Anda di halaman 1dari 41

KIMIA FARMASI ANALISIS 2

“ KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)”

Disusun Oleh :

Ni Luh Tu Widya Adnyani

19089016025

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

TAHUN AJARAN 2020

S-1 FARMASI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ” ini tepat pada waktunya.

Penulis sadar bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan
tugas ini di masa yang akan datang. Penulis juga berharap tugas ini dapat berguna
bagi pembaca.

Singaraja, 3 Desember 2020

Penulis,
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pendahuluan................................................................................................
2.2 Cara Kerja KCKT.......................................................................................
2.3 Wadah Fase Gerak Pada KCKT.................................................................

2.4 Fase Gerak Pada KCKT..............................................................................

2.5 Pompa Pada KCKT.....................................................................................

2.6 Penyuntikan Sampel Pada KCKT...............................................................

2.7 Kolom Pada KCKT.....................................................................................

2.8 Fase Diam Pada KCKT...............................................................................

2.9 Detektor KCKT ..........................................................................................

2.10 Komputer, Integrator, atau Rekorder........................................................

2.11 Jenis-jenis KCKT......................................................................................

2.12 Bagan Senyawa Kopolimer Stiren dan Benzil Vinil Sebagai Bahan

Fase Diam.................................................................................................

2.13 Derivatisasi Pada KCKT...........................................................................

2.14 Penggunaan KCKT Dalam Analisis Farmasi...........................................

ii
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan.....................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia


(analit) yang berdasarkan pada perbedaan migrasi/ distribusi masing-masing
komponen campuran yang terpisah pada fase diam (stationary phase) dibawah
pengaruh fase gerak (mobile phase), fase gerak dapat berupa gas atau zat cair dan
fasa diam dapat berupa zat cair atau zat padat.

Salah satu dari kromatografi adalah kromatografi cair kinerja tinggi , yang
merupakan teknik pemisahan yang lebih baik dimana banyak keputusan telah
dibuat dan aplikasi jauh lebih banyak dibandingkan dengan kromatograi gas.

KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi gas (KG),


keduanya dapat digunakan untuk menghasilkan efek pemisahan yang sama
baiknya. Bila derivatisasi diperlukan dalam KG, namun pada KCKT zat-zat yang
tidak diderivatisasi masih dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada
pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiamana Pendahuluan dari KCKT ?

2. Bagaiamana Cara Kerja KCKT ?

3. Bagaimana Wadah Fase Gerak Pada KCKT ?

4. Bagaimana Fase Gerak Pada KCKT ?

5. Bagaimana Cara Pompa Pada KCKT ?

6. Bagaimana Cara Penyuntikan Sampel Pada KCKT ?

7. Bagaimana Kolom Pada KCKT ?

8. Bagaimana Fase Diam Pada KCKT ?

9. Apa Itu Detektor KCKT ?


10. Apa Itu Komputer, Integrator, atau Rekorder ?

11. Apa Saja Jenis-jenis KCKT ?

12. Bagaimana Bagan Senyawa Kopolimer Stiren dan Benzil Vinil Sebagai Bahan
Fase Diam ?

13. Apa Itu Derivatisasi Pada KCKT ?

14. Bagaimana Penggunaan KCKT Dalam Analisis Farmasi ?


1.3 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan Pendahuluan dari KCKT

2. Menjelaskan Cara Kerja KCKT

3. Menjelaskan Wadah Fase Gerak Pada KCKT

4. Menjelaskan Fase Gerak Pada KCKT

5. Menjelaskan Pompa Pada KCKT

6. Menjelaskan Penyuntikan Sampel Pada KCKT

7. Menjelaskan Kolom Pada KCKT

8. Menjelaskan Fase Diam Pada KCKT

9. Menjelaskan Detektor KCKT

10. Menjelaskan Komputer, Integrator, atau Rekorder

11. Menjelaskan Jenis-jenis KCKT

12. Menjelaskan Bagan Senyawa Kopolimer Stiren dan Benzil Vinil Sebagai Bahan
Fase Diam

13. Menjelaskan Derivatisasi Pada KCKT

14. Menjelaskan Penggunaan KCKT Dalam Analisis Farmasi


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan
Kromatografi Cair Kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut
dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan
pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan
teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian
senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain:
farmasi, lingkung- an, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan.
Beberapa perkembangan KCKT terbaru antara lain: miniaturisasi sistem
KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein,
analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk: pemisahan sejumlah senyawa


organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian
(impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil);
penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan
pemurnian senyawa pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir
sama pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements),
dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri KCKT merupakan
metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif.

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-


senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam aukleat, dan protein-
protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif
obat, produk hasil sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan
farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan;
memurnikan senyawa dalam suatu campuran memisahkan polimer dan
menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; kontrol
kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis.

3
Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa,
kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS).
Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi
yang baik sulit diperoleh.

