Anda di halaman 1dari 16

Disusun oleh :

1. Erossantos William Bongga (01406180010)

2. Gabriella Celine Krisania Kauwang (01406180013)

3. Tiara Cahyani (01406180012)

Kajian Otoritas Alkitab Dari Sudut Pandang Reformed dan Neo-Ortodoks

KONTRA IMAN KRISTEN

Dalam Kekristenan terdapat beberapa pandangan yang berbeda terkait otoritas


Alkitab. Salah satunya adalah pandangan dan kepercayaan dari kelompok Neo-Ortodoks.
Neo-Ortodoks berasal dari gabungan dua kata yaitu “Neo” yang arti baru atau cara baru,
sedangkan “Ortodoks” berarti ajaran murni, pegangan terhadap ajaran lama. Dengan
demikian pengertian Neo-Ortodoks dapat diartikan sebagai ajaran dengan cara yang baru tapi
masih tetap berpegang pada ajaran lama 1. Neo-Ortodoks muncul sebagai jawaban dari
kegagalan ide yang digaungkan oleh kelompok Liberal setelah peristiwa Perang Dunia
pertama. Tokoh yang paling berpengaruh dalam gerakan ini adalah teolog dari Swiss yang
bernama Karl Barth 2. Karl Barth lahir di Swiss pada 10 Mei 1886. Dia mempelajari masalah-
masalah akibat perang dan kegagalan teologi liberal sebagai catatan kelam dari sejarah yang
pernah ada. Dia meyakini bahwa teologi liberal harus diubah karena telah menyesuaikan
nilai-nilai Kekristenan dengan budaya modern3. Karl Barth lebih menekankan pada
keutamaan Kristus dan menentang pandangan liberal akan Kristus dan mengajarkan
perjumpaan secara pribadi merupakan keharusan untuk mengenal Allah yang artinya untuk
memahami dan mengenal Allah kita harus mengalami perjumpaan tersebut secara pribadi
yang terlepas dari otoritas Alkitab sebagai satu-satunya kebenaran4. Allah adalah Allah yang
transenden yang tidak akan pernah bisa dimengerti oleh manusia dikarenakan perbedaan yang
sangat jauh berbeda antara manusia dan Allah.

1
Abu Bakar, “Theologi Fundamentalisme,” Toleransi : Media Komunikasi Umat Beragama 6, no. 2 (2014): 153–
61.
2
Marcellius Lumintang, Binsar M. Hutasoit, and Clartje S.E. Awule, “Memahami Imago Dei Sebagai Potensi Ilahi
Dalam Pelayanan,” Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani 1, no. 1 (2017): 39–54.
3
Made Nopen Supriadi, “Evaluasi Teologis Pandangan Karl Barth Tentang Pernyataan Umum,” Manna
Rafflesia, 2019, 74–84, https://doi.org/https://doi.org/10.38091/man_raf.v6i1.111.
4
RK Wijaya, “Alkitab Adalah Firman Allah Yang Tanpa Salah,” Rhema : Jurnal Teologi Biblika Dan Praktika,
2015, 94.
1. Alkitab bukan wahyu, melainkan kesaksian dari wahyu.

“The basic statement of this doctrine, the statement that the Bible is the witness of
divine revelation”5. Argumen tersebut menyatakan bahwa Alkitab bukanlah sebuah wahyu
yang berisikan Firman Allah melainkan hanya merupakan kesaksian dari wahyu. Firman
Allah adalah Yesus itu sendiri (Yoh 1:1) dan Alkitab hanyalah catatan manusia tentang
tindakan dari Sang Firman6. “A real witness is not identical with that to which it witnesses,
but it sets it before us”7. Artinya adalah seorang saksi tidak akan pernah identik dengan apa
yang disaksikannya. Sama halnya dengan Alkitab yang faktanya merupakan tulisan-tulisan
dari manusia yang telah mengalami perjumpaan dengan Kristus secara langsung yang
kemudian menjadi saksi akan ke transenden dari Allah. Pada intinya Alkitab tidak akan
pernah membawa manusia pada pengenalan akan Kristus tanpa adanya perjumpaan pribadi
dengan sang Firman itu sendiri yang menghendaki diri-Nya untuk kita bisa kenal8.

Perumpamaan yang digunakan dalam pernyataan ini adalah “berbicara dan


mendengarkan”. Contoh: meskipun kata itu telah diucapkan kepada saya, dan saya belum
mengerti, itu dikarenakan saya belum mendengarkan kata itu sama sekali. Tetapi jika saya
telah mendengarnya, bagaimana saya memahaminya kecuali dalam pemahaman yang bisa
saya mengerti dan telah saya dengarkan sebelumnya melalui perjumpaan secara pribadi yang
artinya dia sendiri yang membuat saya paham dalam perjumpaan pribadi itu sendiri. Sehingga
kita harus memahami dan menguraikan Alkitab sebagai kata manusia. Fakta bahwa kita harus
memahami dan menguraikan Alkitab sebagai kata manusia sekarang dapat dijelaskan lebih
tepatnya dengan cara ini: bahwa kita harus mendengarkan apa yang dikatakan Kristus kepada
kita sebagai kata manusia.

