Anda di halaman 1dari 55

HUBUNGAN GAYA HIDUP MASYARAKAT DENGAN

KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SINGGANI


KECAMATAN PALU
SELATAN KOTA PALU

PROPOSAL

KARTIKA
N 201 13 044

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM


STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITASTADULAKO
PALU
2018

1
PERSETUJUAN SEMINAR PROPOSAL

Judul : Hubungan Gaya Hidup Masyarakat Dengan Kejadian Hipertensi Di


Puskesmas Singgani Kecematan Palu Timur Kota Palu
Nama : Kartika
Stambuk : N 201 13 044

Naskah Proposal ini telah kami setujui untuk selanjutnya melakukan ujian Proposal sebagai

salah satu syarat dalam menempuh ujian akhir di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Palu, 29 Februari 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Muh. Jusman Rau ,S.KM., M.Kes Muh. Ryman Napirah , S.KM., M.Kes
NIP. 198212032009121004 NIP.198712092012121002

Mengetahui
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako

Muh. Jusman Rau, S.KM., M.Kes


NIP. 198212032009121004

2 ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 5
1.3. Tujuan Umum .......................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian.................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi ............................................................................... 7
2.2. Olahraga ................................................................................. 14
2.3. Kafein ..................................................................................... 18
2.4. Merokok ................................................................................. 25
2.5. Kerangka Teori....................................................................... 32
BAB III DEFINISI KONSEP
3.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ................................... 33
3.2. Kerangka Konsep ..................................................................... 33
3.3. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .............................. 34
3.4. Hipotesis................................................................................... 35
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian......................................................................... 36
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 36
4.3. Populasi dan Sampel ................................................................ 36
4.4. Pengumpulan Data ................................................................... 38
4.5. Analisa, Pengolahan dan Penyajian Data................................. 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 42


LAMPIRAN

3iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat

substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu

daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara. Secara

global World Health Organization (WHO) memperkirakan PTM menyebabkan

sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia (Soeharto, 2013).

Hipertensi merupakan PTM atau salah satu penyakit sistem kardiovaskuler

yang paling banyak ditemui dibandingkan dengan penyakit sistem kardiovaskuler

lain. Penyakit ini sering disebut sebagai pembunuh gelap/silent killer karena

termasuk penyakit yang mematikan di dunia dan menyerang siapa saja. Sebanyak

1 milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini.

Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6

milyar menjelang tahun 2025 (WHO, 2015).

Tahun 2012 sekitar 50% penderita hipertensi di Indonesia tidak

mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Hipertensi menjadi faktor risiko

penyakit yang menyebabkan kematian urutan pertama, disusul stroke, penyakit

jantung dan menjadi faktor risiko gagal ginjal. Sayangnya, berdasarkan data lanjut

Riskesdas tahun 2013, kasus hipertensi yang sudah terdiagnosis atau yang telah

minum obat hipertensi masih rendah yaitu 24,2%. Angka menunjukkan 75,8%

kasus hipertensi di masyarakat belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan

(Kemenkes RI, 2015).

1
Satu dari enam orang di Indonesia menderita hipertensi. Bahkan pada usia

lanjut (lebih dari 65 tahun) menunjukkan satu dari dua orang menderita hipertensi

berisiko tinggi terkena stroke, penyakit jantung dan gagal ginjal bila tidak

terdeteksi dini dan tidak terobati hipertensinya. Sampai saat ini, hipertensi masih

merupakan tantangan besar di Indonesia. Hasil pengukuran tekanan darah,

prevalensi hipertensi pada penduduk Indonesia adalah sebesar 35,7%. Menurut

provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan

terendah di Papua Barat (20,1%) (Kemenkes RI, 2016).

Kasus hipertensi di Sulawesi Tengah mengalami penurunan yaitu dari

78.589 kasus pada tahun 2013, menurun menjadi 76.726 kasus pada tahun 2014,

dan menurun lagi menjadi 72.120 kasus pada tahun 2015. Penurunan ini

disebabkan oleh penurunan jumlah kasus baru dari 37.615 kasus baru pada tahun

2013, menurun menjadi 34.836 kasus pada tahun 2014, kemudian menurun

kembali menjadi 30.943 kasus baru pada tahun 2015. Jumlah kasus hipertensi di

Kota Palu pada tahun 2015 sebanyak 10.019 kasus. Upaya pengendalian faktor

risiko hipertensi dilaksanakan melalui Posbindu Penyakit Tidak Menular (PTM)

dan pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (Dinkes Sulawesi Tengah, 2015).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan atau

kerusakan pada pembuluh darah turut berperan pada terjadinya hipertensi. Faktor-

faktor tersebut antara lain umur, riwayat keluarga, jenis kelamin, kurang olahraga,

obesitas, konsumsi kafein secara berlebihan, lama merokok dan konsumsi alkohol

(Dalimartha, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Simorang (2012) di Puskesmas

Andalas Kota Medan diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara jenis kelamin,
umur, merokok, kebiasaan olahraga, pola makan dan konsumsi kafein dengan

terjadinya hipertensi.

Olahraga yang teratur minimal 3-4 kali dengan durasi minimal 30 menit

per olahraga dalam seminggu dapat membuat tekanan darah lebih rendah daripada

yang tidak melakukan olahraga. Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan

pengelolaan hipertensi karena olahraga yang teratur dapat menurunkan tahanan

perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Seseorang yang melakukan

olahraga secara teratur, makanan yang dikonsumsinya akan terurai habis di dalam

tubuh dan tidak terjadi penimbunan lemak sehingga melebarkan diameter

pembuluh darah, jantung dapat bekerja lebih efisien, frekuensi denyut nadi

berkurang, dan aliran darah menjadi lancar (Moeloek, 2009).

Seseorang yang rutin mengonsumsi kafein pasti memiliki tekanan darah

yang lebih tinggi. Terutama bagi mereka yang berusia lima puluh tahun ke atas

atau penderita obesitas, kafein berdampak lebih tinggi bagi tekanan darah. Orang

yang menderita darah tinggi (hipertensi) dilarang mengonsumsi kafein terlalu

banyak dan berlebihan, karena jika dikonsumsi secara berlebihan dapat

mengakibatkan terjadinya stimulasi pernapasan dan jantung serta akan ada efek

samping yang datangnya tidak secara langsung yaitu rasa gelisah yang berlebih

(Palmer, 2010).

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan

darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok,

nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan

diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai
otak. Otak bereaksi dengan nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal

untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan

yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik

maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada

ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek

nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan

perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi

tersebut sepanjang hari (Sani, 2009).

Penderita hipertensi di Puskesmas Singgani pada tahun 2015 sebanyak 583

kasus, mengalami peningkatan jumlah kasus yang cukup tinggi pada tahun 2016

yaitu sebanyak 2.090 kasus. Sementara pada bulan Januari-November tahun 2017

jumlah penderita hipertensi sebanyak 1.822 kasus. Wilayah kerja Puskemas

Singgani terbagi menjadi 5 wilayah kerja yaitu Lasoani, Poboya, Besusu Timur,

Besusu Tengah, dan Besusu Barat. Jumlah penderita hipertensi terbanyak pada

bulan Januari-November tahun 2017 terdapat pada wilayah Besusu Barat dengan

jumlah kasus yaitu 1.248 kasus. Tetapi pada penelitian ini, peneliti hanya

mengambil penderita hipertensi pada tiga bulan terakhir yaitu dari bulan

September-November tahun 2017 yaitu sebanyak 201 kasus (Puskesmas Singgani,

2017). Banyak faktor pemicu yang menyebabkan terjadinya hipertensi, di

antaranya yaitu gaya hidup masyarakat yang kurang baik.