2.2 Cara Kerja KCKT


Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat- zat terlarut
terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati
suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi
solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara
sukses terhadap suatu masa- yang dihadapi membutuhkan penggabungan
secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase
gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom,
dan ukuran sampel. Untuk tujuan memilih kombinasi kondisi kromatografi
yang terbaik, maka dibutuhkan pemahaman yang mendasar tentang berbagai
macam faktor yang mempengaruhi pemisahan pada kromatografi cair.

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen


pokok yaitu: (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, alat
untuk memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung
buangan fase gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu komputer atau
integrator atau perekam, Diagram blok untuk sistem KCKT ditunjukkan oleh
gambar 15.1
2.3 Wadah Fase Gerak Pada KCKT
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut
kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan seba- gai wadah fase
gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2
liter pelarut. Fase gerak sebelum diguna- kan harus dilakukan degassing
(penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan
berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga
akan mengacaukan analisis, Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak,
maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, bufer, dan reagen dengan
kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang
akan digunakan untuk KCKT berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya
pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem
kromatografi. Adanya partikel yang keci dapat terkumpul dalam kolom atau
dalam tabung yang semplo sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan
pada kolom atau tabung tersebut. Karenanya, fase gerak sebelum digunakan
harus aring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini.

2.4 Fase Gerak Pada KCKT

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut vang
dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam dava elusi dan
resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan
pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk
fase normal (fase diam lebih polar dari pada fase gerak), kemampuan elusi
meningkat dengan me- ningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase
terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi
menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Deret eluotrofik yang disusun berdasarkan polaritas pelarut merupakan


panduan yang berguna dalam memilih fase gerak yang akan digunakan dalam
KCKT (tabel 15.1). Dalam tabel ini juga disertakan data panjang gelombang
UV cut-off (atau pemenggalan UV). Nilai pemenggalan UV merupakan
panjang gelombang yang mana pada kuvet 1 cm, pelarut akan memberikan
absorbasi lebih dari 1,0 satuan absorbansi. Pengetahuan tentang nilai
pemenggalan UV ini sangat penting terutama ketika menggunakan detektor
UV- Vis dan detektor fluorometri. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk
menggunakan panjang gelombang deteksi yang tidak bertepatan atau di sekitar
dengan panjang gelombang pemenggalan OV pelarut yang digunakan sebagai
fase gerak.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak


tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi ase gerak berubah-
ubah selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi
campuran yang kompleks terutama sampel mempunyai kisaran polaritas yang
luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan ngan fase
terbalik adalah campuran larutan bufer dengan meta atau campuran air dengan
asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling
sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut
yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol Pemisahan
dengan fase normal ini kurang unmum dibanding dengan fase terbalik.

2.5 Pompa Pada KCKT


Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert
terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas,
baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya
mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase
gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang
digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20
mL/menit.

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah


untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,
reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam
KCKT yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase
gerak yang konstan.

2.6 Penyuntikan Sampel Pada KCKT

KCKT Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke


dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom
menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup
teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau
eksternal (gambar 15.2).
Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel
dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup
diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan
menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini
dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini mudah digunakan untuk
otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT.

2.7 Kolom Pada KCKT

Kolom pada KCKT Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom
konvensional dan kolom mikrobor. Perbandingan kedua kolom dapat dilihat
pada tabel 15.2.
Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding
dengan kolom konverisional, yakni:

1) Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih il dibanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih
lambat (10-100 ul/menit).

2) Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal
jika digabung dengan spektrometer massa.

3) Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya


jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel
klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak
atahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.

2.8 Fase Diam Pada KCKT

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi


secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren
dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena
adanya residu gugus silanol (Si-OH).

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan


reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan
gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain
sebagaimana dalam gambar 15.3. Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan
silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan
siloksan (Si-O. O-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik
kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan dengan silika
yang tidak dimodifikasi.

Oktadesil silika (ODS atau C,) merupakan fase diam yang pal- ing
banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa- senyawa dengan
kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang
lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil
dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak
dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi
yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.

Solut-solut yang polar, terutama yang bersifat basa, akan memberikan


puncak yang mengekor (tailing peak) pada penggu- naan fase diam silika fase
terikat. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi adsorpsi antara solut-solut ini
dengan residu silanol dan pengotor logam yang terdapat pada silika. Masalah
ini dapat diatasi dengan end-capping yakni suatu proses menutup residu
silanol ini dengan gugus-gugus trimetilsilil dan menggunakan silika dengan
kemurnian yang tinggi (kandungan logam < 1 ppm) sebagimana ditunjukkan
oleh gambar 15.4.
Beberapa jenis fase diam yang penting beserta karakteristiknya diringkas pada
tabel 15.3.

Fase diam eksklusi dan penukar ion dapat menggunakan silika atau
polimer. Asam sulfonat merupakan fase diam dengan meka- Isme penukar
kation, sementara amonium kuartener mempunyai mekanisme penukar anion.
Fase diam kiral telah dikembangkan untuk memisahkan campuran
enansiomer, akan tetapi jenis fase diam ini mahal dan mempunyai waktu
hidup yang pendek. Tersedianya berbagai macam fase diam jenis fase terikat
dalam polimer telah memunculkan berbagai macam KCKT.

