Anda di halaman 1dari 18

EKSPLAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum)

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Bioteknologi Pertanian

Dosen Pengampu : Ir. Yenisbar, M.Si

Disusun Oleh:

Riski Mardiansah
195001516031

FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu komoditas


hortikultura yang sangat bermanfaat. Menurut Pudjiatmoko (2008), 100 gram
tomat mengandung 1 gram protein, 4,2 gram karbohidrat, 0,3 gram lemak, 5 mg
kalsium, 27 mg fosfor, 0,5 mg zat besi, vitamin A (karoten), vitamin B (tiamin)
60mg dan vitamin C 40mg. Tomat merupakan komoditas multiguna yang dapat
dimanfaatkan sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan,
minuman, pewarna makanan, bahkan dapat digunakan sebagai bahan kosmetika
dan obat-obatan. Selain itu, tomat merupakan lima besar tanaman sayuran penting
di Indonesia selain kubis, bawang putih, kacang polong dan cabai.

Tingginya permintaan tomat juga tidak diimbangi dengan tingkat produksi


tomat secara nasional. Konsumsi tomat terus meningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk. Indonesia saat ini masih mengimpor tomat karena
belum adanya industri pengolahan pasta tomat. Menurut Badan Umum
Hortikultura tahun (2019), produksi tomat di Indonesia meningkat pada tahun
2016 yaitu sebesar 851.701 ton/tahun. Pada tahun 2017 produksi turun menjadi
747.577 ton/tahun (Badan Pusat Statistik, 2018). Pada tahun 2018 produksi
tanaman tomat turun menjadi 707.601 ton/tahun. Optimisme pedagang ternyata
cukup beralasan, dari tahun ke tahun produksi tomat terus meningkat, hal ini
terlihat dari permintaan sayuran yang rata-rata berkisar 3,6%-4% per tahun dalam
kurun waktu 1998-2010 (Cahyono, 2008). Dalam upaya meningkatkan produksi
tomat untuk memenuhi kebutuhan tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah, antara lain melalui perbanyakan tanaman baik secara generatif
maupun vegetatif.

Penggunaan varietas tomat tahan adalah cara terbaik untuk mengendalikan


penyakit. Namun, program pemuliaan konvensional untuk merakit varietas tahan
masih menghadapi banyak kendala, antara lain sumber gen ketahanan yang belum
ditemukan dalam plasma nutfah tomat dan proses pemuliaan membutuhkan

2
banyak waktu dalam proses persilangan dan seleksi keturunan. Hal ini membuat
metode ini tidak cukup reaktif untuk mengkompensasi patogen baru yang lebih
ganas. Penggunaan teknologi rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif
pendekatan yang dapat digunakan untuk memperoleh tanaman tomat yang tahan
virus.

Metode perbanyakan benih tomat dapat dilakukan secara konvensional (in


vivo) atau kultur jaringan (in vitro). Cara konvensional (in vivo) sulit diterapkan,
antara lain karena kendala serangan patogen yang dapat terbawa dalam benih.
Oleh karena itu, perlu dicari cara untuk mengatasi masalah produksi bibit dan
mendapatkan bibit yang melimpah dan bebas penyakit dalam waktu yang relatif
singkat, antara lain melalui pembibitan k ultur jaringan. Tanaman hasil kultur
jaringan juga memiliki karakteristik yang sama dengan tetuanya, sehingga jika
pada uji in vivo diperoleh tanaman unggul, maka dapat dilanjutkan dengan
perbanyakan in vitro untuk mendapatkan bibit tanaman dalam jumlah banyak dan
karakter yang seragam.

Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan adalah teknik budidaya sel,


jaringan dan organ tanaman dalam lingkungan yang terkendali dan dalam kondisi
aseptik atau bebas dari mikroorganisme (Santoso dan Nursandi, 2004). Metode
perbanyakan ini memiliki kelebihan dibandingkan perbanyakan lainnya karena
semua bagian tanaman dapat ditumbuhkan menjadi tanaman utuh. Teknik kultur
jaringan juga dapat menghasilkan benih dalam jumlah besar dalam waktu yang
relatif singkat dibandingkan dengan metode perbanyakan lainnya.

