Anda di halaman 1dari 27

-BAB II.

DAERAH PENANGKAPAN IKAN DAN BEBERAPA METODA PENCARIAN


IKAN
Oleh Ir. Arthur Brown.M.Si

1. PENGANTAR
Di dalam Bab ini akan dibahas mengenai dua aspek yang saling terkait dalam melakukan suatu usaha
penangkapan yang pertama adalah aspek pengetahuan tentang daerah operasi penangkapan dan
yang kedua ada metoda umum yang dipakai untuk pencarian kelompok-kelompok ikan di laut atau
diperairan umum lainnya. Dapat dirinci pokok-pokok pembahasan yang akan dipelajari adalah sebagai
berikut :
1. Pengelompokan ikan menurut ekologinya.
2. Pencarian kelompok ikan.
3. Beberapa metoda menemukan kelompok ikan.
4. Cara atau taktik mengumpulkan ikan.
Pemahaman materi di dalam modul ini bermanfaat untuk pengetahuan mahasiswa bahwa penetuan
metoda penangkapan ikan didasarkan kepada faktor kondisi lingkungan atau daerah penangkapan
yang dijumpai.

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mengikuti dan menyelesaikan materi kuliah pengantar Perikanan dan Ilmu Kelautan II,
mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang klasifikasi umum daerah penangkapan ikan
berdasarkan ekologinya dan metoda pencarian ikan secara umum.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang hal-hal berikut :
1. Pengelompokan ikan menurut ekologinya.
2. Pencarian kelompok ikan.
3. Beberapa metoda menemukan kelompok ikan
4. Cara atau taktik mengumpulkan ikan.

2. URAIAN DAN CONTOH


2.1. Klasifikasi ikan menurut ekologinya
Ikan-ikan yang ada di laut, umumnya diklasifikasikan menurut ordo, keluarga, genus dan seterusnya.
Pengklasifikasian dapat juga ditempuh sebaranya secara horizontal maupun secara vertikal
sebagaimana telah disinggung serba sedikit diatas. Luasnya penyebaran ikan, disamping itu,masing-
masing jenis ikan, sebagaimana kita ketahui, umumnya mempunyai kebiasaan, pergerakan dan
kebiasaan renang serta reaksi terhadap rangsangan maupun hal-hal lain yang menyangkut faktor-
faktor fisiologis yang berbeda jenis satu dengan jenis lainnya. Belum lagi bila dikaitkan dengan nilai
ekonomisnya masing-masing, sukar sekali rasanya untuk menentukan pengklasifikasiannya yang
sebaiknya diketengahkan. Hanya saja, karena pengklasifikasiannya yang diharapkan adalah
pengklasifikasian yang erat kaitannya dengan teknologi penangkapan, maka ada baiknya bila yang
diketengahkan disini adalah pengklasifikasian menurut zona ekologinya masing-masing. Tentu saja hal
ini pun,mau tidak mau, masilah terbatas pada berbagai kepentingan yang diperlukan ataupun yang
dapat dijangkau oleh suatu alat penangkap saja. Sebaliknya, pengklasifikasian menurut ekologinya
tersebut, kiranya merupakan hal yang paling memungkinkan pemilihan, penentuan dan penggunaan
teknologi penangkapan tertentu guna mengeksploitasi sesuatu jenis ikan, utamanya jenis-jenis ikan
ekonomis penting. Pembagian berikut menggolongkan ikan-ikan dalam pengelompokan menurut
ekologinya, disamping juga menentukan batas-batas pengeksplotasiannya ( Okonski, 1989).

1
Pembagian ikan menurut kelompok-kelompok ekologinya adalah sebagai berikut :

A. Ikan dasar, yaitu ikan-ikan yang hidup di dasar perairan atau bahkan terkadang menguburkan diri
didasar perairan tersebut;
B. Ikan dasar yang hidup dekat dasar perairan;
C. Ikan pelagik yang hidup di antara permukaan dan dasar perairan.
Kelompok ekologis tersebut menyebabkan adanya penggolongan zona pengeksplotasian sebagai
berikut :
a. zona dasar atau demersal hingga ketinggian 0,5 m di atas dasar perairan;
b. zona dasar hingga ketinggian 10 m di dasar perairan ;
c. zona pelagik
Sebagaimana telah dikemukakan, pembagian ini tidaklah sepenuhnya tepat, walau pembagian tersebut
dicirikan oleh beda bentuk atau postur tubuh ikan yang dapat dibedakan diantara ketiga zona ekologi
tersebut. Antara bentuk tubuh ikan sebelah dengan ikan skates misalnya, keduanya berbentuk pipih
(depressed dan compressed) dengan kedua mata bermutasi kesalah satu bentuk tubuh, sedangkan
sisi lainnya datar saja karena sisi tersebut yang melekat pada dasar perairan. Sebaliknya, ikan tuna
dan ikan cikalang, keduanya mempunyai bentuk tubuh yang fusiform. Bentuk tubuh yang ideal sebagai
ikan jenis perenang cepat, yang mencirikan jenis ikan yang biasa berada pada lapisan air tengah
hingga permukaan atau ciri ikan-ikan pelagik.
Ikan-ikan dari kelompok C, utamanya mencakup jenis-jenis ikan dari keluarga Clupeidae,
Engraulidae, Scombridae, Carangidae dan Thinidae. Kelompok B, umumnya dapat dicirikan oleh
bentuk tubuh dari ikan-ikan yang termasuk dalam keluarga seperti Gadidae, Scorpenidae, Sparidae,
Scieanidae, Serranidae serta lain sebagainya. Ikan-ikan dari kelompok A, sebagaimana telah
disinggung, umunya memiliki bentuk tubuh pipih seperti halnya jenis-jenis ikan sebelah, skates, sea-
launcer maupun jenis ikan pemancing.
Seperti telah disinggung sebelumnya, pengelompokan ini tidaklah pasti dan tepat sifatnya, karena
bisa saja terjadi perobahan zona kehidupan pada sesuatu jenis ikan. Perubahan zona kehidupan
demikian bisa bersifat biotik maupun fisik-kimiawi. Contoh dari faktor biotik yang menyebabkan
terjadinya perubahan zona tadi antara lain faktor pemijahan dan makan, sedangkan hal yang
disebabkan faktor fisik-kimiawi antara lain berupa faktor-faktor lingkungan seperti suhu, salinitas,
tekanan, kandungan O2 dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan faktor fisik-kimiawi ini, misalkan pada suatu daerah terjadi perubahan
kandungan oksigen ataupun salinitas pada tempat atau habitat ikan dari kelompok A. Ternyata
perubahan tersebut seolah tidak mampu memaksa ikan dari kelompok A tersebut untuk bergerak
meninggalkan daerahnya. Hal ini berarti bahwa perubahan yang terjadi tersebut masih bisa diatasi
oleh ikan-ikan yang bersangkutan.
Hal tersebut di atas tadi, dalam kaitannya dengan teknologi penangkapan, melalui cara yang sama
memungkinkan untuk mengestimasi derajat atau tingkat respons sesuatu kelompok ekologi ikan
terhadap perubahan lingkungan. Walau mungkin respons yang terjadi, sedikit banyak berbeda untuk
sesuatu jenis ikan tertentu, maka melalui pendeteksian faktor kondisi air laut atau lingkungan maka
paling kurang dapat diramalkan keberadaan sesuatu kelompok atau gerombolan ikan yang biasanya
berada pada salah satu zona ekologi yang akan dieksploitasi.

2.2 Daerah Penangkapan Ikan


Daerah Penangkapan ikan adalah suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan
ikan dapat dilakukan dengan baik dengan ciri-ciri tempat tersebut sebagai tempat pelaksanaan aktifitas
penangkapan dan terdapat gerombolah ikan yang bernilai ekonomi.
Secara tradisional tentang keberadaan ikan di suatu daerah penangkapan ikan (fishing ground) dapat
diketahui dengan beberapa cara :
1) Berdasarkan pengalaman penangkapan sebelumnya di lokasi tersebut.

2
2) Melihat tanda-tanda alam
3) Melalui percobaan penangkapan, spt menggunakan pancing dsb.
4) Menggunakan peralatan moderen untuk pendeteksian keberadaan gerombolan ikan, spt fish finder
dan atau sonar.
Secara tradisional informasi yang diperoleh hanya sebatas ada atau tidaknya ikan dan relatif tentang
jumlah ikan yang terdapat di dalam perairan tersebut. Berkat bantuan alat pendeteksi moderen
persoalan ini kini dapat diatasi sehingga para nelayan memperoleh informasi yang lebih reliable dan
lebih banyak baik tentang kuantitas sumberdaya ikan yang terdapat di dalam sebuah daerah
penangkapan maupun keadaan fishing ground itu sendiri (apakah di bawahnya terdapat benda-benda
penghalang yang dapat mengganggu suatu operasi penangkapan seperti karang, kapal karam, tiang-
tiang kapal karam atau benda penghalang lainnya.
Ada beberapa indikasi penting yang dapat dijadikan panduan bagi penentuan suatu daerah
penangkapan ikan seperti :
1. Berdasarkan pengetahuan tentang keberadaan suatu jenis plankton tertentu.
2. Keadaan topografi dasar laut dan juga sedimen yang menyusunnya.
3. Sifat kimia air laut, suhu dan kejernihan air.
4. Data hasil penangkapan ikan selama beberapa tahun terhadap jenis ikan tertentu (time series
data).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai suatu daerah penangkapan ikan
yang baik adalah :
1. Di daerah tersebut terdapat banyak ikan sepanjang tahun atau dalam suatu periode tertentu.
2. Alat tangkap dapat dioperasikan secara mudah tanpa ada hambatan.
3. Lokasinya tidak jauh dari pelabuhan pendaratan ikan atau dapat dijangkau dengan mudah oleh
kapan penangkap.
5. Daerah tersebut aman dari peristiwa laut (spt. angin, badai dsb) dan tidak merupakan daerah
terlarang oleh peraturan atau undang-undang yang berlaku.
Keseimbangan lingkungan di dalam suatu daerah penangkapan dapat saja mengalami perubahan
menurut waktu dengan gejala kecenderungan penurunan jumlah hasil tangkapan atau terjadinya gejala
lebih tangkap (over fishing) yang dapat disebabkan oleh beberapa hal a.l:
1. Adanya usaha penangkapan yang tidak mengindahkan azas kelestarian.
2. Penggunaan ukuran mata jaring (mesh size) yang tidak selektif dan cenderung menggunakan
ukuran yang kecil.
3. Waktu penangkapan yang sembarang waktu hingga kepada masa pemijahanpun masih terus
dilakukan.
4. Penangkapan menggunakan racun atau bahan peledak (destruction materials).
Oleh karena itu agar kelestarian sumberdaya hayati di dalam daerah penangkapan dapat terpelihara
ada beberapa cara penting perlu dilakukan :
1. Mengadakan pembatasan waktu penangkapan ikan dengan cara larangan penangkapan pada waktu
ikan sedang memijah atau bertelur.
2. Menggunakan alat-alat tangkap yang selektif (spt. pancing, jaring insang).
3. Hidari usaha penangkapan yang menggunakan bahan peledak dan racun.
5. Hidari pencemaran lingkungan perairan.
2.3 Jenis-jenis daerah penangkapan ikan
Jenis atau pengklasifikasian daerah penangkapan ikan seringkali di dasarkan kepada spesies yang
menjadi tujuan penangkapan, alat tangkap yang dipakai atau menurut lokasi operasinya berbagai
usaha perikanan.
a. Klasifikasi menurut spesies
- Daerah penangkapan ikan tuna, cakaang, lemuru dsb
b. Berdasarkan Jenis alat tangkap
- Daerah penangkapan longline, trwl, pole and line (huhate), purse seine(jaring lingkar) dsb.