2.9 Detektor KCKT

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:


detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat
spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor
spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan
mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis,
detektor fluoresensi, dan elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel

2) Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar
yang sangat kecil

3) Stabil dalam pengoperasiannya

4) Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran


pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 ul atau lebih kecil,
sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 ul atau lebih kecil lagi yang
dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi

5) Signal solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)

6) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.
Beberapa detektor yang paling sering digunakan pada KCKT diringkas dalam
tabel 15.4.

1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1. Detektor Spektrofotometri UV-Vis

Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan
sangat berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa obat
mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis.
Detektror ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi solut
yang mempunyai struktur- struktur atau gugus-gugus kromoforik. Sel
detektor umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang
celah optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu
memg- hilangkan pengaruh indeks bias yang dapat mengubah absorbansi
yang terukur.

Detektor spektrofotometri UV-Vis dapat berupa detektor de- ngan


panjang gelombang tetap (merupakan detektor yang paling sederhana)
serta detektor dengan panjang gelombang bervariasi

Detektor panjang gelombang tetap menggunakan lampu uap


merkuri sebagai sumber energinya dan suatu filter optis yang akan
memilih sejumlah panjang gelombang, misal 254, 280, 334, dan 436 nm.
Panjang gelombang yang dipilih biasanya 254 nm karena kebanyakan
senyawa obat menyerap di 254 nm sehingga panjang gelombang ini sangat
berguna.

Detektor dengan panjang gelombang yang bervariasi lebih berguna


dibanding detektor pada panjang gelombang yang tetap karena seorang
analis dapat memilih panjang gelombang yang memberikan sensitifitas
yang paling tinggi.

2. Detektor photodiode-array (PDA)

Detektor UV-Vis merupakan detektor yang paling banyak dipakai, akan


tetapi karena banyak analit yang diukur maka akan ada kecenderungan puncak-
puncak kromatogram yang tidak ter- deteksi dan juga akan ada pergeseran
puncak-puncak kromatogram.

Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai


keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kroma- togram secara
simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run).
Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang gelombang yang
diinginkan (biasanya antara 190-400) dapat ditampilkan, Dengan demikian PDA
mem- berikan lebih banyak informasi komposisi sampel dibanding de- ran
detektor UV-Vis. Dengan detektor ini, juga diperoleh spek trum uv tiap puncak
yang terpisah sehingga dapat dijadikan seba- gai alat yang penting untuk memilih
panjang gelombang maksimal adstem KCKT yang digunakan. Dan akhirnya
dengan detek unt pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak dengan tor
bandingkan antara spektra analit dengan spektra senyawa yang sudah diketahui.
Spektrum dan kromatogram yang dihasilkan pada detektor DA ini
dapat ditampilkan sebagai plot 3 dimensi absorbansi, anjang gelombang,
dan waktu (gambar 15.5) sehingga data ini apat dimanipulasi dan
diplotkan kembali pada layar (manitor) Lalu dibandingkan dengan data 3
dimensi senyawa lain dari per- pustakaan data yang ada di sistem
komputernya sehingga bisa digunakan untuk tujuan identifikasi.

3. Detektor Fluoresensi
Fluoresensi merupakan fenomena luminisensi yang terjadi ketika
suatu senyawa menyerap sinar UV atau visibel lalu menge sikarınya pada
panjang gelombang yang lebih besar. Tidak semua nyawa obat
mempunyai sifat fluoresen sehingga detektor fluore- ini sangat spesifik. Di
samping itu, detektor ini juga sangat Sensitif dibandingkan dengan
detektor UV (lihat bab XI). Kelemahan detektor ini adalah terkait dengan
rentang linieri- tasnya yang sempit yakni antara 10-100, sementara
keunggulannya adalah bahwa detektor ini lebih sensitif dan selektif.
Sensitifitas detektor fluoresenni dibsundinekan dengan detektor
UV mengguna- kan senyawa dan konsentrasi varng sama ditunjukkan oleh
gambar 15.6. Dari gambar ini dapat diketahui bahwa dengan mengguna-
kan detektor fluoresensi diperoleh respon (tinggi puncak) yang lebih besar
dibandingkan dengan respon pada detektor UV.

Pemilihan
fase gerak pada deteksi dengan fluoresensi ini sangat penting karena
fluoresensi sangat sensitif terhadap peredam fluore- sensi (luorescence
quenchers). Pelarut-pelarut yang sangat polar, bufer-bufer, dan ion-ion
halida akan meredam fluoresensi, pH fase gerak juga penting terkait
dengan efisiensi fluoresensi; sebagai contoh kinin dan kuinidin hanya
menunjukkan fluoresensi dalam medium yang asam, sementara
oksibarbiturat akan berfluoresensi dalam medium yang bersifat basa.
Terkait dengan stabilitas penyerapan pada fase diam, maka penggunaan
fase gerak yang sangat asam atau sangat basa harus dihindari.

4. Detektor indeks bias

Detektor indeks bias merupakan detektor yang bersifat univessal vang


mampu memberikan respon (signal) pada setiap zat terlarut.

