Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

GANGGUAN PADA SISTEM URINARIA : CHYSTITIS

KLINIK UROLOGI RSUD KANJURUHAN

DISUSUN OLEH :

FAIZATUL KHOLISOH (1810011)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

TA-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Resume pada pasien di klinik Urologi RSUD Kanjuruhan
Kepanjen

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

(..............................................) (......................................)
A. DEFINISI

Chystitis adalah infeksi yang disebabkan bakteri pada kandung kemih, dimana
akan terasa nyyeri ketika buang air kecil (disuria), kencing yang tidak tuntas, dan
demam yang harus dicurigai (Gupte, 2004). Sistitis (chystitis) merupakan peradangan
yangterjadi di kantung urinaria. Biasanya terjadi karena infeksi oleh bakteri yang
masuk ke dalam tubuh (Ferdinand & Ariebowo, 2007). Chystitis virus dan kimiawi
harus dibedakan dari chystitis bakterial berdasarkan atas riwayat penyakit dan hasil
biakan urin. Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan displastik, atau ginjal kecil
akibat vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis. Namun, pada yang
terakhir ini biasanya terdapat refluks vesikureter.
Beberapa penyelidikan menunjukkan 20% dari wanita-wanita dewasa tanpa
mempedulikan umur setiap tahun mengalami disuria dan insidennya meningkat sesuai
pertumbuhan usia dan aktifitas seksual, meningkatnya frekwensi infeksi saluran
perkemihan pada wanita terutama yang gagal berkemih setelah melakukan hubungan
seksual dan diperkirakan pula karena uretra wanita lebih pendek dan tidak
mempunyai substansi anti mikroba seperti yang ditemukan pada cairan seminal.
Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-diafragma
karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan mencegah
pengosongan sempurna kandung kemih. Cistitis pada pria merupakan kondisi
sekunder akibat bebarapa faktor misalnya prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau
batu pada kandung kemih (Wahyu, 2018).

B. ETIOLOGI
Etiologi dari Etiologi dari cystitis berdasarkan jenisnya menurut Taber (1994), yaitu :
a) Infeksi
 Bakteri
Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coly yang secara normal terletak
pada gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari retra dapat
menuju ginjal. Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah
Enterococcus, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, dan Staphylococcus.
 Jamur
Infeksi jamur, penyebabnya misalnya Candida.
 Virus dan parasit
Infeksi yang disebabkan olehvirus dan parasit jarang terjadi. Contohnya adalah
trichomonas, parasit ini terdapat dalam vagina, juga dapat berada dalam urin.

b) Non infeksi:
 Paparan bahan kimia, contohnya obat-obatan (misalnya
cyclophosphamide/cytotaxan, Procycox)
 Radioterapi
 Reaksi imunologi, biasanya pada pasien SLE (Systemic Lupus Erytematous).

C. KLASIFIKASI
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu cystitis primer dan cystitis sekunder.
1. Cystitis primer merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat
terjadi karena penyakit lain, seperti batu pada kandung kemih, divertikel/
penonjolan mukosa buli, hipertropi prostat dan striktur uretra (penyempitan akibat
dari adanya pembentukan jaringan fibrotik/jaringan parut pada uretra atau daerah
urethra).
2. Cystitis sekunder merupakan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari
penyakit primer misalnya uretritis/peradangan yang terjadi pada uretra dan
prostatitis/peradangan yang terjadi pada prostat (Benson & Pernoll, 2009).