Berdasarkan hasil wawancara awal peneliti pada 5 penderita hipertensi

yang ditemui di Puskesmas Singgani pada tanggal 13 November tahun 2017,


menunjukkan bahwa semuanya mengatakan jarang sekali berolahraga, bahkan

salah satunya mengatakan sudah 3 tahun tidak pernah lagi berolahraga, 3 orang di

antaranya mengatakan sering mengonsumsi minuman berkafein seperti kopi setiap

hari, serta 4 orang di antaranya merokok setiap hari.

Berdasarkan uraian latar belakang dan dengan melihat hasil data yang

didapatkan di Puskesmas Singgani, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan

judul “Hubungan Gaya Hidup Masyarakat dengan Kejadian Hipertensi di

Puskesmas Singgani Kecamatan Palu Selatan Kota Palu”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah

“apakah ada hubungan gaya hidup masyarakat dengan kejadian hipertensi di

Puskesmas Singgani Kecamatan Palu Selatan Kota Palu?”

1.3 Tujuan Umum

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan gaya

hidup masyarakat dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Selatan Kota Palu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan olahraga dengan kejadian

hipertensi di Puskesmas Singgani Kecamatan Palu Selatan Kota Palu.

2. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mengonsumsi makanan dan

minuman berkafein dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Selatan Kota Palu.


3. Untuk mengetahui hubungan lama merokok dengan kejadian hipertensi

di Puskesmas Singgani Kecamatan Palu Selatan Kota Palu.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan memperluas wawasan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan penyakit tidak menular

seperti hipertensi.

1.4.2 Manfaat Praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pertimbangan/masukan yang dapat digunakan sebagai sumber informasi

bagi pihak Puskesmas Singgani dalam penyusunan program pengendalian

hipertensi di wilayah kerjanya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada

populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg

dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer, 2010). Hipertensi adalah faktor

resiko utama penyakit-penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab

kematian tertinggi di Indonesia. Data penelitian Departemen Kesehatan RI

menunjukkan hipertensi dan penyakit kardiovaskular masih cukup tinggi dan

bahkan cenderung meningkat seiring dengan gaya hidup yang jauh dari

perilaku hidup bersih dan sehat, mahalnya biaya pengobatan hipertensi,

disertai kurangnya sarana dan prasarana penanggulangan hipertensi

(Hambuako, 2010).

2.1.2 Gambaran Klinis

Hipertensi biasanya asimtomatik, sampai kerusakan organ target.

Sebagian besar nyeri kepala pada hipertensi tidak berhubungan dengan

hipertensi. Fase hipertensi yang berbahaya biasa ditandai oleh nyeri kepala

dan hilangnya penglihatan (papiledema) (Davey, 2009).

2.1.3 Etiologi

Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95% kasus. Bentuk

hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Mungkin pula ada
predesposisi genetik. 5% penyakit hipertensi sekunder terjadi akibat proses

penyakit lain seperti penyakit parenkin ginjal atau aldosteronisme primer

(Price, 2010).

Menurut Cokronegoro (1996) dalam Sukamto (2011), bahwa

berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi

esensial yaitu:

1) Faktor keturunan

Kemungkinan lebih besar mendapatkan hipertensi jika orang

tuanya menderita hipertensi

2) Ciri seseorang

Ciri seseorang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur,

jenis kelamin, dan ras.

3) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi

adalah konsumsi garam yang tinggi, konsumsi kafein,kegemukan dan

stress

4) Pengaruh lain

a) Merokokkarena merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan

tekanan darah

b) Minum alkohol

c) Minum obat-obatan, seperti ephedrin, epinephrin, prenison.


b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder

Faktor-faktor penyebab hipertensi renal sebagai berikut:

1) Penggunaan estrogen

2) Penyakit ginjal

3) Hipertensi vaskular ginjal

4) Hiperaldosteronisme primer dan sindrom chusing

5) Feokromositoma

6) Koartasio aorta

7) Hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada

titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah

(Hambuako, 2010).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.

Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun


tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat

bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai

respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,

yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan

steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,

yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi (Palmer, 2010).

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan

struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab

pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan

tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Smeltzer, 2010).


2.1.5 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi menurut Joint National Committe On Prevention,

Detection, Evaluation, And Treatmen Of High Blood Pressur (Price, 2010).

Tabel. 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Kategori Sistolik Diastolik


Normal < 130 mm/hg < 85 mm/hg
Perbatasan 130-139 mm/hg 85-89 mm/hg
Hipertensi tingkat 1 140-159 mm/hg 90-99 mm/hg
Hipertensi tingkat 2 160-179 mm/hg 100-109 mm/hg
Hipertensi tingkat 3 > 180 mm/hg > 110 mm/hg
Sumber: Price, 2010
Sistolik adalah ketika jantung berdetak atau kontraksi, sedangkan

diastolik adalah jumlah tekanan darah atau angka bawah yang menunjukkan

tekanan dalam arteri saat jantung beristirahat (di antara ketukan/detak) (Price,

2010).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pastikan adanya hipertensi dengan pemerikasaan tekanan darah berulang

atau pencatatan 24 jam

2. Cari penyebab sekunder dengan pemeriksaan urin dipstick, kadar

kreatinin, ukuran ginjal dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

3. Lakukan pemeriksaan kerusakan organ target seperti Elektrokardiogram

(EKG) dan Ultrasonografi (USG) (Davey, 2009).

2.1.7 Penatalaksanaan

Terapi akan mengurangi resiko stroke, dan mengurangi separu resiko

koroner. Penatalaksanaan terbagi atas:


1. Terapi menyeluruh

Faktor resiko kardiovaskuler lain juga harus ditangani, misalnya

merokok, kontrol diabetes, kolesterol.

2. Terapi nonfarmakologis

Modifikasi gaya hidup (penurunan berat badan, mengurangi

konsumsi garam dan alkohol, olahraga teratur) mungkin cukup untuk

hipertensi ringan.

3. Terapi farmakologis

Beberapa jenis obat yang digunakan pada hipertensi:

1) Bloker ß, seperti atenolol dan metoprolol

2) Diuretic

3) Antagonis kanal kalsium

4) Inhibitor enzim pengubah angiotensin

5) Antagonis reseptor angiotensin II

6) Antagonis α (Davey, 2009).

2.1.8 Akibat Penyakit Hipertensi

1. Penyakit serebrovaskuler: stroke trombotik dan hemoragik

2. Penyakit vaskuler: penyakit jantung koroner

3. Hipertrofi ventrikel kiri adalah mekanisme kompensasi terhadap

peningkatan tekanan darah kronis (Davey, 2009).

2.1.9 Pencegahan Hipertensi

1. Makanan, konsumsilah makanan yang rendah lemak dan kaya serat, seperti

roti dari biji-bijian utuh, beras merah, serta buah dan sayuran. Kurangi
konsumsi garam dalam makanan, setidaknya tidak lebih dari 6 gram garam

per hari (sekitar satu sendok teh).

2. Berat badan, meski hanya beberapa kilo gram, menurunkan berat badan

akan membuat perbedaan besar pada tekanan darah dan kesehatan secara

keseluruhan.

3. Olahraga, untuk menurunkan tekanan darah dan menjaga jantung serta

pembuluh darah dalam kondisi baik, olahraga dan rutin beraktivitas perlu

dilakukan. Bagi orang dewasa, beraktivitas dengan intensitas menengah

(bersepeda, semam atau jalan cepat) setidaknya harus dilakukan selama

minimal 20 menit perlatihan.

4. Terapi relaksasi, seperti yoga atau meditasi. Terapi-terapi tersebut dapat

membantu untuk mengendalikan stres.

5. Minuman keras, batas konsumsi minuman keras, risiko hipertensi akan

meningkat jika mengonsumsi minuman keras terlalu sering dan berlebihan.

6. Merokok, rokok tidak menyebabkan hipertensi secara langsung, tapi akan

mempertinggi risiko serangan jantung dan stroke karena dapat memicu

penyempitan arteri. Kombinasi merokok dan hipertensi akan

meningkatkan risiko penyakit jantung atau paru-paru secara drastis.