3
c. Berdasarkan kedalaman perairan
- Daerah penangkapan ikan laut dalam
- Daerah penangkapan ikan pelagis
- Daerah penangkapan ikan pantai
- Daerah penangkapan perairan umum dsb.
c. Berdasarkan nama kawasan perairan penangkapan
- Daerah Penangkapan Ikan Pasifik Utara
- Daerah Penangkapan Ikan Pasifik Barat
- Daerah Penangkapan Ikan Laut Cina Selatan (LCS)
- Daerah Penangkapan Ikan Laut Timur, Atlantik Utara, Dst.
d. Berdasarkan Pembagian kawasan laut secara umum
- Daerah Penangkapan Ikan pesisir dan pantai
- Daerah Penangkapan Ikan lepas pantai
e. Klasifikasi daerah penangkapan ikan menurut Nomura (1991)
- Daerah Penangkapan ikan Perairan dangkal selasar benua.
- Daerah Penangkapan ikan lidah arus dingin maupun panas.
- Daerah Penangkapan ikan daerah upwelling.
- Daerah Penangkapan ikan terumbu karang.
- Daerah Penangkapan ikan pasang surut.
Daerah penangkapan terpenting adalah daeran penangkapan pantai dan selasar benua. Ada
beberapa alasan untuk itu : 1) Kedua daerah ini merupakan bagian yang terluas dari semua perairan
penangkapan yang ada. 2) Daerah selasar benua (continetal shelf0 merupakan tempat terserapnya
berbagai garam tanah yang terbaewa arus sungai-sungai dari daratan sehingga lebih dari separuh
produksi ikan dunia adalh hasil tangkapan dari daerah selasar benua ini. 3) Massa air di antara lapisan
atas dan bawah pada daerah ini teraduk sempurna, sehingga garam-garam nutrisi yang ada di
dalamnya akan menyebar merata.4) Daerah iini mendapatkan jumlah penetrasi sinar matahari lebih
banyak karena kedalaman yang relatif dangkal sehingga memungkinkan terjadinya proses fotosinteis
secara sempurna, pada gilirannya perairan ini menjadi kaya atau berlimpah dengan bahan-bahan
organik. Kondisi seperti ini tentu saja akan mengundang ikan-ikan untuk mendatangi daerah ini. 5)
Daerah pesisir atau selasar benua merupakan tempat bagi beberapa jenis ikan untuk melakukan
aktifitas pemijahan dan bertelur. Telur-telur yang telah menetas akan dapat tumbuh dengan baik
karena berlimpahnya plankton di daerah ini. Berkembangnya anak-anak ikan di daerah ini tentu saja
merupakan pemikat bagi kehadiran ikan-ikan berukuran besar maupun para pemangsa untuk datang
mencari makan di daerah ini, sehingga daerah ini mengandung banyak spesies ikan dengan beragam
ukuran pula. Bagi usaha perikanan dapat diartikan akan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak
dan terdiri dari komposisi jenis dan ukuran yang bervariasi.
2.4 Pencarian kelompok ikan
Hal pertama yang dilakukan oleh para nelayan yang pergi melakukan penangkapan ikan adalah
memilih dan menentukan dimana mereka akan melakukan penangkapan. Secara naluri ataupun
pengalaman, umumnya mereka sudah bisa memperkirakan dimana beradanya ikan pada daerah-
daerah penangkapan yang telah mereka pilh tersebut. Dengan kata lain,tentunya telah terlebih dahulu
mempelajari dan memperkirakan berdasarkan kebiasaan dari jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan
penangkapan, berdasarkan hasil penangkapan sebelumnya , ataupun berdasarkan pengalaman,
misalnya dengan memperhartikan terjadinya perubahan berbagai kondisi laut. Kondisi yang mereka
hadapi tersebut kemudian mereka bandingkan dengan kondisi-kondisi yang pernah mereka alami pada
masa-masa sebelumnya. Pengalaman dan naluri menganalisa apakah kondisi laut sekarang itu telah
sama dengan kondisi-kondisi lalu saat ditemukannya dan ditangkapnya ikan-ikan dalam jumlah banyak.
Hasil analisa dan naluri yang diolah di dalam fikirannya memungkinkan nelayan tersebut menetukan ke
daerah penangkapan maka nelayan mengarahkan kapalnya untuk beroperasi. Namun demikian,
tidaklah mengherankan bila sehubungan dengan terjadinya perubahan kondisi, baik air laut maupun

4
lingkungan demikian, maka nelayan menangkap jenis ikan yang berbeda sejalan dengan perubahan
waktu. Berkaitan dengan hal ini, nelayan tersebut harus pula pandai-pandai menyesuaikan diri untuk
menentukan jenis alat tangkap apa yang harus digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan yang
berbeda tersebut.
Agar suatu operasi penangkapan dapat berhasil guna, nelayan memang dituntut untuk
mengantisipasi berbagai perubahan yang mungkin terjadi sambil terus mencari daerah-daerah
penangakapan dari jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan dan menghubungkannya
dengan berbagai fenomena alami yang cenderung terjadi tersebut. Selain memahami, para nelayan
juga harus menelaah berbagai kondisi dasar habitat ikan tadi melalui berbagai indikasi yang khas
seperti keadaan perairan, terbentuknya fron-front suhu atau lidah-lidah arus maupun pertemuan arus.
Disamping itu faktor penting lainnya yang harus dipertimbangkan adalah segi ekonominya seperti
berapa besar volume ikan yang harus dihasilkan demi keberlanjutan usaha perikanannya sebagai
suatu usaha bisnis.
Pendeteksian dan pencarian untuk mengetahui dimana keberadaan ikan tetap dilakukan
disamping pencarian ikan berdasarkan pengamatan secara langsung pada waktu beroperasi, seperti
dengan mengamati adanya loncatan-loncatan ikan maupun berbagai indikasi lainnya yang
menunjukkan adanya atau keberadaan ikan pada suatu daerah. Hal yang terakhir tadi dapat ditempuh
dengan melihat adanya kelompok-kelompok burung laut, terjadinya perubahan warna air laut, atau
mungkin terlihat adanya buih-buih atau riak-riak air. Terlihatnya kilatan-kilatan dalam laut dekat
permukaan yang disebabkan pantulan dari tubuh ikan-ikan yang tengah sibuk memburu ataupun
memangsa umpan maupun mangsa lainnya yang mereka buru.
Setelah perang dunia kedua, penggunaan fisfinder untuk mencari dan menemukan ikan menjadi
semakin banyak digunakan. Banyak bukti menunjukkan bahwa penggunaan alat ini ternyata telah
mampu memberikan hasil yang sangat memuaskan. Sehubungan dengan ini, survei-survei serta uji
coba penangkapan, ikut pula memainkan peranannya dalam penentuan daerah-daerah penangkapan
yang potensil.
Lebih lanjut Nomura dan Yamazaki (1996) mengungkapkan bahwa berdasarkan keberadaan serta
tingkah laku burung-burung serta perubahan air laut, telah bisa diperkirakan besar kecilnya kelompok
ikan serta besar kecilnya ikan-ikan yang membentuk kelompok tersebut. Bila pergerakan ikan tersebut
cepat maka demikian pula gerakan burung-burung yang ada diatasnya dan arah terbang mereka
menunjukkan arah pergerakkan ikan-ikan. Sebaliknya bila pergerakan kelompok ikan cukup lambat,
posisi terbang burung-burung akan lebih tinggi, demikian pula kecepatan terbang merekapun lambat
saja, sambil membentuk gerak terbang yang melingkar-lingkar. Segera setelah kelompok ikan tadi
bergerak arah kedekat permukaan, maka gerakan burung-burung yang semula tenang itu pun akan
berubah sangat aktif. Burung-burung tersebut akan semakin sering melakukan tukikan, hal ini tentu
saja menggambarkan pergerakan ikan-ikan di bawahnya. Dengan kata lain bahwa adanya ikan-ikan
beruaya atau bermigrasi, umunya selalu diiringi gerak dan tingkah burung-burung demikian.
Indikasi adanya ikan lainnya, adalah terjadinya perubahan warna air laut. Hal ini dapat pula
dijadikan indikasi adanya pergerakan ikan di bawahnya.
Warna air yang tampak dipermukaan, yang disebelah dalamnya terdapat kelompok ikan yang
sedang melakukan pergerakan ataupun ruaya, biasanya tampak sedikit berbeda dengan warna air
disekelilingnya. Bila bagian air yang warnanya berbeda dengan warna air disekelilingnya tersebut
tampak berwarna agak kemerah-merahan atau keungu-unguan, maka hal tersebut menandakan bahwa
baik kelompok maupun ikan-ikan anggota kelompoknya adalah besar. bila dibandingkan dengan warna
air sekelilingnya, bagian air yang tampak berbeda warna tersebut tampak sedikit berwarna coklat
muda, maka hal ini menandakan bahwa kelompok ikan yang ada didalamnya, baik kelompoknya
maupun ikan-ikan yang bergabung dalam kelompok tersebut umumnya kecil saja.
Cara pencarian kelompok ikan lainnya, bisa juga ditempuh dengan menaburkan umpan selama
dalam perjalanan menuju daerah penangkapan. Hal seperti ini merupakan hal yang biasa dilakukan
pada perikanan tuna-cakalang. Penggunaan survei pendahuluan dengan menggunakan rawai ataupun
tonda, tidak jarang pula dilakukan guna pencarian kelompok ikan. Nilai hook rate yang diperoleh dapat

