Anda di halaman 1dari 19

BAB 12

BUDIDAYA TANAMAN TOMAT


(Lycopersicum esculentum Mill)

Kompetensi Utama: Mahasiswa mampu mendeskripsikan jenis dan persyaratan teknologi


budidaya tanaman tomat di dalam lingkungan terkendali serta mampu menguraikan
cara bercocok tanam tomat, baik di atas media tanah maupun di atas media bukan
tanah atau secara hidroponik.

Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu tanaman hortikultura


terpenting di dunia. Organisasi pangan dunia (FAO) pada tahun 2007 memprediksi bahwa
produksi tomat dunia mencapai 120 juta metrik ton. Benua Asia dan Afrika merupakan
kontributor terbesar dengan total produksi sekitar 65% dari angka prediksi FAO. Untuk
benua Asia, Cina dan India merupakan produsen terbesar, sementara di benua Afrika,
produsen terbesarnya adalah Mesir dan Nigeria. Tomat biasanya dikonsumsi dalam
bentuk segar dan merupakan bagian terpenting dari ‘sandwich’ (biasanya merupakan
makanan siang untuk masyarakat di wilayah subtropics dan temperate), dan banyak juga
yang diproses sebagai saos tomat. Masyarakat menyukai tomat karena buah ini kaya
vitamin, mineral dan antioksidan yang berperan sangat penting dalam menjaga kesehatan
tubuh dan melawan radikal bebas. Selain itu, buah tomat juga kaya dengan lycopene yang
banyak dilaporkan dapat mencegah atau melawan penyakit kanker tertentu dan
menghambat lagu degernerasi sel-sel syaraf. Memperhatikan manfaat buah tomat bagi
kesehatan, maka penelitian-penelitian yang melibatkan tanaman maupun buah tomat dari
berbagai aspek sudah banyak sekali dilakukan.

Tanaman tomat yang diperkirakan berasal dari Benua Amerika Selatan (ada yang
menduga di sekitar Peruvian dan ada yang menduga di sekitar Meksiko), tumbuh dan
menghasilkan dengan baik apabila ditanam di tempat dengan suhu yang sejuk. Namun
tanaman tomat mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi, sehingga dapat ditanam
sampai di dataran rendah tropik. Kebutuhan suhu tanaman tomat untuk tumbuh, berbeda
dengan kebutuhan suhu untuk penyerbukan yang sukses. Secara umum, semakin tinggi
suhu rata-rata harian (sampai batas optimum sekitar 25oC), semakin tinggi laju
pertumbuhan tanaman. Sementara itu, kebutuhan suhu optimum untuk terjadinya

112
penyerbukan dan pembuahan adalah sekitar 18oC pada malam hari dan 20oC pada siang
hari. Dengan kebutuhan suhu optimum seperti itu, tidak mengherankan kalau hasil
tanaman tomat, baik secara kuantitas maupun kualitas, lebih tinggi di dataran tinggi
dibandingkan dengan di dataran rendah. Untuk dapat menjaga suhu udara yang optimum
di dalam ruang terkendali, maka pergerakan udara (angin) harus diperhatikan. Kecepatan
angin sekitar 1 m/detik sangat penting artinya bagi ruang terkendali untuk membantu
menciptakan sirkulasi udara yang baik sehingga suhu udara dapat dipertahankan pada
kondisi optimum.

Cahaya memegang peranan sangat penting dalam proses fotosintesis tanaman


secara umum dan untuk tanaman tomat, keberadaan cahaya sangat berperan dalam proses
terbentuknya bunga. Intensitas cahaya matahari yang terlalu rendah (cukup sering terjadi
pada musim dingin di negara-negara dengan empat musim), dapat menghambat
pertumbuhan tunas dan pertumbuhan bunga. Di negara tropis seperti Indonesia, intensitas
cahaya yang tinggi dapat menurunkan kualitas buah karena terjadinya ‘sunburn’. Oleh
karena itu, di wilayah tropis seperti Indonesia, kualitas buah tanaman tomat yang
menyangkut warna, buah-buah yang dihasilkan di ruang terkendali biasanya lebih baik
dari yang dihasilkan di ruang terbuka. Sementara itu, kebutuhan CO2 tanaman tidak
menjadi masalah di dalam ruang terkendali dengan tipe terbuka, yang biasanya
dikembangkan di negara-negara tropis, seperti sudah dibahas pada Bab IV.

Kualitas buah tomat biasanya ditentukan oleh rasa dan aromanya dan kedua hal ini
sangat ditentukan oleh varietas. Kualitas lainnya untuk standar konsumsi buah segar
biasanya adalah keseragaman ukuran, tingkat kematangan dan kenampakan fisik buah.
Dua hal yang disebutkan terakhir sangat banyak ditentukan oleh praktek budidaya
tanaman yang diterapkan. Praktek budidaya tanaman yang dapat mempengaruhi kualitas
buah tomat adalah status nutrisi tanaman, saat panen dan teknologi pascapanen. Oleh
karena itu, kualitas buah yang lebih baik akan lebih mudah diproduksi di dalam ruang
terkendali dibandingkan di alam terbuka. Faktor penentu lainnya untuk mendapatkan
kualitas buah tomat yang tinggi, khususnya di negara-negara tropis seperti Indonesia,
adalah faktor hama dan penyakit. Hama-hama utama tanaman tomat adalah ulat buah
(Helicoperva armigera), ulat daun (Spodoptera litura) dan penambang daun (Liriomyza
bryoniae Kaltenbach). Sementara itu, penyakit utama tanaman tomat adalah: virus gemini
yang umumnya ditularkan oleh lalat putih (Bemisia tabaci), layu bakteri yang
penyebabnya adalah Ralstonia solanacearum, penyakit ‘damping off’ yang disebabkan

113
jamur (seperti Phytium aphanidermatum dan Rhizoctonia solani), ‘early blight’
(Alternaria solani) serta ‘late blight’ (Phytophthora infestans), merupakan tantangan
utama dalam budidaya tanaman tomat.