“The fact that we have to understand and expound the Bible as a human word can
now be explained rather more exactly in this way: that we have to listen to "Vhat it says to us
as a human word. We have to understand it as a human word in the light of what it says”9.
Kita harus memahaminya sebagai kata manusia sesuai apa yang dikatakannya. sehingga bisa
dikatakan bahwa Alkitab bukan diilhamkan oleh Allah tapi hanya catatan dari manusia yang
di dalamnya bisa saja terdapat kesalahan. Fakta bahwa cerita yang ada dalam Alkitab adalah

5
K Barth, Church Dogmtics (London: T&T Clark, 2009).
6
Robert Pangaribuan, “Menyikapi Perbedaan Pandangan Christology from Above and Christology from Below,”
Sotiria : Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani 2, no. 1 (2019): 16–29.
7
Barth, Church Dogmtics.
8
Wijaya, “Alkitab Adalah Firman Allah Yang Tanpa Salah.”
9
Barth, Church Dogmtics.
cerita yang saga atau cerita yang terlihat seperti fantasi sehingga tidaklah terlalu penting
untuk mengetahui apakah peristiwa tersebut benar-benar terjadi10.

Di dalam Alkitab kita bertemu dengan kata-kata manusia yang dituliskan dalam
bahasa manusia.  Sebelum kita mempelajari perkataan manusia yang ada dalam Alkitab kita
harus mempelajari terlebih dahulu dari maksud, arti, dan makna dari perkataan tersebut
dengan hermeneutika. Para penulis Alkitab jelas memiliki pengertian dan maksud dari
penggunaan kata yang mereka gunakan dalam Alkitab. “Yet it is for us revelation by means
of the words of the prophets and apostles written in the Bible, in which they are still alive for
us as the immediate and direct recipients of revelation, and by which they speak to us” 11 .
Artinya adalah para nabi dan rasul yang tertulis di dalam Alkitab, di mana mereka menjadi
penerima langsung dari wahyu dan melalui tulisan meraka yang berbicara kepada kita.
Sehingga untuk kita yang membaca tulisan mereka harus mengerti terlebih dahulu apa
maksud dari tulisan tersebut dan mencoba memposisikan diri menjadi seperti mereka. Tidak
boleh dari kita yang pembaca awam menginterpretasikan tulisan tersebut secara sembarangan
dikarenakan akan sangat jauh maknanya dari apa yang akan disampaikan oleh penulis itu
sendiri. Kristus yang adalah wahyu terakhir dari Allah yang dicatat oleh manusia dalam
Alkitab bisa saja terjadi kesalahan di dalamnya. “How much wrong is being continually
perpetrated, how much intolerable obstruction of human relationships, how much isolation
and impoverishment forced upon individuals has its only basis in the fact that we do not take
seriously a claim which in itself is as clear as the day, the claim which arises whenever one
person addresses a word to another” 12. Artinya ada banyak banyak kesalahan yang terus-
menerus dilakukan, ada banyak halangan yang tidak dapat ditolerir dari hubungan manusia,
banyak keterbatasan yang dipaksakan sehingga dalam kenyataannya kita tidak mampu
dengan jelas menyampaikan suatu klaim dengan jelas dengan sendirinya. Setiap penulis
adalah manusia yang terbatas dan berdosa sehingga tidak akan pernah mampu membuat
catatan yang didalamnya menceritakan ketransendenan Kristus dengan sempurna. Meskipun
mampu menjelaskan tentang kemanusiaan dari Kristus tapi tidak akan pernah mampu untuk
menjelaskan keilahian dari Kristus.

2. Alkitab tidak akan pernah bisa menjelaskan Kristus melalui presuposisi logis. 

10
Abu Bakar, “Pemikiran Neo Ortodoks Karl Barth,” Media Neliti, 2010, 5.
11
Barth, Church Dogmtics.
12
Barth.
Karl barth berpendapat bahwa tidak mungkin Kristus yang transenden bisa dijelaskan
melalui cara yang tidak pantas yaitu presaposisi logis dari manusia dalam bentuk catatan-
catatan13. Artinya Akitab ini hanya merupakan kesaksian-kesaksian tentang Kristus dan
bukan perkataan asli dari Kristus itu sendiri. Meskipun dalam Alkitab ada tertulis perkataan
dari Kristus, tapi kalimat itu adalah tulisan dari manusia yang mendengarkan Kristus
berbicara. Artinya Alkitab bukanlah perkataan yang benar-benar dari Kristus. “If what we
hear in Holy Scripture is witness, a human expression of God's revelation, then from what we
have already said, what we hear in the witness itself is more than witness, what we hear in
the human expression is more than a human expression” 14. Artinya adalah jika yang kita
dengar di dalam Kitab Suci adalah saksi, ekspresi manusiawi dari wahyu Tuhan, maka dari
apa yang telah kita katakan, apa yang kita dengar dalam kesaksian itu sendiri lebih dari
sekedar kesaksian, dan apa yang kita dengar dalam ekspresi manusia lebih dari ekspresi
manusia. Alkitab dibuat dalam proses yang manusiawi sehingga bisa saja terdapat kesalahan
didalamnya15. Sehingga jelas bahwa Kristus tidak akan pernah bisa dijelaskan melalui
presuposisi yang logis karena jika Kristus dapat dijelaskan dengan presuposisi logis di dalam
Alkitab artinya hal itu merendahkan Kristus karena pada akhirnya Kristus yang tidak terbatas
dapat dipahami oleh manusia yang terbatas16.

