Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manajemen sumber daya manusia,disingkat MSDM,adalah suatu ilmu


atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga
kerja) yang dimiliki oleh individu secara evisien dan efektif sera dapat
digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan bersama
perusahaan,karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. Sedangkan
manejemen sumber daya manusia dalam islam didasari pada suatu konsep
bahwa setiap karyawan adalah manusia bukan mesin dan bukan semata
menjadi sumber daya bisnis.

Ada dua sasaran manajemen sumber daya manusia yang berbasiskan


spiritualitas. Pertama,pembangunan diri (self) individu yang intekgral.
Dua,penguatan perusahaan atau institusi sehingga berdaya saing tinggi
semakin diyakini keterlibatan self yng menyeluruh ditempat kerja membawa
dampak besar bagi kinerja individu. Terbentuknya self manajement dan
persolan responbility pada level individu pegawai adalah dua dari sekian
dampak spiritualitas manajemen yang terkait dengan peningkatan guna
kerja.jika tercipta sinergi dari interaksi individu-individu semacam
itu,pengruhnya akan sangat besar terhadap kinerja sebuah institusi. Jadi sikap
atau mental yang spiritual atau muroqobatullah akan memberikan dampak
yang dahsyat bagi kinerja para karyawan dan tentu saja bagi institusi tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada tata cara mekanisme pengangkatan pegawai?
2. Apakah ada perbedaan karyawan kontrak dan karyawan tetap?
3. Apakah ada penetapan upah dalam ajaran Islam?

1
4. Apakah ada pengembangan kompetensi dan pelatihan manajemen
sumber daya insani?
5. Apakah ada konsep hubungan kemanusiaan dalam Islam?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Mengetahui tata cara mekanisme pengangkatan pegawai
2. Mengetahui perbedaan karyawan kontrak dan karyawan tetap
3. Mengetahui penetapan uoah dalam islam
4. Mengetahui pengembangan kompetensi dan pelatihan manajemen sumber
daya insani
5. Mengetahui konsep hubungan kemanusiaan dalam islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mekanisme pengangkatan pegawai “kepatutan dan kelayakan ( fit and


proper).”

Islam mendorong untuk memilih calon pegawai berdasarkan


pengetahuan,pengalaman dan kemampuan teknis yang dimiliki. Hal ini sesuai
dengan firman Allah “karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita)ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya” (Al-Qashas [28]:26).

Pemahaman kekuatan disini bisa berbeda sesuai dengan perbedaan


jenis pekerjaan,kewajiban dan tanggung jawab yang dipikulnya. Ibnu
Taimiyah mengatakan, “Definisi kekuatan berbeda berdasarkan ruang yang
melingkupinya. Kekuatan dalam medan perang bisa diartikan sebagai
keberanian nyali untuk berperang,pengalaman perang dan kekuatan taktik atau
strategi,serta kemampuan untuk melakukan bermacam pembunuhan. Kekuatan
dalam sistem peradilan dikembalikan pada pengetahuan terkait dengan
keadalan yang ditunjukkan Al-Quran dan Hadits,serta kemampuan untuk
menerapkan berbagai hukum.”

Amanah merupakan faktor penting untuk menentukan kepatutan dan


kelayakan seorang calon pegawai. Hal ini bisa diartikan dengan melaksanakan
segala kewajiban sesuai dengan ketentuan Allah dan takut terhadap aturan-
Nya.

Dalam islam,prosesi pengangkatan pegawai harus berdasarkan


kepatutan dan kelayakan persoalan ini pernah diingatkan Rasulullah dalam
sabdanya “Barang siapa memperkerjakan orang karena ada unsur
nepotisme,padahal disana terdapat orang yang lebih baik dari pada orang
tersebut,maka ia telah mengkhianati amanah yang telah diberikan Allah,Rasul-
Nya dan kaum Muslimin. Dalam hadist lain rasul bersabda: “Barang siapa

3
memperkerjakan satu orang di antara 10 orang,dan ia tahu bahwa di antara
mereka terdapat orang yang lebih utama (patut dan layak),maka ia telah
menipu Allah,Rasul-Nya dan kaum Muslimin secara umum.”