Detektor ini akan merespon setiap perbedam indeks bias Dra analit (zat
terlarut) dengan pelatutnya (fase geraknya), Kele ant vang utama detektor ini
adalah bahwa indeks bias dipenuhi oleh suhu, oleh karena itu suhu fase gerak,
kolom, dan ntor harus dikendalikan secara seksama Indeks bias pada kedua sel
(sampel dan pembanding) harus sama persis agar didapatkan garis dasar
(hackground) yang stabil. Karena alasan ini maka detektor ini tidak dianjurkan
untuk elusi bergradien. Komposisi fase gerak juga harus dikendalikan secara
seksama karenanya penguapan fase gerak atau penyerapan air oleh fase gerak
harus dicegah. Penggunaan detektor ini terutama untuk senyawa-senyawa vang
tidak mempunyai kromofor. Sebagai contoh penggunaarınıinya ndalah untuk
deteksi karbohidrat baik dalam bahan tambahan tablet atau dalam bahan makanan
serta untuk deteksi asetilkolin dalam sediaan optalmik.

5. Detektor elektrokimia

Banyak senyawa organik (termasuk obat) dapat dioksidasi atau direduksi


secara elektrokimia pada elektroda yang cocok. Arus yang dihasilkan pada proses
ini dapat diperkuat hingga memberi- kan respon yang sesuai. Kepekaan detektor
elektrokimia pada umumnya tinggi. Detektor elektrokimia yang paling banyak
digu- nakan adalah detektor konduktivitas dan detektor amperometri.

Fase gerak yang digunakan ketika menggunakan detektor ini harus


mengandung elektrolit pendukung sehingga fase geraknya harus yang bersifat
polar.

Keuntungan detektor ini adalah terkait dengan kepekaannya yang tinggi,


sementara kelemahan detektor ini adalah membutuhkan keterampilan dan latihan
yang cukup untuk mengoperasikanya supaya didapatkan garis dasar (baseline)
yang stabil.
2.10 Komputer, Integrator, atau Rekorder

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder,


dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik
yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu
kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis
(pengguna).

Rekorder saat ini jarang digunakan karena rekorder tidat dapat


mengintegrasikan data, sementara itu baik integrator maupun komputer
mampu mengintegrasikan puncak-puncak dalen kromatogram. Komputer
mempunyai keuntungan lebih karena komputer secara elektronik mampu
menyimpan kromatogram untuk evaluasi di kemudian hari.

2.11 Jenis-jenis KCKT


Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT
karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat
ditingkatkan dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan
dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase
diam dan fase gerak. Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali
KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik.
Meskipun demikian. klasifikasi berdasarkan pada sifat fase diam dan atau
berdasarkan mekanisme sorpsi solut memberikan suatu jenis KCKT yang
lebih spesifik. Jenis-jenis KCKT berdasarkan hal ini diuraikan di bawah ini
(lihat juga tentang proses sorpsi pada bab XIII):

1. Kromatografi Adsorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal


dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian
sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika
dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut.
Gugus silanol pada alika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut
dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor
(tailing). Berbagai macam fase diam silika dan alumina yang beredar di
perdagangan dapat dilihat pada tabel 155.

Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika atau alu- mina
berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau
alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak
timbul pengekoran puncak. misal n- heksana ditambah dengan metanol.
Penambahan air atau pelarut polar lain harus dipertimbang kan
secara matang. Jika terlau sediikit yang ditambahkan maka kemungkinan
belum mampu mengelusi solut, akan tetapi jika terlalu banyak akan
menyebabkan kolom menjadi kurang aktif.

Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal


dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian
sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika
dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut.
Gugus silanol pada alika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut
dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor
(tailing). Berbagai macam fase diam silika dan alumina yang beredar di
perdagangan dapat dilihat pada tabel 155.

Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika atau alu- mina
berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau
alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak
timbul pengekoran puncak. misal n- heksana ditambah dengan metanol.
Untuk memperoleh waktu retensi yang reprodusibel, air yang ada
di fase gerak dan yang ada di dalam penjerap harus dijaga konstan
karena jika penjerap atau fase gerak menyerap air dari udara
menyebabkan waktu retensinya bergeser. Pemilihan fase gerak pada
kromatografi adsorpsi ini terbatas lika detektor yang digunakan adalah
spektrofotometer UV. Hal ini terkait dengan adanya nilai pemenggalan
UV (UV cut off) pelarut-pelarut yang digunakan sebagai fase gerak.

Solut-solut akan tertahan karena adanya adsorpsi pada per-


mukaan gugus aktif silanol dan akan terelusi sesual dengan urutan
polaritasnya. Jenis KCKT ini kurang luas penggunaannya, meski- pun
demikian jenis KCKT ini sesuai untuk pemisahan-pemisahan campuran
isomer struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional
yang berbeda. Serangkaian senyawa yang ho molog tidak dapat
dipisahkan dengan kromatografi adsorpsi ini karena pada bagian solut
yang non polar tidak dapat berinteraksi dengan permukaan adsorben
yang polar.

