Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MKDU KEAGAMAAN

Disusun Oleh : Kelompok 14

Ainil Marhamah (200610071)


Shafira Salsabila (200610054)
Aida Fitri Harahap (200610059)
Kiki Aprilla Syanti (200610010)
Inna Dwi Raisa (200610040)
Zahra Meutia (200610091)

PRODI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI MALIKUSSALEH
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
MKDU KEAGAMAAN pada semester dua ini tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini
dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Lhokseumawe, 11 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

MAKALAH MKDU KEAGAMAAN


KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................................3
2.1 Islam dan Ilmu Pengetahuan.............................................................................................3
2.2 Islam dan Cita-cita Sosial.................................................................................................4
2.3 Islam dan Perubahan Masyarakat.....................................................................................7
2.4 Islam dan Hukum..............................................................................................................9
BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................12
3.2 Saran................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam merupakan Agama yang sempurna yang mengatur segala urusan manusia di dunia dan
di akhirat. Semua hal dari yang terkecil sampai besar diatur di dalam Agama Islam. Manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, dengan alat indra, akal, hati dan
keseluruhan keutuhan jiwa dan raga manusia bisa melakukan suatu hal yang menakjubkan,
seperti menemukan pengobatan, menjelajah bumi, dan menciptakan penemuan yang canggih
lainnya.

Hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia akan bisa di dapati dengan cara beribadah
dan dapat melakukan sosialisasi yang baik dengan masyarakat. Agar bisa melakukan itu,
tentunya kita harus belajar atau mencari ilmu. Ilmu yang dimaksud di sini adalah semua ilmu
pengetahuan, baik ilmu agama seperti : tauhid, fikih, tafsir, nahwu, dan juga ilmu sosial seperti :
ilmu sains, matematika, bahasa dan lain lain. Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap
muslim, terutama ilmu agama. Jika mendapat ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang baik maka
niscaya dapat membangun kehidupan sosial yang baik.

Indonesia adalah bangsa yang plural, baik dari segi agama, budaya, etnis maupun bahasa.
Indonesia dikenal atau diklaim sebagai bangsa yang sopan, ramah dan toleran. Dengan beragam
agama, etnis, bahasa dan kebudayaan lokal yang demikian kaya, masyarakat Indonesia pada
masa masa pra dan awal kemerdekaan bisa hidup rukun satu sama lain. Walaupun dengan
berkembangnya zaman yang menyebabkan perubahan masyarakat, nilai-nilai kebaikan dalam
ajaran agama Islam dapat mewarnai dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa
di Indonesia ini. Tidak terkecuali pada bidang hukum. Hukum Islam merupakan suatu hukum
yang memiliki sifat statis dan sekaligus dinamis. Statis berarti suatu hal yang tetap bersumberkan
pada Al-qur’an dan hadits dalam setiap aspek kehidupan. Dinamis berarti mampu menjawab
segala permaslahan dan sesuai dengan perkembangan zaman, tempat keadaan, serta cocok
ditempatkan dalam segala macam bentuk struktur sosial kehidupan, baik individu maupun secara
kolektif bermasyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan serta pandangan dan peranan Islam dalam ilmu pengetahuan?
2. Bagaimana hubungan serta pandangan dan peranan Islam dalam cita-cita sosial?
3. Bagaimana hubungan serta pandangan dan peranan Islam dalam perubahan masyarakat?

1
4. Bagaimana hubungan serta pandangan dan peranan Islam dalam hukum?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami mengenai Islam dan Ilmu pengetahuan.


2. Mengetahui dan memahami mengenai Islam dan cita-cita sosial.
3. Mengetahui dan memahami mengenai Islam dan perubahan masyarakat.
4. Mengetahui dan memahami mengenai Islam dan hukum.

2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Islam dan Ilmu Pengetahuan

Memperbincangkan Islam dan ilmu pengetahuan terasa mendua. Pada tataran konsep
dan atau petunjuk di dalam al Qur'an maupun hadits nabi sudah sedemikian jelas. Yaitu bahwa
ajaran Islam mendorong umatnya agar mencari ilmu seluas-luasnya dan bahkan tanpa membatasi
umur. Jika sekarang ini dikenal terdapat jenjang pendidikan, yaitu mulai dari PAUD hingga
perguruan tinggi, sehingga ada batas menempuh pendidikan, maka dalam Islam tidak mengenal
batas itu. Mencari ilmu hendaknya dijalankan mulai dari ayunan hingga masuk ke liang lahat
atau meninggal.