7. Kafein, kurangi konsumsi minuman yang mengandung banyak kafein

seperti kopi, teh, cola serta minuman berenergi. Meminum lebih dari tiga

cangkir kopi sehari bisa meningkatkan risiko hipertensi (Price, 2010).


2.2 Olahraga

2.2.1 Pengertian Olahraga

Olahraga merupakan suatu kegiatan jasmani yang dilakukan dengan

maksud untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh.

Kegiatan ini dalam perkembangannya dapat dilakukan sebagai kegiatan yang

menghibur, menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk

meningkatkan prestasi. Pemerintah sendiri menjadikan olahraga sebagai

pendukung terwujudnya manusia Indonesia yang sehat dengan menempatkan

olahraga sebagai salah satu arah kebijakan pembangunan yaitu

menumbuhkan budaya olahraga guna meningkatkan kualitas manusia

Indonesia sehingga memiliki tingkat kesehatan dan kebugaran yang cukup

(Sharkey, 2008).

2.2.2 Manfaat Olahraga terhadap Kesehatan

Olahraga secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap

kesehatan yaitu:

1. Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan

darah tinggi, kencing manis.

2. Berat badan terkendali

3. Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat

4. Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional

5. Lebih percaya diri

6. Lebih bertenaga dan bugar


7. Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik (Markusi,

2008).

2.2.3 Tipe-tipe Olahraga

Ada 3 tipe/macam/sifat olahraga yang dapat kita lakukan untuk

mempertahankan kesehatan tubuh yaitu (Depkes RI, 2010):

1. Ketahanan (endurance)

Olahraga yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung,

paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita

lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka olahraga dilakukan

selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang

dapat dipilih seperti lari ringan, berenang, senam, bermain tenis.

2. Kelenturan (flexibility)

Olahraga yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu

pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur)

dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka

olahraga dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh

beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: peregangan, mulai dengan

perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur untuk

10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki, senam taichi, yoga.

3. Kekuatan (strength)

Olahraga yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot

tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan

mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan


terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan

maka olahraga dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh

beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: push-up, pelajari teknik yang

benar untuk mencegah otot dan sendi dari kecelakaan, naik turun tangga,

angkat berat/beban, mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur

(fitness).

2.2.4 Jenis Kegiatan Olahraga bagi Kesehatan

Jenis kegiatan olahraga sangat banyak jumlahnya, tidak terbatas dan

tergantung pada kreativitas manusia dalam mengolah kegiatannya dan dapat

dikatakan tergantung pada semua kegiatan yang dilakukan selama hidup.

Pada umumnya jenis kegiatan olahraga bagi kesehatan bersifat sederhana,

mudah dilakukan, dan tanpa biaya banyak (murah). Gerakan utama dalam

kegiatan berolahraga tersebut ditujukan pada latihan fungsi organ tubuh

bagian dalam dan bagian luar agar tubuh memiliki daya tahan, lincah, dan

kuat (Sajoto, 2009). Bentuk latihannya bisa aerob atau anaerob.

1. Latihan aerob: lari, jogging, jalan kaki, gerak jalan, cross country,

berenang, bersepeda. Latihan ini dilakukan dalam waktu lebih dari 2

menit.

2. Latihan anaerob: latihan beban, kelentukan, kecepatan, kelincahan.

Latihan ini biasanya dilakukan dalam waktu singkat antara 0-2 menit.

Menurut Cahyono (2008) bahwa pemilihan jenis olahraga juga perlu

diperhatikan, karena tidak semua jenis olahraga memberikan efek baik bagi

tubuh. Terdapat dua jenis olahraga, yaitu:


1. Olahraga isotonik (sering disebut olahraga aerobik), contohnya jenis

olahraganya adalah joging, berenang, naik sepeda, dansa dan maraton.

Olahraga ini lebih memanfaatkan gerakan kaki daripada lengan. Olahraga

aerobik memiliki efek terbesar pada kesegaran fisik dan kesehatan, karena

meningkatkan ketahanan kardio-respirasi.

2. Olahraga yang bersifat isometrik (gerak badan statik), lebih banyak

melibatkan lengan daripada kaki, misalnya angkat beban. Olahraga ini

kurang menguntungkan pada sistem kardio-respirasi. Olahraga isometrik,

lebih mengutamakan ketahanan dan kakuatan otot.

Menurut Depkes RI (2010) bahwa jenis olahraga yang efektif

menurunkan tekanan darah adalah olahraga aerobik dengan intensitas sedang

(70-80%). Frekuensi latihannya 3-5 kali seminggu, dengan lama latihan 20-

60 menit sekali latihan. Olahraga seperti jalan kaki atau joging, yang

dilakukan selama 16 minggu akan mengurangi kadar hormon norepinefrin

(noradrenalin) dalam tubuh, yakni zat yang dikeluarkan sistem saraf yang

dapat menaikkan tekanan darah.

Bentuk latihan ini memberi pengaruh besar pada tingkat tekanan

darah. Aerobik merupakan jenis latihan yang melibatkan otot tubuh secara

berulang dan dengan ritme yang teratur. Latihan ini meningkatkan kesehatan

jantung, paru-paru, fungsi otot dan memberi pengaruh besar pada tingkat

tekanan darah. Jenis latihan ini juga bermanfaat untuk mengontrol berat

badan, mood, tidur dan kesehatan lainnya secara umum. Jika terlalu sibuk

sehingga tidak bisa latihan aerobik secara rutin, bisa diganti dengan olahraga
lain. Beberapa jenis olahraga yang memiliki fungsi sama seperti aerobik

yaitu jalan cepat, berlari, hiking, bersepeda dan renang (Sajoto, 2009).

2.3. Kafein

2.3.1 Pengertian Kafein

Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami

pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1-4,8%), kopi (1-1,5%) dan

biji kola (2,7-3,6%). Kafein diproduksi secara komersial dengan cara

ekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi secara sintetis. Kebanyakan

produksi kafein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri minuman.

Kafein juga digunakan sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai

industri makanan (Misra, 2008).

Kafein ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, Friedrich

Ferdinand Runge, pada tahun 1820. Dia menciptakan istilah “kafein”, suatu

senyawa kimia dalam kopi, yang dalam bahasa Inggris menjadi “caffeine”

(Hays, 2011).

2.3.2 Minuman dan Makanan Berkafein

Di bawah ini, beberapa minuman dan makanan yang tinggi kafein,

antara lain (Erowid, 2011):

1. Kopi

Mungkin sudah banyak yang mengetahui bahwa kopi mengandung

kafein. Kopi juga merupakan minuman berkafein yang paling sering

dikonsumsi. Ternyata, dalam kopi seberat 226,8 gram (secangkir)


mengandung 80-100 mg kafein. Minum kopi yang berlebihan tentunya

tidaklah baik bagi kesehatan.

2. Teh

Teh merupakan minuman yang sering dihidangkan dalam berbagai

acara dan kodisi. Masyarakat Indonesia sudah sangat menggemari teh.

Memang tidak semua teh mengandung kafein tinggi, hanya teh hijau dan

teh hitam yang ternyata mengandung kafein cukup tinggi. Menurut

penelitian di Jerman, teh hitam seberat 226,8 gram (secangkir) memiliki

kandungan kafein sekitar 47 mg. Sedangkan 226,8 gram teh hijau

diperkirakan mengandung 25 mg kafein. Pada teh instan dengan berat

226,8 gram juga mengandung kafein sekitar 26 mg.

3. Minuman ringan dan minuman bersoda

Minuman bersoda banyak sekali digemari oleh masyarakat

Indonesia. Selain memiliki rasa yang beraneka ragam, minuman bersoda

juga menyegarkan. Tetapi siapa yang menyangka bahwa minuman bersoda

cukup banyak mengandung kafein. Dalam 340 gram minuman ringan/soda

(botol kecil) terdapat sekitar 23-69 mg kafein. Tetapi ada beberapa merek

minuman ringan yang bebas dari kafein.

