Anda di halaman 1dari 10

FARMAKOKINETIK

DEFINISI
Adalah suatu kintetika obat adalah nasib obat dalam tubuh. Farmakokinetik mencakup 4 proses
yaitu : absorbsi (A), distribusi (D), metabolisme (M) dan eksresi (E)
ABSORBSI
Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam tubuh,
bergantung pada cara pemberian nya. Tempat pemberian adalah saluran cerna (mulut
sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara obat
peroral dengan cara ini tempat absorbsi utama adalah usus halus karena mempunyai
permukaan absorbsi yang sangat luas, yakni 200m2 (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai
villi dan mikrovilli)
Pemberian obat dibawah lidah harus yang larut dalam lemak karena tempat absorbsi kecil,
sehingga obat harus melarut dan diabsorbsi sangat cepat misal nitrogliserin karena
darah yang berasal dari mulut langsung ke vena kava superior, tidak melalui vena porta
maka obat sublingual ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati
Pemberian obat melalui rektal, misalnya hanya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah
hanya 50% dari rektum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati
juga hanya 50%. akan tetapi, absorbsi obat melalui mukosa rektum seringkali tidak
teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat yang mengiritasi mukosa rektum.
Dengan suntikan intramuskular atau subkutan, obat langsung masuk interstitium jaringan
otot atau kulit pembuluh darah kapiler darah sistemik
Note :
A. Difusi passif
Absorbsi obat sebagian besar secara difusi passif
Barrier absorbsi adalah membran sel epithel saluran cerna, yang merupakan lipid bilayer
Dengan demikian, agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus
mempunyai kelarutan lemak (setelah terlebih dahulu larut dalam air)
Kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak
Kebanyakan obat merupakan elektrolit lemah yaitu asam lemah atau basa lemah
Dalam air elektrolit lemah akan terionisasi menjadi bentuk ion nya
Derajat ionisasi obat bergantung pada konstanta ionisasi obat dan pH larutan dimana obat
berada
Asam lemah adalah donor proton sedangkan basa lemah adalah akseptor proton
Difusi passif mengikuti hukum fick : hanya bentuk non ion (NI) yang mempunyai kelarutan
lemak yang dapat berdifusi, sedangkan bentuk ion tidak dapat berdifusi karena tidak
mempunyai kelarutan lemak.
Untuk asam lemah, pH yang tinggi (suasana basa) akan meningkatkan ionisasi nya, dan
mengurangi bentuk non-ion nya. Sebaliknya untuk basa lemah, pH yang rendah (suasana
asam) akan meningkatkan ionisasi nya dan mengurangi bentuk non-ion nya hanya
bentuk non ion yang dapat larut lemak
Oleh karena bentuk ion dan non ion berada dalam kesetimbangan, maka setelah bentuk
non ion diabsorbsi, kesetimbangan akan bergeser ke arah bentuk non ion sehingga absorbsi
akan berjalan terus sampai habis

B. Transporter
Zat zat makanan dan obat yang strukturnya mirip makanan, yang tidak dapat / sukar
berdifusi passif memerlukan transporter membran untuk melintasi agar dapat diabsorbsi
Secara garis besar ada 2 transporter yaitu :
(a) Transporter untuk efflux atau eksport obat, disebut : ABC (ATP-Binding cassette) :
- P-glikoprotein (P-gp) : untuk kation organik dan zat netral yang hidrofobik
- Multidrug Resistance Proteins (MRP) : untuk anion organik yang hidrofobik dan
konjugat
#eksport obat ini memerlukan ATP, jadi merupakan transport aktif.
(b) Transporter untuk uptake obat, uptake obat ini tidak menggunakan ATP, tetapi hanya
merupakan pertukaran akibat perbedaan elektrokemikal
- OATP (Organic anion transporting polypeptide) : polispesifik, maka untuk anion
organik, kation organik besar, dan zatnetral yang hidrofobik serta konjugat
- OAT (Organic anion transporter) : untuk anion organik yang lipofilik
- OCT (Organic cation transporter) : untuk kation kecil yang hidrofilik
DISTRIBUSI
Dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah (ikatan hidrofobik,
van der waals, hidrogen, dan ionik). Ada beberapa macam protein plasma

