Selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman salad daun (sayuran yang dikonsumsi
dalam bentuk segar) yang paling banyak diusahakan. Daun tanaman selada atau dikenal
dengan sebutan lettuce digemari karena rasanya yang gurih, renyah dan ada yang terasa
agak manis serta mengandung nutrisi yang cukup tinggi. Setiap 72 gram selada (biasanya
dikonsumsi dalam jumlah ini), terkandung 42,3 kJ kalori, serat 3%, vitamin A 361 IU,
vitamin C 2,0 mg, vitamin K 17,4 mcg dan Folat sebanyak 20,9 mcg. Dengan komposisi
nutrisi seperti ini, tidak mengherankan kalau selada selalu menjadi bagian penting dalam
makanan orang bangsa Eropa dan juga merupakan bagian sayuran dalam makanan cepat
saji, seperti ‘berger’ dan ‘sandwich’, bersama-sama dengan tomat dan mentimun.
Negara penghasil selada terbesar di dunia adalah Cina, yang memproduksi sekitar
setengah dari produksi selada dunia. Tanaman selada diperkirakan berasal dari daratan
Mediteranea. Tidak diketahui dengan pasti kapan tanaman selada masuk ke negara Cina,
namun diperkirakan tanaman ini mulai diusahakan di negara tersebut pada abad ketujuh.
Sesuai dengan negara asalnya, tanaman ini membutuhkan iklim tumbuh yang dimiliki oleh
negara-negara yang berada di kawasan sub-tropis. Untuk negara tropis seperti Indonesia,
selada hanya dapat berhasil dengan baik kalau diusahakan di dataran tinggi. Dengan
keterbatasan lingkungan tumbuh untuk pengembangannya di Indonesia, maka tanaman ini
kurang begitu populer di masyarakat. Kebiasaan masyarakat untuk memasak sayuran,
apakah itu sayuran daun, buah atau bunga, membuat sayuran yang biasa dikonsumsi segar
ini, menjadi lebih tidak populer di kalangan masyarakat Indonesia.
Tanaman selada daun tumbuh baik pada tempat terbuka dengan kisaran suhu antara
25 sampai 30oC dan kalau suhunya lebih tinggi dari itu maka tanaman butuh naungan.
Sementara itu selada yang mebentuk bulatan seperti kepala atau disebut dengan ‘heart’ atau
131
jantung, seperti Iceberg lettuce, tidak bisa membentuk jantung pada suhu yang lebih tinggi
dari 27oC. Di negara-negara tropis seperti Indonesia, khususnya di dataran rendah,
budidaya tanaman selada di ruang terkendali membutuhkan perlakuan tambahan guna
menjaga suhu udara untuk tidak menjadi terlalu tinggi. Langkah yang dilakukan biasanya
adalah dengan pengabutan (misting).
Secara umum tanaman selada dikelompokkan menjadi empat tipe, yaitu Crisphead
atau Iceberg, Butterhead, Romaine dan Looseleaf. Selada Cripshead atau Iceberg, seperti
namanya, membentuk daun-daun membentuk bulatan seperti kubis yang besar dan agak
keras namun renyah. Pada saat siap dipanen, daunnya berwarna hijau keputihan dengan
bobot dapat mencapai 1 kg. Selada Butterhead juga membentuk bulatan namun tidak
sepadat selada Iceberg sehingga bobot pada saat siap panen jauh lebih rendah, berkisar
antara 0,3 kg sampai 0,7 kg, tergantung dari teknik budidayanya. Sementara itu, selada
Romaine atau yang dikenal dengan nama Cos, merupakan selada yang rasanya paling manis
dengan tajuk tanaman yang tegak, dapat mencapai 30 cm. Daun-daun tanaman bagian atas
melengkung bersama-sama tetapi tidak membentuk bulatan (head). Sementara itu selada
Looseleaf adalah selada yang daun-daunnya tidak menyatu untuk membentuk bulatan dan
seperti namanya, daun-daun selada ini tumbuh bebas, kebanyakan ke arah samping.
Keempat tipe selada yang sudah disebutkan terdahulu dapat dilihat pada Gambar 13.1.