4. Coklat

Coklat memang dipercaya mengandung kafein. Biji coklat yang

belum diolah biasanya mengandung kafein yang cukup banyak. Saat ini

semakin banyak minuman yang berbahan dasar coklat. Kandungan kafein

pada biji coklat tentu saja masih terbawa hingga menjadi minuman. Coklat
semakin pahit dan hitam, maka akan semakin tinggi kadar kafeinnya. Pada

secangkir susu coklat terdapat 42 mg kafein sedangkan pada coklat itu

sendiri dengan berat 162 gram, memiliki kandungan kafein sebesar 70 mg.

5. Minuman berenergi

Minuman berenergi yang beredar memang cukup digemari. Selain

menyegarkan, minuman berenergi dipercaya dapat menambah energi

dalam beraktivitas. Tetapi ternyata dalam minuman berenergi mengandung

kafein yang setara dengan secangkir kopi atau sekitar 6-242 mg kafein per

botol.

2.3.3 Manfaat dan Khasiat Kafein

Manfaat dan khasiat kafein jika tidak dikonsumsi secara berlebihan, di

antaranya adalah (Hays, 2011):

1. Kafein membantu meningkatkan memori. Studi di Jepang telah

menunjukkan bahwa asupan 200 gram kafein secara signifikan mampu

meningkatkan daya ingat atau memori.

2. Jika berolahraga, kombinasi kafein dan karbohidrat sebagai makanan pasca

latihan adalah pilihan yang sangat tepat. Kombinasi keduanya membantu

mengisi glikogen otot yang membantu dalam mempercepat proses

regenerasi otot setelah melakukan latihan yang berat.

3. Kafein sebagai makanan pasca latihan juga membantu dalam memulihkan

nyeri otot setelah latihan.

4. Kafein juga membantu dalam memperbaiki dan meningkatkan stamina

selama latihan atau olahraga.


5. Kafein merangsang pertumbuhan rambut sehingga dapat digunakan

sebagai salah satu cara untuk mencegah rambut rontok atau bahkan

kebotakan.

6. Kafein dapat merangsang sekresi zat kimia yang disebut dopamin dalam

tubuh. Dopamin merupakan neurotransmitter yang mengaktifkan pusat

kesenangan dalam otak. Hal ini juga membantu dalam mencegah depresi

atau penyakit psikologis secara efektif.

7. Kafein membuat seseorang waspada dan mencegah kantuk ketika perlu

berkonsentrasi pada suatu hal, misalnya saat mengemudi atau sedang

belajar.

8. Dalam prosedur medis yang disebut enema kafein, cairan berkafein seperti

kopi digunakan untuk membersihkan usus besar dari zat-zat beracun.

Selain itu, kafein membantu dalam detoksifikasi hati secara efektif. Kafein

juga membantu untuk mencegah penyakit liver non-alkohol.

9. Kafein dalam takaran tertentu juga dapat membantu dalam mencegah

penyakit berat seperti penyakit parkinson dan alzheimer. Mereka yang

mengonsumsi kafein juga beresiko kecil untuk melakukan bunuh diri.

10. Kafein juga membantu dalam menghindari penyakit mata seperti katarak

dan mata kejang.

11. Penelitian telah menunjukkan bahwa kafein ternyata juga dapat mencegah

penyakit kanker kulit.


2.3.4 Dampak Negatif dari Kafein

Kafein memiliki pengaruh negatif pada tubuh manusia jika

dikonsumsi berlebihan serta dikonsumsi dalam jangka panjang. Berikut

dampak negatif kafein bagi tubuh (Hays, 2011):

1. Meningkatkan resiko terkena hipertensi dan stroke

2. Kafein dapat menyebabkan tubuh mengalami dehidrasi karena terlalu

banyak berkemih

3. Kafein menghambat produksi melatonin di otak

4. Dapat menyebabkan keguguran spontan atau kerusakan pada janin

5. Menghambat enzim-enzim yang digunakan dalam pembentukan memori,

dan pada akhirnya menyebabkan hilangnya memori

6. Dapat beracun pada otak

7. Orang yang mengonsumsi lima sampai enam cangkir kopi sehari memiliki

resiko dua kali lebih besar terhadap serangan jantung

8. Dapat merusak Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) dan menyebabkan

menjadi abnormal dengan menghambat mekanisme perbaikan DNA

9. Kafein dapat menyerang cadangan energi sel-sel otak dan menurunkan

ambang kendalinya sedemikian rupa.

2.3.5 Fungsi Kafein

Kafein merupakan bahan yang bersifat stimulant, dimana kafein

mampu menstimulasi kerja berbagai sel dalam sistem tubuh manusia. Kafein

dapat merangsang atau menstimulasi sel-sel syaraf, sel otot dan sel pembuluh

darah sehingga secara keseluruhan menghasilkan fenomena sadar atau


bangun. Kafein dapat merangsang pelepasan bahan-bahan yang dihasilkan

oleh kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Kafein mempunyai efek terhadap

kecepatan dan kekuatan kontraksi otot polos terutama pada usus dan saluran

kemih, kafein juga mempengaruhi mood atau perasaan seseorang sehingga

pada tahap tertentu menyebabkan depresi, gelisah, cepat marah dan gugup.

Namun kafein tidak sepenuhnya bersifat buruk, kafein juga kadang

digunakan pada campuran obat, misalnya pada obat flu dan obat sakit kepala,

serta pada obat yang berfungsi untuk menghilangkan rasa takut dan

mengurangi terjadinya alergi (Chawla, 2009).

2.3.6 Penyakit yang Timbul Akibat Kafein

Penyakit yang timbul akibat terlalu sering mengonsumsi kafein dalam

jangka panjang, yaitu (Hermanto, 2009):

1. Penyakit maag karena asam lambung naik

Mukosa sel yang terdapat dalam lambung akan bekerja lebih aktif

saat kita mengonsumsi kopi. Mukosa sendiri ialah organ yang

memproduksi berbagai macam jenis cairan dalam tubuh seperti enzim,

asam lambung, dan hormon. Otomatis dengan meningkatnya asam

lambung yang dihasilkan oleh organ mukosa tersebut akan menimbulkan

penyakit maag.

2. Serangan jantung dan stroke

Kafein dalam bentuk kopi memiliki partikel kasar. Kondisi ini

dapat meningkatkan kadar trigliserida dan kolesterol dalam tubuh. Dengan

meningkatnya zat ini, akan memicu lemak dalam tubuh cepat mengendap
dan membuat penyempitan pembuluh darah. Hal inilah yang dapat

menimbulkan serangan jantung dan penyakit stroke.

3. Tekanan darah tinggi (hipertensi)

Kafein dapat memblok hormon yang berperan menjaga agar arteri

tetap melebar atau kafein dapat menyebabkan kelenjar adrenal untuk

memproduksi lebih banyak adrenalin, yang dapat menyebabkan tekanan

darah naik.

4. Osteoporosis

Asupan kafein yang berlebih dapat menyebabkan kehilangan

kalsium di dalam tubuh.

5. Resiko kanker kandung kemih dan ovarium

Menurut Physicians Commitee For Responsible Medicine dalam

Healthy Eating for Life to Prevent and Treat Cancer mengungkapkan

bahwa kopi dapat mempengaruhi DNA dan juga meningkatkan resiko

terkena kanker kandung kemih dan ovarium.

2.3.7 Cara Konsumsi Kafein yang Dianjurkan

Sebuah penelitian di Inggris mengindikasikan bahwa orang dewasa

yang hanya mengonsumsi tiga cangkir kopi atau setara dengan 300 mg kafein

setiap harinya cenderung hidup lebih lama dibanding yang lebih dari tiga

cangkir kopi atau lebih dari 300 mg kafein. Bahkan, resiko kematian akibat

penyebab paling umum menurun sebesar 10% dibanding mereka yang tidak

mengonsumsi kafein. The National Institute of Health USA


merekomendasikan konsumsi kafein yang aman adalah 300 mg/hari atau

setara 3 cangkir kopi/hari (Olson, 2010).