Akan tetapi pada kenyataannya, dalam mencari ilmu, pada umumnya umat Islam
masih tertinggal jauh di belakang. Lembaga pendidikan yang diselenggarakan atau dimiliki oleh
umat Islam di mana saja masih tertinggal. Hingga sampai saat ini masih sulit ditemukan lembaga
pendidikan Islam yang tergolong maju. Demikian pula perpustakaan, laboratorium atau pusat-
pusat riset yang bisa dibanggakan masih sulit dicari. Memang dari sejarahnya, umat Islam
dikenal sebagai perintis di dalam membangun lembaga pendidikan, seperti Universitas Al Azhar
di Mesir, yang selama ini dikenal sebagai perguruan tinggi tertua.

Demikian pula juga dikenal tidak sedikit ilmuwan muslim yang selalu menjadi inspirator bagi
ilmuwan lainnya. Sekedar menyebut beberapa nama misalnya Ibnu Sina, al Farabi, al Kindi, Ibnu
Kholdun, al Ghazali, dan lain-lain. Para ilmuwan muslim dimaksud telah merintis tradisi
pengembangan ilmu. Mereka melakukan pengamatan, eksperimentasi, perjalanan jauh, dan
penulisan kitab-kitab dalam jumlah yang sedemikian banyak. Artinya, semangat
mengembangkan ilmu sudah tumbuh sejak lama di kalangan umat Islam.

Namun pada perkembangan selanjutnya, ternyata kemajuan umat Islam berhasil


dikalahkan dan akhirnya menjadi tertinggal. Pada saat sekarang ini, mendasarkan pada ajaran
dan sejarahnya itu, seharusnya umat Islam dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan berposisi
sebagai pemberi, manum ternyata tertinggal dan masih harus mencari ke negara-negara yang
dikenal bukan muslim. Akibatnya, adalah amat luas. Ketertinggalan di bidang ilmu pengetahuan,
juga diikuti oleh ketertinggalan pada bidang-bidang lainnya, baik bidang ekonomi, politik, sosial,
pertahanan, dan lain-lain. Posisi di belakang dan akibatnya menjadi tergantung dalam banyak hal
diawali dari ketertinggalannya di bidang pengembangan ilmu pengetahuan itu.

Untuk mengejar ketertinggalan itu, seharusnya umat Islam segera bangkit dan kemudian
membangun lembaga pendidikan dan pusat-pusat riset yang mampu menghasilkan ilmu
pengetahuan. Namun rupanya hal itu juga tidak mudah dilakukan oleh karena mereka juga masih
berdebat dan berselisih tentang definisi ilmu yang dimaksudkan itu. Sementara mereka masih
berdiskusi tentang cara pandang terhadap ilmu pengetahuan. Sementara pihak masih

3
membedakan antara adanya ilmu agama dan ilmu umum. Sedangkan lainnya mengangap bahwa
ilmu itu bersifat integratif, padu, dan bahkan inklusif.

2.2 Islam dan Cita-cita Sosial

Cita-cita sosial Islam menempati posisi strategis dalam kerangka ajaran Islam, sebuah
arah dan acuan kehidupan berislam. Cita-cita sosial Islam merupakan refleksi tauhid yang
merupakan prinsip sentral dan kar dinal dalam Islam. Tauhid menentukan kesatuan hubungan
tiga eksistensi yaitu Tuhan, alam dan manusia. Manusia sebagai subyek kehidupan merupakan
khalifah Tuhan yang diberi kuasa untuk memanfaatkan alam untuk membangun peradaban di
bumi. Keberhasilan misi kekhalifahan tersebut sangat tergantung kepada kemampuan manusia
dalam mengembangkan sunnatullah dalam dirinya, yakni dengan menginternalisasikan kekuatan-
kekuatan Tuhan (al-asma' al-husna), sehingga ia (manusia) dapat memahami dan memanfaatkan
sunatullah pada alam semesta. Pengembangan misi 'kekhalifahan ini meniscayakan kerja kolektif
manusia bersama manusia lain.

Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup:

1. Hubungan manusia dengan tuhannya Hubungan dengan Tuhan disebut ibadah. Ibadah
bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.

2. Hubungan manusia dengan manusia Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai


kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang
ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula
sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-
menolong terhadap sesama manusia.

3. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.

Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk
hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
Berdasarkan hasil studi para ahli sosiologi menyatakan bahwa agama adalah suatu
pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individual ataupun kelompok.
Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung dengan semua
factor yang ikut membentuk struktur social di masyarakat manapun.

Sebagaimana terkandung dalam QS. Ali-Imran ayat 10:

4
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Q.S Al-Imran:10).

Salah satu syarat kehidupan manusia yang teramat penting adalah keyakinan (agama).
Agama bertujuan untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan jasmani. Untuk mencapai
kedua ini harus diikuti dengan syarat yaitu percaya dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Agama Islam memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan,
kenegaraan, perekonomian dan lain-lain. Konsep dasar tersebut memberikan gamabaran tentang
ajaran yang berkenaan dengan: hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai
ajaran kemasyarakatan. Seluruh konsep kemasyaraktan yang ada bertumpu pada satu nilai, yaitu
saling menolong antara sesama manusia.

Dalam kehidupan seorang individu sebagai makhkluk sosial, Agama Islam dalam
kehidupannya berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara
umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar
sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti
khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas ditengah
gelombang terjadinya perubahan-perubahan sosial.

Sebagaimana firman Allah dalam Surah al- Baqarah, ayat 2:

Artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”
(QS. Al-Baqarah: 2).

5
Beberapa prinsip-prinsip universal dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur antara
lain:

1. Prinsip al-Syura (Consultation) yang terdapat dalam surah Ali-lmran(3): 159: "dan
musyawarahlah kamu dengan merekadalam permasalahan dunia" dan surah as-Syura
yang artinya: “Hendaklah urusan merekatentang permasalahan dunia diputuskan dengan
bermusyawarah diantara mereka". Dari kedua teks surahtersebut bahwa musyawarah
merupakan prinsip yang diperintahkan al-Qur’an dan dianggap sebagai prinsip etika dan
politik
2. Prinsip al-Musuwa (equality) dan ikha’ (brotherhood), keduanya mempunyai pengertian
persamaan dan persaudaraan, dan itu ada dalam al-Qur’an surah al-Hujarat (49): 13 yang
berbunyi: "Hai manusia,sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang yang paling mulia di sisi Allah di
antara kamu adalah orang yangpaling taqwa di antara kamu", ayat ini menegaskan bahwa
Islam menganut prinsip persamaan di antara semua manusia dihadapan Sang Pencipta.
Prinsip persamaan dan persaudaraan ini pernah dipraktekkan Nabi ketika menyusun
Piagam Madinah.
3. Prinsip al-Adalah (justice). prinsip ini mengandung arti honesty, fairness, dan
integrityyaitu keadilan yang harus ditegakkan tanpa diskriminasi, penuh kejujuran
ketulusan dan integritas. Pentingnyaprinsip ini, al-Qur’an menempatkan keadilan sebagai
parameter orangyang bertaqwa. Dalam surah al-Maidah (5): 8, berbunyi: "Berlakulah adil
karena adil itu lebih dekat dengan taqwa". juga al-An'am (6) : 152 Allah berfirman :
"Berlakulah adil walaupun terhadap kerabat", ayat terakhir ini memberikan pemahaman
bahwa keadilan itu perlu ditegakkan dengan tidak memandang latar belakang manusia.
4. Prinsip al-Hurriyah (Freedom) yang berarti menganut kebebasan, prinsip ini merupakan
yang sangat mendasar bagi hakekatkemanusiaan. misalnya kebebasan beragama yang
menjadi suatupilihan manusia yang paling substansial. Dalam surah al-Baqarah (2): 256
menyatakan: “Tidak ada paksaan untuk memeluk agama". Begitu juga kebebasan ini
diserukan kepada setiap Nabi.
5. Prinsip al-Amanah (trust), dalam surah an-Nisa (4): 58 menyatakan: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya".
Dalam konteks kekuasaan negara, amanah merupakan mandat rakyat yang di dalamnya
mempunyai nilai konstruksosial yang tinggi: Di samping itu, amanah merupakan sesuatu
yangsangat esensial dan menjadi salah satu pilar dalam hidup bernegara disamping al-
Adalah (keadilan). Amanah dipercayakan kepada seorangpemimpin melalui sumpah setia
(mubaya'ah). Mengharuskan kepada sipenerima amanah bersiap adil dan memberikan
kepada rakyat. Dalamteori politik modern,mubaya'ah dapat disamakan dengan kontrak
sosial.