3. Pewahyuan tergantung pada pengalaman setiap individu melalui perjumpaan


pribadi dengan Kristus. 
“Now that the content of the biblical witness is before us, we see better than we did
that the actual recognition of this witness and the willingness to follow it will always be
something which takes place miraculously and very simply, without any special claim” 17.
Artinya adalah kesaksian Alkitabiah yang ada membuat kita melihat lebih baik daripada yang
kita lakukan dan kemampuan untuk mengikutinya akan selalu menjadi sesuatu yang terjadi
secara ajaib dan sangat sederhana, tanpa klaim khusus. Sehingga kesaksian inilah yang akan
membuat kita mengalami perjumpaan dengan Kristus melalui pengalaman kita. Tulisan
dalam Alkitab berisi kesaksian dari manusia yang bertemu dan mengalami perjumpaan
langsung dengan Kristus. Sehingga pengenalan akan Kristus tidak akan pernah dapat
dilakukan tanpa adanya pengalaman perjumpaan secara pribadi dengan-Nya. Pernyataan

13
D Sukono, “Alkitab : Pernyataan Allah Yang Diilhamkan,” Pasca : Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama
Kristen, 2019, 28.
14
Barth, Church Dogmtics.
15
Wijaya, “Alkitab Adalah Firman Allah Yang Tanpa Salah.”
16
Sukono, “Alkitab : Pernyataan Allah Yang Diilhamkan.”
17
Barth, Church Dogmtics.
Allah atau wahyu adalah perjumpaan dengan Kristus secara pribadi melalui pengalaman-
pengalaman supranatural. Alkitab hanya akan menjadi Firman Tuhan jika Tuhan yang
membukakan pikiran manusia untuk mengerti isi dan maksud dari tulisan itu. Pewahyuan
tergantung pada pengalaman setiap individu yang artinya kata-kata dalam Alkitab digunakan
Allah untuk mengarahkan seseorang kepada Kristus. Pengalaman pribadi dan perjumpaan
dengan Kristus lebih penting daripada setiap kata yang ada dalam Alkitab karena tulisan
tersebut hanyalah kesaksian tentang Kristus. Sehingga pengalaman yang tertulis di dalam
Alkitab harus dapat kita alami secara pribadi di dalam kehidupan kita dapat berkata bahwa
Alkitab adalah Firman Allah18. Ada kebenaran yang lebih lengkap dari Alkitab yaitu pribadi
Kristus itu sendiri yang adalah Firman Allah yang secara pribadi membuat kita lebih
memahami dan mengenal-Nya. “The truthfulness and trustworthiness of the Bible are
therefore guaranteed by its intrinsic relationship to the truthfulness and the trustworthiness
of the divine self-disclosive speech-act that takes place in Jesus”19. Pewahyuan hanya bisa
terjadi jika Allah yang menghendaki dan tidak ada wahyu di luar dari inkarnasi Allah yang
menjadi daging yaitu Kristus. sehingga keutamaan Kristus harus menjadi yang tertinggi
diluar dari Alkitab itu sendiri.
Neo-Ortodoks berpandangan bahwa Firman Allah memiliki kerangka statis dan tidak
dinamis, bukan sebagai objek yang bisa kita kuasai, melainkan subjek yang mengusai kita 20.
Sehingga untuk memahami Alkitab kita harus memandang isi dari Alkitab bukan sebagai
benda atau objek belaka melainkan sebagai sebuah peristiwa yang menguasai kita. Sama
halnya dengan mempelajari sebuah fenomena alam. contohnya adalah petir. kita hanya akan
bisa mempelajari dan memahami tentang petir jika petir tersebut menyambar. Begitu juga
dengan Firman Tuhan jika Firman tersebut mendatangi kita maka kita akan mampu untuk
memahaminya. Sehingga akan sangat penting untuk mengalami perjumpaan pribadi dalam
pengalaman dengan Kristus untuk bisa memahami isi dari Alkitab.

18
Iswara Rintis Purwantara, Prapenginjilan : Menyingkirkan Kendala - Kendala Intelektual Dalam Penginjilan
(Yogyakarta: ANDI, 2012).
19
J Webster, The Cambridge Companion to Karl Barth (New York: Cambridge University Press, 2006).
20
T Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2007).
PRO IMAN KRISTEN :
APOLOGETIKA - PRESUPOSISI
Orang percaya memiliki tanggung jawab di dalam pelayanan yang diberikan Allah,
“Kekristenan merupakan sistem kepercayaan yang memberikan tanggung jawab pelayanan
misi sejak awalnya kepada mereka yang telah menerima anugerah keselamatan dari Yesus
Kristus Tuhan yang dipertegas dengan teks dari Matius 28:19-20 yang dikenal dengan isitilah
‘Amanat Agung’21. Pelayanan misi tersebut berkaitan dengan apologetika. Berdasarkan 1
Petrus 3:15, apologetika bekaitan erat dengan pertanggung jawaban iman, mempertahankan
iman dan menjawab pertanyaan mengenai iman Kristen dengan kebenaran, John Frame
memperkuat dengan peranan apologetika untuk membela kebenaran Kristiani yang telah
diwahyukan Allah sendiri kepada umat-Nya manusia, melalui Alkitab 22. Di tengah pemikiran
dan anggapan yang berada di luar pemahaman Kristen, orang percaya mengerti betul
perannya untuk mengerjakan pelayanan misi tersebut sebagai tanggung jawab kepada Allah.
Dalam pembahasan pemikiran Neo-Ortodoks ini, pendekatan yang dilakukan adalah
dengan menggunakan pendekatan apologetika dengan metode presuposisional. Metode ini
meyakini bahwa manusia yang jatuh dalam dosa tidak memiliki pandangan yang benar di
dalam melihat dirinya dan juga dalam pemikirannya, salah satu cara berpikir dari
keberdosaan manusia yaitu bagaimana manusia selalu berpikir untuk menentukan mana yang
salah dan mana yang benar, seperti apakah Alkitab benar atau tidak. Khususnya pada
pembahasan ini, fokus kepada pandangan Neo-Ortodoks di dalam memandang otoritas
Alkitab melalui argumen-argumen para pemikir dan pengikutnya.
Relevansinya pada kehidupan saat ini, pada era globalisasi dan modernisasi banyak tafsiran
mengenai Alkitab23, termasuk pandangan yang melawan otoritas Alkitab ini. Pandangan Neo-
Ortodoks sudah muncul pada abad ke-20 yang dimulai sesudah Perang Dunia I sampai
kepada akhir dari Perang Dunia II, sampai saat ini pandangan ini masih menjadi dasar
pemikiran seseorang dan gereja di dalam mengakui otoritas Alkitab yang dengan jelas
kemutlakannya. Melalui pendekatan presuposisional, pandangan ini ada karena ketika
seseorang mendengar atau mengetahui sebuah fakta maka ia akan menyaringnya dengan
sistem berpikirnya sendiri sehingga ia akan memutuskan penilaiannya sendiri terlepas dari
Allah24. Sistem berpikir itulah yang menjadi dasar seseorang untuk menyatakan mana hal
21
Kevin Tonny Rey, “Pentinganya Apologetika Dalam Pelayanan Misi,” Antusias : Jurnal Teologi Dan Pelayanan
2, no. 4 (2013).
22
Tumpal H. Hutahaean, “Signifikansi Apologetika Dalam Penginjilan,” Stulos, 2019, 54–74.
23
Misray Tunliu, “Eksistensi Kanon Alkitab Dan Relevansinya Di Era Globalisasi,” Prudentia : Jurnal Teologi Dan
Pendidikan Kristiani 1, no. 2 (2018): 148–65.
24
Hutahaean, “Signifikansi Apologetika Dalam Penginjilan.”
yang benar dan salah. Penekanan dari pendekatan apologetika dengan presuposisional adalah
karena pendekatan ini mengakui adanya presuposisi-presuposisi, sehingga pandangan
Reformed menjadi acuan untuk menentang argumen Neo-Ortodoks di dalam memandang dan
memaknai Alkitab serta kekonsistenan di dalam cara pandang (worldview) mereka melalui uji
rasio dengan tujuan menolong mereka memahami pandangan yang benar tentang Otoritas
Alkitab dan menanggalkan pemahaman yang salah, yang dibangun tanpa melibatkan Tuhan.
1. Alkitab adalah perkataan Allah yang dituliskan dan menjadi wahyu khusus bagi
orang percaya.

