Anda di halaman 1dari 7

1.

FARMAKOKINETIK

Farmakokinetik
Dalam praktik terapetik obat harus dapat mencapai tempat kerja yang diinginkan.
Dalam beberapa hal obat dapat diberikan langsung pada tempat kerjanya, seperti pemberian
topikal obat anti inflamasi pada kulit atau membrane mukosa yang meradang, atau obat harus
di Absorpsi dari tempat pemberiannya ke dalam darah dan didistribusikan ke tempat
bekerjanya, dan akhirnya setelah memberikan efek obat harus dikeluarkan dengan kecepatan
tertentu dengan cara inaktivasi metabolik (Metabolisme), Ekskresi atau keduanya.

1. Absorpsi
Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Tempat pemberian obat adalah oral, kulit, paru, otot, dan lain-lain. Tempat pemberian obat
yang utama adalah per oral, karena mempunyai tempat absorbsi yang sangat luas pada usus
halus, yakni 200 m2.
Secara garis besar suatu obat (100%) yang melalui saluran cerna akan berkurang
kadarnya melalui:
a. a% tidak diabsorpsi di sel epitel usus halus;
b. b% dimetabolisme di dinding usus (misalnya, l-dopa);
c. Selanjutnya obat melalui pembuluh darah kapiler, pembuluh darah mesenteric, vena
porta lalu ke hati;
d. c% dimetabolisme di hati (misalnya, propranolol, felodipin).

