Anda di halaman 1dari 8

I.

Lapis Permukaan (Surface Course)

1. Teori
Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis
permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca
c. Sebagai lapisan aus (wearing coarse)

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran bahan agregat


dan aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi standar. Penggunaan
bahan aspal dipedukan sebagai bahan pengikat agregat dan agar lapisan dapat
bersifat kedap air;disamping itu bahan aspal sendiri, memberikan bantuan
tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap
beban roda lalu – lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu
dipertimbangkan kegunaan, umur rencana ,serta pentahapan konstruksi, agar
dicapai manfaat yang sebesar – besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran
agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material
pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu,
kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu
pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika
semen aspal, maka pencampuran umumnya antara 145-155°C, sehingga
disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal dengan hotmix.
(Silvia Sukirman, 2003).

Material utama penyusun suatu campuran aspal sebenarnya hanya dua


macam, yaitu agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya aspal dan
agregat bisa menjadi bermacam-macam, tergantung kepada metode dan
kepentingan yang dituju pada penyusunan suatu perkerasan.

Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah AC-WC (Asphalt
Concrete - Wearing Course) / Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah
satu dari tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan
AC-Base. Ketiga jenis Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi
campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama
dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam perencanaan spesifikasi baru tersebut
menggunakan pendekatan kepadatan mutlak.

Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (paling atas) dalam


perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan
jenis laston lainnya. Pada campuran laston yang bergradasi menerus tersebut
mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya dibandingkan dengan
campuran bergradasi senjang. Hal tersebut menyebabkan campuran AC-WC
lebih peka terhadap variasi dalam proporsi campuran.

Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC-WC yang mempunyai


gradasi menerus tersebut ditunjukkan dalam persen berat agregat, harus
memenuhi batas – batas dan harus berada di luar daerah larangan (restriction
zone) yang diberikan dalam Tabel 1. di bawah ini dengan membandingkan
dengan AC-BC yang mempunyai ukuran butir agregat maksimum 25 mm atau
1” dan AC-Base 37,5 mm atau 1½”. Sedangkan AC-WC mempunyai ukuran
butir agregat maksimum 19 mm atau ¾”.

Tabel 1. Gradasi Agregat Untuk Campuran Lapis Beton Aspal


Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)

Tabel 2. di bawah ini merupakan ketentuan sifat-sifat campuran beraspal


panas di Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah. Hal tersebut merupakan acuan dalam penelitian ini.
Tabel 2. Ketentuan Sifat-sifat Campuran
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)

2. Maksud dan Tujuan


a. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara melaksanakan pemadatan
yang memenuhi syarat secara teknis
b. Mahasiswa dapat mengetahui pengujian apa yang diperlukan dalam
menentukan kepadatan untu lapisan permukaan

3. Langkah – Langkah
A. Prosedur Pemadatan Tanah Lapisan Permukaan Perkerasan AC – WC
Dilakukan penghamparan lapisan penutup perkerasan hot mix dengan
menggunakan Laston Lapis Aus (AC – WC) dengan ketebalan sesuai
dengan yang tercantum dalam gambar maupun spesifikasi teknik.
Metoda kerja dari pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
 Sebelum melakukan pekerjaan harus dibuat request dan diserahkan
kepada direksi untuki untuk disetujui
 Menyerahkan hasil pengujian material (Job Mix design) material hot
mix laston –Lapis Aus (AC-WC) yang akan digunakan dan komposisi
harus sesuai Spesifikasi teknik yang disyaratkan.
 Sebelum pelaksanaan pekerjaan AC-WC dilakukan trial agar bisa
diketahui ketebalan dan densitynya.
 Pencampuran maretial hotmix AC-WC di olah menggunakan AMP dan
ditambahkan bahan aditif yang berfungsi sebagai anti pengelupasan.
 Material hot mix AC-WC dimuat langsung kedalam dump truck dan
diangkut ke lokasi pekerjaan.
 Material AC-WC dihampar dengan alat asphalt finisher dan dipadatkan
dengan alat tandem roller dengan lintasan minimum sesuai spesifikasi
teknik, kemudian dipadatkan kembali dengan menggunakan alat
pneumatic tire roller dengan lintasan sesuai hasil trial dan dipadatkan
finishing dengan alat tandem roller.
 Selama pemadatan, sekelompok pekerja akan merapihkan tepi
hamparan dengan menggunakan alat bantu.
 Setelah penghamparan dan pemadatan selesai dilaksanakan
pengambilan sample dengan core drill untuk ditest di lab agar
diketahui ketebalan dan densitynya. Bahan yang digunakan untuk anti
pengelupasan adalah zat aditif. Aditif berguna untuk meningkatkan
pelekatan dan anti pengelupasan bila diperlukan, dapat ditambahkan ke
dalam aspal sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya

- Bahan Aditif Untuk Aspal :

 Aditif kelekatan dan anti pengelupasan harus ditambahkan ke dalam


bahan aspal bilamana diperlukan dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan
 Persentase aditif yang diperlukan harus dicampurkan ke dalam bahan
aspal sesuai dgn petunjuk pabrik untuk menghasilkan campuran yang
homogen.

B. Langkah – Langkah Pengujian (Pengujian Marshall)


1. Dilakukan penimbangan agregat sesuai dengan prosentase pada target
gradasi yang diinginkan untuk masing-masing fraksi dengan berat
campuran kira-kira 1200 gram untuk diameter 4 inchi, kemudian
dilakukan pengeringan campuran agregat tersebut sampai beratnya
tetap sampai suhu (105±5)ºC.
2. Dilakukan pemanasan aspal untuk pencampuran pada viskositas
kinematik 100 ± 10 centistokes. Agar temperatur campuran agregat
dan aspal tetap maka pencampuran dilakukan di atas pemanas dan
diaduk hingga rata.
3. 3) Setelah temperatur pemadatan tercapai yaitu pada viskositas
kinematik 100 ± 10 centistokes, maka campuran tersebut dimasukkan
ke dalam cetakan yang telah dipanasi pada temperatur 100 hingga 170º
dan diolesi vaselin terlebih dahulu, serta bagian bawah cetakan diberi
sepotong kertas filter atau kertas lilin (waxed paper) yang telah
dipotong sesuai dengan diameter cetakan sambil ditusuk-tusuk dengan
spatula sebanyak 15 kali di bagian tepi dan 10 kali di bagian tengah.
4. Pemadatan standar dilakukan dengan pemadat manual dengan jumlah
tumbukan 75 kali di bagian sisi atas kemudian dibalik dan sisi bagian
bawah juga ditumbuk sebanyak 75 kali.
5. Pemadatan lanjutan untuk kepentingan kepadatan membal (refusal)
dilaksanakan seperti cara pemadatan standar hanya tumbukannya
dilakukan sebanyak 2 x 400 tumbukan.
6. Setelah proses pemadatan selesai benda uji didiamkan agar suhunya
turun, setelah dingin benda uji dikeluarkan dengan ejektor dan diberi
kode.
7. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi
benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang beratnya di udara.
8. Benda uji direndam dalam air selama 10-24 jam supaya jenuh.
9. Setelah jenuh benda uji ditimbang dalam air.
10. Benda uji dikeluarkan dari bak dan dikeringkan dengan kain pada
permukaan agar kondisi kering permukaan jenuh (saturated surface
dry, SSD) kemudian ditimbang.
11. Benda uji direndam dalam bak perendaman pada suhu 60±1ºC selama
30 hingga 40 menit. Untuk uji perendaman mendapatkan stabilitas sisa
pada suhu 60±1ºC selama 24 jam.
12. Bagian dalam permukaan kepala penekan dibersihkan dan dilumasi
agar benda uji mudah dilepaskan setelah pengujian.
13. Benda uji dikeluarkan dari bak perendam, lalu diletakkan tepat di
tengah pada bagian bawah kepala penekan kemudian bagian atas
kepala diletakkan dengan memasukkan lewat batang penuntun. Setelah
pemasangan sudah lengkap maka diletakkan tepat di tengah alat
pembebanan. Kemudian arloji kelelehan (flow meter) dipasang pada
dudukan di atas salah satu batang penuntun.
14. Kepala penekan dinaikkan hingga menyentuh atas cincin penguji,
kemudian diatur kedudukan jarum arloji penekan dan arloji kelelehan
pada angka nol.
15. Pembebanan dilakukan dengan kecepatan tetap 51 mm (2 inch) per
menit, hingga kegagalan benda uji terjadi yaitu pada saat arloji
pembebanan berhenti dan mulai kembali berputar menurun, pada saat
itu pula dibuka arloji kelelehan. Titik pembacaan pada saat benda uji
mengalami kegagalan adalah merupakan nilai stabilitas Marshall.
16. Setelah pengujian selesai, kepala penekan diambil, bagian atas dibuka
dan benda uji dikeluarkan. Waktu yang diperlukan dari saat
diangkatnya benda uji dari rendaman air sampai tercapainya beban
maksimum tidak boleh melebihi 60 detik.
17. Untuk pembuatan benda uji dilakukan dengan menggunakan jenis
aspal Pertamina dengan tingkat penetrasi 60/70.
18. Campuran agregat aspal standar dimasukkan ke dalam cetakan dan
ditumbuk tiap sisi sebanyak 2x75 kali pada temperatur ±160ºC.
19. Selanjutnya campuran agregat dengan aspal dicampur pada suhu
±160ºC, sedangkan suhu pemadatannya ditetapkan pada suhu 140ºC.
20. Campuran agregat – aspal untuk mencapai kepadatan membal
dimasukkan ke dalam cetakan dan ditumbuk tiap sisinya 2x400 kali
pada suhu ±160ºC dan suhu pemadatan ±140ºC.
21. Setelah proses pemadatan selesai, benda uji didinginkan selama ± 4
jam dan kemudian dilakukan tes Marshall.