Budidaya tanaman tomat di ruang terkendali umumnya dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu budidaya tanaman di atas bedengan dan budidaya tanaman menggunakan
sistem hidroponik. Dalam hal kebutuhan tanaman akan unsur hara, tidak ada perbedaan
yang mendasar antara kedua cara bercocok tanam tomat ini. Perbedaan biasanya terletak
pada cara memberikan unsur hara dan varietas tanaman yang ditanam. Varietas mengacu
pada tipe pertumbuhan tanaman tomat, yaitu apakah determinate atau indeterminate.
Untuk budidaya tanaman tomat dengan teknologi atau secara hidroponik, varietas
tanaman dengan tipe pertumbuhan indeterminate, seperti varietas hibrida Arthaloka F1,
Gress dan Intrend1, umum diusahakan untuk mengurangi biaya penanaman. Sementara
untuk tanaman tomat yang ditanam di atas bedengan, varietas dengan tipe pertumbuhan
determinate, seperti terlihat pada Gambar 2.3, atau yang semi determinate, seperti varietas
Victori, umum diusahakan. Pada bagian selanjutnya, teknologi budidaya tanaman tomat
di dalam ruang terkendali, baik budidaya tanaman di atas bedengan maupun budidaya
tanaman secara hidroponik, akan dibahas secara rinci.

A. Budidaya Tanaman Tomat di Atas Bedengan

Tujuan utama dari budidaya tanaman tomat di atas bedengan di dalam ruang
terkendali adalah untuk meminimalisir gangguan hama dan penyakit tanaman serta
meningkatkan kualitas buah dengan mengurangi intensitas cahaya matahari. Tujuan
lainnya adalah untuk dapat melakukan proses produksi sepanjang tahun, termasuk pada
musim penghujan (produksi di luar musim). Meskipun dilakukan di dalam ruang
terkendali, rotasi tanaman masih harus tetap dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah munculnya penyakit, yang mungkin saja terbawa oleh benih tanaman.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam budidaya tanaman tomat di atas bedengan
di dalam ruang terkendali adalah sebagai berikut: (1) persiapan bibit, (2) persiapan lahan,
(3) pemasangan jaringan irigasi/fertigasi, (4) pemasangan mulsa plastik, (5) penanaman,
(6) pemeliharaan tanaman dan (7) panen.

114
A. 1. Persiapan Bibit

Bibit tanaman tomat sebaiknya dipersiapkan di luar ruang terkendali tempat


tanaman tomat akan ditanam. Untuk mengindari gangguan hama dan potensi
penularan penyakit lewat lalat putih, maka sebaiknya pembibitan juga dilakukan di
dalam ruang terkendali ukuran mini dengan menggunakan struktur ‘hoop’ (Gambar
12.1). Penutup sebaiknya terbuat dari jaring nilon 60 mesh untuk memastikan hama
seperti lalat putih tidak bisa masuk ke dalam ruang pembibitan. Sumber benih harus
jelas untuk memastikan bahwa benih-benih yang akan ditanam terbebas dari penyakit
tanaman.

Untuk memudahkan proses pindah tanam, sebaiknya bibit-bibit tanaman


ditanam dalam wadah yang disebut ‘seedling trays’ yang terbuat dari bahan plastik
atau styrofoam. Seedling trays yang bagus untuk pembibitan tanaman tomat adalah
yang memiliki kedalaman lobang 4 cm dan diameter lobang adalah 4,5 cm. Media
tanam yang digunakan dapat menggunakan media tanam komersial yang sudah jadi
yang tersedia di pasaran, menggunakan peat moss ataupun membuat media sendiri,
yang merupakan campuran dari pasir, kompos (pastikan kompos sudah matang dan
terbebas dari pathogen tular tanah) dan arang sekam padi. Seedling trays yang sudah
berisi media dan ditanami benih (biasanya lebih dari satu benih per lubang),
selanjutnya diletakkan di atas bangku atau bedengan di dalam ruang terkendali yang
sudah dipersiapkan. Penjarangan bibit yang tumbuh dilakukan pada saat daun
sebenarnya yang pertama (bukan kotiledon) sudah tumbuh dan berumur dua atau 3
hari.

Gambar 12.1. Model ruang terkendali mini yang digunakan sebagai tempat pembibitan.
Penutup sebaiknya terbuat dari jaring nilon 60 mesh.

Pemeliharaan bibit dilakukan dengan melakukan penyiraman secara teratur


untuk mencukupi kebutuhan air, baik untuk proses perkecambahan maupun untuk

115
proses pertumbuhan bibit. Penyiraman dilakukan pada pagi hari dengan
menggunakan gembor dan biasanya setiap lobang membutuhkan 7,5 sampai 10 ml air
per hari. Jika kondisi sangat panas, penyiraman dilakukan dua kali, yaitu pada pagi
dan sore hari. Pemeliharaan lainnya yang dibutuhkan adalah memenuhi kebutuhan
unsur hara dari bibit. Pada umur tiga minggu setelah semai, bibit disiram dengan
larutan pupuk N-P-K (15-15-15) dengan cara melarutkan pupuk ke dalam air dengan
perbandingan 1 : 1000 (1 g pupuk dalam 1000 ml air). Setiap lubang tanam diberikan
sekitar 5 ml larutan pupuk. Jika warna daun masih kurang hijau dan pertumbuhan
kurang bagus, pemupukan dapat dilakukan lagi pada empat minggu setelah semai.
Bibit dikatakan siap untuk dipindahkan jikalau telah memiliki 4 sampai 5 daun.

A. 2. Persiapan Lahan

Tanaman tomat dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dari tanah pasiran
sampai tanah liat (klei). Namun untuk pertumbuhan yang optimum, tanaman tomat
menyukai jenis tanah lempung pasiran yang kaya bahan organik dan unsur hara,
mempunyai kemampuan mengikat air yang tinggi serta memiliki aerasi yang baik
dengan kisaran pH mulai dari 6,0 sampai dengan 7,5. Pada tanah dengan sifat-sifat
seperti ini, akar tanaman tomat akan dengan mudah memperoleh air dan nutrisi untuk
pertumbuhan dan menjamin hasil tanaman yang tinggi. Kalau pH tanah kurang dari
6,0, gipsum perlu ditambahkan ke dalam tanah untuk memperbaiki pH dan
menyediakan unsur Ca yang cukup bagi tanaman. Seperti sudah disampaikan
sebelumnya bahwa tanaman tomat yang kekurangan unsur Ca dapat menghasilkan
buah yang busuk pada bagian bawah buah (blossom-end rot).

