
active experimentation yaitu
siswa mencoba atau
mensimulasikan solusi
pemecahan masalah.
3. - Pada tahap active experimentation
menambahkan kegiatan siswa
merencanakan tindakan pemecahan
masalah.
Tabel 4.6
Catatan dan Saran Perbaikan Produk dari Penilaian Calon Pengguna
Berdasarkan hasil pretest uji coba kelompok kecil diperoleh mean sebesar
108,44 dan memiliki nilai terendah sebesar 99 dan nilai tertinggi sebesar 118.
Berdasarkan hasil posttest pada uji coba kelompok kecil menunjukkan adanya
perbedaan dari hasil pretest pada uji coba kelompok kecil. Perbedaan tersebut
menunjukkan adanya peningkatan skor posttest pada masing-masing siswa.
Adapun perbedaan hasil pretest dan posttest sebagai berikut.
100
80
60
40
20
0
DA LA MA SP KN AJ NP HN FC
Pretest Postest
Selisih dari hasil pretest dan posttest menunjukkan adanya pengaruh yang
diberikan dari pemberian treatment. Pada tabel di atas menunjukkan ada tingkat
perubahan yang dialami oleh masing-masing siswa. Hal ini menunjukkan bahwa
pelatihan keterampilan pemecahan masalah dengan model experiential learning
dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah. Data hasil skor pretest dan
posttest yang telah diperoleh, selanjutnya dianalisis menggunakan uji statistik
non-parametric dengan metode analisa the wilcoxon signed rank test melalui
aplikasi IBM SPSS versi 21. Penggunaan metode ini untuk mengetahui
signifikansi perubahan antara sebelum dan setelah pemberian intervensi
(treatment). Adapun hasil uji the wilcoxon signed rank test sebagai berikut.
92
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 0a .00 .00
Total 9
Test Statisticsa
posttest - pretest
Z -2.677b
Asymp. Sig. (2-tailed) .007
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
Berdasarkan tabel di atas, interpretasi hasil uji the wilcoxon signed rank test
sebagai berikut.
a. Negative ranks atau selisih negatif antara hasil keterampilan pemecahan
masalah untuk pretest dan posttest adalah 0, dan nilai pada N, Mean Ranks,
dan Sum Ranks adalah 0. Nilai 0 memiliki arti bahwa tidak adanya penurunan
yang terjadi dari skor pretest dengan skor posttest.
b. Positive ranks atau selisih positif antara hasil pretest dengan posttest. Terdapat
9 data positif yang artinya 9 siswa mengalami peningkatan keterampilan
pemecahan masalah dari skor pretest dengan skor posttest. Rata-rata
peningkatan (mean ranks) adalah 5,00 sedangkan jumlah rangking positif
(sum ranks) adalah 45,00.
c. Ties merupakan kesamaan nilai pretest dengan nilai posttest. Nilai ties
menunjukkan 0 yang memiliki arti bahwa tidak ada skor yang sama antara
skor pretest dengan skor posttest.
93
d. Pada tabel test statistics di atas memiliki nilai Asymp sig (2-tailed) sebesar
0,007. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara hasil
keterampilan pemecahan masalah untuk pretest dan posttest, karena nilai
Asymp sig (2-tailed) lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hal tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest
dan skor posttest setelah pemberian pelatihan.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon, adanya selisih hasil pretest dan posttest
menunjukkan dampak yang diberikan dari pemberian treatment pelatihan
keterampilan pemecahan masalah dengan model experiential learning pada siswa.
Pada tabel 4.10 menunjukkan adanya perubahan peningkatkan skor pretest dan
skor posttest yang dialami oleh masing-masing siswa, sehingga penggunaan
model experiential learning dapat membantu siswa dalam pelatihan keterampilan
pemecahan masalah yang dimilikinya.
Pengujian Wilcoxon pada tahap ini memberikan gambaran kelayakan
produk dalam implementasi produk terhadap sasaran pelatihan, sehingga produk
yang dikembangkan layak digunakan oleh guru BK dalam memberikan pelatihan
keterampilan pemecahan masalah pada siswa.
