Anda di halaman 1dari 32

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ROTENON DARI EKSTRAK

BIJI BENGKUANG (Pachyrizus erosus) DAN WAKTU PEMOTONGAN


AKAR TERHADAP JUMLAH SEL AKAR BAWANG LANANG (Allium
sativum) YANG MENGALAMI MITOSIS

Laporan Proyek

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika 1


yang dibina oleh Prof. Dr. A Duran Corebima, M.Pd dan Prof. Dr. Siti Zubaidah,
M.Pd.
Disajikan pada 34 Maret 2019

Disusun oleh :
Kelompok 6 Offering B
1. Febby Ey Dwi Cahyani (170341615016)
2. Nurdiyah Arifianti (170341615094)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
APRIL 2019
BAB Is
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan organisme untuk bereproduksi menghasilkan jenisnya sendiri
adalah salah satu ciri yang paling baik untuk membedakan makhluk hidup dari
materi tak hidup (Campbell et al., 2008). Sel merupakan unit terkecil dari suatu
organisme yang mempunyai kemampuan untuk bereproduksi dan melakukan
metabolism. Pembelahan sel merupakan salah satu bentuk reproduksi sel
eukariotik.

Bawang yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih lanang
(Allium sativum). Bawang lanang sebenarnya merupakan varietas dari bawang
putih yang terbentuk tidak sengaja karena lingkungan penanaman yang tidak
cocok. Umbi dari bawang ini hanya berisi satu umbi utuh yang kecil (Syamsiah &
Tajudin, 2005). Keberadaan satu umbi pada bawang lanang merupakan salah satu
alasan pengamat menggunakan bawang ini sebagai bahan amatan. Dengan
demikian, pengamat akan mudah menentukan akar yang tumbuh dari satu umbi
tersebut. Selain itu, bawang ini mudah ditumbuhkan dalam waktu relatif singkat
dan memiliki sistem perakaran serabut, sehingga akan menghasilkan banyak akar
yang dapat diamati. Varietas tanaman ini juga memiliki bentuk sel yang relatif
besar dan kromosomnya relatif sedikit, yaitu 16 kromosom sehingga memudahkan
dalam proses pengamatan (Fukui, 1996). Selain itu, tanaman tersebut mudah
didapat dan murah (Abidin, 2014).
Dalam penelitian terdapat suatu inhibitor bagi enzim yang terdapat di
rantai transport electron pada kompleks I (rotenone-insensitive dehidrogenase),
yaitu zat rotenone yang terkandung di dalam biji bengkuang (P. erosus), zat
beracun ini dapat menghambat terjadinya mitosis.Pada tumbuhan, mitosis terjadi
pada titik-titik tumbuh, misalnya ujung batang, ujung akar, dan kambium.
Terdapat beberapa agen yang dapat merangsang aktivitas mitosis, sementara yang
lain menyebabkan aktivitas mitodepressive dan beracun. Agen mitodepressive
efektif melawan sel-sel yang berkembang biak dan dapat menghasilkan efek
sitotoksik baik dengan merusak DNA selama S-fase dari siklus sel atau dengan
menghalangi pembentukan gelendong mitosis di M-fase (Desedtia, 2011).
Sebagian besar senyawa antimitotik berasal dari tanaman, seperti halnya rotenon
yang didapatkan dari ekstrak biji bengkuang. Senyawa antimitotik dapat
mempengaruhi dinamika mikrotubulus dari sel dan menginduksi modifikasi
proses biologi dan jalur sinyal yang akhirnya menyebabkan kematian sel (Suryo,
2008).
waktu pembelahan sel setiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan
sepanjang hari. Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi dan indeks mitosis
(Abidin, 2014). Mitosis memiliki jadwal terstruktur yang menyebabkan fisiologi
suatu organisme dapat berlangsung dengan baik (Nadesul,2012). Mitosis dapat
terjadi setiap hari mengingat banyaknya sel yang rusak atau terlepas dari tubuh.
Pengamatan fase mitosis lebih mudah diamati saat pemotongan akar pagi hari
dibandingkan siang atau sore hari. (Abidin, 2014). Anggarwulan et al. (1999)
mengungkapkan, studi pendahuluan yang dilakukan pagi hari mulai jam 09.00 –
13.00 WIB. Pemotongan akar dilakukan setiap 30 menit dan dibuat preparat
dengan metode squash semi permanen, diperoleh waktu optimum jam 09.00 WIB.
Oleh karena itu dalam penelitian ini dipilih pengamatan hanya pada pagi hari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam laporan
penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi rotenon dari ekstrak biji bengkuang
(Pachyrizus erosus) terhadap jumlah sel akar bawang lanang (Allium sativum)
yang mengalami mitosis?
2. Bagaimana pengaruh waktu pemotongan akar terhadap jumlah sel akar bawang
lanang (Allium sativum) yang mengalami mitosis?
3. Bagaimana pengaruh interaksi variasi konsentrasi rotenon dari ekstrak biji
bengkuang (Pachyrizus erosus) dan waktu pemotongan akar terhadap jumlah
sel akar bawang lanang (Allium sativum) yang mengalami mitosis?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
sebagai berikut.
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi rotenon dari ekstrak biji bengkuang
(Pachyrizus erosus) terhadap jumlah sel akar bawang lanang (Allium
sativum) yang mengalami mitosis.
2. Mengetahui pengaruh waktu pemotongan akar terhadap jumlah sel akar
bawang lanang (Allium sativum) yang mengalami mitosis
3. Mengetahui pengaruh interaksi konsentrasi rotenon dari ekstrak biji
bengkuang (Pachyrizus erosus) dan waktu pemotongan akar terhadap
jumlah sel akar bawang lanang (Allium sativum) yang mengalami mitosis.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Untuk memberikan informasi kepada peneliti tentang adanya pengaruh
konsentrasi ekstrak biji bengkuang (Pachyrizus erosus) terhadap fase
mitosis akar bawang lanang (Allium sativum).
2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang adanya interaksi antara
pengaruh konsentrasi dan waktu pemotongan terhadap fase mitosis akar
bawang lananag
3. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya pengaruh
rotenone terhadap fase mitosis akar bawang lanang (Allium sativum).

