Anda di halaman 1dari 4

TUGAS SPESIALIT ALAT DAN KESEHATAN

PEMAKAIAN OBAT YANG TIDAK RASIONAL

DISUSUN OLEH:

SEPTIA WENILA 61608100819087

DOSEN:
DELLADARI MAYEFIS, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA
BATAM
2020
Peresepan berlebih
Peresepan berlebih (overprescribing) yaitu jika memberikan obat yang sebenarnya tidak
diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan. yaitu peresepan yang jumlah, dosis dan lama
pemberian obat melebihi ketentuan – serta peresepan obat-obat yang secara medik tidak atau
kurang diperlukan.

Contoh:
- Jumlah obat lebih dari lima jenis dengan total jumlah zat aktif sepuluh (Tremenza
mengandung Pseudoephedrine & Triprolidine; sementara Alpara mengandung
Paracetamol, Phenylpropanolamine/PPA, Chlorpheniramine Maleat/CTM, dan
Dextromethorphan).
- Peresepan dengan dosis, lama pemberian atau jumlah obat yang diresepkan melebihi
ketentuan
Contoh : Gentamicin Injeksi 80 mg untuk pasien dengan
BB : 45 Kg selama 3 minggu. Menurut Standar Terapi Dosis , 80 mg dan selama 2 minggu
- Peresepan dengan obat – obat sebenarnya tidak diperlukan
Contoh : Pemberian beberapa jenis multi vitamin : Vitamin B comp ( Generik ) dengan Iberet tab
( Patent) pada pasien hamil
- Pemberian Infus pada setiap pasien masuk dari IGD ( Instalasi Gawat Darurat ) padahal
belum tentu mengalami kekurangan cairan tubuh.
- Pemberian Antibiotika profilaksis untuk pasien bedah bersih
- Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnya disebabkan oleh virus)
- Pemberian obat dengan dosis yang lebih besar daripada yang dianjurkan.
- Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan penyakit
tersebut.
- Pemberian obat berlebihan memberi resiko lebih besar untuk timbulnya efek yang tidak
diinginkan seperti: interaksi, efek samping, dan intoksikasi.

Peresepan kurang
Peresepan kurang (underprescribing) yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya
diperlukan atau dosis obat yang diberikan tidak cukup, baik dalam hal dosis, jumlah maupun
lama pemberian. Tidak diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang diderita juga
termasuk dalam kategori ini. terjadi kalau obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis obat tidak
cukup, dan lama pemberian obat terlalu pendek waktunya.

Contoh :
- Pemberian antibiotik selama 3 hari untuk ISPA pneumonia tidak memberikan oralit pada
anak yang jelas menderita diare tidak memberikan tablet Zn selama 10 hari pada balita
yang diare
- Amoxicilin 250 mg untuk dewasa seharusnya diberikan Amoxicilin 500 mg untuk
Dewasa
- Lama pemberian terlalu pendek. Contoh: Pemberian Antibiotika selama 3 hari untuk
pasien ISPA Pneumonia ( Menurut Standar Terapi selama
6 hari )

Peresepan majemuk
Peresepan majemuk (multiple prescribing) itu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk
penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Atau pemakaian dua atau
lebih kombinasi obat padahal cukup diberikan obat tunggal saja.

Contoh:
- Pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek berisi: Amoksisilin, Parasetamol, Gliseril
guaiakolat, Deksametason, CTM dan Luminal.
- Dalam resep tersebut mengandung tiga jenis obat dengan fungsi yang sama sebagai
antihistamin (anti-alergi) yaitu Triprolidine, CTM dan Dexamethason.

Peresepan salah
Peresepan salah (incorrect prescribing) mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru,
untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian obat, memberikan
kemungkinan risiko efek samping yang lebih besar, pemberian informasi yang keliru mengenai
obat yang diberikan kepada pasien, dan sebagainya. Yaitu pemakaian obat untuk indikasi yang
salah, obat yang tidak tepat, cara pemakaian salah, mengkombinasi dua atau lebih macam obat
yang tak bisa dicampurkan secara farmasetik dan terapetik; serta pemakaian obat tanpa
memperhitungkan kondisi penderita secara menyeluruh.

Contoh :

- Pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan ofloksasin) untuk


anak
- Meresepkan asam mefenamat untuk demam, bukannya parasetamol yang lebih aman.
- Pemberian obat untuk penderita yang tidak memerlukan terapi obat. Contoh: Pemberian
roboransia (vitamin dan mineral) untuk perangsang nafsu makan pada anak padahal
intervensi gizi jauh lebih bermanfaat.
- Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit. Contoh: Pemberian injeksi
vitamin B12 untuk keluhan pegal linu. Yang umumnya bukan karena defisiensi Vit B 12
- Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan. Contoh: (i) Cara pemberian yang tidak
tepat, misalnya pemberian ampisilin sesudah makan, padahal seharusnya diberikan saat
perut kosong dengan segelas air untuk penyerapan maksimal (misal 30 menit sebelum
atau 2 jam setelah makan).
(ii) Frekuensi pemberian amoksisilin 3 x sehari, padahal yang benar adalah diberikan 1
kaplet tiap 8 jam (ini sesuai dengan definisi around-the-clock yang berarti continuous &
permanent, sehingga diberikan pada jam yang sama tiap 8 jam)
- Penggunaan obat yang memiliki potensi toksisitas lebih besar, sementara obat lain
dengan manfaat yang sama tetapi jauh lebih aman tersedia. Contoh: Pemberian
metilprednisolon atau deksametason untuk mengatasi sakit tenggorokan atau sakit
menelan, padahal tersedia ibuprofen yang jelas lebih aman dan manjur.
- Diagnosis tepat tetapi obatnya keliru
Contoh :
Pemberian obat Tetrasiklin pada pasien anak dengan diagnosa cholera, pada hal ada pilihan yang
lebih aman, yaitu : Kotrimoksazole
Dalam kenyataannya masih banyak lagi praktek penggunaan obat yang tidak rasional yang
terjadi dalam praktek sehari-hari dan umumnya tidak disadari oleh para klinisi. Hal ini
mengingat bahwa hampir setiap klinisi selalu mengatakan bahwa pengobatan adalah seni, oleh
sebab itu setiap dokter berhak menentukan jenis obat yang paling sesuai untuk pasiennya. Hal ini
bukannya keliru, tetapi jika tidak dilandasi dengan alasan ilmiah yang dapat diterima akan
menjurus ke pemakaian obat yang tidak rasional.

Peresepan boros (Extravagant Prescribing), yaitu peresepan dengan obat-obat yang lebih
mahal, padahal ada alternatif obat yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama.
Termasuk disini adalah peresepan yang terlalu berorientasi ke pengobatan simptomatik hingga
mengurangi alokasi obat yang lebih vital contoh pemakaian obat antidiare yang berlebihan dapat
menurunkan alokasi untuk oralit yang notabene lebih vital untuk menurunkan mortalitas.

Contoh :
- Pemberian Antibiotika pada ISPA non Pneumonia (Umumnya disebabkan oleh Virus)
Catatan :
> 80 % pasien ISPA non Pneumonia diberikan antibiotika
padahal hanya 10 – 30 % yang membutuhkan antibiotika4
- Penggunaan obat yang harganya mahal, sementara obat sejenis dengan mutu yang sama
dan harga lebih murah tersedia
Contoh: Kecenderungan untuk meresepkan obat bermerek yang relatif mahal padahal
obat generik dengan manfaat dan keamanan yang sama dan harga lebih murah tersedia.

Anda mungkin juga menyukai