D. PATOFISIOLOGI
Chystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum
disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul
dengan penjalaran secara hematogen atau akibat obstruksi saluran kemih bagian
bawah, baik akut maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral. Kemudian bakteri
tersebut berekolonisasi pada suatu tempat misalkan pada vagina atau genetalia
penyebab organisme yang melekat dan berkolonisasi disuatu tempat di periutenial dan
masuk ke kandung kemih. Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah adalah oleh
organisme gram negatif seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal
dari saluran usus orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandung kencing.
Pada waktu mikturisi, udara kemih bisa mengalir kembali ke ureter (refluks
Vesikouretral) dan membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke
pelvis renalis. Kapan saja terjadi statistik seperti maka bakteri mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk bertumbuh dan menjadikan media yang lebih basa
sehingga menyuburkan pertumbuhannya. Masuknya mikroorganisme kedalam
saluran kemih dapat melalui:
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih
yang terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah
yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui suplai
darah dari jantung ke ginjal.
3. Limfogen, yaitu kuman masuk melalui getah bening yang disalurkan melalui
helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Menurut Tiber (1994), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E. coly.
Tipikal ini berada pada saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui
penyebaran hematogen, limfogendan eksogen. Tiga faktor yang mempengaruhi
terjadnya infeksi adalah virulensi (kemampuan untuk menimbukan penyakit) dari
organisme, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang masuk dalam tubuh, dan
keadekuatan dari pertahanan tubuh. Terlalu banyaknya bakteri yang menyebabkan
infeksi dapat mempengaruhi tubuh alami pasien. Mekanisme pertahanan tubuh
merupakan penentu kondisi infeksi, normalnya urin dan bakteri tidak dapat
menembus dinding mukosa kandung kemih. Lapisan mukosa kandung kemih
tersusun dari sel urotenial yang memproduksi mucin yaitu unsur yang membantu
menjaga integritas lapisan lapisan dan mencegah kerusakan serta inflamasi. Mucin
juga mencegah melekat pada selurotelial. Selain itu pH urine asam meningkat atau
kenaikan cairan dari konstribusi urin dalam batas tetap, berfungsi untuk
mempertahankan integritas mukosa, beberapa hakteri dapat masuk dan sistem urin
akan mengeluarkannya (Wahyu, 2018).
E. MANIFESTASI KLINIS
Manisfestasi klinik pada pasien cystitis yaitu mengalami urgensi, sering
herkemih, rasa panas dan nyeri pada saat berkemih, nokturia dan nyeri atau spasme
pada area kandung kemih serta suprapubis. Piuria (adanya sel darah putih dalam
wrine), bakteri dan sel darah merah (hematuria) ditemukan pada pemeriksaan urin.
Tanda dan gejala cystitis menurut Lyndon Saputra, 2002:
1. Disuria (nyeri saat berkemih), polakisuria (kencing sedikit-sedikit dan sering),
nokturia (kencing pada malam hari), rasa tidak enak di daerah suprapubis, nyeri
tekan pada palpasi di daerah suprapubis.
2. Gejala sistemik berupa pireksia, kadang-kadang menggigil, sering lebih nyata
pada anak-anak, kadang-kadang tanpa gejala atau tanda-tanda infeksi lokal dari
traktus urinarius
3. Keruh urin dan keteraturan tidak enak dengan leukosit, eritrosit dan organisme.

Memurut Taber (1994) tanda dan gejala sistitis adalah:

a) Disuria.
b) Rasa panas seperti terbakar saat kencing.
c) Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah.
d) Urgensi (rasa terdesak saat kencing).
e) Nokturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan kapasitas
kandung kemih).
f) Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna.
g) Inkontinensia (keluarnya urin tanpa disengaja atau sulit memperlihatkan).
h) Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya. saya.
i) Nyeri suprapubik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien radang sendi menurut Grace dan
Borley (2007) yaitu:
a) Urinalisis dengan makroskopik yaitu urin berwarna keruh dan pengawasan, dan
dengan mikroskopik yaitu piuria, hematuria, dan bakteriuria. Leukosuria atau
piuria terdapat >5/lapang pandang besar sedimen udara kemih dan hematuria 5-10
eritrosit/Iph sedimen udara kemih.
b) Kultur Urin, dilakukan untuk melihat jenis kuman penyebab infeksi.
c) Sistograf, dilakukan bila pada suatuamnesa ditemukan hematuria atau
pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria, yaitu untuk mengetahui asal dari
perdarahan yang ada.
d) Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL).
e) Sistoskopi hanya jika terdapat hematuria, keganasan batu yang menjadi penyebab
dasar.
f) Jika terdapat obstruksi, scan ultrasonografi ginjal dan kandung kemih, IVU
(kelainan struktural), dan sistoskopi.