1.5 Asumsi Penelitian


Adapun asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bawang putih lanang (Allium sativum L.) merupakan tanaman yang mudah
ditumbuhkan dalam waktu relatif singkat.
2. Ujung akar merupakan bagian yang paling aktif mengalami pembelahan
mitosis, namun setiap varietas bawang memiliki durasi waktu tertentu dalam
pembelahan mitosis. Waktu pemotongan ujung akar (pukul 21.00, 00.00, dan
03.00 WIB) serta panjang akar yang dipotong dianggap sama.
3. Biji bengkuang (Pachyrizus erosus) yang diekstrak dapat menghasilkan zat
rotenon yang dikenal sebagai zat antimitotik. Kualitas hasil ekstraksi rotenon
dari biji bengkuang dianggap sama.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Adapun ruang lingkup dan batasan masalah dari penelitian ini sebagai
berikut.
1. Varietas bawang yang digunakan dalam penelitian adalah bawang putih lanang
(Allium sativum L.).
2. Penelitian ini menggunakan konsentrasi ekstrak biji bengkuang yang
mengandung rotenon dengan konsentrasi 0%, 25%, 50%, dan 75% dari larutan
stok 100%.
3. Penelitian menggunakan bagian tudung akar bawang dengan pemotongan
tudung akar dilakukan pada pukul 21.00 WIB, 24.00 WIB, dan 03.00 WIB.
4. Jumlah sel yang mengalami mitosis adalah jumlah seluruh fase pembelahan
mitosis (profase, metafase, anafase, dan telofase) yang dihitung pada setiap
preparat.

1.7 Definisi Operasional


1. Pembelahan mitosis merupakan pembelahan inti yang berhubungan
dengan pembelahan sel somatik, yang terdiri dari fase profase, metafase,
anafase, dan telofase.
2. Bawang lanang merupakan varietas dari bawang putih yang terbentuk
tidak sengaja karena lingkungan penanaman yang tidak cocok. Umbi dari
bawang ini hanya berisi satu umbi utuh yang kecil. Setiap umbi tersebut
jika ditanam akan menghasilkan akar serabut.
3. Pemotongan akar bawang dipilih pada bagian ujung akar (tudung akar).
Bagian ini merupakan bagian yang aktif membelah secara mitosis untuk
membentuk sel-sel baru. Pemotongan dilakukan pada jam tertentu, yaitu
pukul 21.00 WIB, 24.00 WIB, dan 03.00 WIB.
4. Rotenon merupakan zat yang didapatkan dari hasil ekstraksi biji
bengkuang yang telah dikeringkan. Rotenon diberikan dalam beberapa
konsentrasi, yaitu 0%, 25%, 50%, dan 75%.
5. Bidang pandang dalam praktikum ini adalah daerah yang terlihat di bawah
mikroskop dengan perbesaran 40x10 dimana di dalamnya ditemukan
tahap-tahap mitosis, yang meliputi profase, metafase, anaphase, dan
telofase.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penjelasan Teori Maing-Masing Variabel


2.1.1 Pembelahan Mitosis
Kromosom adalah suatu struktur makromolekul yang berisi DNA yang
menginformasi genetik dalam sel. Kromosom terdiri atas dua bagian, yaitu
sentromer yang merupakan pusat kromosom berbentuk bulat dan lengan
kromosom yang mengandung kromonema dan gen berjumlah dua buah
(sepasang). kromosom memiliki peranan yang sangat penting bagi
keberlangsungnya suatu makhluk hidup, karena kromosom merupakan alat
pengangkutan bagi gen-gen yang akan dipindahkan dari suatu sel induk ke sel
anakannya, dari generasi yang satuke generasi yang lain. Perilaku aktifitas
kromosom dapat terlihat dalam siklus sel, termasuk di dalamnya adalah
pembelahan sel. Mitosis adalah pembelahan inti yang berhubugan dengan
pembelahan sel somatic, dimanan terdapat beberapa tahap didalamnya, yaitu
interfase, profase, anaphase, dan telophase (mitosis atau meiosis) pembelahan
yang terjadi pada sel kelamin disebut meiosis (Ritonga,2011).
Sel akar bawang lanang yang baru terbentuk berisi 16 kromosom yang
diantaranya disambungkan oleh bapak tumbuhan bawang yaitu tumbuhan yang
menyediakan gamet jantan. Kromosom ini sering dinaman kromosom paternal.
Sisanya yang 8 disebut kromosom maternal. Berbagai kejadian yang terdapat
selama mitosis dibagi ke dalam empat fase yang berurutan yaitu profase,
metaphase, anaphase, dan telophase. Maka diantara pembelahan –pembelahan
disebut interfase (kimbal,1987)
1. Profase
Kromosom mempersiapkan diri untuk proses pembelahan sel, dengan
jalan melakukan penebalan dan pemendekan kromosom. Pada saat ini

membran inti mulai menghilang, nukleolus (anak inti) mulai menghilang, dan
kromosom terlihat tebal dan panjang (terdiri dari 2 kromatid) (Ardiawan,
2009)).
Gambar 2.1.4 pembelahan mitosis fase profase
(sumber: Ardiawan, 2009)
1. Metafase
Pada fase ini, setiap individu kromosom yang telah menjadi dua kromatid
bergerak menuju bidang equator. Benang-benang melekat pada sentromer
disetiap kromosom. Terjadi kondensasi dan penebalan yang
maksimalpadafaseini,sehingga kromosom juga terlihat lebih pendek dantebal
dibandingkan pada fase yang lainnya. Selain itu kromosom jugaterlihat sejajar
ditengah tengah equator (Ritonga, dkk.2011).Tahap metaphase ini
membutuhkan waktu sekitar 2 – 6 menit

Gambar 2.2.4 pembelahan mitosis fase metaphase


(sumber: Ritongga,2011)

2. Anafase
Tahapan anafase membutuhkan waktu sekitar 3-15 menit. Tahapan anafase
dimulai ketika kromosom yang terduplikasi dari setiap dupletsaling berpisahan.

