Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Konseling 

Secara historis asal mula pengertian konseling adalah untuk memberi nasehat, seperti
penasehat hukum, penasehat perkawinan, dan penasehat camping anak-anak pramuka. Kemudian
nasehat itu berkembang ke bidang-bidang bisnis, manajemen, otomotif, investasi, dan finansial.
Misalnya ada penasehat otomotif (automotive counselor), ada pula finance counselor, investment
counselor dan sebagainya. 
Pengertian konseling dalam kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas menekankan pada
nasehat (advise giving), mendorong, memberi informasi, menginterpretasi hasil tes, dan analisa
psikologis. Kemudian muncul English & English pada tahun 1958 mengemukakan arti konseling
adalah: 

"Suatu hubungan antara seseorang dengan orang lain, dimana seorang berusaha keras untuk
membantu orang lain agar memahami masalah dan dapat memecahkan masalahnya dalam
rangka penyesuaian dirinya." 

Diantara konseling yang muncul kala itu yang menonjol adalah konseling pendidikan,
jabatan, dan hubungan sosial. Biasanya yang menjadi klien adalah orang normal dan juga dapat
memasuki batas bidang psikoterapi. Pada tahun 1955, yakni tiga tahun sebelum English, Glen E.
Smith mendefinisikan konseling yakni: 

"Suatu proses dimana konselor membantu konseli (klien) agar ia dapat memahami dan
menafsirkan fakta-fakta yang berhubungan dengan pemilihan, perencanaan dan penyesuaian
diri sesuai dengan kebutuhan individu.”

Milton E. Hahn (1955) mengatakan bahwa konseling adalah suatu proses yang terjadi
dalam hubungan seorang dengan seorang yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat
diatasinya, dengan seorang petugas profesional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman
untuk membantu agar klien mampu memecahkan kesulitannya. 
Menurut analisa Shertzer dan Stone (1980), definisi-definisi konseling pada umumnya
bernuansa kognitif, afektif, dan behavioral. Semua definisi konseling mencerminkan relasi
dyadic yakni hubungan seseorang dengan seseorang, beragam tempat, beragam klien, beragam
materi dan tujuan. 
Penjelasan Shertzer dan Stone itu menekankan bahwa tujuan konseling dari berbagai
definisi di atas tadi lebih cenderung kepada aspek klinis/penyembuhan klien. Sedangkan aspek
pengembangan potensi klien belum disinggung. Mungkin hal ini disebabkan permulaan kegiatan
konseling banyak didominasi ahli-ahli medis seperti psikiater dan dokter. 
Dalam era global dan pembangunan, maka konseling lebih menekankan pada
pengembangan potensi individu yang terkandung didalam dirinya, termasuk dalam potensi itu
adalah aspek intelektual, afektif, sosial, emosional, dan religius. Sehingga individu akan
berkembang dengan nuansa yang lebih bermakna, harmonis, sosial, dan bermanfaat. Maka
definisi konseling yang antisipatif sesuai tantangan pembangunan adalah: 

"Konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan
berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut
berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah." 
Karakteristik konseling untuk pengembangan adalah: 
1. Konselor/pembimbing selalu berusaha melihat potensi individu dan dari sinilah dimulai
penjelajahan dalam proses konseling. Akan tetapi bukan sebaliknya, bahwa seorang konselor
hanya melihat sisi kelemahan/problem/kesulitan konseling dipandang oleh para klien adalah
suasana yang tidak menyenangkan. klien belaka. Akibatnya proses
2. Jika sekiranya klien memiliki masalah/kelemahan atau kesulitan, biarlah klien yang
mengungkapkannya berkat dorongan dari konselor. Kemudian konselor berupaya membantu
agar klien mampu mengatasi masalahnya.
3. Konselor berusaha dengan menggunakan keterampilan, kepribadian dan wawasannya, untuk
menciptakan situasi konseling yang kondusif bagi pengembangan potensi klien.
4. Konselor berusaha memberikan kesempatan kepada klien untuk memberikan alternatif-
alternatif pilihan yang sesuai dengan kondisi dan situasi dirinya. Konselor akan ikut
membantu agar klien dapat mempertimbangkan alternatif-alternatif secara realistik. 
5. Konseling pengembangan berjalan melalui proses konseling yang menggairahkan,
menggembirakan klien, yaiyu melalui dialog/wawancara konseling yang menyentuh hati
nurani dan kesadaran klien.
6. Konselor dituntut agar dapat membaca bahasa tubuh yang berkaitan dengan lisan klien atau
bahasa tubuh yang memberikan isyarat tertentu yang mengandung arti tertentu.