Langkah pertama dari persiapan lahan adalah mengolah tanah dengan cara
dibajak atau dicangkul sedalam 30 sampai 40 cm dan selanjutnya digaru supaya
bongkahan tanah menjadi halus. Ukuran bedengan dan jarak antar bedengan sangat
tergantung dari struktur ruang terkendali yang digunakan. Apabila menggunakan
struktur ‘hoop’ yang biasa, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3, maka ukuran
lebar bedengan cukup 80 cm saja dengan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan
atau keinginan. Ketinggian bedengan cukup dibuat setinggi 30 cm saja. Dengan
dimensi bedengan seperti ini, maka hanya ada satu baris tanaman saja di dalam satu
bedeng. Jarak antar bedeng dibuat sekitar 50 cm dengan maksud untuk

116
mempermudah kegiatan pemeliharaan tanaman. Kalau struktur ruang terkendali yang
digunakan adalah struktur ‘gothic arch’ atau dikenal dengan sebutan ‘high tunnel’,
atau struktur lainnya seperti ‘gable’, maka ukuran bedengan dapat dibuat dengan
lebar 100 - 120 cm, sehingga bisa mengakomodasi dua baris tanaman. Jarak antar
bedeng tetap sama, yaitu 50 cm. Untuk ruang terkendali dengan ukuran besar,
biasanya bedeng dibuat permanen sehingga hanya membutuhkan penggemburan
tanah pada saat mau menanam.

A. 3. Pemasangan Jaringan Irigasi

Untuk tanaman tomat di dalam ruang terkendali, sistem fertigasi sangat


disarankan untuk digunakan. Sistem ini memiliki keunggulan karena dapat
menghemat biaya aplikasi pupuk dan kebutuhan pupuk tanaman dapat diberikan
secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atau tahapan perkembangan tanaman.
Namun kalau dianggap terlalu rumit, maka pupuk dapat diaplikasikan dengan cara
yang sama seperti melakukan praktek budidaya tanaman tomat di tempat terbuka.
Sistem irigasi tetes (drip irrigation) sangat umum digunakan untuk budidaya
tanaman di dalam ruang terkendali. Untuk tanaman tomat yang bedengannya
diberikan penutup mulsa plastik, maka irigasi tetes dengan pipa air berada di atas
permukaan tanah, sudah cukup memadai. Namun kalau mau lebih hemat dalam
penggunaan air dan lebih efisien dalam penggunaan unsur hara, irigasi tetes dengan
cara penanaman pipa irigasi (sub-surface), dapat dilakukan. Pipa-pipa distribusi
ditanam pada kedalaman 5 sampai 10 cm di tengah-tengah bedengan. Cara ini
dilakukan apabila diyakini tidak akan ada permasalahan penyumbatan (clogging)
lubang tempat menetesnya air pengairan (emitter).

Pipa-pipa yang menuju ke masing-masing bedengan dihubungkan dengan pipa


induk/utama sampai ke tangki-tangki tempat melarutkan unsur hara dan pompa yang
digunakan untuk memompa larutan. Tangki-tangki dan pompa dapat berada di dalam
ruang terkendali dan dapat juga berada di luar ruang terkendali. Kalau berada di luar
ruang terkendali, maka diusahakan agar jangan terkena cahaya matahari langsung
sehingga tidak cepat rusak dan tidak terlalu cepat terjadi pertumbuhan lumut.
Pertumbuhan lumut yang terlalu cepat dapat mengakibatkan tersumbatnya emitter
pada pipa irigasi.

117
A. 4. Pemasangan Mulsa Plastik

Mulsa plastik berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma, mengurangi


evaporasi dan menjaga suhu bedengan. Mulsa dibentangkan di atas permukaan
bedengan dan selanjutnya dikencangkan. Untuk tetap menjaga agar permukaan mulsa
selalu kencang, maka pada kedua sisi dan ujung-ujung mulsa pada ujung bedengan
dipegang dengan bilah bambu yang sudah dilengkungkan menyerupai huruf “U”.
Ujung-ujung bambu ini ditancapkan ke permukaan mulsa dan diteruskan masuk ke
dalam tanah sekitar 10 cm pada setiap ujung bambu. Untuk pemakaian jangka
panjang, alat untuk memegang mulsa dapat dibuat dari kawat besi dengan diameter 6
- 8 mm, masing-masing berukuran panjang 25 cm, kemudian ujung-ujungnya
dilengkungkan menyerupai huruf “U”.

Sesudah mulsa plastik dipasang pada setiap bedengan, mulsa plastik kemudian
dilubangi dengan menggunakan kaleng yang dipanaskan (diameter sekitar 7 cm)
dengan jarak antar lubang disesuaikan dengan jarak tanam yang akan digunakan.
Untuk bedengan-bedengan dengan dua baris tanaman, maka jarak lubang tanam
dibuat dengan jarak 70 – 80 cm antar barisan dan 40 – 50 cm di dalam barisan.
Sementara itu, untuk bedengan yang akan ditanami hanya dengan satu baris saja,
maka lubang dibuat dengan jarak 40 – 50 cm. Perlu diingat bahwa sebelum
pemasangan mulsa plastik, pupuk dasar (seluruh pupuk P dan 20% pupuk N dan K)
harus sudah diaplikasikan (ditebarkan) di bedengan. Pupuk dasar dapat juga
diaplikasikan dengan cara membenamkan atau menugal pupuk di sekitar lubang
tanam. Berapa banyak pupuk yang harus diberikan sangat tergantung dari kandungan
unsur hara di dalam tanah. Kalau pupuk N dan K sebagiannya (20%) sudah
diaplikasikan sebagai pupuk dasar, maka pemupukan lewat fertigasi baru akan
diberikan pada minggu ketiga setelah tanam.