Kini bergerak memisah, masih pada gelendaong dan bergerak kekutup yang
berlawanan. Sentromer membelah menjadi dua. Tertariknya sentromer kearah
kutup yang berbeda dikarenakan adanya kontraksi dari benang gelendong. Fase
anaphase adalah fase yang terjadi paling singkat pada proses pembelahan
(Listiawan, 2009)
Gambar 2.3.4 pembelahan mitosis fase anaphase
(sumber: Ardiawan,2009)
3. Telofase
Kromosom baru telah menyelesaikan pergerakannya menuju kutub dan
mulai menyebar di dalam membran nukleus. Selama tahap ini berlangsung,
suatu dinding sel baru mulai terbentuk diantara dua nukleus baru (Ardiawan,
2009). Setelah terbentuk dua inti pada kutub yang berlawanan aster
menghilang dan terjadi penebalan sitoplasma yang diikuti pembagian
sitoplasma (sitokinesis). Sitokinesis ini di tandai dengan terbentuknya dinding
pemisah ditengah-tengah sel (pada tumbuhan) Swastika, (2009). Pada tahap ini
terlihat adanya 2 nukleus, namun dinding sel belum terpisah sempurna. Pada
tumbuhan terbentuk pelat sel (Ardiawan, 2009).

Gambar 2.3.4 pembelahan mitosis fase telophase


(sumber: Ardiawan,2009)

2.1.2 Bawang Putih Lanang (Allium sativum)

Menurut Dasuki dalam Rahmawati (2012), klasifikasi bawang putih


lanang sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyte
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium sativum L.
Bawang putih lanang (Allium sativum) merupakan herba semusim
berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak
ditanam di ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari.
Batangnya semu dan berwarna hijau. Bagian bawahnya bersiung-siung bergabung
menjadi umbi besar berwarna putih,tiap suing terbungkus kulit tipis.daunnya
berbentuk pita (pipih memanjang, tepi rata,ujung runcing, beralur, panjang 60 cm
dan lebar 1,5 cm.berakar serabut,bunganya berwarna putih,bertangkai panjang
bentunknya paying (wibowo,2007)
Umbi dari tanaman ini hanya berisi satu umbi utuh yang kecil. Hal ini
disebabkan karena gagalnya pembentukan tunas utama di tajuk dan menekan
pembentukan tunas-tunas bakal siung, daun yang biasanya membungkus siung-
siung hanya mampu membungkus umbi utuh, sehingga kulit umbi utuh lebih
tebal daripada kulit luar umbi yang bersiung (Syamsiah dan Tajudin, 2005).
Akar bawang putih terletak di batang pokok, tepatnya di bagian
dasar umbi atau pangkal umbi yang berbentuk cakram. Sistem perakarannya
berupa akar serabut (monokotil) yang pendek dan menghujam ke dalam tanah
tidak terlalu dalam. Fungsi akar serabut ini hanya sebagai penghisap nutrisi,
bukan pencari air dalam tanah. Akibatnya, dalam proses pertumbuhannya
bawang putih membutuhkan cukup banyak air (Savitri., dkk. 2008). Dari pangkal
batang tumbuh akar berbentuk serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang
dari 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok bersifat rudimenter, berfungsi
sebagai alat penghisap makanan (Savitri, 2008).
Bawang lanang sebenarnya merupakan varietas bawang putih yang
terbentuk tidak sengaja karena lingkungan penanaman yang tidak cocok. Bawang
lanang pertama kali ditemukan di daerah Sarangan, Magetan, Jawa Timur. Umbi
dari tanaman ini hanya berisi satu umbi utuh yang kecil. Hal ini disebabkan
karena gagalnya pembentukan tunas utama di tajuk dan menekan pembentukan
tunas-tunas bakal siung, dan daun yang biasanya membungkus siung-siung hanya
mampu membungkus umbi utuh, sehingga kulit umbi utuh lebih tebal daripada
kulit luar umbi yang bersiung (Syamsiah dan Tajudin, 2005).

2.1.3 Bengkuang

Menurut Azani (2003), klasifikasi tanaman bengkuang sebagai berikut.


Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Familia : Leguminosae
Genus : Pachyrizus
Spesies : Pachyrizus erosus

Bengkuang merupakan tumbuhan semak, semusim, dan membelit.


Tumbuh baik di lingkungan lembab panas dan memerlukan musim tanam yang
panjang dan panas. Bengkuang merupakan tanaman merambat yang memiliki
batang rambat sepanjang 3 meter atau 4 meter, bulat, berambut, dan berwarna
hijau. Daunnya tunggal, bulat telur atau berbentuk seperti belah ketupat bundar,
tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan
berbulu panjang 7-10 cm, lebar 5-9 cm, dan berwarna hijau. Bunga merupakan
bunga majemuk, berbentuk tandan, duduk di ketiak daun terdiri dari 2-4, tangkai
panjang, kelopak berbulu, bentuk lonceng, hijau, kepala putik berbulu, mahkota
gundul, bernoda hijau, ungu kebiru-biruan. Polong dihasilkan bunga dengan
panjang 7-14 cm dan lebar 1-2 cm, bentuk lancet, pipih, hijau. Tanaman
bengkuang mengandung saponin, flavonoid, dan minyak atsiri (Azani, 2003).
Biji keras, bentuk ginjal, warna kuning kotor, bagian tumbuhan ini yang
sering digunakan adalah umbi dan bijinya. Biji bengkuang yang telah ditumbuk
halus kemudian diekstrak dengan mengggunakan hexane, diklorometana, dan
aceton akan mengahasilkan rotenon, eroson, paquirrizone, paquirrizine, isovlafon
dehidroroneotenone. Sedangkan hasil analisa menggunakan Meijer test dan
Goodhe test, menunjukkan bahwa pada biji bengkuang mengandung gugus
rotenon, eroson, dan pachyrrzid. Gugus yang mempunyai sifat insektisida adalah
rotenon. Secara kimiawi rotenon digolongkan ke dalam kelompok flavonoid,
namun rotenon tidak terdapat pada umbi bengkuang (Azani, 2003). Berdasarkan
bobot kering, kandungan rotenon pada batang adalah 0,03%, daun 0,11%, polong
0,02%, biji 0,66% (Duke, 1981). Kandungan rotenon murni pada biji yang telah
masak sekitar 0,5%-1,0% (Sorensen, 1996 dalam Aisah et al., 2013). Ekstrak biji
bengkuang dibuat dengan cara menyaring campuran tepung biji bengkuang
dengan pelarut air, etanol 96%, atau metanol 96% (Kartika, 2010).
2.1.4 Rotenon
Rotenon tidak berwarna dan tidak berbau, memiliki bobot molekul 394,41.
Memiliki titik didih 210-2200 C dan titik lelehnya 165-166 °C. Rotenon umumnya
tidak stabil dan mudah terurai dengan cepat, bergantung pada berbagai faktor
termasuk cahaya, suhu, dosis, dan keberadaan limbah organik. Rotenon biasanya
digunakan untuk bahan insektisida dan pestisida. Senyawa ini terkandung dalam
akar dan batang ataupun biji dari beberapa tanaman termasuk bengkuang. Rotenon
dapat larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, kloroform, eter, dan etanol.
Kelarutan dalam air adalah 0.2 mg/L pada suhu 20 0 CNama lain rotenon adalah
tubotoxin (C23H22O6). Rotenone ini merupakan salah satu kandungan yang ada
pada biji bengkuang. (Sari, 2011).