4. Hasil dan Pembahasan


Parameter pengujian dijelaskan sebagai berikut :
A. Pengujian Material Agregat
a. Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar untuk perencanaan ini adalah agregat yang
tertahan di atas saringan 2,36mm atau saringan no.8. Fraksi agregat
kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri dari batu pecah atau
kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran – ukuran nominal.
Sedangkan ketentuannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ketentuan Agregat Kasar


Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)
b. Agregat Halus
Agregat halus dari masing-masing sumber harus terdiri atas pasir alam
atau hasil pemecah batu dan harus disediakan dalam ukuran nominal
maksimum 2,36mm. Agregat halus hasil pemecahan dan pasir alam
harus ditimbun dalam cadangan terpisah dari agregat kasar di atas serta
dilindungi terhadap hujan dan pengaruh air. Material tersebut harus
merupakan bahan bersih, keras bebas dari lempung atau bahan yang
tidak dikehendaki lainnya. Ketentuan tentang agregat halus terdapat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Ketentuan Agregat Halus
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)
c. Filler
Bahan pengisi harus bebas dari semua bahan yang tidak dikehendaki.
Bahan pengisi yang ditambahakan harus kering dan bebas dari
gumpalan-gumpalan. Bahan pengisi yang diuji pada penelitian ini
adalah semen portland dan abu batu mempunyai ketentuan yang sama
seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Ketentuan Filler

B. Pengujian Material Aspal


Penggunaan aspal Pen 60 disesuaikan dengan kondisi suhu udara rata-rata
25ºC. Metode pengujian aspal sesuai spesifikasi Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah (2004) dengan mengacu pada SNI (1991) dan
AASHTO T.102 dengan ketentuan pada Tabel 6.

Tabel 6. Ketentuan Aspal


Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)
Daftar Pustaka

RIAN PUTROWIJOYO. KAJIAN LABORATORIUM SIFAT MARSHALL DAN


DURABILITAS ASPHALT CONCRETE - WEARING COURSE (AC-WC) DENGAN
MEMBANDINGKAN PENGGUNAAN ANTARA SEMEN PORTLAND DAN ABU
BATU SEBAGAI FILLER. Tesis. Tahun 2006. Universitas Diponegoro Semarang.

Anda mungkin juga menyukai