Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA


PERILAKU KEKERASAN

Oleh :

WINDA MELATI PUSPITA ALVIANI

P1337420920110

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2021
Perilaku Kekerasan
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995). Perilaku kekerasan
atau agresif suatu bentuk perilaku yang bertujuan melukai orang lain secara fisik
maupun psikologis (Berkowitz, dalam Harnawati, 1993). Segala aktivitas yang bila
tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian (Stuart dan Sundeen, 1995). Suatu
keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik
terhadap diri sendiri atau orang lain (Townsend, 1998). Suatu keadaan dimana klien
mengalami perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Maramis, 1998). Perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua yaitu
perilaku kekerasan secara verbal maupun fisik (Ketner et al, 1995).
B. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

C. Faktor predisposisi
Menurut Towsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
tentang faktor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah :
1. Teori Biologik
Berdasarkan terori biologi, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
sesorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut :
 Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respons agresif.
 Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmiter (epinefrin, norepinefrin,
dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan cerebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada
seseorang.
 Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal
(narapidana).
 Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai
gangguan cerebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus
temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2. Teori Psikologik
 Teori psikoanalitik yang menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri
serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi
bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga
diri pelaku tindak kekerasan.
 Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran
eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.
3. Teori Sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupak
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
D. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal.
 Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,
menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dan lain-lain.
 Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis,
dan lain-lain.
Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan antara lain sebagai berikut :
 Kesulitan kondisi sosial ekonomi
 Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
 Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa
 Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat
dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi
frustasi
 Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
E. Pohon masalah
Resiko Tinggi Menciderai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku kekerasan PPS : Halusinasi

Regimen Terapeutik
Inefektif
Harga Diri Rendah Isolasi Sosial :
Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga
Tidak Efektif
Berduka Disfungsional
F. Manifestasi klinik
Berikut ini manifestasi klinik klien dengan perilaku kekerasan :
1. Fisik : mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-katakotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, dan ketus
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak
lingkungan, amuk/ agresif
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan,
dan menuntut
5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran
8. Perhatian : bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
G. Penatalaksanaan medis
Obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau perilaku kekerasan
adalah :
a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat
mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan
Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan
perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam
waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga
bisa memperburuk simptom depresi.
b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif
dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline
dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera
kepala dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.

H. Asuhan keperawatan
1. Data yang perlu dikaji
Subjektif :
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalahkan dan menuntut
 Klien meremehkan
Objektif :
 Mata melotot/ pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras
2. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
 Perilaku kekerasan
 Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkunga
 Perubahan persepsi sensori: halusinasi
 Harga diri rendah kronis
 Isolasi sosial
 Berduka disfungsional
 Penatalaksanaan regimen terapeutik inefekteif
 Koping keluarga inefektif
3. Diagnosis yang mungkin muncul
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/ amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.

4. Intervensi keperawatan/ rencana keperawatan


Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
 Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga,
memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
 Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/
tersinggung.
 Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang
sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
 Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan
Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara – cara merawat klien :
 Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
 Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
 Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
4. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan
keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika
merasakan efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri:
harga diri rendah
1. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya
 Salam terapeutik
 Perkenalan diri
 Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Ciptakan lingkungan yang tenang
 Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan :
1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Risiko  
Perilaku Pasien Keluarga
Kekerasan  
SP Ip SP I k
1.        Mengidentifikasi penyebab 1.    Mendiskusikan masalah yang
PK dirasakan keluarga dalam merawat
2.        Mengidentifikasi tanda dan pasien.
gejala PK 2.    Menjelaskan pengertian PK, tanda dan
3.        Mengidentifikasi PK yang gejala, serta proses terjadinya PK.
dilakukan 3.    Menjelaskan cara merawat pasien
4.        Mengidentifikasi akibat PK dengan PK.
5.        Mengajarkan cara mengontrol
PK SP II k
6.        Melatih pasien cara kontrol 1.    Melatih keluarga mempraktekkan cara
PK fisik I (nafas dalam). merawat pasien dengan PK.
7.        Membimbing pasien 2.    Melatih keluarga melakukan cara
memasukkan dalam jadwal merawat langsung kepada pasien PK.
kegiatan harian.
  SP III k
SP IIp 1.        Membantu keluarga membuat jadual
1.        Memvalidasi masalah dan aktivitas di rumah termasuk minum
latihan sebelumnya. obat  (discharge planning).
2.        Melatih pasien  cara kontrol 2.        Menjelaskan  follow up pasien
PK fisik II (memukul bantal / setelah pulang.
kasur / konversi energi).
3.        Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
 
SP IIIp
1.        Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2.        Melatih pasien cara kontrol
PK secara verbal (meminta,
menolak dan mengungkapkan
marah secara baik).
3.        Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP IVp
1.        Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2.        Melatih pasien cara kontrol
PK secara spiritual (berdoa,
berwudhu, sholat).
3.        Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP Vp
1.        Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2.        Menjelaskan  cara kontrol PK
dengan minum obat (prinsip 5
benar minum obat).
3.        Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
 

I. Daftar Pustaka

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).


St.Louis Mosby Year Book, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,


RSJP Bandung, 2000

Anda mungkin juga menyukai