Gambar 2.1.3 struktur kimia Rotenon


Sumber: Sari, 2012
Rotenone dihasilkan dari tanaman familia Leguminosae. Aksi rotenone
adalah yaitu sebagai enzim inhibitor pernapasan. Rotenon aktif hanya sekitar 1
minggu pada tanaman atau 2-6 hari di dalam air (Hien et al., 2003). Rotenon
merupakan kandungan sangat beracun yang juga dapat ditemukan pada biji
bengkuang. Racun ini sering dipakai untuk membunuh serangga atau menangkap
ikan, terutama yang diambil dari biji-bijinya. Namun demikian, biji bengkuang
dapat dijadikan bahan obat. Rotenon adalah salah satu anggota dari senyawa
isoflavon, sehingga rotenon termasuk senyawa tergolongan flavonoid. Nama lain
rotenon adalah tubotoxin. Tubotoxin merupakan insektisida alami yang kuat, larut
dalam eter dan aseton, sedikit larut dalam etanol (Barrera et a.l, 2004). Flavonoid
mempunyai tiga jenis struktur umum yaitu flavonoida atau 1,3-diarilpropana,
isoflavonoida atau 1,2diarilpropana dan neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana.
Menurut Kardono et al. dalam Barrera et al., (2004) rotenon memiliki
aktivitas antitumor. Tanaman ini telah dipelajari secala fitokemikal. Rotenon
beserta derivatnya telah ditemukan sebagai zat yang bertanggung jawab dalam
aktivitas biologi. Dibanding dengan zat lainnya yang ada pada biji bengkuang,
rotenon bersifat paling aktif. Aktifitas rotenon ini akan menghalangi respirasi
mitokondria dengan memblocking NADH tereduksi dan untuk menghentikan
pembelahan seluler. Pada mekanisme molekuler, proses mitosis terhambat akibat
produksi ATP yang rendah. Studi kinetika siklus sel, pengukuran konsumsi
oksigen dan tes viskositas menunjukkan bahwa rotenon pada kultur sel mamalia
menghambat perakitan poros, mekanisme ini analog dengan kolkisin, coelomid,
dan obat antimitotik lainnya. Rotenon menunda atau memperlambat
perkembangan sel di semua fase siklus sel, hal ini juga sebagai akibat dari rotenon
sebagai inhibitor respirasi (Barham and Brinkley, 1976).

2.2 Kerangka Konseptual


Bawang lanang (Allium sativum) mudah ditumbuhkan dalam waktu relatif
singkat dan memiliki sistem perakaran serabut, sehingga akan menghasilkan
banyak akar yang dapat diamati. Varietas tanaman ini juga memiliki bentuk sel
yang relatif besar dan kromosomnya relatif sedikit, yaitu 16 kromosom sehingga
memudahkan dalam proses pengamatan (Stack, 1979 & Fukui, 1996). Selain itu,
tanaman tersebut mudah didapat dan murah (Abidin, 2014).
Mitosis pada tumbuhan banyak terjadi pada jaringan meristematik yang
aktif membelah, salah satunya pada ujung akar. Dalam penelitian ini digunakan
ujung akar bawang putih lanang (Allium sativum). Fase pada mitosis terdiri dari
profase, metafase, anaphase, dan telofase (Suryo, 2008).
Terdapat beberapa agen yang dapat merangsang aktivitas mitosis,
sementara yang lain menyebabkan aktivitas mitodepressive dan beracun yang
dapat merusak DNA selama S-fase dari siklus sel atau dengan menghalangi
pembentukan gelendong mitosis di M-fase, seperti halnya rotenon yang
didapatkan dari ekstrak biji bengkuang. Senyawa antimitotik dapat mempengaruhi
dinamika mikrotubulus dari sel dan menginduksi modifikasi proses biologi dan
jalur sinyal yang akhirnya menyebabkan kematian sel (Mollinedo & Gajate,
2003). Rotenon menunda atau memperlambat perkembangan sel di semua fase
siklus sel. Hal ini juga sebagai akibat dari rotenon sebagai inhibitor respirasi. Pada
mekanisme molekuler, proses mitosis terhambat akibat produksi ATP yang
rendah. (Barham dan Brinkley, 1976). Rotenon dianggap sebagai zat yang dapat
menghambat mitosis akar bawang putih lanang (Allium sativum L.) (Kartika,
2010). Konsentrasi larutan rotenon yang digunakan adalah 0%, 25%, 50%, dan
75%
Mitosis memiliki jadwal terstruktur yang menyebabkan fisiologi suatu
organisme dapat berlangsung dengan baik (Nadesul, 2012). Namun demikian,
waktu pembelahan sel setiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang
hari. Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi dan indeks mitosis (Abidin,
2014). Waktu pemotongan dilakukan pada pukul 21.00 WIB, 24.00 WIB, dan
03.00 WIB. Hal ini dikarenakan pada jam tersebut akar bawang mengalami fase
mitosis yang cukup tinggi. Setiap perlakuan diamati 3 kali ulangan dan dalam satu
ulangan diamati 3 bidang pandang. Adapun kerangka konseptualnya sebagai
berikut.