Perbanyakan tanaman tomat secara kultur jaringan telah dilakukan dengan


menggunakan biji, namun hanya dapat tumbuh menjadi tunas sebanyak 2-3 pucuk
(Roostika et al., 2005). Sedangkan perbanyakan tomat dengan kultur jaringan
menggunakan eksplan (bahan tanam) yang berasal dari tanaman yang ditanam di
lapangan masih mengalami kendala. Dalam kultur jaringan, dua kelompok zat
pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin (Gunawan,
1998). Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin

3
dapat meningkatkan sintesis protein. Dengan peningkatan sintesis protein, dapat
digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dari Kultur Jaringan?


b. Bagaimana pemanfaatan Eksplan dalam menunjang Bioteknologi
Tanaman?
c. Bagaimana cara pengambilan Eksplan pada Tanaman Tomat?
d. Bagaimana cara Sterilisasi pada Eksplan Tanaman Tomat?
e. Apa saja yang menjadi faktor keberhasilan Kultur In Vitro pada Eksplan
Tanaman Tomat?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian dari Kultur Jaringan.


b. Untuk mengetahui manfaat Eksplan dalam menunjang Bioteknologi
Tanaman.
c. Untuk mengetahui cara pengambilan Eksplan pada Tanaman Tomat.
d. Untuk mengetahui cara Sterilisasi pada Eksplan Tanaman Tomat.
e. Untuk mengetahui faktor keberhasilan Kultur In Vitro pada Eksplan
Tanaman Tomat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tomat

Tomat merupakan tanaman sayuran yang telah dibudidayakan selama


ratusan tahun, namun belum diketahui secara pasti kapan pertama kali menyebar.
Tanaman tomat berasal dari Amerika yaitu daerah Andes yang merupakan bagian
dari Bolivia, Chili, Kolombia, Ekuador dan Peru. Tanaman tomat hanya dikenal
sebagai gulma di negara asalnya, namun seiring dengan perkembangan zaman
tomat mulai banyak ditanam, baik di sawah maupun di pekarangan rumah, sebagai
tanaman budidaya maupun tanaman konsumsi (Purwati dan Khairunnisa, 2008). .

Buah tomat dapat dipanen berdasarkan tujuan pemasaran dan waktu


pengangkutan, pemanenan buah tomat dapat dibagi menjadi tiga tahap
kematangan buah sebagai berikut:

a. Fase Hijau Matang Fase hijau matang ditandai dengan warna permukaan
kulit buah, yaitu kuning gading pada ujung buah. Pemanenan pada fase ini
ditujukan untuk pemasaran yang jauh dan membutuhkan waktu yang lama untuk
mencapai tujuannya.

b. Color Breaking Cooking Phase Fase pemasakan berubah warna ditandai


dengan warna kemerahan pada ujung buah tomat, tetapi pangkal buah tetap
berwarna hijau. Pemanenan tahap ini dimaksudkan untuk tujuan pemasaran yang
tidak terlalu jauh dan waktu pengangkutan ke tempat tujuan tidak terlalu lama.

c. Fase Pematangan Sempurna Fase pematangan sempurna tomat telah


menunjukkan warna merah atau merah jambu pada seluruh permukaan kulit buah,
namun tekstur buahnya belum lembut. Pemanenan pada fase ini harus dilakukan
untuk tujuan pemasaran yang dekat, misalnya pemasaran langsung untuk
konsumsi atau industri makanan.