A. 5. Penanaman dan Pemasangan Penutup Ruang Terkendali

Sebelum bibit dipindahkan ke bedengan di dalam ruang terkendali, perlu


dibuatkan lubang tanam pada mulsa yang sudah dilubangi sebelumnya. Lubang
tanam dibuat sedalam 5 – 7 cm saja dengan cara mengeluarkan tanah dan diletakkan
di atas mulsa plastik di sekitar lubang tanam. Bibit tanaman tomat yang sehat dan

118
segar, yang sudah memiliki 4 sampai 5 daun, selanjutnya dikeluarkan dari ‘seedling
trays’ (beserta media tanamnya) dan ditanam di lubang tanam yang sudah disiapkan.
Usahakan agar tidak terlalu banyak terjadi kerusakan pada akar bibit tanaman
sehingga mengurangi resiko stress pada saat pindah tanam. Tanah yang tadinya
dikeluarkan pada saat membuat lubang tanam selanjutnya digunakan untuk menutup
kembali lubang tanam yang sudah ditanami, selanjutnya dipadatkan. Penanaman
sebaiknya dilakukan pada sore hari dan pada kondisi bedengan yang cukup
mengandung air. Kalau tidak, segera setelah pindah tanam maka air pengairan harus
diberikan.

Sesudah bibit ditanam, penutup ruang terkendali (pada struktur ‘hoop’ yang
biasa) selanjutnya dipasang. Pada struktur ‘high tunnel’ ataupun ‘gable’, penutup
biasanya sudah terpasang sebelum kegiatan budidaya dilakukan. Perlu diperhatikan
bahwa pada struktur ‘hoop’ yang biasa, penutup harus mudah untuk dilipat (dibuka
dan ditutup) pada kedua sisinya untuk mempermudah proses pemeliharaan tanaman.

A. 6. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman tomat di dalam ruang terkendali meliputi pemasangan


ajir, pengairan dan pemupukan, pemangkasan serta pengelolaan hama dan penyakit
tanaman. Pemasangan ajir dimaksudkan untuk membantu menegakkan tanaman dan
menyangga bobot tanaman pada saat berbuah. Tetapi kalau tanaman tomat yang
ditanam adalah tanaman dengan tipe pertumbuhan determinate dan bersemak
(bushy), maka ajir tidak diperlukan. Ajir harus dipasang segera setelah pindah tanam
untuk menghindari kerusakan akar tanaman pada saat menancapkan ajir ke dalam
bedengan. Ajir biasanya terbuat dari bilah bambu dengan panjang 150 – 200 cm dan
ditancapkan sekitar 20 cm dari batang setiap tanaman. Ujung-ujung ajir (sekitar 10 –
15 cm) dari masing-masing tanaman dalam satu baris diikatkan satu dengan lainnya
untuk memperkuat daya topang ajir terhadap tanaman.

Jumlah pengairan atau fertigasi disesuaikan dengan kebutuhan tanaman akan


air dan unsur hara. Secara umum dapat dicontohkan kebutuhan air dan unsur hara
bagi tanaman tomat yang ditanam di atas bedengan dalam ruang terkendali sebagai
berikut. Seandainya umur tanaman tomat adalah 14 minggu dan kebutuhan akan
unsur hara N, P dan K jumlahnya sama (berdasarkan hasil uji kandungan unsur hara

119
tanah), yaitu masing-masing 136 kg/ha, maka kebutuhan pupuk Urea (N=46%)
adalah 295,65 kg/ha, kebutuhan pupuk TSP (P=48%) adalah 283,33 kg/ha dan
kebutuhan pupuk KCl (K=46%) adalah 295,65 kg/ha. Perlu diingat bahwa seluruh
kebutuhan pupuk P dan 20% dari kebutuhan pupuk N dan K sudah diaplikasikan
sebagai pupuk dasar. Sisa pupuk yang akan diaplikasikan adalah masing-masing
236,52 kg/ha untuk Urea dan KCl dengan perincian pemberian seperti pada Tabel
12.1.

Gambar 12.2. Tanaman tomat yang ditanam di atas bedengan di dalam ruang terkendali
dengan struktur ‘Gable’ dan dengan bahan penutup plastik. Sistem fertigasi
dengan irigasi tetes diterapkan pada pertanaman ini.

Tabel 12.1. Rincian jumlah kali pengairan dan jumlah pupuk (Urea dan KCl) yang
diaplikasikan pada tanaman tomat berdasarkan tahapan perkembangan
tanaman
Total pupuk Tahapan Jumlah Pemberian pupuk Total
(kg/ha) perkembangan fertigasi (kg/ha/minggu) pemberian
(minggu) pupuk (kg)
Urea KCl Vegetatif 2 0,000 0,000
Pembungaan 3 17,252 51,751
236,52 236,52 Perkembangan buah 7 22,172 155,204
Akhir perkemb. buah 1 17,242 17,242
Pemasakan 1 12,323 12,323
Total 14 236,52

Berdasarkan tabel tersebut, kebutuhan tanaman akan unsur N dan K memuncak


pada fase perkembangan buah. Jika kebutuhan air irigasi masih diperlukan setelah
tanaman berumur 14 minggu, maka hanya air yang diberikan tanpa unsur hara,

120
seperti pada pemberian air pada dua minggu pertama. Pemberian pupuk yang
mengandung unsur mikro seperti Fe, Cu, Mn, Zn, B, Cu, Cl dan Mo lewat daun atau
dilarutkan dalam larutan nutrisi juga perlu dilakukan untuk menjamin kualitas buah
yang prima.