Pandangan kaum Neo Ortodoks dengan pimpinannya yaitu Karl Barth tidak mengakui
otoritas Alkitab secara sepenuhnya. Kaum ini menganggap bahwa Alkitab hanyalah
kesaksian mengenai Kristus yang ditulis berdasarkan pengalaman yang dialami oleh penulis
Alkitab, sehingga dengan demikian banyak ditemukan kesalahan di dalam Alkitab dan itu
merupakan hal yang wajar. Sangat berbeda dengan pandangan Reformed yang mengakui
secara penuh bahwa Alkitab memiliki otoritas tertinggi terhadap apa yang manusia pikirkan,
rasakan, dan juga katakan25. Menurut Calvin, Alkitab adalah firman Allah yang utuh,
sempurna dan mengandung kebenaran Allah, sehingga tidak mungkin di dalam Alkitab
terdapat kepalsuan, atau terdapat kesalahan dan mampu menyesatkan manusia26.

Seperti yang dikatakan Calvin bahwa Alkitab tidak mungkin mengandung kesalahan,
karena Alkitab karakter Allah yang suci, benar, dan kudus sehingga tidak mungkin perkataan-
Nya di dalam Alkitab terdapat kesalahan. Dalam penulisan Alkitab, Allah memimpin penulis
dengan memberikan ilham pada saat penulisan, hal ini ditegaskan dalam 2 Timotius 3:16 di
mana tertulis segala sesuatu diilhamkan oleh Allah, sehingga jelas tertulis di dalam Alkitab
merupakan karya Allah bukan karya manusia. Konteksnya bukan berarti penulis Alkitab
disamakan dengan penulis pasif yang hanya menuliskan apa yang dikatakan oleh Allah, tetapi
dalam penulisannya Allah menggunakan keberadaan penulis dengan sepenuhnya. Allah
melibatkan latar belakang, pengalaman, pikiran, perasaan, dan kepribadian penulis pada saat
menuliskan Alkitab. Sehingga tidak mungkin terdapat kesalahan di dalam Alkitab karena
Allah memberikan kuasa serta menjaga penulis pada saat penulisan Alkitab.

25
Tomi Yulianto, Injil Yohanes: Aplikasi Kehidupan Untuk Remaja Dan Dewasa (Jakarta: CV. AA. Rizky, 2019).
26
Daniel L. Lukito, “490 Tahun Reformasi : Apakah Sola Scriptura Masih Secara Konsisten Menjadi Pegangan
Gereja-Gereja Reformed Masa Kini?,” Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan, 2007, 151–68.
B.B Warfield juga mengatakan bahwa segala tulisan yang ada di Alkitab merupakan
nubuat dari Allah dan tidak hasil dari inisiatif manusia27. Karena Alkitab merupakan wahyu
yang disampaikan Allah kepada orang percaya, sehingga Alkitab tidak bisa disejajarkan
dengan buku ilmu pengetahuan lainnya. Berbeda halnya dengan anggapan Neo Ortodoks
yang menyampaikan bahwa Alkitab adalah sebuah buku yang sama seperti buku ilmu
pengetahuan lainnya, tetapi hal ini dibantah oleh Calvin. Jika Alkitab disejajarkan dengan
buku ilmu pengetahuan lainnya maka hal ini tidak bisa dikaji  secara rasional, karena Alkitab
merupakan dasar dari segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia dan hanya melalui Alkitab
manusia dapat mengerti kebenaran yang disingkapkan melalui ilmu pengetahuan, hal ini
ditegaskan melalui perkataan dari B.B Warfield bahwa “His doctrine of the testimony of the
Holy Spirit is the Keystone of the Knowlede of God”28.

