Disusun Oleh:
Riski Mardiansah
195001516031
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2
banyak waktu dalam proses persilangan dan seleksi keturunan. Hal ini membuat
metode ini tidak cukup reaktif untuk mengkompensasi patogen baru yang lebih
ganas. Penggunaan teknologi rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif
pendekatan yang dapat digunakan untuk memperoleh tanaman tomat yang tahan
virus.
3
dapat meningkatkan sintesis protein. Dengan peningkatan sintesis protein, dapat
digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan.
1.3 Tujuan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tomat
a. Fase Hijau Matang Fase hijau matang ditandai dengan warna permukaan
kulit buah, yaitu kuning gading pada ujung buah. Pemanenan pada fase ini
ditujukan untuk pemasaran yang jauh dan membutuhkan waktu yang lama untuk
mencapai tujuannya.
5
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tomat
6
kantong yang letaknya menyatu dan membentuk tabung yang mengelilingi
tangkai putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena
jenis bunganya satu sisi, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya
penyerbukan silang (Wiryanta, 2008).
e. Buah
Buah dari tanaman tomat memiliki berbagai macam bentuk. Tomat
berbentuk bulat, lonjong, dan lonjong. Ukuran tomat bervariasi, mulai dari
yang terkecil seberat 9 g/buah dan yang besar sekitar 180 g/buah (Tim
Bina Karya Tani, 2009).
7
tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat yang steril
(Ahmad, 2011).
Perbanyakan melalui kultur in vitro dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu
pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral dan embriogenesis somatik.
Secara teori, teknik kultur jaringan dapat diterapkan pada semua jaringan, mulai
dari tumbuhan, hewan, bahkan manusia karena didasarkan pada teori totipotensi
sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti
zigot, yang mampu mengalikan dan berdiferensiasi menjadi tumbuhan utuh
(Nurdiansyah, 2007).
Manfaat utama kultur jaringan adalah menghasilkan tanaman baru dalam
jumlah banyak dalam waktu singkat, dengan sifat dan kualitas yang sama
(Rahardja, 1995). Sistem in vitro dapat digunakan untuk perbanyakan massal
genotipe terpilih dalam jumlah tak terbatas jika diinginkan. Jika suatu genotipe
yang diinginkan dipilih, baik di dalam maupun di luar lingkungan kultur, maka
hasil seleksi tersebut dapat dikembangbiakkan, diperbanyak dan diregenerasi
menjadi tanaman (Nasir, 2002). Dengan kultur jaringan dapat diperoleh
perbanyakan mikro atau produksi tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang
diperlukan relative lebih singkat (Susila, 2006).
Menurut Ahmad (2011) ada faktor-faktor yang mempengaruhi proses
perbanyakan tanaman dengan metode kultur jaringan, yaitu:
1. Eksplan Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan
awal perbanyakan. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas.
2. Media Tanam Media tanam merupakan faktor utama dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan reproduksi
tanaman dengan menggunakan metode kultur jaringan pada umumnya sangat
bergantung pada jenis media. Media tumbuh dalam kultur jaringan sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan dan bibit yang
dihasilkan. Oleh karena itu, berbagai macam media kultur jaringan telah
ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak.
8
3. Lingkungan Tumbuh Lingkungan tumbuh yang dapat mempengaruhi
regenerasi tanaman meliputi pH, suhu, lama penyinaran, intensitas penyinaran,
kualitas cahaya dan ukuran wadah kultur.
Pemilihan bahan tanam (eksplan) yang tepat merupakan faktor yang harus
diperhatikan dalam perbanyakan in vitro. Eksplan dapat diperoleh dari seluruh
bagian tanaman dalam teknik kultur jaringan. Eksplan yang baik untuk kultur
jaringan adalah eksplan yang berasal dari bagian tanaman yang memiliki sel aktif
membelah (meristem). Pada eksplan yang berasal dari jaringan yang aktif
membelah, lebih cepat berdiferensiasi membentuk tunas, kalus atau akar.