Konseling Pengembangan
Konseling Gaya Lama
(Orientasi Baru)
1. Bersifat pedagogis 1. Bersifat klinis
2. Melihat potensi klien bukan kelemahan 2. Melihat kelemahan klien
3. Berorientasi pengembanganpotensi positif 3. Berorientasi pemecahan masalah klien
klien 4. Konselor serius
4. Menggembirakan klien 5. Klien sering tertutup
5. Dialog konselor menyentuh klien; klien 6. Dialog menekankan perasaan klien
terbuka 7. Klien sebagai objek
6. Bersifat humanistic-religius
7. Klien sebagai subjek memegang peranan,
memutuskan tentang dirinya
8. Konselor hanya membantu dan memberi
alternative-alternatif

Jika kita menyimak pengertian konseling sebagaimana dikemukakan di atas,maka tersirat


didalamnya tujuan konseling yaitu, membantu individu/klien agar menjadi orang yang lebih
fungsional, mencapai integritas diri, identitas diri, dan aktualisasi diri. Versi lain dari tujuan
konseling adalah agar potensi berkembang optimal, mampu memecahkan masalah, dan mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Untuk mencapai tujuan konseling dengan efektif, seorang konselor harus mampu:
1. Menangkap isu sentral atau pesan utama klien. 
Konselor seharusnya segera dapat menangkap isu utama (masalah) klien. Bila klien
datang kepada konselor, ia akan bercerita mengenai diri dan masalahnya. Seperti bagaimana
ia dapat menjadikan dirinya seorang penerbang yang handal, apa yang mungkin
dikembangkan dari dirinya sehingga dia menjadi orang yang berguna dan populer,
bagaimana perasaan rendah dirinya dapat teratasi, ada apa dengan hubungan sosial klien
dengan orang lain, ada sesuatu kesalahan dalam upaya belajarnya sehingga prestasi tidak
menguntungkan, dan banyak lagi. Dari isu-isu tersebut konselor harus mampu menangkap
isu utama yang menjadi masalah penting klien.
2. Utamakan tujuan klien-tujuan konseling. 
Dalam proses konseling jangan terjadi konselor mengutamakan tujuannya sendiri
sedangkan tujuan klien diabaikan. Tanggung jawab utama konselor adalah mendorong klien
untuk mengembangkan potensi, kekuatan, otonomi, dan kemampuan mengatur/mengarahkan
nasibnya sendiri. Dengan kata lain tujuan klien adalah tujuan konseling itu sendiri. Secara
umum dikatakan bahwa tujuan konseling haruslah mencapai: 
1. Effective daily living, artinya setelah selesai proses konseling klien harus dapat menjalani
kehidupan sehari-harinya secara efektif dan berdaya guna untuk diri, keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Tuhannya; 
2. Relationship with other, artinya klien mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
orang lain di keluarga, sekolah, kantor, masyarakat, dan sebagainya. 