5
digunakan untuk mengetahui subur tidaknya suatu daerah penangkapan. Penaburan umpan hidup dari
kapal, sering kali pula digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kelompok ikan dari suatu daerah
penangkapan.
Walau tidak diketengahkan secara lengkap apa yang diketengahkan di atas dapat kiranya
menggugah wawasan kita bahwa pencarian ikan atau kelompok ikan, merupakan salah satu tahap
yang penting pula bagi operasi penangkapan dalam usah untuk mengetahui ada tidaknya ikan maupun
dalam rangka pencarian kelompok ikan ( Nomura dan Yamazaki,1996;Grofit,1980, Nomura,
1981,1991).
2.5 Beberapa metoda menemukan kelompok ikan
Melengkapi apa yang telah diketengahkan pada sub-bab terdahulu, secara lebih rinci dan
terklasifikasi, maka hal-hal yang berkaitan dengan metoda-metoda yang ada, yang digunakan untuk
menemukan kelompok ikan disajikan dalam sub-bab tersendiri pula. Adapun metoda-metoda
menemukan sekelompok ikan tersebut dapat dikelompokkan lagi menjadi beberapa bagia sebagai
berikut ( Nomura dan Yamazaki, 1996):
2.5.1.Berdasarkan penglihatan.
2.5.2.Berdasarkan indikasi tertentu di laut.
2.5.3.Berdasarkan uji coba penangkapan.
2.5.4.Berdasarkan Deteksi Instrumen (fish finder)
2.5.5.Berdasarkan bantuan kapal udara.
2.5.1 Kejelian dan ketajaman penglihatan, sejauh ini masih umum digunakan untuk menemukan
kelompok ikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbagai hal seperti lompatan-
lompatan ikan, burung-burung laut yang beterbangan, adanya kayu terapung, ikan cucut yang
berenang, lumba-lumba yang riang berenang sambil bermain, serta beberapa lainnya, adalah
isyarat atau tanda adanya kelompok ikan. Beberapa jenis ikan seperti cakalang, ikan terbang,
ikan pedangan, ikan sardin dan lainnya, keberadaannya seringkali diketahui nelayan melalui
pengamatan dari puncak tiang kapal atau menara pengintai, seperti halnya yang banyak
dijumpai pada kapal-kapal purse seine. Pengamatan demikian seringkali dilakukan dengan
menggunakan mata telanjang maupun dengan menggunaka binokuler. Pengamatan dalam air
melalui penyelam, banyak pula dilakukan para nelayan dalam usaha mengetahui ada tidaknya
kelompok ikan.
2.5.2 Sebagaimana telah disinggung, walau pengamatan dengan mata telanjang tidak dapat
dilakukan untuk benar-benar melihat hadirnya sesuatu kelompok ikan, cara atau metode bisa
dilakuka melalui berbagai indikasi adanya kelompok ikan. Terjadinya riakan di permukaan,
perubahan warna pada sesuatu bagian laut yang berbeda dengan warna disekelilingnya, apalagi
dilengkapi dengan adanya kawanan burung-burung laut berikut perilaku terbangnya, adalah cara
atau metoda yang biasanya ditempuh nelayan berdasarkan pengalaman yang mereka miliki
maupun yang mereka warisi, dari para generasi sebelum mereka.
Sehubungan dengan tingkah laku kawanan burung yang beterbanganpun berdasarkan
pengalaman yang mereka miliki, para nelayan mampu dan mahir untuk seligus
mengasosiasikannya dengan keadaan kelompok ikan yang hadir saat itu. Melalui kawana
burung yang mereka lihat tersebut, para nelayan telah bisa mengetahui besar kecilnya kelompok
ikan, arah renang maupun kecepatan renang kelompok ikan tersebut.
Kelompok ikan dari jenis-jenis ikan tertentu, seringkali berasosiasi dengan hal-hal seperti
kayu-kayu besar yang terapung, lumba-lumba, cucut, maupun ikan paus. Alasan dari sifat
berasosiasi demikian, selain akan lebih mudah untuk mencari makan, disamping perasaan aman
dan terlindungi dari para predator yang biasa memangsa mereka.
Bukan mustahil bagi kita mampu menemukan kelompok-kelompok ikann dengan
memadukan data yang berkaitan dengan faktor-faktor oseanografi dengan faktor-faktor
meteorologi yang berkaitan dengan suhu, salinitas, keadaan laut, tekanan udara yang rendah,
perubahan warna air laut serta lai sebagainya.

6
2.5.3 Beberapa jenis usaha penangkapan, seperti misalnya gillnet, sering kali tidak digunakan
fasilitas berupa fish finder untuk menemukan kelompok ikan. Hal demikian, biasanya diatasi oleh
para nelayan dengan melakukan uji coba penangkapan atau trial fishing dengan menggunakan
atau mengoperasikan jenis gillnet berukuran kecil atau lebih kecil dari ukuran gillnet yang
sebenarnya. Uji coba demikian dilakukan guna mengetahui apakah sesuatu daerah cukup
potensiil untuk dilakukan penangkapan di daerah tersebut. Metoda uji coba seperti itu, biasa
juga dilakukan pada jenis perikanan trawl udang guna memprediksi banyaknya hasil tangkapan
yang mungkun diperoleh. Jenis perikanan lainnya, tes demikian umum pula dilakukan
( Margetts,1996 ).
2.5.4 Pengamatan dengan bantuan jenis peralatan ataupun instrumentasi yang bersifat ilmiah,
seperti fish finder misalnya, kiranya telah umum digunakan di dunia, termasuk di Indonesia.
Melalui peralatan seperti ini para nelayan akan dapa mengetahui adanya kelompok ikaj lengkap
dengan arah renangnya, ukuran besar kecil kelompoknya, bahkan berdasarkan pengalman bisa
juga diduga jenis ikannya. Sehubungan dengan peralatan ini, pada sub-bab berikutnya akanb
diketengahkan secara lebih rinci lagi.
2.5.5 Termasuk cara atau metoda pencarian yang tergolong canggih lainnya, maka cara yang
menggunakan kapal udara ataupun helikopter ini, termasuk pula didalamnya. Cara seperti ini
umumnya baik untuk mencari daerah penangkapan maupun kelompok ikan. Jenis perikanan
yang memanfaatkannya antara lainperikanan purse seine, trawl maupun pole and line. Sang
pilot berusaha mencari adanya front-front atau lidah-lidah arus, garis batas pertemuan dua arus
yang berbeda suhu, bahkan daerah terjadinya up welling. Sebagaimana kita ketahui, pada
tempat-tempat demikian umumnya banya terdapat kelompok-kelompok ikan. Bila sang pilot telah
menemukan kelompok ikan ataupun tempat-tempat terkumpul banyak ikan sebagaimana
disebutkan diatas, maka dengan segera ia berkomunikasi dengan basis penangkapan, tempat
kapal-kapal yang menantikan berita untuk segera melakukan penangkapan. Bahkan dengan
teknologi satelit yang semakin maju orang telah mengembangkan penginderaan citra satelit
yang mengkoper areal yang lebih luas untuk mengidentifikasi daerah-daerah front, up welling,
distribusi suhu permukaan alut, dan pergerakan arus.

2.6. Fish finder dan sonar, alat bantu menemukan ikan


2.6.1. Pendahuluan
Alat untuk mendeteksi atau untuk mencari ikan dikenal dengan peralatan akustik. Peralatan ini
memanfaatkan prinsip-prinsip perambatan gelombang suara secara vertikal di dalam air. Dengan alat ini
diharapkan nelayan/pengguna dapat dengan mudah dalam proses pencarian ikan, atau juga untuk
mendeteksi kedalam perairan.
Bagi kapal-kapal penangkap ikan ukuran besar, pemakaian PERALATAN AKUSTIK sudah menjadi satu
kewajiban yaitu sebagai alat bantu penangkapan ikan. Tanpa alat ini, kegiatan penangkapan ikan
sangat terhambat karena pencarian ikan (daerah penangkapan ikan) sulit dilakukan sehingga
seringkali usaha penangkapan ikan mengalami kerugian.
Sekarang ini banyak nelayan-nelayan yang mempergunakan kapal-kapal motor dalam operasi
penangkapan ikan, dibandingkan kapal-kapal tanpa motor, nelayan dengan kapal motor dapat
mempergunakan alat tangkap yang berukuran lebih besar juga dapat mencari daerah penangkapan
ikan lebih jauh ke tengah laut. Namun bila kapal –kapal motor ini tidak mempergunakan alat bantu fish
finder mengakibatkan , waktu yang dibutuhkan untuk mencari ikan lebih lama sehingga terjadi
pembekaan pada dana operasional mereka. Sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut fish finder
dirasa meruapakan alat bantu yang wajib dalam penangkapan ikan.