Orang percaya bisa percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah karena Alkitab telah
membuktikan dirinya sendiri sebagai firman Allah (autospistos). Makna dari Alkitab telah
membuktikan dirinya sendiri adalah bahwa isi di dalam Alkitab tidak memerlukan bukti atau
argumen pendukung di luar Alkitab untuk membuktikan bahwa dirinya benar, Henk Van Den
Belt mengatakan bahwa “its selfconvicing character as the written Word of God, which
implies that believers find rest in it, not because of any external authority, but because of
Scripture itself, through the witness of the Holy Spirit” 29.Bukti internal bahwa Alkitab telah
membuktikan bahwa dirinya adalah firman Allah adalah terdapat nubuat – nubuat yang
berada di luar kendali atau logika manusia yang terbatas seperti mengenai penciptaan, dosa
manusia, hingga keselamatan yang diberikan Allah bagi manusia30. Selain karena Alkitab
telah membuktikan dirinya sendiri, manusia juga dapat percaya bahwa Alkitab adalah firman
Allah karena karya Roh Kudus di dalam hidup manusia.

Melalui karya Roh Kudus maka manusia dapat percaya dan mengerti setiap perkataan
Allah yang dituliskan di dalam Alkitab secara utuh. Pernyataan – pernyataan ini jelas
menyangkal pandangan dari Neo-Ortodoks sebelumnya bahwa Alkitab hanyalah berisi
kesaksian mengenai Kristus sehingga wajar jika terjadi kesalahan di dalamnya. Pandangan
Neo-Ortodoks ini tidak rasional karena jika Alkitab hanya berupa kesaksian mengenai

27
Djoko Sukno, “Alkitab : Pernyataan Allah Yang Diilhamkan,” Pasca : Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama
Kristen 15 (2019): 28–34.
28
Yudi Jatmiko, “Konsep Otoritas Alkitab Di Hadapan Fakta Kesalahan Tekstual : Sebuah Diskusi Teologis,”
Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan 16 (2017): 1–16.
29
Thio Christian Sulistio, “Bernalar Dalam Melingkar? Menjawab Problem Sirkularitas Doktrin Kesaksian
Internal Roh Kudus,” Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan 2 (2020): 169–87.
30
James Leo Garrett, Systematic Theology : Biblical, Historical, and Evangelical (Wipf and Stock, 2014).
Kristus artinya Alkitab tidak menjadi dasar iman orang percaya kepada Kristus karena orang
– orang masih memerlukan bukti atau argument untuk menguatkan imannya yang ditemukan
di luar Akitab31. Selain itu jika mengikuti pandangan dari Neo Ortodoks maka pada
implikasinya manusia akan cenderung meremehkan dan menganggap rendah kesaksian
mengenai Kristus dan akan timbul banyak keraguan akibat dari pandangan tersebut. Calvin
menjelaskan bahwa setiap kelompok yang tidak mampu mengakui bahwa Alkitab adalah
firman Allah merupakan efek dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Menurut Calvin
kejatuhan manusia ke dalam dosa menjadikan manusia buta dan tidak dapat melihat matahari
yang bersinar, sehingga meskipun Alkitab adalah kebenaran yang bersinar terang, tetapi sinar
tersebut tidak mampu menembus kebutaan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa.
Akibatnya manusia tidak lagi mengenal tanda – tanda Ilahi yang diberikan oleh Allah dan
tidak mampu mengakui bahwa Alkitab adalah firman Allah32.

2. Alkitab merupakan perkataan Allah yang tertulis agar manusia dapat mengerti
kehendak dan isi hati Allah.

Dalam pandangan Neo-Ortodoks mereka percaya bahwa Kristus tidak mungkin


dijelaskan dengan menggunakan presuposisi – presuposisi logis yang tertuang di dalam
Alkitab, karena hal tersebut seakan merendahkan dan menjatuhkan Kristus yang adalah
Allah. Namun hal tersebut berbeda dengan pandangan Reformed yang mengakui bahwa
Alkitab adalah pernyataan Kristus kepada manusia, melalui inisiatif dari Allah maka manusia
dapat berkomunikasi dengan Allah melalui penyingkapan diri Allah di dalam Alkitab 33.
Melalui perkataan Allah di dalam Alkitab maka manusia dapat mengenal Allah secara utuh
dan cukup sehingga manusia dapat memahami Allah. Karena jika mencoba memahami
pandangan dari Neo-Ortodoks hal tersebut tidaklah rasional, karena manusia adalah pribadi
yang terbatas dan telah jatuh ke dalam dosa, sehingga manusia tidak mungkin mampu
menggunakan logikanya untuk memahami Allah jika Allah tidak berinisiatif menyingkapkan
diri-Nya melalui Alkitab. Wayne Grudem menyatakan bahwa “Scripture contained all
the words of God he intended his people to have at each stage of redemptive history, and that
it now contains everything we need God to tell us for salvation, for trusting him perfectly,
and for obeying him perfectly” 34.Wayne Grudem menekankan bahwa Allah telah
31
Gregg Allison, Historical Theology: An Introduction to Christian Doctrine (Zondervan Academic, 2011).
32
Erastus Sabdono, Pembaringan Terakhir : Mempersiapkan Hari Kematian (Jakarta: Rehobot Literature, 2019).
33
James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen (Foundations of The Christian Faith) (Surabaya:
Momentum, 2011).
34
Christian Reynaldi, “Kitab Suci, Gereja, Dan Otoritas : Harmonisasi Doktrin Kecukupan Alkitab Dengan Tradisi
Gereja,” Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan, no. 1 (2019): 1–12, https://doi.org/10-
mewahyukan segala perkataan-Nya yang menurut-Nya cukup untuk diketahui umat-Nya
dalam bentuk Alkitab dan dengan bahasa yang sederhana sehingga Alkitab akan memimpin
kepada kepercayaan dan ketaatan umat manusia kepada Allah.  Melalui pernyataan yang
disampaikan oleh Wayne Grudem ini sudah mampu untuk mematahkan argumen Neo-
Ortodoks bahwa tidak mungkin Kristus diceritakan dengan presuposisi logis sehingga dapat
dipikirkan dengan akal manusia. Karena Allah menghendaki orang percaya untuk mengetahui
isi hati-Nya melalui firman yang diinspirasikan dan keluar dari mulut Allah sendiri melalui
tulisan di dalam Alkitab, sehingga cara Allah menyampaikan isi hati-Nya di dalam Alkitab
adalah dengan cara yang sederhana agar manusia dapat mengerti maksud dari kata yang
disampaikan oleh Allah.