Dalam islam,prosesi pengangkatan pegawai harus berdasarkan


kepatutan dan kelayakan calon atas pekerjaan yang akan dijalaninya. Ketika
pilihan pengangkatan jatuh pada orang yang disinyalir memiliki
kemampuan,padahal masih terdapat orang yang lebih patut,layak dan lebuh
baik darinya (dari golongan orang-orang terdahulu),maka proses
pengangkatan ini bertentangan dengan syariat islam.1

Untuk menerapkan kaidah kepatutan dan kelayakn dalam


pengangkatan pegawai,rasulullah pernah menolak permintaan sahabat Abu
dzar untuk dijadikan sebagai pegawai beliau,karena ada kelemahan. Dalam
hadis ini (sebagaimana telah dibahas sebelumnya). Standart pengakatan
pegawai adalah kepatutan dan kelayakan seseorang untuk memikul tanggung
jawab pekerjaan yang akan diwakilkan kepadanya.

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis,suatu ketika paman Rasulullah


meminta untuk dijadikan sebagai pegawai beliau dalam satu
wilayah,kemudian Rasulullah bersabda: “Demi Allah,wahai pamanku,aku
tidak akan menyerahkan persoalan ini (pengangkatan pegawai) kepada
seorang pun yang memintanya atau sangat menginginkannya.” Beliau
kemudian memberikan nasihat bahwa jabatan itu bisa menjadi nikmat,tapi bisa
berubah menjadi azab.

Seleksi Ujian Calon Pegawai

Memberikan ujian seleksi kepada calon pegawai adalah persoalan asasi


(pokok) dalam Islam. Hal ini setidaknya dicerminkan dari sikap Rasulullah
ketika akan mengangkat Muadz bin jabal sebagai pejabat kehakiman.

1
Dr.Muhammad as-Sayyid al-Dimyathi, Tauliyah al-Wadzaif al-Ammah, 1971,hlm.53.

4
Rasulullah bertanya kepada Muadz: “Dengan apa engkau akan memutuskan
persoalan hukum?. Muadz menjawab,”dengan kitab Allah”. Rasulullah
bertanya,”jika kamu tidak menemukannya?. Muadz menjawab : “dengan
sunnah Rasulullah atau hadist” Rasulullah bertanya lagi: “jika engkau tidak
menemukannya juga?” Muadz menjawab, “aku akan berijtihat dengan
pendapatku.” Rasulullah bersabda: “Alhamdulillah, Allah telah menolong
utusan Rasulullah menjalankan agama sesuai dengan apa yang di ridhoi Allah
dan Rasulunya.”

B. Perbedaan karyawan kontrak dan karyawan tetap


1. Karyawan kontrak
Sebelum ditetapkan menjadi karyawan tetap,biasanya para
karyawan menjalani kontrak kerja selama rentang waktu 6 bulan sampai 2
tahun. Jika dalam masa kontrak tersebut karyawan mampu menunjukkan
kinerja dan kemampuannya secara optimal dalam menjalankan tugas,
maka ia bisa diputuskan untuk menjadi karyawan tetap. Namun, jika
kinerjanya jelek dan tidak optimal, karyawantersebut bisa dipecat.
Konsep ini pernah dijalankan pada masa kholifah Umar r.a.
Diriwayatkan bahwa kholifah Umar r.a. berkata kepada pegawainya:”
Sesungguhnya aku memilihmu , untuk mengujimu. Jika engkau mampu
menunjukkan kinerja yang optimal dan baik, maka akan aku tambahkan
tanggung jawabmu. Namun , jika kinerja engkau jelek aku akan
memecatmu”.
2. Karyawan tetap
Jika para pegawai mampu menunjukkan kinerja yang optimal pada
masa kontrak, selanjutnya akan dilakukan pengangkatan jabatan.
Penentuan wewenang dan tanggung jawab yang diembannya. Hal ini
pernah dilakukan khalifah dengan membacakan wewenang dan tanggung
jawab pemimpinnya.
Sebelum dikukuhkan sebagai pejabat,aset dan harta kekayaan yang
dimiliki calon pegawai harus dihitung terlebih dahulu. Langkah ini

5
dilakukan untuk mempermudah proses audit atau pemeriksaan kekayaan
yang dimiliki,jika terdapat penambahan,di khawatirkan mereka
mengeksploitasi dan melakukan komersialisasi jabatan untuk menumpuk
kekayaan,sehingga mudah untuk mempertanggung jawabkannya.
Khalifah umar r.a. selalu melakukan audit terhadap aset kekayaan
para pegawainya untuk menghindari eksploitasi dan komersialisasi jabatan
demi kepentingan pribadi (vested-interst). Apa yang telah dilakukan
khalifah umar r.a untuk mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai
aspek nya,mencerminkan pemikiran manejemen yang dsyat dan belum
mampu dijangkau ilmu manajemen modern.