Pembentukan tunas, kalus atau akar juga dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh
pada media tanam. Bagian sel meristem mengandung hormon tumbuhan, sehingga
hasilnya dapat sesuai dengan yang diharapkan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Jaringan meristematik terdiri dari sel-sel yang masih muda, dindingnya tipis,
sitoplasmanya kaya plasma, vakuolanya kecil. Bentuk selnya ke segala arah
(kubik, isodiometrik), tetapi ada juga yang pipih dan panjang (seperti sel
kambium) (Santoso dan Nursandi, 2003).
Pertumbuhan eksplan dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat
pengatur tumbuh yang biasa ditambahkan pada media tumbuh dalam kultur
jaringan adalah auksin dan sitokinin. Keberhasilan kultur in vitro dan
regenerasinya (eksplan) memegang peranan yang sangat penting untuk perbaikan
genetik melalui bioteknologi seperti menghasilkan tanaman bebas virus dan
transformasi genetik (Parawita Dewanti, Bernet Agung Saputra dan Bambang
Sugiharto, 2011). Jika sistem regenerasi tanaman yang efisien dan stabil telah
diperoleh, maka akan mempengaruhi keberhasilan transformasi genetik in vitro.
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
Sterilisasi alat merupakan kegiatan yang dilakukan agar semua alat yang
digunakan bebas dari kontaminasi. Alat-alat yang perlu disterilkan adalah pinset,
gunting, scalpel, cawan petri dan beberapa alat lainnya. Beberapa alat tersebut
dibungkus dengan kertas kacang kemudian disterilisasi kering dalam oven pada
suhu 150, sedangkan erlenmeyer, botol kultur, gelas ukur disterilkan dalam
autoklaf pada 121 dan 17,5 psi.
Ekstraksi Bahan Tanam/Eksplan
Eksplan yang digunakan untuk penelitian eksperimen transformasi genetik
tomat dalam penelitian ini adalah kotiledon genotipe tomat yang ditumbuhkan
secara in vitro yang menunjukkan respon regenerasi terbaik dari eksperimen
sebelumnya. Vektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah A. tumefaciens
strain LBA4404 yang membawa plasmid pBI121. Plasmid mengandung gen
seleksi nptII untuk resistensi terhadap antibiotik kanamisin dan gen pelaporan gus
(Glucuronidase).
Setelah itu, benih tomat dikecambahkan secara in vitro dengan
menempatkan benih tomat dalam botol kultur dan ditambahkan etanol 70% dan
dibiarkan selama 1 menit. Dalam laminar benih disterilisasi dengan 5,25% NaClO
dan 0,1% Tween 20 selama 20-40 menit dengan cara diputar dengan magnetic
stirrer. Benih dicuci 6-7 kali dengan air steril dalam gelas kimia. Setelah itu, benih
ditempatkan dalam cawan petri steril. Benih steril ditanam ke dalam botol kultur
yang berisi media perkecambahan (1/2 MS + Sukrosa 2g/L + phytagel 3 g/L)
kemudian botol kultur yang berisi benih ditempatkan di ruang kultur dengan suhu
25 0C, fotoperiode 16 jam dan Intensitas cahaya. 3000-4000 lux. Kotiledon
berumur 8-9 hari optimal untuk ko-kultivasi dengan Agrobacterium.
Penanaman Eksplan
Setelah itu kecambah yang berumur 14 hari diambil dari botol kultur dan
diletakkan pada petridish steril yang berisi air steril. Kotiledon diambil dari
kecambah dengan gunting atau pisau steril kemudian ujung dan pangkal dari daun
dipotong sehingga membentuk persegi. Dengan menggunakan ujung pinset atau
pisau silet, buat luka-luka kecil pada kotiledon untuk meningkatkan peluang
infeksi dari Agrobacterium dan mempertinggi efisiensi transformasi. Potongan
11
kotiledon ditanam pada medium induksi kalus (MS + 2 mg/L BA + 0,5 mg/L IAA
+ Sukrosa 30 g/L + phytagel 3 g/L dan pH 5,8). Petridish ditutup dengan parafilm
dan potongan daun dikulturkan selama dua minggu pada suhu 25 0C di bawah
pencahayaan 4000 lux sehingga membentuk kalus.
