ISBN :
DISUSUN OLEH
W. SUDJATHA
NI WAYAN WISANIYASA
Buah dan sayur-sayuran pada umumnya tidak dapat disimpan lama pada suhu
kamar karena mempunyai kadar air tinggi. Apabila komoditi ini tidak ditangani dengan
baik, maka akan terjadi kehilangan (losses) yang tinggi sehingga menimbulkan kerugian.
Dalam proses penanganan buah dan sayuran, diperlukan pengetahuan dasar, yaitu
fisiologi dan teknologi penanganan pascapanen.
Dengan diterbitkannya buku ajar dengan judul Fisiologi dan Teknologi
Pascapanen ini diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan dasar mengenai fisilogi
dan cara penanganan pascapanen terutama mengenai buah dan sayur-sayuran.
Pengetahuan dasar ini berguna dalam membahas mengapa terjadi kerusakan pada buah
dan sayuran dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan tersebut.
Buku Fisiologi dan Teknologi Pascapanen yang dierbitkan ini akan dapat
menambah pembendaharaan buku –buku yang ada di perpustakaan Fakultas Teknologi
Pertanian Unud di samping diharapkan dapat tersebar di masyarakat. Dengan
mempelajari fisiologi dan teknologi pascapanen buah dan sayuran diharapkan, itu akan
dapat membantu mahasiswa khususnya dan masyarakat umumnya untuk mengetahui cara
mengurangi terjadinya kehilangan (losses) pada buah maupun sayuran
Sebagai akhir kata, kami atas nama sivitas akademika Fakultas Teknologi
Prtanian Unud dan pribadi menyampaikan selamat dengan diterbitkannya buku ini.
Sekian dan Terimakasih.
PRAKATA
Karena kurangnya buku-buku dan bahan bacaan mengenai fisiologi dan teknologi
pascapanen maka kami mencoba menyusun buku ajar tentang fisiologi dan teknologi
pascapanen mengenai buah dan sayur-sayuran. Buku ajar ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi kita semua terutama bagi para mahasiswa teknologi pertanian yang ingin
memperdalam ilmu pascapanen khususnya tentang buah dan sayur. Bahan-bahan yang
tersaji dalam buku ajar ini merupakan dasar-dasar umum mengenai ilmu pascapanen.
Akan tetapi dalam buku ajar ini kami tidak menguraikan penanganan pasacapanen
setiap komoditi karena buah dan sayur-sayuran sangat banyak macam dan jenisnya.
Buku ajar ini merupakan edisi ke II perbaikan dari buku edisi I dengan No. ISBN
: 979-8286-76-6. Pada buku edisi I beberapa kalimat yang kurang jelas dan janggal
diperbaiki dan pada edisi II ini juga diberi tambahan gambar beberapa macam buah dan
sayuran. Kami menyadari bahwa apa yang kami uraikan masih jauh dari sempurna
sehingga kami mengharapkan adanya saran dan kritik-kritik yang disampaikan demi
sempurnanya bahan bacaan ini.
Kami tidak lupa menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
Bapak Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana yang telah
memberikan dorongan dan bantuannya kepada kami dalam membuat bahan bacaan ini.
• Bapak Prof Dr. Ir. Dw. Kt.. Harya Putra MSc. yang telah meluangkan waktu untuk
menyunting buku ini.
• Teman-teman lain yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu yang telah
memberi semangat kepada kami untuk membuat buku, bahan bacaan ataupun diktat
untuk kepentingan mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Unud maupun untuk
mereka yang ingin mempelajari teknologi pascapanen buah dan sayur-sayuran.
Semoga buku ajar ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Denpasar, Agustus 2017
Penyusun,
Halaman
Halaman Judul.............................................................................................. i
Kata Pengantar…………………………………………………………….. ii
Prakata ................................................................................ ............. iii
Daftar Isi....................................................................................................... iv
Daftar Tabel.................................................................................................. vii
Daftar Gambar.............................................................................................. ix
1
BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................
8
BAB II. STRUKTUR DAN KOMPOSISI BAHAN................................... 8
2. 1. Pengertian Buah dan Sayuran. 12
2. 2. Susunan Sel.............................................................................. 14
2. 3. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi pada Buah dan Sayuran...... 14
2. 3. 1. Air........................................................................... 15
2. 3. 2. Karbohidrat.............................................................. 18
2. 3. 3. Protein..................................................................... 18
2. 3. 4. Lemak..................................................................... 18
2. 3. 5. Asam-asam Organik................................................. 18
2. 3. 6. Vitamin dan mineral.............................................. 19
2. 3. 7. Senyawa- senyawa Volatil..........................................
vi
DAFTAR TABEL
No JUDUL Halaman
II. 1. Kadar gula pada beberapa macam
buah masak dan sayur-sayuaran.................................................... 16
II. 2. Vitamin C, Vitamin A, dan Asam Folat........................................... 19
II. 3. Komponen khusus dari aroma
beberapa macam buah dan sayuran.............................................. 20
III. 1. Perbandingan fotosintesis dan respirasi........................................ 25
III. 2. Enzim-enzim yang berperanan dalam TCA................................... 28
IV. 1. Beberapa macam buah klimakterik dan non klimakterik .............. 46
IV. 2. Konsentrasi etilen internal yang terdapat pada
buah klimakterik dan non klimakterik........................................... 56
IV. 3. Peningkatan kegiatan peroksidase .
dalam irisan mangga yang diberi perlakuan dengan etilen (C2H4).... 59
IV. 4. Konsentrasi internal pada saat pra dan puncak klimakterik............... 59
V. 1. Perubahan kandungan asam amino
pada mangga selama pematangan................................................... 70
V. 2. Flavan pada berbagai macam buah................................................. 76
V. 3. Asam-asam organik dan sumber
terdapatnya pada buah-buahan....................................................... 86
V. 4. Asam-asam organik pada buah apel,
pear, anggur, pisang dan strawberry................................................ 89
VI. 1. Laju respirasi dari berbagai macam buah dan sayuran................... 98
VI. 2. Umur simpan buah dan sayuran segar............................................. 99
VI. 3. Waktu paroh pendinginan apel dalam peti 18 kg............................. 104
VI. 4. Produk dan cara pendinginan......................................................... 104
VII. 1. Gejala cacat suhu dingin (chilling injury) pada
beberapa macam buah-buahan....................................................... 111.
VII. 2. Beberapa kerusakan fisiologi buah apel........................................... 115
VII. 3. Beberapa kerusakan fsiologis
pada buah-buahan selain buah apel................................................. 116
VII. 4. Kerusakan yang berkaitan dengan kalsium
pada buah-buahan dan sayur-sayuran.............................................. 118
VIII. 1 Kerusakan strawberry akibat konsentrasi karbondioksida................. 124
VIII. Umur simpan pisang pada suhu 20 C
2. dalam udara termodifikasi dengan kalium permanganat.................... 129
Beberapa contoh penyakit pada buah dan
IX. 1. sayur-sayuran ............................. 133
Zat-zat kimia yang dipergunakan
IX. 2. sebagai fungiside pada komoditi pascapanen................................... 139
Keadaan pematangan untuk beberapa macam buah
X. 1. dengan menggunakan etilen........................................................... 143
Diameter molekul gas-gas dan uap-uap
XI. 1. dan diameter pori beberapa jenis plastik.......................................... 160
DAFTAR GAMBAR
Istilah pascapanen mulai populer di Indonesia tahun 1970 setelah diketahui bahwa
produksi padi sejak panen sampai tiba di tangan konsumen banyak mengalami kerusakan,
susut dan kehilangan bobot. Penggunaan istilah pascapanen bermacam-macam. Ada yang
menyebutnya dengan penanganan pascapanen, teknologi penanganan pascapanen, dan
ada juga yang memberi istilah teknologi pascapanen. Pengertian pascapanen bermacam-
macam. Ada juga yang memberi batasan terlalu luas, yaitu mencakup dari panen sampai
dengan pengolahan dan pemasaran (konsumen). Akan tetapi, sebaliknya ada juga yang
memberikan batasan yang lebih sempit, yaitu sejak panen sampai dengan penyimpanan.
Untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran tentang pengertian pascapanen,
maka pada bulan Nopember 1983 di IPB Bogor diadakan lokakarya penanganan
pascapanen pangan (Soekarto, 1983). Dalam lokakarya tersebut, dibedakan pengertian
penanganan pascapanen (teknologi pascapanen) dan teknologi industri (manufacturing).
Perbedaan kedua terminologi ini adalah sebagai berikut:
Penanganan pascapanen ( teknologi pascapanen) meliputi hal berikut ini:
1. Semua kegiatan perlakuan, penanganan ( handling), dan pengolahan langsung
terhadap produksi pertanian tanpa mengubah struktur asli produk tersebut. Contohnya
adalah pemanenan itu sendiri, perontokan biji, penyimpanan/penggudangan, pengawetan,
penggilingan, standarisasi mutu produk, pengemasan, penanganan produk dalam
transportasi, dan pemasaran.
2. Pengolahan segera dilakukan karena sifat hasil panennya. Misalnya, umbi
ketela pohon ( ubi kayu ) tidak dapat disimpan lama dan patinya harus segera diekstrak.
Demikian juga tebu yang baru dipanen harus segera digiling, karena bila tidak segera
digiling cairan tebu tersebut akan segera akan rusak; sukrosanya akan terurai.
Teknologi industri (Manufacturing) adalah penanganan lebih lanjut setelah
pascapanen, yaitu mencakup pengolahan yang mengubah sifat asal atau sifat-sifat kimia
dari komoditi tersebut. Misalnya, pati dari ubi kayu diubah menjadi gula-gula, sari buah-
buahan menjadi minuman beralkohol, pati pada ketan menjadi tape, dan lain-lainnya.
Dari pengertian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa teknologi pascapanen merupakan
proses awal penyiapan produk untuk diproses lebih lanjut agar siap dikonsumsi.
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 47, 1986 ( Winarno, 1987), yang
dimaksudkan dengan istilah pascapanen hasil pertanian adalah suatu tahapan kegiatan
yang dimulai dari pemungutan hasil pertanian sampai siap untuk dipasarkan. Jadi
penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan pada tahap
pascapanen agar hasil tanaman pangan siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau
layak diolah lebih lanjut dalam industri. Kegiatan penanganan pascapanen mencakup
pemanenan hasil, pengawetan, pengemasan, penyimpanan/ penggudangan, standarisasi
mutu, dan transportasi di tingkat produksi. Selanjutnya, ditegaskan bahwa tujuan
penanganan pascapanen tanaman pangan adalah :
1. menekan tingkat kehilangan dan atau tingkat kerusakan hasil panen tanaman pangan,
2. meningkatkan daya simpan dan daya guna hasil tanaman pangan agar dapat
menunjang usaha penyediaan pangan dan perbaikan gizi masyarakat,
3. menyediakan bahan baku industri di dalam negeri,
4. meningkatkan pendapatan petani,
5. meningkatkan penerimaan devisa negara,
6. merperluas kesempatan kerja, dan
7. melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Jadi, dengan penanganan pascapanen hasil pertanian, akan diperoleh bahan baku
yang berkualitas baik dengan cara mencegah atau mengurangi terjadinya kehilangan dan
atau kerusakan hasil panen. Hasil panen yang telah melalui proses penanganan
pascapanen dapat dikonsumsi oleh konsumen tanpa melalui proses pengolahan lebih
lanjut atau dapat sebagai bahan baku untuk diolah dalam industri pengolahan hasil
pertanian.
1. 2. Kehilangan/ Susut Pascapanen
Dalam proses penanganan pascapanen, terjadi kehilangan / susut yang besarnya
bervariasi tergantung kepada macam, jenis, varietas, dan cara penanganan jenis hasil
pertanian. Kehilangan atau susut pascapanen ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
dan kehilangan /susut ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yang masing-
masing mempunyai implikasi ekonomis yaitu kehilangan /susut kuantitatif, kualitatif, dan
kehilangan nutrisi.
Kehilangan / susut kuantitatif yaitu pengurangan berat yang dengan mudah dapat
diukur secara kuantitatif . Kehilangan/susut kualitatif yaitu kehilangan yang sukar diukur
secara kuantitatif dan biasanya didasarkan pertimbangan subjektif, sedangkan kehilangan
nilai nutrisi merupakan kombinasi kehilangan kuantitatif dan kualitatif. Kehilangan
kualitatif bahan pangan dapat disebabkan karena kerusakan, kontaminasi, dan perubahan-
perubahan nutrisi.
Suatu bahan pangan dianggap rusak apabila bahan pangan tersebut menunjukkan
penyimpangan konsistensi dan tekstur dari keadaan normal dan tidak dapat diterima
secara normal oleh pancaindra atau parameter lain yang biasa digunakan. Kerusakan
dapat dikelompokkan menjadi kerusakan biologis, mikrobiologis, fisik, mekanis, dan
kimia.
Kerusakan biologis mencakup kerusakan yang disebabkan karena kerusakan
fisiologis, serangga, dan kerusakan oleh binatang pengerat (rodentia). Kerusakan
fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi enzimatis yang terjadi pada
bahan pangan. Misalnya, pada buah tertentu apabila dipotong atau diiris akan terjadi
perubahan warna pada tempat yang dipotong menjadi berwarna coklat. Warna hijau
dalam penyimpanan akan menjadi kuning karena khlorofilnya mengalami degradasi.
Menguapnya air dari buah dan sayur-sayuran menyebabkan komoditi tersebut menjadi
keriput sehingga tidak menarik bagi konsumen.
Kehilangan atau kerusakan yang disebabkan oleh serangga, parasit atau tikus
dapat terjadi dengan cara memakan komoditi pangan tersebut. Bekas gigitan binatang
dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi. Kerusakan oleh serangga dan tikus dapat
dicegah dengan menggunakan metil bromida.
Kerusakan mikrobiologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh mikroba seperti
khamir ( yeast), kapang (mold), dan bakteri. Kerusakan bahan pangan oleh mikroba
terjadi karena terhidrolisis atau terdegradasinya senyawa-senyawa komplek menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Terjadinya kerusakan mikrobiologis ini akan
menurunkan mutu komoditi bahan pangan. Misalnya, karbohidrat akan diubah menjadi
gula sederhana dan melalui pemecahan lebih lanjut akan terbentuk asam, aldehida, atau
senyawa lain yang dapat memberikan aroma dan citarasa yang kurang menarik. Sebagai
contoh, buah pisang yang disimpan lama menjadi busuk memberi rasa dan bau yang tidak
menyenangkan. Protein akan dipecah menjadi gugusan peptida, senyawa amida, serta gas
amoniak sedangkan lemak akan dirombak menjadi gliserol dan asam lemak. Minyak
kelapa yang disimpan dapat menjadi tengik.
Terjadinya pemecahan karbohidrat (pati, selulosa, atau pektin) pada hasil-hasil
pertanian seperti buah dan sayur-sayuran menyebabkan teksturnya akan menjadi lunak.
Terbentuknya asam dapat menurunkan pH dan terbentuknya senyawa-senyawa volatil
yang akan dapat menimbulkan bau dan mengubah citarasa.
