KELOMPOK 2
FARMAKOKINETIK
◦ Farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat.
◦ Farmakokinetik mencakup 4 proses :
1. Absorbasi
2. Distribusi
3. Metabolisme
4. Ekskresi
Absorpsi
Cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama
adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas,
yakni 200 m2 (Panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan
mikrovili).
Sublingual Perektal
• Untuk obat yang sangat larut dalam lemak • bila pasien tidak sadar atau muntah.
• Luas permukaan absorpsinya kecil obat harus melarut • Hanya 50% dari obat yang diserap akan melalui vena porta
dan diabsorpsi dengan sangat cepat (misalnya nitrogliserin) dan mengalami metabolism lintas pertama.
• Karena darah dari mulut langsung ke vena kava superior & • Absorpsi obat melalui mukosa rektum seringkali tidak
tidak melalui vena porta obat yang diberikan SL tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat menyebabkan
mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati. iritasi mukosa rektum.
Suntikan
• Intramuscular atau subkutan obat langsung masuk interstisium jaringan otot atau kulit ke pembuluh darah
kapiler pembuluh darah sistemik.
• Dinding pembuluh darah kapiler yang terdiri dari satu lapis sel endotel memiliki celah antar sel yang cukup
besar untuk melewatkan obat yang kebanyakan mempunyai berat molekul antara 100 dan 1000.
• Obat yang larut dalam lemak masuk ke dalam darah kapiler dengan melintasi membrane sel endotel secara
difusi pasif. Hanya obat yang larut air masuk darah melalui celah antar sel endotel bersama air, dengan
kecepatan yang berbanding terbalik dengan besar molekulnya. Protein dan makromolekul lain masuk darah
melalui limfe.
Sebagian besar obat diabsorpsi secara difusi pasif
Transporter untuk efflux atau eksport obat disebut ABC (ATP- Transporter untuk uptake obat
Binding Cassette) Transporter Eksport obat ini memerlukan ATP, jadi merupakan transport
tidak menggunakan ATP, tetapi hanya merupakan aktif.
pertukaran dengan GSH atau akibat perbedaan elektrokemikal. - OATP (Organic anion transporting polypeptide) A-C, 8
- P-glikoprotein (P-gp) - OAT (Organic anion transporter) 1-4
- Multidrug resistance protein (MRP) 1-7 - OCT (Organic cation transporter) 1-2
Transporter membrane terdapat dalam lipid bilayer dari membrane
sel di bebagai organ berikut:
Dinding usus (usus halus & usus besar): untuk absorpsi (OATP) dan ekskresi (P-gp & MRP)
Hati & saluran empedu di membrane basolateral atau sinusoidal (untuk uptake: OATP, OAT &
OCT) dan membrane kanalikular bilier (untuk sekresi: P-gp & MRP)
Tubulus ginjal: di membrane basolateral (untuk uptake: OATP, OAT & OTC) dan di membrane
luminal (untuk sekresi: P-gp & MRP)
Sawar darah otak: P-gp dan MRP di membrane luminal sel endotel pembuluh darah kapiler
otak untuk mengeluarkan obat hidrofobik yang masuk otak (menunjang fungsi sawar darah
otak)
Sawar darah dengan cairan serebrospinal: di membrane luminal sel epitel koroid pembuluh
darah otak.
Sawar uri & sawar darah testes: P-gp untuk menunjang fungsi sawar
Membran sel kanker: P-gp mengeluarkan obat antikanker dari sel kanker sehingga
menyebabkan sel kanker tersebut resisten terhadap pengobatan
Karena berbagai transporter mempunyai substrat, penghambat dan penginduksi, maka dapat
terjadi interaksi obat yang berkaitan dengan transporternya.
Jus grapefruit, jerku, dan apel adalah penghambat OATP. Jika diberikan
Bersama feksofenadin yang merupakan substrat OATP, maka
bioavailabilitas feksofenadin akan menurun karena hambatan OATP di
usus
FARMAKOKINETIK :
DISTRIBUSI
DISTRIBUSI
◦ Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah ( ikatan hidrofobik,
hidrogen dan ion).