BAB V
KAJIAN DAN SARAN
94
95
Sesuai dengan hasil penelitian Illeris (2007) dalam experiential learning terdapat
tiga dimensi pembelajaran yaitu dimensi pengetahuan (mencakup pemahaman,
keterampilan, kemampuan, dan sikap), dimensi insentif emosi (mencakup
perasaan, motivasi, dan minat) dan dimensi interaksi sosial (mencakup
komunikasi dan kerjasama) sehingga siswa tidak hanya melakukan pengamatan
terhadap suatu peristiwa namun juga merefleksikan suatu peristiwa sebagai bentuk
emosi terhadap peristiwa yang telah dialami dalam konsep baru, serta menerapkan
atau mengaplikasikan konsep baru tersebut ke dalam kehidupan sosial. Model
experiential learning digunakan dalam pelatihan keterampilan pemecahan
masalah karena di dalam tahapan experiential learning telah mencakup tahapan
dalam pelatihan keterampilan pemecahan masalah.
Penilaian produk juga dilakukan oleh dua guru BK sebagai calon pengguna
produk. Berdasarkan hasil penilaian panduan pelatihan keterampilan pemecahan
masalah (problem solving skill) dengan model experiential learning yang
dilakukan oleh kedua calon pengguna panduan maka dapat disimpulkan bahwa
panduan yang dikembangkan memenuhi kriteria keberterimaan pada aspek
ketepatan, aspek kegunaan, dan aspek kelayakan produk. Calon pengguna
panduan memberikan saran perbaikan pada tata tulis yaitu memperbesar font size
yang terdapat pada halaman 23-32 dan menyatakan bahwa panduan pelatihan
keterampilan pemecahan masalah (problem solving skill) dengan model
experiential learning dapat gunakan dan diimplementasikan di sekolah. Saran
perbaikan dari calon pengguna sesuai dengan pernyataan Arsyad (2014) bahwa
komponen ukuran huruf pada panduan yang disesuaikan dengan pengguna
panduan.
Berdasarkan uji calon pengguna menunjukkan bahwa panduan pelatihan
keterampilan pemecahan masalah dengan model experiential learning telah
memenuhi kriteria keberterimaan produk yang mencakup ketepatan, kegunan dan
kelayakan. Berdasarkan penilaian tersebut dapat disimpulkan bahwa panduan
pelatihan keterampilan pemecahan masalah dengan model experiential learning
dapat digunakan karena telah memenuhi kriteria keberterimaan produk.
100
Uji coba kelompok kecil dilakukan dengan menggunakan model one group
pretetst posttest design dengan melibatkan sembilan siswa sebagai subyek uji
kelompok kecil. Pemilihan sampel menggunakan teknik nonparametric purposive
sampling karena teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono,
2016). Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling
adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria sesuai dengan yang telah
ditentukan, oleh karena itu penggunaan teknik purposive sampling dengan
menetapkan pertimbangan atau kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel
yang digunakan dalam penelitian ini. Sampel yang digunakan dalam uji kelompok
kecil yaitu siswa yang memiliki keterampilan pemecahan masalah rendah. Hal ini
sesuai hasil penelitian Roesler (2015) bahwa siswa yang hanya memiliki salah
satu atau beberapa kemampuan dalam keterampilan pemecahan masalah mereka
cenderung kesulitan dalam memecahkan masalah.
Jumlah sampel dalam uji kelompok kecil yaitu 9 siswa. Hal ini sesuai
dengan Sadiman (2005) bahwa jumlah subyek uji coba kelompok kecil sebanyak
9-20 siswa. Pemberian layanan bimbingan kelompok dengan jumlah kecil (small
group guidance) melibatkan peserta didik dengan jumlah anggota kelompok kecil
sebesar 2-10 anggota (Yusuf, 2017). Uji coba kelompok kecil dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui perbedaan pretest dan posttest setelah diberikannya
treatment.
Berdasarkan hasil uji coba kelompok kecil yang telah dilakukan diperoleh
hasil bahwa terdapat peningkatan keterampilan pemecahan masalah dari skor
pretest dengan skor posttest serta adanya pengaruh penggunaan model
experiential learning terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa. Hal ini
sesuai dengan hasil temuan Sutirman dkk (2017) bahwa experiential learning
dapat mempengaruhi siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan keterampilan dalam situasi yang baru. Sesuai dengan hasil
temuan Wijayanti (dalam Riskiyah, 2014) bahwa pelatihan dengan model
experiential learning memiliki pengaruh terhadap keterampilan dasar peserta
101
pelatihan. Oleh karena itu, model experiential learning dapat digunakan dalam
pelaksanaan pelatihan keterampilan pemecahan masalah.