Albumin
: mengikat obat obat asam dan obat netral (misalnya steroid) serta bilirubin
dan asam asam lemak. Dan albumin mempunyai 2 tempat ikatan :
-

Site 1 : mengikat warfarin, fenilbutazon, fenitoin, asam valproat, tolbutamid,


sulfonamid, dan bilirubin (disebut warfarin site)
Site 2 : mengikat diazepam dan benzodiazepin lainya, dan asam asam karboksilat
(kebanyakan AINS), penisilin, dan derivatnya (disebut diazepam site)
Asam asam lemak mempunyai tempat ikatan khusus pada albumin

-glikoprotein : mengikat obat obat basa


CBG (corticosteroid-binding globulin) : khusus mengikat kortikosteroid
SSBG (Sex-Steroid Binding Globulin) : khusus mengikat hormon kelamin

Ikatan dengan protein ini penting untuk obat obat lipofilik agar dapat dibawa oleh darah ke
seluruh tubuh karena obat lipofilik jika tidak terikat ke protein akan segera berdifusi keluar
pembuluh darah.
Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Kompleks
obat-protein terdisosiasi dengan sangat cepat (t1/2 20 milidetik). Obat bebas akan keluar
jaringan ke tempat kerja obat. Di jaringan, obat yang larut air akan tetap berada di luar sel (di
cairan interstitial), sedangkan obat yang larut lemak akan berdifusi melintasi membran sel dan
masuk ke dalam sel. Tetapi karena perbedaan pH di dalam sel (pH=7) dan di luar sel (pH=7,4).
Maka obat obatan asam lebih banyak di luar sel dan obat obatan basa lebih banyak di dalam sel.

Volume distribusi (Vd) adalah volume di mana obat terdistribusi dalam kadar plasma :
Vd = F X D / C
F
: bioavailabilitas
D
: dosis obat
C
: kadar obat dalam plasma
Interaksi pergeseran protein. Obat obat asam akan bersaing untuk berikatan dengan albumin di
tempat ikatan yang sama (antar obat-obat yang mengikat site 1 atau antar obat-obat yang
mengikat site 2), dan obat obat basa akan bersaing untuk berikatan dengan -glikoprotein.
Karena tempat ikatan pada protein plasma tersebut terbatas, maka obat yang pada dosis terapi
telah menyebabkan jenuhnya ikatan akan menggeser obat lain yang terikat pada tempat ikatan
yang sama sehingga obat yang tergeser ini lebih banyak yang bebas
Contoh : fenilbutazon dan warfarin fenilbutazon adalah obat asam yang pada dosis terapi
telah menjenuhkan ikatan pada site 1 albumin plasma. Jika diberikan bersama warfarin, yang
juga obat asam dan juga terikat pada site 1. Maka fenilbutazon akan menggeser warfarin dari
ikatan nya dengan albumin, dan warfarin bebas yang meningkat akan menimbulkan
perdarahan.

METABOLISME = BIOTRANSFORMASI
Metabolisme obat terutama di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di
cytosol. Tempat metabolisme lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak,
dan kulit, juga di lumen kolon.
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi polar (larut
air) agar dapat dieksresi melalui ginjal atau empedu. Dengan ini pada umumnya obat yang aktif
menjadi non aktif
Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase 1 dan reaksi fase 2 :
Reaksi fase 1 terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Yang mengubah obat menjadi lebih
polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif atau kurang aktif.
Reaksi fase 2 merupakan reaksi konjugasi dengan substrat endogen : asam glukuronat, asam
sulfat, asam asetat atau asam amino dan hasilnya menjadi sangat polar dengan demikian
hampir selalu tidak aktif
#tidak semua obat melewati kedua fase tersebut, hasil reaksi fase 1 dapat juga sudah cukup
polar untuk langsung dieksresi lewat ginjal tanpa harus melalui reaksi fase 2 lebih dulu.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzym cytochrome p450 (CYP), yang
disebut juga enzim mono-oksigenase, atau MFO (mixed-function oxidase), dalam endoplasmic
reticulum (mikrosom) hati. Ada sekitar 50 jenis isoenzim CYP yang aktif pada manusia, tapi hanya
beberapa yang penting untuk metabolisme obat (70% dari total CYP dalam hati) adalah :