Kerusakan mekanis dapat disebabkan karena adanya benturan-benturan pada
komoditi. Benturan dapat terjadi pada waktu panen. Misalnya, buah yang terjatuh pada
waktu panen mengalami benturan dengan tanah atau dengan alat yang dipakai untuk
memanennya. Benturan dapat pula terjadi antara komoditi satu dengan lainnya, misalnya,
pada waktu memasukkannya ke dalam wadah. Kerusakan mekanis dapat pula terjadi pada
waktu pengangkutan. Buah yang memar atau luka selanjutnya dapat pula diserang oleh
khamir, kapang atau bakteri pembusuk. Buah memar akan lebih cepat busuk, daya
simpanya lebih rendah, respirasinya lebih cepat, hormon etilinnya lebih aktif sehingga
proses pematangan dan laju respirasi lebih cepat sehingga buah tersebut akan lebih cepat
menjadi busuk, dibandingkan buah yang tidak memar.
Kerusakan fisik dapat terjadi karena suhu dingin. Pada suhu titik beku air yang
terdapat di antara sel dan di dalam sel membeku, volumenya membesar sehingga
mendesak dinding sel. Apabila terjadi pencairan kembali, maka komoditi akan menjadi
keriput (terutama pada buah dan sayur-sayuran) karena air selulernya keluar.
Kerusakan pada komoditi pangan dapat disebabkan oleh salah satu sebab atau
gabungan dari penyebab tersebut di atas. Dalam proses penanganan komoditi pangan
sejak mulai penen sampai pada konsumen, dapat terjadi kehilangan / susut dan kerusakan.
Pada proses pengolahan awal (pre processing), kehilangan/ susut dapat terjadi karena
butir -butir banyak yang pecah, atau remuk, pelepasan kulit dan pemotongan yang
berkelebihan. Dalam proses transportasi kehilangan terjadi karena pembusukan, memar,
atau kerusakan lainnya. Kehilangan atau kerusakan dalam transportasi dipengaruhi oleh
suhu yang tinggi atau rendah.
Selama penyimpanan, kehilangan/susut dan kerusakan dapat disebabkan oleh
insekta, jamur, bakteri, tikus, burung dan karena berkecambah. Beberapa macam
komoditi dapat menjadi tengik terutama komoditi yang mengandung lemak. Proses ini
juga dipengaruhi oleh faktor cuaca, kelembaban, dan suhu. Selama proses pengolahan
dan pengepakan, kehilangan/susut dan kerusakan dapat terjadi kerena pengupasan dan
pemotongan berlebihan dan dapat terjadi kontaminasi. Selama pemasaran komoditi dapat
pula terjadi kontaminasi sehingga kualitasnya dapat menjadi jelek. Untuk jelasnya
kehilangan yang terrjadi pada komoditas buah dan sayur dapat dilihat pada Gambar I. 1.
Hullme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Soekarto, S.T. 1985. Peranan Pascapanen Menuju Industri Pertanian, Media Teknol.
Pangan, 1 (1), 9-14.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
b. Sayuran
Sayur-sayuran dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori utama, yaitu :
1. polong dan biji,
2. umbi lapis, dan
3. bunga, tunas, batang, dan daun.
Sayur-sayuran tersebut dapat berasal atau terbentuk dari berbagai bagian tanaman
( Gambar II. 2), misalnya :
• sayuran bayam berasal dari helaian daun yang dimanfaatkan untuk sayur,
• perai, merupakan pembesaran dari pangkal daun,
• kentang, merupakan umbi batang,
• bawang, merupakan umbi lapis,
• wortel, merupakan pembesaran ujung akar,
• slada, merupakan merupakan tunas-tunas utama,
• asparagus, berasal dari sulur batang,
• broccoli, merupakan embesaran bunga,
• seladri, merupakan tangkai daun,
• Lobak, pembengkakan dari hipokotil.
Bagian-bagian tanaman yang digunakan menjadi sayuran dapat dilihat dengan
jelas. Akan tetapi, di antaranya sulit dikelompokkan terutama yang berkembang di bawah
tanah. Misalnya, kentang adalah umbi batang, sedangkan ketela pohon umbinya
merupakan pembesaran akar.
Gambar II. 1. Jaringan tanaman pembentuk beberapa macam buah (Wills et al., 1981)
Gambar II.2. Jaringan tanaman pembentuk beberapa macam sayuran (Wills et al., 1981)
2. 2. Susunan Sel
Sel tumbuh-tumbuhan dibungkus oleh dinding sel yang terdiri atas selulosa dan
juga senyawa lain seperti hemiselulosa, lignin, dan pektat. Lapisan pektat membentuk
lamella tengah dan berfungsi mengikat sel yang saling berdekatan. Dinding sel bersifat
permeabel terhadap air.
Fungsi dinding sel antara lain:
• melindungi isi sel sehingga membran yang terluar dan plasmalema dapat menahan
tekanan hidrostatis dari isi sel sehingga sel tersebut tidak pecah, dan
• untuk mendukung struktur sel dan jaringan tanaman.
Dinding sel dapat dibedakan menjadi dinding sel primer dan dinding sel sekunder
yang merupakan dinding sel yang letaknya lebih di dalam. Dinding sel primer dapat
terdiri atas komponen selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin. Dinding sel sekunder
mengandung pektin, selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam jumlah relatif banyak.
Lamella tengah terdiri atas pektin dapat sebagai perekat menyatukan sel-sel yang
berdekatan dan dapat berlaku sebagai matrik (merupakan campuran pektin dan
hemiselulosa). Pada lamella tengah ini, kadang-kadang juga terdapat lignin.
Bagian sel yang terdapat pada bagian dalam dari plasmalemma terdiri atas
sitoplasma dan pada umumnya terdapat sebuah vakuola. Akan tetapi, kadang-kadang
terdapat lebih dari sebuah vakoula. Di dalam vakuola, terdapat berbagai macam bahan
seperti gula asam amino, asam organik lainnya, dan garam. Bagian sebelah luar dari
vakoula ini dilapisi oleh membran yang bersifat semipermeabel, yang dikenal sebagai
tonoplast. Bersama dengan plamalemma yang bersifat semi permeable, tonoplast dapat
mempertahankan tekanan hidrostastik dari sel. Air dapat masuk, tetapi bila yang masuk
larutan akan terjadi seleksi terhadap zat yang terdapat di dalamnya.
Sitoplasma terdiri atas matriks protein, makro molekul lain, dan berbagai macam
larutan. Dalam sitoplasma, akan terjadi berbagai macam proses penting termasuk
terjadinya pemecahan karbohidrat. Pada sitoplasma terdapat organel (Gambar II. 3), yang
masing-masing mempunyai fungsi khusus.
Gambar II. 3. Sel tanaman (Wills et al., 1981)
2. 3. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi pada Buah dan Sayur- Sayuran
2. 3. 1. Air
Penyusun utama jaringan tanaman adalah air dan umumnya mencapai 70 -90 %
berat bahan segar kadang-kadang ada juga yang mencapai lebih besar dari 90 % berat
bahan segar seperti misalnya pada semangka, mentimun, dan lain-lainnya. Akan tetapi,
sebaliknya ada pula yang mempunyai kadar air lebih rendah yaitu 10 - 20 % seperti
misalnya pada padi-padian, kacang kacangan, dan lain-lainnya. Kadar air pada hasil
pertanian tergantung pada hari atau jam pemetikan, apakah pada waktu pagi atau siang
hari, yang dipengaruhi oleh fluktuasi suhu dan kelembaban. Sebagian besar komoditi
sayuran dan buah-buahan pada saat panen dikehendaki kandungan airnya maksimum,
sebab akan menghasilkan tekstur yang segar. Waktu panen memerlukan suatu
pertimbangan yang matang terutama untuk komoditi sayuran daun karena variasi
kandungan air sangat besar dan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
2. 3.2. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan hasil proses fotosintesis, yang mempunyai peran penting
dalam sistem biologi terutama dalam respirasi. Zat yang termasuk ke dalam golongan
karbohidrat antara lain gula, dekstrin, pati, selulosa, dan lain-lainnya. Kandungan
karbohidrat pada buah dan sayur-sayuran berkisar 2 - 40 %. Buah yang termasuk famili
Cucurbitaceae mempunyai kadar karbohidrat rendah, sedangkan beberapa sayuran
mengandung pati yang tinggi, misalnya pada kentang dan umbi ketela pohon (cassava).
Dalam buah yang sudah masak, ada karbohidrat yang terdapat dalam bentuk gula.
Karbohidrat dalam bentuk pati terdapat pada sayuran dan pada buah yang belum masak.
Gula utama yang terdapat pada buah-buahan adalah sukrosa, glukosa, dan
fruktosa, dan banyaknya gula-gula tersebut tergantung pada jenis buahnya ( Tabel II. 1.).
Pati biasanya dalam bentuk butir-butiran dengan struktur karakteristik yang terbentuk di
dalam sitoplasma dan biasanya mengisi seluruh sel. Gula dan pati dalam tubuh manusia
sebagai sumber energi.
Beberapa macam sayur-sayuran dan umbi-umbian misalnya wortel dan lobak,
mengandung karbohidrat antara 8 - 18 % dan relatif mengandung banyak gula. Beberapa
sayur-lain mengandung karbohidrat total kurang dari 9 % dari berat segar. Bagian yang
keras dari karbohidrat adalah serat yang sulit dicerna oleh perut manusia. Penyusun serat
adalah selulosa, hemiselulosa, dan zat pektat. Lignin juga merupakan penyusun dan sulit
dicerna dalam usus manusia. Tidak terdapat enzim yang dikeluarkan oleh saluran
pencernaan manusia untuk mendegradasi selulosa tersebut. Pati dan selulosa mempunyai
komponen yang sama dan tebentuk dari glukosa.
Pati yang mempunyai ikatan a 1,4 dapat dihidrolisis oleh enzim amilase. Selulosa
dengan ikatan b 1,4 dapat dihidrolisis oleh selulase, tetapi tubuh manusia tidak
menghasilkan enzim selulase. Begitu pula tubuh manusia tidak sanggup menghasilkan
enzim pektat dan hemiselulase, sehingga zat pektat tidak dapat dipecah menjadi asam
galakturonat dan hemiselulosa menjadi xilosa dan senyawa pentosa.
Tabel II. 1. Kadar gula pada beberapa macam buah masak
dan sayur-sayuran ( Wills et al., 1998)
Komoditi Gula ( g/100 g berat segar)
Glukosa Fruktosa Sukrosa
Apel 3 4 2
Pisang 4 4 10
Cabai 2 2 0
Cheri 6 4 0
Anggur 8 8 0
Bawang 2 2 1
Jeruk 2 2 4
Peach <1 <1 5
Pear 2 7 1
Nenas 1 2 5
Tomat 1 1 0
Kurma 32 24 8
Serat tidak diperhitungkan dalam gizi makanan tetapi penting untuk mencegah
terjadinya peradangan pada saluran pencernaan. Orang yang kurang makan serat
dikuatirkan akan dapat menderita tumor atau kanker pada usus besar (rektum)..
Struktur beberapa macam komponen serat dan pati terlihat pada Gambar II. 4.
Gambar II 4. Struktur komponen beberapa macam serat dan pati (Wills
et al., 1981)
2.3.3. Protein
Kandungan protein buah dan sayur-sayuran segar umumnya sangat rendah sekitar
1 sampai 2 %. Akan tetapi, pada tanaman leguminose, kadar protein buahnya lebih besar,
yaitu sekitar 5-8 %. Protein mempunyai fungsi sangat penting, misalnya sebagai enzim.
Hasil degradasi protein akan menghasilkan berbagai asam amino.
2. 3.4. Lemak
Kandungan lemak pada buah dan sayuran umumnya kurang dari 1 %, kecuali
pada buah alpukat yang kadar lemaknya sekitar 20 %. Selain itu, buah olive mengandung
lemak 15 % yang terdapat sebagai partikel pada sel dan dapat sebagai pelindung jaringan
permukaan tanaman misalnya terdapat pada epidermis buah. Lemak yang terdapat pada
buah maupun sayuran tersusun atas asam lemak tidak jenuh sehingga tidak berbahaya
bagi jantung manusia yang mengkonsumsinya.
2. 3. 4. Asam organik
Beberapa asam organik terbentuk dalam jaringan tanaman sewaktu proses
metabolisme yang berlangsung secara normal. Beberapa macam asam dapat dihasilkan
dari siklus Kreb (TCA= Tricarboxylic acid ), sedangkan asam aromatik seperti quinat dan
shikimat dianggap terbentuk pada biosintesis asam amino aromatis. Beberapa dari asam
ini dan asam yang lain seperti asam oksalat dan asam tartarat yang tidak dihasilkan dari
siklus metabolisme tertentu dapat terakumulasi dalam jaringan.
Asam yang banyak terbentuk pada jaringan tanaman yang dapat dimakan adalah
asam sitrat dan malat, yang kandungannya lebih dari 2 % dari berat segar. Pada jeruk,
terdapat asam sitrat lebih dari 3 %. Selain pada buah jeruk, asam sitrat juga terdapat pada
buah nenas, pear, dan lain-lainnya. Asam malat banyak terdapat pada buah apel, cherri,
apricot, pisang, dan lain-lainnya. Sayur-sayuran mengandung asam sitrat dan asam malat
dalam jumlah yang berbeda-beda. Pada kentang, biji leguminosa, tomat, dan lobak,
banyak terdapat asam malat Asam sitrat dan asam malat banyak terdapat pada lada,
kubis, bawang, wortel. Asparagus juga mengandung asam sitrat dan malat.
2. 3. 5. Vitamin dan Mineral
Vitamin C (asam askorbat ) umumnya terdapat sedikit dalam buah dan sayuran.
Vitamin ini sangat diperlukan untuk mencegah gusi berdarah pada manusia. Vitamin C
dalam gizi sebanyak 90 % diperoleh dari buah dan sayuran. Tiap hari seorang laki-laki
memerlukan vitamin C sebanyak 50 mg.
Buah dan sayuran merupakan sumber vitamin A dalam bentuk precursor vitamin
A (b-karoten) dan juga mengandung asam folat. Hanya 10 % karotenoid yang terdapat
pada buah dan sayuran merupakan precursor vitamin A. Karotenoid yang lain seperti
seperti likopen yang merupakan bagian utama pada buah tomat tidak aktif sebagai
pemebntuk vitamin A. Dalam Tabel II. 2., terlihat beberapa macam buah dan sayuran
yang mengandung vitamin C, A, dan asam folat
Pada buah dan sayuran, terdapat juga berbagai mineral yang diperlukan tubuh.
Beberapa macam mineral yang terdapat pada buah dan sayuran sulit diserap oleh tubuh
manusia. Misalnya, kalsium yang terdapat pada bayam dalam bentuk kalsium oksalat
tidak dapat diserap oleh tubuh manusia.
Nilai gizi berbagai macam buah dan sayuran tidak hanya tergantung pada
konsentrasi yang terdapat di dalamnya, tetapi juga tergantung dari jumlah yang
dikonsumsi.
Tabel II. 2. Kadar vitamin C, vitamin A, dan asam folat beberapa macam buah dan
sayuran ( Wills et al., 1998)
Komoditi Vit. C Komoditi Vit. A Komoditi Asam
(mg/100g) (ug folat
retinol/ (ug/100g)
100g).