Mitoisi pada bawang lanang

Mitosis dapat diamati melalui tudung akar bawang lanang yang


sudah melalui pemotongan pada jam yang sudah ditentukan
dipengaruhi

Waktu pemotongan
Konsentrasi Rotenon

Dilakukan pemotongan aakar dalam 3


Konsentrasi 0%, 25%, 50% dan
waktu yang berbeda yaitu pukul 21.00
75%
WIB, 00.00 WIB dan 03.00 WIB

Rotenone menghambat respirasi,


produksi ATP rendah

Mengamati jumlah sel yang mengalami fase-fase mitosis


pada akar bawang lanang

2.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut.
a. Ada pengaruh konsentrasi rotenon dari ekstrak biji bengkuang (Pachyrizus
erosus) terhadap jumlah sel akar bawang lanang (Allium sativum) yang
mengalami mitosis.
b. Ada pengaruh waktu pemotongan akar terhadap jumlah sel akar bawang lanang
(Allium sativum) yang mengalami mitosis.
c. Ada pengaruh interaksi konsentrasi rotenon dari ekstrak biji bengkuang
(Pachyrizus erosus) dan waktu pemotongan akar terhadap jumlah sel akar
bawang lanang (Allium sativum) yang mengalami mitosis.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan dan Jenis Penelitian


Penelitian tentang pengaruh konsentrasi ektrak bengkuang dan waktu
pemotongan terhadap fase mitosis akar bawang lanang (Alliumsativum)
merupakan jenis penelitian ekperimental yang menggunakan pendekatan analisis
kuantitatif dengan data yang diolah dalam bentuk angka penelitian ini dilakukan
uji statsistik RAL Anava Ganda. Karena dalam penelitian data yang digunakan
adalah jumlah fase- fase pembelahan sel selama mitosis. g

3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


a. Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari-April 2019
b. Tempat Pelaksanaan
1) Penanaman bawang, pemotongan akar, pemberian perlakuan konsentrasi
rotenon ekstrak biji bengkuang, dan pemindahan akar ke FAA dilaksanakan di
Jalan Terusan Surabaya no. 17.
2) Pengamatan fase mitosis akar bawang lanang dilaksanakan di Laboratorium
Genetika Gedung O5 Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.

3.3. Sampel dan Populasi


1. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tudung akar bawang
lanang (Allium sativum).
2. Populasi
Bawang lanang (Allium sativum) dan biji bengkuang (Pachyrizus erosus).

3.4. Variabel Penelitian


Variabel-variabel dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Variabel bebas: konsentrasi rotenon ekstrak biji bengkuang dengan konsentrasi
0%, 25%, 50% dan 75%, waktu pemotongan tudung akar bawang pada pukul
21.00, 00.00 dan 03.00.
b. Variable terikat: jumlah sel akar yang mengalami mitosis.
c. Variable kontrol: umur bawang, kondisi lingkungan (kondisi medium, suhu,
cahaya, nutrisi), bagian akar yang dipotong (tudung akar).
d. Variabel moderator: kondisi akar bawang (setiap akar bawang belum tentu
memiliki panjang yang sama).

3.5. Instrumen Penelitian (alat bahan & prosedur kerja)


a) Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan diantaranya: baskom, botol vial, tusuk lidi,
kaca benda, kaca penutup, mikroskop stereo, pipet tetes, blender, silet
berkarat, kain penyaring, gelas ukur, timbangan kue, dan kertas label.
Bahan yang diperlukan diantaranya: akar bawang putih lanang,
alcohol, fungsi dari alcohol adalah untuk membersihkan sisa FAA dan
HCl digunakan untuk melisiskan lamella tengah (Muhslisyah dkk,
2014).acetokarmin berfungsi sebagai pewarna merah agar fase mitosis
dapat teramati dengan jelas, biji bengkuang yang telah diblender sampai
halus, dan akuades.

b) Prosedur Kerja
1. Pembuatan alat untuk merendam akar bawang lanang

Disiapkan 2 botol air mineral kosong ukuran 1 L

Dibuat lubang memanjang pada bagian tengah botol dengan arah dari atas ke
bawah botol (panjang lubang ± 22 cm, lebar lubang ±5 cm).

Direbahkan botol yang telah dilubangi dengan bagian berlubang berada di atas
Diisi botol yang sudah dilubangi dengan air, tapi tidak sampai penuh kira-kira
sampai 4/5 bagian botol

2. Penumbuhan akar bawang lanang

Disiapkan 3 siung bawang lanang dan lidi.

Dipilih bawang lanang yang kondisinya masih baik (tidak busuk)

Ditusuk bawang lanang menggunakan lidi dibagian atas bawang

Diletakkan bawang lanang yang telah ditusuk ke dalam botol yang telah berisi air

Dipastikan 1/3 bagian bawang lanang terendam air

Direndam selama 6 hari hingga tumbuh akar

3. Pembuatan Rotenon dari Ekstrak Biji Bengkuang

Disiapkan biji bengkuang.

Dicampurkan biji bengkuang dan air dan dihaluskan dengan cara diblender.
Perbandingan biji bengkuang dan air adalah 1:3 (100gram: 300ml)
Larutan biji bengkuang yang dihasilkan dijadikan larutan stok

Dibuat ekstrak biji bengkuang dengan konsentrasi 0%, 25%, 50% dan 75%

Dibuat larutan dengan konsentrasi 0% dengan menggunakan aquades atau air kran
bersih.

Dibuat larutan dengan konsentrasi 25% dilakukan dengan cara mengambil 25 ml


larutan stok dan diencerkan dengan aquades hingga mencapai volume 100 ml.

Dibuat larutan dengan konsentrasi 50% dilakukan dengan cara mengambil 50 ml larutan
stok dan diencerkan dengan aquades hingga mencapai volume 100 ml.

Dibuat larutan konsentrasi 75% dilakukan dengan cara mengambil 75 ml larutan stok
dan diencerkan dengan aquades hingga mencapai volume 100 ml

4. Perlakuan

Setelah bawang lanang direndam selama 6 hari, bawang lanang direndam dengan
larutan rotenon dengan konsentrasi 0, 25, 50, dan 75 sesuai dengan waktu yang
ditentukan yaitu pukul 21.00, 00.00 dan 03.00 WIB selama 1 hari 24 jam. Adapun
untuk konsentrasi 0, bawang-bawang tersebut tetap direndam pada aquades atau
air kran selama 7 hari.