Manusia adalah ciptaan yang terbatas dan telah jatuh ke dalam dosa, sehingga untuk
memahami Allah yang tidak terbatas maka Allah memiliki inisiatif untuk menyampaikan
dengan cara sederhana35. Sehingga dengan cara demikian orang yang membaca perlahan akan
mengerti dan mencintai firman Allah. Alkitab merupakan dasar bagi orang berdosa untuk
menjalani kehidupannya karena Calvin berkata bahwa “Scripture Is Needed as Guide and
Teacher for Anyone Who Would Come to God  the Creator” di mana manusia yang sekalipun
adalah pemimpin gereja tetaplah seorang manusia berdosa dan terbatas, Allah memberikan
wahyu khusus-Nya yaitu Alkitab agar kita yang berdosa mampu mengenal 36. Karena melalui
Alkitab sajalah dapat membantu manusia menemukan terang dan kebenaran akan Allah.
Karena justru melalui Alkitab adalah sarana Allah berkata – kata kepada manusia berdosa
sehingga manusia dapat mengetahui isi hati-Nya secara khusus.

3. Pengenalan akan Allah bersumber kepada Firman-Nya yang berotoritas

Kejatuhan manusia dalam dosa tidak membatasi manusia untuk berkomunikasi


dengan Allah. Melalui wahyu-Nya, Allah menyatakan perintah-Nya, didikan-Nya serta kasih-
Nya kepada manusia. Manusia dapat mengenal Allah melalui wahyu-Nya. Alkitab menjadi
sarana untuk manusia mengenal dan berkomunikasi dengan Allah. Di dalam Alkitab manusia
dapat mengenal satu-satunya Kebenaran sejati. Kebenaran yang sejati adalah kebenaran yang
bersumber dari Allah dan orang percaya mengimani bahwa kebenaran yang ada di dalam
dunia adalah kebenaran yang berasal dari Allah.

36421/veritas.v18i1.318.
35
Daniel Lucas Lukito, “500 Tahun Yohanes Calvin : Pengetahuan Tentang Allah Adalah Testing Ground Untu
Mengenal Manusia,” Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan, no. 1 (2009): 2–28.
36
Lukito.
Tidak ada lagi kebenaran di luar Allah. Kebenaran-kebenaran yang ditemukan oleh
manusia dari dan di dalam dunia ini memiliki benang merah dengan kebenaran Allah namun
kebenaran Allah dipahami di dalam keterbatasan akhirnya muncul multitafsir kebenaran yang
relatif37. Kebenaran diilhamkan Allah melalui Firman-Nya, untuk menyatakan apa yang
menjadi pikiran Allah dan kebenaran Allah, sehingga tidak ada kebenaran yang relatif.
Francis Turretin (1623-1687) mengatakan bahwa “Man cannot be the infallible interpreter pf
the Scriptures and judge of controversies because he is liable to error”38.
Berlawanan dengan pandangan Neo-Ortodoks yang melihat bahwa masih ada
kebenaran di luar dari Alkitab, yang artinya ada wahyu lain. pandangan Reformed adalah
bagaimana mereka memandang Alkitab serakan reformasi adalah tonggak utama di dalam
gerakan yang identik dengan lima Sola, salah satunya Sola Scriptura sehingga Alkitab
memiliki peran sentral di dalam pertumbuhan rohani dan kehidupan orang Kristen39. Hal ini
tidak sesuai dengan argumen pandangan Neo-Ortodoks bahwa pengalaman pribadi dan
perjumpaan dengan Kristuslah adalah hal terpenting daripada setiap kata yang ada di dalam
Alkitab. Menurut pandangan Neo-Ortodoks, Alkitab bukanlah perkataan Kristus dan hanya
berisikan kesaksian tentang Kristus saja.
Dari argumen Neo-Ortodoks dapat dilihat ketidakkonsistenan di dalam pernyataan
mengenai perjumpaan dengan Kristus adalah yang lebih utama, tapi bagaimana cara pandang
ini mengetahui bahwa “yang mereka jumpai” adalah Kristus? Sedangkan mereka tidak mau
mengenal Allah, mereka tidak mengakui adanya otoritas Alkitab, wahyu Allah yang
seharusnya membawa mereka kepada pengenalan akan Allah. Logika berpikir pada cara
pandang ini dirasa tidak tepat, contohnya dalam penggambaran berikut, bagaimana seseorang
yakin yang ia jumpai adalah ibunya jika ia tidak pernah mau dan tidak pernah tahu siapa
ibunya. Hal ini juga yang membawa mereka kepada kebenaran yang relatif dan berdasarkan
pada pengalaman pribadi saja yang tentunya tidak akan sama dengan pengalaman orang lain,
sehingga bahaya dari pandangan ini adalah kebenaran itu sendiri menjadi multitasfir dan
relatif berdasarkan masing-masing pribadi.
Pengenalan akan Allah bukan didasari atas pengalaman pribadi dan perjumpaan
manusia dengan Allah, namun hanya peran Roh Kudus yang dapat memampukan manusia
untuk yakin bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang berotoritas mutlak atas manusia dan