5
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tomat

Klasifikasi tomat (Simpson, 2010) adalah sebagai berikut:


Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicum
Spesies : Lycopersicon esculentum Mill.
a. Akar
Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang dapat menembus ke dalam
tanah dan akar serabut yang tumbuh pada permukaan tanah yang dangkal.
Berdasarkan sifat akar ini sebaiknya ditanam pada media tanah yang subur
dan gembur yang banyak mengandung unsur hara yang baik
(Rismunandar, 2001).
b. Batang 
Batang tanaman tomat berbentuk bulat dan bengkak pada bukunya. Bagian
mudanya memiliki rambut normal dan terdapat untaian, mudah patah,
dapat memanjat ke atas menara atau merambat di atas tali, tetapi harus
dibantu dengan beberapa ikatan. Tanaman tomat dibiarkan merayap dan
cukup tebal untuk menutupi tanah. Banyak cabang sehingga secara
keseluruhan berbentuk perdu (Rismunandar, 2001). 
c. Daun
Daun tomat umumnya lebar, bersirip dan berbulu, panjang 20-30 cm atau
lebih, lebar 15-20 cm, dan biasanya tumbuh di dekat ujung cabang
(cabang). Tangkai daun berbentuk elips dengan panjang 7-10 cm dan tebal
0,3-0,5 cm (Rukmana, 1994). 
d. Bunga
Bunga tomat berwarna kuning dan tersusun berkelompok dengan jumlah
5-10 bunga per tandan atau tergantung varietasnya. Kuncup bunga terdiri
dari 5 kelopak dan 5 mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat kantong-

6
kantong yang letaknya menyatu dan membentuk tabung yang mengelilingi
tangkai putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena
jenis bunganya satu sisi, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya
penyerbukan silang (Wiryanta, 2008). 
e. Buah 
Buah dari tanaman tomat memiliki berbagai macam bentuk. Tomat
berbentuk bulat, lonjong, dan lonjong. Ukuran tomat bervariasi, mulai dari
yang terkecil seberat 9 g/buah dan yang besar sekitar 180 g/buah (Tim
Bina Karya Tani, 2009).

2.2 Pengertian Kultur Jaringan


Kultur jaringan atau kultur jaringan adalah teknik pemeliharaan jaringan
atau bagian dari suatu individu secara artifisial yang dilakukan di luar individu
yang bersangkutan secara in vitro. In vitro berasal dari bahasa latin yang artinya
dalam gelas. Jadi kultur in vitro dapat didefinisikan sebagai bagian dari jaringan
yang dikultur dalam tabung inkubasi atau cawan petri yang terbuat dari kaca atau
bahan transparan lainnya. Kultur jaringan didasarkan pada prinsip totipotensi sel.
Menurut prinsip ini, sel atau jaringan tumbuhan yang diambil dari bagian
manapun, akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan yang sempurna jika
ditumbuhkan pada media yang sesuai. 
Perbanyakan mikro atau perbanyakan in vitro adalah metode untuk
mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ dan
menumbuhkannya pada media nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh
dalam kondisi steril, sehingga bagian tersebut dapat berkembang biak dan
berkembang biak, beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap/sempurna. Teknik
in vitro merupakan suatu metoda untuk mengisolasi (mengambil) bagian tanaman
(sel, protoplasma, jaringan) serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik (bebas
hama dan penyakit), selanjutnya bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri
dan menjadi tanaman lengkap (Nugroho dan Sugito, 2001). Prinsip utama teknik
kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman menggunakan bagian vegetatif