Kultur in vitro pada tomat dapat digunakan untuk aplikasi bioteknologi
yang berbeda seperti misalnya propagasi klonal, produksi tanaman bebas virus
(Moghaieb, 1999) dan transformasi genetik tanaman (Ling et al., 1998). Dalam
bidang rekayasa genetik, kultur in vitro atau sistem regenerasi tomat yang efektif
dan efisien sangat bermanfaat untuk mendapatkan transforman sebanyak
mungkin, sehingga akan memberi peluang yang besar untuk merakit tanaman
transgenik dengan karakter yang diinginkan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penelitian Kultur In Vitro
Seperti penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa setidaknya ada tiga faktor
penting yang sangat berpengaruh dalam sistem regenerasi tanaman secara in vitro.
Faktor-faktor tersebut adalah genotipe, jenis eksplan dan komposisi media
(Moghaieb, 1999; Gubis et al., 2003). Secara umum, kemampuan regenerasi atau
transformasi sangat tergantung pada genotipe yang digunakan (sangat tergantung
pada genotipe). Beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapai sistem regenerasi
yang efisien adalah dengan menentukan parameter penting seperti pemilihan
genotipe yang akan digunakan sebagai eksplan. Berdasarkan studi eksperimental
pada regenerasi tiga genotipe tomat Indonesia (Intan, CL6046 dan Gondol Hijau),
Intan merupakan genotipe yang paling responsif untuk diregenerasi. Oleh karena
itu, pada penelitian eksperimental transformasi genetik tomat pada penelitian ini,
genotipe yang digunakan sebagai eksplan adalah Intan. Namun karena efisiensi
transformasi yang dilakukan pada genotipe Intan masih sangat rendah walaupun
Intan merupakan genotipe yang paling responsif untuk diregenerasi, maka perlu
dilakukan opti masi parameter transformasi lainnya. Diantara parameter tersebut
adalah lamanya waktu kokultivasi dan konsentrasi asetosyringone.
Selain penerapan transformasi genetik tanaman, upaya perbanyakan dan
perbaikan sifat dalam produksi vegetatif tanaman tomat dapat dikembangkan
melalui teknik kultur jaringan, antara lain dengan menggunakan keseimbangan
12
konsentrasi ZPT auksin dan sitokinin. Salah satu penelitian yang melakukan
kegiatan ini adalah Iskandar Umarie, Wiwit Widiarti, dan Abdul Wahab pada
tahun 2008. Bahan dalam penelitian ini adalah biji tomat varietas Liontin, auksin
menggunakan IAA (Indoleacetic acid), dan sitokinin menggunakan BAP (Benzil
Amino Purin) dan Media yang digunakan adalah Murashige dan Skoog (MS).
Pembuatan Media
Kegiatan ini dimulai dengan pembuatan larutan stock yaitu larutan yang
berisi unsur hara makro dan mikro nutrient, vitamin, dan zat pengatur tumbuh.
Formulasi media dibuat dengan cara vitamin, garam makro dan mikro dipipetkan
sesuai konsentrasi dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ke dalam media
ditambahkan ZPT yang dibutuhkan dengan konsentrasi tertentu kemudian
ditambahkan gula 30g, aquades 300 ml, dan diaduk diatas hot plate menggunakan
magnetic stirrer, kemasaman diatur dengan HCl 0,1 N sampai pH 5, 8 kedalam
larutan ditambah agar sebanyak 10g dan volume larutan ditambahkan sampai
1000 ml sambil dipanaskan dan terus diaduk sampai homogen, selanjutnya
diletakkan dalam botol kultur yang telah disterilisasi dan diberi label. Botol yang
telah berisi media distrerilkan kembali dalam autoklaf selama 20 menit,
temperatur 121C pada tekanan 17,5 Psi.
