SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
I. Tujuan
1. Menentukan pengaruh penambahan larutan asam trikloroasetat, amonium sulfat,
diklorometan, asetonitril, dan metanol pada sampel protein plasma
2. Menentukan pengaruh penggunaan pelarut organik etil asetat dan diklorometan
pada proses ekstraksi cair-cair menggunakan sampel protein plasma
3. Menentukan kadar dan %-recovery parasetamol di dalam plasma menggunakan
instrumen Spektrofotometer UV-Visible pada sampel yang sudah dipresipitasi
menggunakan metode presipitasi protein dan ekstraksi cair-cair
II. Pengolahan Data
Pengamatan Presipitasi Protein Plasma
an Salting-out
Gambar 5. Grafik Salting-in d
Sumber : (Burgess, 2009)
Penambahan logam berat seperti Hg2+, Pb2+, Ag1+, Tl1+, Cd2+, dan logam berat
dengan berat molekul yg besar lainnya dapat menyebabkan protein terendapkan. Pada
suasana basa, protein cenderung bermuatan negatif, sehingga dengan penambahan logam
berat bermuatan positif dapat menetralkan muatan protein sehingga berada pada titik
isoelektriknya. Penggunaan pelarut organik dapat menurunkan Konstanta Dielektrik larutan
dan dapat menyebabkan presipitasi protein . Air memiliki konstanta dielektrik yg tinggi dan
dengan penambahan metanol pada pengujian dapat menurunkan KD air dan menurunkan
kemampuan air untuk mengionkan/melarutkan protein sehingga protein terendapkan. Pada
percobaan menggunakan asam (TCA) protein akan membuat muatan protein semakin
positif karena asam amino akan menangkap proton dari asam, menyebabkan lapisan hidrasi
protein terganggu. Protein akan berada pada Isoelectric Point-nya dan saling mendekat satu
sama lainnya dikarenakan gaya tolak menolak rendah sehingga dapat terjadi pengendapan
(Burgess, 2009).
Pada praktikum menggunakan beberapa pelarut dari masing-masing kategori,
pelarut diklorometan (1:2) dapat memisahkan protein dengan baik diantara semua pelarut
yg digunakan. Pelarut asam trikloroasetat, metanol, dan larutan garam amonium sulfat
mengendapkan protein pada dasar tabung dimana metanol dan TCA memberikan endapan
yg lebih pekat dibanding larutan amonium sulfat. Kemudian, pada penggunaan pelarut
asetonitril, terlihat sedikit endapan protein di dasar tabung dan larutan terlihat sedikit
keruh.
Ekstraksi cair-cair merupakan metode pemisahan yang memanfaatkan perbedaan
kelarutan zat terlarut yang akan dipisahkan dari larutan asalnya dengan dengan pelarut
pengekstrak. Prinsip dari pemisahan ini adalah proses pengontakan larutan dengan pelarut
pengekstrak yg tidak saling melarut dengan pelarut asal dengan densitas berbeda sehingga
terbentuk 2 fasa (Agus, 2013).Perpindahan zat terlarut disebabkan oleh adanya driving force
akibat perbedaan potensial kimia sehingga perpindahan terjadi secara difusional (Laddha
dan Degaleesan, 1978). Adapun syarat pelarut yang digunakan pada ekstraksi cair-cair
antara lain (Moldoveanu, et.al., 2015)
a. Pelarut yang dapat melarutkan analit dengan baik dan tidak melarutkan/sedikit
melarutkan matriks
b. Pelarut yang memiliki titik didih rendah, agar mudah diuapkan pada saat ingin
mengekstraksi analit murni
c. Pelarut pengekstrak yg tidak larut dalam pelarut asal, memiliki densitas yang
berbeda, tidak membentuk emulsi, serta mempertimbangkan viskositas pelarut
pengekstrak
d. Pelarut yang tidak toksik dan aman, serta mempertimbangkan harga pelarut
Pada hasil percobaan yang diperoleh, diamati perbedaan antara penggunaan etil
asetat dan pelarut diklorometan. Pelarut etil asetat mengendapkan protein di dasar tabung,
sedangkan diklorometan mengendapkan protein pada bagian atas fase organik. Perbedaan
ini, dapat terjadi karena perbedaan densitas dari kedua pelarut, sesuai dengan prinsip
pemisahan pada ekstraksi cair-cair dimana pelarut dengan densitas >1 cenderung akan
berada di lapisan atas, sedangkan pelarut dengan densitas <1 akan berada di lapisan bawah.