7
tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat yang steril
(Ahmad, 2011). 
Perbanyakan melalui kultur in vitro dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu
pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral dan embriogenesis somatik.
Secara teori, teknik kultur jaringan dapat diterapkan pada semua jaringan, mulai
dari tumbuhan, hewan, bahkan manusia karena didasarkan pada teori totipotensi
sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti
zigot, yang mampu mengalikan dan berdiferensiasi menjadi tumbuhan utuh
(Nurdiansyah, 2007). 
Manfaat utama kultur jaringan adalah menghasilkan tanaman baru dalam
jumlah banyak dalam waktu singkat, dengan sifat dan kualitas yang sama
(Rahardja, 1995). Sistem in vitro dapat digunakan untuk perbanyakan massal
genotipe terpilih dalam jumlah tak terbatas jika diinginkan. Jika suatu genotipe
yang diinginkan dipilih, baik di dalam maupun di luar lingkungan kultur, maka
hasil seleksi tersebut dapat dikembangbiakkan, diperbanyak dan diregenerasi
menjadi tanaman (Nasir, 2002). Dengan kultur jaringan dapat diperoleh
perbanyakan mikro atau produksi tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang
diperlukan relative lebih singkat (Susila, 2006).
Menurut Ahmad (2011) ada faktor-faktor yang mempengaruhi proses
perbanyakan tanaman dengan metode kultur jaringan, yaitu: 
1. Eksplan Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan
awal perbanyakan. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas. 
2. Media Tanam Media tanam merupakan faktor utama dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan reproduksi
tanaman dengan menggunakan metode kultur jaringan pada umumnya sangat
bergantung pada jenis media. Media tumbuh dalam kultur jaringan sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan dan bibit yang
dihasilkan. Oleh karena itu, berbagai macam media kultur jaringan telah
ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak.

8
3. Lingkungan Tumbuh Lingkungan tumbuh yang dapat mempengaruhi
regenerasi tanaman meliputi pH, suhu, lama penyinaran, intensitas penyinaran,
kualitas cahaya dan ukuran wadah kultur.

2.3 Manfaat Eksplan Dalam Menunjang Bioteknologi Tanaman

Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan


pertama yang harus dilakukan adalah menyeleksi tanaman induk yang akan
diperbanyak. Tanaman harus jelas jenis, jenis, dan varietasnya, serta harus sehat
dan bebas penyakit (Yusnita, 2003).

Pemilihan bahan tanam (eksplan) yang tepat merupakan faktor yang harus
diperhatikan dalam perbanyakan in vitro. Eksplan dapat diperoleh dari seluruh
bagian tanaman dalam teknik kultur jaringan. Eksplan yang baik untuk kultur
jaringan adalah eksplan yang berasal dari bagian tanaman yang memiliki sel aktif
membelah (meristem). Pada eksplan yang berasal dari jaringan yang aktif
membelah, lebih cepat berdiferensiasi membentuk tunas, kalus atau akar.
Pembentukan tunas, kalus atau akar juga dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh
pada media tanam. Bagian sel meristem mengandung hormon tumbuhan, sehingga
hasilnya dapat sesuai dengan yang diharapkan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Jaringan meristematik terdiri dari sel-sel yang masih muda, dindingnya tipis,
sitoplasmanya kaya plasma, vakuolanya kecil. Bentuk selnya ke segala arah
(kubik, isodiometrik), tetapi ada juga yang pipih dan panjang (seperti sel
kambium) (Santoso dan Nursandi, 2003).
Pertumbuhan eksplan dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat
pengatur tumbuh yang biasa ditambahkan pada media tumbuh dalam kultur
jaringan adalah auksin dan sitokinin. Keberhasilan kultur in vitro dan
regenerasinya (eksplan) memegang peranan yang sangat penting untuk perbaikan
genetik melalui bioteknologi seperti menghasilkan tanaman bebas virus dan
transformasi genetik (Parawita Dewanti, Bernet Agung Saputra dan Bambang
Sugiharto, 2011). Jika sistem regenerasi tanaman yang efisien dan stabil telah
diperoleh, maka akan mempengaruhi keberhasilan transformasi genetik in vitro.