Perbedaan skor pretest dan posttest diperoleh dari uji Wilcoxon. Menurut
Wiedermann & Eye (2013) Uji Wilcoxon digunakan untuk mendeteksi perbedaan
nyata di antara sampel dan dapat digunakan untuk menguji perbedaan pada
sampel, tingkat korelasi antara kelompok, berbagai ukuran sampel, dan tingkat
distribusi data. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Benavoli et al (2014) bahwa
wilcoxon signed rank test merupakan prosedur statistik nonparametrik yang
digunakan untuk menganalisis perbedaan pada tiap sampel.
Berdasarkan uji kelompok kecil yang telah dilakukan pada delapan kali
pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan dengan kegiatan perkenalan antara guru
BK dan anggota pelatihan. Kegiatan tersebut dilakukan untuk membangun
rapport antara guru BK dengan setiap angggota pelatihan. Pada pertemuan
pertama guru BK memberikan skala keterampilan pemecahan masalah untuk
mengetahui skor pretest sebelum dilaksanakannya kegiatan pelatihan serta guru
BK memberikan lembar kesedianan untuk mengikuti pelatihan dan aturan yang
harus disepakati bersama selama melaksanakan pelatihan.
Materi yang digunakan dalam pelatihan keterampilan pemecahan masalah
menggunakan masalah yang dialami siswa di sekolah sesuai dengan hasil
wawancara dengan guru BK. Masalah yang dialami siswa digunakan sebagai
materi kasus dalam pelatihan ini karena siswa dapat mengobservasi serta
merefleksikan peristiwa yang telah terjadi di lingkungan sekolah. Materi
kasus/permasalahan yang digunakan oleh peneliti mencakup permasalahan yang
terjadi dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir. Adapun materi kasus dalam
penelitian meliputi “dilarang merokok di sekolah, siswa menantang guru”,
“perundungan”, “siswa bakar piagam karena gagal masuk sekolah negeri”,
“dilema pemilihan studi lanjut”, “maraknya perilaku membolos pada siswa SMP”,
dan “perkelahian antar siswa”.
Berdasarkan kajian hasil uji lapangan awal dan uji lapangan utama yang
telah dilaksanakan maka produk yang dihasilkan berupa panduan pelatihan
keterampilan pemecahan masalah (problem solving skill) dengan model
102
awal, bagian isi dan bagian akhir. Pada Bab I terdapat pendahuluan dalam
panduan yang membahas terkait rasional dan tujuan. Rasional menjelaskan
pentingnya penyusunan panduan pelatihan ketarampilan pemecahan masalah
(problem solving skill) dengan model experiential learning. Tujuan menjelaskan
tentang sesuatu yang ingin dicapai dari kegiatan pelatihan. Tujuan pelatihan
merupakan tujuan umum yang hendak dicapai melalui kegiatan pelatihan.
Pada bagian Bab II terdapat petunjuk pelaksanaan yang memaparkan 6 hal
yaitu petunjuk pelaksanaan pelatihan keterampilan pemecahan masalah, pengguna
panduan, sasaran pelatihan, penggunaan instrumen, strategi intervensi, dan
penentuan jadwal pelatihan. Bab III memaparkan terkait rangkaian kegiatan
secara sistematis yang dilakukan pada setiap pertemuan. Kegiatan yang dilakukan
siswa dalam pelatihan keterampilan pemecahan masalah dengan model
experiential learning sesuai dengan materi yang dibahas pada setiap pertemuan
yaitu membahas masalah yang berbeda pada setiap pertemuan berdasarkan
masalah pada bidang pribadi, masalah sosial, masalah belajar, dan masalah karir.
Pada setiap kegiatan pelatihan terdapat lembar refleksi. Lembar evaluasi diri
ISOLVE, lembar tugas, lembar komitmen dan lembar pesan kesan dapat
digunakan guru BK untuk mendapatkan feedback dari siswa serta mengukur
bagaimana pelaksanaan pelatihan yang telah dilakukan.