Pemangkasan tunas-tunas air sangat disarankan untuk dilakukan sedini


mungkin untuk menghindari kehilangan nutrisi yang digunakan untuk membentuk
organ tunas air tersebut. Selain pemangkasan tunas air, kegiatan pemeliharaan
lainnya adalah memonitor keberadaan hama dan penyakit yang muncul pada tanaman
tomat. Seandainya ada permasalahan hama, pengendalian secara mekanik sangat
disarankan untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum harus melakukan pengendalian
secara kimiawi. Demikian juga kalau ada tanaman yang menunjukkan gejala diserang
oleh penyakit, maka sebaiknya tanaman tersebut segera dikeluarkan dan
dimusnahkan. Kalau tanaman cukup banyak yang terserang penyakit, maka
pengendalian secara kimiawi sangat disarankan. Penyebab penyakit harus
diidentifikasi terlebih dahuli, apakah disebabkan oleh jamur atau bakteri. Tanaman
tomat yang terserang penyakit virus, seperti virus Gemini, sangat sulit untuk
disembuhkan dan sebaiknya dimusnahkan.

A. 7. Panen

Tergantung varietasnya, buah tanaman tomat biasanya sudah mulai dapat


dipanen sejak umur 70 hari setelah tanam. Seperti diketahui, ada enam tahapan
perkembangan buah tomat yang dikatakan sudah masak. Tahap pertama adalah
“Green/Stage 1” yang mana kondisi kulit buah tomat masih 100% hijau tetapi sudah
masak secara fisiologis. Tahap kedua adalah “Breaker/Stage 2”, yang mana sekitar
10% dari kulit tomat sudah berubah warna dari hijau ke kuning, merah jambu atau
merah. Perubahan warna ini biasanya terjadi di bagian bawah buah. Tahap ketiga
adalah “Turning/Stage 3” yang mana perubahan warna dari hijau ke kuning, merah
jambu atau merah sudah melebihi 10% tetapi belum mencapai 30%. Tahap keempat
adalah “Pink/Stage 4”. Pada tahap ini lebih dari 30% tetapi kurang dari 60% warna
buah berubah menjadi merah jambu atau merah. Tahap kelima adalah “Light
Red/Stage 5” yang mana lebih dari 60% kulit sudah berwarna merah jambu atau

121
merah, namun belum melebihi 90%. Tahap terakhir adalah “Red/Stage 6”, yang
artinya lebih dari 90% kulit buah sudah berwarna merah.

Kapan buah tomat harus dipanen sangat tergantung dari tujuan pasar atau
pengelolaan pascapanen selanjutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah
tomat yang dipanen pada tahap “Green” mempunyai kadar asam yang tinggi, kadar
Total Suluble Solid (TSS) yang menentukan rasa manis, dan kandungan vitamin C
yang rendah. Sementara itu, buah tomat yang dipanen pada tahap “Breaker”
menunjukkan kandungan karotenoid yang tertinggi dibandingkan dengan tahap
perkembangan buah lainnya. Untuk buah tomat yang akan dikonsumsi langsung atau
yang sangat dekat dengan konsumen, maka tahapan perkembangan buah kelima
(Light Red) mungkin pilihan terbaik untuk dipanen. Buah tomat yang sudah masuk
tahap “Red” biasanya dipanen untuk dikonsumsi langsung atau untuk diproses
langsung menjadi bahan olahan, seperti saos tomat.

B. Budidaya Tanaman Tomat Dengan Teknik Hidroponik

Buah tomat yang diproduksi secara hidroponik di dalam ruang terkendali memiliki
kualitas hasil yang tinggi karena kebutuhan nutrisi tanaman bisa terpenuhi dengan baik
sepanjang musim. Dengan kualitas hasil yang tinggi ini maka buah tomat yang diproduksi
secara hidroponik banyak digemari oleh konsumen. Meskipun biaya produksinya relatif
lebih tinggi dari biaya produksi tanaman tomat yang ditanam di atas bedengan, namun
karena hasilnya yang lebih tinggi maka budidaya tanaman tomat dengan teknik
hidroponik berkembang dengan sangat pesat. Di negara-negara yang memiliki empat
musim, seperti Amerika, negara-negara di Eropa dan Australia, tanaman tomat varietas
Heirlooms yang memiliki kualitas buah sangat baik, banyak diusahakan. Meskipun
Heirlooms merupakan varietas lama dan bersari bebas, namun hasilnya tidak kalah
dengan varietas-varietas hibrida yang baru.

Budidaya tanaman tomat secara hidroponik biasanya dilakukan dengan metoda


substrate culture, yaitu budidaya dengan menggunakan media tanam. Media tanam untuk
sistem hidroponik tentunya bukan tanah, tetapi dapat berupa bahan organik maupun yang
anorganik. Media hidroponik yang berbahan organik misalnya: sekam padi, arang sekam,
arang kayu dan sabut kelapa. Sementara itu, media tanam yang bersumber dari bahan
anorganik misalnya pasir, perlite, dan rockwool. Bahan yang disebutkan terakhir,

122
sekarang banyak dipergunakan dalam teknologi hidroponik secara komersial karena
mampu menahan sekitar 80% larutan hara dan menyediakan sekitar 15% rongga udara
serta 5% serat. Dengan komposisi ini, akar tanaman dapat tumbuh dengan baik pada
media rockwool. Rockwoll merupakan serat mineral yang dibuat oleh manusia dengan
cara melelehkan bebatuan basalt kemudian memutarnya dengan kencang sehingga
membentuk serat. Serat ini selanjutnya diberikan perekat dan dibentuk sesuai dengan
kebutuhan. Selain digunakan sebagai media tumbuh pada sistem hidroponik, rockwool
juga dipakai sebagai bahan insulasi pada dinding rumah. Hidroponik sistem tertutup
dengan menggunakan teknologi Nutrition Film Technique (NFT) tidak lazim digunakan
untuk bertanam tanaman tomat.

Di Indonesia, media rockwool sudah banyak diperjualbelikan dengan harga yang


relatif terjangkau. Keunggulan lainnya dari media rockwool selain menjadi media tumbuh
yang baik adalah bahwa rockwool dapat digunakan untuk budidaya tanaman lebih dari
sekali. Media rockwool sangat gampang untuk dibersihkan dan dibililas setelah
digunakan untuk menanam tanaman sebelumnya. Untuk rockwool dengan ukuran panjang
sekitar 100 cm, lebar 15 cm dan dengan ketebalan 7,5 cm, satu batangnya dijual sekitar
Rp 60.000,-. Akan lebih ekonomis kalau membeli dalam satu pak yang berisi 16 batang
dengan harga sekitar Rp 800.000,- Selain dalam bentuk batangan, ada juga media
rockwool yang sudah dirancang untuk digunakan menanam satu tanaman saja lengkap
dengan lubang tanam yang ukurannya lubangnya disesuaikan dengan ukuran dari media
pembibitan.