9
BAB III
PEMBAHASAN

Dalam kegiatan budidaya tomat banyak menghadapi kendala, baik biotik


maupun abiotik. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi rekayasa genetika
merupakan pendekatan alternatif yang dapat dilakukan untuk mendapatkan
tanaman tomat yang tahan terhadap virus atau gangguan lainnya. Teknik rekayasa
genetika melalui penyisipan gen atau transformasi gen akan menghasilkan
tanaman transgenik yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber plasma
nutfah atau dipilih langsung sebagai galur yang menjanjikan. Teknik transformasi
genetik tanaman yang paling umum digunakan saat ini adalah transformasi tidak
langsung menggunakan vektor bakteri Agrobacterium tumefaciens.
Dalam penerapan transformasi genetik tanaman, kultur sel/jaringan dan
sistem regenerasinya memegang peranan yang sangat penting. Transformasi
genetik in vitro akan berhasil jika diperoleh sistem regenerasi tanaman yang
efisien dan stabil. Oleh karena itu, kompetensi regenerasi, yaitu kemampuan
membentuk tanaman utuh (memiliki pucuk dan akar) dan kompetensi
bertransformasi merupakan dua kunci penting untuk menentukan keberhasilan
program transformasi genetik. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencapai
sistem regenerasi yang efisien dengan menentukan parameter penting yang
spesifik untuk tanaman (Shahriari et al., 2006). Salah satu parameter untuk
memperoleh sistem regenerasi yang efisien adalah pemilihan genotipe yang akan
digunakan sebagai eksplan karena pada umumnya kemampuan regenerasi atau
transformasi sangat tergantung pada genotipe yang digunakan (highly dependen
pada genotipe).
Salah satu penelitian menggunakan transformasi genetik in vitro dilakukan
oleh Santoso TJ, A. Sisharmini dan M. Herman pada tahun 2010.
Sterilisasi Alat 

10
Sterilisasi alat merupakan kegiatan yang dilakukan agar semua alat yang
digunakan bebas dari kontaminasi. Alat-alat yang perlu disterilkan adalah pinset,
gunting, scalpel, cawan petri dan beberapa alat lainnya. Beberapa alat tersebut
dibungkus dengan kertas kacang kemudian disterilisasi kering dalam oven pada
suhu 150, sedangkan erlenmeyer, botol kultur, gelas ukur disterilkan dalam
autoklaf pada 121 dan 17,5 psi. 
Ekstraksi Bahan Tanam/Eksplan
Eksplan yang digunakan untuk penelitian eksperimen transformasi genetik
tomat dalam penelitian ini adalah kotiledon genotipe tomat yang ditumbuhkan
secara in vitro yang menunjukkan respon regenerasi terbaik dari eksperimen
sebelumnya. Vektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah A. tumefaciens
strain LBA4404 yang membawa plasmid pBI121. Plasmid mengandung gen
seleksi nptII untuk resistensi terhadap antibiotik kanamisin dan gen pelaporan gus
(Glucuronidase).
Setelah itu, benih tomat dikecambahkan secara in vitro dengan
menempatkan benih tomat dalam botol kultur dan ditambahkan etanol 70% dan
dibiarkan selama 1 menit. Dalam laminar benih disterilisasi dengan 5,25% NaClO
dan 0,1% Tween 20 selama 20-40 menit dengan cara diputar dengan magnetic
stirrer. Benih dicuci 6-7 kali dengan air steril dalam gelas kimia. Setelah itu, benih
ditempatkan dalam cawan petri steril. Benih steril ditanam ke dalam botol kultur
yang berisi media perkecambahan (1/2 MS + Sukrosa 2g/L + phytagel 3 g/L)
kemudian botol kultur yang berisi benih ditempatkan di ruang kultur dengan suhu
25 0C, fotoperiode 16 jam dan Intensitas cahaya. 3000-4000 lux. Kotiledon
berumur 8-9 hari optimal untuk ko-kultivasi dengan Agrobacterium. 
Penanaman Eksplan
Setelah itu kecambah yang berumur 14 hari diambil dari botol kultur dan
diletakkan pada petridish steril yang berisi air steril. Kotiledon diambil dari
kecambah dengan gunting atau pisau steril kemudian ujung dan pangkal dari daun
dipotong sehingga membentuk persegi. Dengan menggunakan ujung pinset atau
pisau silet, buat luka-luka kecil pada kotiledon untuk meningkatkan peluang
infeksi dari Agrobacterium dan mempertinggi efisiensi transformasi. Potongan