CYP3A4/5 (30% dari total CYP dalam hati) : memetabolisme 50% obat untuk manusia, jadi
merupakan enzim metabolisme yang terpenting.
CYP2D6 (2-4% total CYP dalam hati) : merupakan CYP yang pertama dikenal dengan nama
debrisoquine hydoxylase, memetabolisme 15-25% obat.
CYP2C (20% dari total CYP dalam hati) : memetabolisme 15% obat
CYP1A1/2 (12-13% dari total CYP dalam hati) :memetabolisme 5% obat
CYP2E1 (6-7% dari total CYP dalam hati) : memetabolisme 2% obat.

Metabolisme obat akan terganggu pada pasien penyakit hati seperti sirrosis, hati berlemak, dan
kanker hati. Pada sirosis yang parah metabolisme obat berkurang antara 30-50%. Metabolimse
obat juga terganggu oleh adanya penyakit yang mengurangi perfusi hati seperti gagal jantung
atau syok.
EKSRESI
Organ terpenting untuk eksresi obat adalah ginjal. Obat dieksresi melalui ginjal dalam bentuk utuh
maupun bentuk metabolitnya. Eksresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara
eliminasi obat melalui ginjal.
Eksresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerolus, sekresi aktif di tubulus
proksimal, dan reabsorbsi pasif sepanjang tubulus.
(1) Filtrasi glomerolus
: menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus protein, jadi semua
obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat dengan protein tetap
tinggal dalam darah.
(2) Sekresi aktif
: dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal melalui transporter
membran p-glikoprotein (p-gp) dan MRP (multidrug resistence protein) yang terdapat di
dalam membran sel dengan selektifitas berbeda. Yakni MRP untuk anion organik dan
konjugat (misal penisilin, probenesid, glukuronat, sulfat dan konjugat glutation). Lalu P-gp
untuk kation organik dan zat netral (misal kuinidin, digoksin) dengan demikian terjadi
kompetisi untuk disekresi. Sehingga hal ini dimanfaatkan dalam pengobatan gonorrhea
dengan derivat penisilin. Untuk memperpanjang kerja nya ampisilin dosis tunggal diberikan
bersama probenesid (probenesid akan menghambat sekresi aktif ampisilin di tubulus ginjal
karena berkompetisi untuk transporter membran yang sama yaitu MRP)
(3) Reabsorbsi pasif
: terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut
lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan
untuk mempercepat eksresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau basa.
#Eksresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal.

Eksresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses.
Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif
obat obat dan metabolit ke dalam empedu dengan selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion
organik dan konjugat (glukuronat dan konjugat lain) dan P-gp untuk kation organik, steroid,
kolesterol dan garam empedu.