2. Kromatografi Partisi
Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat.
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara
kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang diguan untuk memodifikasi silika
adalah hidrokarbon-hidrokarbon non polar seperti dengan oktadesilsilana,
oktasilana, atau dengan fenil.
Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsi- an
(ODS atau C) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik.
Berbagai macam fase diam KCKT partisi yang beredar di pasaran
disajikan pada tabel 15.6.

Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril


dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bernifat asam
lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase
gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ion- isasi atau protonasi.
Terbentuknya spesies yang terionisasi ini me- nyebabkan ikatannya
dengan fase diam menjadi lebih lemah diban- ding jika solut dalam
bentuk spesies yang tidak terionisasi karena- nya spesies yang
mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.

3. Kromatografi penukar ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat meriu-


kar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada barnyak penu- kar
fon yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas
penggunaannya adalah polistiren resin.
tidak larut Dalam hal ini, cincin benzen telah tersulfonasi unt
membentuk penukar kation asam sulfonat yang kuat. Gambar 157. (b)
merupakan struktur resin penukar anion dengan matrika polistiren yang
berikatan silang satu sama lain yang sama, tetapi dengan gugus tetraalkil
amonium.

Berbagai macam fase kromatografi penukar ion yang beredar di pasaran


ditunjukkan oleh tabel 15.7.
Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan
menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal
digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan jue pelarut
organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak
dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH
fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi
solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel
bersaing dengan ion fase gerak untuk cugus penukar ion pada resin.

Jenis ion dalam fase gerak dapat berpengaruh secara nyata d


retensi solut sebagai akibat dari perbedaan kemampuan ion perak
berinteraksi dengan resin penukar ion. Urutan retensi dari berbagai anion
untuk resin penukar anlon polistirena berikatan silang konvensional
adalah sebagai berikut: sitrat > sulfat > oksalat > jodida > nitrat > kromat
> bromida > sianida > klorida > format > asetat > hidroksida > fluorida.

Urutan ini bervariasi jika resin yang digunakan berbeda.


meskipun demikian urutan di atas mreupakan petunjuk kualitatif dari
kemampuan berbagai anion untuk berinteraksi dengan penu- kar anion
kuat. Dalam urutan ini, sitrat akan terikat secara kuat dengan resin
sementara, ion fluorida akan terikat paling lemah. Molekul sampel
biasanya akan cepat terelusi dengan ion sitrat daripada dengan ion
fluorida. Urutan retensi serupa untuk resin penukar kation adalah sebagai
berikut: Ba> Ph> S> Ca> Ni > Cd" > Cu > Co > Zn > Mg* > UO,> Te>
Ag> C > Rb > K> NH,> Na > H> Li".

4. Kromatografi Eksklusi Ukuran

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel


dan dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa
dengan berat molekul > 2000 dalton.

Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang
bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara
partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai
BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian
molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul
yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang bessar
tidak melewati porus, akan tetapi Jewat diantara partikel fase diam.
Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak
terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe
kromatografi yang lain.

2.12 Bagan Senyawa Kopolimer Stiren dan Benzil Vinil Sebagai Bahan Fase
Diam

Dua tipe bahan sebagai fase diam yang digunakan dalam kro
matografi ini ialah gel dari senyawa organik (polimer), dan silika gel yang
mudah berinteraksi dengan polimer. Fase diam yang lebih banyak digunakan
adalah senyawa kopolimer dari stiren dan divenilbenzen yang tidak disertai
dengan gugus ionik sulfonat dan amina seperti pada fase diam penukar ion.

Porositas yang terjadi tergantung pada terjadinya interaksi silang


antara dua senyawa tersebut. Berdasar atas struktur tersebut, maka fase diam
bersifat hidrofobik, akan tetapi dengan memasuk kan gugus sulfonat, atau
poliakrilik, maka fase diam akan menjadi hidrofilik sehingga dapat juga
digunakan untuk memisahkan molekul yang larut dalam air seperti
polisakarida. Berikut adalah beberapa fase diam yang dapat digunakan pada
kromatografi eksklusi ukuran

Sphadex, umumnya digunakan untuk pemisahan protein Bahan


disintesis dari polisakarida seperti dekstran. Adanya residu gugus hidroksil
menyebabkan dekstran menjadi polar. sehingga dapat direaksikan dengan
epiklorhidrin (CH,(O) CHCH,CI. Polimer yang terjadi dapat dikontrol
dengan penambahan asam

Bio-Gel, golongan yang bersifat inert dinamakan Bio-Gel P. yang


dibuat dengan kopolimerisasi dari akrilamida dan N-N" metil-bis-akrilamid.
Senyawa ini tidak larut dalam air maupun (akan tetapi belum mencapai
detektor).
Meskipun derivatisasi ditujukan untuk meningkatkan sitat
kromatografi, akan tetapi di sini lebih ditujukan untuk deteksi analit. Uraian
derivatisasi di sini akan didasarkan pada gugus fungsional. 1 Asam
karboksilat

1. Asam karboksilat

Suatu reaksi derivatisasi yang umum bagi asam ini adalah pembentukan
ester yang berasal dari reaksi asam karboksilat dengan pereaksi fenasil
bromida menurut reaksi

Berbagai analog fenasil bromida yang bermanfaat dapat dilihat pada Tabel
15.8. Sebagai katalis ditambahkan triaalkilamina untuk menggeser reaksi ke
kanan dengan menampung HBr hasil reaksi tersebut.