11
kotiledon ditanam pada medium induksi kalus (MS + 2 mg/L BA + 0,5 mg/L IAA
+ Sukrosa 30 g/L + phytagel 3 g/L dan pH 5,8). Petridish ditutup dengan parafilm
dan potongan daun dikulturkan selama dua minggu pada suhu 25 0C di bawah
pencahayaan 4000 lux sehingga membentuk kalus.
Kultur in vitro pada tomat dapat digunakan untuk aplikasi bioteknologi
yang berbeda seperti misalnya propagasi klonal, produksi tanaman bebas virus
(Moghaieb, 1999) dan transformasi genetik tanaman (Ling et al., 1998). Dalam
bidang rekayasa genetik, kultur in vitro atau sistem regenerasi tomat yang efektif
dan efisien sangat bermanfaat untuk mendapatkan transforman sebanyak
mungkin, sehingga akan memberi peluang yang besar untuk merakit tanaman
transgenik dengan karakter yang diinginkan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penelitian Kultur In Vitro
Seperti penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa setidaknya ada tiga faktor
penting yang sangat berpengaruh dalam sistem regenerasi tanaman secara in vitro.
Faktor-faktor tersebut adalah genotipe, jenis eksplan dan komposisi media
(Moghaieb, 1999; Gubis et al., 2003). Secara umum, kemampuan regenerasi atau
transformasi sangat tergantung pada genotipe yang digunakan (sangat tergantung
pada genotipe). Beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapai sistem regenerasi
yang efisien adalah dengan menentukan parameter penting seperti pemilihan
genotipe yang akan digunakan sebagai eksplan. Berdasarkan studi eksperimental
pada regenerasi tiga genotipe tomat Indonesia (Intan, CL6046 dan Gondol Hijau),
Intan merupakan genotipe yang paling responsif untuk diregenerasi. Oleh karena
itu, pada penelitian eksperimental transformasi genetik tomat pada penelitian ini,
genotipe yang digunakan sebagai eksplan adalah Intan. Namun karena efisiensi
transformasi yang dilakukan pada genotipe Intan masih sangat rendah walaupun
Intan merupakan genotipe yang paling responsif untuk diregenerasi, maka perlu
dilakukan opti masi parameter transformasi lainnya. Diantara parameter tersebut
adalah lamanya waktu kokultivasi dan konsentrasi asetosyringone.  
Selain penerapan transformasi genetik tanaman, upaya perbanyakan dan
perbaikan sifat dalam produksi vegetatif tanaman tomat dapat dikembangkan
melalui teknik kultur jaringan, antara lain dengan menggunakan keseimbangan