7
Pertimbangan-pertimbangan dalam memutuskan pemakaian peralatan akustik antara lain :
1. Tidak membutuhkan banyak waktu dalam mencari daerah penangkapan ikan,
2. Ikan lebih banyak tertangkap,
3. Kedalaman perairan dapat langsung diketahui,
4. Bahaya-bahaya bawah air dapat segera diketahui,
5. Setting alat tangkap dapat dilakukan dengan baik,
6. Dan derah penangkapan ikan baru mudah ditemukan.
2.6.2 Keunggulan Metode Akustik
a. Berkecepatan tinggi (great speed), sehingga sering disebut “quick Assessment method”.
b. Estimasi stok ikan secara langsung (direct estimation).
c. Memungkinkan memperoleh dan memroses data secara real time.
d. Akurasi dan ketepatan tinggi (accuracy and precision).
e. Tidak berbahaya atau merusak karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan baik si
pemakai, alat maupun target/ obyek survey dan dilakukan dengan jarak jauh (remote sensing).
f. Bisa digunakan jika dengan metode lain tidak bisa/ mungkin dilakukan.
2.63 Ruang Lingkup Metode Akustik
Secara garis besar, penggunaan metode akustik ini adalah sebagai berikut :
o Pada survey sumber daya hayati laut.
o Pada budidaya perairan.
o Studi tingkah laku ikan dan organisme laut lainnya.
o Pada penangkapan ikan

3. PRINSIP INSTRUMEN AKUSTIK

 Komponen Utama Fish finder


1) Transmitter
2) Transducer
3) Receiver
4) Display / Recorder
5) Time Base
Namun dalam penampakan secara fisik hanya terdiri dari dua komponen yaitu transducer dan satu kabinet
yang berisi receiver, transmiter dan display.
Adapun fungsi-fungsi dari setiap komponen adalah sebagai berikut:

1) Time Base
Definisi :
 Komponen yang membangkitkan pulsa listrik untuk men’switch on’ transmitter.

8
 Komponen yang menghasilkan frekuensi (f) & duration () untuk memicu transducer.

Fungsi :
 Untuk menghasilkan ‘clock’ dimana memungkinkan diperoleh akurasi dari pengukuran kedalaman.
 Untuk mengontrol “pulse repetition rate” saat transmisi dibuat.
2) Transmitter
 Transmitter menghasilkan pulsa listrik yang berfrekuensi & berlebar tertentu tergantung dari disain
transducer.
 Pulsa yang dibangkitkan oleh oscilloscop diperkuat dengan ‘power amplifier’ sebelum pulsa tersebut
disalurkan ke transducer.
 Kekuatan pulsa yang dihasilkan oleh transmitter adalah ciri utamanya, berkisar antara beberapa watt –
ribuan watt.
 Kekuatan transmitter bukan ukuran yang sebenarnya dari energi suara yang dipancarkan ke dalam air
karena faktor efisiensi & faktor pola penyebaran suara yang dihasilkan transducer.
 Power amplifier dalam transmitter meningkatkan keluaran power beberapa ratus watt atau sampai
beberapa kilowatt & tingkat power harus konstan.

3) Transducer
Fungsi :
 Mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan.
 Mengubah energi suara menjadi energi listrik ketika echo sinyal diterima.
 Memusatkan energi suara yang dipancarkan sebagai beam.

Dilihat dari fungsinya :


 Projector : sebagai transmisi
 Hydrophone : sebagai receiver

Berdasar bahan pembuatnya :


 Transducer nickel : memakai prinsip magnetostriction
 Transducer keramik : memakai prinsip electrostriction

Catatan :

9
 Jika ada rangsangan oscillasi listrik pada permukaan transducer akan mengakibatkan perubahan dari
dimensinya dimana akan menghasilkan variasi tekanan listrik (gel. suara) pada frekuensi yang sama.
 Efek sebaliknya jika echo diterima dipermukaan transducer, dimensinya akan berubah yang kemudian
menghasilkan voltase melalui terminal rangkaian listrik yang besarnya tergantung kekuatan echo.
 Bentuk umum beam adalah kerucut (conical) yang terdiri dari “main lobe” dan beberapa “side lobe”.
 Near-field : “jarak dari permukaan transducer sampai ke jarak dimana
terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas / tekanan”
 Far-field : “pembentukan beam yang utama (main beam / main lobe) terjadi
setelah daerah near-field”.
 Batas antara near-field disebut ‘fresnel diffraction zone’ dan far-field secara visual memang sulit untuk
diketahui, sehingga untuk praktisnya jarak (r) dapat dihitung dengan rumus :

r = 2 L2 /  …………………………………………………. (1)

dimana ; L = panjang dimensi terpanjang dari transducer


(diameter)
 = panjang gelombang suara
 Intensitas akustik dari transducer terbesar adalah pada sumbu axis dari beam, berkurang menurut
sudut yang semakin besar dari sumbu, sampai dicapai suatu pola respons tertentu (main lobe dan side
lobe).
 Sudut beam () tidak diukur selebar sudut yang membentuk main lobe, tapi diukur terhadap sudut
dimana respons adalah ½ dari sumbu yakni :

10 log ½ = - 3 dB ……………………………………….. (2)

 Sudut beam yang umum disebut ‘half beam angle’ adalah sudut dari sumbu sampai ke titik dimana
respons adalah –3 dB.
 Jika dimensi terbesar dari transducer (L) jauh lebih panjang dari gel. suara (), maka ‘full beam angle’
(2) dapat dihitung dengan pendekatan :

2 = 57.3  / L ………………………………………..….. (3)

 57.3 adalah derajat dalam radian dan juga sama dengan panjang permukaan aktif transducer dimana
menghasilkan pola beam tertentu.

10
 Kualitas transducer dapat dilihat dari kemampuan mengubah energi listrik menjadi energi suara dan
sebaliknya, juga dapat dilihat dari jumlah dan tingkat dari side lobenya.
 Adanya side lobe menunjukkan kehilangan energi yang efektif untuk sounding dan juga akan
menghasilkan echo yang tidak diinginkan yang dapat mengacaukan interpretasi terhadap echo dari
main lobe.
 Makin banyak side lobe dan makin tinggi tingkat intensitas side lobe tersebut, maka kualitas transducer
makin rendah.

4) Receiver
 Sinyal echo (energi listrik) yang lemah yang dihasilkan oleh transducer harus diperkuat beberapa ribu
kali sebelum diteruskan ke recorder.
 Penguatan echo dilakukan oleh receiver amplifier dan besarnya penguatan diatur oleh sensitivitas
control atau pengatur volume.
 Pada saat pulsa ditransmisikan ke dalam air, sensitivitas receiver dikurangi, tapi setelah itu dinaikkan
kembali hingga maksimum.
 Kekuatan echo tergantung dari ‘echo strength’ yang bersangkutan dan tidak bergantung pada jarak
target terhadap transducer.
 Kemampuan mengatur sinyal echo yang disesuaikan dengan kedalaman atau jarak target berarti
memiliki TVG (time varied gain) didalam receivernya dan tergolong echo sounder modern.
Receiver amplifier dan TVG controller berfungsi untuk menguatkan echo sinyal.
 Semua amplifier menghasilkan noise; 1noise yang dihasilkan oleh receiver sendiri (self noise) karena
rangkaian listrik didalamnya, 2noise yang berasal dari transducer (ambient noise).
 Pada prinsipnya, noise listrik harus lebih rendah dari tingkat acoustic noise.
 Receiver amplifier modern, umumnya mempunyai sensitivitas input sama atau lebih kecil dari 1 v =
-120 dB / volt.
 Kedalaman max dimana untuk target dengan ukuran tertentu dapat dideteksi adalah suatu titik dimana
dapat dibedakan diatas tingkat noise.
5) Display / Recorder
 Untuk tujuan display, hanya pulsa dengan frekuensi tertentu yang kemudian dikuatkan oleh amplified
lalu didemodulasi (detected atau rectified).
 Proses ini mengubah semua tampilan (fraces) dari frekuensi echo sounder dan mengubah menjadi
bagian yang positif saja dari semua bagian pulsa negatif.

11
 Hasilnya adalah arah positif (uni directional) dari bentuk gelombang arus DC yang dapat digunakan
untuk menandai kertas pencatat (recording echo sounder), atau ‘deflect’ beam dari CRT (cathode-ray-
tube) atau direkam pada data recorder.
 Echo sounder yang umum digunakan adalah recording echo sounder yang dilengkapi dengan kertas
pencatat.
 Kertas pencatat yang digunakan : 1kertas basah (roet / moist paper), 2kertas kering (dry paper).
 Recorder juga melakukan fungsi koordinasi dengan komponan time base.
 Recorder memberikan sinyal pada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat bersamaan juga
mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan sensitivitasnya.
 Recorder mengukur selang waktu antara transmisi pulsa dan penerimaan echo.
 Display yang baik menggunakan monitor berwarna yang umum disebut colour echo sounder.
 Prinsip kerja colour echo sounder adalah intensitas echo diekspresikan dengan perbedaan warna
(karena intensitas echo setara dengan electric signal level).

Contoh : - intensitas echo yang kuat dari dasar perairan akan


berwarna red- brown.
- gerombolan ikan besar berwarna orange.
- gerombolan ikan kecil berwarna hijau.
- ikan tunggal berwarna biru.

Gambar 1. Bagan Sistim akustik dan Echogram hasil pendeteksian

12
 Seperti halnya recording echo sounder, colour echo sounder ini juga tidak dapat memberikan data
kuantitatif dari ukuran ikan, stok (jumlah ikan dan biomass) dan memberikan informasi kuantitatif
lainnya.
 Untuk keperluan tersebut harus dilakukan pemrosesan echo dengan ‘echo signal processor’ yang
kemudian dengan echo integrator diperoleh stok ikan yang bersangkutan atau dengan in-situ target
strength (TS) analyzer dapat diketahui ukuran ikan yang bersangkutan.

4. MACAM-MACAM SISTEM AKUSTIK

Suatu sistem akustik adalah satu proses yang tidak bisa dipisah-pisahkan, bekerjanya suatu
komponen sistem akustik tergantung dari bekerjanya komponen lain. Saat time base memicu transmitter
untuk memancarkan sinyal listrik ke transducer, maka segeralah transmitter bekerja. Kemudian transducer
mengubah sunyal listrik menjadi gelombang suara dan dipancarkan ke dalam air. Echo dari target segera
diterima bagian receiver transducer dan diubah kembali menjadi sinyal listrik. Kekuatan echo dari target ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk echogram untuk dianalisa lebih lanjut. Satu siklus tadi sudah
merupakan satu sistem akustik.
Jenis dari sistem akustik dibedakan berdasarkan perbedan dari beam yang dipancarkan
transducer. Sistem akustik tersebut diantaranya adalah sistem single beam, dual beam, split beam dan
quasi ideal beam.

