Anda di halaman 1dari 5

Jamur Pada Kulit BULETIN

Edisi1
Penyakit jamur kulit (dermatomikosis) merupakan penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa akibat infeksi jamur. Umumnya golongan penyakit ini dibagi atas infeksi superfisial, infeksi kutan, dan infeksi subkutan. Infeksi superfisial
yang paling sering ditemukan yaitu tinea versikolor (panu). Infeksi kutan misalnya dermatofitosis dan kandidiasis kudis. Sementara itu, infeksi subkutan yang kadang-kadang ditemukan yaitu sporotrikosis, aktinomikosis, dan kromomikosis
(Laksmintari, 2018). Jamur dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara, yaitu (Siregar, 1995):

1. Melalui luka kecil atau abrasi pada kulit, misalnya pada golongan dermatofitosis dan kromo blastoomikosis.
2. Melalui saluran napas, dengan mengisap elemen-elemen jamur, seperti pada histoplasmosis.
3. Melalui kontak tanpa terjadi luka atau abrasi pada kulit, seperti pada golongan dermatofitosis.

KLASIFIKASI

Penyakit jamur pada kulit dapat diklasifikasikan menjadi (Siregar, 1995):

1. Mikosis Superfisialis merupakan jamur- jamur yang menyerang lapisan luar pada  Tinea ungu inum atau onikomikosis
kulit, kuku, dan rambut. Mikosis superfisialis dibagi menjadi dua bentuk,  Tinea interdigitalis
yaitu:  Tinea imbrikata
a) Dermatofitosis menyerang atau menimbulkan kelainan di dalam  Tinea favosa
epidermis, mulai dari stratum korneum sampai stratum basalis. Terdiri  Tinea barbae
dari : b) Nondermatofitosis menyerang kulit bagian superfisialis dari epidermis. Terdiri dari :
 Tinea kapitis  Tinea versikolor
 Tinea kruris  Piedra hitam
 Tinea korporis  Piedra putih
 Tinea pedis atau manus

2. Mikosis Intermediat merupakan jamur-jamur yang menyerang kulit, mukosa, subkutis, dan alat-alat dalam, terutama yang disebabkan oleh spesies candida sehingga penyakitnya disebut kandidiasis.

3. Mikosis Dalam merupakan jamur-jamur yang menyerang subkutis dan alat-alat dalam. Jamur yang  Aspergilosis
termasuk dalam golong anini, yaitu:  Histoplasmosis
 Aktinomikosis  Kromomikosis
 Nokardiosis  Sporotrikosis
 Kriptokokosis  Blastomikosis Amerika Utara dan Amerika Selatan
 Fikomikosissubkutis  Misetoma “Madura Foot”
GEJALA PENYEBAB

Kulit terasa gatal atau pedih, timbul ruam, kulit ditutupis kuama (sisikhalus), terdapat benjolan atau bintik-bintik, Contoh penyakit dan penyebabnya adalah (Siregar, 2005):
daerah yang ditumbuhi jamur (seperti kulit atau kuku) menjadi rusak, lesi terasa panas atau terbakar, dan dapat
1. Tinea vesikolor: Malassezia furfur
mengeluarkan cairan (Maulidyah, 2018).
2. Tinea nigra: Cladosporium werneckii
FAKTOR RESIKO 3. Dermatofitosis: Jamurgolongandermatofita (genus Microsporon, Trichophyton, dan Epidermofiton).
4. Otomikosis: Aspergillus sp.
kelembaban, suhu panas, responimun yang menurun, paparan bahan kimia, debu, trauma, mikroorganisme,
5. Piedra putih: Piedraiabeigelli
personal hygiene, dan genetik (Daili, 2005; Putri, 2019)
6. Piedra hitam: Piedraiahortae