12
konsentrasi ZPT auksin dan sitokinin. Salah satu penelitian yang melakukan
kegiatan ini adalah Iskandar Umarie, Wiwit Widiarti, dan Abdul Wahab pada
tahun 2008. Bahan dalam penelitian ini adalah biji tomat varietas Liontin, auksin
menggunakan IAA (Indoleacetic acid), dan sitokinin menggunakan BAP (Benzil
Amino Purin) dan Media yang digunakan adalah Murashige dan Skoog (MS). 
Pembuatan Media
Kegiatan ini dimulai dengan pembuatan larutan stock yaitu larutan yang
berisi unsur hara makro dan mikro nutrient, vitamin, dan zat pengatur tumbuh.
Formulasi media dibuat dengan cara vitamin, garam makro dan mikro dipipetkan
sesuai konsentrasi dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ke dalam media
ditambahkan ZPT yang dibutuhkan dengan konsentrasi tertentu kemudian
ditambahkan gula 30g, aquades 300 ml, dan diaduk diatas hot plate menggunakan
magnetic stirrer, kemasaman diatur dengan HCl 0,1 N sampai pH 5, 8 kedalam
larutan ditambah agar sebanyak 10g dan volume larutan ditambahkan sampai
1000 ml sambil dipanaskan dan terus diaduk sampai homogen, selanjutnya
diletakkan dalam botol kultur yang telah disterilisasi dan diberi label. Botol yang
telah berisi media distrerilkan kembali dalam autoklaf selama 20 menit,
temperatur 121C pada tekanan 17,5 Psi.
Sterilisasi Eksplan dan Pengambilan perkecambahan tomat
Eksplan yang digunakan pada penelitian ini berupa kotiledon dan
hipokotik dari perkecambahan tomat umur 10 hari setelah kecambah (HSC),
dimana kotiledon telah tumbuh dan berkembang dengan penuh dan berwarna
hijau. Benih tomat dikecambahkan pada kondisi In-vitro agar diperoleh sumber
eksplan yang steril. Cara sterilisasi eksplan dan perkecambahan tomat yaitu:
1. Biji tomat direndam dalam 10 ml larutan NaOCL 5,25% selama 1 menit,
diletakan diatas kertas saring, dan dibilas dengan aquadest 3x, serta
ditiriskan di atas saringan.
2. Biji tomat siap ditanam di dalam botol kultur atau petridis dengan MS 0
untuk dikecambahkan.
3. Botol kultur atau petridis diletakkan pada kondisi gelap selama 10 hari.
Setelah berkecambah, kotiledon dan hipokotil siap ditanam didalam media

13
MS sesuai perlakuan. Kotiledon dan hipokotil dengan ukuran 0,5 cm
diambil dari perkecambahan biji tomat umur 10 hari, kemudian dilakukan
penanaman pada media MS.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penelitian kultur in vitro


Eksplan dalam penelitian ini mengalami pembengkakan pada umur 4-7
hari setelah tanam. Bekas sayatan pada eksplan akan membentuk kumpulan sel
yang membelah, tumbuh, dan berkembang terus menerus, tidak berdiferensiasi
dan tidak beraturan yang disebut kalus (kalus). Dalam penelitian ini, sumber
eksplan, keseimbangan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan pada media yang
digunakan mempengaruhi kecepatan kalus, pucuk, dan akar dalam keberhasilan
kultur in-vitro. Kalus terbentuk pada umur 8-70 hari setelah tanam dan terus
tumbuh selama induksi tunas. Subkultur dilakukan setiap 2-3 minggu sekali.
Tunas terbentuk pada umur 10-70 hari setelah tanam.   
Kultur jaringan dalam pelaksanaannya tidak lepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan faktor tersebut berperan penting dalam
menunjang pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan teknik kultur in vitro antara lain sumber bahan tanam
yang digunakan sebagai genotipe tanaman eksplan, lingkungan tumbuh eksplan,
unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan eksplan dan pelaksanaan kerja
(Skoog dan Miller, 1957). 
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan dalam kultur in vitro tanaman dari mana eksplan diisolasi.
Menurut Egidia Rosalina (2021) hasil penelitian menunjukkan bahwa respon
masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung pada spesies,
varietas bahan, asal tanaman eksplan, pengaruh genotipe ini umumnya erat
kaitannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan
seperti sebagai kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan budaya dan
sebagainya. Oleh karena itu, komposisi media pengatur tumbuh dan lingkungan
tumbuh sangat dibutuhkan oleh manusia meskipun teknik kultur jaringan yang
digunakan sama. 