6
6. Prinsip al-salam (peace) atau perdamaian. prinsip ini sangat pentingdalam doktrin Islam.
Dalam al-Qur’an surah al-Anfal (8): 61: Apabila mereka cenderung pada perdamaian
maka penuhilah perdamaian itu",dengan prinsip perdamaianinimasyarakat bisa tentram
dan damaisetiap individu dan hidup harmoni.
7. Prinsip al-Tasamuh (toleran), yaitu prinsip saling menghormati antarsesama warga
masyarakat. Prinsip ini berlaku universal, bukan hanyaterhadap masalah yang
bersifatprofan tapi juga yang bersifat sakral,seperti toleransi dan menghormati agama-
agama lain. Sebagaimanayang ditegaskan dalam surah al-Baqarah (2): 256
berbunyi: ,”Tidak ada paksaan dalam memeluk suatu agama” dan surah al-Kafirun (109):
6 berbunyi: "Bagimu agamamudan bagiku agamaku”.
Dalam ajaran-ajaran keagamaan, Al-Qur'an salah satunya berfungsi sebagai transformasi
kemasyarakatan. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam merupakan suatu kekuatan perubahan
sosial yang besar. Islam mempunyai tugas untuk melakukan perubahan sosial, yaitu yang sesuai
dengan cita-cita profetik dalam menciptakan masyarakat yang adil dan egaliter yang didasarkan
pada iman. Cita-cita profetik semacam ini secara eksplisit yang dinyatakan oleh Al-Qur'an
misalnya dalam surah Ali Imran: ayat 10. Ayat ini menyatakan bahwa umat Islam adalah: umat
terbaik yang pernah diciptakan untak manusia yang bertugas melakukan amar ma'ruf dan nahi
munkar dalam rangka keberimanan kepada Tuhan. Hal ini berarti bahwa misi profetik umat
Islam adalah humanisasi, emansipasi dan transendensi yang ditujukan kepada masyarakat.

2.3 Islam dan Perubahan Masyarakat

Setting utama perubahan yang terjadi pada abad ke-11 M. Adalah disebabkan karena adanya
penemuan baru dan penyebaran penemuan itu. Yang pertama terkait dengan aktivitas ilmiah,
sedangkan yang kedua menyangkut masalah informasi.
Penemuan ilmiah dapat disifatkan kepada dua macam: yaitu, ilmu murni dan ilmu terapan.
Yang terakhir ini disinonimkan dengan teknologi. Dunia barat hususnya, pernah dikejutkan oleh
satu revolusi, yakni revolusi ilmu pengetahuan. Revolusi ini membawa perubahan wajah Dunia.
Perubahan tersebut tidak hanya menyangkut tatanan nilai ekonomi, politik dan kebudayaan.
Tetapi juga telah mampu merubah pandangan kehidupan manusia tentang nilai baik dan buruk.
Revolusi ilmu pengetahuan pada ahir abad XV atau awal abad XVI, lahir dengan latar
belakang adanya kesadaran sejarah, yang berasumsi bahwa manusia sejak dahulu kala telah
memiliki kebudayaan yang dapat diandalkan. Akan tetapi pada pertengahan abad XII-XIV
peradaban tersebut terserap kepada pengaruh kaum agamawan (gereja) yang cenderung nepotis.
Sehingga manusia dengan potensi yang dimilikinya tidak lagi dapat membangun peradaban yang
berwajah Humanis. Maka dari itu, agar manusia dapat meraih kembali kejayaan masa lalu,
mereka musti menganut nilai-nilai lama yang pernah berkembang pada zaman yunani kuno.
Renaisance merupakan babak baru sejarah peradaban moderen, dan lahir sebagai anti tesis
terhadap nilai-nilai yang berkembang pada masa itu. Dimana kehidupan manusia didominasi
oleh nilai-nilai agama (kristen) yang cenderung nepotis. Maka pada pasca Renaisance kehidupan