Agen penderivat p-nitrobenzil-N,N'-diisopropil iso urea (PBDI) bereaksi


dengan asam karboksilat membentuk ester pnitrobenzil menurut reaksi
sebagai berikut:
Agen penderivat 1-p(p-nitrobenzill-2-p-toliltruzina juga bereaksi dengan
asam karboksilat membentuk ester, sementara agen penderivat 4-
Bromometil-7-metoksikumarin (BMC) bereaksi dengan asam karboksilat
membentuk hasil yang fluoresen.

2. Alkohol

Pembentukan ester juga banyak diterapkan pada derivatisasi alkohol.


Derivat asam karboksilat aktif seperti asil klorida merupa kan pereaksi yang
banyak digunakan. Benzoil klorida bereaksi dengan alkohol membentuk
ester benzoat menurut reaksi berikut:

meskipun demikian, reaksi ini menghasilkan serapan molar pada 254 nm


yang terlalu rendah untuk analisis, sehingga digunakan agen penderivat lain
seperti p-nitrobenzoil 3,5-dinitrobenzoil-dan dansil klorida yang membentuk
ester berserapan molar lebih tinggi.

3. Amina
Pembentukan amida yang melibatkan reaksi antara amina dengan asam
karboksilat sama dengan pembentukan ester bagi alkohol dengan asam
karboksilat Pembentukan amida ini merupa kan reaksi umum bagi amina

Pereaksi asilasi untuk alkohol juga digunakan untuk derivati sasi


amina. Selain itu, juga digunakan p-metoksibenzoil klorida seba- gai bahan
asilasi gugus amina. Amina bereaksi dengan N-suksinil-p-nitrofenil
membentuk p-nitro-fenilasetamida untuk membentuk derivat yang
mempurval kromofor menurut reaksi:

Amina tersier inti imidazol dari pilokarpin direaksikan dengan p-


nitrobenzil-bromida membentuk suatu derivat kuartener yang dapat
menyerap di UV 254 nm. Amfetamin, metamfetamin dan L-efedrin
direaksikan dengan B-naftokuinon-4-sulfonat untuk memberikan derivat
yang menyerap cahaya tampak pada 451 nm.

4. Aldehida dan keton


Reaksi yang dikenal dengan penambahan nukleofil pada suatu ikatan
rangkap karbon heteroatom paling banyak digunakan untuk derivatisasi
senyawa karbonil. Contoh reaksi ini adalah kondensasi suatu keton dengan
2,4-dinitrofenilhidrazil (2.4-DNPH) membentuk hidrazon yang mempunyai
serapan molar lebih besar dari 10' pada 254 nm. Androsteron dan
dehidroepiandrosteron telah dianalisis dengan KCKT setelah diderivatisasi
menggunakan 2,4-DNPH ini.
p-Nitrofenilhidrazin bereaksi dengan ketosteroid membentuk fenithidrazon
yang elektroaktif, yang dapat ditetapkan dengan

beberapa pelarut organik.

1) Agarosa, digunakan untuk pemisahan senyawa berbobot molekul > 500.000,


dinamakan juga Bio-Gel A. Dibuat dari poligalaktopiranosa, sehingga agak lunak
dan tidak tahan tekanan tinggi
2) Stiragel, digunakan untuk pemisahan senyawa yang tidak larut sama sekali dalam
air dan menggelembung (suvelling) dalam pelarut organik. Stiragel dibuat dari
polistiren yang tahan pada suhu di atas 150°C. Berat molekul senyawa yang dapat
dipisahkan antara 16.000-40.000 dalton.

2.13 Derivatisasi pada KCKT

Detektor yang paling banyak digunakan dalam KCKT adalah


detektor UV-Vis sehingga banyak metode yang dikembangkan untuk
memasang atau menambahkan gugus kromofor yang akan menyerap cahaya
pada panjang gelombang tertentu. Di samping itu, juga dikembangkan suatu
metode untuk menghasilkan fluoro for (senyawa yang mampu
berfluoresensi) sehingga dapat dideteksi dengan fluorometri.

Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat se bagai


berikut, yakni: produk yang dihasilkan harus mampu me nyerap baik sinar
ultraviolet atau sinar tampak atau dapat mem bentuk senyawa berfluoresen
sehingga dapat dideteksi dengan spektrofluorometri: proses derivatisasi
harus cepat dan mengha silkan produk yang sebesar mungkin (100%);
produk hasil deriva tisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi:
serta sisa pereaksi untuk derivatisasi harus tidak menganggu pemisahan
kromatografi.