14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam upaya perbanyakan dan perbaikan sifat pada produksi tanaman
tomat, salah satu teknologi yang terus dikembangkan yaitu dengan menggunakan
teknik kultur jaringan (In vitro). Teknologi Kultur Jaringan (In vitro) pada
tanaman tomat dapat dilakukan dengan cara transformasi genetik in vitro dan
menggunakan keseimbangan konsentrasi ZPT auksin dan sitokinin.
Sterilisasi eksplan tomat diawali dengan merendam biji tomat dalam
larutan NaOCL selama 1 menit, diletakan diatas kertas saring, kemudian dibilas
dengan aquadest 3x, serta ditiriskan di atas saringan. Setelah itu biji tomat siap
ditanam di dalam botol kultur atau Petridis untuk dikecambahkan. Didalam botol
kultur atau Petridis ditutup selama 10-14 hari ditempat gelap. Setelah
berkecambah, kotiledon dan hipokotil siap ditanam didalam media.
Pada pengambilan eksplan penelitian tanaman tomat transformasi genetik
dan menggunakan keseimbangan konsentrasi ZPT auksin dan sitokinin dilakukan
setelah kecambah tomat yang berumur 14 hari dan 10 hari setelah kecambah
(HSC) diambil dari botol kultur dan diletakkan pada petridish steril yang berisi air
steril. Kotiledon diambil dari kecambah dengan gunting atau pisau steril
kemudian ujung dan pangkal dari daun dipotong sehingga membentuk persegi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik kultur in vitro
antara lain sumber bahan tanam yang digunakan sebagai genotipe tanaman
eksplan, lingkungan tumbuh eksplan, unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan eksplan dan pelaksanaan kerja.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Dewanti, P., Bernet, A., S., dan Bambang, S. 2011. REGENETRASI EKSPLAN
TOMAT (Lycopersicon esculentum) IN VITRO PADA MEDIA MS
DENGAN KOMBINASI IAA DAN BAP. Berk. Penel. Hayati Edisi
Khusus: 7A (103-106).

Fathurrahman, Rosmawati, T., Ahmad, S., Gunawan, S. 2012. Jurnal


Agroteknologi, 1(1).

Novianita, I., K., Made, S., I WAYAN, A. 2019. Organogenesis Tanaman


Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Menggunakan Umbi Secara In
Vitro pada Media Dasar Murashige and Skoog yang Diperkaya Vitamin
B5 dengan Naftalene Acetic Acid dan 6-Benzyl Amino Purine. Jurnal
Agroteknologi Tropika, 8(3).

Karjadi, K., A., dan Neni, G. 2018. PENGARUH PEMANASAN DAN ASAL
EKSPLAN PADA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
BAWANG MERAH (Allium ascolonicum L.). Agrin, 22(1).

Purba, R., E. 2021. PERBANYAKAN TANAMAN KENTANG (Solanum


tuberosum L) DENGAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH
AUKSIN DAN GIBERELIN SECARA IN VITRO. SKRIPSI. Fakultas
Pertanian : Universitas Sumatera Utara.

Santoso, T., J., Sisharmini, A., dan M. Herman. 2010. RESPON REGENERASI
BEBERAPA GENOTIPE DAN STUDI TRANSFORMASI GENETIK
TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) MELALUI VEKTOR
Agrobacterium tumefaciens. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Sari, R., Paserang, P., A., Ramadanil, P., I Nengah, Suwastika. 2019. Natural
Science: Journal of Science anda Technology, 8(1): 20-27.

17
Suryanti, E., dan Mellisa. 2017. RESPON REGENERASI BEBERAPA
GENOTIPE DAN STUDI TRANSFORMASI GENETIK TOMAT
(Lycopersicon esculentum Mill.) MELALUI VEKTOR Agrobacterium
tumefaciens. Jurnal Bioterdidik Wahana Ekspresi Ilmiah.

Umarie, I., Wiwit, W., dan Abdul, W. 2008. RESPON REGENERASI


BEBERAPA GENOTIPE DAN STUDI TRANSFORMASI GENETIK
TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) MELALUI VEKTOR
Agrobacterium tumefaciens. Agritop.

18

Anda mungkin juga menyukai