37
Rey, “Pentinganya Apologetika Dalam Pelayanan Misi.”
38
C Matthew McMahon, The Reformed Apprentice: A Workbook on Reformed Theology, ed. Therese B
McMahon (Puritan Publications, 2013).
39
Katarina and I Putu Ayub Darmawan, “Implikasi Alkitab Dalam Formasi Rohani Pada Era Reformasi Gereja,”
Epigraphe : Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani 3, no. 2 (2019).
dapat dipercaya seutuhnya dan melalui Alkitab manusia bukan hanya bisa mengenal Allah
tetapi bisa mengenal diri sendiri, para penulis kitab menerima pimpinan istimewa Roh
Kudus40. Kehidupan orang percaya tidak terlepas dari spritualitas yang dibangun di atas
pengajaran Alkitab sehingga membawa orang percaya untuk senantiasa diperbarui dan makin
serupa dengan Allah melalui kehidupan rohani. Namun spritualitas yang hanya menekankan
pada intelektualitas saja akan dapat menimbulkan sebuah bahaya, yaitu terjebak hanya dalam
tatanan konsep saja, padahal seharusnya pertumbuhan iman terwujud di dalam implementasi
dalam kehidupan keseharian orang Kristen41.
Pandangan Reformed percaya bahwa pengenalan akan Allah hanya melalui iman 42,
hal ini sangat kontras dengan Neo-Ortodoks percaya bahwa pengenalan akan Allah hanya
terjadi melalui pengalaman dan perjumpaan dengan Kristus. Manusia memerlukan Injil,
dimana manusia menyadari bahwa Kristuslah Juruslamat manusia 43 dan Firman Tuhan ibarat
pelatih pribadi yang menuntun dan membimbing serta menjadi mentor yang memberi teguran
serta melatih orang Kristen hidup dalam kekudusan serta memberikan kekuatan pada otot
kebenaran, hal ini berdasar pada nasihat Petrus dalam surat 2 Petrus 1:19 44. Sejalan dengan
yang dikatan Horton bahwa “Allah terutama berbicara pada kita dalam persekutuan bersama
umat-Nya pada setiap hari Tuhan melalui penyampaian Firman-Nya 45. Maka jelas, bahwa
dasar dari kehidupan orang percaya dibangun di atas pondasi yang kuat yaitu Alkitab yang
berotoritas mutlak. Karena kehendak Allah ialah agar orang percaya mengenali kebenaran-
Nya melalui Alkitab, untuk mengantarkan manusia mengenali Allah, bertumbuh dan terus
berproses di dalam keserupaan dengan Kristus46.
Wayne Grudem mengatakan bahwa “Though the words of God's personal address
are always seen in Scripture to be the actual words of God, they are also "human" words in
that they are spoken in ordinary human language that is immediately understandable. The
fact that these words are spoken in human language does not limit their divine character or
authority in any way they are still entirely the words of God, spoken by the voice of God

40
Sukono, “Alkitab : Pernyataan Allah Yang Diilhamkan.”
41
Katarina and Darmawan, “Implikasi Alkitab Dalam Formasi Rohani Pada Era Reformasi Gereja.”
42
Hutahaean, “Signifikansi Apologetika Dalam Penginjilan.”
43
David Eko Setiawan, “Dampak Injil Bagi Transformasi Spiritual Dan Sosial,” Jurnal Teologi Dan Pendidikan
Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019).
44
Katarina and Darmawan, “Implikasi Alkitab Dalam Formasi Rohani Pada Era Reformasi Gereja.”
45
Michael Hartono, Core Christianity (Inti Iman Kristen): Menemukan Diri Sendiri Dalam Kisah Allah (Katalis
Media & Literature - Yayasan Gloria, 2017).
46
Musa S. Tarigan, “Pentingnya Kebenaran Allah Sebagai Dasar Pendidikan Kristen (God’s Truth As Foundation
of Christian Education),” JOHME: Journal of Holistic Mathematics Education D 3, no. 1 (2019): 80–95,
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.19166/johme.v3i1.1684.
himself”47. Kasih Allah begitu nyata dalam kehidupan manusia, kejatuhan manusia ke dalam
dosa mengingatkan manusia bahwa manusia memerlukan Juruslamat dan tidak bisa
menyelamatkan diri sendiri, Allah melalui Firman-Nya terus menopang kehidupan manusia
dan dari Firman-Nyalah yang dengan anugerah-Nya juga sampai saat ini diterjemahkan ke
berbagai bahasa untuk manusia bisa mengerti dan mengenali Allah. Seperti yang dituliskan
Daud di dalam kitab Mazmur 119:105, Firman Allah membawa kita keluar dari kegelapan
menuju terang-Nya. Dan terang inilah yang harus orang percaya pancarkan untuk sesama
agar makin mengenal Allah, melalui Alkitab yang berotoritas.

47
Wayne A. Grudem, Systematic Theology, Second Edition: An Introduction to Biblical Doctrine (Zondervan
Academic, 2020).
DAFTAR PUSTAKA (Bagian Kontra)

Bakar, Abu. “Pemikiran Neo Ortodoks Karl Barth.” Media Neliti, 2010, 5.

Bakar, Abu. “Theologi Fundamentalisme.” Toleransi : Media Komunikasi Umat Beragama 6,


no. 2 (2014): 153–61.