Derivatisasi pada KCKT dapat dilakukan baik sebelum masuk ke


kolom (pre column derivatization) atau setelah kolom (post-col- umn
derivatization). Pada derivatisasi sebelum kolom, analit dide tivatisasi lebih
dahulu sebelum diinjeksikan ke dalam kromatografi, sementara itu pada
derivatisasi setelah kolom, analit diinjeksikan dahulu ke dalam kolom lalu
diderivatisasi setelah keluar dari kolom suatu elektroda karbon kaca pada
0,8 V (terhadap Ag/AgCl) Reakti yang serupa meliputi penggunaan dansil
hidrazin membentuk hidrazon berpendar. Hidrokortison dalam plasma
diukur dengan derivatisasi menggunakan dansil hidrazin. Kedua cara ini
meng gunakan deteksi fluorometri Karbonil juga bereaksi dengan p-
nitrobenziloksiamina mem bentuk suatu oksim yang berguna dalam KCKT.
Derivatisasi pasca-kolom (setelah kolom) Pada hakekatnya, reaksi
yang telah disebut tadi dapat dimanfaatkan untuk derivatisasi setelah-kolom.
Pada cara ini, analit dikro matografikan sebagai bentuk belum direaksikan
kemudian dideri vatisasi setelah keluar kolom akan tetapi belum mencapai
detektor Keuntungan pendekatan ini adalah sifat kromatografis bahan dapat
digunakan untuk pemisahan dan adanya gangguan dari agen penderivat
dapat dihindari Kerugian utamanya adalah ter jadinya sejumlah pelebaran
pita. Pada derivatisasi setelah-kolom, sanyawa mungkin dirusak dengan
oksidasi, reduksi dan lain-lain.

Amoksisilin direaksikan dengan raksa(II) klorida setelah-kolom.


membentuk raksa merkaptida dari asam penisilenat, yang dapat diamati pada
310 nm. Indometasin setelah dihidrolisis setelah-kolom dapat diamati
dengan detektor fluorometri. Klomifen dapat diubah menjadi spesis yang
berfluoresensi dengan fotolisis setelah-kolom dengan lampu raksa. Morfin
diubah menjadi pseudomorfin yang sangat berfluoresensi dengan oksidasi
menggunakan K-ferisianida alkalis.

2.14 Penggunaan KCKT Dalam Analisis Farmasi

Metode KCKT merupakan metode yang sangat populer untuk


menetapkan kadar senyawa obat baik dalam bentuk sediaan atau dalam
sampel hayati. Hal ini disebabkan KCKT merupakan metode yang
memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Berikut adalah contoh
penggunaan KCKT untuk analisis beberapa sediaan farmasi:
Reaksi klasik amina dengan 2,4-dinitro-1-fluorobenzen memberi hasil yang
menyerap cahaya pada 360 nm. Reaksi ini diguna kan untuk analisis
tobramisin dalam serum.

Dansil klorida (5-N,N-dimetilaminonaftalen-2-sulfonil klorida)


bereaksi dengan amina primer dan sekunder membentuk turunan sulfonamid
yang mampu berfluoresensi sehingga bisa dideteksi dengan
spektrofluorometri. Fenol juga memberi reaksi yang serupa dengan dansil
klorida ini.

Amina primer dan sekunder bereaksi dengan 7-kloro-4 nitrobenzil-2-


oksa-1,3-diazol (NBD klorida) memberi derivat yang dapat berfluoresensi
dengan mengganti gugus 7-kloro Reaksi amina primer dengan fluores
kamina berguna sebagai metode derivatisasi yang memberi fluorofor.
Pereaksi ini umumnya diserap dengan panjang gelombang sekitar 390 nm
dan memberi panjang gelombang emisi sekitar 480 nm.

Amina primer bereaksi dengan orto-ftalaldehida memberi hasil yang


berfluoresensi tinggi.