Melihat kenyataan hidup, tak dapat dipungkiri bahwa klien mempunyai berbagai
tujuan didalam konseling. Tujuan-tujuan yang beragam telah dikemukakan oleh para pakar
konseling sebagai berikut:
1. Maslow (1971), Rogers (1961): self-actualization, artinya tujuan konseling adalah agar
tercapai aktualisasi diri sebagai manifestasi potensi yang dimiliki klien. Dalam aktualisasi
ini tidak terlepas dari sosialisasi potensi klien yang dikembangkan tidak bertentangan
dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Disamping itu, dalam aktualisasi diri
terdapat unsur kemampuan untuk memilih yang terbaik (the best choice) dengan
mempertimbangkan yang aspek-aspek lingkungan.
2. Schultz (1967), Mosher & Sprithall (1977): personal growth and personal development,
yaitu tujuan konseling agar tercapai pertumbuhan dan perkembangan klien berdasarkan
potensi yang dimilikinya. Namun perkembangan individu bukan berarti bersifat egoistis,
dan mengabaikan nilai yang ada di lingkungan individu. Perkembangan yang
individualistis telah terbukti menimbulkan sikap sombong dan asosial.
3. Berne (1964), Haris (1967): okayness, artinya tujuan konseling yang dibutuhkan klien
adalah terjadinya harmonisasi hubungan antar sesama dalam kehidupan, tepo seliro,
tenggang rasa, menghormati kepentingan orang lain, walaupun ia orang kecil (I'm OK,
You're OK). Kalau hanya diri sendiri yang OK sedangkan orang lain tidak OK (I'm OK,
You're not OK), akan terjadi ketegangan, konflik dan frustasi, dendam pada orang lain
yang dapat berdampak negatif dalam kehidupan. Dan lebih gawat lagi jika terjadi saya
tidak OK, kamu juga tidak OK (I'm not OK, You're not OK), dalam relasi ini akan terjadi
hancur-hancuran, dan akibatnya semua akan kalah, seperti kata pepatah kalah jadi abu
menang jadi arang.
4. Konseling Islami, menetapkan tujuan konseling bahwa dalam kehidupan haruslah
hubungan sesama manusia itu dilandasi oleh keimanan, kasih sayang, saling menghargai,
dan berupaya saling membantu berdasarkan iman kepada Allah SWT. Hal ini
diungkapkan oleh Allah SWT, dalam Surat Al-Ma'un ayat 1-7, yang makna intinya
adalah bahwa karakteristik orang-orang Islam yang pendusta agama adalah: a) yang
menghardik atau memaki anak yatim; b) yang tidak memberi makan (jasmani dan rohani)
atau tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, c) berbuat riya (sombong,
takabur, foya-foya), dan d) enggan memberi pertolongan dengan memberi barang-barang
yang berguna/berzakat. Ajaran Rasulullah yakni mengucapkan “Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh” artinya memberikan keselamatan kepada orang lain, dan
orang lain wajib menjawab dengan cara yang sama. Sehingga terjadilah dialog
humanistik kurang lebih berdasarkan iman. Itulah tujuan konseling. 
5. Carkhuff (1969), Gordon (1967): effectiveness. Tujuan konseling dimata Carkhuff dan
Gordon adalah agar setelah mengikuti proses konseling seorang klien akan mampu
bekerja dan hidup lebih efektif dalam segala hal seperti belajar, berkarya, berkeluarga dan
sebagainya. Didalam kata efektif selalu ada unsur efisiensi. Karena itu bahwa suatu
tujuan dapat dikatakan kurang efektif manakala prosesnya dilakukan tidak dengan
efisien. Sebagaimana kita ketahui bahwa Carkhuff adalah seorang pakar dari aliran
behavioral yang mengutamakan efektivitas.
6. Kesimpulan lain dari berbagai aliran konseling mengatakan bahwa tujuan-tujuan
konseling adalah pengembangan kemampuan klien untuk mengatasi masalahnya,
memiliki kemampuan untuk mencintai dan bekerja keras, melakukan sesuatu dengan rasa
tanggung jawab, dan jujur serta percaya diri.