Perbedaan Single beam, Dual Beam dan split beam akustik:


Single beam (beam tunggal) merupakan alat akustik yang sangat sederhana, dimana alat ini belum
dilengkapi program pengolahan data dan umumnya hanya digunakan sebagai fish finder karena belum
bersifat kuantitatif (belum dapat untuk mendapatkan informasi mengenai stok ikan disuatu daerah). Target
yang terdeteksi dengan alat ini juga belum dapat diketahui letak\posisinya.
Dual beam system (Beam ganda): Alat beam ganda merupakan modifikasi alta akustik single beam. Alat
ini memiliki dua beam yaitu beam sempit dan beam lembar. Dengan adanya dua beam ini maka alat ini
mampu mengeliminir beam pattern sehingga alat ini dapat digunakan untuk menghitung kelimpahan ikan di
suatu areal perairan tertentu. Alat ini juga sudah dilengkapi dengan program pengolahan data namun
masih sangat sederhana.
Split beam system : alat ini merupakan alat akustik yang lebih canggih, selain dapat menghitung stok ikan
alat ini sudah dapat mengetahui posisi ikan di bawah beam. Hal ini dapat dilakukan karena alat ini memiliki
beam yang terbagi menjadi empat kuadran.

Lebih jauh mengenai masing-masing system dapat dijelaskan sebagai berikut: :

13
4.1 Single Beam (Bim Tunggal)
Prinsip sistem :
- Terdiri dari hanya satu beam
- Mempunyai satu axis
- Pemancaran sinyal dan penerimaan echo dilakukan oleh satu beam tersebut
- Bim pattern b (,) < 1
Fungsi :
Banyak digunakan untuk tujuan kualitatif :
- Direct measurement dan real time
- Perhitungan TS secara in situ
- Fish finder
- Deteksi kedalaman
Sifat data :
- Unrecording
- Recording
- Colour display
Contoh Instrumen:
- Furuno FE4300
- Royal Fish Finder Colour Display
- Biosonic DT 4000 (Scientific Digital Transducer)
4.2 Sistem Dual Beam (Bim Ganda)
Penemu : Dr. Ehrenberg (1974)
Prisip Sistem :
- Terdiri dari dua beam yaitu wide beam/bim lebar (Wb) dan narrow beam/bim sempit (nb)
- Mempunyai 2 axis yang coaxial (berimpit)
- Pemancaran sinyal dilakukan oleh narrow beam dan penerimaan echo dilakukan oleh narrow
beam dan wide beam
- Bim pattern b (,) dari kedua beam menjadi satu (menyatu) pada puncak kedua beam dan
nilainya mendekati 1
- Frekuensi narrow beam (fn) = frekuensi wide beam (fb)
Fungsi :
- Direct measurement dan real time
- Perhitungan TS secara in situ

14
- Secara kuantitatif dengan memakai metoda akustik ini untuk menghitung biomass/densitas
ikan
Sifat data :
- Recording
Kekurangan :
- Masih rentan terhadap noise
- Echo hanya dikompensasi oleh dua beam
Contoh instrumen:
- Biosonic DT 5000
4.3 Split Beam (Bim Terbagi)
Prinsip sistem :
- Transducer terdiri dari 4 kuadran
- Frekuensi keempat beam sama
- Terdiri dari 4 axis secara terpisah (split)
- Transmitting menggunakan full beam
- Receiving dilakukan oleh masing-masing beam
- Tidak ada persyaratan b (,) = 1
Fungsi :
- Direct measurement dan real time
- Perhitungan TS secara in situ
- Pendugaan biomass/densitas ikan secara langsung
Sifat data :
- Recording
Contoh instrumen:
- Biosonic DT 6000 (digital split beam/portable)
- Simrad EK 500
- Simrad EY 500
Kelemahan split beam :
- Memerlukan hardware dan software yang lebih rumit dibanding dengan dual beam method
- Ukuran transducer besar sehingga sulit untuk dioperasikan secara portable, melainkan harus
Hull-mounted system
Kelebihan split beam :
- Tahan terhadap noise (echo dikompensasi oleh 4 beam)
Kelebihan Simrad Scientific Echo Sounder EK 500 :
- Mampu mendeteksi posisi sudut target di dalam beam
- Mampu mengukur kecepatan renang target relatif terhadap dasar

15
- Secara simultan dapat dimultiplexing (dioperasikan dengan multi frekuensi sekaligus)
- Self noise sangat rendah
- Dinamic range sangat besar (160 dB)
- Resolusi echogram yang tinggi (12 warna)
- Fish bihaviour window on line (dari transducer ke komputer)

5. Pendugaan Densitas Ikan Dengan Split Beam Echosounder


Perhitungan densitas ikan dilakukan dengan mengintegrasikan echo yang berasal dari kelompok-kelompok
ikan yang terdeteksi. Kelompok ikan tersebut dianggap membentuk suatu lapisan perairan dengan
tebal perairan sesuai dengan ketebalan kelompok ikan. Lapisan perairan ini merupakan bidang-bidang
datar dan integrasi echo dilakukan untuk bidang datar berlapis–lapis dan berturut-turut hingga seluruh
volume perairan yang dibentuk kelompok ikan terintegrasi secara keseluruhan. Volume backscattering
strength yang berasal dari lapisan perairan dapat dihitung dengan :
Sv = ( ( / V) / 4ro2) = (Pr322 / Pt Go2ro22c) r2 102r...................................................................(1)
Namun secara umum, echo dari target lebih sering dinyatakan sebagai backscattering strength
menurut persamaan :
Sp = ( / 4ro2) = (Pr 16) / (Pt G2ro22) r4 102r............................................................................................................................................... (2)
Dengan  menunjukkan echo dari target atau acoustic backscattering cross section dengan persamaan
:
 = (Pr 64 3) / (Pt G22) r4 102r......................................................................................................................................................... (3)
Pr adalah daya dari gema yang diterima pada terminal transducer, dengan persamaan
Pr = Pt G (10-r /4r2)  (10-r /4r2) (2 / 4 ) G....................................................................................(4)

Dimana :
Pt = power yang dipancarkan ke dalam perairan, diukur pada terminal transducer ;
Pr = power dari echo yang diterima pada terminal transducer ;
G = gain terhadap target ;
r = jarak antara transducer dengan target ;
ro = backscattering strength 1 m dari target ;
 = konstanta atenuasi air ;
Go = peak gain ;
c = kecepatan suara di air laut ;
 = transmit pulse duration ;
 = solid beam angle dua arah
Split beam echo sounder menerima Sp dan Sv dalam bentuk logaritma, yaitu :
10Log Sp = 10Log Pr + 10Log (r4102r) – 10Log (Pt G2ro22 / 162)......................................................(5)
Sisi kanan dari persamaan ini merupakan nilai target strength. Nilai target strength ini diperoleh
dengan menggunakan fungsi TVG 40 Log R dan penerimaan kekuatan sinyal yang tetap.
10LogSv = 10Log Pr + 10Log (r2102r) – 10Log (Pt Go2ro22 c/ 322)..............................................(6)
Volume backscattering strength ini diperoleh dengan menggunakan fungsi TVG 20 Log R dan penerimaan
kekuatan sinyal yang tetap.
Metode integrasi echo merupakan teknik yang efisien dan dapat dipercaya untuk pendugaan stok ikan.
Integrator pada split beam echo sounder SIMRAD EY-500 melakukan integrasi dengan arah vertikal dalam
lapisan-lapisan perairan dan merata-ratakan secara horizontal sepanjang alur pelayaran. Proses
integrasi adalah berdasarkan nilai 10 Log Sv dan dijelaskan dengan persamaan-persamaan di bawah
ini :

16
  V = 4 ro2 Sv.................................................................................................................................(7)
  A =   V . dr...........................................................................................................................(8)
A = rata-rata (  A)..................................................................................................................(9)
Persamaan (7) mengubah nilai volume backscattering strength menjadi nilai backscattering area per unit
volume. Nilai backscattering area per unit area horizontal diperoleh dengan pengintegrasian lapisan
perairan secara vertikal, misalnya dari r1 ke r2. Data keluaran integrator merupakan rata-rata interval A
menyatakan nilai rata-rata backscattering area per unit area masing-masing nilai A dalam suatu
interval. Hubungan antara SA (m2/nm2) dengan A (m2/m2) dinyatakan sebagai :
SA = (1852 m/nm)2 A............................................................................................................................(10)
Nilai SA yang diimplementasikan scientific echo sounder diperoleh dengan mengkombinasikan persamaan
(7) sampai persamaan (10), menjadi :
r2
SA = 4  ro2 . (  Sv dr ) . (1852m/nm)2...................................................................................................(11)
r
1

Sedangkan untuk memperoleh volume backscattering cross section (Sv) dari area backscattering cross
section (SA) seperti pada persamaan (34) secara matematis dapat diubah menjadi :
Sv = SA / ((4  ro2 (1852 m/nm)2 (r2-r1))…………………………….. (12)
6. Target Strength