Bila seseorang terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman berkafein

di pagi hari sebelum melakukan beragam aktivitas, maka sebaiknya mulai

berpikir ulang. Steven Miller, Neuroscientist di Uniformed Services

University of the Health Sciences di Maryland, mengatakan bahwa waktu

yang paling baik mengonsumsi makanan dan minuman berkafein adalah

setelah hormon kortisol melewati masa puncaknya atau setelah pukul 9 pagi,

karena bila seseorang mengonsumsi makanan dan minuman berkafein ketika

hormon tersebut masih tinggi maka dapat menyebabkan tubuh meningkatkan

toleransi terhadap kafein. Artinya, seseorang akan membutuhkan jumlah

kafein yang lebih banyak setiap pagi untuk mendapatkan efek yang sama.

Takaran kopi yang sama setiap paginya lama-lama menjadi tak efektif

(Hermanto, 2009).

2.4 Merokok

2.4.1 Pengertian

Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari

tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau

sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan

tambahan (Crofton, 2014).

2.4.2 Bahan Baku Rokok

Bahan baku yang digunakan untuk membuat rokok adalah sebagai

berikut:
1. Tembakau

Jenis tembakau yang dibudidayakan dan berkembang di Indonesia

termasuk dalam spesies Nicotiana tabacum (Santika, 2011).

2. Cengkeh

Bagian yang biasa digunakan adalah bunga yang belum mekar.

Bunga cengkeh dipetik dengan tangan oleh para pekerja, kemudian

dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian cengkeh ditimbang dan

dirajang dengan mesin sebelum ditambahkan ke dalam campuran

tembakau untuk membuat rokok kretek (Santika, 2011).

3. Saus Rahasia

Saus ini terbuat dari beraneka rempah dan ekstrak buah-buahan

untuk menciptakan aroma serta cita rasa tertentu. Saus ini yang menjadi

pembeda antara setiap merek dan varian kretek (Santika, 2011).

2.4.3 Jenis Rokok

1. Rokok

Merupakan sediaan tembakau yang banyak digunakan (Saritaki,

2010).

2. Rokok Organik

Merupakan jenis rokok yang dianggap tidak mengandung bahan

adiktif sehingga dinilai lebih aman dibanding rokok modern (Saritaki,

2010).
3. Rokok Gulungan atau “Lintingan”

Peningkatan penggunaan rokok dengan cara melinting sendiri,

sebagian besar disebabkan oleh budaya dan faktor finansial (Saritaki,

2010).

4. Bidis

Bidis berasal dari India dan beberapa negara Asia Tenggara. Bidis

dihisap lebih intensif dibandingkan rokok biasa, sehingga terjadi

peningkatan pemasukan nikotin yang dapat menyebabkan efek

kardiovaskuler (Saritaki, 2010).

5. Kretek

Mengandung 40% cengkeh dan 60% tembakau. Cengkeh

menimbulkan aroma yang enak, sehingga kretek dihisap lebih dalam

daripada rokok biasa (Saritaki, 2010).

6. Cerutu

Kandungan tembakaunya lebih banyak dibandingkan jenis lainnya,

seringkali cerutu hanya mengandung tembakau saja (Saritaki, 2010).

7. Pipa

Asap yang dihasilkan pipa lebih besar jika dibandingkan asap rokok

biasa, sehingga tidak perlu hisapan yang langsung untuk mendapatkan

kadar nikotin yang tinggi dalam tubuh (Saritaki, 2010).


8. Pipa Air

Sediaan ini telah digunakan berabad-abad dengan persepsi bahwa

cara ini sangat aman. Beberapa nama lokal yang sering digunakan adalah

hookah, bhang, narghile dan shisha (Saritaki, 2010).

2.4.4 Klasifikasi Perokok

Perokok pada garis besarnya dibagi menjadi dua yaitu perokok aktif

dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang langsung menghisap asap

rokok dari rokoknya, sedangkan perokok pasif adalah orang-orang yang tidak

merokok, namun ikut menghisap asap sampingan selain asap utama yang

dihembuskan balik oleh perokok. Dari beberapa pengamatan dilaporkan

bahwa perokok pasif menghisap lebih banyak bahan beracun daripada

seorang perokok aktif (Aula, 2009).

Sweeting (1990) dalam Aula (2009), mengklasifikasikan perokok atas

tiga kategori, yaitu:

1. Bukan perokok (non-smoker), seseorang yang belum pernah mencoba

merokok sama sekali.

2. Perokok eksperimental (experimental smokers), seseorang yang telah

mencoba merokok tetapi tidak menjadikannya suatu kebiasaan.

3. Perokok tetap (regular smokers), seseorang yang teratur merokok baik

dalam hitungan mingguan atau dengan intensitas yang lebih tinggi.


Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok, yaitu (Bustan, 2008):

1. Perokok Ringan

Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per

hari.

2. Perokok Sedang

Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari.

3. Perokok Berat

Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang per hari.

2.4.5 Kandungan Bahan Kimia dalam Rokok

Tiap rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen, dan hampir 200 di

antaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok

adalah nikotin, karbon monoksida, dan tar. Zat-zat kandungan rokok ini

adalah yang paling berbahaya bagi tubuh. Rokok putih mengandung 14-15

mg tar dan 5 mg nikotin, sementara rokok kretek mengandung sekitar 20 mg

tar dan 4-5 mg nikotin. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tar dan

nikotin pada rokok kretek lebih tinggi daripada rokok putih. Kandungan tar

dan nikotin pada cerutu adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan

rokok putih dan rokok kretek oleh karena ukurannya yang lebih besar (Aula,

2009).

1. Nikotin

Nikotin merupakan zat yang bisa meracuni saraf, meningkatkan

tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah perifer, dan

menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Selain itu,


nikotin juga mengganggu sistem saraf simpatis dengan merangsang

pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan

darah dan kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama

jantung. Nikotin juga mengganggu kerja otak, dan banyak bagian tubuh

yang lain. Nikotin mengaktifkan trombosit dan menyebabkan adhesi

trombosit ke dinding pembuluh darah. Perangsangan reseptor pada

pembuluh darah oleh nikotin akan mengakibatkan peningkatan sistolik dan

diastolik, yang selanjutnya akan mempengaruhi kerja jantung.

Penyempitan pembuluh darah perifer akibat nikotin akan meningkatkan

resiko terjadinya ateriosklerosis dan meningkatkan tekanan darah (Aula,

2009).

2. Karbon monoksida (CO)

Gas karbon monoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat

untuk berikatan dengan hemoglobin dalam eritrosit. Hemoglobin

seharusnya berikatan dengan oksigen untuk didistribusikan ke seluruh

tubuh. Karena CO lebih kuat berikatan dengan hemoglobin daripada

oksigen, CO akan bersaing untuk menempati tempat oksigen pada

hemoglobin. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1%,

sementara dalam darah perokok mencapai 4-15%. Gas ini akan

menimbulkan desaturasi hemaglobin dan menurunkan penghantaran

oksigen ke jaringan seluruh tubuh. Karbon monoksida juga mengganggu

pelepasan oksigen, mempercepat aterosklerosis, menurunkan kapasitas


latihan fisik, dan meningkatkan viskositas darah sehingga mempermudah

penggumpalan darah (Aula, 2009).

3. Tar

Tar merupakan komponen padat asap rokok yang bersifat

karsinogen. Kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Pada saat rokok

dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut dalam bentuk uap padat. Setelah

dingin, tar akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat

pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru. Pengendapan ini

bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok (Aula, 2009).