Upaya Melibatkan Klien 


Yang paling penting dalam hubungan konseling adalah agar konselor mampu melibatkan
klien secara penuh (dengan jiwanya). Kalau klien sudah terlibat dalam proses konseling, maka ia
akan terbuka dan jujur (disclosed), sehingga dengan mudah menyatakan perasaan, pengalaman
dan idenya. 
Untuk melibatkan klien sehingga ia terbuka, diperlukan beberapa syarat yaitu,
kepribadian konselor dalam berkomunikasi, pengetahuan/wawasan tentang klien dan
keterampilan atau teknik konseling yang bervariasi. 
1. Kepribadian konselor 
Seorang konselor yang efektif memiliki karakteristik kepribadian sebagai berikut: 
 Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
 Asli/jujur, yaitu perilaku dan kata-kata konselor tidak dibuat-buat akan tetapi asli dan
jujur sesuai dengan keadaannya. 
 Memahami keadaan klien, mampu memahami kekuatan dan kelemahannya.
 Menghargai martabat klien secara positif tanpa syarat. 
 Menerima klien walau dalam keadaan bagaimanapun. 
 Tidak menilai atau membanding-bandingkan klien.
 Mengetahui keterbatasan diri (ilmu, wawasan, teknik) konselor. 
 Pemahaman keadaan sosial-budaya dan ekonomi klien. 

2. Ilmu dan wawasan. 


Ilmu konseling amat banyak didukung oleh ilmu-ilmu tentang manusia seperti
filsafat manusia, agama, psikologi, antropologi, sosiologi dan seni peran. Hal ini
diperlukan karena manusia itu mempunyai banyak segi terselubung dan merupakan teka-
teki (human enigma). Sehingga diperlukan ilmu yang banyak dan keterampilan beragam
untuk mendekatinya. 
3. Penguasaan keterampilan konseling. 
Pada setiap tahap konseling (tahap 1, 2, 3) terdapat teknik-teknik konseling yang harus
dikuasai konselor. Paling tidak ada 20 teknik konseling. Penggunaan teknik-teknik konseling
yang bervariasi dan berganda, amat penting.

Ethics and Responsibilty

Inti dari tanggung jawab etis adalah tidak melakukan apa pun yang akan membahayakan klien
atau masyarakat.  Sebagian besar tanggung jawab etis ada pada konselor/terapis sebagai
penolong. Berikut Standar etika secara lebih rinci :
1. Maintain confidentiality. Konseling dan psikoterapi tergantung pada kepercayaan antara
konselor dan klien.  Kita sebagai terapis memiliki hubungan yang kuat;  semakin banyak
kepercayaan yang di bangun, semakin banyak kekuatan yang kita miliki.  Sangat penting
bagi konselor/terapis untuk menjaga kepercayaan klien.  Kerahasiaan dirancang untuk
melindungi klien (bukan konselor).
2. Recognize your limitations. Sangat penting bahwa konselor/terapis menjaga suasana
egaliter (persamaan derajat) dengan klien, teman sekelas, atau rekan kerja.  Bagikan
sebelumnya dengan mereka tugas yang ingin di selesaikan.  Beri tahu mereka bahwa
mereka bebas untuk menghentikan proses itu kapan saja.  Jangan gunakan wawancara
sebagai tempat untuk mempelajari kehidupan orang lain.  Wawancara adalah untuk
membantu orang lain, bukan memeriksanya.
3. Seek consultation. Tetap berkonsultasi dengan profesor, mentor, atau rekan kerja. 
Konseling dan psikoterapi seringkali sangat pribadi.  Adalah penting bahwa konselor/terapis
mendapatkan pengawasan.  Anda juga dapat membantu mendiskusikan mengenai diri
sendiri sebagai penolong dengan orang lain.  Pada saat yang sama, berhati-hatilah dalam
mendiskusikan apa yang telah pelajari tentang klien Anda.
4. Treat the client as you would like to be treated. Tempatkan diri Anda di tempat klien.  Setiap
orang pantas diperlakukan dengan hormat, bermartabat, baik, dan jujur.
5. Be aware of individual and cultural differences. Penekanan pada isu-isu budaya kadang-
kadang dapat menyebabkan stereotip individu.  Pada saat yang sama penekanan
berlebihan pada individualitas mungkin mengaburkan masalah multikultural.
6. Review ethical standards constantly. Baca dan membaca kembali bagian etika saat
menemukan ide-ide baru.

Anda mungkin juga menyukai