7
manusia lebih banyak diatur oleh nilai-nilai rasional. Akal mulai didewakan sebagai sumber
kebenaran, akal mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Nampaknya
perubahan dari pra pasca renaisance lebih merupakan suatu pembaharuan. Jadi perubahan juga
berarti suatu pembaharuan.
Perubahan dalam Islam disebut tajdid, sekalipun dalam Al-Qur’an tidak ditemukakan istilah
jaddada tetapi didapati kata jadid. Apabila dianalisa maksud kata jadid baik di dalam al-Qur’an
maupun di dalam al-Hadits, maka pengertiannya dapat dirumuskan sebagai; pengertiannya dapat
dirumuskan sebagai; pengertian revival kebangkitan dan pengulangan.
a. Bagaimana Islam Menyikapi Perubahan Sosial.
Islam sebagai agama, diturunkan oleh Allah SWT. Melalui rasulnya kepada manusia, tujuan
pokoknya adalah
1) Memperkenalkan bahwa sumber segala segala yang ada adalah Tuhan yang Maha
Esa, yaitu Allah SWT. Dalam hal ini islam membawa ajaran aqidah yang murni.
2) Memperkenalkan bahwa kehidupan ini, hususnya manusia adalah pemberian dari
Allah SWT. Yang harus dijunjung tinggi dalam hal ini islam menetapkan
seperangkat aturan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia.
Memperkenalkan bahwa mahluk yang namanya An-Nas, adalah mahluk yang
termulia.Dan karenanya ia memiliki kehormatan yang abadi. Dalam kaitan ini
islam menetapkan seperangkat aturan yang menjaga dan menjunjung kehormatan
itu.

Pada dasarnya perubahan adalah suatu keharusan, sebab setiap ciptaan Allah pasti akan
mengalami perubahan, baik dalam arti perubahan yang menuju perkembangan atau menuju
kemusnahan. Sebab seluruh ciptaan tuhan pasti hancur kecuali tuhan sendiri. Perubahan sosial
yang yang dimaksud oleh manusia bukan secara individu melainkan perubahan antar pribadi
seluruh komunitas masyarakat. Perubahan akan mencakup suatu sistem sosial, dalam bentuk
organisasi sosial yang ada di masyarakat, perubahan dapat terjadi dengan lambat, sedang atau
keras tergantung situasi yang mempengaruhinya. Perubahan yang terjadi dalam suatu kelompok
atau komunitas masyarakat adalah perubahan yang bersifat positif maupun negatif.

Al-Qur’an telah menjelaskan mengenai konsep perubahan masyarakat yang sesuai


dengan firman Allah SWT pada Q. S. Ar–Ra’du ayat 11 yang artinya :
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah
Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
Pada pemahaman ayat diatas bahwa kondisi masyarakat, baik maupun buruk, tidak akan
dirubah oleh Allah SWT hingga mereka terlebih dulu melakukan perubahan terhadap apa yang
terdapat pada diri mereka berupa pemahaman, pemikiran dan asumsi-asumsi. Tanpa melakukan

8
hal tersebut, maka harapan untuk mendapatkan perubahan kondisi dari Allah adalah menyalahi
teks ayat sekaligus mengingkari tugas kekhalifahan manusia. Kondisi sosial masyarakat pada
dasarnya diskonstruksi oleh manusia sendiri, bukan oleh Tuhan. Oleh sebab itu pengembangan
dan perubahan akan terjadi jika manusia itu sendiri yang akan melakukakan perubahan, bukan
oleh Tuhan, meskipun tuhan sendiri punya kuasa untuk melakukan itu.

2.4 Islam dan Hukum

Hukum Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang mayoritas memeluk agama


Islam, mempunyai kedudukan yang penting dan strategis. Hukum Islam merupakan salah satu
bahan baku dalam pembangunan hukum nasional, dan oleh karena itu ia perpeluang untuk
menjadi hukum nasional dengan cara berkompetisi dengan sumber-sumber hukum nasional yang
lainnya secara demokratis. Bangsa Indonesia dapat memilah milih sumber-sumber bahan baku
hukum nasional tersebut dan mengambil hukum yang paling bermaslahat, yang paling
bermanfaat, dan yang paling sesuai dengan nilai-nilai keadilan bagi seluruh komponen bangsa
Indonesia.

Pertanggungjawaban hukum melekat pada pribadi subjek hukum. Pertanggungjawaban


hukum ini dipahami sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatu akibat dari tindakannya;
kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya; atau sebagai
fungsi menerima pembebanan hukum (taklif), sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain.
Orang yang dibebani hukum dan tindakannya dapat diminta pertanggungjawaban (mas`uliyyat)
dalam hukum Islam dikenal dengan istilah mukallaf.