Beberapa macam protein plasma :
◦ Albumin : mengikat obat asam dan obat netral ( seperti steroid), bilirubin dan asam-asam lemak.
◦ Obat bebas akan ke luar ke jaringan : ke tempat kerja obat, ke jaringan tempat
depotnya, ke hati (obat mengalami metabolismemetabolitdikeluarkan lewat
empedu atau masuk kembali kedalam darah) dan ke ginjal (ekskresiurin).
◦ Pada jaringan, obat yang larut air akan tetap berada diluar sel (interstisial), sedangkan obat yang larut
lemak akan berdifusi melintasi membran sel dan masuk ke dalam sel, karena perbedaan pH dalam
selobat asam lebih banyak diluar sel dan basa dalam sel.
◦ jika obat bebas telah ke luar ke jaringan, obat yang terikat protein akan menjadi
bebas distribusi berjalan terus sampai habis.
◦ Ikatan dengan protein plasma ini kuat untuk obat yang lipofilik dan lemah untuk obat
yang hidrofilik.
◦ Volume distribusi (Vd): volume dimana obat terdistribusi dalam kadar plasma:
◦ Vd =
◦ [F: biovailabilitas; D: dosis obat; C:kadar obat dalam plasma]
◦ Vd bukanlah volume anatomis yang sebenarnya, tapi hanya volume semu yang
menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh.
◦ Kadar plasma yang tinggi menunjukkan obat terkonsentrasi dalam darahVd kecil,
dan sebaliknya.
Interaksi pergeseran protein
Obat-obat asam akan bersaing untuk berikatan dengan albumin ditempat ikatan yang
sama (antar obat yang mengikat site I atau antar obat yang mengikat site II) dan obat
basa akan bersaing dengan α-glikoprotein.
◦ Karena tempat ikatan pada protein plasma terbatas obat yang pada dosis terapi
telah menyebabkan jenuhnya ikatan akan menggeser obat lain yang terikat pada
tempat ikatan yang sama sehingga obat yang tergeser akan lebih banyak yang bebas.
◦ Obat yang bebaskeluar dari pem.darahefek farmakologi/ dieliminasi tubuh.
Syarat obat yang digeser (interaksi
pergeseran protein)
◦ Ikatan protein tinggi: > 85%, kadar obat bebas rendah, pergeseran sedikit saja sudah meningkatkan
jumlah obat bebas secara bermakna.
◦ Volume distribusi kecil (<0.15L/kg)
Obat –obat yang mempunyai Vd yang kecil adalah obat asam (penyebarannya lebih banyak diluar sel).
◦ Margin of safety (batas keamanan) sempit sehingga peningkatan kadar plasma yang relatif kecil sudah
bermakna secara klinik.
Contoh:
◦ Fenilbutazon adalah obat asam yang pada dosis terapi telah menjenuhkan ikatan pada site I albumin
plasma. Jika diberikan bersama warfarin, yang juga obat asam dan juga terikat pada site I albumin
plasma (99%), maka fenilbutazon akan menggeser warfarin dari ikatannya dengan albumin, dan warfarin
bebas yang meningkat (Vd 0.14 L/kg) akan menimbulkan perdarahan.
METABOLISME
◦ Tejadi di hepar yakni di membran retikulum endoplasma (mikrosom) dan di sitosol
◦ Tujuan : untuk mengubah obat yang nonpolar(larut lemak) menjadi polar(larut air) agar dapat di ekskresi
melalui ginjal/ empedu
◦ Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan fase II
Fase I
◦ Terdiri dari oksidasi reduksi dan hidralisis.mengubah obat menjadi lebih polar dengan akibat menjadi
inaktif,lebih aktif atau kurang aktif
Fase II
◦ Reaksi kunjugasi dengan substrat endogen seperti asam glukuranat, asam sulfat, asam asetat atau asam
amino yang hasilnya menjadi sangat polar dan dengan demikian hampir selalu tidak aktif
◦ Obat dapat mengalami reaksi fase I saja / reaksi fase II saja.