Jambu biji. 200 Wortel 1000 Bayam 80
Cabai kecil 150 Bayam, ketela Broccoli 50
Broccoli. 100 rambat (merah) 500 Kubis,slada 20
Pepaya. 80 Mangga,tomat 400 Pisang 10
Jeruk, 40 Ketela rambat Kebanyakan
stroberri. 35 ( putih) 50 buah-
Kubis, slada. 30 Pisang 20 buahan <5
Mangga,wortel Kentang <5
Nenas,pisang, 20
kentang, tomat. 10
Apel,peach. 5
Lobak,bawang
Tabel II. 3. Komponen khusus dari aroma pada beberapa macam buah dan sayuran (
Wills et al., 1998)
Produk Senyawa
Apel - masak Ethyl 2- metibutirat
--------hijau Hexanal, 2 hexanal
Pisang hijau 2-hexanal
masak Eugenol
kelewat masak Isopentanol
Anggur Nootakatone
Lemon Citral
Orange Valencene
Raspberry 1-(p-Hidroxyphenyl)-3-btanone
Mentimun 2, 6-Nonadienal
Kubis mentah Allyl isothiocyanate
dimasak Dimethyl disulphide
Jamur 1- Octen-3-ol, lenthionine
Kentang Methoxy-3-ethyl pyrazine, 2,5-
dimethyl pyrazine
Lobak 4-Methylthio-trans-3-butenyl
isothiocyanat
DAFTAR PUSTAKA
Hullme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Wills, R. H., T. H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
Gambar III. 1. Fotosintesis : sumber energi, bahan baku, dan produk. Bagian kiri
menunjukkan bagian fotosintesis, sedangkan sebelah kanan bagian
sintesis (Wilson et al.,1966 ).
Dalam reaksi pertama dari fotosintesis, energi sinar matahari atau radiasi lain
yang terlihat diserap oleh khlorofil dan digunakan untuk memecah air (H2O) menjadi
hydrogen, oksigen dan ATP. Hidrogen masuk ke dalam suatu sistem transport hidrogen
(elektron) yang terdapat dalam khloroplas dan kemudian digunakan dalam berbagai
reaksi yang lain. Oksigen yang berasal dari air terlepas sebagai gas (O2) yang merupakan
produk dari fotosintesis. Reaksi diatas dapat dimodifikasi yang menunjukkan bahwa
oksigen pada fotosintesis berasal dari air bukan dari karbon dioksida. Reaksinya dapat
dilukiskan sebagai berikut:
6 CO2 + 12 H2O + energi C6H12O6 + 6H 2O + 6O2
Perlu dicatat bahwa di samping molekul air baru yang dihasilkan terbentuk pula
molekul oksigen. Molekul air itu merupakan bagian yang sangat kecil dari total air yang
terdapat pada sel.
Reaksi sinar dalam fotosintesis membentuk hidrogen yang dapat digunakan lagi
dan proses ini berlangsung dalam khloroplas. Hidrogen ini digunakan dalam reaksi kimia
dalam langkah fotosintesis selanjutnya.
Dalam kelompok reaksi fotosintesis pertama, digunakan energi sinar matahari.
Dalam tingkat akhir kelompok reaksi sintesis, diperlukan energi kimia khusus. Energi ini
terbentuk dalam kelompok reaksi kedua oleh suatu proses yang disebut fotofosforilasi.
Energi kimia ini yang dipergunakan dalam sel-sel tanaman dan binatang berasal dari
energi tinggi dari senyawa fosfat yang disebut ATP ( Adenosin trifosfat ). ATP tebentuk
dalam khloroplas dengan dua cara. Salah satu di antaranya menggunakan energi sinar
matahari secara langsung menjadi energi kimia ATP. Namun, yang lain mengoksidasi
beberapa hidrogen yang terlepas dari air sehingga kembali menjadi air dan energi yang
terbebas dalam proses tersebut digunakan untuk membentuk lebih banyak ATP.
Dalam reaksi kelompok terakhir, hydrogen, energi kimia yang tersedia dan
karbondioksida akan diubah menjadi glukosa dan air Pada buah maupun sayuran yang
baru dipanen apabila masih terdapat khlorofil, air dan mendapat sinar matahari maka
proses fotosintesis masih dapat berlangsung.
3. 2. Respirasi
Pada buah atau sayuran yang baru dipetik, respirasi masih tetap berlangsung. Sel
tanaman maupun hewan menggunakan energi yang telah dihasilkan dan digunakan untuk
mempertahankan protoplasma, membran protoplasma, dan dinding sel. Dalam proses
respirasi, umumnya glukosa akan dirubah menjadi berbagai senyawa yang lebih
sederhana dan disertai dengan pembebasan energi. Persamaannya dapat ditulis sebagai
berikut :
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energi
Dalam fotosintesis energi dihasilkan dan disimpan sedangkan pada proses
respirasi energinya dilepaskan. Energi yang dilepaskan sebagian dapat dalam bentuk
panas dan sebagian lagi dalam bentuk energi yang digunakan untuk aktivitas sel-sel
hidup. Untuk jelasnya dapat dibedakan antara fotosintesis dengan respirasi (Tabel III. 1.)
sebagai berikut ini.
Tabel III. 1. Tabel perbandingan fotosintesis dengan respirasi (Wilson et al.,
1966).
Fotosintesis Respirasi
1. Hanya terjadi pada sel tanaman yang
mempunyai khlorofil
1. Terjadi pada setiap sel aktif dan hidup
pada tanaman maupun hewan.
Adapun enzim yang bekerja dalam siklus TCA terlihat pada Tabel III. 2.
Tabel III. 2. Enzim-enzim yang berperanan dalam TCA.
Ihwal skema sistem pengangkutan elektron terlihat pada Gambar III. 3. Rangkaian
dari reaksi enzim yang menyangkut oksidasi dari substrat dan reduksi molekul oksigen
disebut sistem pengangkutan elektron (Electron Transport System = ETS). Perlu
dikemukakan disini bahwa NAD ( Nicotinamide Adenine Dinucleotide) dan NADP
(Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphat) masing-masing disebut juga DPN
(Diphospho Pyridine Nucleotide) dan TPN ( Tri Phospho Pyridine Nucleotide).
Dalam sistem pengangkutan elektron, DPNH + H+ yang dihasilkan oleh reaksi-
reaksi biologis akan dioksidasi oleh flavoprotein, yaitu FAD (Flavin Adenine
Dinucleotide) menjadi DPN seperti berikut :
NADH + H+ + FAD NAD + FADH2
FADH2 (FAD yang tereduksi) akan mengalami oksidasi dengan memindahkan elektron
ke sitokhrom yang tersedia. Salah satu sitokhrom akan menerima elektron dari FADH2
sehingga sitochrom tersebut akan tereduksi dari bentuk sitochrom dengan inti besi
bervalensi tiga (ferri) menjadi sitochrom dengan inti besi berinti dua ( ferro) seperti
nampak pada reaksi berikut :
FADH2 + 2 Fe+++ FAD + 2 H+ + 2 Fe++ + 2e-
Elektron-elektron ini dipindahkan ke sitochrom yang lain dengan sistem yang sama.
Sitochrom yang terakhir akan memindahkan elektron ke oksigen sehingga terbentuk air.
Sebagai suatu contoh misalnya asam L Malat merupakan substrat menjadi produk
teroksidasi senyawa-senyawa pembawa elektron yang disebut koenzim seperti terlihat
pada Gambar III. 3.
Bila disimak kembali pada buah maupun pada sayuran yang mengandung
karbohidrat cukup tinggi dapat berupa pati (polisakarida) berasal dari hasil asimilasi
/fotosintesis pada saat buah maupun sayuran masih pada tanaman induknya. Kemudian
setelah dipanen, pati yang terdapat pada buah maupun sayuran merupakan sumber
energi yang diperlukan oleh buah ataupun oleh sayuran. Pati ini akan didegradasi (
dirombak ) atau terjadi proses katabolisma menjadi senyawa dengan molekul yang lebih
sederhana yaitu heksosa (glukosa). Mengenai perombakan pati terlihat pada Gambar III.
4. Pati dapat dipecah oleh α-amilase, β-amilase atau glukoamilase, menjadi
monosakarida, disakarida dan dekstrin. Tetapi dalam jalur lain pati dapat dirombak
menjadi maltosa dengan bantuan enzim maltase sedangkan oleh enzim fosforilase akan
dirombak menjadi glokosa 1 fosfat.
Gambar III. 4. Pemecahan Karbohidrat menjadi Heksosa (Wills et al., 1981)
3. 3. Fermentasi
Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi yang menghasilkan energi,
dengan donor dan aseptor elektronnya berupa senyawa organik (umumnya karbohidrat
dalam bentuk glukosa).
Di dalam udara normal, tersedia cukup banyak oksigen sehingga proses respirasi
dapat berlangsung dengan baik. Namun, dalam jaringan tanaman (buah maupun sayur-
sayuran ) jumlah oksigen yang tersedia sangat terbatas yang segera berkurang sehingga
proses pembentukan energi akan berubah dan dapat terjadi fermentasi. Dalam
penyimpanan, dapat juga terjadi terbatasnya oksigen di udara sehingga tidak cukup untuk
dapat mempertahankan buah atau sayur-sayuran melangsungkan metabolisma yang
bersifat aerob. Dalam keadaan yang demikian akan dapat terjadi proses fermentasi (
metabolisme anaerob ) pada jaringan tanaman yaitu terjadinya pemecahan gula menjadi
piruvat melalui jalur EMP. Akan tetapi, piruvat tidak masuk ke siklus Kreb’s (TCA)
melainkan dimetabolisme menjadi asam laktat atau asetalaldehida dan etanol (Gambar
III. 5). Dalam proses fermentasi piruvat akan lebih banyak dirubah menjadi asam laktat,
asetaldehide selanjutnya menjadi alkohol. Secara ringkas dapat terlihat pada
Gambar III. 7.
Heksosa
CO2
Piruvat Asetaldehide Alkohol
Laktat
Gambar III. 7. Jalur metabolisme anaerob (fermentasi)
6 CO2 6
RQ = = = 1
6 O2 6
Jadi, apabila substratnya adalah karbohidrat, maka RQ = 1
Apabila lemak sebagai substratnya, maka RQ nya lebih rendah dari satu sebab
jumlah oksigen lebih rendah daripada jumlah molekul karbon dalam substratnya sehingga
akan lebih banyak diperlukan oksigen dari luar untuk mengoksidasi lemak tersebut.
Misalnya, oksidasi tristearin:
2 C37 H110O6 + 163 O2 114 CO2 + 110 H2O
CO2 114
RQ = = = 0,70
O2 163
Oksidasi protein tidak dapat dinyatakan dengan tepat karena struktur kimia
protein bervariasi dan akan menghasilkan RQ sekitar 0,8. Apabila RQ antara 0,70 - 1,0,
itu berarti bahwa yang dioksidasi adalah campuran. Bila RQ lebih besar dari satu
menunjukan bahwa substrat yang digunakan untuk respirasi adalah asam-asam organik.
Jika RQ kurang dari satu ada beberapa kemungkinannya:
1. Substrat yang digunakan mempunyai jumlah molekul oksigen yang lebih rendah
daripada molekul karbonnya, sehingga diperlukan oksigen yang banyak dalam
oksidasinya.
2. Oksidasi belum tuntas, misalnya terhenti pada pembentukan asam suksinat atau zat-
zat intermedier lainnya.
3. CO2 yang dikeluarkan digunakan dalam proses sintesis/pembentukan misalnya untuk
pembentukan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan CO2
Karena laju respirasi berubah dengan cepat, maka pengukuran RQ dilakukan pada
saat respirasi berlangsung dengan laju yang tetap. Pada waktu terjadinya proses
fotosintesis baik terjadi pada jaringan bagian luar maupun terjadi pada jaringan di bagian
dalam. Gas-gas yang dikeluarkan dapat mengganggu perimbangan O2 dan CO2 jadi
mengganggu RQ nya. RQ dapat berubah menurut perlakuan seperti gangguan masuknya
O2 , suhu, dan pengikatan CO2..
3. 4. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respirasi
a. Faktor Internal
1. Tingkat Perkembangan Buah
Makin besar buahnya, jumlah CO2 yang dikeluarkan bertambah banyak pula.
Dengan membesarnya buah, laju respirasi yang dihitung berdasarkan unit berat terus
menurun. Buah yang menuju ke proses pematangan laju respirasinya meningkat sampai
puncak klimakterik, dan kemudian laju respirasi menurun.
2. Susunan Kimia Jaringan
Buah maupun sayur-sayuran mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda
tergantung pada jenis maupun varietasnya. Misalnya, buah alpukat mempunyai
kandungan lemak lebih tinggi daripada buah jeruk. Jadi, substrat yang digunakan sebagai
bahan respirasi berbeda. Misalnya, buah jeruk pada suhu 37,5 0C RQ nya dapat sampai 2.
3. Ukuran Produk
Produk yang kecil mempunyai laju respirasi lebih besar daripada produk yang
besar. Misalnya, kentang yang kecil-kecil mempunyai laju respirasi yang lebih besar
daripada kentang yang besar per satuan berat. Hal ini disebabkan karena kentang yang
lebih kecil mempunyai luas permukaan lebih besar daripada kentang yang lebih besar
sehingga lebih banyak permukaannya bersentuhan dengan udara. Dengan demikian
berarti lebih banyak oksigen yang berdifusi ke dalam jaringan.
4. Pelapis Alami
Produk yang mempunyai lapisan lilin pada kulitnya menunjukan laju respirasi
yang lebih rendah dibandingkan produk yang tidak mempunyai lapisan lilin.
5. Jenis Jaringan
Jaringan muda yang lebih aktif mengadakan metabolisme akan menunjukkan
kegiatan respirasi yang lebih tinggi daripada organ-organ yang tidak aktif. Respirasinya
juga bervariasi tergantung pada organnya, misalnya kegiatan respirasi dalam kulit,
daging, dan biji berbeda-beda.
b. Faktor eksternal
1. Suhu
Suhu antara 0 - 35 0C menyebabkan laju respirasi buah dan sayuran meningkat 2
-2,5 kali untuk setiap kenaikan suhu 8 0C. Penurunan laju respirasi pada suhu tinggi
merupakan gejala bahwa :
• oksigen (O2 ) tidak berdifusi cukup cepat untuk dapat mempertahankan laju respirasi
yang ada.
• karbondioksida ( CO2 ) tertimbun di dalam sel sampai tingkat yang dapat
menghambat metabolisme, dan
• persediaan bahan makanan pada buah maupun pada sayuran yang dapat dioksidasi
tidak mencukupi untuk dapat mempertahankan laju respirasi yang tinggi.
2. Etilen ( C2H4 )
Pemberian etilen pada buah klimakterik pada tingkat praklimakterik menunjukkan
kenaikan respirasi lebih awal, sedangkan apabila diberikan setelah puncak klimakterik
tidak mengubah laju respirasi.
3. Oksigen
Pada beberapa komoditi respirasi meningkat dengan bertambahnya oksigen yang
diberikan, misalnya pada wortel. Akan tetapi, apabila konsentrasi oksigen melebihi 20 %,
respirasinya hanya terpengaruh sedikit saja.
4. Karbondioksida
Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat mempertahankan mutu buah dan sayur
sayuran yang disimpan karena respirasinya terhambat sehingga perubahan-perubahan
pada bahan tersebut terhambat. Misalnya, pada jeruk konsentrasi 5 % menurunkan
aktivitas respirasi, akan tetapi dengan konsentrasi 10 % terjadi peningkatan respirasinya.