Target strength (TS) adalah suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu target untuk
memantulkan gelombang suara yang datang membentur. Kekuatan pantulan gema (echo) dari ikan
atau target lainnya umumnya disebut target strength (Ehrenberg,1984). Nilai target strength
didefinisikan sebagai 10 kali nilai logaritma intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1
m dari ikan dibagi dengan intensitas suara yang mengenai ikan. (Johannesson and Mitson, 1983).
Nilai target strength individu ikan bergantung pada ukuran dan bentuk ikan, sudut datang pulsa,
orientasi ikan terhadap transducer, keberadaan gelembung renang acoustic impedance dan elemen
ikan (daging, tulang, kekenyalan kulit dan distribusi sirip ekor) walaupun pengaruh elemen terakhir ini
kecil karena nilai kerapatannya tidak berbeda jauh dari air sebagai medium hidup.
Target strength dapat didefinisikan dalam rumusan intensity target strength atau energi target
strength. Formulasi intensity target strength adalah sebagai berikut :
Tsi = 10 log (Ir/Ii) …………………………………………...… (13)
Keterangan :
Tsi = Intensity Target strength
Ir = Intensitas suara pantulan pada satu meter dari target
Ii = Intensitas suara yang mengenai target
Menurut Maclennan dan Simmonds (1992) target strength merupakan back scattering cross section ( 
) dari sinyal target yang kembali, dinyatakan dalam bentuk :
TS = 10 log (  / 4  ) = 10 log bs ……………………….(14)
Dimana : bs adalah target back scattering cross section
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai target strength adalah ukuran ikan.
Untuk spesies yang sama, pada umumnya makin besar ukuran ikan, makin besar nilai target strength-
nya. Hal ini terutama berlaku untuk geometric region dari grafik hubungan antara ukuran target dan
target strength (Untuk region yang lain yakni rayleigh region, resonance region kecenderungan
hubungan linear tidak berlaku).
Secara akustik, ukuran panjang ikan (L) berhubungan dengan scattering crossection (bs) menurut
persamaan bs = a L 2 yang dengan demikian hubungan antara target strength (TS) dan L menjadi
sebagai berikut
TS = 20 log L + A …………………………….. (15)

17
Dimana A adalah nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan ( normalized target strength) dimana
tergantung dari spesies ikan. Khusus untuk ikan-ikan yang mempunyai gelembung renang ( bladder
fish), hubungan linear tersebut sudah banyak diteliti dan diuji kebenarannya (Foote dalam Arnaya
1991), akan tetapi untuk ikan-ikan yang tidak mempunyai gelembung renang (bladderless fish) masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.
Dalam kenyataannya nilai 20 log L dalam persamaan (15) di atas juga bervariasi karena sangat
tergantung dari spesies ikan dan faktor-faktor instrumen yang digunakan. Untuk bladder fish physoclist
(ikan dengan gelembung renang tertutup) nilai A adalah –67.5 dB dan untuk bladder fish physostomes
(ikan dengan gelembung renang terbuka) nilai A adalah –71.9 dB. Sedangkan untuk bladderless fish,
nilai A adalah –80 dB (Foote dalam Arnaya, 1991).

5. APLIKASI SISTEM AKUSTIK DALAM DUNIA PERIKANAN DAN KELAUTAN

System akustik pertama kali berkembang di Negara Amerika Serikat untuk keperluan angkatan
bersenjata. Setelah tahun tahun 1935, alat akustik sudah mulai digunakan untuk penelitian perikanan yang
dimulai di negara Norwegia

Gambar 2. Proses Akuisisi data akustik Perikanan/Kelautan di Perairan.


Eksplorasi di bidang perikanan sebelumnya masih banyak menggunakan metode tagging, marking, larva
and egg, CPUE ataupun metode lainnya. Metode ini umumnya memerlukan dana yang besar waktu yang
panjang namun hasil kurang memuaskan. Metode-metode ini sekarang sudah banyak digunakan dan
digantikan dengan metode akustik yang banyak memberikan keuntungan. Beberapa aplikasi peralatan
akustik di dunia perikanan maupun kelautan antara lain :

18
Penggunaan alat akustik di bidang perikanan:
 Untuk eksplorasi densitas ikan di suatu perairan tertentu

Gambar 3. Sebaran Distribusi ikan a (siang hari) dan b (malam hari)

 Untuk mendeteksi ikan tunggal di suatu perairan tertentu


 Untuk mendeteksi ruaya ikan (contoh ikan salmon dari muara ke hulu)
Contoh paper yang membahas tentang ruaya ikan antara lain :
1. Enumeration of migration salmon populations using fixed location sonar counter
2. The application of dual beam target tracking and doppler shifted echo processing to assess
upstream salmoid migration in the Klamath river, California
3. Development of techniques for the apllication of hydroacoustics to counting migration fish in
large rivers.
 Untuk mengetahui ruaya ikan secara herisontal maupun vertikal stock ikan di suatu perairan
 Mengetahui kecepatan renang dan posisi ikan di bawah transducer.
 Untuk mengetahui densitas ikan di suatu wadah\ pen fish
Dalam bidang penangkapan alat akustik sudah mulai banyak digunakan dari alat akustik sederhana yang
biasa disebut fish finder, sudah banyak digunakan oleh kapal-kapal purse seine maupun kapal-kapal
penangkapan lainnya .
Penggunaannya dalam penangkapan :
 Untuk mengetahui bukaan mulut jaring pada trawl
 Untuk melihat reaksi menghindar ikan pada mulut jaring trawl
Contoh Paper : Fish reaction to trawling noise : the significance for trawl sampling.

19
 Untuk mengetahui keberadaan ikan saat mencari daerah penangkapan
 Untuk mengetahui keberadaan ikan di dalam jaring pukat cincin
Contoh paper: Sonar observations of schooling herring : school dimension, swimming behaviour,
and avoidance of vessel and purse seine.
 Untuk mengetahui keberadaan ikan hasil tangkapan pada alat tangkap long line.
5.1. Penggunaan dalam bidang Survei Dasar Perairan
Penggunaan alat akustik dalam bidang geologi sekarang ini juga sudah banyak dilakukan. Satu
contoh Pusat Penelitian Geologi Laut – Bandung telah melakukan berbagai survei geologi dengan
menggunakan alat akustik scan sonar untuk mengetahui tipe substrat dasar perairan. Data yang diperoleh
memberikan informasi tipe-tipe substrat seperti Lumpur, Lumpur-pasir, pasir, kerikil, atau jenis lainnya.
Alat akustik yang sederhanapun dapat digunakan untuk mendeteksi dasar perairan yang
digunakan dalam pelayaran, baik pelayaran niaga maupun pelayaran komersial. Hasil dari deteksi dasar
perairan nantinya dapat dipetakan untuk mendapatkan peta bathimetri, seperti yang kita kenal pada peta-
peta laut.
Selain itu dengan peralatan akustik frekuensi rendah kita dapat mengetahui lapisan-lapisan di
bawah dasar perairan (Gambar 2). Data-data dengan alat seismic ini akan dapat memberikan informasi
hingga lapisan bawah hingga lebih dari 100 meter. Apakah lapisan bawah terdiri dari pasir, lempung, pasir-
kerikil maupun batu-batuan.
Dalam Dunia Pertambangan, alat akustik sudah banyak digunakan untuk eksplorasi minyak dan
gas bumi. Pertamina dan instansi PPGL sudah banyak menggunakan alat akutik untuk mencari minyak
ataupun mendeteksi kebocoran minyak di perairan. Alat-alat ini biasanya berfrekuensi rendah hanya
beberapa Herz saja.

Pasir Lumpur
Batu
Gambar 4. Echogram Seismic

20
5.2 Sonar

Setelah nelayan diperkenalkan dengan jenis fish finder vertikal, maka merekapun sangat
berkeinginan untuk tidak saja mampu mendeteksi dan “melihat” keberadaan ikan arah kedalam laut
(vertikal), akan tetapi juga mendeteksinya dalam arah horizontal. Mereka sangat berkeinginan untuk
mampu mengetahui keberadaan ikan yang ada disekitar kapal, utamanya yang berada di sebelah
depan kapal. Keinginan demikian mereka tempuh dengan merebahkan tranduser 90o, yang berarti
mengarahkan soundbeam arah mendatar, yang merupakan prinsip kerja sonar.
Bila dibandingkan dengan fish finder yang mendeteksi arah vertikal, maka sonar dapat dikatakan
lebih banyak mengandung permasalahan menyangkut masalah teknisnya. Laut beserta kondisi
oseanografinya sendiri memegang peranan penting sehubungan dengan berkas bunyi (soundbeam)
sonar tersebut. Baik faktor suhu serta berbagai kondisi oseanografi lainnya akan berpengaruh pada
gema yang dipantulkan.
Dewasa ini, sonar nampaknya lebih banyak dimanfaatkan, baik pada saat pendeteksian ikan
maupun saat dilakukan operasi penangkapan. Hal ini disebabkan karena sonar dapat dialihkan dari
satu sisi ke sisi lain atau mungkin kearah haluan kapal sekalipun dalam rangka mencari serta
menentukan kelompok ikan. Sesuai dengan kenyataan, bahwa soundbeam membentuk sudut tertentu
baik dekat maupun jauh suara yang dipantulkan akan menyentuh dasar perairan, walau sedikit banyak
bergantung juga pada kedalaman laut. Gema yang dipantulkan oleh dasar perairan tadi akan
bercampur baur dengan kelompok-kelompok ikan yang juga ikut tergambar pada layar penerima
pantulan tersebut. Oleh karena itu pula penggunan sonar akan jauh lebih menguntungkan bila
digunakan pada jenis alat tangkap purse seine maupun trawl lapisan air tengah bila dibandingkan
dengan berbagai jenis alat tangkap lain yang biasa dioperasikan di dekatm atau pada lapisan dasar
perairan. Disamping itu dalam mengoperasikan alat ini diperlukan keahlian yang tinggi sehubungna
dengan pengoperasian atau kondisi operasi penangkapan.
Sudah umum kiranya bahwa pada perikanan purse seine, selama proses pencarian kelompok ikan
digunakan suond beam yang diprogram secara otomatis, mencakup long vulse atau suara panjang
teratur, long range atau kisaran yang panjang, tingkat sensitifitas tinggi ( high sensitivity), maupun
tingkat sound beam yang dekat saja ( Harden Jones, 1969; Nomura dan Yamazaki, 1996 ). Hal ini
dikarenakan bahwa pada waktu proses pencarian, umumnya kita menginginkan melakukan
pendeteksian sebanyak mungkin yang berhubungan dengan apa-apa yang ada di dalam laut di
sekitarnya. Hal ini ditempuh dengan harapan bahwa pada waktu proses penangkapan kita akan tahu
dimana kelompok ikan berada. Jalan terbaik sehubungan dengan keinginan demikian, adalah dengan
jalan sebanyak mungkin melakukan latihan penggunaan transduser ini untuk hal-hal seperti
penggunaan pulse pendek yang akan baik, karena dengan demikian kita akan mampu untuk melihat
adanya berbagai perbedaan. Selanjutnya penggunaan kisaran pendek dengan semua rinci
informasinya, atau mungkin penggunaan beam yang luas, bergantung dari kedalaman letak dari
kelompok ikan.
Sehubungan dengan bottom trawl, bagi kelancaran dan operasinya, diperlukan keadaan dasar
perairan yang lembut serta ikan-ikan yang dapat dikonsentrasikan pada daerah yang dicakup oleh alat
tangkap pada jarak tertentu dari dasar perairan. Hasil yang baik, umumya diperoleh dari laut dengan
kedalaman lebih dari 100 m berkenaan dengan hal ini, maka suatu transduser dengan beam setajam
ujung pensil akan memberikan resolusi dan deskriminasi yang baik untuk dapat membedakan antara
sinyal ikan dengan dasar. Mau tidak mau hal ini berarti bahwa diperlukan jenis transduser yang relatif
besar dan mahal harganya. Selain itu goyangan dan anggukan kapal juga merupakan problema karena
hal demikian dapat mengganggun gambaran yang terjadi.
Sonar pada jenis trawl lapisan air tengah umumnya dipasang pada bagian haluan kapal, guna
dapat menentukan lokasi kelompok ikan. Selanjutnya, manakala pengkonsentrasian ikan ternyata