2.5 Kerangka Teori

Jenis Kelamin
Faktor risiko
Etnis
yang tidak dapat
dimodifikasi Makanan Berlemak
Genetik
Stres
Umur
Kebiasaan Olahraga

Kejadian
Merokok
Hipertensi
Natrium

Faktor risiko Gula


yang dapat Gaya
dimodifikasi Hidup
Kafein

Alkohol

Keterangan : : Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti
: Alur pikir

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Armilawaty (2011)
BAB III DEFINISI

KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang utama di

dunia. Menurut World Health Organization (WHO), Penyakit Tidak Menular

seperti hipertensi merupakan penyebab sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan

diseluruh dunia. Gaya hidup yang sering menjadi penyebab hipertensi di

antaranya adalah kebiasaan olahraga, konsumsi kafein dan kebiasaan merokok.

Olahraga merupakan suatu kegiatan jasmani yang dilakukan dengan

maksud untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kafein

merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami pada lebih dari 60

jenis tanaman terutama teh (1-4,8%), kopi (1-1,5%) dan biji kola (2,7-3,6%).

Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman

Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang

mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

3.2 Kerangka Konsep


Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan
Mengonsumsi Kejadian
Makanan dan Hipertensi
Minuman Berkafein

Lama Merokok

Gambar 3.1 Alur Kerangka Konsep Penelitian


3.3 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

3.3.1 Hipertensi

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan darah sistolik 140

mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih

berdasarkan data rekam medik yang ada di Puskesmas Singgani.

Menderita : Jika berdasarkan data rekam medik tekanan darah sistol ≥

140 mmHg dan diastol ≥ 90 mmHg

Tidak Menderita : Jika berdasarkan data rekam medik tekanan darah sistol <

140 mmHg dan diastol < 90 mmHg

3.3.2 Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olahraga adalah kegiatan jasmani yang dilakukan secara

teratur minimal 3 kali dalam seminggu dengan durasi minimal 20 menit per

latihan dengan tujuan untuk kesehatan/kebugaran.

Berisiko : Jika tidak pernah olahraga atau melakukan olahraga < 3

kali dalam seminggu

Tidak Berisiko : Jika melakukan olahraga ≥ 3 kali dalam seminggu dengan

durasi minimal 20 menit perlatihan

3.3.3 Kebiasaan Mengonsumsi Makanan dan Minuman Berkafein

Kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman berkafein adalah cara

responden dalam mengonsumsi minuman atau makanan yang mengandung

kafein setiap harinya.

Berisiko : Jika responden mengonsumsi kafein ≥ 300 mg/hari

Tidak Berisiko : Jika responden mengonsumi kafein < 300 mg/hari


3.3.4 Lama Merokok

Lama merokok adalah kebiasaan responden dalam menghisap rokok

yang dilihat dari pertama kali merokok hingga sekarang.

Berisiko : Jika responden merokok > 1 tahun

Tidak Berisiko : Jika responden merokok ≤ 1 tahun

3.4 Hipotesis

3.4.1 Ada hubungan kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi di Puskesmas

Singgani Kecamatan Palu Selatan Kota Palu.

3.4.2 Ada hubungan kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman berkafein

dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Singgani Kecamatan Palu Selatan

Kota Palu.

3.4.3 Ada hubungan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi di Puskesmas

Singgani Kecamatan Palu Selatan Kota Palu


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan

rancangan case control yaitu suatu jenis penelitian yang mempelajari hubungan

antara paparan (faktor risiko) dengan penyakit, dengan cara membandingkan

kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Singgani

Kecamatan Palu Selatan Kota Palu pada bulan Februari-Maret 2018.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti (Sugiyono, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah semua

penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Singgani pada bulan

September-November tahun 2017 berjumlah sebanyak 201 orang (case)

ditambah control.

4.3.2 Sampel

Untuk sampel case dihitung menggunakan rumus Lemeshow


(Hidayat, 2007) berikut ini:
2
N.Z .1-α/2. p-q
n=
2
d (N-1)+Z² 1-α/2. p-q
Keterangan:

n = Besar sampel

p = Perkiraan proporsi (0,5)

q = 1-p

d = Presisi absolut (0,15 atau 15%)


2
Z 1-α/2 = Statistik Z (Z = 1,96 untuk α = 0,05)

N= Besar Populasi

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar:


2
201 (1,96 ). 0,5. (1-0,5)
n=
0,15² (201-1) + (1,96²). 0,5 (1-0,5)

201(3,8416)0,25
n=
4,5 + 0,96

193,0404
n=
5,46

n = 35,36 dibulatkan menjadi 36

Sampel pada penelitian ini berjumlah 36 orang, yang mana 36 orang

adalah penderita hipertensi dan 72 orang yang tidak menderita hipertensi.

Selanjutnya pengambilan sampel (case) dilakukan dengan teknik simple

random sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak

sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang

sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Kriteria sampel dalam

penelitian ini adalah:


1. Inklusi

a. Kelompok kasus:

1) Penderita hipertensi pada bulan September-November tahun 2017

2) Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Singgani

3) Usia 18 tahun ke atas

4) Bersedia menjadi responden

b. Kelompok kontrol:

1) Tetangga dari penderita hipertensi yang bermukim di sekitar rumah

penderita

2) Tidak menderita hipertensi

2. Eksklusi

a. Sedang sakit keras

b. Tidak berada di tempat 3 kali berturut-turut

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara

langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner tentang kebiasaan

olahraga, kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman berkafein, serta

lama merokok.

4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari

profil Puskesmas Singgani tahun 2015 dan2016 dan laporan bulanan tahun

2017 tentang jumlah penderita hipertensi.


4.5 Analisa, Pengolahan dan Penyajian Data

4.5.1 Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum

dengan cara mendeskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam

penelitian yaitu melihat distribusi frekuensinya dengan rumus sebagai

berikut:

f
P= x100%
n

Keterangan:

P: Persentase

f: Frekuensi

n: Jumlah sampel

100%: Bilangan tetap

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen dengan nilai kemaknaan 0,05 dengan

tingkat kepercayaan 95%. Adapun uji yang digunakan pada penelitian ini

adalah uji Chi-Square dengan interprestasi sebagai berikut:

a. Ada hubungan jika p ≤ 0,05 dengan demikian H0 ditolak

b. Tidak ada hubungan jika p> 0,05 dengan demikian H0 diterima.


4.5.2 Pengolahan Data

1. Editing

Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah

diserahkan oleh pengumpulan data. Tujuan dari pada editing adalah untuk

mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada dalam daftar pertanyaan

yang sudah diselesaikan sampai sejauh mungkin.

2. Coding

Yang dimaksud dengan coding adalah mengklasifikasikan jawaban-

jawaban dari responden ke dalam kategori-kategori, biasanya klasifikasi

dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-

masing jawaban.

3. Entry data

Memasukan data ke komputer kemudian dianalisa.

4. Tabulating

Tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel, jawaban-jawaban yang

sudah diberi kode kategori jawaban kemudian dimasukkan dalam tabel.

5. Cleaning

Yaitu membersihkan data dengan melihat variabel-variabel yang

digunakan apakah data-data sudah benar atau belum.

6. Describing

Menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah dikumpulkan.


4.5.3 Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang disertai

dengan penjelasan sehingga memudahkan untuk dianalisa.


DAFTAR PUSTAKA

Armilawaty. 2011. Hipertensi dan Faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi.


Pustaka Obor Populer. Jakarta.

Aula, L.E. 2009. Stop Merokok. Garailmu. Yogyakarta.

Bustan, N. 2008. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta. Cahyono,

S. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Kanisius. Jakarta. Chawla. 2009.

Neurologic Effects of Caffeine.Tremor Research Group.Texas.

Crofton, J. 2009. Tembakau: Ancaman Global. Kompas Gramedia.Jakarta.

Dalimartha, S. 2009. Care Your Self Hipertensi. Penebar Plus. Jakarta.

Davey. 2009. At a Glance Medicine. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Depkes RI. 2010. Petunjuk Teknis Olahraga Bagian Pertama. Depkes RI. Jakarta.

Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi


Tengah. Palu.

Erowid, 2011. Caffeine Chemistry. Mc Graw-Hill. New York.

Hambuako. 2010. Hipertensi Faktor Resiko Utama Penyakit Kardiovaskuler. EGC.


Jakarta.

Hays, T. 2011. Coffee-History, Health and Caffeine.EGC. Jakarta.

Hermanto, I. 2009. Kafein Senyawa Bermanfaat atau Beracunkah?. PT. Pustaka


Obor Populer. Jakarta.

Hidayat, A.A. 2007. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Tekhnik. Analisis


Data. Jakarta. Salemba Medika.

Kemekes RI. 2015. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. Jakarta.

--------------. 2016. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. Jakarta.

Markusi, H. 2008. Olahraga Untuk Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.


Merry, S. 2012. The Effect of 2 Week Exercise on the Decrease in Blood Pressure of
Hypertensive Patients in Mount Elizabeth Hospital Singapore. Journal.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2696884/pdf/nihms118544.
pdf. Diakses Tanggal 8Februari 2018.

Misra, H. 2008. Study of Extraction and HPTLC-UV Method for Estimation of


Caffeine in Marketed Tea. International Journal of Green Pharmacy.
Granules.
Moeloek D. 2009. Kesehatan dan Olahraga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

Olson. 2010. Lange Poisoning and Drug Overdose. CMP Medica Asia Pte Ltd.
Singapore.

Palmer, A. 2010. Tekanan Darah Tinggi. Erlangga. Jakarta.

Petricilia, W. 2013.Analysis Related To Hypertension In Hospitals Kyongyang


Thailand. https://www.google.co.id/Hypertension/sugexp=mod=12&ix.
Diakses Tanggal 8Februari 2018.

Price, S, A. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis dan Konsep-konsep Proses Penyakit.


EGC. Jakarta.

Puskesmas Singgani. 2017. Laporan Bulanan Puskesmas Singgani.

Sajoto. 2009.Peningkatan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam Olahraga.


Dohara Prise. Semarang.

Sani, A. 2009. Rokok dan Hipertensi. Yayasan Jantung Indonesia. Yogyakarta.

Santika, E. 2011. Mengintip Kisah Dibalik Tembakau. Pustaka Obor Populer.


Jakarta.

Saritaki, A. 2010. Strategi Rahasia Berhenti Merokok. Datamedia. Yogyakarta.

Sharkey, B. 2008. Kebugaran dan Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada . Jakarta.

Simorang, G.D. 2012. Hubungan Gaya Hidup dengan Hipertensi di Puskesmas


Andalas Kota Medan. Skripsi. USU. Medan.

Smeltzer. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta.

Soeharto. 2013. Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner. PT


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Sukamto. 2011. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Klien Tentang Hipertensi


dengan Kepatuhan dalam Menjalankaan Diit Hipertensi di Poliklinik RSUD
Tugu Rojo Semarang. Fakultas Ilmu Kedokteran Undip. Skripsi.
Semarang.http://www.ojs.undip.ac.id/index.php/skripsi/download/413/315/.
Diakses Tanggal 11 Desember Tahun 2017.

WHO. 2015. The World Health Report 2015.


http://www.who.int./whr/2015/en/index.html. Diakses Tanggal 01 Desember
tahun 2017.
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

KepadaYth:
Calon Responden..

Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Mahasiswi Program S1 Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako:
Nama : Kartika
NPM : N 201 13044

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu


sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi
responden dan terjadi hal-hal yang merugikan, maka Bapak/Ibu diperbolehkan
mengundurkan diri untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.
Apabila Bapak/Ibu menyetujui, maka saya bermohon kesediaan untuk
menandatangani lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya
sertakan pada surat ini.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu sebagai responden, saya ucapkan
terima kasih.

Palu, Januari 2018


Peneliti,

Kartika

45
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

No. Responden :
Tanggal :

Bersedia berpartisi sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh

Kartika, Mahasiswi Program S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Tadulako, sampai dengan berakhirnya masa penelitian yang

dimaksud.

Bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian sesuai

dengan kondisi yang sesungguhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dalam keadaan sadar dan

tidak sedang dalam paksaan siapapun dan untuk dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Palu, Januari 2018

Responden,

46
KUESIONER

HUBUNGAN GAYA HIDUP MASYARAKAT DENGAN


KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SINGGANI
KECAMATAN PALU
SELATAN KOTA PALU

A. IdentitasResponden
1. Nomor Responden :
2. Inisial :
3. Umur :
4. Pendidikan :
5. Pekerjaan :
6. Riwayat Hipertensi :

B. Kebiasaan Olahraga

1. Apakah anda setiap hari berolahraga?


a. Ya
b. Tidak
2. Jika tidak setiap hari, apakah dalam seminggu anda berolahraga minimal 3
kali?
a. Ya
b. Tidak, (jika tidak sebutkan berapa kali dalam seminggu …….)
3. Apakah anda setiap berolahraga dengan durasi minimal 20 menit per latihan?
a. Ya
b. Tidak, (jika tidak sebutkan durasinya berapa menit…….)

C. Kebiasaan Mengonsumsi Makanan dan Minuman Berkafein

Pagi Siang/Sore Malam


Jenis Volume Volume Volume
Gelas Cangkir Mok Batang Botol Gelas Cangkir Mok Batang Botol Gelas Cangkir Mok Batang Botol
Kopi
Teh
Susu coklat
Coklat
Minuman
bersoda
Minuman
berenergi

47
Keterangan:
Botol untuk minuman berenergi, minuman bersoda, dan susu coklat.
Gelas, mok, dan cangkir untuk minuman kopi dan teh.
Batang untuk jenis makanan coklat
Teh secangkir = 47 mg kafein
Minuman bersoda botol kecil ukuran 340 gr =23-69 mg kafein (tergantung jenis)
Kopi secangkir = 100 mg kafein
Minuman berenergi per botol/bungkus = 6-242 mg kafein (tergantung jenis)
Susu coklat secangkir = 42 mg kafein
Coklat dengan berat 162 gram = 70 mg kafein
(Sumber: Erowid, 2011).

D. Lama Merokok

1. Apakah anda merokok?


a. Ya
b. Tidak
2. Jika ya, berapa batang rokok yang anda hisap dalam sehari?
……………………………………………………….
3. Jika anda merokok, sudah berapa lamakah anda merokok?
a. ≤ 1 tahun
b. > 1 tahun

48
TABEL SINTESA
Karakteristik
No Peneliti (Tahun) Judul Temuan
Subjek Instrumen Metode
1. Irma Muslimin Analisis faktor kejadian Penduduk Instrumen Metode penelitian Mengonsumsi makanan asing, riwayat
dan Ridhayani hipertensi diwilayah berusia >18 penelitian kuantitatif dengan keluarga dan stress berhubungan dengan
Adiningsih kerja Puskesmas Binanga Tahun menggunakan pendekatan cross kejadian hipertensi. Stress merupakan
(2016) Mamuju Tahun 2016 kuesioner sectional. variabel yang paling berhubungan dengan
kejadian hipertensi.
2. M. Ramadhani Hubungan merokok dan Penderita Instrumen Metode Ada hubungan antara kebiasaan merokok
Firmansyah, dan konsumsi kopi dengan hipertensi di penelitian Kuantitatif yang dengan tekanan darah pada pasien
Rustam (2016) tekanan darah pada Puskesmas menggunakan bersifat Survey Hipertensi di Puskesmas Pembina tahun
pasien hipertensi Pembina kuesioner Analitik dengan 2016 (pvalue=0,014). Ada hubungan
Palembang menggunakan antara Konsumsi Kopi dengan tekanan
pendekatan Cross darah pada Hipertensi di Puskesmas
Sectional Pembina Palembang tahun 2016
(pvalue=0,020).
3. Kadek Ariati Peningkatan tekanan Penderita Instrumen Metode Descriptif Terdapat peningkatan tekanan darah pada
(2016 darah pada pasien Hipertensi penelitian pasien perokok dikarenakan terdapat zat-
perokok menggunakan zat berbahaya seperti CO (karbon
kuesioner monoksida) dan nikotin yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat
meningkatkan tekanan darah
4. Muh. Anwar Hubungan gaya hidup Pasien yang Istrumen Metode Ada hubungan pola makan dan aktivitas
Hafid (2014) dengan prevalensi berkunjung ke penelitian Kuantitatif yang fisik dengan prevalensi hipertensi di
hipertensi di Puskesmas Puskesmas menggunakan bersifat Survey Puskesmas Kassi-kassi, namun tidak ada
Kassi-kassi Kabupaten Kuesioner Analitik dengan hubungan merokok dengan prevalensi
Bantaeng tahun 2014 menggunakan hipertensi di Puskesmas Kassi-kassi
pendekatanCross Kabupaten Bantaeng 2014