FARMAKODINAMIK
MEKANISME KERJA OBAT
Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organisme.
Setelah berikatan dengan reseptor obat bekerja dengan 2 konsep penting : pertama obat dapat
mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua obat tidak menimbulkan fungsi baru, tetapi hanya
memodulasi fungsi yang sudah ada.
Sekelompok reseptor obat berperan sebagai reseptor fisiologis untuk ligand endogen (hormon,
neurotransmitter. Agonis adalah obat yang efek nya menyerupai senyawa endogen sedangkan obat
yang menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis.
RESEPTOR OBAT
Protein merupakan reseptor obat yang paling penting (misalnya reseptor fisiologis,
asetilkolinesterase, Na, K-ATPase, tubulin, dsb)
Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang paling penting, misalnya ntuk
sitostatik.
TRANSMISI SINYAL BIOLOGIS
Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraselular
menimbulkan suatu respons selular fisiologis yang spesifik.
Sistem hantaran ini dimulai dengan penempatan hormon atau neurotransmitter pada reseptor yang
terdapat di membran sel atau di dalam sitoplasma.
Saat ini dikenal 5 jenis reseptor fisiologik, empat dari reseptor ini terdapat di permukaan sel,
sedangkan satu terdapat di sitoplasma. Dari 4 reseptor di permukaan sel, satu reseptor meneruskan
sinyal yang disampaikan ligand nya dari permukaan sel ke dalam sitoplasma dan inti sel :
1. Reseptor bentuk enzim 1
Yang menimbulkan fosforilasi protein efektor yang merupakan bagian reseptor tersebut
pada membran sel bagian dalam. Berupa tirosin kinase,tirosin fosfatase, serin kinase, atau
guanilil siklase
Ligand endogen untuk reseptor ini adalah : insulin, epidermal growth factor (EGF), platelet
derived growth factor (PDGF), atrial natriuretic peptide (ANF), Transforming growth factor
beta (TGF-B), dan lain-lain.

2. Reseptor bentuk enzim 2


Pada jenis reseptor ini, aktivasi fosforilasi dilangsungkan lewat protein kinase lain (januskinase, JAK) yang terikat secara non-kovalen pada reseptor tersebut protein JAK akan
menimbulkan fosforilasi protein STAT (signal transducer and activation of transcription)
dan selanjutnya protein STAT akan masuk ke nukleus untuk mengatur transkripsi gen
tertentu.
Ligand untuk reseptor ini antara lain : growth hormon, eritropoietin, interferon, dan ligand
lain yang mengatur pertumbuhan dan differensiasi.
3. Kanal ion
Yaitu neurotransmitter bekerja pada reseptor pada kanal ion selektif di membran plasma
dan menyampaikan sinyal biologis nya dengan cara mengubah potensial membran atau
komposisi ion interaksi antara ligand dengan reseptor kanal ion akan menyebabkan
terbukanya kanal sehingga ion tertentu masuk kedalam sel dan menimbulkan efek fisiologik
seperti ikatan antara asetilkolin pada reseptor kolinergik menyebabkan masuk nya ion Na
dalam jumlah besar sehingga terjadi depolarisasi membran yang merupakan penghantaran
sinyal melalui sinaps.
Contoh ligand kelompok ini adalah : reseptor nikotinik, reseptor untuk GABA tipe A,
glutamat, aspartat, dan glisin.
4. G-protein coupled receptor (G-PCR)
Reseptor ini bekerja dengan memacu terikatnya GTP pada protein spesifik yang
selanjutnya mengatur aktifitas efektor efektor spesifik misalnya adenilat siklase, fosfolipase
A, kanal Ca, K atau Na.
Yang termasuk ligand kelompok ini adalah reseptor amin biogenik, eikosanoid, dan hormon
peptida lain nya.
5. Reseptor yang terdapat dalam sitoplasma
Merupakan protein terlarut pengikat DNA (soluble DNA-Binding protein) yang mengatur
transkripsi gen tertentu Pendudukan reseptor oleh hormon yang sesuai akan
meningkatkan sintesis protein tertentu.
Second messenger yaitu sistem yang menghantarkan sinyal biologis dalam sitoplasma dilangsungkan
dengan kerja second messenger antara lain :
1. Siklik AMP (cAMP)
Adalah second messenger yang pertama kali ditemukan, substansi ini dihasilkan melalui
stimulasi adenilat siklase sebagai respon dari aktivasi macam macam reseptor misal
adrenergik. Stimulasi cAMP dilangsung kan melalui reseptor protein Gs dan inhibisi melalui
protein Gi