Sehingga ketika sampai di dalam darah dan siap untuk melakukan efek kadarnya adalah
(100–a)-(b+c). Nilai (b+c) selanjutnya disebut eliminasi presistemik atau metabolisme lintas
pertama.
Pada KB1 kita kenal bioavailabilitas adalah ketersediaan obat yang diresorpsi tubuh
untuk melakukan efeknya. Jadi bioavailabilitas (F) = absorpsi – eliminasi presistemik = (100–
a)% – (b+c)%.
Proses absorbsi obat melewati membran sel terbagi menjadi empat macam, yaitu:
a. Difusi Pasif
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif. Maka sebagai barier absorbsi adalah
membran sel epitel saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel tubuh kita
merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar dapat melintasi membran sel tersebut,
molekul obat harus mempunyai kelarutan dalam lemak (setelah larut terlebih dahulu
dalam air). Kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak molekul
obat (selain kadar obat lintas membran yang merupakan driving force proses difusi, dan
dengan luasnya area permukaan membran tempat difusi). Pemberian obat
sublingual hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak karena luas permukaan
absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi dengan sangat cepat,
misalnya nitrogliserin.
Kebanyakan obat merupakan elektrolit lemah, yaitu asam lemah atau basa
lemah. Dalam air elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya. Derajat
ionisasi obat bergantung pada konstanta ionisasi obat (pKa) dan pada pH larutan di
mana obat berada. Pada difusi pasif hanya bentuk nonion (NI) yang mempunyai
kelarutan lemak yang dapat berdifusi, sedangkan bentuk ion (I) tidak dapat berdifusi
karena tidak mempunyai kelarutan lemak. Untuk asam lemah, pH tinggi (usus) akan
meningkatkan ionisasinya dan mengurangi bentuk nonionnya, hal sebaliknya berlaku
untuk basa lemah. Oleh karena bentuk nonion dan bentuk ion berada dalam
kesetimbangan, maka setelah bentuk nonion diabsorbsi kesetimbangan akan bergeser
ke arah bentuk nonion sehingga absorbsi akan berjalan terus sampai habis.
b. Transport Aktif
Transport aktif merupakan transport yang difasilitasi oleh pembawa. Karakteristik dari
transport aktif adalah pemindahan obat melawan gradien konsentrasinya di mana obat
dengan dari tempat dengan konsentrasi rendah dibawa ke daerah dengan konsentrasi
tinggi, oleh karena itu diperlukan energi untuk transport aktif. Transport aktif
membutuhkan carrier yang mengikat obat, membawanya melintasi membran dan
melepaskannya disisi lainnya. Molekul pembawa sangat selektif terhadap molekul obat
tertentu. Misalnya, transport aktif iodida dari darah ke koloid kelenjar tiroid.
c. Difusi Difasilitasi
Difusi difasilitasi merupakan transport yang difasilitasi oleh pembawa. Perbedaannya
dengan transport aktif adalah obat bergerak melalui gradien konsentrasi (dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah) sehingga tidak memerlukan energi. Transport
Vesikular
Transport vesikular adalah proses penelanan partikel atau zat terlarut oleh sel.
Pinositosis dan fagositosis adalah bentuk dari transport vesikuler. Selama pinositosis
atau fagositosis membran sel mengelilingi material dan menelannya dan melepaskan
disisi lainnya. Transport vesikular digunakan untuk absorbsi vaksin volio dan protein
berukuran besar.
d. Pore Transport
Molekul yang sangat kecil, seperti urea, air, dan gula dapat dengan cepat menembus
membran bila membran memiliki pori-pori.
e. Pembentukan Ion Pair
Obat yang bersifat elektrolit kuat atau molekul yang terionisasi kuat, seperti amin
kuartener yang dapat mempertahankan muatannya dalam semua pH fisiologis, dapat
menembus membran dengan membentuk ikatan dengan molekul dengan muatan yang
berlawanan sehingga muatan keseluruhan netral. Kompleks netral ini berdifusi dengan
lebih mudah melewati membran. Contoh propranolol yang membentuk pasangan ion
dengan asam oleat.
2. Distribusi
Distribusi obat dalam tubuh dipengaruhi oleh ikatan protein plasma, volume distribusi,
sawar darah otak dan sawar uri.
a. Ikatan protein plasma
Dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah (ikatan
hidrofobik, van der waals, hidrogen, dan ionik). Ada beberapa macam protein plasma:
1) Albumin: mengikat obat asam dan obat netral (misalnya, steroid) serta bilirubin
dan asam-asam lemak.
a) Site I mengikat warfarin, fenilbutazon, fenitoin, asam valproate, tolbutamid,
sulfonamide, dan bilirubin (warfarin site).
b) Site II mengikat diazepam dan benzodiazepine lainnya, asam-asam
karboksilat (kebanyakan AINS), penisilin, dan derivatnya (disebut
diazepam site). Asam-asam lemak mempunyai tempat ikatan yang khusus
pada albumin.
2) α-glikoprotein: mengikat obat basa.
3) CBG (corticosteroid binding globulin): khusus mengikat kortikosteroid.
4) SSBG (sex steroid binding globulin): khusus mengikat hormon kelamin.
Obat yang terikat oleh protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Karena
ikatan obat dengan protein plasma merupakan ikatan reversibel, maka jika obat bebas
telah masuk kedalam jaringan menyebabkan obat yang terikat protein akan menjadi
bebas sehingga distribusi berjalan terus sampai habis.
Obat + Protein Obat-Protein
Obat yang berikatan pada tempat yang sama pada protein plasma dapat saling bersaing
untuk dapat berikatan. Karena tempat ikatan pada protein plasma tersebut terbatas
maka obat yang pada dosis terapi dapat menjenuhkan protein plasma dapat menggeser
obat lain yang berikatan pada protein yang sama sehingga obat bebas ini akan
menimbulkan efek farmakologi atau dieliminasi tubuh. Interaksi pergeseran protein
akan bermakna secara klinik bila obat yang digeser memenuhi 3 syarat berikut.
1) Ikatan protein tinggi : ≥85%
2) Vd kecil ≤ 0.15L/Kg
3) Margin of safety kecil

b. Volume distribusi
Volume distribusi (Vd) adalah volume dimana obat terdistribusi dalam kadar plasma
F
Vd D
C
dimana F = bioavailabilitas; D = Dosis obat; C = kadar obat dalam plasma.