1
Sectional
5. S. A. Nugraheni, Pengendalian faktor Pria dewasa Instrumen Metode eplanatory Tidak ada hubungan RLPP dengan tekanan
Meilina determinan sebagai berumur 40- penelitian research dengan darah sistolik, tidak ada hubungan IMT
Suryandari upaya penatalaksana 60 tahun menggunakan pendekatan Cross dengan tekanan darah sistolik dan tidak ada
Ronny Aruben hiertensi di tingkat kuesioner Sectional hubungan asupan kalsium dengan tekanan
(2008) Puskesmas darah sistolik. Ada hubungan kebiasaan
olahraga, asupan lemak, asupan natrium,
asupan serat, asupan kalium dengan
tekanan darah sistolik.
6. Anggun A, Hubungan antara Penduduk Instrumen Metode Tidak terdapat hubungan antara asupan
Manawan, A. J. konsumsi makanan dewasa penelitian Kuantitatif yang karbohidrat dengan keejadian hipertensi,
M. Rattu,dengan kejadian berumur 45- menggunakan bersifat Survey terdapat hubungan antara asupan lemak
Maureen I,hipertensi di Desa 59 tahun kuesioner Analitik dengan dengan kejadian hipertensi dan terdapat
Punuh (2016) Tandengan Satu Kec Eris menggunakan hubungan antara asupan natrium dengan
Kabupaten Minahasa Cross Sectional kejadian hipertensi
7. Erlyana Nur Faktor-faktor risiko Penduduk Instrumen Metode Terdapat hubungan yang bermakna antara
Syahrini, Henry hiertensi primer di yang berumur penelitian Kuantitatif yang umur, obesitas, kebiasaan konsumsi
Setyawan Puskesmas Tlogosori >15 tahun menggunakan bersifat Survey makanan berlemak dengan hipertensi, dan
Susanto, Ari Kulon Kota Semarang kuesioner Analitik dengan tidak ada hubungan yang bermakna antara
Udiyono (2012) menggunakan jenis kelamin, kebiasaan merokok,
Cross Sectional kebiasaan konsumsi alkohol, kebiasaan
konsumsi kafein dengan hipertensi.
8. Muhammad Faktor –faktor yang Penduduk Istrumen Metode Terdapat hubungan antara genetik,
Hafiz Bin Mohd berhubungan dengan lansia yang penelitian Kuantitatif yang olahraga, dan tingkat dengan kejadian
Arifinl, I Wayan kejadian hipertensi pada berumur >66 menggunakan bersifat Survey hipertensi. Sedangkan jenis kelamin,
Weta, Ni Luh kelompok lanjut usia di tahun kuesioner Analitik dengan obesitas, merokok. Namun, tidak terdapat
Ketut wilayah kerja menggunakan hubungan yang bermakna antara konsumsi
AyuRatnawati UPTPuskesmas Petang I pendekatan alkohol dengan kejadian hipertensi
(2016) Kabupaten Bandung Retrospektif

2
tahun 2016
9. Tifani Hubungan antara obesitas Pasien Poli Instrumen Metode Ada hubungan yang signifikan antara
Lasianjayanil, dan perilaku merokok Jantung di penelitian Kuantitatif yang obesitas dengan kejadian hipeertensi,
Santi Martini terhadap kejadian RSU Haji menggunakan bersifat Survey namun riwayat merokok, penggunaan
(2013) hipertensi Surabaya kuesioner Analitik dengan filter, lama merokok, kriteria perokok dan
menggunakan jenis rokok menunjukan tidak adanya
Cross Sectional hubungan yang signifikan
10. Febby Haendra Faktor-faktor yang Pasien Penelitian Metode Jenis kelamin tidak berhubungan secara
Dwi Anggara, berhubungan dengan hipertensi menggunakan Kuantitatif yang statistik dengan tekanan darah. Sedangkan
Nanang Prayitno tekanan darah di kuesioner bersifat Survey umur, pendidikan, pekerjaaan, IMT,
(2009) Puskesmas Telaga Murni Analitik dengan kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
Cikarang Barat tahun menggunakan kebiasaan olahraga, asuan natrium, asupan
2012 Cross Sectional kalium berhubungan secara statistik
dengan tekanan darah
11. Yufita Yeni, Sitti Faktor-faktor yang Semua wanita Penelitian Metode Ada hubungan yang bermakna antara
Nur Djannah, berhubungan dengan kelompok menggunakan Kuantitatif yang faktor obesitas dengan kejadian hipertensi
Solikhah (2009) kejadian hipertensi pada umur yang kuesioner bersifat Survey dan penggunaan kontrasepsi hormonal
wanita usia subur di berobat di Analitik dengan dangan kejadian hipertensi pada wanita
Puskesmas Umbullharjo I Poliknik menggunakan usia subur di Puskesmas Umbulharjo I
Yogyakarta tahun 2009 Umum Cross Sectional Yogyakarta
Puskesmas
Umbulharjo I
Yogyakarta
12. Azzahra Vania Hubungan asupan kafein Pekerja Penelitian Metode Tidak ada hubungan antara asupan kafein
Sara Devi (2016) dengan tekanan darah bagian menggunakan Kuantitatif yang dengan tekanan darah pada pekerja bagian
pada pekerja bagian produksi PT kuesioner bersifat Survey produksi PT Tiga Serangkai Surakarta
produksi PT Tiga Tiga Analitik dengan
Serangkai Surakarta Serangkai menggunakan
Cross Sectional

3
13. Yeni Mulyani, Korelasi perilaku Penderita Peneitian Metode Tidak ada hubungan antara perilaku
Zaenal Arifin, merokok dengan derajat hipertensi menggunakan Korelasional merokok dengan peningkatan derajat
Marwansyah hipertensi pada penderita kuesioner dengan hipertensi
(2014) hiertensi di Wilayah menggunakan
Kerja Dinas Kesehatan Cross Sectional
Banjarbaru
14 Petricilia, W. Analisis Faktor yang Penduduk Instrumen Metode penelitian Merokok, olahraga, riwayat keluarga dan
(2013) Berhubungan dengan lansia penelitian kuantitatif dengan pola makan mempunyai hubungan dengan
Hipertensi di Rumah menggunakan pendekatan cross kejadian hipertensi.
Sakit Kyongyang kuesioner dan sectional.
Thailand lembar ceklis
15 Merry, S (2012) Dampak 2 Minggu Penderita Instrumen Metode Ada pengaruhpeemberian olahraga
Aktivitas Fisik dalam hipertensi di penelitian Kuantitatif yang terhadap penurunan tekanan darah pada
Menurunkan Tekanan Hospital menggunakan bersifat Survey penderita hipertensi(pvalue=0,033).
Darah pada Pasien Singapore lembar ceklis Analitik dengan
Hipertensi di Rumah menggunakan
Sakit Mount Elizabeth rancangan pre-
Singapura post test

Anda mungkin juga menyukai