Pertanggungjawaban dalam hukum Islam untuk berbuat sesuatu dan memikul kewajiban
(ahliyyah al ada`) menggunakan beberapa kriteria yaitu `aqil, baligh, mumayyiz, fahmul
mukallaf dan ikhtiyar. Sedangkan untuk menerima hak (ahliyyah al wujub) seseorang hanya
disyaratkan masih mempunyai nyawa, sejak janin masih di rahim dengan mempertimbangkan
nilai-nilai kemaslahatan, kemanfaatan, dan keadilan. Penilaian terhadap kriteria tersebut
menggunakan ciri-ciri fisik dan biologis seseorang. Para ulama mazhab hukum Islam berbeda
pendapat dalam merumuskan kriteria baligh.

Rumusan pertanggungjawaban hukum seseorang yang terdapat di dalam peraturan


perundangan Indonesia menggunakan rumusan batasan usia tertentu, dewasa, dan atau sudah
kawin. Seseorang yang telah mencapai usia tertentu, atau sudah dewasa atau sudah kawin
dianggap telah mampu untuk menerima pembebanan hukum (taklif) dan atau menanggung
segala sesuatu akibat (mas`uliyyat) dari tindakannya.

Hukum Islam bersumber dari al Quran, as sunnah atau hadits, dan ijtihad (ra`yu). Secara
sederhana hukum dapat dipahami sebagai seperangkat aturan-atauran atau norma-norma yang
mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa

9
konsensus (ijma`) dari kenyataan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat maupun sebuah
ketentuan yang ditetapkan oleh pemegang otoritas yang berwenang untuk itu. Hukum Islam
adalah hukum yang bersandarkan pada ajaran syari`at Islam.

Norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam al Quran dan as sunnah masih bersifat
umum, maka setelah Nabi Muhammad wafat norma-norma yang masih umum tadi dirinci lebih
lanjut oleh para sahabat dan juga para tabi`in dengan menggunakan ijtihad atau ra`yu yang
berpedoman pada tujuan disyariatkan hukum Islam (maqashid syari`ah) yaitu untuk
kemanfaatan, kemaslahatan dan keadilan bagi segenap isi alam semesta (rahmatan lil `alamin).

Perumusan dan penggolongan norma-norma hukum dasar yang bersifat umum itu ke
dalam kaidah-kaidah hukum yang lebih konkrit memerlukan disiplin ilmu dan cara-cara tertentu
agar dapat dilaksanakan dalam praktik. Muncullah ilmu pengetahuan baru yang dinamakan ilmu
fiqh dan ushul fiqh. Ilmu ini kemudian dikenal dengan istilah ilmu hukum Islam yang
perhatiannya tertuju pada kemaslahatan mukallaf.

Prinsip-prinsip legislasi atau pembentukan hukum Islam tercakup dalam tujuan utama
pembentukan hukum Islam. Dalam literatur klasik ditemukan bahwa hukum Islam memiliki
prinsip-prinsip yang terkandung dalam maqashid al syari`ah. Secara umum penetapan hukum
Islam adalah untuk kemaslahatan umat. Tujuan ditetapkannya hukum Islam adalah untuk
kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Abu Ishaq al Shatibi (w. 790 H/1388 M) merumuskan lima tujuan pembentukan hukum
Islam, yaitu memelihara agama (din), memelihara jiwa (nafs), memelihara akal (aql),
memelihara keturunan (nasl) dan memelihara harta (mal). Lima tujuan hukum Islam ini
kemudian dikenal dengan istilah al maqashid al khamsah atau al maqashid al syari`ah.

Ajaran Islam telah mempengaruhi karakter masyarakat Indonesia bertahun-tahun atau


bahkan ratusan tahun lamanya bersamaan dengan datangnya agama Islam di Indonesia. Oleh
karena itu ajaran Islam juga mepengaruhi tata hukum di Indonesia baik hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis. Islam memberikan kebijaksanaan dalam menerapkan aturan ajaran Islam di
dalam kehidupan bermasyarakat yaitu melalui kebijaksanaan tasyrik, taklif dan tathbiq.