5.2 Simpulan Hasil Pengembangan
Simpulan hasil pengembangan mengacu pada tujuan dan pembahasan hasil
penelitian dan pengembangan panduan pelatihan keterampilan pemecahan
masalah (problem solving skill) dengan model experiential learning untuk siswa
SMP sebagai berikut.
5.2.1 Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan panduan pelatihan
keterampilan pemecahan masalah (problem solving skill) dengan model
experiential learning untuk siswa SMP yang memenuhi kriteria
keberterimaan produk yang meliputi ketepatan produk, kegunaan produk,
dan kelayakan produk.
5.2.2 Panduan pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem solving
skill) dengan model experiential learning untuk siswa SMP memenuhi
104
kriteria ketepatan produk dengan dengan hasil indeks 1,00 dari validasi
ahli media, hasil indeks 0,66 dari validasi ahli BK, dan hasil indeks 1,00
dari validasi calon pengguna.
5.2.3 Panduan pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem solving
skill) dengan model experiential learning untuk siswa SMP memenuhi
kriteria kegunaan produk dengan dengan hasil indeks 1,00 dari validasi
ahli media, hasil indeks 1,00 dari validasi ahli BK, dan hasil indeks 1,00
dari validasi calon pengguna.
5.2.4 Panduan pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem solving
skill) dengan model experiential learning untuk siswa SMP memenuhi
kriteria kelayakan produk dengan dengan hasil indeks 1,00 dari validasi
ahli media, hasil indeks 0,66 dari validasi ahli BK, dan hasil indeks 1,00
dari validasi calon pengguna.
5.3 Saran Pemanfaatan dan Pengembangan Lebih Lanjut
Panduan pelatihan keterampilan pemecahan masalah (problem solving
skill) dengan model experiential learning untuk siswa SMP yang telah teruji
secara validitas atas keberterimaan produk memiliki saran pemanfaatan bagi guru
BK dan pengembangan lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya. Adapun saran
pemanfaatan dan pengembangan lebih lanjut sebagai berikut.
5.3.1 Guru BK
5.3.1.1 Guru BK dapat memahami prosedur pelaksanaan pelatihan dalam
panduan ini agar kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dapat
berjalan secara efektif dan efisien serta meminimaisir terjadinya
kendala di lapangan.
5.3.1.2 Guru BK dapat menggunakan materi pelatihan dengan berfokus
pada masalah yang dimiliki oleh anggota pelatihan.
5.3.1.3 Guru BK hendaknya melakukan kegiatan yang berkesinambungan
agar kegiatan tersebut dapat bermanfaat bagi siswa dan mengetahui
perubahan keterampilan pemecahan masalah yang terjadi dalam
diri siswa.
105
Armagan, F.O, Sagir, S.U, & Celik, A.Y. 2009. The Effects of Students’ Problem
Solving Skills on Their Understanding of Chemical Rate and Their
Achievement on This Issue. Journal Procedia Social and Behavioral
Sciences 1, 2678–2684.
Arsyad, A. 2014. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Aslan, O & Sagir, U. 2011. Science and Technology Teacher Candidates Problem
Solving Skills. Journal of Turkish Science Educational. Vol 1(1), 95-97.
Azwar, S. 2011. Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Instrumen Penilaian Tahap I
Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: BNSP.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Instrumen Penilaian Tahap II
Buku Teks Pelajaran SMP/MTS Dan SMA/MA. Jakarta: BNSP.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2014. Instrumen Penilaian Buku
Teks Pelajaran. Jakarta: BSNP.
Batubara, J.R. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Jurnal
Sari Pediatri, Vol. 12(1), 21-29.
Benoveli, A et all. 2014. A Bayesian Wilcoxon signed-rank test based on the
Dirichlet Process. Proceedings of the 31st International Conference on
Machine Learning, Beijing, Vol 32, 1-9.
Barida, M. 2015. Keefektifan Pelatihan Metakognisi Melalui Model Experiential
Learning untuk Meningkatkan Kinerja Konselor dalam Layanan
Konseling. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas
Negeri Malang.
Borg, W.D & Gall M.D. 1983. Educational Research (3rd) Edition. New York:
Longman Inc.
Boud, D.C & Walker, D. 1993. Using Experience for Learning. Buckingham:
SRHE and Open University Press.