Selada Crisphead jarang diusahakan secara hidroponik karena bobotnya yang besar.
Gambar 13.1. Empat tipe selada, yaitu (searah jarum jam): Crisphead atau Iceberg,
Butterhead, Romaine atau Cos dan Looseleaf, yang memiliki beberapa jenis
dan warna
Tipe selada yang umum diusahakan di dalam ruang terkendali secara hidroponik
adalah Butterhead dan Looseleaf. Di negara tropis seperti Indonesia, selada Butterhead
132
dapat diusahakan di ruang terkendali yang lokasinya di dataran tinggi, sedangkan untuk di
dataran rendah, selada yang diusahakan adalah selada daun atau Looseleaf. Ada dua teknik
yang umum digunakan untuk menanam tanaman selada secara hidroponik dan kedua teknik
ini tidak menggunakan media tanam. Media tanam tidak digunakan untuk menjaga
kebersihan dari produk yang dihasilkan karena selada dikonsumsi dalam bentuk segar.
Kedua teknik yang umum digunakan adalah Nutrient Film Technique (NFT) dan Deep
Float Technique (DFT). Kedua cara budidaya selada ini akan dibahas secara rinci pada
bagian berikut ini.
133
tanaman selada. Tipe dan varietas tanaman selada yang akan ditanam disesuaikan dengan
permintaan pasar.
Gambar 13.2. Contoh model ‘gullies’ yang digunakan untuk menenam tanaman secara
hidroponik menggunakan sistem NFT. (1) pipa yang memasukkan larutan
nutrisi ke dalam pipa distribusi, (2) pipa yang memasukkan larutan nutrisi
ke dalam ‘gullies’ dan (3) lubang tempat meletakkan tanaman yang jarak
antar lubangnya dapat beragam tergantung jenis tanamannya. Pada ujung
akhir dari ‘gullies’ terdapat lubang yang digunakan untuk mengeluarkan
larutan nutrisi yang sudah digunakan (kanan).
134
apa yang diprogramkan di komputer atau NutriDose yang lebih sederhana, dipasang dekat
dengan keran air. Kalau peralatan moderen seperti kedua alat yang disebutkan sebelumnya
tidak ada, maka alat seperti pH meter, EC meter dan pompa air wajib dimiliki oleh
pengusaha hidroponik. Larutan jadi yang dialirkan ke pertanaman dan larutan yang sudah
terpakai yang ditampung di tempat penampungan, secara rutin harus diperiksa pH dan
ECnya. Pekerja yang terampil di bidang kimia sangat dibutuhkan untuk menjamin bahwa
larutan jadi yang dialirkan ke pertanaman benar-benar sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Air keran yang digunakan juga harus diperhatikan kualitasnya agar tidak mempengaruhi
kualitas larutan nutrisi yang dibuat. Pastikan bahwa semua selang, mulai dari selang yang
menuju ke larutan stock sampai selang-selang yang mengalirkan larutan yang sudah
terpakai, sudah terpasang semuanya dengan sempurna.
Tabel 13.1. Formulasi larutan nutrisi yang direkomendasikan (ppm) untuk tanaman
tanaman selada yang ditanam secara hidroponik dan kandungan masing-masing
unsur di daun tanaman yang sehat
135
Perlu diperhatikan bahwa seringkali akan terjadi peningkatan konsentrasi Natrium
(Na) pada larutan nutrisi yang digunakan. Hal ini akan lebih sering terjadi pada kegiatan
yang menggunakan air ledeng atau air dari Perusahaan Air Minum dibandingkan dengan
menggunakan air sumur. Konsentrasi Na di dalam larutan harus lebih kecil dari 55 ppm
dan kalau konsentrasi Na ini melebihi 55 ppm, maka larutan nutrisi yang disirkulasi harus
dibuang karena sangat beracun bagi tanaman selada. Oleh karena itu, alat yang berfungsi
untuk mengukur kandungan Natrium di dalam larutan sangat dibutuhkan. Hal lainnya yang
perlu diperhatikan adalah tumbuhnya alga pada tangki atau wadah larutan yang telah
dipergunakan. Oleh karena itu, tangki atau wadah ini diusahakan untuk tidak terkena
cahaya matahari secara langsung. Seringkali juga ada unsur-unsur tertentu yang diambil
lebih banyak oleh akar-akar tanaman yang mengakibatkan tidak seimbangnya larutan
nutrisi yang sudah terpakai. Dengan injeksi yang rutin dari larutan stock (apabila
menggunakan peralatan moderen), ketidak seimbangan ini dapat segera dikoreksi.