5. Kerusakan buah
Pada buah maupun sayuran yang mengalami kerusakan, laju respirasinya
tergantung pada jenis dan parahnya luka kerusakan. Hal ini mungkin disebabkan oleh
pengaruh etilen secara tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Fruton, J.S. and S. Simmonds. 1958. General Biochemistry. John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah :
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
Wilson, C.L. and Walter E. Loomis. 1966. Botany. Holt, Rinehart and Winston, Inc,
New York.
Winarno, F.G. dan Moehammad Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya
Jakarta.
BAB IV
KLIMAKTERIK RESPIRASI DAN PEMATANGAN
Mutu buah yang baik diperoleh apabila pemanenan dilakukan saat buah sudah
matang. Buah yang belum masak apabila dipetik akan menghasilkan mutu yang jelek.
Demikian pula, sayur-sayuran yang dipetik terlalu awal akan menghasilkan mutu yang
jelek. Sebaliknya, apabila penundaan pemetikkan dilakukan, maka itu akan meningkatkan
kepekaannya terhadap kerusakan, mutu dan nilai jualnya akan turun.
Dalam beberapa hal, apabila komoditi dijual ke tempat jauh, maka buah dan
sayur-sayuran tersebut dipetik dalam keadaan tua tetapi belum masak. Saat yang tepat
untuk pemetikan buah atau sayur-sayuran dalam prakteknya agak mengalami kesukaran,
karena berbeda-beda tingkat kemasakannya. Keadaan masih muda dan sudah tua tidak
segera dapat diketahui. Pematangan terjadi akibat berbagai perubahahan yang kompleks
dan banyak di antaranya tidak tergantung satu dengan lainnya.
4. 1. Klimakterik
Pada prinsipnya buah maupun sayuran mengalami tahap-tahap pertumbuhan yang
meliputi pembelahan sel (cell division), pembesaran sel (cell enlargement),
pemasakan (ripening ), kelayuan (senescence) dan pembusukan (deterioration).
Pertumbuhan (growth) meliputi pembelahan dan pembesaran sel, sedangkan
pendewasaan sel ( maturation) mencakup pembesaran sel dan pemasakan (ripening)
.(Gambar IV. 1). Pendewasan umumnya terjadi sebelum pertumbuhan terhenti dan
aktivitasnya berbeda tergantung pada komoditinya. Pertumbuhan dan pendewasaan sel
merupakan fase perkembangan. Pemasakan adalah tingkat akhir dari pendewasaan tetapi
tingkat awal dari proses kelayuan. Kelayuan (senescence) sering pula disebut penuaan
adalah suatu periode dari proses anabolisme (sintesis) menuju ke proses katabolisme
(degradasi), selanjutnya akan terjadi proses penuaan dan akhirnya jaringan mati
Gambar IV. 1. Pertumbuhan, respirasi, pembentukan etilen, pola respirasi
klimakterik dan non klimakterik
Jumlah CO2
Praklimakterik Puncak Klimakterik
Klimakterik menurun
a Klimakterik menaik
Non klimakterik
Waktu
Gambar IV. 2. Pola respirasi klimakterik dan non klimakterik.
Nilai RQ pada pra klimakterik lebih kecil daripada RQ pada puncak klimakterik.
hal ini disebabkan karena terjadinya dekarboksilasi. Bila RQ pada pra dan puncak
klimakterik sama, maka itu menunjukkan tidak terjadinya proses dekarboksilasi. Pada
beberapa macam buah-buahan klimakterik, intensitas dan lama respirasinya bervariasi
tergantung pada macam buahnya. Pada Gambar IV. 3,terlihat bahwa waktu untuk
mencapai puncak klimakterik pada buah apel lebih lama daripada buah apokat, pisang,
dan pear.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terjadinya klimakterik, yaitu faktor fisik
dan kimia
1. Faktor Fisik
Faktor fisik ini terutama berhubungan dengan permeabilitas kulit terhadap gas.
Pada buah muda, epidermisnya dilapisi oleh lilin. Akan tetapi semakin dewasa buah
tersebut, kutikula menjadi makin tebal dan makin banyak mengandung lilin cair dan
minyak. Akibatnya, permeabelitasnya makin berkurang dengan makin bertambahnya
umur buah tersebut.
Proses klimakterik yang terjadi pada buah apel diperkirakan disebabkan karena
terjadinya perubahan permeabelitas pada selnya. Perubahan tersebut akan menyebabkan
enzim dan substrat dalam sel, yang dalam keadaan normal terpisah, akan bergabung dan
bereaksi satu dengan lainnya sehingga terjadi proses klimakterik. Akan tetapi masih
dipertanyakan apakah perubahan permeabelitas itu dapat menimbulkan proses
klimakterik, sebab beberapa buah tanpa mengalami permeabelitas dapat terjadi
klimakterik seperti misalnya buah apel.
2. Faktor Biokimia
Penelitian yang dilakukan oleh Pearson dan Robertson 1954 dalam Winarno
1981, pada buah apel yang mengalami proses pematangan kegiatan berlangsung di dalam
sel-sel dan dalam kegiatan tersebut akan memerlukan adanya energi. Energi diperoleh
dari ATP. Karena meningkatnya kebutuhan akan ATP, maka mitokhondria harus bekerja
lebih giat untuk memproduksi ATP. Meningkatnya kegiatan mitokhondria menyebabkan
terjadinya peningkatan respirasi, sehingga terjadi klimaktrerik. Karena itu, respirasi dapat
digunakan untuk mengontrol klimakterrik sehingga disebut “ respiratory control”.
Penelitian yang juga dilakukan pada buah apel yang diberi asam malat pada
berbagai tingkat pertumbuhan. Asam malat ini dibiarkan merembes ke kulit buah apel.
Ternyata terjadi peningkatan pembentukan CO2 pada buah yang mengalami fase
klimakterik. Kejadian ini disebut “mallate effect“ (Hulme, 1961 dalam Winarno, 1981).
Penambahan asam malat tidak akan menambah jumlah asam oksaloasetat dalam siklus
Kreb’s tetapi menambah jumlah asam piruvat. Asam piruvat tidak seluruhnya masuk ke
dalam siklus Kreb’s, dan sebagian menjadi asetaldehida dan etanol. Reaksi tersebut tidak
menggunakan oksigen, tetapi terjadi aktivitas enzim dekarboksilase yang disebut enzim
malat. Pada Gambar IV. 5. terlihat perubahan asam malat menjadi etanol.
Proses ini mengakibatkan produksi CO2 lebih besar daripada penggunaan O2,
sehingga RQ nya lebih besar dari satu (RQ = 2,3). Respiratory control dan malate effect
keduanya mempunyai persamaan, yaitu terjadinya kenaikan asetaldehide dan etanol tanpa
terjadinya fermentasi hal ini disebabkan karena aktivitas enzim piruvat dekarboksilase.
Hasil penelitian juga menunjukan bahwa terjadinya sintesis protein sangat penting
untuk proses klimakterik dan pematangan. Didapatkan bahwa protein tersebut adalah
enzim-enzim yang aktif, salah satu diantaranya adalah enzim malatase. Pada fase
sebelum klimakterik, terjadi kenaikan sintesis lemak, etilen, dan protein. Ternyata
permeabelitas sel tidak dipengaruhi oleh produksi enzim, sehingga dapat dikatakan
bahwa proses klimakterik atau pematangan terjadi sebagai hasil perubahan kimia jaringan
secara alami atau biologis.
4. 2. Kelayuan (Senescence)
Ketika masih muda, jika terjadi kerusakan pada buah, maka buah itu langsung
akan layu tanpa mengalami masa dewasa. Pada masa kelayuan, terjadi penurunan total
volume sel. Pada proses kelayuan, terjadi berbagai perubahan pada sel; dinding sel
menjadi lebih tipis, terjadi degradasi khlorofil, dan turunnya kadar protein. Pada daun,
menurunnya kadar khlorofil dan protein umumnya berlangsung bersamaan.
Pada waktu kelayuan, kegiatan respirasi dan fotosintesis menurun karena
terjadinya kerusakan mitochondria. Kerusakan mitokhondria dapat dihitung dengan harga
perbandingan produksi fosfat dengan konsumsi O2 yang disebut PO ratio
Produksi ATP
PO ratio =
Konsumsi O2
Pada buah tertentu, diketahui bahwa PO ratio saat pra klimakterik adalah 2,32
sedangkan PO ratio saat pascaklimakterik 0,66 karena pada pasca klimakterik,
mitokhondria telah banyak yang mengalami kerusakan sehingga produksi ATP tidak
sebesar pada saat praklimakterik.
Pada proses kelayuan, jaringan sel melemah, sehingga terjadi perubahan
permeabelitas dari membran sel. Karena terhambatnya sintesis protein, proses kelayuan
dapat dipercepat.
4. 3. Etilen (C2 H4 )
Etilen adalah senyawa karbon tidak jenuh dan pada suhu kamar berbentuk gas.
Etilen merupakan gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon
yang aktif dalam proses pematangan. Etilen dapat disebut sebagai hormon karena
dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman, dan merupakan senyawa
organik. Jadi etilen dapat terbentuk pada buah itu sendiri, tetapi dapat pula berasal dari
luar buah. Gas etilen yang berasal dari luar buah-buahan dapat diperoleh dari hasil
pembakaran batu bara, hasil pembakaran minyak tanah (karosen).
Di Kalifornia pada permulaan abad ke 20 telah digunakan lampu minyak tanah
untuk mempercepat perubahan warna hijau menjadi warna kuning pada buah yang
dikumpulkan dalam suatu ruangan yang kemudian lampu minyak tanah dinyalakan.
Warna hijau pada buah tersebut berubah menjadi kuning. Menurut Denny (1924) dalam
Wills et al ( 1998) yang menyebabkan perubahan warna hijau tersebut adalah etilen dan
dinyatakan bahwa etilen dapat mempercepat pematangan buah. Etilen pada awalnya
dipandang sebagai zat yang berasal dari luar yang dapat mempercepat pematangan buah.
Akan tetapi kemudian Gane dalam tahun 1934, menemukan bahwa pada buah maupun
pada jaringan tanaman lainnya menghasilkan sejumlah kecil etilen.
Di Indonesia untuk mempercepat pematangan buah misalnya buah pisang
dilakukan pemeraman dengan mengasapi buah pisang tersebut denngan asap yang
dihasilkan dari pembakaran sekam atau daun-daun yang kemungkinan dapat
menghasilkan etilen. Akan tetapi sekarang lebih banyak menggunakan kalsium karbida
yang dapat membentuk asetilen ( C2 H2 ).
4. 3.1. Biosintesis Etilen
Dalam percobaan yang dilakukan dengan menggunakan buah tomat yang masih
hijau (muda) dan buah tomat yang sudah kuning (masak) Pada buah tomat yang masih
hijau pada mitokhondrianya tidak mengandung etilen sedangkan buah tomat yang sudah
masak dalam mitokhondrianya mengandung etilen. Hal ini disebabkan karena pada buah
tomat yang masih hijau terdapat zat penghambat (inhibitor) yang disebut
‘orthodehydrophenol” (fenolat) dan jumlah zat penghambat ini akan menurun seiring
dengan pemasakan buah tersebut.
Telah dilakukan percobaan dengan menggunakan isotop karbon, yang dicobakan
pada setiap atom C pada molekul glukosa berturut -turut mulai dari atom nomer 1, 2, 3, 4,
5 dan 6 (Gambar IV. 5.). Dari hasil percobaan ini, ternyata karbon no. 1, 2, 5, dan 6 dari
glukosa yang paling efektif dalam pembentukan etilen. Namun pada percobaan
menggunakan alanin, atom C no 2 dan no 3 yang paling efektif dalam pembentukan
etilen. Telah diketahui pula bahwa glukosa berubah menjadi etilen melalui asam piruvat
dengan asetil Co A. Penelitian dengan menggunakan isotop C pada glisin, aspartat, dan
glutamat menunjukan bahwa pembentukan etilen berkaitan dengan siklus Kreb’s.
etilen
Menurut Wills et al. (1998), pembentukan etilen dari metionin adalah melalui
senyawa intermedier S-adenosyl-methionine (SAM) dan 1-aminocyclopropane-1-
carboxylic acid (ACC). Perubahan SAM menjadi ACC dilakukan oleh enzim ACC
sinthase dalam langkah pembentukan etilen. Akan tetapi, pada tanaman tingkat tinggi
ACC dapat terikat membentuk malonyl ACC atau glutamyl ACC. Pemberian ACC pada
buah yang belum masak atau pada fase praklimakterik umumnya menyebabkan
terjadinya peningkatan etilen sangat rendah sekali. Karena itu, diperlukan beberapa enzim
lain seperti ethylene -forming enzyme (EFE atau ACC oksidase) untuk mengubah ACC
menjadi etilen. ACC oksidase merupakan enzim yang labil dan sensitif terhadap oksigen.
Faktor yang mempengaruhi aktivitas ACC sintase mencakup proses pematangan buah,
senescence, aukxin, kerusakan fisik, dan cacat suhu dingin ( chilling injury.). Enzim ACC
sinthase ini dapat diyakini adalah suatu enzim piridoksal karena enzim ini memerlukan
fosfat piridoksal supaya aktivitasnya maksimal dan dihambat oleh asam aminooxyacetat
(AOA=aminooxyaceticacid), rhizobitoxine, dan aminoethoxyvinylglycine (AVG). ACC
oksidase dihambat pada bila keadaan anaerob, suhu di atas 35 0C, dan adanya ion kobal.
4.3.3. Pembentukan Etilen Secara Non Ezimatis
Etilen dapat disintesis secara non enzimatis, dan reaksi non enzimatis sedikit
sekali terjadi. Etilen dapat dihasilkan dari kalium etil sulfat dalam udara yang
mengandung nitrogen direaksikan dengan tetrabutilhidroperoksida dalam ferrosulfat
(Hulme, 1970) dan reaksinya sebagai berikut ini (Gambar IV.10).
Etilen dapat juga dibuat dengan campuran etanol dengan asam sulfat pekat maka
kebanyakan terjadi mula-mula adalah asam etilsulfat dan kemudian pecah menjadi etilen
dan asam sulfat. Jika dilakukan pemanasan suhu lebih tinggi, reaksinya sebagai berikut
(Gamnbar IV. 11).
C2H5 OH + H2SO4 C2H5SOH + H2O
C2H5SOH C2H4 + H2SO4
Gambar IV.11. Reaksi sintesis etilen dari campuran etanol dan asam sulfat
Tabel IV. 2. Konsentrasi etilen internal yang terdapat pada buah klimakterik dan non
klimakterik ( Wills et al., 1998 )
Non Klimakterik
Lemon 0,11 - 0,17
Limao 0,30 - 1,96
Orange 0,13 - 0,32
Nenas 0,16 - 0,40
Gambar IV. 12. Pengaruh etilen pada buah-buahan klimakterik dan
non klimakterik ( Wiils et al., 1998)
Menurut Mattoo dan Modi (1969) dalam Pantastico (1970), etilen dapat
meningkatkan kegiatan enzim-enzim katalase, peroksidase, dan amilase dalam irisan
mangga sebelum mencapai puncak kemasakannya. Sewaktu etilen meningkatkan
kegiatan enzim tersebut, zat berupa protein yang menghambat terjadinya pemasakan akan
hilang dalam waktu 45 jam. Pengaruh inaktivasi etilen terhadap zat penghambat
(inhibitor) yang menghambat peroksidase pada irisan mangga Alphonso dan peningkatan
kegiatan peroksidase terlihat pada Gambar IV. 13. dan Tabel IV. 3.