Obat (Sediaan) Fase Diam Fase Gerak Deteksi


Asam lisergat (serbuk) Silika 0,4 x 30cm
CH2CI2-MeOH UV 254
(NH2OH1%) nm
;
(95 : 5)
Argin ( serbuk,parenteral ) Silika N2PO4 0,1% UV 206
nm
Asetaminofen (kapsul) C18; 0,39 x Akuades-Metanol UV 243
30 cm (3:1) Kecepatan nm
alir 1,5 mL/menit
Asetamnofen dengan aspirin C18; 0,46 x Air-Metanol- UV 275
dan kafein (kapsul) 10 cm Asam asetat (69- nm
28:3); kecepatan
alir 2.0 mL/menit,
45C
Asetaminofen dengan kodein C18; 0,39 x 30 4,44 gram natrium UV 280
fosfat (kapsul) cm dokusat/L(MeOH nm
-H2O-THF-asam
fosfat)
(600:360:40:1)
Asetaminofen dengan C18 (35oC) H2-O-MeOH (3:2) UV 254
difenhidramin sitrat (tablet) nm
Asetaminofen dan fenasetin C18 Asetonitril-bufer UV 254
fosfat PH 4,44 nm
(19:81)
Asetosal (tablet) C18 H2O-CH3CN-1 UV 280
hepansulfonat nm
(850:150:2g): pH
diatur sampai 3,4
dengan asam
asetat
Asetosal (serbuk) C18 CH2CN- UV 220
H2O,gradien nm
Obat (Sediaan) Fase Diam Fase Gerak Deteksi
Benzil morfin (serbuk) Silika Etil Asetat- UV 230
MeOH-NH4OH nm
pekat (85:10:4)
Betametason (tablet) Silika Heksan-CH2CI2- UV 240
ISOSOPRIL nm
ALKOHOL
(100:100:4)
Daunorobisin (injeksi) C18 H2O-CH3CN UV 254
(62:38) nm
Dekstromertofan (serbuk) C-18 Bufer –air UV 280
(7:3),PH 3,4 nm
Dekstromertofan (sirup) C-18 CH2CI2-MeOH UV 280
(NH4OH 1 %) nm
(98:2)
Diazepam (serbuk) C-18, MeOH-H2O (7:3) UV 254
HS,perkin- nm
elemer
Diazepam (kapsul) C18 Metanol-Air UV 254
(65:35) nm
Diklosasilin (kapsul dengan C8 MeOH-asetat 0,02 UV 230
amoxicillin) M pH 5,0 (1:1): nm
KECEPATAN
ALIR 1,0
Ml/menit
Difenhidrramin (tablet) C8 Asetronitril-1- UV 258
hepta-sulponat- nm
asam asetat
(70:30:1)
Fenilibutazon C18 Methanol-asam UV 240
(plasma,urin,saliva,keringat) asetat 2% (65:35) nm
Obat (Sediaan) Fase Diam Fase Gerak Deteksi
Fenitoin dan Fenobarbital C18 Metanol-natrium UV 254
dihidrogen fosfat nm
0,025 M PH 8
(40:60)
Fenobarbital (tablet) C18 Methanol-bufer UV 254
Fenobarbital (eliksir) (2:5) buffer-6,6 nm
gram
natriumasetat dan
3ml asam asetat/L
air ; pH 4,5
Fluorourasil (plasma) SCX (17,5) Asetat 0,3 MpH UV 270
(strong 4,5 nm
cation
exchanger)
Fenormofan (serbuk) Silica , 0,4 x CH2CI2-MeOH UV 254
30 cm (NH4OH 1 %) nm
(4:1)
Fenil propanolamin (serbuk) Silica CH2CI-MeOH UV 254
(NH4OH 1%) nm
(4:1)
Fenitoin (injeksi) C18 Methanol-air UV 254
(55:4) nm
Guafenisin (kapsul/kapsul) C18 Fosfat 10 Mm- UV 245
MeOH-CH3CN nm
(8:2:1) ph diatur
5,5; kecepatan alir
1,2 ml / menit
Heroin atau diamorpin Silica Ammonium
(serbuk) perklorat
metanolik 0,01 M
Obat (Sediaan) Fase Diam Fase Gerak Deteksi
Ibuprofen Cyclobond 1 CH3CN-trietanola UV 254
min 0,01% nm
(3:2):ph 4,0
kecepatan alir 0,6
mL / menit
Kafein (serbuk) Silica 5 qm Isoktan-dietil eter- UV 279
methanol- nm
dietilamin-
air(400:325:225:
0,5: 15) kecepatan
alir 2ml/menit
Karbamazepin (serbuk) Silica CH2CI2-MeOH UV 254
(NH4OH 1%) nm
(98:2)
Karisporidol (tablet dengan C18 (30oc) Methanol – asam Indeks bias
aspirin) asetat 1-2 %
(51:49)
Karisporidol (serbuk) Silica CH2CI2-MeOH UV 254
(NH4OH 1%) nm
(98:2)
Klorambusil (tablet dengan C18 Na2EDTA 1 Mm- PAD
melpalan) CH3CN (7:3,PH 0,9v /
4,0): kecepatan 0,95v
alir 1,5 ml/menit
Imipramine (berbagai macam Silica Metilen klorida – UV 251
sediaan) methanol – air nm
dietilamin (850:
150: 1: 0,25)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk


analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah
bidang, antara lain: farmasi, lingkung- an, bioteknologi, polimer, dan industri-
industri makanan. Beberapa perkembangan KCKT terbaru antara lain:
miniaturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam
nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral.

3.2 Saran
Diharapkan para mahasiswa dapat memahami materi tentang Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi. Meskipun begitu saya sadar akan banyaknya kekurangan
dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, M dan Abdul, R. (Editor), 2006, Pengantar Kimia Farmasi Analisi:
Volumetri dsn Gravimetri, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Anonim, 1994, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Gandjar, I. G., 1991, Kimia Anaisis Instrumental. Fakultas Farmasi, Universits
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mulya, M., dan Suherman, 1995, Analisis instrumen, Airlangga University Press,
Surabaya.
Munson, J.W., 1981, Pharmaceutical Analysis: Modern Methods, Part A dan B,
diterjemahkan oleh Harjana dan Soemadi, Airlangga University Press,
Surabaya.
Rivai, H., 2006, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Sudarmadji, S, Haryono, B dan Suhardi, 1997, Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian, Penerbit Lyberty, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai