Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

ACARA PRAKTIKUM KE :

______________________I______________________

__PEMBELAHAN MITOSIS PADA AKAR BAWANG_

Nama : Umdatu Thoah

NIM : 24020119140135

Kelompok :8

Hari, tanggal : Senin, 1 Maret 2021

Asisten : Chyntia Vira Regina

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2021
ACARA I
PEMBELAHAN MITOSIS PADA AKAR BAWANG

I. TUJUAN
I.1 Mengukur pertumbuhan sel bawang merah
I.2 Memahami pembuatan preparat pembelahan sel pada akar tanaman melalui video
pembelajaran
I.3 Membedakan tahap tahap yang terjadi pada mitosis

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang
sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran in
itermasuk kedalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai
bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional(Nawangsari, 2008).
Bawangmerah (Allium ascallonicum L.) adalah salah satu komoditas
hortikultura yang biasa digunakan sebagai penyedap masakan, bahan baku
industry makanan, obat-obatan dan disukai karena aroma dan rasanya yang
khas. Selain itu bawang merah merupakan sumber vitamin B, C, kalium, fosfor,
dan mineral (Priyantonodkk., 2013). Bawang merah merupakan salah satu
komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secar
aintensif. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan
kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan
ekonomi wilayah karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, maka pengusaha
budidaya bawang merah telah menyebar dihampir semua provinsi di Indonesia
(Simangunsong dkk, 2017).
Bawangmerah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman berumbi lapis
yang tumbuh dengan tinggi tanaman antara 40–70 cm. Batang semu bagian
bawah bawang merah merupakan tempat tumbuhnya akar. Bawang merah
memilik i system perakaran serabut, dangkal, bercabang, dan terpencar (Puspa,
2017). Bawangmerah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas
tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi manusia sebagai campuran
bumbu masak setelah cabe. Selain sebagai campuran bumbu masak, bawang
merah juga dijual dalam bentuko lahan seperti ekstrak bawang merah, bubuk,
minyak atsiri, bawang goreng bahkan sebagai bahan obat untuk menurunkan
kadar kolesterol, gula darah, mencegah penggumpalan darah, menurunkan
tekanan darah serta memperlancar aliran darah. Sebagai komoditas hortikultura
yang banyak dikonsums imasyarakat, potensi pengembangan bawang merah
masih terbuka lebar tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar
negeri (Suriani, 2011).
Klasifikasi Bawang merah menurut USDA, 2020 yaitu :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae (sukubawang-bawangan)
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum L.

Gambar 2.1 Bawangmerah (Badan LitbangPertanian, 2007).

II.2Akar Bawang Merah


Tanaman bawang merah merupakan sayuran umbi yang serbaguna yang
dapat digunakan sebagai penyedap aneka masakan atau sebagai obat tradisional.
Tanaman ini sering digunakan pada pengamatan mitosis karena memiliki
pertumbuhan yang cepat, mudah didapat, dan harganya terjangkau. Pada
pengamatan mitosis yang menggunakan akar bawang merah akan memudahkan
pengamatan karena memiliki jumlah kromosom yang sedikit dan berukuran
besar. Tanaman bawang memiliki ukuran kromosom yang cukup besar sehingga
sangat cocok digunakan untuk studi eksperimental mitosis. Mitosis pada sel
tumbuhan khusus terjadi pada jaringan meristematik yang terdapat pada ujung
akar dan ujung batang (Abdullah dkk, 2017).
Bahan utama pembuatan preparat mitosis adalah sel yang melakukan
pembelahan mitosis. Sel-sel yang sedang melakukan mitosis ditemukan pada
bagian tanaman yang aktif mengalami pertumbuhan (meristematis), paling
mudah ditemukan pada bagian ujung. Akar mudah tumbuh dan seragam, sel
akar tidak berklorofil serta mudah dipulas oleh pewarna. Ujung akar beberapa
spesies dari genus Allium diantaranya adalah bawang putih (Allium sativum),
bawang bombay (A. cepa) dan bawang prei (A. fistulosum) merupakan bahan
yang baik untuk diproses menjadi preparat mitosis karena kromosom ketiga
spesies tersebut termasuk bertipe besar serta memiliki jumlah autosom sedikit
yaitu 16 kromosom sehingga kromosom mudah diamati. Selain itu, tanaman
tersebut mudah didapat dan murah (Abidin, 2014).
II.3Pembelahan Mitosis Bawang Merah
Allium cepa L. memiliki pertumbuhan yang cepat. Kromosom berukuran
cukup besar dan jumlah yang sedikit (2n=16) (Chandrakeret al., 2014).
Pembelahan mitosis pada sel tumbuhan umumnya banyak terjadi pada jaringan
meristematik. Jaringan meristematik ini terdapat pada ujung akar dan ujung
batang (Mader, 2011). Pengamatan fase mitosis lebih mudah diamati saat
pemotongan akar pagi hari dibandingkan siang atau sore hari (Abidin, 2014).
Proses mitosis dapat juga terganggu yang dapat disebabkan oleh beberapa
komponen seperti kafein dan taurin yang mengganggu kinerj abenang-benang
spindel (Al-Zaraniet al., 2011). Keberadaan zat toksik dapat mengganggu siklus
seluntuk menuju ke tahap mitosis (Annisaet al., 2016). Senyawa kafein dapat
menyebabkan keabnormalan pada proses mitosis yang terjadi pada akar bawang
merah. Senyawa kafein dapat menyebabkan kerusakan pada kromosom dan
benangspindel yang terkondensasi. Benang spindel yang terkondensasi menjadi
abnormal, sehingga menyebabkan terganggunya proses mitosis. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sel yang bermitosis (Goerge and
Goerge, 2017).
II.3.1 Siklus Sel Eukariot
Pada sel eukariota yang memiliki inti sel, siklus sel terbagi menjadi
dua fase fungsional, fase S dan M, dan fase persiapan, G1 dan G2. Fase S
(sintesis) merupakan tahap terjadinya replikasi DNA. Pada umumnya, sel
tubuh manusia membutuhkan waktu sekitar 8 jam untuk menyelesaikan
tahap ini. Hasil replikasi kromosom yang telah utuh, segera dipilah
bersama dengan dua nuklei masing-masing guna proses mitosis pada fase
M. Pada fase M (mitosis), Interval waktu fase M kurang lebih 1 jam.
Tahap di mana terjadi pembelahan sel (baik pembelahan biner atau
pembentukan tunas). Pada mitosis, sel membelah dirinya membentuk dua
sel anak yang terpisah. Dalam fase M terjadi beberapa jenjang fase, yaitu
profase (fase terjadinya kondensasi kromosom dan pertumbuhan
pemintalnya), prometafase (pada fase ini sampul inti sel terlarut dan
kromosom yang mengandung 2 kromatid mulai bermigrasi menuju
bidang ekuatorial), metafase (kondensasi kromosom pada bidang
ekuatorial mencapai titik puncaknya), Anafase (tiap sentromer mulai
terpisah dan tiap kromatid dari masing-masing kromosom tertarik menuju
pemintal kutub), telofase (kromosom pada tiap kutub mulai mengalami
dekondensasi, diikuti dengan terbentuknya kembali membran inti sel dan
sitoplasma perlahan mulai membelah), dan sitokinesis (pembelahan
sitoplasma selesai setelah terjadi oleh interaksi antara pemintal mitotik,
sitoskeleton aktomiosin dan fusi sel, dan menghasilkan dua sel anak yang
identik) (Glotzer, 2001).
Fasa G (gap) yang terdiri dari G1 dan G2 adalah fase sintesis zat
yang diperlukan pada fase berikutnya. Pada sel mamalia, interval fase G2
sekitar 2 jam, sedangkan interval fase G1 sangat bervariasi antara 6 jam
hingga beberapa hari. Sel yang berada pada fase G1 terlalu lama,
dikatakan berada pada fase G0 atau “quiescent”. Pada fase ini, sel tetap
menjalankan fungsi metabolisnya dengan aktif, tetapi tidak lagi
melakukan proliferasi secara aktif. Sebuah sel yang berada pada fase G0
dapat memasuki siklus sel kembali, atau tetap pada fase tersebut hingga
terjadi apoptosis.Pada umumnya, sel pada orang dewasa berada pada fase
G0. Sel tersebut dapat masuk kembali ke fase G1 oleh stimulasi antara
lain berupa: perubahan kepadatan sel, mitogen atau faktor pertumbuhan,
atau asupan nutrisi. Fase terakhir adalah interfase yangerupakan sebuah
jedah panjang antara satu mitosis dengan yang lain. Jedah tersebut
termasuk fase G1, S, G2 (Alberts dkk, 2002).
II.3.2 Fase Mitosis
Mitosis adalah proses pembagian genom yang telah digandakan
oleh sel ke dua sel identik yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Mitosis
umumnya diikuti oleh sitokinesis yang membagi sitoplasma dan
membran sel. Proses ini menghasilkan dua sel anak yang identik, yang
memiliki distribusi organel dan komponen sel yang sama, serta bertujuan
untuk mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui
pembelahan inti secara berturut-turut. Proses mitosis terjadi di dalam sel
somatik yang bersifat meristematik, yaitu sel-sel yang hidup terutama sel-
sel yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang) (Novel, dkk,
2010). Mitosis merupakan pembelahan sel somatic yang terdiri dari tahap
profase, metaphase, anafase dan telophase. Pembelahan sel secara mitosis
merupakan dasar dalam pembiakan vegetatif tanaman dan biasanya
terdapat pada bagian apikal tanaman (ujung akar dan batang)
(Satrosumarjo, 2006).
Pembelahan mitosis adalah proses pembelahan inti sel menjadi dua
inti sel baru melalui tahap-tahap tertentu dan menghasilkan sel anak
dengan jumlah dan jenis kromosom yang sama dengan sel induknya. Dari
satu sel lalu menjadi dua sel anak identik, masing-masing sel anak
mewarisi kromosom yang sama banyak dengan kromosom induknya. Jika
sel induk memiliki 2n kromosom, setiap sel anak juga memiliki 2n
kromosom. Pembelahan mitosis terjadi melalui beberapa tahapan. Mula-
mulai bagian inti sel membelah, setelah diikuti pembelahan sitoplasma
(Irianto, 2013). Fase mitosis (profase, metafase, anafase, dan telofase)
memiliki durasi sekitar 10% dari satu siklus sel (Batygina, 2002). Waktu
optimum pembelahan mitosis pada beberapa tumbuhan umumnya terjadi
ketika fotosintesis berada pada level tertinggi menghasilkan banyak
energi yang akan digunakan untuk pembelahan sel (Willie &
Aikpokpodion, 2015). Mitosis membutuhkan energi yang besar sehingga
mitosis terjadi pada saat energi dapat diserap secara optimal (Adesoye &
Nnadi, 2011).

Tahapan Mitosis (Campbell and Jane, 2010)

1. Profase
Profase merupakan tahap paling lama dalam mitosis. Pada
proses awal, kromosom mulai tampak lebih pendek dan menebal.
Selanjutnya, pada sel tumbuhan, benang-benang spindle (mikrotubul)
terbentuk tanpa terikat pada sentriol (Mao, et al, 2005). Mikrotubul ini
berkontribusi dalam menentukan posisi poros profase bipolar, dan
orientasinya (Ambrose dan Cyr, 2008). Pada tahapprofase akhir,
masing-masing kromosom terlihat terdiri dari dua kromatid yang
terikat pada sentromer. Selanjutnya, nukleolus hilang dan membran
nukleus hancur. Pada tahap ini kromosom terletak bebas di dalam
sitoplasma (Zamariola, et al. 2014). Fase profase pada preparat akar P.
edulis menunjukkan sel terihat terpisah dengan sel lainnya dan pada
sel tersebut terlihat adanya kromatid yang menyebar dan tebal. Fase
profase ini sendiri terlihat pada menit ke-5 atau pada pukul 09.05
WITA pada saat pengamatan pertama (Muhlisyah, dkk, 2014).
Profase awal secara keseluruhan memiliki persentase tertinggi
pada semua waktu pengambilan pucuk. Persentase tertinggi untuk
profase awal yaitu sebesar 53,4% ditemukan pada waktu pengambilan
pucuk pukul 10:00. Peningkatan persentase profase akhir terjadi pada
pukul 08:00 (16,3%) sampai 10:00 (46%), kemudian tetap stabil dan
relatif tinggi pada pukul 12:00 (43%), 14:00 (36,6%), dan 16:00
(37,2%) (Iriani, dkk, 2020). Profase memakan waktu paling lama
dibanding dengan tahap yang lain dalam fase mitosis yaitu setengah
proses dari satu fase mitosis (Cooper, 2000). Profase akhir merupakan
fase yang sangat penting dalam perhitungan kromosom. Pada tahap
profase akhir, kromosom akan tersebar sehingga dapat diamati dan
dihitung jumlahnya (Rachma, 2017).
2. Metafase
Metafase merupakan fase yang ditandai dengan hilangnya
membran inti, kemudian benang-benang kromatid berada pada bagian
ekuator (Nurhayati dan Darmawati, 2017).Metafase ditandai dengan
lenyapnya membran inti, kemudian muncul serat-serat halus dari dua
kutub yang berlawanan. Serat tersebut akan menempel pada sentromer
dan menarik kromosom kearah dua kutub yang berlawanan. Daya tarik
yang seimbang menyebabkan kromosom akan terletak pada bidang
yang terdapat di tengah sel. Bidang imajinasi tersebut dinamakan
bidang ekuator dan posisi kromosom pada bidang ekuator merupakan
cirri tahap metafase. Metafase merupakan tahap yang paling cocok
untuk studi kromosom karena akibat posisinya yang terbesar
menyebabkan jumlah kromosom dapat dihitung dengan tepat, dan
bentuk kromosom dapat dipelajari dengan seksama (Jusuf, 2008).
Peristiwa yang paling penting dalam metaphase adalah orientasi
kromosom pada bidang ekuator sel. Kadang-kadang peralihan di
antara profase dan metaphase disebut prometafase, yang waktunya
sangat singkat. Pada awal metafase, membrane nucleus hilang dan
kromosom mula-mula seperti tampak tidak teratur. Setelah itu,
benang-benang spindle masuk kedalam daerah pusat sel, sedangkan
mikrotubulusny amerentang di antara kedua kutub sel. Kromosom
melekat dengan kinetokornya pada bidang ekuatorsel (Sugeng, 2013).
3. Anafase
Tahapan anafase merupakan tahapan mitosis yang sangat cepat
dibandingkan dengan tahap mitosis lainnya (Campbell, et.al.,
2012:249). Proses anafase terjadi ketika pasangan sentromer dari
setiap kromosom berpisah, dan akhirnya melepaskan kromatid yang
kemudian akan menjadi kromosom bebas. Akhir anafase kedua kutub
sel akan memiliki kromosom yang ekuivalen dan lengkap. Menurut
Campbell, et.al., (2012:249) mengemukakan bahwa anafase berawal
ketika kompleks protein yang disebut kohesin terbelah yang
memungkinkan kromatid terpisah secara tiba-tiba dan setiap kromatid
menjadi satu kromosom yang utuh. Ciri tahap anafase adalah masing-
masing kromosom bergerak menuju kutub yang berlawanan.
Pergerakan tersebut disebabkan karena kompleks kohesin terbelah.
Pada tahap anafase kedua kromosom bergerak ke arah kutub yang
berlawanan saat mikrotubulus kinetokor. Pada saat anafase, dua
kromatid dari masing-masing kromosom yang telah direplikasi akan
ditarik ke kutub-kutub sel yang berbeda akibat adanya depolimerisasi
yang mikrotubulus pada aparatus gelendong yang menempel di
sentromer. Pada saat anafase juga, kromosom tampak seperti huruf V
atau J dengan ujung yang bersentromer mengarah ke kutub (Syukur
dan Sastrosumarjo, 2015:79).Menurut Campbell et.al., (2012:248)
bahwa pada saat akhir anafase kedua kutub memiliki komposisi
kromosom yang sama dan lengkap. Anafase ditandai dengan
kromosom bergerak menuju kutub (Zou, et.al., 2014:13409).
4. Telofase
Telofase merupakan salah satu tahapan pada fase M yang terjadi
setelah anafase. Pada tahap ini, benang-benang kromatid berada pada
masing-masing kutub yang dibungkus oleh membran inti. Sehingga,
pada fase ini sudah terbentuk dua inti sel atau kariokinesis yang
ditandai dengan terbentuknya membran inti. Selain itu, ditandai pula
dengan adanya pemisahan sitoplasma atau sitokinesis. Hal tersebut
akan menghasilkan dua sel anakan yang sempurna. Setiap sel anakan
membawa 23 kromosom yang sama persis dengan jumlah kromosom
sel induknya (Nurhayati dan Darmawati, 2017). Telofase hanya
terjadi dalam beberapa menit. Pada tahap ini, sitoplasma membelah
dan memisah menjadi dua bagian. Selapur inti nampak lagi dan sel
terbelah menjadi 2 sel anak yang sama. Kromosom saudara nampak
tidak beraturan dan apabila diwarnai nampak jelas dengan pewarna
histologi (Rahmawati dan Muti’ah, 2014).
Telofase merupakan proses pembelahan sel dimana sel anakan
terbentuk kembali dari fragmen-fragmen nukleus. Sel memanjang
akibat peran mikrotubulus non kinetokor dan benang-benang
kromatin mulai longgar (Asia dan Akbar, 2018). Pada setiap kutub sel
terbentuk stel kromosom yang sama. Serabut gelendong inti lenyap
dan dinding inti terbentuk kembali. Setelah itu, plasma sel terbagi
menjadi dua bagian yang disebut dengan sitokinese. Pada sel hewan,
sitokinese memiliki ciri dimana sel melekuk ke dalam. Namun, pada
tumbuhan ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah di tengah-
tengah sel. Hal tersebut dikarenakan pada tumbuhan memiliki dinding
sel (Suryo, 2012).

II.4Tapak Dara (Catharanthus roseus)


KlasifikasiilmiahtanamanTapakDara adalah (Aprilianto, 2016)
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Keluarga : Apocynaceae
Genus : Catharanthus
Spesies : Catharanthus roseus, (L) G. Don; Lochnera rosea,
(L)Rohb; Vinca rosea, Linn
Tapak dara termasuk kedalam tanaman sema katau terna tahunan yang
tumbuh tegak dengan ketinggian hingga 120 cm, kecuali vinca jenis hibrida
(hybrida cascade) yang memang diciptakan tumbuh pendek atau rebah. Batang
tanaman vinca berbentuk bulat tidak berkayu, kecuali dibagian bonggolnya
atau pangkal batang yang sudah tua. Daun tunggal bertangkai pendek
berhadapan dan bersilang. Helai daun berbentuk elips, ujung runcing dan tepi
rata. Kedua permukaan daun (permukaan atas dan bawah) mengilap dan
berambut halus. Sementara itu, tulang daunnya menyirip dan tidak menonjol,
baik permukaan atas maupun permukaan bawahnya. (Aprilianto, 2016)
Catharanthus roseus telah digunakan untuk mengobati berbaga imacam
penyakit, seperti sakit kepala, luka bakar, hingga obat tradisional untuk
penderita diabetes.Tanaman ini kaya akan kandungan alkaloid, polifenol dan
turunannya,flavonoid, tanin dan juga steroid (Putri, 2017). Daunnya
mengandungsenyawa alkaloid yaitu vinkristin dan vinblastin. Komposisi
senyawa kimia daun tapak dara dari hasil penelitian ialah air, resin (oleoresin),
sejumlah kecil minyak atsiri dan besarnya kandungan alkaloid (Tiara, 2012).
Daun tapak dara mengandung alkaloid bisindol espesifik yakni vinkristin dan
vinblastin yang berpotensi sebaga iantikanker (Shukla,2011). Kemampuannya
dalam merusak benang spindel dan menghambat segregas ikromosom pada
pembelahan sel memunculkan istilah vinkristin dan vinblastin sebagai
agenantimitotik(Hadfield, 2014).

Tapak Dara (Catharanthus roseus) (Aprilianto, 2016)


III. METODE
III.1Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
1. Pisau/silet
2. Wadah 2 buah (Mangkuk/botol plastik/gelas plastik
3. Kapas
4. Ulekan/blender
III.1.2 Bahan
1. Bawang merah masing-masing 4
2. Air
3. Ekstrak daun tapak dara
4. Alkohol 70%
5. Video pembelajaran pembuatan preparat tahapan mitosis
III.2Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Tandai wadah A untuk pertumbuhan normal dan wadah B untuk perlakuan
ekstrak tapak dara
3. Siapkan larutan ekstrak tapak dara dengan cara mengambil 5-7 helai,
kemudian ditumbuk hingga halus. Tambahkan 1-2 sendok alkohol,
kemudian saring dan pisahkan ekstraknya.

4. Untuk perlakuan B, umbi bawang direndam terlebih dahulu menggunakan


estrak daun tapak dara selama 1 jam.
5. Letakkan kapas di dalam wadah A dan B
6. Potong ujung umbi bawang dan bersihkan bagian pangkalnya. Tanam
masing masing 2 umbi (boleh lebih untuk cadangan), letakkan dalam
posisi tegak.
7. Jaga kelembapan media tanam (kapas) dengan menyiraminya setiap hari.
8. Amati pertumbuhan akar dengan mengukur panjang akar (dalam mm)
setiap hari dalam 1 minggu
9. Hitunglah rata-rata panjang akar bawang pada masing-masing perlakuan,
lalu dicatat pada tabel.
10. Perhatikan pembuatan preparat pembelahan sel akar bawang dan tahap-
tahap mitosis melalui video pembelajaran. Gambarkan secara skematis
masing – masing tahap dan deksipsikan ciri – ciri tahap tersebut.
IV. HASIL PENGAMATAN
Hari ke Panjang akar umbi Jumlah akar umbi bawang
bawang
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol
1 - - - -
2 - - - -
3 - - - -
4 4,5 7 1 2
5 5,3 10,4 1,5 2,5
6 6,1 12 2 3
7 8,3 14 2,5 4
Rata-rata 3,5 6,2 1 1,6

V. PEMBAHASAN
V.1Pembelahan Mitosis

Mitosis adalah peristiwa pembelahan sel yang menghasilkan dua sel


anak dengan jumlah kromosom yang sama seperti sel induknya. Hal ini seperti
yang dinyatakan oleh Safitri dan Novel (2010) bahwa mitosis adalah proses
pembagian genom yang telah digandakan oleh sel kedua sel identik yang
dihasilkan oleh pembelahan sel. Pembelahan mitosis hanya terjadi pada sel
eukariotik. Terdapat empat fase (tahap) pembelahan mitosis, di antaranya
yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Tapi, sebelum keempat fase ini
dimulai, ada yang namanya fase pendahuluan atau interfase. Pada interfase,
terjadi proses persiapan dan penimbunan energi oleh sel untuk melakukan
pembelahan. Selama interfase, inti sel (nukleus) dan anak inti sel (nukleolus)
tampak terlihat jelas. Namun, kromosom pada sel tidak terlihat karena masih
dalam bentuk kromatin, yaitu benang-benang halus yang tersusun atas molekul
DNA, RNA, dan protein. Tahap interfase terbagi menjadi tiga, yaitu fase G1
(gap pertama), fase S (sintesis), dan fase G2 (gap kedua).Pada awal
profase, sentrosom mengalami replikasi, sehingga menghasilkan dua
sentrosom. Di tahap ini, benang-benang kromatin mulai mengalami penebalan
yang kemudian membentuk kromosom. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh
Campbell dan Reece (2012) bahwa tahap profase ditandai dengan kromatin
yang berkondensasi dan nukleolus mulai lenyap. Pada tahap metafase, nukleus
dan membran inti sel sudah tidak terlihat. Masing-masing kinetokor pada
sentromer dihubungkan ke satu sentrosom oleh benang-benang spindel.
Kemudian, pasangan kromatid bergerak ke bagian tengah inti sel (bidang
ekuator) dan membentuk lempeng metafase. Hal ini seperti yang dinyatakan
oleh Aristya et al. (2015) bahwa pada tahap metaphase, kromosom yang
berupa sister 26 kromatid bergerak menuju bidang pembelahan. Kromosom
berjejer di lempeng metafase, tepatnya di bidang ekuator.Tahap anafase
ditandai dengan pemisahan kromatid dari bagian sentromer yang kemudian
membentuk kromosom baru. Masing-masing kromosom ditarik oleh benang-
benang spindel menuju kutub yang berlawanan. Jumlah kromosom yang
menuju ke kutub yang satu akan sama dengan jumlah kromosom yang menuju
ke kutub lainnya.  Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Cano et al. (2006) juga
mengatakan bahwa anafase ditandai dengan kromosom bergerak menuju
kutub. Pada tahap telofase, kromosom telah sampai di kutubnya masing-
masing. Benang-benang spindel mulai menghilang dan membran inti sel juga
mulai terbentuk di antara dua kelompok kromosom yang terpisah. Kromosom
semakin lama akan menipis dan berubah menjadi benang-benang kromatin
kembali.  Hal ini seperti yang dinyatakan olehCampbell dan Reece (2012)
bahwa tahap telofase ditandai dengan terbentuknya dua nukleus anakan di
dalam sel, selaput nukleus dan nukleolus muncul kembali dan kromosom
menjadi kurang terkondensasi. Pada praktikum ini, bawang merah berfungsi
sebagai sample praktikum. Bawang merah digunakan karena memiliki jumlah
kromosom yang sedikit dan dapat diamati dengan mudah. Alkohol berfungsi
untuk melarutkan klorofil daun.Hal ini seperti yang dinyatakan oleh
Lawendatudkk, (2019) bahwa alcohol berfungsi untuk melarutkan klorofil.
Ekstrak daun tapak dara berfungsi sebagai sumber alkaloid.Hal ini seperti
yang dinyatakan oleh Purbosari dan Puspitosari(2018) bahwa daun tapak dara
mengandung alkaloid, terpenoid, fenol, tanin, saponin, quinin, dan sterol.
Vincristin, vinblastin, vinorelbin dan vindesin yang terkandung dalam
tanaman tapak dara disebut sebagai vinca alkaloid dan merupakan agen
antimitotik. Alkaloidtersebut diduga memiliki efek seperti kolkisin yang dapat
menggandakan kromosom. Air berfungsi untuk menjaga kelembapan media
tanam. Kapas berfungsi sebagai media tanam. Video pembelajaran berfungsi
sebagai petunjuk dalam menjalankan praktikum. Wadah berfungsi sebagai
tempat untuk pertumbuhan akar bawang merah. Pisau/silet berfungsi untuk
memotong ujung dan pangkal bawang merah. Hal ini seperti yang dinyatakan
oleh Marsantika (2020) bahwa silet berfungsi untuk menyayat bagian
tumbuhan. Perlakuan daun tapak dara ditumbuk agar ekstrak daun tapak dara
lebih mudah didapatkan. Perlakuan ujung dan pangkal bawang merah
dipotong agar akar bawang merah dapat tumbuh dengan baik. Perendaman
bawang merah pada ekstrak daun tapak dara berfungsi agar kandungan
alkaloid daun tapak dara meresap ke bawang merah.
5.2. Pembuatan Preparat Squash

Bawang merah ditetesi dengan HCl dan didiamkan selama 15 menit, hal
ini dilakukan untuk melunakan akar bawang merah sehingga dapat
memudahkan proses squash. Penetesan acetoarsein atau safranin berfungsi
untuk mewarnai akar bawang merah sehingga lebih mudah untuk diamati.
Pemanasan preparat dengan mengibaskannya di atas Bunsen berfungsi untuk
melekatkan preparat. Hal ini sesuai dengan Dafrita& Sari (2020) bahwa,
tetesan HCl berfungsi untuk melunakan jaringan dan membuka ikatanaldehid
pada kromosom. Pembilasan menggunakan aquades atau air suling berfungsi
untuk menjernihkan atau clearing suatu specimen. Menurut Mertha, dkk
(2019) bahwa, mengibaskan preparat diatas Bunsen dilakukan untuk
merekatkan kaca penutup dengan kaca benda dan menghindari adanya
gelembung udara. Pemberian acetoarsein atau safranin 2% berfungsi untuk
mewarnai preparat sehingga mempermudah pengamatan. Metode squash
berfungsi untuk mendapatkan suatu preparat dengan meremas suatu potongan
jaringan atau organisme sehingga mendapatkan sediaan yang tipis.

Akar bawang merah dipotong lalu dipindahkan kegelas arloji, kemudian


bawang merah ditetesi HCl dan didiamkan selama 15 menit. Akar bawang
merah dipindahkan ke gelas arloji dan ditetesi dengan asetoarsein (didiamkan
selama 10-15 menit). Akar dipindahkan ke gelas objek dan potong ujung akar
sekitar 1-2 mm. Kemudian ditetesi kembali menggunakan asetoorsein dan
tutup dengan cover glass. Preparat dipanaskan diatas Bunsen hingga hangat.
Kemudian preparate diletakkan diatas tissue dan squash ujung akar
menggunakan karet pensil dan tekan dengan ibu jari, preparat siap diamati
menggunakan mikroskop. Hal ini sesuai dengan Abdullah, dkk (2017) bahwa,
Pemotongan akar dilakukan pagi hari pada pukul 08.00 WIB. Akar bawang
dipotong sepanjang 1 mm, difiksasi dengan larutan asam asetat glasial 45%
ditutup dengan alaminium foil dan disimpan selama 15 menit di dalam kulkas
dengan suhu sekitar 5 ºC. Kemudian larutan asam asetat dibuang dan akar
bawang dibilas dengan air suling tiga kali. Akardimaserasi menggunakan HCl
1 N, didiamkan selama 10 menit pada suhukamar.HCl dibuang,akardi bilas
dengan air suling sebanyak tiga kali. Akar diwarnai dengan menggunakan
larutan safranin 2% , waktu perendaman berbeda-beda yaitu 15 menit, 30
menit, 45 menit, dan 60 menit, serta tanpa adanya perendaman (kontrol). Akar
yang sudah diwarnai dipindahkan ke object glass, ditambahkan 1 tetes gliserin.
Ditutup dengan cover glass dan ditekan (squash) hingga sel menyebar merata.
Kelebihan gliserin pada cover glass dibersihkan dengan tissue secara perlahan.
Preparat disegel menggunakan cat kuku pada seluruh sisi cover glass. Hasil
preparat dihitung dan preparat dengan kualitas yang baik didokumentasikan
dalam bentukfoto

5.3. Tapak Dara (Catharanthus roseus)

Tapak dara mengandung berbagai zat kimia aktif. Hasil Analisa fitokimia
ekstrak tapak dara menunjukkan bahwa tapak dara mengandung tannin,
triterpenoid, alkaloid, dan flavonoid. Alkaloid dan flavonoid merupakan
senyawa aktif yang memiliki aktivasi hipoglikemik. Alkaloid merupakan
kelompok besar senyawa organic alami yang berada di dalam hampir semua
jenis tumbuhan. Efek farmakologi yang dimiliki alkaloid adalah anti kanker,
anti inflamasi dan antimikroba. Hal ini sesuai dengan Kabeshet al (2015)
bahwa, analisis Fitokimia terhadap ekstrak daun tapak dara menunjukkan
bahwa daun tapak dara mengandung alkaloid, terpenoid, fenol, tanin, saponin,
quinin, dan sterol. Jenis alkaloid yang terkandung di dalam tanaman tapak
dara diantaranya adalah vincristin dan vinblastin yang terkenal memilik iefek
anti kanker, antimikroba dan antiinflamasi. Menurut Moudiet al (2013) bahwa,
selain vincristin dan vinblastin, pada tanaman tapakdara juga terkandung
alkaloid lain, yaitu vinorelbin dan vindesin. Vincristin, vinblastin, vinorelbin
dan vindesin yang terkandung dalam tanaman tapak dara disebut sebagai vinca
alkaloid dan merupakan agen antimitotik.
Tapak dara mengandung kolkisin yang dapat menggandakan kromosom
sehingga pertumbuhan akar bawang merah dapat lebih cepat dibandingkan
tidak diberi ekstrak kolkisin.Pertumbuhan akar bawang merah yang
mendapatkan ekstrak daun tapak dara lebih besar, lebih banyak dan lebih
Panjang dibandingkan yang tidak diberi ekstrak tapak dara. Hal ini sesuai
dengan Gultom (2016) bahwa, kolkisin (C22H25O6N) merupakan hasil ekstraksi
dari tumbuhan Cantharanthus roseus, yang diperoleh dari daerah tropis.
Penggandaan kromosom dari diploid menjadi tetraploid dengan senyawa anti
mitotic agent seperti kolkisin maupun vincristine dari ekstrak daun tapakdara.
Pembuktiannya adalah pertumbuhan ujung akar bawang merah membesar
setelah diberi ekstrak daun tapak dara. Sedangkan ujung akar bawang merah
yang tidak diberi ekstrak ukurannya kecil dan pendek. Menurut Iskandar
&Iriawati (2015) bahwa, alkaloid yang terkandung dalam tumbuhan tapak
dara diduga memiliki efek seperti kolkisin yang dapat menggandakan
kromosom. Penggandaan kromosom tersebut dibuktikan dari perbedaan
ukuran ujung akar yang membesar setelah mendapatkan perlakuan dari
kolkisint ersebut.

5.4. Hasil Pengukuran

Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan dalam pembuatan


preparat metode squash, telah didapatkan hasil panjang akar umbi bawang dan
jumlah akar umbi bawang setelah dilakukan pengamatan selama tujuh hari.
Berdasarkan pengamatan tersebut, diketahui bahwa panjang akar umbi
bawang yang didapatkan yaitu pada hari 1 sampa hari ketiga belum tumbuh
akar. Pada hari ke 4 akar umbi bawang kontrol 4,5 mm yang didapat
sepanjang 4,5 mm dan akar umbi bawang perlakuan sepanjang 7 mm. Pada
hari ke 5 akar umbi bawang kontrol 5,3 mm yang didapat sepanjang 5,3 mm
dan akar umbi bawang perlakuan sepanjang 10,4 mm. Pada hari ke 6 akar
umbi bawang kontrol yang didapat sepanjang 6,1 mm dan akar umbi bawang
perlakuan sepanjang 12 mm. Pada hari ke 7 akar umbi bawang kontrol 8,3 mm
yang didapat sepanjang8,3 mm dan akar umbi bawang perlakuan sepanjang 14
mm.Berdasarkan pengamatan tersebut, diketahui bahwa jumlah akar umbi
bawang yang didapatkan yaitu pada hari 1 sampa hari ketiga belum tumbuh
akar. Pada hari ke 4 akar umbi bawang kontrol yang didapat sebanyak 2dan
akar umbi bawang perlakuan sebanyak 1. Pada hari ke 5 akar umbi bawang
kontrol yang didapat sebanyak 2,5dan akar umbi bawang perlakuan sebanyak
1,5. Pada hari ke 6 akar umbi bawang kontrol yang didapat sebanyak 3 dan
akar umbi bawang perlakuan sebanyak 2.Pada hari ke 7 akar umbi bawang
kontrol yang didapat sebanyak 4 dan akar umbi bawang perlakuan sebanyak
2,5. Rata-rata pertumbuhan panjang akar bawang dalam seminggu yaitu pada
perlakuan yaitu 3,5, sedangkan rata-rata pertumbuhan panjang akar bawang
dalam seminggu yaitu pada kontrol yaitu 6,2.Rata-rata pertumbuhan jumlah
akar bawang dalam seminggu yaitu pada perlakuan yaitu 1, sedangkan rata-
rata pertumbuhan panjang akar bawang dalam seminggu yaitu pada kontrol
yaitu 1,6.
VI. KESIMPULAN
VI.1 Pengukuran akar bawang merah dilakukan sejak hari kedua. Pengukuran akar
bawang merah dilakukan setiap hari di jam yang sama selama 7 hari menggunakan
penggaris. Hasil pengukuran dicatat untuk mengetahui adanya perpanjangan akar
setiap harinya.

VI.2 Pengakaran bawang dilakukan 1-2 harisebelum praktikum. Rendam akar


bawang yang sudah muncul di rendaman kolkisin dan aquades selama 24 jam. Potong
akar bawang merah hasil perendaman kolkisin dan diletakkan di gelas arloji kemudian
di tetesi HCl (diamkan 15 menit). Akar dipindahkan kegelas arloji lain lalu tetesi
asetoorsein dan diamkan selama 10-15 menit. Pindahkan kegelas objek dan potong
ujungakar 1-2 mm. tetesi kembali acetoarsein dan tutup dengan cover glass. Kibaskan
diatas api Bunsen beberapa kali hingga hangat. Letakkan preparate diatas tissue, ketuk
dengan karetpensil dan tekan dengan ibu jari. Preparat siap diamati.

VI.3 Pembelahan mitosis dibagi menjadi 4 tahap yaitu profase (benang-benang


kromatin sudah mengalami penebalan dan pemendekan), metaphase (pasangan
kromatid bergerak kebagian tengah inti sel), anafase (masing-masing kromosom
ditarik oleh benang-benang spindle menuju kutub yang berlawanan) dan telophase
(membrane inti mulai terbentuk diantara 2 kelompok kromosom yang terpisah).
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, F. N., Jaya, A. S., & Widayat, W. 2017. Penentuan Waktu Perendaman Sel (Fase
Mitosis) AkarBawang Merah (Allium ascalonicum L.) Menggunakan Safranin Untuk
Mendukung PraktikumBiologi. JurnalBioleuser, 1(3): 86-91.
Abidin, A. Z. 2014. StudiIndeks Mitosis BawangUntukPembuatan Media
PembelajaranPreparat Mitosis. BioEdu, 3(3): 571-579.
Adesoye, A. I., and N. C. Nnadi. 2011. Mitotic Chromosomes Studies of Some Accessions of
African Yam Bean, Sphenostylissternocarpa (Hochst. ex. A. Rich.) Harm. African
Journal of Plant Science, 5: 835-841.
Alberts B, Johnson A, Lewis J, et al. 2002. Molecular Biology of the Cell 4th edition. New
York: Garland Science.
Al-Zarani, N.H., Asmahan, A.M., Ali, M., and Al-shamrani, S.M. 2011. Effect of the energy
drink "Bison" on mitosis and nucleic acids content in Vicia faba. JKAU: Sci. 23(1): 55-
65.
Ambrose, J. C., and Cyr R. 2008. Mitotic Spindle Organization by The Preprophase Band
Mitotic Spindle Organization by The Preprophase. Molecular Plant, 1(6): 950–960.
Annisa., Mardliyyah, A., dan Rahayuningsih, S.R. 2016. Uji sitotoksisitassampel air
sungaiCikamalberdasarkanbioindikatorAlliun cepa L. Prosiding Seminar Nasional
MIPA 2016. 214-219
Aprilianto, J. 2016. FormulasiSediaanKrim dan SalepdariEkstrakEtanolDaunTapak Dara
(Catharanthus Roseus (L) G. Don) sebagai Anti Luka. Doctoral dissertation.
Bandung.Fakultas MIPA. UNISBA.
Asia, C dan Akbar, Ali. 2018. IdentifikasiKromosom pada Tanaman Mangga Arumanis
(Mangifera indica). Medan: Universitas Medan Press.
Badan LitbangPertanian. 2007. Petunjuk Teknis LapangPengelolaanTanamanTerpadu (PTT)
Padi Sawah Irigasi. Jakarta: DepartemenPertanian.
Batygina, T. B. 2002. Embryology of Flowering Plants: Terminology and Concepts, Vol. 1:
Generative Organs of Flower. Enfield: Science Publishers, Inc.
Campbell, Neil. A., and Jane B. R. 2010. BiologiEdisiKedelapanjilid 3. Terjemahan Oleh
DamaringTyasWulandari. Jakarta: Erlangga.
Campbell. 2012. Buku Ajar Biologi. Jakarta : PenerbitErlangga.
Chandraker, S.K., Singh, P., and Pandey, B. 2014. Clastogenic effect of soft drink on root
tipofAllium cepa. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci. 3(5): 200-206.
Cooper, G. M. 2000. The Cell: A Molecular Approach, 2nd Edition. Sunderland (MA):
Sinauer Associates.

Dafrita, I. E., & Sari, M. 2020. Senduduk dan Ubi Jalar Ungu Sebagai Pewarna Preparat
Squash Akar Bawang Merah. Jurnal Pendidikan Biologi, 5(1) : 46-55.

George, M., and George, A. 2017. Genotoxicity of caffeinated soft drinks on meristematic
root cells of Allium cepa. DOI:10.15680/IJIRSET. 6(11): 22032-22038.
Glotzer M. 2001. Animal cell cytokinesis. Annu Rev Cell Dev Biol, 17: 351-86. doi:
10.1146/annurev.cellbio.17.1.351. PMID: 11687493.

Gultom, T. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkisin Terhadap Jumlah Kromosom Bawang Putih
(Allium sativum) Lokal Kultivar Doulu. Jurnal Biosains, 2(3), 165-172.

Hadfield, J., Ducki, S., Hirst, N., &McGown, A. 2014. Tubulin andMicrotubules as Target
forAnticancer Drugs. Progress in Cell Cycle Research. 5: 309-325.
Iriani, Nur Annisa., AstariDwiranti., dan Andi Salamah. 2020. Indeks Mitosis
PucukDaunHibiscus rosa-sinensis L. Variasi Single Pink Pada BeberapaVariasi Waktu.
Al-Kauniyah: JurnalBiologi, 13 (1).
Irianto, K. 2013. MikrobiologiMenguak Dunia Mikroorganisme. 1st ed. Bandung:
YramaWidya.

Iskandar, N. N., & Iriawati. (2016). Vinblastine and Vincristine Production on Madagascar
Periwinkle (Catharanthus roseus ( L .) G . Don ) Callus Culture Treated with
Polethylene Glycol. Makara Journal of Science, 20(1) : 7-16.

Jusuf, Muhammad. 2008. Genetika. In: Biologi dan Reproduksi Sel. Jakarta. Universitas
Terbuka Press.
Kabesh, K., Senthilkumar, P., Ragunathan, R., & Raj Kumar, R. 2015. Phytocemical
Analysis of Catharanthus roseus Plant Extract and Its Antimicrobial Activity. Int. J.
Pure. App. Biosci, 3(2) : 162-172.
Mader, S. S. 2011. Inquiry Into Life Thitheentn Edition. Americas New York: McGraw-Hill.
Mao, G., Chan J., Calder G., Doonan J. H., Lloyd C. W. 2005. Modulated Targeting of GFP-
AtMAP65-1 to Central Spindle Microtubules During Division. The Plant Journal, 43:
469–478.

Mertha, I. G., Bahri, S., Sedijani, P., & Rasmi, D. A. 2019. Pelatihan Pembuatan Preparat
Squash Ujung Akar Untuk Pengamatan Kromosom pada Guru-Guru Biologi di Kota
Mataram. Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat, 2(4), 454-459.

Moudi, M., Go, R., Yien, C. Y., & Nazre, M. 2013. Vinca Alkaloids. Int. Journal of
Preventive Medicine, 4(11) : 1231.

Muhlisyah, N., Cut M., Baiq F. W., Isna R. A. 2014. PreparasiKromosomFase Mitosis
MarkisaUngu (Passiflora edulis) Varietas Edulis Sulawesi Selatan. Biogenesis, Vol 2,
No. 1.
Nawangsari. 2008. PemanfaatanBawang Merah ( Allium cepa L .)
sebagaiAgenKoKemoterapi. KaryaTulisMahasiswa. FakultasFarmasi Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, 1–36.
Novel, S.S., Nuswantara S., Syarif S. 2010. GenetikaLaboratorium. Jakarta: Trans Info
Media.
Nurhayati, B., dan Darmawati, S. 2017. BiologiSel dan Molekuler. Kemenkes RI: Pusat
Pendidikan SumberDayaManusia Kesehatan Edisi 2017.
Priyantono, E., A. Ete, dan Andrianton. 2013. Vigor Umbi Bawang Merah (Allium
ascallonicum L.) VarietasPalasa dan Lembah Palu pada BerbagaiKondisiSimpan. e.-J.
Agrotekbis, 1(1) : 8-16.
Puspa, D. K. 2017. PengaruhSistemBudidayaOrganik dan HidroponikTerhadapPertumbuhan
dan ProduksiTanamanBawang Merah (Allium ascalonicum L.) ‛Brebes’ di
RumahKaca. Skripsi. JurusanAgroteknologi. FakultasPertanian. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Putri, R. R., Hakim, R. F., &Rezeki, S. 2017. PengaruhEkstrakDaunTapak Dara
(Catharanthus Roseus) TerhadapJumlahFibroblas pada Proses Penyembuhan Luka di
Mukosa Oral. Journal Caninus Dentistry, 2(1), 20-30.
Rachma, I. 2017. Pengaruh Pretreatment Air Dingin, Paradichlorobenzene (PDB),
Hydroxyquinoline (OQ), serta PDB:OQ (1:1) KromosomHibiscus rosa-sinensis L.
Skripsi. Depok: DepartemenBiologi FMIPA Universitas Indonesia.
Rahmawati, A., dan Muti’ah, Roihatul. 2014. PotensiEksrakDaunWiduri (Calotropis
gigantea) sebagaiObatAntikankerFibrosarkoma. Malang: UIN Maliki Press.
Satrosumarjo, S. 2006. Panduan LaboratoriumSitogenetikaTanaman. Bogor: IPB Press.
Shukla, A. K., Shasany, A. K., A. Gupta,M. M., &Khanuja, S. 2011.Transcriptome analysis
inCatharanthus roseus Leaves andRoots for Comparative TerpenoidIndole Alkaloid
profiles. Journal of Experimental Botany. 57 (14):3921-3932.
Simangunsong, N.L., R.R. Lahay dan A.Barus. 2017. ResponPertumbuhan dan
ProduksiBawang Merah (Allium ascalonicum L.) PADA Konsentrasi Air Kelapa dan
Lama Perendaman Umbi. JurnalAgroteknologi, 5(1) : 17-26.
Sugeng. 2013. PembelahanSel Mitosis dan Meiosis. Jakarta :Erlangga.
Suriani, N. 2011.BawangBawaUntungBudidayaBawang Merah.Yogyakarta :CahayaAtma
Pustaka.
Suryo. 2012. Genetikauntuk Strata 1. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Syukur, M., dan Sastrosumarjo S. (2015). SitogenetikaTanaman. (EdisiKedua). Bogor: IPB
Press.
Tiara, P. 2012. Ekstraksi Alkaloid dalamDaunTapak Dara Doctoral dissertation. Surabaya.
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.
Willie, P. O., and P. O. Aikpokpodion. 2015. Mitotic Activity in Cowpea (Vigna unguiculata
(L.) Land Race “Olaudi” Walp) in Nigeria. American Journal of Plant Sciences, 6:
1201-1205.
Zamariola L, Tiang C. L, De_Storme N., Pawlowski W., Geelen D. 2014. Chromosome
Segregation in Plant Meiosis. Plant Science, 5: 1-20.
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui,
Asisten Praktikan

ChyntiaVira Regina Umdatu Thoah


24020118140071 24020119140135

Anda mungkin juga menyukai