Permasalahan akan menjadi rumit kalau kandungan masing-masing nutrisi di dalam larutan
harus dianalisa secara manual.
Setelah larutan stock dan peralatan yang akan mencampur dan mengalirkan larutan
jadi ke tanaman siap, maka langkah selanjutnya adalah memindahkan bibit ke lubang tanam
pada ‘gullies’. Bibit dengan media rockwool dicabut dari seedling trays kemudian
dibersihkan atau dicelupkan ke dalam air bersih. Setelah media dan akar-akar bibit bersih
semua, kemudian bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam bersama-sama dengan
medianya atau lubang tanam dialasi dengan kasa nilon untuk mencegah hanyut atau
bergeraknya bibit tanaman dari lubang tanam (Gambar 13.3)
Gambar 13.3. Bibit tanaman selada dengan medianya diletakkan langsung di lubang
‘gullies’ dan duduk di dasar ‘gullies’ (kiri) dan bibit beserta medianya
ditaruh di atas jaring kasa di dalam di dalam ‘gullies’ (kanan)
136
Setelah bibit ditanam, kegiatan selanjutnya adalah mulai melakukan fertigasi.
Pengamatan serta evaluasi terhadap sistem yang digunakan harus dilaksanakan dengan
seksama pada pengaliran larutan nutrisi untuk pertama kalinya. Pastikan bahwa larutan
sudah mengalir pada ‘gullies’ dengan ketebalan sekitar 1 – 3 mm dan larutan pada akhirnya
mengalir ke bak penampungan. Perhatikan juga apakah ada terjadi kebocoran , baik pada
keran, pompa atau pada pipa-pipa yang digunakan. Apabila ditemukan kebocoran, maka
harus segera diperbaiki agar tidak terjadi pemborosan nutrisi dan menimbulkan
kelembaban yang tinggi yang mungkin menjadi tempat tumbuhnya alga atau
berkembangnya patogen.
Gambar 13.4. Tanaman selada yang ditanam dengan teknik hidroponik menggunakan
sistem NFT
Selada sebagai sayuran segar mempunyai kharakter tersendiri yang dicirikan oleh
kesegarannya. Oleh karena itu, tanaman yang sudah dipanen harus tetap dipertahankan
kesegarannya. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan selada kehilangan kualitasnya
setelah panen, yaitu kehilangan air, busuk sebagai akibat jamur atau bakteri, perubahan
137
warna, keluarnya bau yang kurang sedap dan kehilangan tekturnya yang renyah. Untuk
menghindari hal-hal tersebut terjadi, maka proses panen harus dilakukan dengan baik dan
demikian juga penanganan pascapanennya. Selada harus ditempatkan di tempat yang
lembut, seperti karung pelastik untuk menghindari lecet-lecet pada daun. Perlakuan
pencelupan ke dalam air dingin segera setelah dipanen dapat memperpanjang umur segar
dari selada yang sudah dipanen.
Pemberian nutrisi tanaman dengan menggunakan cara Deep Float Technique (DFT)
atau sering juga disebut dengan Floating Raft System (FRS) atau sistem rakit, merupakan
sistem yang tertutup (closed system). Teknik budidaya ini relatif mudah dilaksanakan, baik
untuk skala kecil maupun skala besar. Peralatan yang dibutuhkan tidak sebanyak dan
serumit pada sistem NFT dan pada prinsipnya dapat dilakukan di halaman rumah
(tergantung suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan selada). Peralatan utama yang
dibutuhkan adalah: wadah atau bak yang mempunyai kedalaman 20 – 30 cm, styrofoam,
dan pompa air (pompa aquarium). Kalau tidak mempunyai bak yang cukup besar, maka
bak bisa dibuat sendiri dengan menggunakan papan kayu.
Lembaran styrofoam dipotong sesuai dengan ukuran lubang dari bak kayu yang
sudah dibuat untuk dijadikan rakit tempat tanaman. Yakinkan bahwa rakit bisa dimasukkan
dan dikeluarkan dengan mudah dari bak, paling tidak sampai pada bagian atas permukaan
larutan nutrisi yang akan diberikan diberikan (sekitar 15 cm). Lubang tanaman dibuat
sekitar 15 cm dari pinggir dan jarak antar lubang adalah 30 cm. Dengan jarak seperti ini,
138
bak yang berukuran 240 x 120 cm dapat menampung 32 tanaman selada. Ukuran lubang
tanam disesuaikan dengan ukuran wadah atau tempat yang digunakan untuk meletakkan.
Kalau wadah yang akan digunakan adalah gelas air minum plastik bekas yang sudah
dibuatkan lubang-lubang seperti keranjang, maka ukuran lubang tanam dibuat sedemikian
rupa sehingga permukaan atas gelas plastik masih berada di atas permukaan styrofoam. Hal
terpenting yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa ketika bibit dengan medianya
dimasukkan ke dalam tempat tanam, hanya sebagian saja akar dan medianya yang boleh
tenggelam di dalam larutan. Untuk itu, ukuran lubang tanam dan wadah yang akan
digunakan untuk meletakkan bibit supaya dibuat sesuai dengan ketentuan di atas.
Setelah bak dan rakit selesai, ke dalam bak yang telah dikosongkan dimasukkan
pompa air untuk memberikan oksigen yang cukup pada akar tanaman. Selanjutnya bak diisi
dengan larutan nutrisi jadi sesuai dengan komposisi yang disajikan pada Tabel 13.1 sampai
dengan kedalaman 15 cm. Bibit tanaman yang sudah disiapkan (persiapan sama dengan
pada sistem NFT) dimasukkan ke dalam wadah tempat tanam bersama-sama dengan media
tanamnya. Jangan menambahkan media tanam, meskipun terlihat ada ruang yang kosong
di dalam wadah tanam. Wadah tanam yang sudah berisi bibit selanjutnya dimasukkan ke
dalam lubang tanam yang ada pada rakit styrofoam dan selanjutnya rakit dimasukkan ke
dalam bak yang sudah berisi larutan nutrisi. Perhatikan bahwa hanya sebagian saja dari
akar dan media pembibitan yang tenggelam ke dalam larutan nutrisi. Selanjutnya adalah
menghidupkan pompa air dan pompa ini harus tetap dipertahankan hidup agar akar tanaman
dapat mengambil larutan nutrisi dengan baik.
139
PUSTAKA ACUAN
Morgan, L., 2012. (Editor). HydroponicSalad Crop Production. Suntec New Zealand Ltd.
246p.
Napier, T., 2004. Field Lettuce Production. Agfact H8. 1. 40. NSW Agriculture.
Sweat, M., R. Tyson, R. Hochmuth, 2013. Building a Floating Hydroponic Garden.
University of Florida. IFAS Extension. HS943.
Trejo-Téllez, L. I. and F. C. Gómez-Merino, 2012. Nutrient Solutions for Hydroponic
Systems, Hydroponics - A Standard Methodology for Plant Biological Researches,
Dr. Toshiki Asao (Ed.), ISBN: 978-953-51-0386-8, InTech, Available from:
http://www.intechopen.com/books/hydroponics-a-standardmethodology-for-
plant-biological-researches/nutrient-solutions-for-hydroponic-systems
DAFTAR PERTANYAAN
1. Jelaskan perbedaan mendasar antara sisten NFT dan sistem DFT dalam budidaya
tanaman selada dengan teknik hidroponik di dalam ruang terkendali! Uraikan pula
keunggulan dan kelemahan dari masing-masing sistem!
2. Uraikan tahapan budidaya tanaman selada secara hidroponik menggunakan metoda NFT
dari mulai persiapan pembibitan sampai panen!
140