Kegiatan Peroksidase
C2H4 ppm 0 jam 17 jam 24 jam 45 jam 70 jam
0 0,22 0,200 0,256 0,352 0,12
10 0,22 0,446 0,580 0,660 0,40
50 0,22 0,546 0,657 0,600 0,59
Enzim Enzim
Metal + CO2 Metal + Etilen
O2 Etilen O2 CO2
Gambar IV.14. Reaksi penggantian posisi etilen pada metaloenzim karena konsentrasi
CO2 yang berlebih
DAFTAR PUSTAKA
Fruton, J.S., and S. Simmonds. 1958. General Biochemistry. John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. the Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Pantastico, ER.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah :
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Page, David S. 1985. Prinsip-Prinsip Biokimia Penerjemah R. Soendoro. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
Winarno, F.G. dan Moehammad Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya
Jakarta.
BAB V
PERUBAHAN PADA PROSES PEMATANGAN BUAH
Di antara berbagai varietas buah dan sayur-sayuran, terdapat variasi yang besar
mengenai saat kemasakan , apakah cukup dipanen atau belum. Keadaan cukup tua untuk
dipanen dapat ditentukan antara lain sebagai berikut ini:
a. Secara visual adalah dengan melihat warna kulit, ukuran, masih adanya tangkai putik,
adanya daun daun tua di bagian luar yang kering, mengeringnya tubuh tanaman, dan
penuhnya buah.
b. Secara fisik dari mudahnya buah terlepas dari tangkai atau adanya absisi, ketegaran,
dan berat jenis.
c Dengan analisis kimia, yang meliputi kandungan zat padat, asam, perbandingan zat
padat dengan asam, dan kandungan zat pati.
d. Dengan perhitungan jumlah hari setelah berbunga mekar
e. Secara fisiologis : mengukur respirasi.
Pada proses pematangan buah, akan terjadi berbagai perubahan fisikokimia
setelah panen yang menentukan kualitas buah. Perubahan yang terjadi dalam proses
pematangan buah pada buah yang berdaging adalah sebagai berikut.:
• pendewasaan biji,
• perubahan warna,
• absesi ( secara fisik mudah lepas dari tanaman induknya),
• perubahan kecepatan respirasi,
• perubahan laju pembentukan etilen,
• perubahan permeabelitas jaringan,
• pelunakan yaitu perubahan komposisi zat-zat pektat
• perubahan komposisi karbohidrat
• perubahan asam-asam organik
• perubahan -perubahan protein
• pembentukan senyawa volatil ( senyawa mudah menguap), dan
• pembentukan lilin pada kulit buah.
Buah yang dikehendaki oleh konsumen adalah buah atau sayuran yang dalam
keadaan masak optimum untuk dimakan. Selama pematangan buah, terjadi perubahan
dalam susunannya. Untuk mencapai mutu konsumsi maksimal bagi buah atau sayuran,
diperlukan telah terjadinya perubahan kimia demikian itu. Hal ini dapat dicapai apabila
buah dipanen pada tingkat kematangan yang tepat. Buah yang belum tua dipanen akan
mempunyai mutu yang tidak memuaskan, walaupun telah terjadi perubahan pematangan
yang diinginkan.
5. 1. Perubahan Karbohidrat
5.1.1. Selulosa, Hemiselulosa, dan Pektin.
Penyusun dinding sel adalah selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Pada buah atau
sayuran yang telah dipanen, akan terjadi pelunakan dinding sel karena terjadinya
degradasi selulosa, hemiselulosa dan protopektin. Selulosa akan dipecah oleh enzim
selulase dan hemiselulosa dipecah oleh enzim hemiselulase. Aktivitas selulase meningkat
selama proses pematangan buah tomat, tetapi pengaruhnya terhadap pelunakan tidak
kelihatan.
Terjadinya degradasi pada selulosa oleh keaktifan tanaman sendiri sangat terbatas
, tetapi beberapa jenis kapang dan bakteri dapat meghidrolisis selulosa menjadi senyawa
yang lebih sederhana.. Selulosa akan dirombak oleh enzim selulase menjadi selobiosa.
Selanjutnya selubiosa oleh enzim selubiosa akan diubah menjadi glukosa.
Protopektin merupakan pektin yang tidak larut sedangkan pektin merupakan
senyawa yang dapat larut dalam cairan buah-buahan. Protopektin akan dipecah oleh
enzim protopektinase menjadi pektin yang selanjutnya akan dipecah menjadi asam
pektinat, asam pektat, dan kemudian asam galakturonat ( Gambar V.1. ).
Terjadinya degradasi hemiselulosa dan perubahan protopektin menjadi pektin
yang larut menyebabkan terjadi keempukan pada buah. Hal ini dapat terjadi misalnya
pada buah apel yang disimpan selama empat bulan terjadi perubahan hemiselulosa dan
protopektin ( Winarno dan Aman, 1981). Laju degradasi zat-zat pektat pada buah
berkaitan langsung dengan terjadinya pelunakan pada buah.
Pati, oleh enzim amilase dapat diubah menjadi maltosa kemudian oleh enzim
maltase akan dapat diubah menjadi glukosa. Selain pemecahan melalui maltosa dapat
juga terjadi pemecahan pati oleh enzim fosforilase sehingga berubah menjadi glukosa 1
fosfat yang kemudian oleh enzim fosfoglukomutase akan diubah menjadi glukosa 6
fosfat. Glukosa 6 fosfat akan berubah menjadi fruktosa 6 fosfat dan dari fruktosa 6 fosfat
menjadi sukrosa fosfat. Selanjutnya oleh enzim invertase sukrosa akan diubah menjadi
glukosa dan fruktosa. Mengenai perubahan pati menjadi gula dan fruktosa dapat dilihat
pada diagram alir Gambar V. 3
Buah pisang dan apel mempunyai kandungan pati tinggi. Buah apel pada waktu
dipanen kandungan patinya sudah rendah dan selama penyimpanan akan habis sehingga
tidak lagi memberikan rasa manis. Sedangkan buah pisang pada saat pemanenan
kandungan patinya sebanyak 20-30 %, dan dalam penyimpanan selama 4-8 hari
kandungan patinya turun menjadi 4 % sedangkan jika disimpan selama 12 hari
kandungan patinya hampir habis (Winarno dan Aman, 1981). Perubahan pati menjadi
glukosa dan fruktosa akan memberikan rasa manis pada buah tersebut. Akan tetapi,
glukosa dan fruktosa yang terbentuk akan dirombak menjadi energi, air, dan
karbondioksida ( proses respirasi). Buah semangka dan buah anggur kandungan patinya
sangat rendah dan selama penyimpanan tidak terjadi penambahan gula sehingga buah
tidak menjadi lebih manis.
Sayur-sayuran yang mempunyai kadar pati tinggi misalnya sayuran dari buah
jagung. Jagung waktu masih muda mempunyai kadar disakarida tinggi tetapi apabila
dilakukan penyimpanan maka kadar disakaridanya akan turun dan jagung menjadi tidak
manis. Buah tomat mengandung zat pati rendah sehingga terbentuknya sukrosa juga
sangat rendah dan segera habis.
5. 2. Perubahan Protein
Pada umumnya, buah-buahan mempunyai kadar protein sangat rendah. Misalnya
buah apel mengandung protein 0,1% (dari berat basah) dan sebanyak 80-90% protein
tersebut terletak di kulit. Pada buah apel, kenaikan kandungan protein disertai dengan
kenaikan proses respirasi. Apabila sintesis protein itu dapat dicegah, maka kecepatan
respirasinya dapat dicegah yang berarti klimakteriknya juga dapat dicegah.
Pada buah mangga, selama pematangan terjadi kenaikan kandungan asam amino
seperti alanin, triptofan isoleusin,, valin, dan glisin, sedangkan lisin, prolin, dan treonin
mengalami katabolisme ( degradasi). Pada waktu klimakterik, pada buah mangga terjadi
kenaikan asam glutamat, glutamin, leusin dan arginin. Akan tetapi, pada awal klimakterik
kandungan asam-asam amino tersebut menurun.
Menurut Vines dan Grierson (1966) dalam Pantastico (1986), pada buah
belimbing, terjadi penurunan kandungan asam amino secara konsisten selama
pematangan buah terutama alanin, serin, dan asam glutamat. Pada buah semangka,
selama pematangan asam glutamat dan asam aspartat menurun sedangkan asam alanin
dan glisin meningkat.
Mengenai perubahan kandungan asam amino pada buah mangga selama
pematangan dapat dilihat pada Tabel V. 1.
5. 3. Perubahan Lemak
Kandungan lemak pada buah dan sayur-sayuran adalah rendah tetapi mempunyai
peran penting dalam mempertahankan tekstur, bau, warna, dan lain-lainnya. Pada buah
tomat, sewaktu perkembangan warna terjadi penurunan kadar asam linolenat dan oleat.
Kandungan fosfolipidanya tampaknya meningkat pada fase permulaan pematangan,
tetapi kemudian berkurang sewaktu terjadi perubahan warna selama penyimpanan.
Pada buah mangga, selama pematangan, kandungan asam lemak tidak jenuh
meningkat lebih banyak daripada asam lemak jenuh.
Lipida pada sebagian besar buah-buahan kecuali buah apokat selama proses
pematangan kadarnya rendah dan kemungkinan besar tidak akan meningkat. Walaupun
demikian, dalam buah mangga nampak terjadi kenaikan lipida dan asam-asam lemak.
Pada buah pisang, kandungan asam lemaknya adalah asam isobutirat, butirat, dan
isovalerat, yang meningkat dengan cepat dan disertai dengan pembentukan aroma. Pada
kulit dan daging buah pisang, terjadinya kehilangan sebagian besar lemak-lemak tidak
jenuh.
5. 4. Perubahan Pigmen (Warna)
5. 4. 1. Warna Khlorofil
Perubahan warna terjadi pada sebagian besar buah-buahan dan ini sering
dijadikan kriteria oleh konsumen untuk membedakan buah masak dan yang belum masak.
Perubahan warna terjadi dengan berkurangnya atau hilangnya warna hijau. Buah apokat
dan buah apel varietas Grain Smith yang bersifat klimakterik, warna hijaunya hilang
dengan cepat setelah matang.
Khlorofil yang terdapat pada buah dan sayur-sayuran adalah khlorofil a dan
khlorofil b. Warna hijau disebabkan karena adanya khlorofil yang mengandung Mg.
Hilangnya warna hijau adalah karena terjadi degradasi struktur khlorofil. Penyebab
terjadinya degradasi adalah karena terjadi perubahan pH, perubahan enzim oksidatif, dan
adanya enzim khlorofilase. Khlorofil dipecah oleh enzim khlorofilase menjadi fitol dan
inti forfirin. Khlorofil dapat kehilangan Mg nya yang terdapat pada gugus porfirinnya,
sehingga akan berubah menjadi feofitin. Akibatnya terjadi perubahan warna.Ihwal
degradasi khlorofil dapat dilihat pada Gambar V. 4., sedangkan rumus khlorofil terlihat
pada Gambar V. 5.
Hasil pengamatan dengan mikroskop menunjukkan bahwa khloroplas mengalami
degradasi lebih dahulu jauh sebelum warna hijaunya hilang dari jaringan . Jadi
terdegradasinya warna hijau tersebut menyebabkan warna lain muncul karena warna ini
sebelumnya tertutup oleh warna hijau tersebut. Misalnya, warna kuning ( xanthofil ) pada
buah mangga pada saat buah belum matang warna kuning tertutup oleh warna hijau dan
baru nampak setelah warna hijau tersebut terdegradasi.
Gambar V. 4. Proses Degradasi khlorofil ( Wills et al., 1998)
5.4.2. Fenolat/Fenol
Senyawa fenolat terdapat hampir pada semua tanaman terutama pada buah-
buahan. Senyawa ini berperan dalam pembentukan warna dan cita rasa. Kadar fenolat
pada buah dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripada bagian tanaman lainnya.
Senyawa fenol juga terdapat pada bagian tanaman yang lain seperti pada kulit pohonnya.
Konsentrasi fenol turun dengan makin masaknya buah, tetapi umumnya jumlah fenolat
per buah makin meningkat. Buah maupun bunga mengandung beberapa macam fenolat
seperti anthosianin, tetapi bagian lain dari tanaman misalnya daun, kulit kayu
mengandung sangat sedikit atau tidak terdapat sama sekali senyawa fenolat. Jumlah
fenolat dalam buah tergantung pada varietas, spesies, musim, dan lokasi. Penyakit yang
menyerang tanaman juga mempengaruhi konsentrasi fenolat dalam tanaman itu.
Senyawa di atas jarang terdapat dalam bentuk bebas, tetapi umumnya sebagai ester.
Asam khlorogenat adalah derivat (turunan) asam sinamat dan merupakan asam
penting yang terdapat pada buah-buahan. Pada buah apel, terdapat asam khlorogenat
dalam konsentrasi yang cukup banyak. Asam khlorogenat kadang-kadang terdapat
banyak pada buah-buahan misalnya pada buah bilberry (Vaccinium myrtillus) yang
kadarnya mencapai 0,25 %.
Konsentrasi derivat (turunan) asam sinamat menurun pada waktu buah masak,
akan tetapi jumlah per buah meningkat karena buah bertambah besar sewaktu terjadi
pertumbuhan. Derivat asam sinamat dengan kadar tertinggi terdapat pada kulit buah
seperti halnya pada kebanyakan senyawa fenolat.
b. Flavan
Senyawa flavan paling banyak dalam bentuk senyawa isomeri dan dua bentuk
yang paling banyak terdapat pada tanaman tinggi adalah ( +) katechin dan ( - )
epikatechin. Walaupun kedua senyawa ini terbentuk bersama-sama pada buah-buahan
pada varietas yang sama kandungannya dapat berbeda. Misalnya pada buah pear (Pyrus
communis) varietas Barlett terdapat ( +) katechin dan ( - ) epikatechin, tetapi senyawa ini
tidak dijumpai pada buah pear varietas Perry.
Flavan 3,4 diol tidak dijumpai pada buah dan jarang terdapat pada tanaman.
Senyawa ini dipandang sebagai prekursor polimeri proanthocyanidin. Mengenai rumus
bangun flavan terlihat pada Gambar V. 7. Terdapatnya flavan pada berbagai macam buah
terlihat pada Tabel V. 2.
Jumlah flavonol pada buah-buahan tergantung varietasnya. Pada kulit buah apel, flavonol
terdapat dengan kadar rata-rata 0,47 mg per 100 g berat segar., tetapi pada daging buah
tidak dijumpai adanya flavonol.Konsentrasi flavonol menurun pada kulit buah apel
seiring dengan semakin masaknya buah apel yang disertai dengan pembentukan flavonol
glikosida. Sinar matahari mempengaruhi pembentukan flavonol glikosida dan
terbentukanya dapat dua kali lipat daripada dalam tempat terlindung. Jumlah flavonol
glikosida tergantung pada varietas buahnya.
e. Polifenol Terkondensasi
Zat yang terkondensasi seperti flavan tersebar lebih merata pada jaringan tanaman
daripada antosianin dan flavonol glikosida, dan lebih terkonsentrasi pada kulit daripada
dalam daging buah. Mengenai rumus bangun flavan terkondensasi terlihat pada Gambar
V.10.