◦ Reaksi fase I dan diikuti reaksi fase II memiliki syarat obat harus di bubuhi
gugus padat (gugus hidroksill,amino,karboksil)agar bereaksi dengan substrat
endogen pada rekasi fase II
◦ Reaksi metabolisme terpenting pada fase I oksidasi oleh enzim cytochrome
p450(enzim minooksigenase )dalam mikrosom hati
◦ Reaksi metabolisme terpe nting pada fase II glukuronidasi melalui enzim UDP
glukuronil transferase(UGT) terutama dalam mikrosom hati dan di jarigan
ekstra hepatik( usus halus,ginjal,paru)
Interaksi dalam metabolisme:
● Obat asam yang relatif kuat (pKa < 2) dan obat basa yang relatif kuat (pKa > 12, misalnya
guanetidin) terionisasi sempurna pada pH ekstrim urin akibat asidifikasi dan alkalinisasi paksa
(4.5-7.5).
● Obat asam yang sangat lemah (pKa >8, misalnya fenitoin) dan obat basa yang sangat lemah
(pKa < 6, misalnya propoksifen) tidak terionisasi sama sekali pada semua pH urin.
● Hanya obat asam dengan pKa antara 3.0 dan 7.5 dan obat basa dengan pKa antara 6 dan 12
yang dapat dipengaruhi oleh urin.
Contoh, pada keracunan fenobarbital (asam, pKa = 7.2) atau salisilat (asam, pKa=3.0) diberika
NaHCO3 untuk membasakan urin agar ionisasi meningkat sehingga bentuk nonion yang akan
direabsorbsi akan berkurang dan bentuk ion yang akan disekresikan meningkat.
Ekskresi melalui empedu
1. Jalur ekskresi obat kedua yang penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses.
2. Transpor membran P-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat-obat dan
metabolit ke dalam empedu dengan selektifitas berbeda-beda :
○ MRP : untuk anion organik dan konyugat (glukoronat dan konyugat lain)
○ P-gp : untuk kation organik, steroid, kolesterol, garam empedu.
3. P-gp dan MRP juga terdapat pada membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan metabolit dari darah ke
lumen usus juga terjadi.
4. Obat dan metabolit larut lemak dapat direabsorbsi kembali ke dalam tubuh dari lumen usus.
5. Metabolit dalam bentuk glukuronat dapat dipecah dulu oleh enzim glukuronidase yang dihasilkan
oleh flora usus menjadi bentuk awalnya (parent compound) yang mudah diabsorbsi kembali.
6. Bentuk konyugat juga dapat langsung diabsorbsi melalui transporter membran OATP di dinding usus,
dan baru dipecah dalam darah oleh enzim esterase.
7. Siklus enterohepatik ini dapat memperpanjang efek obat, misalnya estrogen dan kontraseptif oral.
Lain-lain
● Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum
● Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat, dan air mata bergantung terutama pada difusi pasif dari
bentuk nonion yang larut lemak melalui sel epitel kelenjar, dan pada pH
● Ekskresi melalui ASI penting artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang
menyusu pada ibunya.
● ASI lebih asam daripada plasma, maka lebih banyak obat-obat basa dan lebih sedikit obat-obat
asam terdapat dalam ASI daripada dalam plasma.
● Ekskresi dalam saliva: kadar obat dalam saliva sama dengan kadar obat bebas dalam plasma,
maka saliva dapat digunakan untuk mengukur kadar obat jika sukar untuk memperoleh dari
darah.
● Ekskresi ke rambut dan kulit mempunyai arti penting untuk forensik
FARMAKODINAMIK
◦ Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat,
serta mekanisme kerjanya.
TRANSMISI
MEKANISME RESEPTOR
SINYAL
KERJA OBAT OBAT
BIOLOGIS
INTERAKSI ANTAGONISME
OBAT- FARMAKODINA
RESEPTOR MIK
MEKANISME KERJA OBAT
Interaksi obat dengan
Perubahan biokimiawi respon khas terhadap
reseptornya
dan fisiologi obat tersebut
Pada sel organisme
Reseptor obat
adalah makromolekul seluler tempat obat
terikat untuk menimbulkan efeknya
HUBUNGAN STRUKTUR-AKTIVITAS
Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan afinitas terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan
kecil dalam molekul obat ,misalnya perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan perbuahan besar dalam sifat farmakologinya.