Sterilisasi Eksplan dan Pengambilan perkecambahan tomat
Eksplan yang digunakan pada penelitian ini berupa kotiledon dan
hipokotik dari perkecambahan tomat umur 10 hari setelah kecambah (HSC),
dimana kotiledon telah tumbuh dan berkembang dengan penuh dan berwarna
hijau. Benih tomat dikecambahkan pada kondisi In-vitro agar diperoleh sumber
eksplan yang steril. Cara sterilisasi eksplan dan perkecambahan tomat yaitu:
1. Biji tomat direndam dalam 10 ml larutan NaOCL 5,25% selama 1 menit,
diletakan diatas kertas saring, dan dibilas dengan aquadest 3x, serta
ditiriskan di atas saringan.
2. Biji tomat siap ditanam di dalam botol kultur atau petridis dengan MS 0
untuk dikecambahkan.
3. Botol kultur atau petridis diletakkan pada kondisi gelap selama 10 hari.
Setelah berkecambah, kotiledon dan hipokotil siap ditanam didalam media
13
MS sesuai perlakuan. Kotiledon dan hipokotil dengan ukuran 0,5 cm
diambil dari perkecambahan biji tomat umur 10 hari, kemudian dilakukan
penanaman pada media MS.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam upaya perbanyakan dan perbaikan sifat pada produksi tanaman
tomat, salah satu teknologi yang terus dikembangkan yaitu dengan menggunakan
teknik kultur jaringan (In vitro). Teknologi Kultur Jaringan (In vitro) pada
tanaman tomat dapat dilakukan dengan cara transformasi genetik in vitro dan
menggunakan keseimbangan konsentrasi ZPT auksin dan sitokinin.
Sterilisasi eksplan tomat diawali dengan merendam biji tomat dalam
larutan NaOCL selama 1 menit, diletakan diatas kertas saring, kemudian dibilas
dengan aquadest 3x, serta ditiriskan di atas saringan. Setelah itu biji tomat siap
ditanam di dalam botol kultur atau Petridis untuk dikecambahkan. Didalam botol
kultur atau Petridis ditutup selama 10-14 hari ditempat gelap. Setelah
berkecambah, kotiledon dan hipokotil siap ditanam didalam media.
Pada pengambilan eksplan penelitian tanaman tomat transformasi genetik
dan menggunakan keseimbangan konsentrasi ZPT auksin dan sitokinin dilakukan
setelah kecambah tomat yang berumur 14 hari dan 10 hari setelah kecambah
(HSC) diambil dari botol kultur dan diletakkan pada petridish steril yang berisi air
steril. Kotiledon diambil dari kecambah dengan gunting atau pisau steril
kemudian ujung dan pangkal dari daun dipotong sehingga membentuk persegi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik kultur in vitro
antara lain sumber bahan tanam yang digunakan sebagai genotipe tanaman
eksplan, lingkungan tumbuh eksplan, unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan eksplan dan pelaksanaan kerja.
15
16
DAFTAR PUSTAKA
Dewanti, P., Bernet, A., S., dan Bambang, S. 2011. REGENETRASI EKSPLAN
TOMAT (Lycopersicon esculentum) IN VITRO PADA MEDIA MS
DENGAN KOMBINASI IAA DAN BAP. Berk. Penel. Hayati Edisi
Khusus: 7A (103-106).
Karjadi, K., A., dan Neni, G. 2018. PENGARUH PEMANASAN DAN ASAL
EKSPLAN PADA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
BAWANG MERAH (Allium ascolonicum L.). Agrin, 22(1).
Santoso, T., J., Sisharmini, A., dan M. Herman. 2010. RESPON REGENERASI
BEBERAPA GENOTIPE DAN STUDI TRANSFORMASI GENETIK
TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) MELALUI VEKTOR
Agrobacterium tumefaciens. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Sari, R., Paserang, P., A., Ramadanil, P., I Nengah, Suwastika. 2019. Natural
Science: Journal of Science anda Technology, 8(1): 20-27.
17
Suryanti, E., dan Mellisa. 2017. RESPON REGENERASI BEBERAPA
GENOTIPE DAN STUDI TRANSFORMASI GENETIK TOMAT
(Lycopersicon esculentum Mill.) MELALUI VEKTOR Agrobacterium
tumefaciens. Jurnal Bioterdidik Wahana Ekspresi Ilmiah.
18