Beberapa flavan terkondensasi ini apabila dipanaskan dengan asam mineral lemah
akan dapat menghasilkan antosianidin. Flavan terkondensasi yang terdiri atas dua unit
flavan dalam bentuk murni terdapat pada daun strawberry, pada buah apokat, dan apel.
Polifenol Umum dalam jumlah kecil
a. Flavon
Senyawa ini tersebar secara luas pada tanaman tinggi. Akan tetapi, dalam jumlah
kecil umumnya terdapat sebagai glikosida dengan ikatan gula pada posisi atom C nomer
7, kadang-kadang pada posisi nomer 5 terutama terdapat pada jeruk. Struktur kimia
flavon terlihat pada Gambar V. 11
Gambar V.11. Kerangka dasar struktur Flavon (Hulme,1971)
b. Flavanon
Senyawa ini banyak terdapat pada jeruk. Beberapa di antaranya dapat memberi
rasa pahit , dan struktur kimianya terlihat pada Gambar V. 12.
c. Isoflavon
Senyawa ini mempunyai struktur yang berbeda dari flavanon dan pada posisi 7
adalah glikosida ( Gambar V. 13 ).
Senyawa polifenol yang banyak dikenal adalah tannin. Terdapat dua kelompok
tannin yaitu tannin yang dapat dihidrolisis yang disebut hydrolizable tannin dan
condensed tannin yaitu tannin yang tidak dapat dihidrolisis dan merupakan senyawa
komplek misalnya katechin dan leucoanthocyanin. Namun, kelompok hidrolizable dapat
dihidrolisis dengan asam, basa, atau enzim membentuk senyawa-senyawa sakarida, asam
gallat, asam elegat, atau asam-asam lainnya.
Tannin yang terdapat pada kulit tanaman dapat berasal dari getah tanaman atau
bagian tanaman lainnya. Akan tetapi, beberapa macam tanaman pada daun atau buahnya
lebih banyak mengandung tannin daripada bagian lainnya. Misalnya daun teh dan kulit
buah manggis banyak mengandung tannin. Sel kulit biji kakao mengandung tannin dan
tannin banyak terdapat pada kulit kayu pasang ( Quercus infectoria). Tannin terdapat
pada vakuola sel. Tannin mempunyai sifat dapat mengendapkan protein sehingga dapat
digunakan untuk penyamakan kulit. Tannin itu merupakan serbuk putih amorf terlarut
dalam air.
Besarnya konsentrasi tannin pada buah tergantung pada perkembangannya. Pada
umumnya, buah yang masih muda mengandung tannin yang lebih tinggi daripada buah
yang sudah masak. Akan tetapi, pada bagian tanaman lainnya kandungannya semakin
tinggi dengan semakin tua tanaman tersebut. Turunnya kandungan tannin pada buah
karena tannin tersebut mengalami degradasi. Mekanisme hilangnya tannin tersebut belum
diketahui.
Tannin memberikan rasa sepat ( astringency), yang dirasakan oleh selaput lendir
mulut, karena protein yang melapisi rongga mulut akan mengalami presipitasi. Tannin
berfungsi sebagai “growth inhibitor” yang dapat merupakan penghambat pertumbuhan
mikroba, dan dapat menyebabkan inaktifnya enzim yang dikeluarkan oleh mikroba,
karena enzim itu sendiri terdiri atas protein sehingga terjadi presipitasi.
5. 4. 3. Karotenoid
Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari isoprene dan derivatnya
(turunannya), dengan karoten dan isomer likopen termasuk di dalamnya. Karoten
merupakan hidrokarbon yang tidak jenuh, yang memberikan warna jingga sedangkan
likopen memberikan warna jingga agak merah pada tanam-tanaman. Pada mulanya
karotenoid itu dapat diisolasi dari wortel (Daucus carota ). Senyawa ini larut dalam
lemak, dan yang umum terdapat pada tumbuh-tumbuhan terutama berupa b karoten dan
derivatnya. Pada buah mangga jenis “Alphonso” yang matang, terdapat sampai 60 % b
karoten dari zat warna lainnya.
Sekarang telah dikenal sekitar tujuh puluh karotenoid yang paling banyak terdapat
pada tanaman dan hanya beberapa diantaranya terdapat pada hewan. Beberapa macam
karotenoid tersebut adalah :
1. Phytoene 25. Lycophyl
2. Phytofluene 26. Lutein
3. z Carotene 27. Zeaxanthin
4. Neurosporene 28. Cryptoxanthin
5. Lycopene 29. Rhodoxanthin
6. a Carotene 30. Aurochrome
7. b Carotene 31. Antheraxanthin
8. g Carotene 32. Mutatoxanthin
9. d Carotene 33. Flavoxanthin
10. e Carotene 34. Cryptochrome
11. b Zeacarotene 35. Capxanthin
12. Lycoxanthin 36. Trollixanthin
13. Rubixanthin 37. Violaxanthin
14. a Cryptoxanthin 38. Luteoxanthin
15. b Cryptoxnthin 39. Auroxanthin
16. b Carotene-5,6 epoxide 40. Neoxanthin
17. Mutatochrome( =ctroxanthin) 41. Capsorubin
18. Neochrome 42. Semi b Carotenone
19. Valenciaxanthin 43. b Carotenone
20. Valencichrome 44. Celaxanthin
21. Sinenisiaxathin 45. Luteochrome
22. Persicaxanthin 46. b Citraulin
23. Crocetin
24. Trollein
Perubahan warna dari hijau ke kuning pada buah jeruk ditandai dengan hilangnya
khlorofil dan muculnya zat warna karotenoid. Selama masih berwarna hijau dan pada
flavedo buah jeruk masih terdapat khlorofil masih terjadi kegiatan fotosintesis.
Pada buah tomat matang terdapat karotenoid di dalam khloroplas yang terbentuk
pada waktu terjadinya pematangan buah yang diikuti oleh degradasi khlorofil, saat itu
khloroplas berubah menjadi khromoplas. Pada kulit buah pisang selama proses
pematangan karotenoidnya tetap ada, demikian juga pada buah apel. Konsentrasi
karotenoid pada kulit buah apel lebih besar daripada yang terdapat pada dagingnya.
Pada jeruk jenis Valencia, jenis karotenoid yang terdapat pada pulp dan kulit
buahnya berbeda, yaitu pada kulit buahnya mengandung relatif lebih banyak violaxanthin
daripada dalam pulpnya. Pada buah anggur, sintesis karotenoid terjadi sebelum khlorofil
hilang ( Hulme, 1970). Khususnya pada flavedo buah anggur, tidak terjadi sintesis
karotenoid sewaktu pematangan setelah khlorofil terdegradasi, tetapi merupakan suatu
tanda terjadinya sintesis phytoene. Pada buah jeruk selama pematangan, jumlah xanthofil
menurun tetapi jumlah karotenoid yang lain meningkat. Pada buah tomat, selain karotein
terdapat pula likopen, sedangkan pada buah semangka sebagian besar pigmennya adalah
likopen.
Pada umumnya tanaman yang mengandung karbohidrat dengan kadar rendah juga
mengandung karotenoid yang rendah. Umbi-umbian umumnya karotenoidnya rendah
kecuali pada wortel dan ketela rambat.
Asam parasorbat O
H 2C O Pada buah Sorbus
HOOC-CH2
Asam Sitrat C(OH)(COOH)- Sangat umum terdapat pada
CH2-COOH buah-buahan
HOOC-CH2-
Asam Isositrat CH(COOH)-CHOH- Terdapat dalam jumlah yang
COOH sedikit
5.Asam-asam Karbosiklis
Monokarboksilat
a. Asam-asam Aromatis
Asam benzoat C6H5-COOH Pada buah buah Vaccinium
Asam Khlorogenat
Apel muda, peach,plum dan
b. Asam -asam Alisiklis HO COOH cherri
Asam Quinat
COOH
Asam Shikimat
Buah apel, pear, strowberi
dan pisang.
HO OH
HO
Selanjutnya asam-asam organik yang terdapat pada buah apel, pear, anggur pisang
dan strowberi terlihat dalam Tabel V. 4. Hampir semua macam asam organik terdapat
pada buah kecuali asam tartarat dan cis akonitat tidak terdapat
TabelV. 4. Keberadaan berbagai asam organik pada buah apel, pear, anggur, pisang
dan strowberi
Giberelin
Asam giberelat menghambat pematangan buah tomat pascapanen. Tampak
terjadinya penurunan laju respirasi, terlambatnya klimakterik, dan penundaan perubahan
warna.
Pemberian asam giberelat pada jeruk manis varietas Naval menyebabkan
lenyapnya khlorofil terhambat, peningkatan kekuatan kulit, tertundanya akumulasi
karotenoid, dan terjadinya peningkatan total zat terlarut dan asam askorbat. Asam
giberelat juga mempengaruhi keutuhan membran mitokhondria.
Auksin
Senyawa ini menghambat proses kelayuan, dengan cara menghambat kegiatan
poligalakturonase pada tingkat permulaan pematangan buah tomat. .
2. Vitamin K
Vitamin K1 atau vitamin K3 sampai pada suhu 14 0F dapat menghambat
pematangan buah pisang seperti telah dikemukakan oleh Beccari (1969) dalam Hulme
(1986). Buccari menduga Vitamin K1 itu merupakan penghambat proses sintesis etilen..
Vitamin K5 memperlihatkan daya hambat yang tinggi terhadap pertumbuhan mikroba.
Kadar vitamin K5 aktif berkisar 0,05 sampai 0,005 %, mempunyai sifat seperti germisida
sehingga dapat memperpang umur simpan buah dan sayuran.
DAFTAR PUSTAKA
Fruton, J.S., and S. Simmonds. 1958. General Biochemistry. John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. (Penerjemah :Prof. Ir.
Kamarjani). Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Page, David S. 1985. Prinsip-Prinsip Biokimia Penerjemah R. Soendoro. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
Winarno, F.G. dan Moehammad Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya
Jakarta.
BAB VI
PENGARUH SUHU
R2 10/( t2 Yt1 )
Q10 8 ( )
R1 = konstan sekitar 2
dengan t2 dan t1 adalah suhu (0C), R2 dan R1 adalah laju reaksi pada masing-masing
tingkat suhu tersebut. Dari rumus di atas, baik Q10 atau laju yang belum diketahui pada
perbedaan suhu tertentu dapat dihitung.
Akan tetapi, banyak proses fisiologis, Q10 tidak selalu tetap pada kisaran suhu
fisiologis dan Q10 merupakan fungsi suhu. Nilai Q10 umumnya tertinggi antara suhu 1 0C
sampai 10 0C yang dapat mencapai 7. Tetapi pada suhu di atas 10 0C nilai Q10 umumnya
menurun menjadi antara dua dan tiga.
Hanya sedikit peningkatan umur simpan diperoleh bila terjadi penurunan suhu
yang kecil. Peningkatan umur simpan yang jauh lebih besar dapat diperoleh dengan
penurunan sedikit pada suhu lebih rendah. Malahan, perubahan suhu 1 0C mempunyai
pengaruh sangat nyata (Gambar VI. 2). Pendinginan pada suhu di bawah 10 0C kurang
menguntungkan bagi komoditi yang peka terhadap cacat suhu rendah ( chilling injury)
kecuali penyimpanan dalam waktu singkat. Keuntungan yang diperoleh dengan
penyimpanan pada suhu rendah adalah terjadi penurunan laju pertumbuhan mikroba.
Apabila suhu cukup rendah, spora fungi tidak dapat tumbuh.
Penurunan suhu untuk produk yang non klimakterik menurunkan laju kerusakan
sedangkan pada produk yang klimakterik, proses pematangannya akan tertunda.
Pengaruh penurunan suhu terhadap pematangan mengikuti hubungan eksponensial (
Gambar VI. 2.). Penurunan suhu tidak hanya menurunkan pembentukan etilen, tetapi juga
menunjukkan laju respon jaringan terhadap etilen. Karena itu pada suhu lebih rendah,
diperlukan waktu lebih lama agar konsentrasi etilen tersebut cukup untuk menimbulkan
pematangan. Pematangan normal terjadi dalam suatu kisaran suhu tertentu ( umumnya 10
-30 0C). Walaupun demikian, beberapa macam buah misalnya buah pear akan matang dan
kualitasnya bagus pada suhu di bawah 10 0C. Kualitas penyimpanan terbaik dalam buah-
buahan matang umumnya pada suhu sekitar 20 0C, suatu suhu yang dianggap optimal
untuk pematangan bagi sebagian besar buah buahan.
Gambar VI. 2. Pengaruh suhu terhadap umur simpan apel dan buah pear
1. Apel Delicious (bulan).
2 Apel kultivar yang peka terhadap suhu rendah (bulan).
3. Pear Williams Bon Chretien (Bartlett) (minggu).
Buah-buahan yang tidak peka terhadap chilling injury umur simpan
maksimumnya dapat diperoleh pada suhu di bawah kisaran suhu pematangan. Sebagai
contoh, buah pear Williiams Bon Chretien (WBC) atau (Bartlett) tidak akan matang pada
suhu dibawah 12 0C, tetapi umur simpan maksimum diperoleh dalam penyimpanan pada
suhu -1 0C. Bila diinginkan agar buah tersebut matang dipindahkan ke suhu di atas 12 0C
(Gambar VI. 2. dan Gambar VI. 3.). Apabila buah pear disimpan terlalu lama pada suhu
rendah atau pada suhu non pematangan, buah tersebut tidak akan matang dengan normal
walaupun kemudian dipindahkan ke sushu pematangan. Hal ini mungkin diakibatkan
karena enzim penyebab kematangan menjadi inaktif atau rusak. Di samping pematangan
yang abnormal penyimpanan pada suhu rendah dapat mengakibatkan abnormalitas
metabolisme yang menyebabkan rusaknya sel pada beberapa tempat.
Tabel VI. 2. Umur Simpan Buah dan Sayuran Segar ( Wills et al, 1981)
Komoditi Waktu pada suhu optimal ( Minggu)
-1 sampai - 5 sampai 9 0C 10 0C
40 C
Buah-buahan
Sangat mudah rusak (0- 4 minggu)
Aprikot 2
Pisang, matang 1-2
Pisang, hijau 1-2
Buah-buahan berry 1-2
Cherry 1-4
Fig 2-3
Loquat 1-2
Mangga 2-3
Strawberry 1-5 hari
Semangka 2-3
Kelapa 8 -12
Orange 6 - 12
Apel 6 -30
Anggur 12 - 16
Lemon 12 - 30
Pear 8 -30
Sayur-sayuran
Sangat mudah rusak 0 - 4 minggu)
Asparagus 2-4
Kara 1-3
Brokoli 1-2
Brussel sprout 2-4
Bunga kol 2-4
Mentimun 2-4
Selada 1-3
Kapri 1-3
Rhubarb 2-3
Bayam 1-2
Jagung manis 1-2
Tomat, berwarna 1-3
Jamur merang 2-4
6. 3. Pendinginan
Tujuan penyimpanan pada suhu dingin adalah untuk memperlambat terjadinya
kerusakan sekecil mungkin tanpa terjadinya pematangan abnormal atau perubahan lain
yang tidak diinginkan. Jadi, itu untuk mempertahankan komoditi agar tetap dalam
keadaan baik yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin.