TERAPI PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH JAMUR

 Candidiasis. 1. Golongan imidazol :ketokonazo 2%, mikonazol 2%,


Diterapi dengan pemberian obat Flukonazol. Flukonazol dengan dosis (200 mg/hari untuk orang dewasa) lini pertama untuk klotrimazol 1%,dan hanya ketokonazol yang paling
pengobatan dan profilaksis infeksi C. albicans lokal dan sistemik. Terapi lini kedua dengan spektrum yang lebih luas obat banyak digunakan. Ketokonazol merupakan turun
antijamur, seperti itrakonazol, Anak-anak dan orang dewasa secara efektif dapat diobati dengan melarutkan klotrimazol secara perlahan di mulut animidazol sintetik yang bersifat lipofilik dan larut
lima kali sehari selama 14 hari. Penyakit ini juga dapat diobati dengan Ketoconazole. Terapi juga dapat digunakan sediaan suspensi oral Nistatin dalam air pada pH asam.
(Mycostatin) untuk bayi dosisnya adalah 2 ml suspensi oral nystatin. Mycostatin empat kali sehari, untuk dewasa, dosisnya adalah 4 sampai 6 ml. 2. Golongan Allilamin : aftifine 1%, butenafin 1%,
Suspensi oral berguna untuk bayi tetapi kurang efektif untuk orang dewasa,karena cairan mungkin tidak masuk kontak dengan seluruh permukaan terbinafin 1% yang mampu bertahan hingga 7 hari
rongga mulut (Habif,2016). sesudah pemakaian 7 hari berturut-turut.
 Aspergillosis Terapi sistemik
Penggunaan obat anti-jamur yaitu kortikosteroid oral dengan tujuan mengobati alergi aspergilosis bronkopulmoner untuk mencegah asma dan 1. Golongan antijamur lain : griseofulvin 500 mg
memburuknya cystic fibrosis. Obat yang sering digunakan adalah amfoterisin B, tetapi obat yang lebih baru seperti vorikonazol (Vfend) kini lebih 2. Golongan imidazol : ketokonazol 200 mg
disukai karena lebih efektif dan mungkin memiliki efek samping yang lebih sedikit (Hasanah,2017). 3. Golongan triazol : flukonazol 50 mg, itrakonazol 100
 Tinea Pedis/Kurap Kaki mg
Obat anti jamur klotrimazol menghasilkan tingkat kesembuhan yang lebih tinggi dan lebih rendah tingkat kekambuhan dibandingkan kombinasi 4. Golongan polien : amfoterisin B 1,5 mg/kg (IV)
antijamur/ kortikosteroidtion (misalnya, Lotrisone [klotrimazol/betametason] dan dapat digunakan Krim Terbinafine 1%. Obat anti jamur oral dapat  Candidiasis (Kalista, 2017)
mengontrol infeksi akut dapat diobati secara efektif flukonazol 150 mg per oral sekali seminggu, bisa juga dengan Golongan triazol : flukonazol 50 mg
itrakonazol 200 mg setiap hari dan dengan terbinafine 250 mg setiap hari (Habif,2016). Golongan antijamur lain : mikafungin 50 mg
Golongan polien : amfoterisin B 1,5 mg/kg (IV)
 Asperigilus (Hasanah, 2017)
Golonganpolien : amfoterisin B 1,5 mg/kg (IV)
OBAT OBATAN
Golonganimidazol : vorikonazol 200 mg
 Tinea (Ermawati,2013) Golongantriazol : itrakonazol 100 mg
Terapi topical
MEKANISME KERJA OBAT
 Golongan Polien. Obat ini berinteraksi dengan sterol pada membrane sel (ergosterol) untuk membentuk saluran sepanjang membran, sehingga
menyebabkan kebocoran sel dan berujung pada kematian sel jamur (Apsari, 2013).
 Golongan Imidazol.. Obat ini bekerja dengan cara menghambat 14-dimetilase pada pembentukan ergosterol membrane jamur yang merupakan
sterol penting untuk membrane jamur. Penghambatan ini mengganggu fungsi membran dan meningkatkan permeabilitas (Ermawati, 2013).
 Golongan Triazol. Mekanisme obat ini dengan cara C-14 -demetilase yang merupakan suatu enzim sitokrom P-
 45 menghambat yang bertanggung jawab untuk merubah lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel jamur (Ermawati, 2013).
 Golongan Allilamin. Obat ini bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3-epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses
pembentukan ergosterol membrane jamur (Ermawati, 2013).
 Golongan antijamur lain. Obat ini bekerja dengan cara masuk ke dalam sel jamur yang rentan dengan proses yang tergantung energi. Berinteraksi
dengan mikrotubulus dalam jamur yang merusak serat mitotik dan menghambat mitosis (Ermawati,2013).