2. Ion Ca
Merupakan second messenger lain yang berfungsi dalam aktivasi berbagai jenis enzim
(misalnya fosfolipase), menggiatkan aparat kontraktil sel otot, mencetuskan pelepasan
histamin, dll.
Kadar Ca sitoplasma diatur oleh kanal Ca ATPase yang terdapat di membran plasma, dan
depot Ca intrasel (misalnya di retikulum sarkoplasma)
Kanal Ca di membran sel dapat diatur oleh depolarisasi, dengan interaksi dengan Gs,
fosforilasi oleh cAMP depedent protein kinase, atau oleh K dan Ca
3. Inositol trifosfat (IP3) dan Diasilgliserol (DAG)
Merupakan second messenger pada transmisi sinyal di 1 adrenoreseptor, reseptor
vasopressin, asetilkolin, histamin, PDGF, dsb stimulasi adrenoresptor 1 ini
meningkatkan Ca di dalam sel dengan cara :
PIP2 (posfatidil inositol 4,5 bifosfat) [hidrolisis oleh posfolipase C (PLC)] terbentuk lah
IP3 dan DAG meningkatkan Ca intra sel protein kinase fosforilasi protein
4. NO (Nitric oxide)
Berperan dalam pengaturan sistem kardiovaskular, imunologi dan susunan saraf. Disamping
sebagai perantara dalam sel normal, NO juga berperan dalam sejumlah proses patologis
seperti syok septik, hipertensi, stroke dan penyakit neurodegeneratif pada sistem
vaskular NO berperan menstimulasi guanilil siklase untuk memproduksi cGMP yang
merupakan vasodilator.
Pengaturan fungsi reseptor ada 2 :
1. Desensitisasi : refrakterisasi atau down regulation akibat dari suatu sel dirangsang oleh
agonisnya secara terus menerus yang menyebabkan efek perangsangan selanjutnya oleh
kadar obat yang sama berkurang atau menghilang
Contoh : efedrin
2. Hiperaktifitas : bila rangsangan pada reseptor berkurang secara kronik, misal pada
pemberian B blocker jangka panjang sering terjadi hiperaktifitas karena supersensitivitas
terhadap agonis.
Contoh : B-Blocker
INTERAKSI OBAT-RESEPTOR
1. Hubungan kadar/dosis intensitas efek
Teori pendudukan reseptor intensitas efek obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor
yang diduduki atau diikatnya intensitas efek mencapai maksimal jika seluruh reseptor
diduduki oleh obat ( E= Intensitas efek obat)

Emax : menunjukkan menunjukkan aktivitas intrinsik atau efektifitas obat, yakni


kemampuan intrinsik kompleks obat-reseptor untuk menimbulkan aktifitas/ efek
farmakologik
1/KD : menunjukkan afinitas obat terhadap reseptor, artinya kemampuan obat untuk
berikatan dengan reseptornya (kemampuan obat untuk membentuk kompleks obat
reseptor). Jadi semakin besar KD ( dosis yang menimbulkan efek maksimal) makin kecil
afinitas obat terhadap reseptor
Potensi : menunjukkan kisaran dosis obat yang menimbulkan efek
Efek maksimal atau efektifitas : adalah respons maksimal yang dapat ditimbulkan oleh obat
jika diberikan pada dosis yang tinggi.
Slope atau kemiringan log DEC : yaitu suatu log yang mengukur dosis terhadap efek suatu
obat merupakan variabel yang penting karena menunjukkan batas keamanan obat
slope obat yang curam misalnya untuk fenobarbital, menunjukkan bahwa dosis
yangmenimbulkan koma hanya sedikit lebih tinggi dianding dosis yang menimbulkan sedasi/
tidur.
Variasi biologik : adalah variasi antar individu terhadap respon dengan obat.
2. Hubungan dosis obat-persen responsif
ED50 : dosis efektif median atau disebut juga dosis yang menimbulkan efek terapi pada
50% individu
LD50

: dosis lethal median atau dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu

TD50

: dosis toksik 50%

Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menmbulkan efek toksik
pada seoranpun pasien. Oleh karena itu, Indeks terapi = TD1 / ED99 adalah lebih tepat.
ANTAGONISME FARMAKODINAMIK
1. Antagonisme fisiologik
Yaitu antagonisme pada sistem fisiologik yang sama, tetapi pada sistem reseptor yang
berlainan. Misal nya efek histamin dan autakoid lainnya yang dilepas tubuh dapat
diantagonisasi dengan pemberian adrenalin
2. Antagonisme pada reseptor
Yaitu antagonis pada reseptor yang sama ada dua macam : kompetitif dan non-kompetitif.
- Antagonisme kompetitif
dalam hal ini, antagonis mengikat reseptor di tempat ikatan agonis secara reversibel
sehingga dapat digeser dengan agonis kadar tinggi.

Antagonisme non kompetitif


hambatan efek agonis dan antagonis non-kompetitif tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis. Akibatnya efek maksimal yang dicapai akan berkurang,
tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah.
Antagonisme non kompetitif terjadi jika :
(a) Antagonis mengikat direseptor secara irreversibel
(b) Antagonis mengikat bukan pada molekulnya sendiri tapi pada komponen lain
dalam sistem reseptor, yakni pada molekul lain yang meneruskan fungsi
reseptor dalam sel target. Misalnya pada enzim adenilat siklase.

3. Agonis parsial
adalah agonis yang lemah, artinya agonis yang mempunyai aktifitas intrinsik atau efektifitas
yang rendah sehingga menimbulkan efek maksimal yang lemah. Akan tetapi obat ini
mengurangi efek maksimal yang ditimbulkan oleh agonis penuh
contoh : nalorfin sebagai agonis parsial dan morfin sebagai agonis penuh.
KERJA OBAT YANG TIDAK DIPERANTARAI RESEPTOR
1. Efek nonspesifik dan gangguan pada membran
(a) Berdasarkan sifat osmotik
Diuretik osmotik (urea, manitol) meningkatkan osmolaritas filtrat glomerolus sehingga
mengurangi reabsorbsi air di tubulus ginjal dengan demikian terjadi efek diuretik.
(b) Berdasarkan sifat asam/basa
Kerja ini diperlihatkan oleh antasid dalam menetralkan asam lambung, NH4Cl dalam
mengasamkan urin, Na Bikarbonat dalam membasakan urin, dan asam asam organik
sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai spermisid topikal dalam saluran vagina.
(c) Kerusakan non-spesifik
Zat zat perusak non-spesifik digunakan sebagai antiseptik-desinfektan. Contohnya :
detergen merusak integritas membran lipoprotein. Halogen, peroksida, dan oksidator
lain merusak zat organik dan denaturan merusak integritas dan kapasitas fungsional
membran sel, subselular dan protein.
(d) Gangguan fungsi membran
Anastetik umum yang mudah menguap misalnya eter, halotan, enfluran, dan
metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membran jaringan otak sehingga
eksitabilitas nya menurun.
2. Interaksi dengan molekul kecil atau ion
Kerja ini diperlihatkan dengan chelator misal nya CaNa2EDTA untuk mengikat Pb bebas
menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb

3. Inkorporasi dalam makromolekul


Obat yang merupakan analog purin atau pirimidin dapat berinkorporasi dalam asam nukleat
sehingga mengganggu fungsi nya. Obat yang bekerja seperti ini disebut anti metabolit.
Contohnya merkaptopurin, fluoorourasil, dan etionin.
SPESIFISITAS dan SELEKTIFITAS
1. Spesifisitas
Suatu obat dikatakan spesifik jika kerjanya terbatas pada suatu reseptor.contoh salbutamol
spesifik pada reseptor B2
2. Selektifitas
Dikatakan selektif jika menghasilkan hanya satu efek pada dosis rendah dan efek lain baru
timbul pada dosis yang tinggi
MARGIN OF SAFETY
Indeks terapi atau batas keamanan obat yaitu berhubungan dengan selektifitas obat dinyatakan
hubungan antara dosis terapi dan dosis obat yang menimbulkan efek toksik.

Anda mungkin juga menyukai