RESEPTOR FISIOLOGIK
Adalah protein seluler yang secara normal berfungsi sebagai reseptor bagi ligand endogen, terutama hormone,
neurotransmitter, growth factor, dan autacoid. Fungsi reseptor ini meliputi pengikatan ligand sesuai (oleh ligand binding
domain) dan penghantaran sinyal yang dapat secara langsung menimbulkan efek intrasel atau secara langsung menimbulkan
efek intrasel atau secara tidak langsung memulai sintesis atau penglepasan molekul intrasel lain yang dikenal sebagai second
messenger.
Reseptor Fisiologis
1. Reseptor enzim : mengandung protein permukaan kinase yang memfosforilasi protein
efektor di membran plasma. Selain kinase, siklase juga dapat mengubah aktivitas
biokimia efektor. Tirosin kinase, tirosin fosfatase, serin/treonin kinase, dan guanil
siklase berperan layaknya suatu enzim.
Contoh ligan untuk reseptor ini: insulin dan sitokin.
2. Reseptor kanal ion : reseptor bagi beberapa neurotransmitter, sering disebut dengan
istilah ligandgated ion channels atau receptor operated channels. Sinyal mengubah
potensial membran sel dan komposisi ionik instraselular dan ekstraselular sekitar.
Contoh ligan untuk reseptor ini: nikotinik, aspartat, dan glisin.
Reseptor Fisiologis
3. Reseptor tekait Protein G. Protein G adalah penghantar sinyal dari reseptor
di permukaan sel ke protein efektor (adenilat siklase, fosfolipase C dan A2,
fosfodiesterase, dan kanal ion) yang terletak di membran plasma yang selektif
untuk ion Ca2+ dan K+. Obat selain antibiotik pada umumnya bekerja dengan
mekanisme ini.
Contoh ligan untuk reseptor ini: hormon-hormon peptida.
Biokimia
Homeostatik
◦ Bila suatu sel dirangsang oelh agonisnya secara terus menerus maka akan terjadi desensitisasi
(refrakterisasi/down regulation) menyebabkan efek perangsangan oleh kadar obat yang sama berkurang
atau menghilang
◦ Bila rangsangan pada reseptor berkurang scr kronik, mis. Pada pemberian betabloker dalam jangka
panjang, sering kali terjadi hipereaktifitas scr supersensitivitas thp agonis
ANTAGONISME
FARMAKODINAMIK
Definisi
◦ Antagonis : adalah obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu secara intrinsik
menimbulkan efek farmakologi. Dengan demikian antagonis menghalangi ikatan reseptor dengan
agonisnya sehingga terjadi hambatan kerja agonis. Oleh karen itu antagonis sering disebut sebagai
receptor blocker atau blocker saja
Antagonis Farkamodinamik
Dapat dibedakan menjadi 2 jenis antagonisme
1. Antagonisme fisiologik : antagonisme pada sistem fisiologik yang sama tetapi pada sistem reseptor
yang berlainan.
1. Contoh : efek histamin dan autakoid lainnya yang dilepaskan sewaktu terjadi syok anafilaktik dapat
diantagonisasi dengan pemberian adrenalin
2. Antagonisme pada reseptor : antagonisme melalu sistem reseptor yang sama (antagonisme antara
agonis dengan antagonisnya).
2. Contoh : Efek histamin yag dilepaskan dalam reaksi alergi dapat dicegah dengan pemberian
antihistamin yang menduduki reseptor yang sama
Antagonisme pada reseptor dapat
bersifat kompetitif atau non-kompetitif
Antagonisme Kompetitif
◦ Antagonis mengikat reseptor di tempat ikatan agonis (receptor site/active site) secara reversibel sehingga
dapat digeser oleh agnois kadar tinggi. Dengan demikian hambatan efek agonis dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis sampai akhirnya dicapai efek maksimal yang sama. Jadi diperlukan kadar
agonis yang lebih tinggi untuk memperoleh efek yang sama. Ini berarti afinits agonis terhadap
reseptornya menurun.