21
berada pada bagian bawah kapal dan tergambar pada bagian fish finder, maka letak kedalaman atau
ketinggian jaring akan diatur sesuai dengan kedalaman yang dijelaskan dalam fish finder. Namun
demikian dalam prakteknya, hal demikian sulit untuk dilaksanakan. Hal ini erat kaitannya dengan
adanya keterbatasan dalam penggunaannya, yang harus menyudut sekitar 50o pada masing-masing
sisi haluan, besar sudut di laut akan menyebabkan sukarnya pembelokan trawl ke posisi penangkapan
yang seharusnya. Hal ini dikarenakan diperlukan waktu yang relatif lama dalam usaha merubah arah
sebagaimana yang dikehendaki ( Kiselev,1971; Nomura dan Yamazaki, 1996; He, 1993 ).

6 Terminologi Penting Dalam Ilmu Akustik


A
 Absorption coefficient : koefisien yang menyebabkan hilangnya tenaga/ energi (power loss) yang
disebabkan oleh proses absorpsi.
 Absorption loss : kehilangan tenaga/ power pada gelombang suara yang diakibatkan
oleh suhu dan salinitas; berhubungan linear dengan jaraknya.
 Acoustic axis : daerah yang mempunyai respon maximum terhadap pancaran
gelombang suara dari tranduser.
 Acoustic : teori tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu
medium.
 Acoustic calibration : ukuran penampilan dari sistem akustik untuk menetapkan nilai
standart (satuan dB).
 Acoustic intensity : jumlah energi perdetik (acoustic power) yang lewat melalui satuan
luas tertentu dan tegak lurus terhadap arah pancaran/ perambatan gelombangnya. Patokannya adalah
intensitas gelombang datar yang mempunyai tekanan 1 mikro pascal.
 Acoustic Power : jumlah energi per satuan waktu.
 Acoustic speed : kecepatan perjalanan dari gelombang suara (C).
 Amplifier : peralatan yang meningkatkan ukuran sinyal.
 Amplitude : ukuran sinyal (volt)
 Attenuation : hilangnya acoustic power akibat penyebaran (shreading) dan absorbsi
gelombang suara.
B
 Back scattering : jumlah acoustic power yang dipantulkan scattered oleh target selama
transmisi suara oleh tranduser.
 Band width : jumlah frekuensi yang diberikan pada sisi lain dari frekuensi nominal
suara.
 Beam angle : besar seluruh sudut yang dibentuk oleh titik-titik yang menghasilkan
respon setengah dari sumbu utamanya atau dengan kata lain sudut yang dibentuk antara titik-titik
dimana responnya -3 dB.
 Beam narrow : Beam sempit.
 Beam pattern : bentuk dua dimensi yang menunjukkan respon relatif dari beam.
 Beam wide : beam lebar.
 Bottom noise : noise yang dihasilkan oleh arus dasar/ tidal flow.
 Bottom pulse : pulsa listrik yang dihasilkan oleh echo dasar.
C
 Calibration : pengukuran atau penyesuaian bentuk dari sitem untuk mendapatkan
penetapan ukuran standart.
D
 Dead zone : volume dari beam tranduser, biasanya dekat dasar, dimana target
tidak dapat terdeteksi.

22
 Decibel : rasio logaritma yang digunakan untuk menyatakan hubungan relatif
dari sinyal suara/ akustik atau sinyal listrik.
 Depth interval : pemilihan selang antara dua kedalaman (satuan meter)
 Depth range : kedalaman total yang dinyatakan dalam display (m)
 Directivity pattern : diagram dari pengkonsentrasian tenaga power dari tranduser dalam
bagian beam angle dan amplitudo relatif dari lobe.
 Dual beam : multi element tranduser dari dual beam yang konsentris dan memiliki
frekuensi yang sama, tetapi memiliki beam width yang berbeda.
E
 Echo : gelombang suara/ akustik yang dipantulkan oleh target
 Echo level/ EL : intensitas pada tranduser penerima (dB)
 Echogram : rekaman dari rangkaian echo
 Echo integrator : satuan untuk memproses dan menghitung intensitas suara dari
selang kedalaman yang dipilih.
 Echosounder : sistem akustik yang terdiri dari transmiter, receiver dan display.
 Echo sounding : perolehan kedalaman target dengan pengukuran waktu dari transmisi
echo.
 Echo trace : tanda/ goresan pada rekaman (echogram) yang dihasilkan oleh echo.
F
 Far field : akhir jarak dimana terjadi fluktuasi intensitas suara ketika ditransmisi
oleh tranduser.
 Fish abundance : jumlah ikan dalam suatu polpulasi
 Fish detection : letak dari ikan yang ditentukan oleh gelombang suara.
 Fish target strength : rasio dari intensitas yang dipantulkan kembali oleh ikan (Ir) diukur pada jarak 1
meter dengan intensitas yang mengenai tubuh ikan tersebut (Ii).
 Frequency : jumlah putaran dari gelombang lisrik atau gelombang suara yang
melewati suatu titik dalam satu detik.

G
 Gain : penjumlahan amplitudo akibat meningkatnya sinyal,dB
 Geometrical loss : penyebaran energi gelombang suara/ akustik akibat efek
penghamburan (sphreading effect) dalam wilayah beam.
 Ghost echo : Echo yang hilang yang berhubungan dengan skala kedalaman.
H
 Hidrophone : peralatan untuk menerima gelombang suara atau akustik dan mengubahnya
menjadi sinyal listrik.

7. Cara/taktik mengumpulkan ikan

Tidak jarang terjadi bahwa walau kita sudah mengetahui adanya ikan-ikan pada suatu daerah atau
daerah tertentu, kita masih saja menghadapi berbagai kesulitan yang harus kita tanggulangi. Adapun
kesulitan yang kita hadapi tersebut, utamanya menyangkut faktor maupun masalah lingkungan maupun
situasi yang mau tidak mau sangan berpengaruh terhadap proses penangkapan. Kondisi atau situasi
tersebut antara lain:
1. keadaan daerah penangkapan yang mungkin terlalu kasar, berkarang atau mungkin bahkan
berbeting yang mungkin sangat membahayakan bagi pengoperasian jaring. Seringkali dalam
menghadapi kondisi demikian, pikatan yang berupa penaburan umpan akan banyak membantu
dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

23
2. keadaan ikan yang terlalu menyebar. Seringkali pikatan berupa cahaya maupun umpan banyak
dilakukan orang.
3. kelompok ikan berada pada area yang relatif lebih dalam bila dibandingkan dengan area cakup
jaring. Pemecahan masalah berkaitan dengan kondisi seperti ini, umumnya penggunaan pikatan
berupa cahaya akan banyak membantu.
4. kecepatan renang ikan terlalu tinggi, sukar untuk dihalangi maupun dihentikan. Kondisi seperti ini
hanya mungkin dipecahkan dengan mengoperasikan jenis alat penangkap yang memanfaatkan
penaburan umpan hidup untuk dapat menangkap ikan jenis demikian.
5. ikan-ikan ternyata tidak mengikuti arah yang diharapkan untuk menuju jenis alat penangkap yang
telah disediakan, seperti misalnya jenis-jenis alat penangkap yang berbentuk perangkap. Cara
yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal yang demikian, antara lain dengan memanfaatkan
pikatan cahaya. Pikatan cahaya ini bisa berupa pikatan rangkaian cahaya yang membimbing ikan
agar memasuki alat tangkap yang terpasang tersebut, jadi berupa “guiding light”.
Ada kalanya, walau mungkin telah dipilih musim penangkapan, daerah penangkapan
ataupun hasil pencarian kelompok ikan yang paling baik, ternyata ikan-ikannya sendiri berada
pada keadaan tidak siap untuk ditangkap. Ransangan maupun usaha agar ikan-ikan tadi berada
pada keadaan siap ditangkap haruslah diusahakan. Cara yang dapat ditempuh untuk tujuan
tersebut, umumnya cara yang mengurangi atau membatasi bidang aktifitas maupun keleluasaan
bergerak ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan tersebut. Cara-cara utama yang berkaitan
dengan tujuan menghambat tersebut dapat digolongkan menjadi dua kategori sebagai berikut:
 metode pikatan secara induktif
 metode mengumpulkan ikan bersifat paksaan