Buah-buahan atau sayur-sayuran yang dipanen kadang-kadang dapat mencapai
suhu 40 0C dan pada suhu ini kecepatan respirasi sangat tinggi sehingga umur simpan
pendek. Oleh karena itu, buah-buahan maupun sayur- sayuran hendaknya dipanen sepagi
mungkin karena suhu udara pada waktu pagi hari lebih rendah daripada suhu pada siang
atau sore hari. Permasalahannya, untuk kebun yang luas, pemanenan pada waktu pagi-
pagi benar agak sulit dilakukan dan untuk di daerah tropis, suhu pada waktu pagi hari
juga relatif tinggi. Pendinginan sebaiknya dilakukan segera setelah pemanenan sebagai
pendinginan pendahuluan (precooling) terutama untuk buah dan sayur-sayuran yang
mudah rusak atau buah dan sayuran yang respirasinya berlangsung dengan cepat. Sebagai
suatu contoh, pengaruh terhadap kualitas penundaan pendinginan pada strawberry terlihat
pada Gambar VI. 4.
6. 4. Metode Pendinginan
Bahan dapat didinginkan dengan menggunakan udara dingin (pendinginan
kamar), pendinginan dengan hembusan udara (forced air cooling), air dingin
(hydrocooling), kontak langsung dengan es, dan evaporasi air dari produk (pendinginan
evaporativ dan pendinginan vakum). Buah-buahan umumnya didinginkan dengan udara
dingin walaupun buah batu lebih menguntungkan menggunakan pendinginan hidro.
Metoda pendinginan manapun dapat digunakan untuk sayur-sayuran tergantung pada
fisiologi dan kebutuhan konsumen.
Metode pendinginan, tipe kemasan, dan cara kemasan itu disusun semuanya akan
mempengaruhi kecepatan pendinginan bahan. Tabel VI. 3 menunjukkan perbedaan laju
pendinginan apel baik dalam keadaan bebas dalam peti atau dibungkus dan dikemas
dalam peti didinginkan dengan pendinginan kamar (room cooling), atau pendinginan
dengan udara kecepatan tinggi dan pendinginan hidro.
Buah tunggal
Kecepatan udara 40 m /menit 1,25
Kecepatan udara 400m /menit 0,5
Setiap macam produk memerlukan cara pendinginan tertentu. Pada Tabel VI. 4.
terlihat beberapa macam cara pendinginan dan produk yang didinginkan sesuai dengan
metode pendinginan yang diperlukan .
Beberapa cara pendinginan dapat sesuai dengan sistim penanganan tertentu dan
dapat melebihi sistim yang lain sedangkan beberapa diantaranya memerlukan biaya yang
lebih besar daripada yang lainnya. Perlu diperhatikan bahwa pendinginan dan
penyimpanan dapat terjadi saling berlawanan. Suatu fasilitas pendinginan memerlukan
terjadinya pertukaran panas dengan cepat, dan panas yang tinggi memerlukan aliran
udara yang cepat. Suatu fasilitas penyimpanan mempunyai muatan panas yang sangat
rendah dan hanya memerlukan sirkulasi udara yang cukup untuk menghilangkan panas
yang berasal dari hasil respirasi. Karena itu, suatu fungsi pendinginan dan penyimpanan
secara teoritis sangat sesuai bila digunakan sistem pendinginan kamar. Demikian juga,
alasan ekonomis dan praktis sangat cocok dilakukan pendingin dan penyimpanan bila
menggunakan sistem pendinginan kamar.
Udara ditekan melalui wadah dan produk yang terdapat di dalamnya wadah dan udara
tersebut ditarik oleh fan/kipas angin.
3. Pendinginan Hidro
Dalam pendinginan hidro, air berperan sebagai media pemindah panas merupakan
cara yang cepat untuk pendinginan produk segar karena air mempunyai kapasitas panas
yang lebih besar daripada udara. Pendinginan dengan cara ini dapat berlangsung lebih
cepat jika air kontak dengan sebagian besar permukaan bahan segar dan suhu diatur
mendekati 00C. Dalam kebanyakan sistem hidro, bahan segar digerakkan melalui
penyemprot air dingin pada konveyor yang bergerak. Dengan sisitim ini, produk menjadi
bersih, tetapi kemungkinan terjadi kontaminasi oleh mikroba apabila tanah yang terdapat
pada bahan tidak lepas. Airnya perlu dikhlorinasi. Dalam pendinginan hidro, susut berat
sangat kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1980. Postharvest Technology. The University of Queensland, Australia.
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah:
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Page, David S. 1985. Prinsip-Prinsip Biokimia Penerjemah R. Soendoro. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
BAB VII
KERUSAKAN FISIOLOGIS
Tabel VII 1. Gejala cacat suhu dingin ( chilling injury ) pada beberapa macam
buah buahan (Wills et al., 1998)
Suhu yang tertera dalam Tabel VII. 1. menunjukkan batas bawah atau suhu kritis
saat beberapa gejala fisik cacat suhu dingin biasanya nampak. Apabila suhu ini tepat di
bawah suhu kritis, diperlukan waktu relatif lama sebelum luka itu kelihatan. Umumnya
luka akan lebih cepat dan lebih parah jika suhu tersebut semakin jauh di bawah suhu
kritis. Penyimpanan komoditi dapat dilakukan dalam waktu lebih lama pada suhu sedikit
di bawah suhu kritis karena terdapat sedikit kepekaan terhadap cacat suhu dingin.
Hubungan umur simpan pada berbagai macam suhu dan kepekaan terhadap suhu dingin
terlihat dalam Gambar VII 1.
Gambar VII. 1. Umur simpan produk pada berbagai macam suhu dengan
sensitivitas terhadap cacat suhu dingin ( chilling injury), dengan
A=tidak peka, B =sedikit peka, dan C =sangat peka (Wills et al.,
1998)
7. 4. Kerusakan Fisiologis
Kerusakan fisiologis dapat terjadi pada semua produk. Telah dilakukan penelitian
terhadap buah apel, pear, dan buah batu dan sebagian besar buah jeruk telah
menunjukkan terjadinya kerusakan fisiologis setelah dilakukan penyimpanan. Sebagian
besar penyebab terjadinya kerusakan fisiologis adalah pengelolaan suhu yang tidak tepat
atau defisiensi nutrien selama tejadinya pertumbuhan dan perkembangan. Mudahnya
produk mengalami kerusakan fisiologis tergantung antara lain pada ;
• varietas,
• kematangan produk pada waktu panen,
• cara bercocok tanam,
• keadaan iklim selama pertumbuhannya,
• ukuran hasil panen, dan
• cara pemanenan.
Untuk mencegah meluasnya kerusakan, dapat dilakukan pengidentifikasian buah
yang peka terhadap kerusakan agar tidak ikut disimpan terutama penyimpanan dalam
waktu yang lama. Akan tetapi, pasar sering menghendaki buah yang rentan terhadap
kerusakan misalnya buah apel Jonathan. Konsumen memilih buah apel Jonathan yang
besar dan dengan warna merah yang intensif, tetapi buah ini tidak tahan terhadap cacat
suhu rendah. Karena itu, perlu dikembangkan metode yang menjamin bahan yang peka
dapat disimpan untuk memenuhi permintaan konsumen.
Kerusakan fisiologis buah apel telah diteliti secara lebih intensif jika
dibandingkan dengan buah lainnya Dalam Tabel VII. 2, terlihat terjadinya kerusakan
fisiologis dan gejala-gejalanya, sedangkan Tabel VII 3 memperlihatkan kerusakan
fisiologis pada buah buahan lainnya selain apel.
Tabel VII. 2. Beberapa kerusakan fisiologis buah apel ( Wills et al., 1998)
Kerusakan Gejala
Bercak cekung dangkal Pewarnaan kulit yang sedikit cekung dapat
berpengaruh pada buah keseluruhan
Luka bakar matahari Warna coklat sampai hitam pada daerah yang
rusak karena sinar matahari selama pertumbuhan
Kerusakan senescence Coklat, daging buah bertepung, terdapat pada buah
lewat masak, dan disimpan terlalu lama.
Bercak lunak atau dalam Lunak, cekung, coklat sampai berwarna hitam
pada bagian permukaan tertentu dan meluas
sampai pada bagian dalam daging buah.
Bintik Jonathan Terjadi pada suhu tinggi, bintik dangkal pada lenti
sel
Bagian pusat berair Terdapat bagian tembus sinar dalam daging buah,
dapat menjadi coklat selama penyimpanan.
Pada buah apel yang suhunya diturunkan dari 3 0C menjadi 00C, terjadi noda
lunak. Untuk mencegahnya, dapat dilakukan selama pertengahan periode penyimpanan,
0
peningkatan suhu menjadi 20 C selama beberapa hari dan kemudian buah itu
dikembalikan pada suhu rendah. Masalah yang timbul dalam penyimpanan ialah jika
terjadi kenaikan suhu ruang penyimpanan, dapat terjadi peningkatan respirasi sehingga
mengakibatkan umur simpan bahan tersebut lebih pendek.
Komoditi Kerusakan
Apel Lubang, pewarnaan lentisel, noda, pecah, retak,
kerusakan pada suhu rendah, kerusakan pada
bagian dalam, kerusakan pada senescens, noda pada
apel jenis Jonathan dan berair pada bagian dalam.
Kalsium berkaitan dengan zat pektat yang terletak di lamella tengah dan dengan
membran sel dapat mencegah terjadinya kerusakan oleh karena memperkuat komponen-
komponen struktur sel. Senyawa toksis sering menyebabkan kerusakan sel sehingga
diperlukan konsentrasi kalsium yang lebih tinggi. Penyemprotan kalsium pada buah apel
dapat mengurangi terjadinya kerusakan/pecahnya lentisel pada buah yang disimpan.
Pecahnya lentisel berarti rusaknya daging buah pada lentisel tersebut dan terjadinya
pencoklatan dengan diameter sekitar 3 -4 mm.
Peran kalsium seperti halnya mineral lain tidak diketahui dengan jelas, tetapi
sangat penting untuk dinding sel dan kekurangan kalsium akan menyebabkan terjadinya
kelunakan pada buah. Menurut Doesburg (1957) dalam Hulme (1970), fraksi kalsium
tidak larut dalam alkohol tetapi pektin yang disimpan lama larut dalam alkohol.
Selanjutnya, dikatakan bahwa beberapa kalsium akan terbebaskan semasa terjadinya
kerusakan dinding sel.
Kekurangan boron pada buah apel menyebabkan kondisi buah yang kurang baik
yang disebut sebagai gabus internal. Keadaan ini ditandai dengan berlubangnya daging
buah. Kerusakan gabus internal dapat dicegah dengan penyemprotan boron.
Metabolisme abnormal dapat terjadi apabila kandungan kalium terlalu tinggi atau
terlalu rendah. Kalium tinggi berkaitan dengan terjadinya lubang pada buah apel sehingga
K maupun Ca rendah berkorelasi dengan perkembangan lubang. Kalium rendah
mempunyai hubungan dengan perubahan pematangan tomat dan dapat menghambat
timbulnya warna merah penuh pada buah tomat karena terjadinya penghambatan
biosintesis likopen.
Injeksi tembaga, besi, dan kobalt pada buah tomat menimbulkan gejala serupa
dengan cacat suhu dingin dan noda cekung dangkal pada permukaan buah, tetapi tidak
selalu berarti bahwa mineral-mineral ini mempunyai peran dalam pengembangan
kerusakan pada buah apel secara alami. Logam berat terutama Cu berperan sebagai
katalisator dalam sistem enzim yang menyebabkan pencoklatan enzimatik.
DAFTAR PUSTAKA
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and Vol. 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah :
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
BAB VIII
ATMOSFER PENYIMPANAN
Tabel VIII. 1. Kerusakan strawberry akibat konsentrasi karbon dioksida (Wills et al.,
1998)
8. 6. Penyimpanan Hipobarik
Penyimpanan hipobarik merupakan sebuah bentuk penyimpanan dengan udara
terkendali dimana bahan segar disimpan dalam keadaan vakum parsial. Ruangan vakum
diventilasi secara kontinyu dengan udara jenuh uap air untuk mempertahankan kadar
oksigen dan untuk mengurangi kehilangan air. Pematangan buah-buahan dihambat oleh
penyimpanan hipobarik karena terjadi penurunan tekanan parsial oksigen. Untuk
beberapa macam buah karena terjadinya penurunan etilen. Penurunan tekanan udara
sebesar 10 kilopascal (0,1 atmosfer) equivalen dengan penurunan oksigen sekitar 2 %
pada tekanan normal. Tempat penyimpanan hipobarik mahal karena tidak mudah
mempertahankan tekanan internal yang rendah.
8. 7. Etilen
8. 7. 1.Pengaruh terhadap buah dan sayur-sayuran
Mulanya diketahui pematangan buah secara alami pada buah klimakterik ditandai
oleh peningkatan produksi etilen. Perlakuan buah-buahan pada tahap sebelum klimakterik
dengan pemberian etilen dari luar menyebabkan saat terjadinya pematangan menjadi
lebih awal. Respon ini banyak digunakan dalam praktek komersial untuk mengendalikan
proses pematangan buah-buahan seperti misalnya pada buah pisang. Akan tetapi,
aktivitas etilen dihindari untuk buah-buahan selama waktu penyimpanan dan transportasi
untuk mencegah terjadinya pematangan awal. Sebaliknya pengaruh etilen pada buah dan
sayur-sayuan non klimakterik akan menurunkan kualitas pascapanennya yaitu hilangnya
warna hijau, perubahan tekstur dan citarasa, dan mudah mengalami cacat suhu dingin
yang memicu serangan mikroba.
Etilen yang dihasilkan oleh buah-buahan lain atau sumber luar lainnya dapat
terakumulasi dalam ruang penyimpanan yang berisi buah-buahan yang belum matang. Ini
akan menyebabkan buah tersebut matang sebelum waktunya. Saat pemasaran, beberapa
jenis komoditi disimpan bersama-sama sehingga komoditi yang membentuk etilen dapat
berpengaruh kurang baik terhadap komoditi yang lain. Gas dari batubara, bensin, dan gas
yang dikeluarkan oleh mesin mengandung etilen dan mengkontaminasi buah-buah yang
disimpan sehingga memacu terjadinya pematangan dan senescen sehingga dapat
menurunkan umur simpan komoditas.
8. 8. Gas lain
Karbon monoksida (CO) tidak dilepaskan oleh bahan segar, tetapi dapat berasal
dari hasil pembakaran motor bakar, yang dapat mengkontaminasi udara penyimpanan.
Karbon monoksida dalam tingkat tertentu berbahaya bagi pekerja di ruang penyimpanan
dan untuk beberapa macam produk memberi pengaruh seperti pengaruh yang ditimbulkan
oleh etilen. Akan tetapi ada beberapa contoh yang menguntungkan dengan pemberian gas
karbon monoksida, seperti pengaturan perubahan warna dan penghambatan pertumbuhan
Botrytis pada slada. Pemberian karbon monoksida 5 persen ke dalam wadah berbagai
buah buahan yang mudah rusak dalam udara terkendali sekarang dianggap
menguntungkan dan dalam penggunaan terbatas untuk ekspor buah-buahan dengan kapal
laut.