MAKANAN YANG DIHINDARI

yaitu hindari mengkonsumsi makanan yang rendah lemak dan hindari alergen makanan seperti susu sapi,dll (Widaty,dkk,2017).

MAKANAN YANG DISARANKAN

makanan yang bersih, bebas dari bibit  penyakit, cukup kualitas dan kuantitasnya (Entjang,2000)

PERUBAHAN POLA HIDUP

Pencegahan terkenanya infeksi jamur pada kulit dapat dilakukan dengan (Aliyatussaadah,2016) :

 Mengeringkan handuk setelah dipakai dan ganti sesering mungkin


 Mandi rutin dengan bersih
 Simpan atau gantung pakaian di tempat kering
 Baju yang dikenakan juga sebaiknya yang menyerap keringat
 Mengenkan pakaian, ataupun handuk secara terpisah antar keluarga
Daftar Pustaka:

Agustina D., Efiyanti C., Yunihastuti E., Ujainah A., Rozaliyani A. 2017. Diagnosis dan Tata Laksana Pneumocystis Jirovecii Pneumonia (PCP)/ Pneumocystis Jirovecii Pneumonia Pada Pasien HIV: Sebuah Laporan
Kasus. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 4(4): 211-212.

Aliyatussa adah., Zainun. 2016. Identifikasi Jamur Malassezia furfur pada Santri  Pesantren Al-Mubarok Di Awipari Kecamatan Cibeureum Kota  Tasikmalaya. Ciamis :Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Ciamis.

Apsari AS, Adiguna MS. 2013. Resistensi Antijamur dan Strategi untuk Mengatasi. Jurnal MDVI. 40(2) : 89-95

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Daili ESS., Menaldi SL., Wisnu IM. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia.

Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT Citra Aditya bakti.

Ermawati, Y. 2013. Penggunaan Ketokonazol pada Pasien Tinea Corporis. Jurnal Medula. 1(3) : 82-91.

Habif TP. 2016. Clinical Dermatology. USA: Elsevier Inc.

Hasanah U. 2017. Mengenal Aspergillosis, Infeksi Jamur Genus Aspergillus. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera. 15(2): 78-86.

Kalista KF et al. 2017. Karakteristik Klinis dan Prevalensi Pasien Kandidiasis Invasif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 4(2) : 56-61.

Laksmintari P. 2018. Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka.

Marpaung, dkk. 2018. Mucormikosis Rino-orbita-cerebral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 1: Sebuah Laporan Kasus. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 5(1): 44-45.
Maulidyah R., LabellapansaAuse., Efendi A. 2018. Penalaran Berbasis Aturan untuk Deteksi Dini Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur. Prosiding SISFOTEK. 4-5 September. Padang: 131-138.

Pramono AS., Soleha TU. 2018. Pitiriasis Versikolor : Diagnosis dan Terapi. Jurnal Agromedicine. 5(1): 451-453.

Putri ASD. 2019. Gambaran Profil dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Kulit pada Warga yang Tinggal di Sekitar Area PLTU, Kota Palu, Indonesia. Jurnal Kesehatan Tadulako. 5(3): 29-37.

Siregar RS. 2005. Penyakit Jamur pada Kulit Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Widaty,dkk. 2017. Panduan Praktik Klinis. Jakarta: PERDOSKI.

Anda mungkin juga menyukai