C. Penetapan Upah dalam Islam


Pada masanya, Rasulullah adalah pribadi yang menetapkan upah
bagi para pegawainya sesuai dengan kondisi, tanggung jawab dan jenis
pekerjaan. Proses penetapan gaji yang pertama kali dalam Islam bisa
dilihat dari kebijakan Rasulullah untuk memberikan gaji satu dirham
setiap hari kepada Itab bin Usaid yang diangkat sebagai gubernur
Makkah.2
Upah ditentukan berdasakn jenis pekerjaan,ini merupakan asas
pemberian upah sebagaimana ketentuan yang dinyatakan Allah. Dasar
penentuan upah harus diperhatikan dua hal: pertama: nilai kerja itu
sendiri,karena tidak mungkin disamakan antara orang yang pandai dengan
orang yang bodoh,orang yang tekun dengan orang yang lalai,orang
spesialis dengan orang yang bukan spesialis,karena menyamakn dua orang
yang berbeda adalah suatu bentuk kedzoliman. Allah berfirman:
”katakanlah: ”adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang yang berakal lah yang
dapat menerima pelajaran. “(Az-Zumar:9)” dan masing-masing orang
memperoleh derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakanya. Dan

2
Ibn Timiyah, Al Siyasah al Syar’iyah, hlm. 21.

6
Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”(Al-An’am:132)
untuk itu, upah yang dibayarkan masing – masing pegawai bisa berbeda
berdasarkan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang dipikulnya. Kedua :
kebutuhan pekerja, karena ada kebutuhan – kebutuhan pokok manusia
yang harus dipenuhi,baik berupa makan, tempat tinggal,
transportasi,pendidikan anak maupun segala sesuatu yang diperlukan
sesuai dengan kondisinya, untuk orang tersebut dan untuk orang yang
menjadi tanggunganya.

D. Pengembangan kompetensi dan pelatihan


Islam memandang bahwa ilmu merupakan dasar penentuan martabat
dan derajat seseorang dalam kehidupan. Allah memerintahkan kepada
Rasul-Nya untuk senantiasa meminta tambahan ilmu. Dengan
bertambannya ilmu, akan meningkatkan pegetahuan seorang Muslim
terhadap berbagai dimensi kehidupan, baik urusan dunia atau agama.
Sehingga, ia akan mendekatkan diri dan lebih mengenal Allah, serta
meningkatkan kemampuan dan kompetensinya dalam menjalankan tugas
pekerjaan yang dibebankan kepadanya3.
Islam mendorong untuk melakukan pelatihan (training) terhadap para
karyawan dengan tujuan mengembangkan kompetensi dan kemampuan
teknis karyawan dalam menunaikan tanggung jawab pekerjaanya. Rasullah
memberikan pelatihan terhadap orang yang diangkat untuk mengurusi
persoalan kaum Muslimin, dan membekalinya dengan nasihat – nasihat
dan beberapa petunjuk.
Diriwayatkan dari Ali r.a, ia berkata: “Rasullah mengutusku ke Yaman
untuk menjadi hakim, kemudian saya berkata “Ya Rasullah, engakau
mengutusku, sedang aku masih muda belia, dan saya tidak memiliki
pengalaman(ilmu) tentang peradilan?”Rasullah menjawab:”Sesungguhnya

3
Abu Sinn Ahmad Ibrahim, “Manajemen Syariah : Sebuah kajian historis dan
kontemporer” , ( jakarta : PT Raja Grafindo Persada , 2004 ) , hal. 35