Kebijaksanaan tasyrik adalah kebijaksanaan pengundangan suatu aturan hukum Allah


dan Rasul-Nya sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Kebijaksanaan taklif adalah
kebijaksaan dalam penerapan suatu ketentuan hukum terhadap manusia sebagai mukallaf (subjek
hukum) dengan melihat kepada situasi dan kondisi pribadi manusia itu; melihat kemampuan
fisik, biologis dan dan rohani; mempunyai kebebasan bertindak dan mempunyai akal sehat.
Kebijaksanaan tathbiq adalah kebijaksanaan perlakuan dan ketentuan hukum yang dapat saja
berbeda dengan hukum perbuatan itu bagi orang lain.

Di dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-

10
undangan harus berdasarkan pada asas yang meliputi: 1) Kejelasan tujuan; 2) Kelembagaan atau
organ pembentuk yang tepat; 3) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; 4) Dapat
dilaksanakan; 5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6) Kejelasan rumusan; dan 7) Keterbukaan.

Manusia merupakan makhluk Tuhan mempunyai kesempurnaan penciptaan (ahsani


taqwim), dan ia dipercaya oleh Tuhan untuk mengelola jagad raya (khalifatullah fil ard), dan
mempunyai persamaan hak (equality). Sebagai hamba Tuhan, ia akan mempertanggungjawabkan
semua perbuatannya di dunia dan akhirat. Nilai humanistik mempunyai pengertian bahwa
manusia mempunyai kelemahan-kelemahan baik yang berupa fisik maupun psikis (khuliqa al
insaanu dha`ifa). Oleh karenanya pertanggungjawaban hukum atas diri manusia juga bergantung
kepada kemampuan biologis dan psikis yang dimiliki oleh manusia.

Manusia sebagai subjek hukum mempunyai potensi fikir, rasa, karsa dan cipta. Dengan
akal budinya manusia menjadi berbudaya, dan dengan nuraninya manusia menyadari akan nilai-
nilai dan norma-norma sehingga manusia menjadi bermoral. Pertanggungjawaban hukum
dipengaruhi oleh kamampuan manusia dalam memahami dan menyadari nilai-nilai dan norma-
norma tersebut.

Konsepsi pertanggungjawaban hukum yang diatur dalam berbagai sumber bahan baku
hukum nasional, termasuk hukum Islam, merupakan sumber nilai atau inspirasi dalam
merumuskan hukum nasional Indonesia. Sejauh mana konsepsi tersebut sesuai dengan dinamika
sosial kultur masyarakat Indonesia dengan semangat nasionalisme.

11
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Memperbincangkan Islam dan ilmu pengetahuan terasa mendua. Yaitu bahwa ajaran Islam
mendorong umatnya agar mencari ilmu seluas-luasnya dan bahkan tanpa membatasi
umur. Mencari ilmu hendaknya dijalankan mulai dari ayunan hingga masuk ke liang lahat atau
meninggal. Akan tetapi pada kenyataannya, dalam mencari ilmu, pada umumnya umat Islam
masih tertinggal jauh di belakang.

Cita-cita sosial Islam merupakan refleksi tauhid yang merupakan prinsip sentral dan kar dinal
dalam Islam. Manusia sebagai subyek kehidupan merupakan khalifah Tuhan yang diberi kuasa
untuk memanfaatkan alam untuk membangun peradaban di bumi.

Berdasarkan hasil studi para ahli sosiologi menyatakan bahwa agama adalah suatu
pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individual ataupun
kelompok. Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung dengan
semua factor yang ikut membentuk struktur social di masyarakat manapun. 

Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup:

1. Hubungan manusia dengan tuhannya


2. Hubungan manusia dengan manusia
3. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.

Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah
laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki
arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas ditengah
gelombang terjadinya perubahan-perubahan sosial.

Perubahan dalam Islam disebut tajdid, sekalipun dalam Al-Qur’an tidak ditemukakan istilah
jaddada tetapi didapati kata jadid. Apabila dianalisa maksud kata jadid baik di dalam al-Qur’an
maupun di dalam al-Hadits, maka pengertiannya dapat dirumuskan sebagai; pengertian revival
kebangkitan dan pengulangan. Pada dasarnya perubahan adalah suatu keharusan, sebab setiap
ciptaan Allah pasti akan mengalami perubahan, baik dalam arti perubahan yang menuju
perkembangan atau menuju kemusnahan. Sebab seluruh ciptaan tuhan pasti hancur kecuali tuhan
sendiri.
Hukum Islam bersumber dari al Quran, as sunnah atau hadits, dan ijtihad (ra`yu). Secara
sederhana hukum dapat dipahami sebagai seperangkat aturan-atauran atau norma-norma yang
mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa
konsensus (ijma`) dari kenyataan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat maupun sebuah
ketentuan yang ditetapkan oleh pemegang otoritas yang berwenang untuk itu. Hukum Islam
adalah hukum yang bersandarkan pada ajaran syari`at Islam.
12
Konsepsi pertanggungjawaban hukum yang diatur dalam berbagai sumber bahan baku
hukum nasional, termasuk hukum Islam, merupakan sumber nilai atau inspirasi dalam
merumuskan hukum nasional Indonesia. Sejauh mana konsepsi tersebut sesuai dengan dinamika
sosial kultur masyarakat Indonesia dengan semangat nasionalisme.