Dipotong akar bawang (sepanjang 2 cm) tepat pukul 21.00, 00.00 dan 03.00 WIB.
Direndam potongan akar bawang pada botol vial yang telah berisi larutan FAA
(sampai waktu pemotongan ± 24 jam)

5. Pengambilan Data
Diambil potongan ujung akar bawang yang telah direndam dalam larutan FAA
dengan pinset dan meletakkannya di atas kaca benda

Direndam potongan akar bawang pada alkohol 70% selama 2 menit diatas kaca
benda, kemudian alkohol dihisap dengan kertas hisap

Direndam potongan akar bawang pada larutan HCl 1N selama 7 menit diatas kaca
benda, kemudian HCl dihisap dengan kertas hisap

Kemudian akan nampak bagian berwarna putih pada ujung akar. Dipotong dan
diletakkan bagian yang terlihat putih di atas kaca benda

Ditetesi potongan akar bawang dengan acetokarmin kemudian dicacah sampai


halus menggunakan silet berkarat

Ditutup preparat dengan kaca penutup dan sedikit ditekan dengan kertas hisap

Diamati fase-fase mitosis di bawah mikroskop cahaya pada perbesaran 40X10 dan
menghitung masing-masing fase pada 3 bidang pandang yang berbeda dengan 3
kali ulangan.

Lalu, dihitung sel yang mengalami fase pembelahan mitosis yang teramati.

3.6. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 pada spreparat
cacahan tudung akar bawang putih lanang (Allium sativum L.) dalam tiga ulangan
dan tiga bidang pandang.setiap jam dilakukan sebanyak tiga kali ulangan disemua
konsetrasi.
3.7. Teknik Analisis Data
Jumlah sel yang mengalami mitosis pada pengamatan yang dilakukan dianalisis
menggunakan Analisis Varian Ganda dengan Rancangan Acak Kelompok karena
terdapat lebih dari satu variable bebas dan ulangan tidak dilakukan dalam waktu
yang homogeny. Jika F hitung>Ftabel makan hipotesis diterima. Jika hasil uji
statistika terdapat pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji BNT dengan
taraf signifikasi 5% untuk mengetahui konsentrasi larutan biji bengkuang yang
memiliki pengaruh yang paling besar dalam menghambat proses pembelahan
mitosis pada akar bawang lanang. Rumus yang digunakan dalam perhitungan
analisis data adalah sebagai berikut:
2
( y 1)
JK(A) = ∑ - FK
r bc
2
( y 1)
JK(B) = ∑ - FK
r ac
2

JK(C) = ∑ ( y 1) – FK
r bc
2
( αj βk )
JK(AB) = ∑ – FK - JK(A) – JK (B)
rc
2
(α γ)
JK(AC) = ∑ – FK - JK(A) – JK (C)
rb
2

JK(BC) = ∑ (β δ) – FK - JK(B) – JK (C)


ra
JK(ABC) = JPK – JK(A) – JK(B) – JK(C) – JK(AB) – JK(AC) – JK(BC)
KT = JK / db
F = KT / KT galat
Apabila terdapat hasil yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji lanjut
(uji BNJ)
KT galat
BNJ 5 %=Qα ( p : db galat ) x
√ r
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA

4.1 Data dan Hasil Pengamatan

Table 1.1 Rata-rata jumlah sel tiap fase mitosis

Konsentrasi Waktu fase Bidang pandang Rata-


1 2 3 rata
0% 21.00 Profase 9 0 0 3,00
Metaphase 0 0 0 0,00
Anaphase 1 0 0 0,33
telofase 1 0 0 0,33
00.00 Profase 8 0 0 2,66
Metaphase 4 0 0 1,33
Anaphase 0 0 0 0,00
telofase 6 0 0 2,00
03.00 Profase 36 35 0 23,66
metafase 9 0 0 3,00
Anaphase 5 8 0 4,33
telofase 13 7 0 6,67

3.9 ANALISIS DATA

Bidang pandang 1

pengaruh konsentrasi terhadapap jumlah total fase


mitosis
40
30
20
10
0
21.00 00.00 03.00

profase metafase anafase telofase


Bidang pandang 2

pengaruh konsentrasi terhadap jumlah


total fase mitosis
40
30
20
10
0
21.00 00.00 03.00

profase metafase anafase telofase

Dari hasil grafik, menujukkan jumlah total sel fase mitosis pada waktu
pemotongan pukul 21.00, 00.00 dan 03.00. berdasarkan pengamatan yang
dilakukan pada waktu pemotongan 21.00 pada bidang 1 konsentrasi 0%
ditemukan 9 fase profase dan 1 fase anaphase dan 1 telofase. Pada pemotongan
pukul 00.00 ditemukan 8 fase ptofase, 4 fase metaphase dan ditemukan sebanyak
6 fase telophase. Pada pukul 03.00 di bidang pandang 1 ditemukan fase profase
sebanyak 36, matafase sebanyak 9, anaphase sebanyak 5 dan ditemukan
telophase sebanyak 13. Sedangkan pada bidang pandang 2 ditemukan profase
sebanyak 35, anaphase 8 dan telophase sebanyak 7.

Dari hasil analisis, dapat terlihat bahwa fase profase pada konsentrasi 0%
pukul 03.00 yang berjumlah 36 pada bidang pandang 1 dan 35 pada bidang
pandang 2. Pada fase telophase pukul 03.00 didapatkan sebanyak 13 fase. Dari
hasil analisis diatas menggunkan analisis deskriptif dikarenakan data yang kami
peroleh belum lengkap.
BAB V

PEMBAHASAN

4.1 Rotenon Berpengaruh Terhadap Pembelahan Mitosis Akar Bawang


Lanang

Biji bengkuang yang telah dibelender halus kemudian diektrak dengan


menggunakan aquades akan menghasilkan rotenone (Barrera et al, 2004).
Kandungan pada rotenone bersifat toksik pada seranggan dan ikan, tetapi tidak
pada mamalia. Menurut Burham dan Brinkley, (2002), rotenone merupakan zat
yang bersifat toksik atau racun yang dapat menghambat respirasi sel, sehingga
terjadi penghambatan untuk pembentukan ATP yang dibutuhkan untuk melakukan
pembelahan sel. Kandungan rotenone dan biji bengkuang berperan dalam
menghambar proses mitosis pada akar bawang. Menururt sastrahidayat, (1999),
rotenone dapat menghambat pembentukan benang spindle dan kromosom tidak
bermigrasi ke kutup-kutup sel. Hal ini disebabkan mitokondira kehilangan ATP
yang dibutuhkan untuk pembelahan sel sehingga tubulin-tubulin tidak dapat
bersatu membentuk mikrotubulin yang berperan dalam proses pemisahan
kromosom ke masing-masing kutup.