Gambar 12.2. Contoh bahan rockwool yang sudah dibentuk (kiri) dan penggunaannya
pada sistem hidroponik (kanan).

Tahapan kegiatan budidaya tanaman tomat secara hidroponik adalah sebagai


berikut: (1) persiapan bibit, (2) persiapan media tanam, (3) persiapan jaringan irigasi, (4)
persiapan nutrisi tanaman untuk fertigasi, (5) pindah tanam dan pemeliharaan tanaman,

123
serta (6) panen. Hal mendasar yang membedakan antara budidaya tanaman tomat di atas
bedengan dengan budidaya dengan sistem hidroponik adalah dalam hal media tanam dan
nutrisi tanaman. Tahapan-tahapan yang dilakukan dibahas secara lebih rinci berikut ini.

B. 1. Persiapan Bibit

Persiapan bibit untuk tanaman tomat yang ditanam dalam sistem hidroponik
relatif sama dengan persiapan bibit pada penanaman di atas bedengan. Biasanya hal
yang membedakan dalam hal persiapan bibit adalah dalam memilih varietas tanaman
dan tipe pertumbuhan tanaman. Tanaman tomat yang ditanam dengan sistem
hidroponik kebanyakan varietas hibrida dan tipe pertumbuhannya yang
indeterminate. Kalau media tanam yang akan digunakan adalah rockwool, maka
sebaiknya memilih media untuk pembibitan juga yang berbahan rockwool untuk
mempermudah proses pindah tanam.

Pembibitan dengan media rockwool sangat mudah dilakukan. Pertama-tama,


lepaskan individu media pembibitan dari kumpulannya dan kemudian buat lubang
tanam untuk benih dengan kedalaman sekitar 1 cm menggunakan paku atau obeng.
Seandainya media pembibitan rockwool yang tersedia belum dicetak dengan ukuran
tertentu untuk dapat masuk ke dalam lubang seedling trays, maka pemotongan secara
manual harus dilakukan. Selanjutnya media rockwool direndam dalam air sekitar 15
menit untuk memberikan kelembaban dan melembutkannya. Masukkan media
rockwool ke dalam seedling trays dan selanjutnya benih tomat dimasukkan ke dalam
lubang yang telah dibuat. Tutup lubang dengan menekan secara lembut dengan jari
tangan. Letakkan seedling trays di ruang terkendali untuk pembibitan dan selanjutnya
ditutup dengan plastik hitam.

Setelah dua hari, benih akan berkecambah dan kemudian penutup plastik hitam
dibuka. Kelembaban media tanam harus tetap dijaga dengan menyemprotkan air
bersih setiap hari. Setelah dua atau tiga daun sempurna terbentuk maka bibit tanaman
perlu diberikan larutan nutrisi hidroponik. Sebanyak 5 ml larutan nutrisi A dan 5 ml
larutan nutrisi B diambil dari larutan stock dan dilarutkan dalam 1 liter air, kemudian
digunakan untuk menyiram bibit. Larutan nutrisi A dan larutan nutrisi B adalah
larutan pekat yang disebut dengan larutan stock. Larutan stock dibuat dengan
melarutkan bahan yang ada di dalam kemasan plastik A dan kemasan plastik B dari

124
pupuk atau nutrisi hidoponik yang dijual secara komersial. Biasanya pelarut yang
digunakan adalah air bersih sebanyak 5 liter per kemasan (supaya disesuaikan dengan
petunjuk cara membuat larutan stock yang disarankan oleh masing-masing produsen
pupuk).

B. 2. Persiapan Media Tanam

Seperti disampaikan sebelumnya, media rockwool merupakan media yang


paling banyak digunakan saat ini pada sistem hidroponik dengan sistem terbuka.
Media yang tersedia dalam bentuk batangan di pasaran dapat dipotong dengan
ukuran panjang 15 cm sehingga membentuk persegi 15 x 15 cm dengan ketebalan 7,5
cm. Selanjutnya media tanam ini dibuatkan penyangga dari bahan seng, atau
fiberglass ataupun papan untuk mempertahankan bentuk perseginya. Pada bagian atas
dari media dibuatkan lubang tanam dengan ukuran yang relatif sama dengan ukuran
media pembibitan, sehingga bibit dengan media tanamnya bisa langsung dimasukkan
ke dalam lubang tanam yang dibuat. Selanjutnya media direndam di dalam air bersih
selama 15 menit untuk memberikan kelembaban dan menyediakan air bagi bibit yang
akan dipindah tanamkan. Untuk tujuan praktis, batangan rockwool tidak dipotong-
potong dan dapat langsung digunakan dengan cara diletakkan sambung-menyambung
satu dengan lainnya. Satu batang rockwool dapat digunakan untuk menanam dua
sampai tiga batang tanaman tomat. Kelemahan cara ini adalah air dan larutan nutrisi
dapat menyebar jauh dari jangkauan akar, terutama saat tanaman masih berukuran
kecil.

Media tanam yang sudah dilengkapi dengan penyangga selanjutnya diletakkan


di dalam ember atau pot yang sudah diisi sekam atau rajangan kayu yang sudah
kering. Tujuan dari pemberian media sekam atau rajangan kayu ini adalah untuk
mengurangi evaporasi dari kelebihan larutan nutrisi yang diberikan atau yang belum
diambil oleh akar tanaman. Media ini juga selanjutnya menjadi tempat
berkembangnya akar tanaman. Cara lainnya, media diletakkan di dalam wadah
menyerupai talang air yang mampu menyangga dan memegang media tanam ini saat
sudah berisi tanaman. Wadah tersebut ditutup dengan mulsa pelastik yang sudah
berisi lubang untuk media tanam sesuai dengan jarak tanam yang digunakan (Gambar
12.3). Cara yang kedua lebih lazim digunakan dalam budidaya tanaman tomat

125
dengan teknologi hidroponik dalam skala besar. Cara pertama biasanya digunakan
untuk kegiatan praktek dan produksi skala kecil. Pada media tanam sudah disiapkan
dan diikatkan tali nilon untuk digunakan sebagai lanjaran, tempat tanaman tomat
diikatkan. Kearapatan tanam adalah sekitar 2 sampai 3 tanaman per meter persegi.