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
a. Uncomplicated Cystitis.
Wanita diterapi antimikroba dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari sesuai
hasil kultur). Ohat pilihan yang sensitif terhadap E. Coli: nitrofurantoin,
trimetropim- sulfametoksaksol atau ampisilin. sedangkan laki-laki diterapi
selama 7-10 hari dengan ampisilin. Lakukan kultur untuk menigkatkan
kekuatan terapi. Awasi efek samping mual, diare, kemerahan dan kandidiasis
vagina.
b. Antikolinergik (propamthelin bromide)
Untuk mencegah hiperiritabilitas kandung kemih dan fenazopiridin
hidroklorid sebagai antisepik pada saluran kemih.
2. Non Farmakologi
a) Jus Ketimun
Jus mentimun merupakan salah satu pengobatan rumah paling berguna dalam
pengobaran sistitis, Ini adalah diuretik yang sangat efektif. Secangkir jus ini,
terkonsolidasi dengan satu sendok teh madu dan satu sendok makan air jeruk
nipis segar, harus diberikan tiga kali sehari.
b) Daun Lobak
Jus dari daun lobak berharga dalam cystitis. Secangkir jus ini harus diberikan
sekali dalam sehari, di pagi hari, selama dua minggu.
c) Bayam Sejumlah 100 ml jus bayam segar, diambil dengan kuantitas yang
sama tender air kelapa dua kali sehari, bermanfaat dalam pengobatan sistitis.
Bertindak sebagai diuretik yang sangat efektif dan aman karena tindakan
gabungan dari kedua nitrat dan kalium.
d) Lemon
Lemon telah terbukti berharga dalam sistitis. Sebuah sendok teh jus lemon
harus ditempatkan dalam 180 ml udara mendidih. Kemudian harus dibiarkan
dingin dan 60 ml air ini harus dilakukan setiap dua jam dari 8 pagi sampai 12
siang untuk perawatan kondisi ini. Hal ini memudahkan sensasi terbakar dan
juga pendarahan pada cystitis
e) Barley
Masing-masing setengah gelas bubur gandum, menyesuaikan dengan mentega
dan jus jeruk nipis setengah, adalah diuretik yang sangat baik. Hal ini
bermanfaat dalam pengobatan sistitis, dan dapat diambil dua kali sehari.
f) Minyak Cendana
Minyak cendana juga berharga dalam penyakit inií. Minyak ini harus
diberikan dalam dosis lima tetes pada awal dan berangsur-angsur meningkat
sampai sepuluh untuk 30 tetes. Kemanjuran minyak ini dapat ditingkatkan
dengan penambahan satu sendok teh biji karambol dalam segelas udara, atau
sepuluh gram jahe dalam secangkir udara (Wahyu, 2018).

H. KOMPLIKASI
1) Pyelonefritis (infeksi injal
2) Infeksi darah melalui penyebaran hematogen (sepsis)
3) Pembentukan abses ginjal atau perirenal.
4) Gagal ginjal.
I. PATWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Identitas
a. Umur: terjadi pada semua umur
b. Jenis kelamin: lebih sering terjadi pada wanita dan meningkatnya insidennya
sesuai pertambahan usia dan aktivitas seksual
c. Tempat tinggal: ada atau tidaknya factor predisposisi
2) Keluhan Utama
a. Rasa sakit atau panas di uretra sewaktu kencing
b. Urine sedikit
c. Rasa tidak enak di daerah supra pubik
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat ISK sebelumnya
2) Penah obstruksi pada saluran kemih
3) Masalah kesehatan lain, misalnya DM, Riwayat seksual
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Mengalami obstruksi pada saluran kemih
2) Isk
4) Riwayat Kesekatan Keluarga
5) Pemeriksaan Fisik
a. TTV: biasanya suhu, TD, nadi meningkat
b. Biasanya Infeksi abdomen bagian bawah dan palpasi urine bledder :
pengosongan tidak maksimal
c. Biasanya pada pasien sistitis terjadi Inflamasi dan lesi di uretra meatus dan
vagina introitus
d. Kaji perkemihan : dorongan, frekuensi, bau urine yang menyengat, nyeri pada
supra pubik
6) Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalis: urin tengah Ketika infeksi terjadi, memperlihatkan bakteriuria, WBC
(White Blood Cell), RBc (Red Blood Cell) dan endapan sel darah putih
dengan keteribatan ginjal
b. Tes sensitifitas: banyak mikroorganisme sensitive terhadap antibiotic dan
antiseptie berhubungan dengan infeksi berulang
c. Pengkajian radiographic Cystitis ditegakkan berdasarkan history, pemeriksaan
medis dan laborat, jika terdapat retensi urine dan obstruksi aliran urine
dilakukan IPV (Identivikasi perubahan dan abnormalitas structural)
d. Culture Mengidentifikasi bakteri penyebab
e. Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomaly struktur
nyata