Terjadinya mitosis dikatalisis oleh enzim, enzim adalah biomolekul yang


berupa protein yang berfungsi sebagai katalisis untuk mempercepat proses reaksi
kimia. Cara kerja enzim pada dasarnya melalui berbagai tahapan dan proses yaitu
teori gembok dan anak kunci (key-lock), teori ini meyebutkan bahwa sisi aktif
enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat.
Teori yang kedua adalah teori kecocokan terinduksi (inducted fit), yang
menjelaskan bahwa sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan
struktur substrat . ikatan antara enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan
dengan substrat (Lehninger,1982)

Besamaan dengan itu, saat menyerang kompleks I rotenone menghambat


transfer electron dalam NADH-Q reductase dengan menghambat pemindahan
electron dari Fe-s ke Q (ubiquinone). Akibatnya terjadi penghambatan
pembentukan ATP pada sitokrom - b akibat dari induksi dari rotenone. Akibat
pembentukan ATP yang dihambat oleh rotenone pada rantai transfer electron
kompleks,hal ini berakibat mitokondria akan kehilangan ATP. Seperti yang telah
diketahui bahwa pada rantai transport electron akan meberikan energy yang
diperlukan untuk membuat ATP dari ADP dan fosfat didalam proses fosforilasi
oksidatif (Lehninger, 1998).proses penghambatan metabolic terjadi pada transfer
electron yang terikat oleh rotenone pada pengaliran electron di kompleks I.
kompleks I pada rantai transport electron merupakan daerah yang sensitive
terhadap inhibitor seperti rotenone dan amytal (Hopkins,2009).

Kompleks enzim yang terlihat dalam proses transport electron terdiri dari
kompleks I (NADH dehydrogenase), Kompleks II (Suksinat dehydrogenase),
Kompleks III (Koenzim Q-Sitokrom C reductase), dan kompleks IV (Sitokrom
oksidase).kompleks I menerima electron dari NADH dan mengalirkannya menuju
koenzim –Q, bersamaan dengan pemompaan proton dari matriks menuju ruang
antar membrane. Proses pemompaan proton dari matriks menuju ruang antar
mitokondria (Reaksi transport electron) yang menyebabkan terbentuknya gradient
elektrokimia yaitu Ph diruang antar membrane yang lebih rendah dibandingkan ph
dalam matriks mitokondria. Perbedaan proton ini mengandung energy potensial
sehingga bila proton mengalir kembali melalui kompleks V (ATP sintetase),
maka energy dilepas dan mengerakkan sintesa ATP dari ADP dan fosfat inorganic
(Browning,et all. 1982).

Gambar 4. 6 Mekanisme Transpor ATP

Sumber: Hopkins, 2009


Mitokondria memiliki dua daerah yaitu daerah sensitive terhadap rotenone
dan daerah yang tidak sensitive dengan rotenone. Yang pertama yaitu daerah yang
sensitive terhadap rotenone, pada rantai transport electron, rotenone berikatan
dengan Fe-S (Iron sulfur protein). Pada kompleks I (NADH dehydrogenase) ke
ubiquinone, sehinga akan memblokir keseluruhan proses fosforilase oksidatif. Hal
ini berakibat pada adanya electron yang teralirkan pada kompleks selanjutnya
yang menyebabkan terbentuknya ATP sehingga pembentukan benang spindle
terganggu dan pembelahan mitosis pada tahap selanjutnya tidak belangsung
(Hopkins,2009).

Perlakuan berupa pemberian larutan biji bengkuang (Pachyrhzus erosus)


dalam konsentrasi yang berbeda terhadap akar bawang lanang menyebabkan kadar
rotenone yang terkandung juga berbeda dan dapat menimbulkan dampak yang
berbeda pula, maka dampaknya dapat menghambat proses pembelahan mitosis
akar bawang lanang (Allium sativum) . semakin tinggi konsentrasi rotenone maka
pembelahan mitosis akan semakin terhambat. Jadi, semakin tinggi
konsentrasiperasan biji bengkuang (Pachyrhzus erosus) yang diberikan maka
semakin banyak pula sel-sel yang terhambat pembelahan mitosisnya, hal ini sesuai
dengan Waters (2003) yang menyatakan rotenone dapat menyebabkan
penghambatan terbentuknya benang spindle pada saat pembelahan mitosis
sehingga mempengaruhi fase matafase dan anaphase, sehingga kromosom tidak
dapat berjajar dibidang ekuator dan tidak dapat tertarik ke kutup masing-masing.

4.2 Rotenon Tidak Berpengaruh Terhadap Pembelahan Mitosis Akar


Bawang Lanang

Jika rotenone berpengaruh terhadap fase pembelahan mitosis akar bawang


lanang, hal ini dikarenakan electron masuk ke jalur alternative yaitu jalur
respiratori. Pada jalur respiratori terdapat “rotenone-insesitive dehydrogenase”
yang dapat berperan dalam tidak berpengaruhnya rotenone terhadap fase
pembelahan mitosis. Hal ini dikarenakan adanya NADH menjadi NAD+ pada
kompleks I electron masuk ke rantai melalui “rotenone-insesitive dehydrogenase”
pada setiap pasang electron. Karena menghasilkan ATP maka pembentukan
benang spindle tetap terjadi pada fase pembelahan mitosis terjadi (Hopkins,2009).

4.3 Waktu Pemotongan Berpengaruh Terhadap Fase Mitosis Akar Bawang


Lanang

Waktu pemotongan berpengaruh terhadap pembelahan mitosis karena jam


biologis bawang lanang (Allium sativum) untuk mebelah secara mitosis pada
pukul 00.00 WIB dan jam tersebut sel-sel sangat aktif mengalami pembelahan
dibandingkan ada pukul 21.00 dan 03.00 WIB. Namun, tidak mengalami
perbedaan yang signifikan dalam artian pada jam-jam selain jam 00.00 WIB
masih ditemukan fase pembelahan mitosis atau sel aktif yang mengalami
pembelahan dengan syarat waktu tersebut mendekati waktu tengah malam. Waktu
pemotongan terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi
mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan, temperature, dan
nutrisi merupakan factor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007).

4.4 Waktu pemotongan tidak berpengaruh terhadap fase mitosis akar


bawang lanang

Menurut Yadav (2007) menyatakan bahwa perbedaan durasi mitosis pada


setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan, temperature dan nutrisi
merupakan factor utama dalam durasi mitosis, hal ini menujukkan bahwa waktu
memang berpengaruh terhadap pembelahan mitosis kerena berhubungan dengan
jam biologis dari sel akar bwang lanang (Allium sativum).
BAB VI

PENUTUP

Kesimpulan

1. Tidak ada pengaruh antara waktu pemotongan terhadap fase mitosis akar
bawang lanang dikarenakan perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies
bergantung pada kondisi lingkungan.
2. Tidak ada pengaruh rotenone terhadap fase pembelahan mitosis akar
bawang lanang dikarenakan pada konsentrasi rendah rotenone tidak
menghambat pembelahan mitosis, dan juga rotenone menghambat transfer
elektrondalamNADH-Q reductase dengan menghambat pemindahan
electron dari Fe-s ke Q (ubiquinone). Akibatnya terjadi penghambatan
pembentukan ATP pada sitokrom - b akibat dari induksi dari rotenone.
3. Ada pengaruh waktu pembelahan mitosis akar bawang lanang (Allium
sativum) pada pukul 21.00, 00.00 dan 03.00 WIB karena jam biologis
bawang lanang untuk membelah secara mitosis pada pukul 00.00 dan jam
tersebut sel-sel sangat giat mengalami pembelahan

Saran

1. Praktikan seharusnya lebih cermat dan teliti dalam menghitung fase


mitosis pada bawang
2. Peneliti sebaiknya lebih memahami dan menesplorasi mengenai fenomena
pengaruh macam konsentrasi ektrak biji bengkuang dan waktu
pemotongan terhadap fase mitosis akar bawang lanang
3. Diharapkan peneliti dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin,sehingga
mendapatkan data yang sesuai, dan mengerjakan laporan tidak terkesan
buru-buru.
DAFTAR RUJUKAN
Abidin, A. Z. 2014. Studi Indeks Mitosis Bawang untuk Pembuatan Media
Pembelajaran Preparat Mitosis. BioEdu. Vol.3 No.3 Hal. 572. ISSN: 2302-
9528.
Anggarwulan, E., Etikawati, N., dan Setyawan, A. D. 1999. Karyotipe Kromosom
pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus: Allium; Familia
Amaryllidaceae). Jurnal Biosmart. 1(2):13-19
Ardiawan, Arif. 2009. Genetika Interaksi Tumbuhan. Universitas Jendral
Sudirman. Purwokerto.
Azani, Surya. 2003. Pemanfaatan Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrrhizus erosus).
Fakultas FMIPA: Padang.
Browning, K.S, Rajbandarary, U.L.,. 1982. Cytochrome Oxidase Subunit III Gene
in Neurospora Crase Mitochondrial: Location and Sequeence, J. Biol. Chen., 157.
Campbell, N.A., Reece, J.B. Urry, L.A., Wasserman, S.A., Minorsky, P.V., dan.
Jackson, R.B. (2008). Biologi Jilid 1 (Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
Crowder, L.V.. 1993. Genetika Tumbuhan. (Terjemahan L. Kusdiarti dan
Soetarso). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gamble, E.E..
1962. Gene Effect in Corn (Zea mays L.) I. Separation and Relative.
Desedtia,. Dkk. 2011. Pembelahan Sel Periode Mitosis. Universitas Mulawarman.
FMIPA. Samarinda: Tidak diterbitkan.
Duke. J.A. (1981). Handbook of Legumes of World Economic Importance.
Plenum Press. New York.
Fukui, Kiichi. 1996. Plant Chromosomes at Mitosis Dalam Fukui, Kiichi dan
Nakayama, Shigeki (Eds) Plant Chromosomes Laboratory Methods.
United States of America: CRC Press, Inc.
Hopkins,W.G. 2009. Introduction to Plant Physiology 4th Edition. John Wiley &
Sons Inc: USE
Istiawan, Dwi Andi. 2009.Potensi Ekstrak Etanolik Daun Tapak
Dara(Catharanthus roseus (l.) G. Don.) Sebagai Alternatif
PenggantiKolkhisin Dalam Poliploidisasi Tanaman.Litbang News:
DepartemenPenelitian dan pengembangan. Edisi Januari-Maret 2009
Lehninger,A.L. 1982. Principles Of Biochemistry. The Johns Hopkins
University school Of Medicine: Worth Publisher,Inc.
Margono, Hadi. 1973. Pengaruh Colchicine terhadap Pertumbuhan memanhang
Akar Bawang Merah (Allium cepa). Malang: IKIP.
Rahmawati, R. 2012. Keampuhan Bawang Putih Tunggal (Bawang Lanang).
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Ritongga. 2011. Panduan Praktikum Dasar-Dasar Geenetika. Yogyakarta:
Faperta UGM.
Rukmana, R. 1995. Budidaya Bawang Putih Edisi ke-1. Yogyakarta: Kanisius
Sari, W. N. 2011. Lama penyimpanan ekstrak biji bengkuang (Pachyrrizuserosus)
konsentrasi 25% menurunkan efektivitas ekstrak biji bengkuang sebagai
insektisida Musca domestica dengan metode semprot. Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.
Sastrosumarjo, S. 2006. Panduan Laboratorium. Bogor: IPB Press.
Savitri, dkk. 2008. Petunjuk Praktikuum Struktur Perkembangan Tumbuhan
(Anatomi Tumbuhan). Malang : UIN Press.
Savitri, Evika S. 2008. Rahasia Tumbuhan Berkhasiat Obat Perspektif Islam.
Malang: UIN—Malang Press.
Sugiri, N. 1992. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Suryo. 2008. Genetika Strata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Syamsiah, S. I., dan Tajudin. 2005. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja
Antibiotik Alami. Agromedia Pustaka: Jakarta.
Swastika, Anak Agung Gde Raka Ardian dan Tuty Arisuryanti. 2009.
Karakterisasi Kromosom Bawang Merah Kultivar Samas
(Alliumascalonicum L. cv. Samas). Genetics News: Karyotype
OrganismeIndonesia. Departemen Penelitian dan Pengembangan
Welsh, J.R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Alih Bahasa
J.P. Mogea. Erlangga: Jakarta.
Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay.
Edisi Penerbit. Jakarta: Swadaya.
Yadav, P.R. 2007. A Textbook of Genetics. New Delhi: Campus Book
International

Anda mungkin juga menyukai