(1) Metode pikatan secara induktif

Metode mengumpulkan ikan ini ditempuh dengan jalan memikat ikan secara insting atau naluriah,
spontan serta selektif, sehingga memungkinkan bagi dilangsungkannya operasi penangkapan. Walau
cara ini dapat dikatakan pasif sifatnya, akan tetapi bila dilakukan dengan seksama dapat memberikan
efek yang besar bagi penangkapan dan mampu untuk menghasilkan hasil tangkapan yang besar pula.
Selanjutnya, bila cara ini dilakukan secara terus-menerus pada suatu area penagkapan yang sama,
ada kemungkinan tingkat efektifitasnya akan menurun, yang berarti tidak dapat menjamin untuk
kelangsungan produksi yang tinggi secara terus-menerus.
Bila kita tinjau lebih dalam, ,metode ini sebenarnya masih dapat kita bedakan lagi jadi kelompok-
kelompok yang lebih kecil lagi sifatnya seperti berikut ini.
(a) Metode pikatan dengan bantuan umpan
Jenis pikatan dengan menggunakan umpan ini dapat dikatakan metode yang paling umum,
utamanya pada jenis-jenis alat tangkap yang tergolong pada perikanan pancing seperti pada perikanan
rawai atau long line, huhate atau pole and line, tonda atau troll line serta jenis-jenis pancing yang
dioperasikan dengan tangan seperti halnya pancing ulur.
(b) metode pikatan dengan bantuan cahaya atau obor
Adapun metode piakatan yang menggunakan cahaya ini telah lama dikenal dan dewasa ini
semakin dikembangkan. Seperti diketahui, tujuan dari penggunaan jenis pikatan ini adalah untuk
mengumpulkan ikan-ikan agar berada dekat sumber cahaya, sehingga memungkinkan untuk dilakukan
penangkapan. Tertariknya ikan untuk berkumpul disekitar sumber cahaya ini dapat dikarenakan sifat
tertarik ikan akan cahaya (fototaksis positif) maupun sebagai indikasi bagi ikan-ikan akan adanya
makanan bagi mereka. Jenis-jenis ikan yang umumnya tertangkap dengan menggunakan jenis pikatan
seperti ini antara lain ikan saury, jenis makerel seperti misalnya ikan kembung, dan tenggiri papan,
jenis sardin seperti ikan lemuru, cumi-cumi dan lain sebagainya (Sidel’nikov aand Izmest’ev, 1971; Zei,
1996;Tyler, 1969; Strom, 1969; Nikonorov, 1969).

(2) Metode mengumpulkan secara kompulsif

24
Metode mengumpulkan ikan secar kompulsif atau paksaan ini di maksudkan untik
mengumpulkan ikan sedemikian rupa sehingga mereka dapat tertangkap. Cara yang ditempuh dapat
dengan jalan memukul-mukul air, teriakan-teriakan ataupun dengan bantuan alat-alat tertentu dengan
maksud mengejuti ikan agar memasuki cakup jaring ataupun menghindarkan ikan agar tidak sempat
menyelamatakan diri dari cakupan alat penangkap. Cara ini memerlukan perlakuan yang tepat, cepat
dan sponyan. Perlakuan yang sama dapat dipergunakan berulang kali pada tempat atau ikan yang
sama, karena faktor “condition reflex” akan menyebabkan ikan menjadi waspada serta siaga, sehingga
ikan mampu untuk menyelamatkan diri dan menghilang, tidak seperti apa yang diharapkan.
Adapun metode ikan ini secara umum dapat dibedakan sebagai berikut :
(a) Mengejuti ikan dengan bantuan berupa bentuk ataupun warna tertentu. Bentuk, warna
alat tertentu yang digerakkan mampu mengejuti dan menggiring ikan-ikan kearah yang
menguntungkan bagi penangkapan.
(b) Mengejuti ikan dengan suara –suara atau bunyi tertentu, seperti suara keributan atau
kegaduhan yang ditimbulkan oleh teriakan-teriakan, pukulan-pukulan baik pada dinding kapal
maupun ke air, ataupun bunyi gemerincingnya gelang-gelang besi yang ada pada alat giring-giring
yang biasa digunakan pada perikanan muro ami serta lain sebagainya. Cara mengejuti seperti ini
akan menyebabkan ikan-ikan menjadi panik dan bingung. Usaha mereka untuk melarikan diri
justru malah memungkinkan mereka tertangkap, terjerat pada gill net yang sudah direntang
ataupun mereka justru memasuki alat penangkap untuk itu seperti halnya mereka memasuki
jaring muro ami yang terpasang.
(c) Kombinasi dari (a) dan (b)

Selain dari apa yang telah diketengahkan tersebut, sebenarnya masih terdapat sekian banyak
cara mengejuti ikan agar lari ke arah alat penangkap yang terpasang atau kearah terdapatnya alat
penangkap seperti teriakan-teriakan agar ikan lari kearah terpasangnya jenis perangkap terapung “mat”
yang banyak dilakukan di laut Kaspia, penggunaan lampu yang berkerlap-kerlip pada perikanan purse
seine serta lainnya.
Metode atau taktik mengejuti ikan ini secara lebih lengkap tersaji pada tulisan Gunarso (1985,1991)
yang mengetengahkan cara ini menjadi beberapa golongan seperti :
1. Mengejuti berdasarkan pendengaran
2. Mengejuti berdasarkan penglihatan
3. Mengejuti dengan menggunakan arus listrik
4. Mengejuti dengan bahan kimiawi
Tentu saja bukan mustahil terdapat sekian banyak cara, metode maupun taktik yang bertujuan untuk
mengumpulkan ikan maupun menggiring ikan ke arah alat penangkap, selain apa-apa yang
diungkapkan secara sekilas diatas dan dalam tulisan ini belum tersajikan (von Brandt, 1969. 1972;
subani 1958; Nomura dan Yamazaki, 1996; Gunarso 1985, 1991).

8. LATIHAN

1. Diskusi dengan teman saudara tentang pembagian ikan menurut ekologinya dan bagaimana
konsekwensinya terhadap pengelompokan ikan menurut zona pengeksploitasiannya.
2. Diskusikan juga dengan teman saudara tentang ciri khas fisik ikan pada masing-masing zona
ekologi.
3. Diskusikan pula tentang bagaimana pencarian ikan, metoda-metoda untuk menemukannya.
4. Diskusikan tentang alat bantu echo sounder untuk menemukan ikan, dan bagaimana
karakteristik sinyal suara yang dihasilkan dan hubungannya dengan kondisi perairan laut.
5. Diskusikan tentang taktik ataupun cara pengumpulan ikan

25
Petunjuk latihan.
1. Untuk menjawab pertanyaan di atas anda dapat membaca dan memahami kegiatan 2.1
2. Untuk menjawab pertanyaan di atas anda dapat membaca dan memahami kegiatan 2.1
3. Untuk menjawab pertanyaan di atas anda dapat membaca dan memahami kegiatan 2.2 dan 2.3.
4. Untuk menjawab pertanyaan di atas anda dapat membaca dan memahami kegiatan 2.4.
5. Untuk menjawab pertanyaan di atas anda dapat membaca dan memahami kegiatan 2.5.
4. RANGKUMAN
Pengklasifikasian ikan menurut ekologinya penting artinya bagi penentuan cara pengekspoitasinnya,
disamping itu ciri-ciri fisik dari masing-masing kelompok ekologi akan sangat membantu dalam
merencanakan usaha pengeksploitasiannya.
Metoda pencarian dan penemuan kelompok ikan semakin berkembang pesat, mulai dari cara-cara
sederhana dengan hanya mengandalkan pengalaman dan naluri, kemudian meningkat dengan
menggunakan alat bantu deteksi ikan moderen dan bahkan alat pemantauan lingkungan laut yang
canggih seperti citra satelit.
Untuk dapat menentukan taktik ataupun cara pengumpulan ikan secara efektif perlu diketahui
tentang kondisi dan situasi lingkungan daerah penangkapan dan reaksi ikan terhadap berbagai faktor
lingkungan dan berbagai rangsangan buatan.
9. TES FORMATIF 1
1. B - S Pembagian ikan menurut kelompok ekologinya adalah : ikan dasar, ikan dasar yang hidup
melekat pada dasar perairan dan ikan pelagik yang hidup di antara permukaan dan dasar
perairan. (S).
2. B -S Berdasarkan kelompok ekologinya maka zona pengeksploitasian sumberdaya ikan dapat
digolongkan : Zona dasar atau demersal hingga ketinggian 0,5 m di atas dasar perairan,
zona dasar hingga ketinggian 10 m di atas dasar perairan dan zona pelagik
3.B - S Ikan-ikan kelompok zona pelagik mencakup jenis ikan dari keluarga Clupeidae, Engraulidae,
Scombridae, Carangidae dan Thinidae yang memiliki ciri fisik seperti wujud torpedo dan
bentuk tubuhnya hidrodinamis.(B).
4.B - S Sehubungan dengan faktor biotok-kimia-fisika ternyata perubahan nilai-nilai parameter
lingkungan di sekitar ikan tidak dapat memaksanya untuk meninggalkan daerah tersebut
maka ini disebut kisaran toleransi ikan.
5. B - S Cara pencarian kelompok ikan juga dapat dilakukan dengan menaburkan umpan selama
dalam perjalanan menuju daerah penangkapan. Hal seperti ini merupakan hal yang biasa
dilakukan pada perikanan tuna-cakalang. (B)
6. B - S Menemukan kelompok ikan dapat dilakukan dengan beberapa metoda yaitu : Berdasarkan
Penglihatan, indikasi air laut, uji coba penangkapan, instrumen pendeteksi. (B)
7. B - S Fish pandai (Fish finder, adalah alat bantu untuk menemukan ikan.
8. B - S Panjang gelombang, pada frekuensi tinggi, Ultrasound Dalam Air Pada Frekuensi 30 Kc
Adalah 5 Cm .(B)
.
10. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Cocokkan jawaban anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif II yang terdapat pada bagian akhir
dari modul ini dan hitunglah jumlah jawaban anda yang benar , Kemudian gunakan rumus di bawah
ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda dalam materi kegiatan belajar 1.
Rumus tingkat Penguasaan = Jumlah jawaban anda yang benar x 100%,
Arti tingkat Penguasaan yang anda capai :
80-100% = Baik sekali
70-80% = Baik
60.70 = Sedang

26
<60 % = Kurang.
Jika anda mencapai tingkat penguasaan di atas 80%, anda dapat meneruskan dengan kegiatan
belajar 3. Tetapi kalau di bawah 80% sebaiknya lakukan ulangan kegiatan belajar 1 terutama yang
belum anda kuasai.

00000000

27

Anda mungkin juga menyukai