B. Diognosa Keperawatan
a. Gangguan Eliminasi Urine
b. Nyeri Akut
c. Resiko Infeksi

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda dan
Eliminasi Urin keperawatan klien dapat gejala retensi atau
mempertahankan pola inkontinensia urien
eliminasi secara adekuat 2. Identifikasi faktor yang
dengan kriteria hasil: menyebabkan retensi
 Desakan Berkemih atau inkontinensia urine
menurun 3. Monitor eliminasi urine
 Berkemih tidak 4. Catat waktu-waktu dan
tuntas menurun haluaran kemih
 Nokturia Menurun 5. Batasi asupan cairan,

 Frekuensi jika perlu

membaik 6. Ambil sampel urine


tengah atau kultur
7. Ajarkan tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
8. Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk
berkemih
9. Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan klien merasa karakteristik, skala,
nyaman dan nyerinya intensitas nyeri
berkurang dengan kriteria 2. Identifikasi respon
hasil: nyeri non verbal
 Kemampuan 3. Identifikasi faktor yang
menuntaskan memperberat dan
aktivitas meningkat memperingan nyeri
 Keluhan nyeri 4. Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
 Sikap protektif dan mengurangi rasa nyeri
gelisah menurun 5. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
6. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
7. Kolaborasi pemberian
analgetik

3 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan


keperawatan klien gejala infeksi lokal dan
memperlihatkan tidak sistemik
adanya tanda-tanda infeksi 2. Berikan perawatan kulit
dengan kriteria hasil: pada area edema
 Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum
 Kultur urine dan sesudah konta
membaik dengan pasien dan
 Kultur area luka lingkungan pasien
membaik 4. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implemetasi keperawatan merupakan pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap


klien yang di dasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun untuk mencapai
tujuan yang di iginkan meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan penyakit dan memfasilitasi koping. Implementasi keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan selama tahap implementasi keperawatan.
Perawat memberi dan memantau terapi non farmakologi kepada klien dengan
ketidakpatuhan program diet, agar kepatuhan klien hipertensi dapat meningkat
diharapkan klien bekerja sama dengan keluarga dalam melakukan pelaksanaan agar
tercapai tujuan dan kriteria hasil yang sudah di buat dalam intervensi .

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi


dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi terdiri dari evalusi formatif
dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dan mendapatkan informasi efektif pengambilan keputusan. Dalam perumusan
evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP (subjektif, objektif, assessment, planning) (Achjar, 2012). Adapun komponen
SOAP yaitu S (subjektif) dimana perawat menemui keluhan yang dikatakan pasien
setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (objektif) adalah data yang didapat
berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan
yang dirasakan setelah tindakan keperawatan, A (assessment) adalah interpretasi dari
data subjektif dan objektif, P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan
dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan saat melakukan intervensi keperawatan
sebelumnya (Arifin, 2016).

DAFTAR PUSTAKA
Baughman, D. C., & Hackley. J. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson: IlmuKesehatan Anak Edisi 15 Volume 3.
Jakarta: EGC.

Benson, R. C., & Pernoll, M. L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9. Jakarta:
EGÇ.

Ferdinand, F., & Ariehowo, M. 2007. Praktis Belajar Biologi: untuk Kelas XI Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Visindo.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Suharyanto, Toto, & Madjid. A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Tucker, S. M., Canobbio, M. M., Paquette, E. V., & Wells, M. F. 1999. Standar Perawatan
Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi Edisi V Volume 4. Jakarta: EGC.

Wahyu, C. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cystitis.

RESUME Pasien 1 (Cystitis Kronis)


Resume Pasien 2 (Batu Ginjal)
Resume pasien 3 (BPH)
Resume Pasien 4 (Batu Ren Dextra)

Anda mungkin juga menyukai