Etil asetat memiliki densitas 0,92 g/mL sedangkan diklorometan memiliki densitas 1.33
g/mL, sehingga etil asetat akan berada di lapisan atas sedangkan diklorometan akan berada
di lapisan atas. Untuk memilih pelarut yang tepat, penting mempertimbangkan kemampuan
pelarut pengekstrak dalam melarutkan parasetamol dan tidak melarutkan matriks dalam
plasma protein. Kemudian dapat dipilih pelarut yang berbeda densitas dengan pelarut asal
(air). Kemudian, pada praktikum ini juga digunakan pelarut yang memiliki titik didih rendah,
yaitu 39,6℃ (etil asetat) dan 77,1℃ sehingga mudah diuapkan.
Selanjutnya, pada pengendapan protein dengan metode presipitasi dengan metode
ekstraksi cair-cair diperoleh AUC (Area Under the Curve) yang berbeda melalui pengukuran
menggunakan HPLC, dimana sampel dengan metode presipitasi memiliki AUC rata-rata yang
lebih tinggi dibanding sampel ekstraksi cair-cair. Hal ini dapat disebabkan karena pada
ekstraksi cair-cair dapat melarutkan sebahagian matriks sehingga tidak seluruh analit dapat
terlarut semua. Tingginya AUC rata-rata pada sampel presipitasi protein menyebabkan
konsentrasi proteinnya akan lebih tinggi dibanding sampel ekstraksi cair-cair. Oleh karena
itu, %-recovery pada sampel presipitasi protein >100% (108%) sedangkan pada sampel
9,09%. Hasil yang melebihi 100% kemungkinan
ekstraksi cair-cair diperoleh %-recovery 9
didapatkan akibat adanya pengotor pada analisis HPLC, sehingga yield yang dihasilkan
melebihi 100%. Pengotor yang ada dapat berasal dari reagen yang ditambahkan ataupun
proses penguapan pelarut yang tidak sempurna.
IV. Kesimpulan
1. Penambahan larutan TCA (1:0.2), metanol (1:2), dan larutan amonium sulfat (1:2)
menyebabkan presipitasi protein pada dasar tabung dimana teramati endapan lebih
pekat pada metanol dan TCA dibanding larutan amonium sulfat. Penambahan
dikorometan (1:2) menyebabkan pemisahan dua fase yg terlihat jelas, sedangkan
pada asetonitril (1:2) endapan protein mengendap di dasar tabung dan fase organik
agak keruh.
2. Penggunaan etil asetat pada ekstraksi cair-cair protein plasma menyebabkan
presipitasi protein pada bagian dasar tabung, sementara penggunaan diklorometan
menyebabkan presipitasi pada bagian atas fase organik.
3. Diperoleh kadar protein sebesar 32,437 ppm dan %-recovery s ebesar 108,12% untuk
metode presipitasi protein dan untuk metode ekstraksi cair-cair diperoleh kadar
9,09%
protein sebesar 29,729 ppm dengan %-recovery 9
V. Daftar Pustaka
Burgess, R. R. (2009). Chapter 20 Protein Precipitation Techniques. Guide to Protein
Purification, 2nd Edition, 331–342. doi:10.1016/s0076-6879(09)63020-2
Green, A.A. and Hughes, W.L. 1955. Protein solubility on the basis of solubility in aqueous
solutions of salts and organic solvents. Methods Enzymol. 1:67-90. doi:
10.1016/0076-6879(55)01014-8
Moldoveanu, Serban & David, Victor. (2015). Chapter 6. Solvent Extraction.
10.1016/B978-0-444-54319-6.00006-2.
Wingfield, P. T. (Ed.). (2016). Protein Precipitation Using Ammonium Sulfate. Current
Protocols in Protein Science, A.3F.1–A.3F.9. doi:10.1002/0471140864.psa03fs84