7
Allah akan memberikan hidayah kepadamu, dan menetapkan keputusan
lisanmu. Ketika datang ke hadapanmu dua orang yang sedang berseteru,
maka janganlah engkau menetapkan keputusan, sampai engkau
mendengarkan perkataan pihak kedua, sebagaimana engkau mendengar
peryataan pihak pertama. Hal ini akan lebih hati-hati dan bersih bagimu
untuk menjelaskan keputusan peradilan”. Ali r.a. berkata: Setelah itu, tidak
ada keraguan bagiku dalam memberikan keputusan.”
Begitu juga surat yang dikirimkan Khalifah Ali r.a kepada Gubernur
Mesir, Asytar al-Nukha’i yang berisi tentang prinsip – prinsip dan konsep
dasar manajemen. Disamping itu, khalifah juga berwasiat untuk berlaku
lemah lembut dan memperhatikan kehidupan rakyat, mengedepankan
kepentingan mayoritas diatas kepentingan individu atau golongan dan
senantiasa bermusyawarah dengan para wakil rakyat.

E. Konsep Hubungan Kemanusiaan dalam Islam


Hubungan antara karyawan dalam sebuah organisasi merupakan aspek
penting untuk memenuhi kebutuhan mereka yang bersifat non-
materi(kejiwaan,spiritual). Jika kebutuhan spiritual ini dapat terpenuhi,
akan mendorong dan memotivasi pegawai untuk bekerja lebih optimal.
Mereka melakukan itu semua dengan penuh keiklasan dan semangat saling
membantu satu sama lain.
Sebagai langkah awal untuk memenuhi kebutuhan yaitu dengan
menciptakan perasaan aman dan tenang bagi pegawai dalam menjalankan
pekerjaan. Adanya peningkatan ketenangan jiwa dan berkonstribusi dalam
merealisasikan tujuan. Masing – masing pegawai akan merasa bahwa
tanggung jawab perusahaan berada dipundak mereka dalam menunaikan
kerja. Pemikiran manajemen modern mengakui adanya hubungan
kemanusiaan dalam proses produksi pada awal abad ke -20, dimana
manusia merupakan salah satu faktor produksi.
Berbeda dengan pandangan Islam terhadap manusia, Manusia
dipandang sebagai makhluk mulia yang memiliki kehormatan dan berbeda

8
dengan makhluk lain. Islam memperlakukan umatnya dengan baik. Allah
berfirman:” Dan tolong – menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran”(Al-Maidah [5]:2)
Dalam ayat lainAllah berfirman: ”Dan orang – orang yang
beriman,lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong
bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf ,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah: sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana” (Al-Taubah
[9]:71). Rasulullah bersabda: “sesama muslim adalah saudara,tidak saling
menzolimi dan menghina.”

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam islam,prosesi pengangkatan pegawai harus berdasarkan
kepatutan dan kelayakan calon atas pekerjaan yang akan dijalaninya. Ketika
pilihan pengangkatan jatuh pada orang yang disinyalir memiliki
kemampuan,padahal masih terdapat orang yang lebih patut,layak dan lebuh
baik darinya (dari golongan orang-orang terdahulu),maka proses
pengangkatan ini bertentangan dengan syariat islam. Upah ditentukan
berdasakn jenis pekerjaan,ini merupakan asas pemberian upah
sebagaimana ketentuan yang dinyatakan Allah. Dasar penentuan upah harus
diperhatikan dua hal: pertama: nilai kerja itu sendiri,karena tidak mungkin
disamakan antara orang yang pandai dengan orang yang bodoh,orang yang
tekun dengan orang yang lalai,orang spesialis dengan orang yang bukan
spesialis,karena menyamakn dua orang yang berbeda adalah suatu bentuk
kedzoliman.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepanya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan makalah di atas
dengan sumber – sumber yang lebih banyak.

10
DAFTAR PUSTAKA

As-Sayyid al-Dimyati, Muhammad . 1971 . Tauliyah Al-Wadzaif Al Ammah.

Timiyah , Ibn . 1993

Abu Sinn,Ahmad Ibrahim. Manajemen Syariah:sebuah kajian historis dan

kontemporer,2008.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Http://oureconimic.blogspot.com/2009/12/manajemen-sumber-daya-
insani.html

11

Anda mungkin juga menyukai