Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

DASAR DASAR ANALISIS METODE KLT

Disusun oleh :

Rachmad Doni 1351810204

A3-18

PROGRAM PENDIDIKAN D-III FARMASI

AKADEMI FARMASI SURABAYA

SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Dasar-dasar analisis metode KLT ini tepat pada waktunya adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Kimia
Farmasi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
dasar-dasar analisis metode KLT bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu dosen kimia
farmasi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 12 Februari 2020

Penulis

Rachmad Doni

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II ISI................................................................................................................2
2.1 Kromatografi Lapis Tipis...............................................................................2
2.2 Fase Diam dan Fase Gerak.............................................................................4
2.3 Nilai RF..........................................................................................................5
Gambar 1. Ilustrasi kromatogram untuk mengukur nilai Rf ...........................5
2.4 Prosedur Kerja dengan Metode KLT.............................................................7
Gambar 2. Proses elusi pada Kromatografi Lapis Tipis..................................8
Gambar 3. Contoh hasil dari pendektesian sinar UV dan pemberian warna....9
BAB III RANGKUMAN DAN KESIMPULAN...................................................10
3.1 Rangkuman...................................................................................................10
3.2 Kesimpulan...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Ada banyak teknik pemisahan tetapi kromatografi merupakan teknik


paling banyak digunakan. Kromatografi sangat diperlukan dalam kefarmasian
dalam memisahkan suatu campuran senyawa. Kromatografi adalah teknik
pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen
komponen campuran tersebut diantara 2 fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan
fase gerak (cair atau gas)

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani dari rusia


Mikhail s. Tsweet (1872-1919) yang melakukan teknik pemisahan pigmen
tanaman berwarna. Teknik ini dalam publikasi kemudian dinamakan
“chromatography” yang merupakan penggabungan dari dua kata bahasa yunani,
yaitu chroma (bahasa Inggris : color) yang berarti warna dan graphein (bahasa
inggris : to write) yang berarti menulis, jadi awal kromatografi berarti “ menulis
dengan warna “; untuk mengindifikasi pita-pita warna yang teramati oleh tsweet
dalam risetnya. Pada saat bersamaan tsweet juga berhasil melakukan pemisahan
bahan bahan yang tidak berwarna dengan tekniknya tersebut.

Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling


sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk
melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dalam
bidang farmasi, lingkungan industri, dan sebagainya.

Kromatografi Lapis Tipis sangat membantu seorang ahli farmasi untuk


mengidentifikasi kandungan dalam suatu cairan baik obat tradisional atau obat
herbal yang akhir – akhir ini menjadi primadona dalam pengobatan di Indonesia
dan untuk mengidentifikasi kandungan yang terdapat di bahan pangan, ini
menjadi alasan mengapa seorang ahli farmasi harus mempelajari hal yang
berkaitan dengan kromatografi.

iv
BAB II

ISI

2.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi merupakan teknik pemisahan berdasarkan perbedaan partisi


antara fase gerak dan fase diam dalam suatu campuran (Chattopadhyay, 2008).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode kromatografi cair
yang sering digunakan secara luas karena metode yang digunakan sederhana,
prosedurnya cepat, dan tingkat keberhasilannya tinggi (Wewers et al., 2005).

Kromatografi juga merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi


senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan
atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis
dengan benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan
lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan
penentuan analitik dari kuantitas material.

Teknologi yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada


campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi. Pemisahan senyawa biasanya
menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi
sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan.

Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan


sangat sedikit, Peralatan dan bahan yang di butuhkan untuk melaksanakan
pemisahan dan analisis Sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu
sebuah bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan lempeng KLT. Dengan
optimasi metode dan menggunakan instrumen komersial yang tersedia, pemisahan
yang efisien dan kuantifikasi yang akurat dapat dicapai. Untuk analisis kuantitatif
dapat digunakan plot fotodensitometri. Analisisnya dapat dilakukan dengan
spektrofotometer UV, sinar tampak dan IR. KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida
dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga

v
dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi
yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatifdari suatu


sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-
komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran  Kromatografi Lapis Tipis

KLT memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan kromatografi


kertas antara lain KLT membutuhkan waktu elusi yang lebih pendek dan
diperoleh pemisahan yang lebih baik untuk keperluan analisis kuantitatif. Hasil
pemisahan yang baik dari KLT mempunyai kapasitas lebih besar bila
dibandingkan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa bersifat hidrofobik seperti lipid dan hidrokarbon
(Sastrohamidjojo, 2005).
Beberapa kelebihan KLT yaitu:
1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar
ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun
(descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang
akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
7. Jumlah perlengkapan sedikit.
8. Preparasi sample yang mudah
9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan
hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bisa
(GandjardanRohman,2007).

vi
Adapun kekurangan KLT  yaitu:
1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan
bercak/noda yang diharapkan.
2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang
cocok.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak
tekun

2.2 Fase Diam dan Fase Gerak

Fase Diam yang sering digunakan dalam KLT adalah bahan penjerap
(adsorben). Silika gel merupakan penjerap yang paling banyak digunakan dalam
KLT. Pada umumnya ditambah dengan bahan pengikat untuk memberikan
kekuatan perlekatan pada pendukungnya. Bahan pengikat yang sering digunakan
adalah gipsum, dan silika gel yang diberikan tambahan senyawa , ini dikenal
dengan istilah “silika gel G” . Kadang-kadang untuk mempermudah identifikasi
ditambahkan zat berfluoresensi sehingga dikenal dengan istilah silika gel GF.
Bahan penjerap lain yang digunakan adalah alumina, selulosa, safadex, poliamida,
kieselguhr, dan amilum (Harborne, 1973)

Fase Gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam yaitu lapisan berpori karena ada
gaya kapiler. Yang digunakan adalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila
diperlukan sistem pelarut multikomponen, maka harus berupa suatu campuran
sederhana mungkin terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

vii
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang
berarti juga menentukan nilai Rf. penambahan pelarut yan bersifat sedikit
polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metal benzene
akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia
masing-masing akan meningkatkan solu-solut yang bersifat basa dan asam

2.3 Nilai RF

Senyawa yang diekstraksi melalui KLT dapat diukur retensinya ketika


selama proses pengembangan eluen.  Retensi diukur sebagai faktor yang
dinyatakan sebagai Racing factor (Rf), yakni panjang senyawa yang ditandai
adanya spot dibagi dengan panjang yang dilalui oleh pelarut atau eluen
Adapun persamaannya adalah :

Gambar 1. Ilustrasi kromatogram untuk mengukur nilai Rf


 (modifikasi dari Wall, 2005).

viii
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang
sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila


identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat
dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai
Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang
berbeda.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf:

1. Pelarut. Disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan


perubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan
perubahan-perubahan harga Rf.

2. Suhu. Perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan
aliran.

3. Ukuran dari bejana. Volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari


atmosfer jadi memengaruhi kecepatan penguapan dari koponen-komponen
pelarut dari kertas.

4. Kertas. Pengaruh utama kertas pada harga-harga Rf timbul dari perubahan


ion dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas.

5. Sifat dari campuran. Berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume


volume yang sama dari fase tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu
mempengaruhi karakterisrik dari kelarutan satu terhadap lainnya hingga
terhadap harga-harga Rf senyawa.

ix
2.4 Prosedur Kerja dengan Metode KLT

Pada KLT, fasa diam berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel.
Sebuah garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes larutan
sampel ditempatkan di atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis
pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel. Pembuatan garis
harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta,

pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang.


Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup
yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Digunakan
gelas tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap
pelarut.

Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik. Komponen-komponen


yang berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran
dipisahkan memiliki warna yang berbeda.

Diagram menunjukkan plat setelah pelarut telah bergerak sekitar setengah


jalan. Pelarut diperbolehkan untuk naik hingga hampir mencapai bagian atas plat
yang akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen pewarna
untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih


baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Untuk identifikasi
menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat
bila dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan
sebagai berikut (Gritter et al, 1991)

x
Gambar 2. Proses elusi pada Kromatografi Lapis Tipis

Setelah dilakukan elusi, maka plat akan menghasilkan bercak atau spot
warna yang dapat diukur nilai Rf-nya. Untuk mendeteksi bercak-bercak tersebut
dapat dilakukan dengan pengamatan secara langsung, menggunakan sinar UV,
atau diberi pereaksi untuk membentuk warna.

Pendeteksian dengan menggunakan sinar UV akan menghasilkan


penampakan senyawa yang mengalami fluoresensi. Panjang gelombang UV yang
sering dugunakan berskisar antara 200–400 nm. Namun untuk penggunaan
panjang gelombang yang paling rendah adalah 254 nm dan untuk yang paling
tinggi menggunakan 366 nm (Hegge et al., 1991; Wall, 2008).

Panjang gelombang 254 nm dapat digunakan untuk mengamati plat yang


terimpregnasi dengan fosfor dalam pori sorbent. Warna-warna yang dihasilkan
oleh sinar UV254 adalah warna kuning-kehijauan yang mengindikasikan adanya
uranil asetat, warna hijau yang mengindikasikan adanya manganese zinc silicate,
zinc cadmium sulphide, dan zinc silicate, dan warna biru yang mengindikasikan
adanya alkaline earth metal tungstates dan tin strontium phosphate. Sinar UV254
juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa aromatik.

Adapun sinar UV366 dapat digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa


yang berfluorosensi secara alami (Schutle et al. 2005; Wall, 2008). Ćetković et al.
(2003) menyebutkan bahwa sinar UV366 akan menghasilkan pola warna

xi
berdasarkan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, seperti ekstrak yang
menggunakan pelarut metanol ketika diamati dengan UV366 yang menunjukkan
warna seperti kuning berarti menunjukkan adanya senyawa quercetin dan yang
warna biru menunjukkan adanya senyawa asam fenol. Kemudian ekstrak yang
menggunakan pelarut kloroform ketika diamati dengan UV366 yang
menunjukkan warna violet mengindikasikan adanya flavonoid, kuning
mengindikasikan adanya quercetin, violet gelap mengindikasikan adanya senyawa
rutin, dan biru mengindikasikan adanya asam fenol.

Selain menggunakan sinar UV juga dapat menggunakan reagen seperti


cerium (IV) sulfat. Reagen ini berfungsi untuk mendeteksi senyawa yang
mengandung alkaloid (Svendsen & Verpoorte, 1983), senyawa yang mengandung
ion iodium atau senyawa organik yang mengandung iodium (Jork et al., 1990),
senyawa sterol (Ghazala et al., 2004), dan senyawa yang mengandung terpenoid
dan flavoniod yang mana terpenoid manghasilkan bercak warna coklat kemerahan
dan coklat keunguan  dan flavonoid menghasilkan bercak warna kuning
(Rodríguez et al., 2008).

Gambar 3. Contoh hasil dari pendektesian sinar UV dan pemberian warna

xii
BAB III

RANGKUMAN DAN KESIMPULAN

3.1 Rangkuman
Kromatografi merupakan teknik pemisahan berdasarkan perbedaan
partisi antara fase gerak dan fase diam dalam suatu campuran (Chattopadhyay,
2008) sedangkan Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) adalah suatu
teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan campuran yang tidak
volatil.

Adapun manfaat lainnya dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yaitu :


1. Pemeriksaan kualitatif dan kemurnian senyawa.
2. Pemeriksaan simplisia hewan dan tanaman.
3. Pemeriksaan komposisi dan komponen aktif.
4. Penentuan kualitatif masing-masing senyawa aktif campuran
senyawa.

Kromatografi lapisan tipis dilakukan pada selembar kaca, plastik, atau


aluminium foil yang dilapisi dengan lapisan tipis bahan adsorben, biasanya silika
gel, aluminium oksida, atau selulosa. Lapisan tipis adsorben diketahui
sebagai fasa stasioner (atau fasa diam).

Setelah sampel diaplikasikan pada plat, suatu  pelarut  atau campuran


pelarut (dikenal sebagai fasa gerak) dialirkan ke atas melalui pelat berdasarkan 
gaya kapilaritas. Oleh karena analit yang berbeda mengalir menaiki pelat KLT
dengan laju yang berbeda, maka terjadilah pemisahan komponen dalam analit
tersebut atau dapat juga dilakukan dengan cara plat yang sudah di tetesi sampel
lalu di masukkan ke dalam chamber yang sudah terisi eluen yang sudah jenuh lalu
di tunggu hingga eluen naik melewati plat, hal ini disebut juga dengan proses elusi

Kromatografi Lapisan Tipis dapat digunakan untuk memonitor pergerakan


reaksi, mengidentifikasi senyawa yang terdapat di dalam campuran, dan
menentukan kemurnian bahan. Contoh penggunaan aplikasi ini antara lain:

xiii
analisis seramida dan asam lemak, deteksi pestisida dan insektisida dalam air dan
makanan, analisisi komposisi zat warna serat dalam bidang forensik.

Kemudian setelah proses elusi selesai maka selanjutnya melakukan


pengamatan noda atau bercak sampel pada plat oleh karena bahan kimia atau
sampel yang dipisahkan kemungkinan tidak berwarna, terdapat beberapa metode
untuk memvisualisasikan noda, antara lain :

1. Analit yang dapat berfluoresensi seperti kuinina dapat dideteksi


menggunakan lampu UV-A (366 nm).
2. Terkadang sejumlah kecil fluoresens, biasanya zinc
silikat dengan mangan aktif, ditambahkan pada adsorben yang
memungkinkan deteksi noda menggunakan lampu UV-C (254 nm).
Lapisan adsorben akan berfluoresensi hijau, tetapi noda analit akan tampak
hitam.
3. Uap iodium bisa digunakan sebagai pereaksi warna umum.
4. Pelat KLT dicelupkan atau disemprot dengan pereaksi warna khusus:
Kalium permanganat dam Bromin

Jika sudah tampak, nilai Rf, atau faktor retardasi, masing-masing noda


dapat ditentukan dengan membagi jarak tempuh produk terhadap jarak tempuh
eluen dari titik awal. Nilai ini bergantung pada pelarut yang digunakan dan jenis
plat KLT

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang
sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila


identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat
dikatakan memilikikarakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai
Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang
berbeda.

xiv
3.2 Kesimpulan

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran.

Kromatografi lapis tipis menggunakan fasa gerak berupa eluen, serta fasa
diam berupa plat dengan lapisan adsorben yang tidak mudah bereaksi misalnya
silika gel, aluminium oksida, atau selulosa.

Prinsip dari KLT yaitu memisahkan sampel berdasarkan perbedaan


kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Fase diam yang sering
digunakan pada KLT yaitu silika gel sedangkan fase gerak (eluen) merupakan
campuran dari dua pelarut atau lebih.

KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya


hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi..kertas.
KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom,
analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa
secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil..

Keuntungan KLT yaitu ketepatan penentuan kadar baik karena komponen


yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. Kerugiannya
memerlukan waktu untuk menentuan sistem eluen yang cocok..

Prosedur Kerja dengan KLT dimulai dari (1) penyiapan plat, eluen dan
sampel, (2) penotolan, (3) elusi, (4) deteksi bercak/noda. Cara mendeteksi bercak
ada 2 yaitu menggunakan UV dan campuran zat kimia tertentu.

xv
DAFTAR PUSTAKA

1. Wulandari Lestya.2011.Kromatografi Lapis Tipis:Jember:PT Taman


Kampus Presindo
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/77393/Lestyo
%20W_Buku_ISBN%20978-979-17068-1-0_Kromatografi%20Lapis
%20Tipis_%28Farmasi%29.pdf?sequence=1

2. Tamam Badrut.2016. Kromatografi Lapis Tipis


https://www.generasibiologi.com/2016/02/kromatografi-lapis-tipis.html

3. Dwiarso Rubiyanto.2017.Metode Kromatografi.Yogyakarta:CV Budi


Utama
https://books.google.co.id/books?
id=7RInDwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false

4. Muflihah Yeni, Fithria Aniesa dan Indarti Dwi.2015. Kromatografi Lapis


Tipis-Densitometri untuk Analisis Residu Pestisida Diazinon dalam Sawi
Hijau (Brassica juncea L.).Jember
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/73765/prosiding-
snk2015-hal-isi-149-153_MIPA.pdf?sequence=2

5. Feliana Kiki, Mursiti Sri, dan Harjono.2018. Isolasi dan Elusidasi


Senyawa Flavonoid dari Biji Alpukat (Persea americana Mill.).Semarang
file:///C:/Users/HP/Downloads/20997-Article%20Text-54544-1-10-
20180901%20(2).pdf

xvi

Anda mungkin juga menyukai