Anda di halaman 1dari 3

Widya Sari Lumbantoruan

Alasan memilih puisi ini yaitu setelah melihat dari judul puisi ini, lansung terlintas di benak
saya bahwa sifat pelupa ini menjadi ciri khas banyak orang, dan termasuk saya juga. Jadi,
ada hal-hal yang membuat saya ingin sekali membaca puisi ini. Apalagi pada masa kuliah
sekarang banyak tugas-tugas yang diberikan oleh Dosen, dan sifat Lupa ini lah yang
membuat saya kadang keliru, makanya saya memilih puisinya.
Makna puisi: Puisi ini menyampaikan bahwa bagaimana seseorang yang sifat lupa dalam
dirinya sudah mendarah daging. Dan hal tersebut membuat dirinya bingung terhadap apa
yang dia lakukan, mau ke kamar mandi saja dia lupa. Bahkan disaat dia memesan becak
kepada seseorang dia pun lupa, sungguh suatu sifat yang bodoh kalau kita lihat secara
manusiawi, setiap hal-hal yang dia ingin lakukan selalu digerogoti oleh sifat lupa. Puisi ini
juga menyampaikan bahwa setiap ia ingin melakkan sesuatu dan mencoba ingin mengingat-
ingatnya dia selalu memenjamkan mata, lalu mengingat apa yang ingin dia lakukan untuk
selanjutnya. Sungguh suatu hal yang bodoh ketika kita membaca dan membayangkan puisi
ini kepada diri kita, mungkin kita akan dianggap sebagai orang gila, yang setiap waktu lupa.
Kesan : Kesan saya pertama kali membaca puisi ini adalah, jika saya di posisi ini mungkin
saya sudah dianggap orang gila, dan sifat lupa ini juga tidak menggerogoti usia rentan saja,
bahkan di usia muda pun sudah banyak. Saya sendiri menganggap bahwa menjadi pelupa
adalah hal sepele. Tetapi ketika saya membaca puisi ini, saya tertawa dan di balik itu saya
juga menarik kepada diri saya, bahwa hal tersebut sering saya lakukan juga. Yang menjadi
contoh dari diri saya dari sifat lupa ini adalah, ketika saya sibuk menacari sisir selama ber-
jam-jam, dan tanpa saya sadari bahwa sisir tersebut ada di kepala saya. Sebuah hal yang
konyol bukan? Tentu saja, tetap tanpa kita sadari hal ini perlu kita lebih perhatikan supaya
kita tidak dianggap seperti seorang yang sakit jiwa.
Terimakasih

Lupa
Karya: Joko Pinurbo
Pekerjaan yang paling mudah dilakukan adalah lupa.
Tidak butuh kecerdasan. Tidak perlu pendidikan.
Hanya perlu sedikit berpikir. Itulah sebabnya, banyak
orang tidak suka kalender, jam, dan tulisan.
Menghambat lupa. Padahal lupa itu enak.
Membebaskan. Sementara.

*
Musuh utama lupa ialah kapan. Teman terbaik lupa
ialah kapan-kapan. Kapan dan kapan-kapan ternyata
sering kompak juga.

Ia sudah selesai berdandan. Keren sekali. Pakai jas


baru. Dasi warna-warni. Sepatu mengkilat. Minyak
rambut. Parfum. Wangi. Sampai di depan pintu tiba-
tiba lupa. Sebenarnya mau pergi ke mana? Berpikir
sebentar. Memejamkan mata. Oh iya, tadi itu kan mau
ke kamar mandi. Apa salahnya ke kamar mandi pakai
jas, sepatu, dan segala pernak-perniknya? Anggap saja
simulasi. Untuk? Memasuki rumah sakit jiwa.
Mandi lupa membawa handuk atau celana untuk ganti
itu biasa. Mandi lupa telanjang mungkin saja terjadi.
Tapi mandi lupa membawa topeng? Bisa berabe. Untuk
apa topeng diajak mandi? Untuk menakut-nakuti sepi.
Untuk menemani wajah sendiri.

Aku sedang melamun di ruang tamu. Memperhatikan


daun-daun dipetik hujan, disebarkan ke halaman.
Hampir petang. Kring kring. Ada becak datang.
Becak diparkir di depan pintu. Bang becak nyelonong
masuk ruang tamu. Duduk santai. Merokok. Hap!
Aku tergagap. Siapa dia? Aku merasa tak pesan becak.

“Lupa ya?” Ia senyum-senyum. Aku bingung. Terpana.


“Lupa ya?” Ia bertanya lagi. Tersenyum lagi. Tiba-tiba
aku ingat bahwa aku memang pernah bertemu orang
yang mirip dia di rumah sakit, tapi bukan dia.
“Anda lupa ya bahwa Anda belum pernah bertemu
saya? Mengapa harus mengingat-ingat?”

“Ikut saya, yuk! Gratis.” Ia mengajakku ke kota


dengan becaknya. Aku menolak. Kapan-kapan saja.

Ketika aku sibuk mengamati daun-daun dipetik hujan,


ia ngeloyor begitu saja dengan becaknya tanpa sempat
kuperhatikan arahnya.

Aku kini merasa lega setiap kali melihat becak melintas


di jalan atau diparkir di halaman karen suatu saat
nanti, jika aku hendak pergi ke kota, akan ada
bang becak yang dijemput dan mengantarku.
Lumayan. Nyaman. Sederhana. Tidak tergesa-gesa.

Adakah yang benar-benar habis digerogoti lupa? Lupa:


mata waktu yang tidur sementara.

2003
Joko Pinurbo
Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

Anda mungkin juga menyukai