◦ Contoh antagonisme kompetitif :
◦ Beta Blocker
◦ Antihistamin
Antagonisme Non-Kompetitif
◦ Hambatan efek agonis oleh antagonis non-kompetitif tidak dapat diatasi dengan meningkatkan kadar
agonis. Akibatnya efek maksimal yang dicapai akan berkurang, tetapi afinitas agonis terhadap
reseptornya tidak berubah.
◦ Antagonisme non-kompetitif terjadi jika :
Antagonisme Non-Kompetitif (1)
◦ Antagonis mengikat reseptor secara ireversibel, di receptor site maupun di tempat lain, sehingga
menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya, sehingga efek maksimal akan berkurang. Tetapi afinitas
agonis terhadap reseptor yang bebas tidak berubah
◦ Contoh : Fenoksibenzamin mengikat reseptor adrenergik alpha di reseptor site secara ireversibel
Antagonisme Non-Kompetitif(2)
◦ Antagonis mengikat bukan pada molekulnya sendiri tapi pada komponen lain dalam
sistem reseptor, yakni pada molekul lain yang meneruskan fungsi reseptor dalam sel
target.
◦ Contoh : molekul enzim adenilat siklase atau molekul protein yang membentuk kanal
ion. Ikatan antagonis pada molekul tersebut, baik secara reversibel maupun
ireversibel akan mengurangi efek yang dapat ditimbuilkan oleh komplek agonis
reseptor tanpa mengganggu ikatan agonis dengan molekul reseptornya (Afinitas
agonis terhadap reseptor tidak berubah)
KKERJA OBAT YANG TIDAK
DIPERANTARAI RESEPTOR
Obat – obat berikut bekerja tanpa melalui reseptor, ada 3 mekanisme :
Efek Non-Spesifik dan Gangguan pada
Membran (1)
◦ Berdasarkan sifat osmotiknya : Diuretik osmotik (urea, manitol) meningkatkan osmolaritas filtrat
glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubulus ginjal dengan akibat terjadi efek diuretik.
Demikian juga katartik osmotik (MgSO4), gliserol yang mengurangi edema serebral, dan pengganti
plasma (polivinil pirolidon = PVP) untuk penambah volume intravaskular
Efek Non-Spesifik dan Gangguan pada
Membran (1)
◦ Berdasarkan sifat asam/basa : Kerja ini diperlihatkan oleh antasid dalam menetralkan asam lambung.
NH4CL dalam mengasamkan urin, Na bikarbonat dalam membasakan urin, dan asam – asam organik
sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai spermisid topikal dalam saluran vagina
Efek Non-Spesifik dan Gangguan pada
Membran (1)
◦ Kerusakan Non-Spesifik : Zat – zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptik – desinfektan.
◦ Contohnya : (a) detegen merusak integritas membran lipoprotein; (b) halogen, peroksida, dan oksidator lain
merusak zat organik; (c) denaturan merusak integritas dan kapasitas fungsional membran sel, parttikel subseluler,
dan protein
Interaksi dengan Molekul Kecil atau ION
(2)◦ Kerja ini dperlihatkan oleh kelator (chelating agents) misalnya (a) CaNa EDTA
2
untuk mengikat Pb bebas menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb; (b)
Penisilamin untuk mengikat Cu bebas yang menumpk dalam hati dan otak pasien
penyakit Wilson menjadi2+ kompleks yang larut dalam air da keluar lewat urin; (c)
Dimerkaprol untuk mengikat logam berat yang bebas maupun kompleks organik
yang larut dalam air dan keluar menjadi urin.
2+
Inkorporasi dalam Makromolekul
◦ Obat yang merupakan analog purin atau pirimidin dapat berinkorporasi dalam asam nukleat sehingga
mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit.
◦ Contoh : 6-merkaptopurin, 5-fluorourasil, etionin, p-fluorofenilalanin