3.2 Saran

Menyikapi persoalan ketertinggalan di bidang ilmu pengetahuan, juga diikuti oleh


ketertinggalan pada bidang-bidang lainnya, seharusnya umat Islam segera bangkit dan kemudian
membangun lembaga pendidikan dan pusat-pusat riset yang mampu menghasilkan ilmu
pengetahuan sehingga dapat mengimbangi negara-negara non-muslim yang ada di dunia.

Sebagaimana yang telah ditegaskan bahwa manusia sebagai subyek kehidupan merupakan
khalifah Tuhan yang diberi kuasa untuk memanfaatkan alam untuk membangun peradaban di
bumi, maka kita sebagai manusia sepatutnya mampu mengembangkan sunnatullah dalam diri
masing-masing, yakni dengan menginternalisasikan kekuatan-kekuatan Tuhan (al-asma' al-
husna), sehingga kita dapat memahami dan memanfaatkan sunatullah pada alam semesta.

Mengingat kembali bahwa perubahan adalah suatu keharusan, sementara kondisi sosial
masyarakat pada dasarnya diskonstruksi oleh manusia sendiri, bukan oleh Tuhan, oleh sebab itu
sudah seharusnya kita sendiri sebagai manusia yang melakukakan pengembangan dan
perubahan, bukan oleh Tuhan, meskipun tuhan sendiri punya kuasa untuk melakukan itu.
Manusia sebagai subjek hukum mempunyai potensi fikir, rasa, karsa dan cipta. Oleh karena
itu, manusia semestinya memiliki kemampuan dalam memahami dan menyadari nilai-nilai serta
norma norma sehingga tercapai pertanggungjawaban hukum yang adil bagi seluruh masyarakat.

13
DAFTAR PUSTAKA

 Suprayogo, Imam. 2016. Islam dan ilmu pengetahuan.


 Syamsudin, Din. 1992. Cita-Cita Sosial Islam Dalam Perspektif dan Sejarah. Jurnal
Bestari Nopember-Desember.
 Sa’diyah, Halimatus. 2016. Peran Agama Islam Dalam Perubahan Sosial Masyarakat.
Jurnal Islamuna Volume 3 Nomor 2 Desember 2016. Jawa Timur : Tarbiyah STAIN
Pamekasan.
 Sulaiman, Kurdi. 2017. Masyarakat Ideal Dalam Alqur’an (Pergulatan Pemikiran
Ideologi Negara dalam Islam antara Formalistik dan Substansialistik). Jurnal Khazanah:
Jurnal Studi Islam dan Humaniora Masyarakat Ideal 41-57 Vol. 14. No. 1 Juni 2017.
UIN Banjarmasin : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam.
 Agus Salim, Perubahan Sosial sketsa teori dan refleksi metodologi kasus Indonesia,
(Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2002), hal. 131
 Ibid Agus Salim,.. hal. 9-10 3
 J. Dwi Narwoko – Bagong Suyanto, 2004. Sosiologi Teks, Pengantar dan Terapan, Cet. I
Jakarta: Prenada Media. Hal. 342
 Depag RI, Al-Quran dan Terjemahan,1993
 Muhammad Munir, dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah. (Jakarta: Kencana, 2006),
hlm 256 6 Muhammad Munir, dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah. (Jakarta:
Kencana, 2006), hlm 257
 Imron, Ali. 2008. Kontribusi Hukum Islam Terhadap Pembangunan Hukum Nasional
(Studi Tentang Konsepsi Taklif Dan Mas`Uliyyat Dalam Legislasi Hukum). Program
Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro Semarang.

14

Anda mungkin juga menyukai