Gambar 12.3. Media tanam diletakkan di dalam pot yang sudah berisi rajangan kayu yang
sudah kering (kiri) dan diletakkan dalam wadah menyerupai talang dan
ditutup dengan mulsa pelastik (kanan).

B. 3. Persiapan jaringan Irigasi

Sistem irigasi dan fertigasi yang umum digunakan pada budidaya tanaman
secara hidroponik adalah irigasi tetes. Namun sistem irigasi tetes yang digunakan
pada sistem hidroponik berbeda dengan sistem irigasi tetes pada budidaya tanaman di
atas bedengan. Perbedaan terletak pada penggunaan pipa emitter yang satu ujungnya
dipasangkan pada pipa distribusi dan ujung lainnya ditancapkan pada media tanam.
Sementara itu, pada irigasi tetes untuk budidaya di atas bedengan, larutan nutrisi
langsung keluar dari emitter yang ada pada pipa distribusi. Selain dua tangki larutan
nutrisi yang dibutuhkan, untuk mendukung sistem hidroponik ini juga dibutuhkan
pipa utama yang mengelurakan larutan nutrisi dari tangki A dan B yang selanjutnya
dihubungkan dengan pipa distribusi (pipa lateral) yang menuju ke masing-masing
barisan tanaman untuk mensuplai larutan ke pipa emitter, seperti terlihat pada
Gambar 12.3. Ukuran pipa utama sangat ditentukan oleh jumlah larutan yang akan
didistribusikan. Kalau larutan yang didistribusikan adalah sebanyak 0 sampai 3 galon
per menit (GPM, 1 galon = 3,78 liter), maka ukuran pipa utamanya cukup ½ inchi,
sama dengan pipa distribusi. Namun kalau larutan yang akan didistribusikan
jumlahnya dari 3 sampai 6 GPM, maka ukuran pipa utamanya haruslah ¾ inchi.
Untuk menjaga agar tekanan air tetap baik, maka panjang pipa utama dan pipa
distribusi tidak boleh lebih dari 120 m dan panjang pipa distribusi itu sendiri tidak
boleh lebih dari 60 m dari pipa utama.

126
Keran atau pompa yang berfungsi untuk mengatur tekanan dan berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk pengairan (Gambar 3.7 pada Bab III) mempunyai
peran yang sangat penting dalam sistem hidroponik. Selain itu, keran pada pipa
utama harus dilengkapi dengan saringan 150 – 200 mesh untuk menjaga agar emitter
tidak tertutup (clogging) oleh kotoran atau pupuk yang tidak larut dengan baik. Pada
ujung-ujung akhir dari masing-masing pipa distribusi harus dipasang penutup pipa
sehingga larutan nutrisi tidak terbuang percuma dan tekanan di dalam pipa tetap
dapat dipertahankan. Penutup ini namanya ‘end cap’ atau ‘flush valve’.

B. 4. Persiapan Nutrisi Tanaman

Nutrisi tanaman merupakan bagian yang sangat penting dalam budidaya


tanaman secara hidroponik karena media tanam pada intinya tidak mengandung
nutrisi. Oleh karena itu, jumlah nutrisi yang diberikan kepada tanaman harus benar-
benar dihitung secara cermat agar tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan.
Tersedianya nutrisi tanaman untuk budidaya secara hidroponik di pasaran sangat
memudahkan para pengusaha di bidang hidroponik. Namun perlu diperhatikan bahwa
kebutuhan tanaman akan nutrisi sangat beragam, baik antar spesies tanaman maupun
antar tahapan fase perkembangan tanaman.

Nutrisi tanaman hidroponik yang dijual di pasaran sudah dikemas dalam dua
kantong pelastik, yaitu Nutrisi A yang mengandung Kalsium (Ca) dan Nutrisi B yang
mengandung fospat (P) dan sulfat (SO4). Persentase kandungan masing-masing
unsur di dalam pupuk yang dipasarkan tentulah berbeda-beda tergantung merek
dagangnya. Pada Tabel 12.2 diberikan gambaran tentang kebutuhan unsur hara
tanaman tomat yang ditanam secara hidroponik menggunakan media rockwool di
Florida, Amerika Serikat.

Angka-angka yang tertera pada Tabel 12.2 dapat dijadikan acuan untuk
menentukan berapa banyak pupuk yang mengandung Nutrisi A dan Nutrisi B yang
harus dijadikan larutan stock A dan B pada setiap tahapan perkembangan tanaman.
Selanjutnya, larutan stock diencerkan menjadi larutan jadi dengan pertimbangan
konduktifitas kelistrikan (Electrical Conductivity = EC) yang disarankan pada
masing-masing tahapan perkembangan tanaman. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah jumlah larutan yang harus diberikan pada setiap kali pengaliran dan berapa

127
kali tanaman harus dialiri dengan larutan nutrisi. Semua ini tergantung dari
kebutuhan tanaman akan air dan laju evapotranspirasi di dalam ruang terkendali yang
digunakan. Untuk hasil yang optimal, tanaman tidak boleh mengalami stress air,
apalagi pada fase pembuahan atau polinasi, pembentukan dan penuaan buah.
Kekurangan air pada fase polinasi dapat berakibat pada rendahnya tingkat
keberhasilan pembuahan dan pada fase selanjutnya dapat menghambat pengangkutan
unsur Ca. Akibatnya, tanaman tomat yang mengalami stress air sering kali
menghasilkan buah dengan gejala ‘blossum end-rot’.