DAFTAR PUSTAKA
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and Vol. 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah :
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
BAB IX
KERUSAKAN PATOLOGIS
Kerusakan komoditi hortikultura yang disebabkan oleh mikroba dapat terjadi
mulai saat dipanen sampai setelah panen, terutama di daerah tropik dimana suhu dan
kelembaban tinggi mendorong pertumbuhan mikroba dengan cepat. Etilen yang terbentuk
akibat kerusakan komoditi menyebabkan terjadinya pematangan sebelum waktunya dan
senescence pada komoditi lainnya yang disimpan pada tempat yang sama dan bahkan
dapat terkontaminasi oleh komoditi yang rusak itu.
9. 1. Mikroba Penyebab Kerusakan Pascapanen
Banyak bakteri dan fungi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pascapanen
buah dan sayur-sayuran. Kehilangan bobot hasil yang sangat tinggi pada buah dan
sayuran pascapanen disebabkan oleh beberapa jenis fungi sepereti Alternaria, Botrytis,
Diplodia, Monilia, Penicillium, Phomopsis, Rhizopus, dan Sclerotinia dan dari bakteria
Erwinia dan Pseudomonas ( Tabel IX. 1.). Sebagian besar mikroba ini hanya menyerang
produk yang sudah rusak. Sebaliknya, sebagian kecil seperti Colletotrichum mampu
memasuki kulit produk yang masih sehat. Sering terdapat hubungan khusus antara
tanaman inang dan pathogen. Sebagai contoh Penicillium digitatum hanya merusak jeruk
sedangkan P. expansum menyebabkan busuk pada apel dan buah pear, tetapi tidak pada
buah jeruk. Kerusakan komoditi dapat terjadi secara sempurna apabila diserang oleh
sebuah atau beberapa mikroba pathogen dan merusak jaringan. Serangan awal ini dengan
segera diikuti oleh serangan pathogen dengan spektrum inang yang luas (broad spectrum
).
9. 2. Proses Infeksi
Pembusukan oleh mikroba dapat terjadi pada buah dan sayur-sayuran yang belum
masak dan masih melekat pada tanaman induknya atau terjadi pada waktu pemetikan,
penanganan, dan pemasaran. Proses infeksi terutama pada komoditi pasaca panen
sebagian besar karena adanya kerusakan mekanis pada kulit produk seperti tergores kuku,
dan lecet, luka terserang insekta, dan terpotong. Keadaan fisiologis produk dan suhu juga
mempengaruhi proses infeksi.
Tabel IX. 1. Beberapa contoh penyakit pada buah dan sayur-sayuran ( Wills et al.,
1981)
9. 4. Perlakuan Kimia.
Pengendalian secara kimia terhadap kerusakan pascapanen telah dikembangkan
sejak 25 tahun yang lalu, terutama untuk buah jeruk, pisang, dan anggur. Tingkat
pengendalian kerusakan tergantung pada strategi pemasaran komoditi dan jenis infeksi.
Untuk buah jeruk yang mempunyai umur simpan lama, dilakukan perlakuan dengan
bahan kimia untuk mencegah infeksi dan pertumbuhan spora sehingga buah tersebut
tidak terkontaminasi. Buah strawberry mempunyai umur simpan pendek sehingga tujuan
dari perlakuan kimia adalah mencegah penyebaran kapang hijau yang dapat menyerang
strawberry di kebun.
Keberhasilan perlakuan secara kimia untuk mencegah kerusakan tergantung pada :
1. banyaknya spora awal
2. tingkat infeksi pada jaringan tanaman inang
3. laju perkembangan infeksi
4. suhu dan kelembaban
5. kemampuan bahan kimia menembus jaringan.
Bahan kimia yang digunakan tidak bersifat fitotosik, yaitu tidak menyebabkan luka pada
jaringan inang dan tidak bertentangan dengan syarat penggunaan food additive.
Pada Tabel IX. 2. disajikan beberapa senyawa, nama umum, pathogen penyebab
kerusakan, efektivitas, dan buah yang dirusak. Zat kimia yang tercantum dalam tabel ini
lebih bersifat fungistatik daripada bersifat fungisidal. Zat kimia ini lebih bersifat
menghambat perkembangan spora atau mengurangi laju perkecambahan dan
pertumbuhan kecambah daripada menyebabkan kematian mikroba. Beberapa zat kimia
seperti khlorin dan belerang oksida ( SO2 ) adalah zat kimia bersifat fungisidal tidak
bersifat fungistatik. Fungisidal adalah zat yang dapat membunuh mikroba (jamur) dan
sangat efektif apabila zat tersebut kontak langsung dengan mikroba. Khlorin umumnya
ditambahkna pada air pencuci untuk membunuh bakteri dan fungi. Belerang oksida
digunakan untuk membunuh Botrytis pada buah anggur. Zat kimia ini dapat digunakan
sebagai fumigan, larutan, dan suspensi atau dapat digunakan dalam pelilinan.
Tabel IX. 2. Zat-zat kimia yang dipergunakan sebagai fungiside pada komoditi pascapanen
Nama dan formulasi Pathogen Tanaman inang Keterangan
Garam anorganik
bersifat alkalis
-natrium tetraborat Penicillium Jeruk efektif
(borax)
-natrium karbonat Penicillium Jeruk agak efektif
-natrium hidroksida Penicillium Jeruk agak efektif
Fenol-fenol
o-phenylphenol
Penicillium Jeruk Menyebabkan luka pada
(HOPP)
buah
sodium o-phenyl -
Penicillium, bakteri Produk pH diatur
phenate(SOPP)
DAFTAR PUSTAKA
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and Vol. 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah :
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
BAB X
PERLAKUAN TERHADAP KOMODITI
Buah pisang dapat dimatangkan secara batch ( terputus) dalam suatu ruangan
yang diberi gas etilen dengan konsentrasi antara 20 sampai 200 mikroliter per liter.
Ruangan diberi udara setelah 24 jam pertama untuk mencegah konsentrasi karbon
dioksida melebihi 1 %, yang dapat menghambat pematangan buah. Apabila ruangan
penutupannya kurang baik, perlu diberikan kembali etilen setelah 12 jam. Apabila tingkat
warna sudah baik sesuai dengan yang dikehendaki, komoditi dapat dipindahkan dari
ruang penyimpanan.
Kehilangan air dalam proses pematangan terjadi pada suhu tinggi sehingga perlu
diusahakan agar kelembaban dipertahankan relatif tinggi. Kelembaban dapat ditingkatkan
dengan penyemprotan lantai penyimpanan dengan air. Pengaturan kelembaban relatif
sewaktu proses pematangan sangat penting untuk pemtangan buah pisang. Kelembaban
relatif 85 -90 persen disarankan dalam proses pematangan pada buah yang tingkat
warnanya hijau dan sedikit berwarna kuning. Akan tetapi harus diturunkan kelembaban
relatifnya, yaitu antara 70 -75 persen jika tingkatan warnanya lebih banyak hijau daripada
kuning. Walaupun warna kulit terbaik diperoleh pada kelembaban relatif tertinggi, kulit
akan cenderung sangat lunak dan dapat lepas, sehingga buah menjadi jelek. Jika
kelembaban sangat rendah, akan terjadi kehilangan air yang sangat banyak selama proses
pematangan dan warna menjadi kurang baik. Kelembaban tinggi menyebabkan jamur
mudah tumbuh termasuk pada dinding ruangan. Perlu dilakukan pembersihan dinding
ruangan secara teratur dengan menggunakan larutan natrium hidrokhlorit ( khlorin ) yang
disertai fumigasi dengan menggunakan gas formaldehida.
Pematangan pada buah klimakterik lain yang dipanen sebelum matang dapat
dipercepat dengan menggunakan etilen, tetapi sebaliknya pada buah pisang dan apokat
kualitasnya akan jelek jika dipanen pada tingkat hijau matang. Sangat baik sekali apabila
dilakukan pemanenan pada saat matang penuh, misalnya pada buah pepaya nampak
adanya tanda kekuning-kuningan, dan tingkat hijau matang pada buah tomat.
( AxB ) Y(CxD)
X=
E
A= Emulsi larutan awal dalam tangki setelah diencerkan dilihat dengan
refraktometer ( hidrometer).
B = Volume total larutan dalam tangki ( galon )
C = Emulsi lilin di dalam tangki setelah digunakan dilihat dengan
refraktometer ( hidrometer )
D = Volume emulsi yang tersisa di dalam tangki setelah digunakan
(galon)
E.= Emulsi pekat dilihat dengan refraktometer ( hidrometer)
X = Volume emulsi pekat yang akan ditambahkan
Misalnya :
Sebuah tangki dengan volume 50 galon diisi dengan 25 galon emulsi larutan pekat
yang dilihat dengan refraktometer menunjukkan angka 16. Selanjutnya, ditambahkan air
25 galon sehingga refraktometer menunjukkan angka 8. Kemudian dilakukan pelilinan
sehingga tersisa 40 galon dan refraktometer menunjukan angka 6,5.
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and Vol. 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Long K, D. Leggo, and J.A. Seberry. 1965. Washing, Sterilzing, and Waxing Citrus
Fruits. New South Wales Department of Agriculture and Csiro, Division of Food
Preservation. Australia.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah :
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
BAB XI
PENGEMASAN
Dengan adanya kemajuan dalam pengemasan, konsumen akan dapat menerima
komoditi dalam keadaan lebih segar, kerusakan yang lebih sedikit, potensi ketahanan
yang lebih baik daripada sebelumnya. Sebelum adanya pengemasan yang lebih baik serta
fasilitas pengangkutan dan pendinginan, maka tidak ada kemungkinan dilakukan
distribusi komoditi yang mudah rusak secara luas. Dua fungsi utama pengemasan adalah :
1. merakit bahan produk dalam kesatuan yang mudah untuk dibawa dan
2. melindungi terhadap kerusakan selama pemasaran dan penyimpanan.
Semula bahan pengemas hanya dibuat dari bahan tanaman seperti daun, bambu
dan lain-lainnya serta didesain untuk mudah dibawa oleh orang. Sekarang di negara -
negara maju produk diangkut dan dijual ke tempat-tempat jauh sehingga alat pengemas
harus baik misalnya terbuat dari kayu ( papan) yute atau plastik.
Keuntungan menggunakan pengemas :
1. Merupakan unit penanganan yang efisien
Kemasan yang merupakan unit yang efisien akan memudahkan produk tersebut
dibawa, misalnya dari kebun ke gudang. Bila produk tidak dikemas, pengangkutannya
akan sulit. Berat bahan yang dikemas adalah berat yang mudah diangkut dan efisien.
2. Merupakan unit penyimpanan yang mudah disimpan di gudang atau dirumah
Wadah yang digunakan merupakan unit penyimpanan yang kuat, tidak mudah
rusak selama dalam penyimpanan baik di rumah maupun di gudang, sampai menunggu
saat penggunaan komoditi tersebut. Misalnya, kemasan plastik digunakan untuk
penyimpanan wortel atau sayur-sayuran daun, yang disimpan di dalam lemari es.
3. Melindungi mutu dan mengurangi pemborosan
a. Memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanis
b. Memberi perlindungan terhadap kehilangan air
c. Memungkinkan penggunaan udara termodifikasi yang menguntungkan
d. Membuat komoditi bersih dan memenuhi persyaratan kesehatan.
Tabel XI. 1. Diameter Molekul Gas dan Uap dan Diameter Pori
beberapa jenis Plastik ( Pantastico, 1986)
Gas Atau Uap L* Diameter molekul
-6
( 10 - Cm ) (A0 )
Helium 1,9
H2 11,5 2,74
CH4 4,51 4,43
N2 6,28 3,75
O2 6,79 3,61
Argon 6,66 3,64
CO2 4,19 4,56
Udara 6,40 3,72
H2 O 4,18 4,60
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and Vol. 2.
Academic Press, London and New York.
Long K, D. Leggo, and J.A. Seberry. 1965. Washing, Sterilzing, and Waxing Citrus
Fruits. New South Wales Department of Agriculture and Csiro, Division of Food
Preservation. Australia.
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah :
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales University Press Limited, Australia.
BAB XII
PENYIMPANAN
4. Kebersihan
Ruang penyimpanan yang tidak bersih akan dapat meningkatkan besarnya
kehilangan yang disebabkan oleh organisme penyebab kerusakan. Sebelum digunakan
perlu ruang penyimpanan disemprot terlebih dahulu dengan menggunakan 5 % lisol atau
2 % formalin. Pengecatan dinding gudang dengan cat anti jamur sangat baik.
Konstruksi
Ciri utama penyimpanan udara terkendali adalah terdapatnya penghalang gas
yang efektif, terletak langsung pada bagian dalam dari permukaan penyekat. Apabila
penghalang uap bagian luar rusak, uap lembab akan menembus penghalang tersebut
kemudian akan memasuki penghalang gas bagian dalam yang akan dapat merusakkan
penyekat. Untuk mengatasi ini, perlu adanya selubung (jacket) ruangan sehingga
penghalang gas tetap dapat berfungsi. Sistem ini menghasilkan ruangan dingin kedap
terhadap gas, dengan sebuah ruangan antara dinding isolasi dan lapisan bagian dalam.
Udara dingin disirkulasikan dalam ruangan sempit ini untuk menghilangkan panas.
Kejelekan sistem ini adalah perlunya saluran udara dibawah lantai. Jenis lapisan
penyimpanan adalah suatu variasi dari jenis selubung, dan mempunyai lantai biasa untuk
mengurangi biaya. (Gambar XII. 2 ). Udara dingin disirkulasi ke bagian atas dan
sekeliling dinding ruangan.
Suatu sistem yang lebih baik telah dikembangkan, yang dapat menjamin ruangan
penyimpanan sejuk, udara dapat diatur, konstruksi mudah dan murah, dan bagian dalam
ruangan terbuat dari metal dan polyurethane. Polyurethane berfungsi sebagai isolasi dan
penghalang gas.
Jenis Generator
Flushing generator yaitu generator yang digunakan untuk membakar LPG untuk
menghilangkan oksigen dari udara dalam ruangan secara kontinyu. Generator resirkulasi
cara bekerjanya sama dengan flushing generator, hanya di sini atmosfer dalam ruangan
disirkulasi melalui generator. Menggunakan generator resirkulasi biaya pokoknya sampai
tiga kali daripada menggunakan flushing generator (disebut juga generator nyala
terbuka). Generator nyala terbuka ekonomis jika digunakan pada ruang berlapis yang
bersifat kedap gas.
Karbondioksida yang terbentuk berlebihan akan diserap oleh penyerap (scrubber)
dengan menggunakan reagen seperti Ca(OH)2, KOH, ethanolamine, atau air, atau
menggunakan karbon aktif. Scrubber tersebut mahal, tetapi scrubber yang biasa
digunakan adalah dari sekantong kapur gamping.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1980. Postharvest Technology. The University of Queensland, Australia.
Haard, N.F. and D.K. Salunkhe, 1975. Symposium : Postharvest Biology and Handling of
Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry.
Large Medical Publications, Los Altos, California.
Hulme, A.C.. !971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Vol. 1 and Vol. 2.
Acadenmic Press, London and New York.
Long K, D. Leggo, and J.A. Seberry. 1965. Washing, Sterilzing, and Waxing Citrus
Fruits. New South Wales Department of Agriculture and Csiro, Division of Food
Preservation. Australia.
Pantastico, ER.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah :
Prof. Ir. Kamarjani. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Pusat Antar
Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W. B. Mc. Glasson and E.G. Hall. 1981. Postharvest,
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. New
South Wales university Press Limited, Australia.