Buoncristiani, M & Buoncristiani, P. 2012. Developing Mindful Students, Skilful
Thinkers, Thoughtful Schools. United States of America: Corwin A Sage
Company.
Creswell, J.W. 2012. Educational Research: Planning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research (4th) Edition. Boston:
Pearson.
106
107
KPAI.go.id. 2017. KPAI Terima Aduan 26 Ribu Kasus Bully Selama 2011-2017.
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-terima-aduan-26-ribu-kasus-bully-
selama-2011-2017/ diakses 29/1/2019.
Kuncoro, T. 2012. Pengaruh Strategi Pembelajaran Problem Solving Dan Gaya
Belajar Kolb Terhadap Hasil Belajar Bidang Mekanika Rekayasa
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil. Disertasi tidak diterbitkan. Pascasarjana:
Universitas Negeri Malang.
Kuswanto, H. 2017. Analisis Prinsip Layout and Composition pada Web Design
Perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk dan PT. FIF Group
berdasarkan Buku “The Principle of Beautifull Website Design (2nd
Edition) By Jason Beaird” Jurnal Electronics, Informatics, and Vocational
Education (ELINVO), Vol 2(1), 1-7.
Liputan6.com. 2015. Survei ICRW Anak Indonesia Alami Kekerasan di Sekolah.
http://www.liputan6.com/news/read/2191106/survei-icrw-84-anak-
indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah/diakses 30/1/2019.
Masduki & Khotimah, R.P. 2016. Improving Teaching Quality and Problem
Solving Ability Though Contextual Teaching and Learning in Different
Equation: A Lesson Study Approach. Journal of Research and Advances
in Mathematics Education, Vol 1(1), 1-13.
Matsuo, M. 2015. A Framework for Facilitating Experiential Learning. Journal
Human Resource Development Review, Vol 8, 1-20. DOI:
10.1177/1534484315598087
Moore, C, Boyd, B.L, & Dooley, K.E. 2010. The Effects of Experiential Learning
with an Emphasis on Reflective Writing on Deep-Level Processing of
Leadership Students. Texas. Journal of Leadership Education, Vol 9(1),
36-52.
Movadza, J. 2017. Integrating Experiential Learning into Information Literacy
Curriculum. Abu Dhabi: Elsevier.
Nayazik, A. 2017. Pembentukan Keterampilan Pemecahan Masalah Melalui
Model IDEAL Problem Solving dengan Teori Pemrosesan Informasi.
Semarang: Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif. Kreano 8 (2) (2017): 182-
190.
Oyeka, I.C & Ebuh, G.U. 2012. Modified Wilcoxon Signed-Rank Test. Open
Journal of Statistics, vol 2, 172-176.
http://dx.doi.org/10.4236/ojs.2012.22019.
110
Rong, Y et all. 2015. Comparative analysis for traffic flow forecasting models
with real-life data in Beijing. Journal: Advances in Mechanical
Engineering, Vol. 7(12) 1–9. DOI: 10.1177/1687814015620324.
Rothstein, P.R. 1990. Educational Psychology McGraw Hill’s College Review
Book. Singapore: International Editions.
Rozak, A & Sayuti, W. 2006. Remaja dan Bahaya Narkoba. Jakarta: Prenada
Media.
Sadiman, A.S. 2005. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Santrock, J.W. 2014. Child Development (14th) edition. Texas: McGraw Hill
Education.
Santrock, J.W. 2016. Adolescence (16th) Edition. Texas: McGraw Hill Education.
Sari, H.V & Suswanto, H. 2017. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis
Web Untuk Mengukur Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Komputer
Jaringan Dasar Program Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan. Jurnal
Pendidikan, Vol 2(7), 1008-1016.
Sary, Y.N. 2017. Perkembangan Kognitif dan Emosi Psikologi Masa Remaja
Awal. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 1(1), 6-12.
Saygili, S. 2017. Examining The Problem Solving Skills and The Strategies Used
by High School Students in Solving Non-routine Problems E-
International. Journal of Educational Research, Vol 8(2), 91-114.
Setiyowati, A.J. 2017. Understanding Profession Identity Of Junior High School
Counselor In Malang City. Journal of Advances in Social Science,
Education and Humanities Research, Vol 118, 816-823: Atlantis Press.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suherman. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
Sukmadinata, N.S. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.