Tabel 12.2. Rekomendasi nutrisi untuk tanaman tomat yang ditanam secara
hidroponik (Hochmuth dan Hochmuth, 1995)

Tahapan Perkembangan
1 2 3 4 5
Nutrisi Transplan Kluster Kluster Kluster Kluster
sampai buah I buah II buah III buah V
kluster buah sampai II sampai III sampai V sampai
I akhir
Campuran Nutrisi A dan B yang sudah diencerkan dalam satuan ppm
N 70 80 100 120 150
P 50 50 50 50 50
K 120 120 150 150 200
Ca 150 150 150 150 150
Mg 40 40 40 50 50
S 50 50 50 60 60
Fe 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8
Cu 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Mn 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Zn 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
B 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
Mo 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
EC 700 900 1300 1500 1800
(µS/cm)

B. 5. Pindah Tanam dan Pemeliharaan Tanaman

Bibit tanaman yang sudah siap untuk dipindah tanamkan (sesuai dengan
kriteria yang sudah dibahas sebelumnya) dicabut dari seedling trays bersama dengan
media rockwoolnya. Selanjutnya, bibit dengan media tanamnya dimasukkan ke
dalam lubang tanam pada media rockwool yang sudah disiapkan sebelumnya (sudah
dalam kondisi basah). Kegiatan selanjutnya adalah menarik tali nilon yang sudah

128
disiapkan pada masing-masing media tanam (satu ujungnya sudah diikatkan pada
penyangga media tanam) ke atas dan diikatkan pada salah satu struktur penyangga
ruang terkendali atau dibuatkan struktur khusus untuk tujuan ini. Panjang penyangga
tanaman tomat dibuat sekitar 2,5 m atau lebih, tergantung varietas tanaman tomat
yang ditanam.

Karena kebanyakan jenis tanaman tomat yang diusahakan dengan cara


hidroponik adalah yang memiliki tipe pertumbuhan indeterminate, maka kegiatan
pemangkasan tunas air dan melilitkan atau mengikat batang tanaman pada penyangga
harus rutin dilakukan. Kluster bunga untuk tanaman tomat dengan tipe pertumbuhan
seperti ini keluar dari batang utama, sehingga tanaman harus tetap dipertahankan
untuk tidak bercabang. Kecuali kalau tanaman yang diusahakan adalah memiliki tipe
pertumbuhan semi-determinate, maka cabang-cabang utama harus dibiarkan untuk
tumbuh dan menghasilkan bunga.

Tahapan pemeliharaan yang tidak kalah pentingnya adalah penyerbukan. Di


tempat terbuka, penyerbukan banyak dibantu oleh angin yang dapat menggoyangkan
tanaman dan bunga sehingga tepung sari jatuh pada putik (bakal buah). Kalau
penyerbukan buah tidak sempurna maka jumlah biji yang terbentuk atau
berkembang, jumlahnya terbatas sehingga mempengaruhi bentuk dari buah (kadang
kempes pada satu sisi). Di dalam ruang terkendali yang hembusan anginnya tidak
cukup kuat untuk menggoyangkan bunga yang sudah siap untuk melakukan
penyerbukan, maka bantuan dibutuhkan. Cara yang paling sederhana untuk
membantu penyerbukan adalah dengan menggoyangkan tanaman yang dapat
dilakukan sebanyak tiga (3) kali dalam seminggu pada saat tanaman berbunga. Ada
juga alat getar listrik yang dibuat khusus untuk menggoyangkan bunga tanaman
tomat untuk membantu penyerbukan. Langkah lain yang bisa dilakukan adalah
memasukkan lebah madu ke dalam ruang terkendali pada saat perioda pembungaan
untuk membantu proses penyerbukan. Hama dan penyakit tanaman perlu terus
dimonitor keberadaannya sehingga dapat diputuskan langkah yang tepat untuk
pengelolaannya.

B. 6. Panen

129
Kegiatan panen untuk tanaman tomat yang ditanam secara hidroponik
biasanya lebih panjang dari kegiatan panen pada budidaya tanaman tomat di atas
bedengan. Penyebabnya adalah tipe pertumbuhan tanaman yang indeterminate atau
yang semi-determinate memungkinkan tanaman untuk tumbuh terus, sepanjang
nutrisi mencukupi. Panen baru akan dihentikan apabila tanaman sudah mengalami
penuaan yang dicirikan dengan rendahnya hasil panen yang dicirikan dengan ukuran
buah yang kecil-kecil dan biaya pemeliharaan sudah tidak sesuai lagi dengan hasil
yang dihasilkan.

PUSTAKA ACUAN

Hochmuth, G. J. and R. C. Hochmuth, 1995. Nutrient solution formulation for hydroponic


(Perlite, Rockwool and NFT) tomatoes in Florida. University of Florida. IFAS
Extension. HS 796.
Guide to Ripening Stages. Lagorio Family Companies. www.lagorio.com/assets/
pdf/lagorio-tomato-guide.pdf (Accessed on 4 November 2014)
Karki, D. B., 2005. Effect of harvesting states on quality of tomato (Lycopersicon
esculentum Mill cv. Avinash-2 hybrid). Tribhuvan University Journal 25: 141-
147.
Morgan, L., 2008. Hydroponic Tomato Crop Production. Suntec New Zealand Ltd. 247p.
Snyder, R. G. and A. M. Schmidt, 2011. Fertigation: The basic of injecting fertilizer for
field- grown tomatoes. Mississippi State University Extension Service.
Publication 2037.

DAFTAR PERTANYAAN

1. Apa saja teknologi budidaya tanaman tomat yang biasa diterapkan di ruang terkendali
dan jelaskan alasan pemilihan dari masing-masing teknologi tersebut!
2. Jelaskan langkah-langkah pemupukan untuk budidaya tanaman tomat di atas
bedengan!
3. Jelaskan kegiatan persiapan nutrisi tanaman tomat pada system hidroponik!
4. Uraikan langkah-langkah pemeliharaan tanaman tomat yang ditanam di atas bedengan
dan ditanam secara hidroponik!

130

Anda mungkin juga menyukai