Barth, K. Church Dogmtics. London: T&T Clark, 2009.

Lane, T. Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2007.

Lumintang, Marcellius, Binsar M. Hutasoit, and Clartje S.E. Awule. “Memahami Imago Dei
Sebagai Potensi Ilahi Dalam Pelayanan.” Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani 1, no.
1 (2017): 39–54.

Pangaribuan, Robert. “Menyikapi Perbedaan Pandangan Christology from Above and


Christology from Below.” Sotiria : Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani 2, no. 1
(2019): 16–29.

Purwantara, Iswara Rintis. Prapenginjilan : Menyingkirkan Kendala - Kendala Intelektual


Dalam Penginjilan. Yogyakarta: ANDI, 2012.

Sukno, Djoko. “Alkitab : Pernyataan Allah Yang Diilhamkan.” Pasca : Jurnal Teologi Dan
Pendidikan Agama Kristen 15 (2019): 28–34.

Supriadi, Made Nopen. “Evaluasi Teologis Pandangan Karl Barth Tentang Pernyataan
Umum.” Manna Rafflesia, 2019, 74–84.
https://doi.org/https://doi.org/10.38091/man_raf.v6i1.111.

Webster, J. The Cambridge Companion to Karl Barth. New York: Cambridge University
Press, 2006.

Wijaya, RK. “Alkitab Adalah Firman Allah Yang Tanpa Salah.” Rhema : Jurnal Teologi
Biblika Dan Praktika, 2015, 94.
DAFTAR PUSTAKA (Bagian Pro)

Allison, Gregg. Historical Theology: An Introduction to Christian Doctrine. Zondervan


Academic, 2011.

Boice, James Montgomery. Dasar-Dasar Iman Kristen (Foundations of The Christian Faith).
Surabaya: Momentum, 2011.

Garrett, James Leo. Systematic Theology : Biblical, Historical, and Evangelical. Wipf and
Stock, 2014.

Grudem, Wayne A. Systematic Theology, Second Edition: An Introduction to Biblical


Doctrine. Zondervan Academic, 2020.

Hartono, Michael. Core Christianity (Inti Iman Kristen): Menemukan Diri Sendiri Dalam
Kisah Allah. Katalis Media & Literature - Yayasan Gloria, 2017.

Hutahaean, Tumpal H. “Signifikansi Apologetika Dalam Penginjilan.” Stulos, 2019, 54–74.

Jatmiko, Yudi. “Konsep Otoritas Alkitab Di Hadapan Fakta Kesalahan Tekstual : Sebuah
Diskusi Teologis.” Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan 16 (2017): 1–16.

Katarina, and I Putu Ayub Darmawan. “Implikasi Alkitab Dalam Formasi Rohani Pada Era
Reformasi Gereja.” Epigraphe : Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani 3, no. 2
(2019).

Lukito, Daniel L. “490 Tahun Reformasi : Apakah Sola Scriptura Masih Secara Konsisten
Menjadi Pegangan Gereja-Gereja Reformed Masa Kini?” Veritas : Jurnal Teologi Dan
Pelayanan, 2007, 151–68.

Lukito, Daniel Lucas. “500 Tahun Yohanes Calvin : Pengetahuan Tentang Allah Adalah
Testing Ground Untu Mengenal Manusia.” Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan, no.
1 (2009): 2–28.

McMahon, C Matthew. The Reformed Apprentice: A Workbook on Reformed Theology.


Edited by Therese B McMahon. Puritan Publications, 2013.

Rey, Kevin Tonny. “Pentinganya Apologetika Dalam Pelayanan Misi.” Antusias : Jurnal
Teologi Dan Pelayanan 2, no. 4 (2013).

Reynaldi, Christian. “Kitab Suci, Gereja, Dan Otoritas : Harmonisasi Doktrin Kecukupan
Alkitab Dengan Tradisi Gereja.” Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan, no. 1 (2019):
1–12. https://doi.org/10-36421/veritas.v18i1.318.

Sabdono, Erastus. Pembaringan Terakhir : Mempersiapkan Hari Kematian. Jakarta: Rehobot


Literature, 2019.

Setiawan, David Eko. “Dampak Injil Bagi Transformasi Spiritual Dan Sosial.” Jurnal
Teologi Dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019).

Sukono, D. “Alkitab : Pernyataan Allah Yang Diilhamkan.” Pasca : Jurnal Teologi Dan
Pendidikan Agama Kristen, 2019, 28.

Sulistio, Thio Christian. “Bernalar Dalam Melingkar? Menjawab Problem Sirkularitas


Doktrin Kesaksian Internal Roh Kudus.” Veritas : Jurnal Teologi Dan Pelayanan 2
(2020): 169–87.

Tarigan, Musa S. “Pentingnya Kebenaran Allah Sebagai Dasar Pendidikan Kristen (God’s
Truth As Foundation of Christian Education).” JOHME: Journal of Holistic
Mathematics Education D 3, no. 1 (2019): 80–95.
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.19166/johme.v3i1.1684.

Tunliu, Misray. “Eksistensi Kanon Alkitab Dan Relevansinya Di Era Globalisasi.”


Prudentia : Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani 1, no. 2 (2018): 148–65.

Yulianto, Tomi. Injil Yohanes: Aplikasi Kehidupan Untuk Remaja Dan Dewasa. Jakarta: CV.
AA. Rizky, 2019.

Jumlah sumber pada bagian kontra : 7 jurnal dan 4 buku

Jumlah sumber pada bagian pro : 12 jurnal dan 8 buku

Jumlah kutipan pada bagian kontra : 15 kutipan

Jumlah kutipan pada bagian pro : 18 kutipan

Anda mungkin juga menyukai