GENETIKA
ACARA PRAKTIKUM KE :
______________________I______________________
NIM : 24020119140135
Kelompok :8
LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
ACARA I
PEMBELAHAN MITOSIS PADA AKAR BAWANG
I. TUJUAN
I.1 Mengukur pertumbuhan sel bawang merah
I.2 Memahami pembuatan preparat pembelahan sel pada akar tanaman melalui video
pembelajaran
I.3 Membedakan tahap tahap yang terjadi pada mitosis
1. Profase
Profase merupakan tahap paling lama dalam mitosis. Pada
proses awal, kromosom mulai tampak lebih pendek dan menebal.
Selanjutnya, pada sel tumbuhan, benang-benang spindle (mikrotubul)
terbentuk tanpa terikat pada sentriol (Mao, et al, 2005). Mikrotubul ini
berkontribusi dalam menentukan posisi poros profase bipolar, dan
orientasinya (Ambrose dan Cyr, 2008). Pada tahapprofase akhir,
masing-masing kromosom terlihat terdiri dari dua kromatid yang
terikat pada sentromer. Selanjutnya, nukleolus hilang dan membran
nukleus hancur. Pada tahap ini kromosom terletak bebas di dalam
sitoplasma (Zamariola, et al. 2014). Fase profase pada preparat akar P.
edulis menunjukkan sel terihat terpisah dengan sel lainnya dan pada
sel tersebut terlihat adanya kromatid yang menyebar dan tebal. Fase
profase ini sendiri terlihat pada menit ke-5 atau pada pukul 09.05
WITA pada saat pengamatan pertama (Muhlisyah, dkk, 2014).
Profase awal secara keseluruhan memiliki persentase tertinggi
pada semua waktu pengambilan pucuk. Persentase tertinggi untuk
profase awal yaitu sebesar 53,4% ditemukan pada waktu pengambilan
pucuk pukul 10:00. Peningkatan persentase profase akhir terjadi pada
pukul 08:00 (16,3%) sampai 10:00 (46%), kemudian tetap stabil dan
relatif tinggi pada pukul 12:00 (43%), 14:00 (36,6%), dan 16:00
(37,2%) (Iriani, dkk, 2020). Profase memakan waktu paling lama
dibanding dengan tahap yang lain dalam fase mitosis yaitu setengah
proses dari satu fase mitosis (Cooper, 2000). Profase akhir merupakan
fase yang sangat penting dalam perhitungan kromosom. Pada tahap
profase akhir, kromosom akan tersebar sehingga dapat diamati dan
dihitung jumlahnya (Rachma, 2017).
2. Metafase
Metafase merupakan fase yang ditandai dengan hilangnya
membran inti, kemudian benang-benang kromatid berada pada bagian
ekuator (Nurhayati dan Darmawati, 2017).Metafase ditandai dengan
lenyapnya membran inti, kemudian muncul serat-serat halus dari dua
kutub yang berlawanan. Serat tersebut akan menempel pada sentromer
dan menarik kromosom kearah dua kutub yang berlawanan. Daya tarik
yang seimbang menyebabkan kromosom akan terletak pada bidang
yang terdapat di tengah sel. Bidang imajinasi tersebut dinamakan
bidang ekuator dan posisi kromosom pada bidang ekuator merupakan
cirri tahap metafase. Metafase merupakan tahap yang paling cocok
untuk studi kromosom karena akibat posisinya yang terbesar
menyebabkan jumlah kromosom dapat dihitung dengan tepat, dan
bentuk kromosom dapat dipelajari dengan seksama (Jusuf, 2008).
Peristiwa yang paling penting dalam metaphase adalah orientasi
kromosom pada bidang ekuator sel. Kadang-kadang peralihan di
antara profase dan metaphase disebut prometafase, yang waktunya
sangat singkat. Pada awal metafase, membrane nucleus hilang dan
kromosom mula-mula seperti tampak tidak teratur. Setelah itu,
benang-benang spindle masuk kedalam daerah pusat sel, sedangkan
mikrotubulusny amerentang di antara kedua kutub sel. Kromosom
melekat dengan kinetokornya pada bidang ekuatorsel (Sugeng, 2013).
3. Anafase
Tahapan anafase merupakan tahapan mitosis yang sangat cepat
dibandingkan dengan tahap mitosis lainnya (Campbell, et.al.,
2012:249). Proses anafase terjadi ketika pasangan sentromer dari
setiap kromosom berpisah, dan akhirnya melepaskan kromatid yang
kemudian akan menjadi kromosom bebas. Akhir anafase kedua kutub
sel akan memiliki kromosom yang ekuivalen dan lengkap. Menurut
Campbell, et.al., (2012:249) mengemukakan bahwa anafase berawal
ketika kompleks protein yang disebut kohesin terbelah yang
memungkinkan kromatid terpisah secara tiba-tiba dan setiap kromatid
menjadi satu kromosom yang utuh. Ciri tahap anafase adalah masing-
masing kromosom bergerak menuju kutub yang berlawanan.
Pergerakan tersebut disebabkan karena kompleks kohesin terbelah.
Pada tahap anafase kedua kromosom bergerak ke arah kutub yang
berlawanan saat mikrotubulus kinetokor. Pada saat anafase, dua
kromatid dari masing-masing kromosom yang telah direplikasi akan
ditarik ke kutub-kutub sel yang berbeda akibat adanya depolimerisasi
yang mikrotubulus pada aparatus gelendong yang menempel di
sentromer. Pada saat anafase juga, kromosom tampak seperti huruf V
atau J dengan ujung yang bersentromer mengarah ke kutub (Syukur
dan Sastrosumarjo, 2015:79).Menurut Campbell et.al., (2012:248)
bahwa pada saat akhir anafase kedua kutub memiliki komposisi
kromosom yang sama dan lengkap. Anafase ditandai dengan
kromosom bergerak menuju kutub (Zou, et.al., 2014:13409).
4. Telofase
Telofase merupakan salah satu tahapan pada fase M yang terjadi
setelah anafase. Pada tahap ini, benang-benang kromatid berada pada
masing-masing kutub yang dibungkus oleh membran inti. Sehingga,
pada fase ini sudah terbentuk dua inti sel atau kariokinesis yang
ditandai dengan terbentuknya membran inti. Selain itu, ditandai pula
dengan adanya pemisahan sitoplasma atau sitokinesis. Hal tersebut
akan menghasilkan dua sel anakan yang sempurna. Setiap sel anakan
membawa 23 kromosom yang sama persis dengan jumlah kromosom
sel induknya (Nurhayati dan Darmawati, 2017). Telofase hanya
terjadi dalam beberapa menit. Pada tahap ini, sitoplasma membelah
dan memisah menjadi dua bagian. Selapur inti nampak lagi dan sel
terbelah menjadi 2 sel anak yang sama. Kromosom saudara nampak
tidak beraturan dan apabila diwarnai nampak jelas dengan pewarna
histologi (Rahmawati dan Muti’ah, 2014).
Telofase merupakan proses pembelahan sel dimana sel anakan
terbentuk kembali dari fragmen-fragmen nukleus. Sel memanjang
akibat peran mikrotubulus non kinetokor dan benang-benang
kromatin mulai longgar (Asia dan Akbar, 2018). Pada setiap kutub sel
terbentuk stel kromosom yang sama. Serabut gelendong inti lenyap
dan dinding inti terbentuk kembali. Setelah itu, plasma sel terbagi
menjadi dua bagian yang disebut dengan sitokinese. Pada sel hewan,
sitokinese memiliki ciri dimana sel melekuk ke dalam. Namun, pada
tumbuhan ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah di tengah-
tengah sel. Hal tersebut dikarenakan pada tumbuhan memiliki dinding
sel (Suryo, 2012).
V. PEMBAHASAN
V.1Pembelahan Mitosis
Bawang merah ditetesi dengan HCl dan didiamkan selama 15 menit, hal
ini dilakukan untuk melunakan akar bawang merah sehingga dapat
memudahkan proses squash. Penetesan acetoarsein atau safranin berfungsi
untuk mewarnai akar bawang merah sehingga lebih mudah untuk diamati.
Pemanasan preparat dengan mengibaskannya di atas Bunsen berfungsi untuk
melekatkan preparat. Hal ini sesuai dengan Dafrita& Sari (2020) bahwa,
tetesan HCl berfungsi untuk melunakan jaringan dan membuka ikatanaldehid
pada kromosom. Pembilasan menggunakan aquades atau air suling berfungsi
untuk menjernihkan atau clearing suatu specimen. Menurut Mertha, dkk
(2019) bahwa, mengibaskan preparat diatas Bunsen dilakukan untuk
merekatkan kaca penutup dengan kaca benda dan menghindari adanya
gelembung udara. Pemberian acetoarsein atau safranin 2% berfungsi untuk
mewarnai preparat sehingga mempermudah pengamatan. Metode squash
berfungsi untuk mendapatkan suatu preparat dengan meremas suatu potongan
jaringan atau organisme sehingga mendapatkan sediaan yang tipis.
Tapak dara mengandung berbagai zat kimia aktif. Hasil Analisa fitokimia
ekstrak tapak dara menunjukkan bahwa tapak dara mengandung tannin,
triterpenoid, alkaloid, dan flavonoid. Alkaloid dan flavonoid merupakan
senyawa aktif yang memiliki aktivasi hipoglikemik. Alkaloid merupakan
kelompok besar senyawa organic alami yang berada di dalam hampir semua
jenis tumbuhan. Efek farmakologi yang dimiliki alkaloid adalah anti kanker,
anti inflamasi dan antimikroba. Hal ini sesuai dengan Kabeshet al (2015)
bahwa, analisis Fitokimia terhadap ekstrak daun tapak dara menunjukkan
bahwa daun tapak dara mengandung alkaloid, terpenoid, fenol, tanin, saponin,
quinin, dan sterol. Jenis alkaloid yang terkandung di dalam tanaman tapak
dara diantaranya adalah vincristin dan vinblastin yang terkenal memilik iefek
anti kanker, antimikroba dan antiinflamasi. Menurut Moudiet al (2013) bahwa,
selain vincristin dan vinblastin, pada tanaman tapakdara juga terkandung
alkaloid lain, yaitu vinorelbin dan vindesin. Vincristin, vinblastin, vinorelbin
dan vindesin yang terkandung dalam tanaman tapak dara disebut sebagai vinca
alkaloid dan merupakan agen antimitotik.
Tapak dara mengandung kolkisin yang dapat menggandakan kromosom
sehingga pertumbuhan akar bawang merah dapat lebih cepat dibandingkan
tidak diberi ekstrak kolkisin.Pertumbuhan akar bawang merah yang
mendapatkan ekstrak daun tapak dara lebih besar, lebih banyak dan lebih
Panjang dibandingkan yang tidak diberi ekstrak tapak dara. Hal ini sesuai
dengan Gultom (2016) bahwa, kolkisin (C22H25O6N) merupakan hasil ekstraksi
dari tumbuhan Cantharanthus roseus, yang diperoleh dari daerah tropis.
Penggandaan kromosom dari diploid menjadi tetraploid dengan senyawa anti
mitotic agent seperti kolkisin maupun vincristine dari ekstrak daun tapakdara.
Pembuktiannya adalah pertumbuhan ujung akar bawang merah membesar
setelah diberi ekstrak daun tapak dara. Sedangkan ujung akar bawang merah
yang tidak diberi ekstrak ukurannya kecil dan pendek. Menurut Iskandar
&Iriawati (2015) bahwa, alkaloid yang terkandung dalam tumbuhan tapak
dara diduga memiliki efek seperti kolkisin yang dapat menggandakan
kromosom. Penggandaan kromosom tersebut dibuktikan dari perbedaan
ukuran ujung akar yang membesar setelah mendapatkan perlakuan dari
kolkisint ersebut.
Abdullah, F. N., Jaya, A. S., & Widayat, W. 2017. Penentuan Waktu Perendaman Sel (Fase
Mitosis) AkarBawang Merah (Allium ascalonicum L.) Menggunakan Safranin Untuk
Mendukung PraktikumBiologi. JurnalBioleuser, 1(3): 86-91.
Abidin, A. Z. 2014. StudiIndeks Mitosis BawangUntukPembuatan Media
PembelajaranPreparat Mitosis. BioEdu, 3(3): 571-579.
Adesoye, A. I., and N. C. Nnadi. 2011. Mitotic Chromosomes Studies of Some Accessions of
African Yam Bean, Sphenostylissternocarpa (Hochst. ex. A. Rich.) Harm. African
Journal of Plant Science, 5: 835-841.
Alberts B, Johnson A, Lewis J, et al. 2002. Molecular Biology of the Cell 4th edition. New
York: Garland Science.
Al-Zarani, N.H., Asmahan, A.M., Ali, M., and Al-shamrani, S.M. 2011. Effect of the energy
drink "Bison" on mitosis and nucleic acids content in Vicia faba. JKAU: Sci. 23(1): 55-
65.
Ambrose, J. C., and Cyr R. 2008. Mitotic Spindle Organization by The Preprophase Band
Mitotic Spindle Organization by The Preprophase. Molecular Plant, 1(6): 950–960.
Annisa., Mardliyyah, A., dan Rahayuningsih, S.R. 2016. Uji sitotoksisitassampel air
sungaiCikamalberdasarkanbioindikatorAlliun cepa L. Prosiding Seminar Nasional
MIPA 2016. 214-219
Aprilianto, J. 2016. FormulasiSediaanKrim dan SalepdariEkstrakEtanolDaunTapak Dara
(Catharanthus Roseus (L) G. Don) sebagai Anti Luka. Doctoral dissertation.
Bandung.Fakultas MIPA. UNISBA.
Asia, C dan Akbar, Ali. 2018. IdentifikasiKromosom pada Tanaman Mangga Arumanis
(Mangifera indica). Medan: Universitas Medan Press.
Badan LitbangPertanian. 2007. Petunjuk Teknis LapangPengelolaanTanamanTerpadu (PTT)
Padi Sawah Irigasi. Jakarta: DepartemenPertanian.
Batygina, T. B. 2002. Embryology of Flowering Plants: Terminology and Concepts, Vol. 1:
Generative Organs of Flower. Enfield: Science Publishers, Inc.
Campbell, Neil. A., and Jane B. R. 2010. BiologiEdisiKedelapanjilid 3. Terjemahan Oleh
DamaringTyasWulandari. Jakarta: Erlangga.
Campbell. 2012. Buku Ajar Biologi. Jakarta : PenerbitErlangga.
Chandraker, S.K., Singh, P., and Pandey, B. 2014. Clastogenic effect of soft drink on root
tipofAllium cepa. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci. 3(5): 200-206.
Cooper, G. M. 2000. The Cell: A Molecular Approach, 2nd Edition. Sunderland (MA):
Sinauer Associates.
Dafrita, I. E., & Sari, M. 2020. Senduduk dan Ubi Jalar Ungu Sebagai Pewarna Preparat
Squash Akar Bawang Merah. Jurnal Pendidikan Biologi, 5(1) : 46-55.
George, M., and George, A. 2017. Genotoxicity of caffeinated soft drinks on meristematic
root cells of Allium cepa. DOI:10.15680/IJIRSET. 6(11): 22032-22038.
Glotzer M. 2001. Animal cell cytokinesis. Annu Rev Cell Dev Biol, 17: 351-86. doi:
10.1146/annurev.cellbio.17.1.351. PMID: 11687493.
Gultom, T. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkisin Terhadap Jumlah Kromosom Bawang Putih
(Allium sativum) Lokal Kultivar Doulu. Jurnal Biosains, 2(3), 165-172.
Hadfield, J., Ducki, S., Hirst, N., &McGown, A. 2014. Tubulin andMicrotubules as Target
forAnticancer Drugs. Progress in Cell Cycle Research. 5: 309-325.
Iriani, Nur Annisa., AstariDwiranti., dan Andi Salamah. 2020. Indeks Mitosis
PucukDaunHibiscus rosa-sinensis L. Variasi Single Pink Pada BeberapaVariasi Waktu.
Al-Kauniyah: JurnalBiologi, 13 (1).
Irianto, K. 2013. MikrobiologiMenguak Dunia Mikroorganisme. 1st ed. Bandung:
YramaWidya.
Iskandar, N. N., & Iriawati. (2016). Vinblastine and Vincristine Production on Madagascar
Periwinkle (Catharanthus roseus ( L .) G . Don ) Callus Culture Treated with
Polethylene Glycol. Makara Journal of Science, 20(1) : 7-16.
Jusuf, Muhammad. 2008. Genetika. In: Biologi dan Reproduksi Sel. Jakarta. Universitas
Terbuka Press.
Kabesh, K., Senthilkumar, P., Ragunathan, R., & Raj Kumar, R. 2015. Phytocemical
Analysis of Catharanthus roseus Plant Extract and Its Antimicrobial Activity. Int. J.
Pure. App. Biosci, 3(2) : 162-172.
Mader, S. S. 2011. Inquiry Into Life Thitheentn Edition. Americas New York: McGraw-Hill.
Mao, G., Chan J., Calder G., Doonan J. H., Lloyd C. W. 2005. Modulated Targeting of GFP-
AtMAP65-1 to Central Spindle Microtubules During Division. The Plant Journal, 43:
469–478.
Mertha, I. G., Bahri, S., Sedijani, P., & Rasmi, D. A. 2019. Pelatihan Pembuatan Preparat
Squash Ujung Akar Untuk Pengamatan Kromosom pada Guru-Guru Biologi di Kota
Mataram. Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat, 2(4), 454-459.
Moudi, M., Go, R., Yien, C. Y., & Nazre, M. 2013. Vinca Alkaloids. Int. Journal of
Preventive Medicine, 4(11) : 1231.
Muhlisyah, N., Cut M., Baiq F. W., Isna R. A. 2014. PreparasiKromosomFase Mitosis
MarkisaUngu (Passiflora edulis) Varietas Edulis Sulawesi Selatan. Biogenesis, Vol 2,
No. 1.
Nawangsari. 2008. PemanfaatanBawang Merah ( Allium cepa L .)
sebagaiAgenKoKemoterapi. KaryaTulisMahasiswa. FakultasFarmasi Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, 1–36.
Novel, S.S., Nuswantara S., Syarif S. 2010. GenetikaLaboratorium. Jakarta: Trans Info
Media.
Nurhayati, B., dan Darmawati, S. 2017. BiologiSel dan Molekuler. Kemenkes RI: Pusat
Pendidikan SumberDayaManusia Kesehatan Edisi 2017.
Priyantono, E., A. Ete, dan Andrianton. 2013. Vigor Umbi Bawang Merah (Allium
ascallonicum L.) VarietasPalasa dan Lembah Palu pada BerbagaiKondisiSimpan. e.-J.
Agrotekbis, 1(1) : 8-16.
Puspa, D. K. 2017. PengaruhSistemBudidayaOrganik dan HidroponikTerhadapPertumbuhan
dan ProduksiTanamanBawang Merah (Allium ascalonicum L.) ‛Brebes’ di
RumahKaca. Skripsi. JurusanAgroteknologi. FakultasPertanian. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Putri, R. R., Hakim, R. F., &Rezeki, S. 2017. PengaruhEkstrakDaunTapak Dara
(Catharanthus Roseus) TerhadapJumlahFibroblas pada Proses Penyembuhan Luka di
Mukosa Oral. Journal Caninus Dentistry, 2(1), 20-30.
Rachma, I. 2017. Pengaruh Pretreatment Air Dingin, Paradichlorobenzene (PDB),
Hydroxyquinoline (OQ), serta PDB:OQ (1:1) KromosomHibiscus rosa-sinensis L.
Skripsi. Depok: DepartemenBiologi FMIPA Universitas Indonesia.
Rahmawati, A., dan Muti’ah, Roihatul. 2014. PotensiEksrakDaunWiduri (Calotropis
gigantea) sebagaiObatAntikankerFibrosarkoma. Malang: UIN Maliki Press.
Satrosumarjo, S. 2006. Panduan LaboratoriumSitogenetikaTanaman. Bogor: IPB Press.
Shukla, A. K., Shasany, A. K., A. Gupta,M. M., &Khanuja, S. 2011.Transcriptome analysis
inCatharanthus roseus Leaves andRoots for Comparative TerpenoidIndole Alkaloid
profiles. Journal of Experimental Botany. 57 (14):3921-3932.
Simangunsong, N.L., R.R. Lahay dan A.Barus. 2017. ResponPertumbuhan dan
ProduksiBawang Merah (Allium ascalonicum L.) PADA Konsentrasi Air Kelapa dan
Lama Perendaman Umbi. JurnalAgroteknologi, 5(1) : 17-26.
Sugeng. 2013. PembelahanSel Mitosis dan Meiosis. Jakarta :Erlangga.
Suriani, N. 2011.BawangBawaUntungBudidayaBawang Merah.Yogyakarta :CahayaAtma
Pustaka.
Suryo. 2012. Genetikauntuk Strata 1. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Syukur, M., dan Sastrosumarjo S. (2015). SitogenetikaTanaman. (EdisiKedua). Bogor: IPB
Press.
Tiara, P. 2012. Ekstraksi Alkaloid dalamDaunTapak Dara Doctoral dissertation. Surabaya.
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.
Willie, P. O., and P. O. Aikpokpodion. 2015. Mitotic Activity in Cowpea (Vigna unguiculata
(L.) Land Race “Olaudi” Walp) in Nigeria. American Journal of Plant Sciences, 6:
1201-1205.
Zamariola L, Tiang C. L, De_Storme N., Pawlowski W., Geelen D. 2014. Chromosome
Segregation in Plant Meiosis. Plant Science, 5: 1-20.
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Asisten Praktikan