Jadi Vd bukanlah volume yang sebenarnya, tapi hanya volume semu yang
menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh. Kadar plasma yang tinggi
menunjukkan obat terkonsentrasi di darah sehingga Vd-nya kecil. Sebaliknya kadar
plasma yang kecil menunjukkan obat tersebar luas di tubuh atau terakumulasi di
jaringan, sehingga Vd-nya besar.
Contoh:
- Vd fenil butason 0,1 L/kg = 5 L/50 kg, berarti obat ini terkonsentrasi dalam darah
- Vd kafein 0,6 L/kg = 30 L/50 kg, berarti obat ini tersebar dalam cairan tubuh total
- Vd digoksin 7 L/kg = 5350 L/50 kg, berarti obat ini terakumulasi dalam jaringan
c. Sawar darah otak
Merupakan sawar antara darah dan otak yang berupa sel endotel pembuluh darah
kapiler di otak membentuk tight junction dan pembuluh kapiler ini dibalut oleh tangan-
tangan astrosit otak yang merupakan berlapis-lapis membran sel. Dengan demikian,
hanya obat-obat yang larut dalam lemak yang dapat melewatinya. Akan tetapi, obat
larut lemak yang merupakan substrat P-gp (P glikoprotein) dan MRP (multidrug
resistance protein) yang terdapat pada membran akan dikeluarkan dari otak
(loperamid).
d. Sawar Uri (placenta barrier)
Terdiri dari satu lapis epitel vili dan satu lapis sel endotel kapiler dari fetus, jadi mirip
sawar lapisan cerna. Karena itu obat yang dapat diabsorbsi melalui pemberian oral juga
dapat memasuki fetus melalui sawar uri. Terdapat P-gp pada sawar uri, seperti pada
sawar darah otak.

2. Metabolisme
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran retikulum endoplasma dan
sitosol. Tempat metabolisme ekstrahepatik adalah dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, kulit
dan lumen kolon. Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar menjadi
polar agar dapat di ekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini umumnya
obat diubah dari aktif menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (prodrugs),
kurang aktif, atau menjadi toksik.
Reaksi metabolisme terdiri dari fase I dan reaksi fase II:
a. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi
lebih polar dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif, atau kurang aktif.
b. Reaksi fase II merupakan konjugasi dengan substrat endogen, yaitu asam glukoronat,
asam sulfat, asam asetat, atau asam amino dengan akibat obat menjadi sangat polar,
dengan demikian hampir selalu tidak aktif.

Obat dapat mengalami reaksi fase I atau fase II saja, atau reaksi fase I diikuti oleh
reaksi fase II.
Reaksi Fase I Reaksi Fase II

Pada gambar terlihat asam-asetilsalisilat (asetosal) dimetabolisme fase I menjadi asam


asetat dan asamsalisilat. Asam salisilat adalah metabolit yang aktif. Pada fase II asam salisilat
dimetabolisme menjadi salisilat glukoronat yang tidak aktif dan sehingga siap diekskresi.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzin cytochrom P450 (CYP)
dalam retikulum endoplasma hati, sedangkan reaksi fase II yang terpenting adalah
glukuronidase oleh enzim UDP-glukuroniltransferase (UGT) yang terutama terjadi dalam
mikrosom hati dan jaringan ekstrahepatik. Jika enzim metabolisme mengalami kejenuhan
pada kisaran dosis terapi maka peningkatan dosis obat akan terjadi lonjakan kadar obat dalam
plasma yang disebut farmakokinetik nonlinier (aspirin).
Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau inhibisi enzim metabolisme.
Induksi berarti peningkatan sintesis enzim metabolisme sehingga terjadi peningkatan
metabolisme obat yang menjadi substrat enzim bersangkutan, akibatnya diperlukan
peningkatan dosis obat tersebut (toleransi farmakokinetik). Karena melibatkan sintesis enzim
maka diperlukan pajanan beberapa hari (3-7 hari) sebelum dicapai efek yang maksimal,
contoh rifampisin. Inhibisi enzim metabolisme adalah terhambatnya aktivitas dari enzim
metabolisme disebabkan oleh obat-obat tertentu. Persenyawaan obat-enzim tersebut mengikat
enzim secara kompetitif sehingga menghambat substrat atau obat lain yang berikatan pada
enzim yang sama. Untuk mencegah toksisitas diperlukan penurunan dosis obat bersangkutan
atau tidak boleh diberikan bersama penghambatnya, contoh terfenadin, astemizol, dan
cisaprid dikontraindikasikan dengan ketokonazol, itrakonazol, eritromisin, dan klaritromisin
karena ke tiga obat yang terdahulu adalah substrat dari CYP3A4/5 dan ke empat obat yang
belakangan adalah penghambat yang kuat dari enzim yang sama. Peningkatan kadar ke tiga
obat yang terdahulu akibat hambatan metabolismenya menyebabkan perpanjangan interval
QTC pada EKG, yang menimbulkan aritmia jantung yang disebut torsades de pointes yang
berakibat fatal. Akibatnya ke tiga obat tersebut telah ditarik dari peredaran di banyak Negara
atau bahkan di seluruh dunia.
Metabolisme obat akan terganggu pada pasien penyakit hati, seperti sirosis, hati
berlemak dan kanker hati. Pada sirosis yang parah, metabolisme obat dapat berkurang antara
30-50%. Enzim-enzim metabolisme fase I dan fase II mencapai kematangan setelah tahun
pertama kehidupan, kecuali enzim UGT untuk bilirubin yang mencapai dewasa pada dekade
kedua kehidupan.

3. Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan ginjal dalam
bentuk utuh atau dalam bentuk metabolitnya. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia
6-12 bulan dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3
proses:
a. Filtrasi glomerulus
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultra filtrat, yaitu plasma minus protein. Jadi semua
obat bebas akan keluar dalam ultra filtrat, sedangkan yang terikat protein tetap tinggal
dalam darah.
b. Reabsorbsi
Reabsorbsi pasif terjadi disepanjang tubulus untuk bentuk-bentuk nonion obat yang
larut dalam lemak. Oleh karena itu, derajat ionisasi tergantung dari pH larutan.
Fenomena ini dimanfaatkan untuk pengobatan keracunan suatu obat asam atau basa.
Misalnya, keracunan fenobarbital (asam pKa = 7.2) atau asam salisilat (asam pKa =
3.0) diberikan NaHCO3 untuk membasakan urin sehingga ionisasi meningkat,
sedangkan amfetamin (basa pKa = 9.8) diberikan NH 4Cl untuk meningkatkan
ekskresinya. Ditubulus distal juga terdapat protein transporter untuk reabsorbsi aktif
dari lumen tubulus kembali kedarah untuk senyawa endogen.
c. Sekresi aktif
Sekresi aktif dari darah menuju tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran
P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resistence protein) dengan selektivitas yang
berbeda, yaitu MRP untuk anion organik dan konjugat (penisilin, probenesid,
glukoronat, dan lain-lain) dan P-gp untuk kation organik dan zat netral (kuinidin,
digoksin, dan lain-lain). Oleh karena itu, terjadi kompetisi antara asam-asam organik
maupun basa-basa organik. Hal ini dimanfaatkan untuk memperpanjang masa kerja
obat. Sebagai contoh untuk memperpanjang masa kerja ampisilin, diberikan bersama
probenesid. Probenesid akan menghambat sekresi aktif ampisilin di tubulus ginjal
karena berkompetisi untuk transporter membran yang sama, MRP.

Ekskresi obat utama yang kedua adalah melalui empedu kedalam usus dan keluar
bersama feses. Obat hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui empedu dapat diuraikan
oleh flora usus menjadi obat awal yang dapat diserap kembali dari usus kedalam aliran darah
yang disebut siklus enterohepatik.
Obat dan metabolit yang larut lemak dapat direabsorpsi kembali ke dalam tubuh dari
lumen usus. Metabolit dalam bentuk glukoronat dapat dipecah dulu oleh enzim glukoronidase
yang dihasilkan oleh flora usus menjadi bentuk obat awalnya (parent compound) yang mudah
diabsorpsi kembali. Akan tetapi, bentuk konyugat juga dapat langsung diabsorbsi melalui
transporter membrane Organic anion transporting polypeptide (OATP) di dinding usus, dan
baru dipecah dalam darah oleh enzim esterase. Siklus enterohepatik ini dapat memperpanjang
efek obat, misalnya estrogen dalam kontraseptif oral.
Ekskresi obat juga dapat melalui paru (anastetik umum), ASI, saliva, keringat, dan air
mata (minor). Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum.

Anda mungkin juga menyukai