Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA TANAMAN

“ANALISA BINTIL AKAR”

DISUSUN OLEH:
NAMA : DWIKA FAUZAN USNY PRASASTA
NIM : 195040207111159
KELAS :O
ASISTEN : FANISA FALJILA JOVIAL

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

NILAI: …….
BAB I
PENDAHULUAN
Mikrobiologi adalah suatu cabang biologi yang mempelajari tentang
mikroorganisme. Mikrobiologi mengkaji tentang morfologi, fisiologi, reproduksi,
ekologi, dan genetika mikroorganisme. Mikroorganisme merupakan makhluk
hidup yang berukuran sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang,
tetapi hanya dapat dilihat dengan menggunakan Mikroskop.
Dalam suatu kehidupan tumbuhan biasanya akan melakukan suatu interaksi
antar mikroorganisme lainnya. Suatu interaksi yang terjadi antara tumbuhan dan
mikroorganisme bersifat menguntungkan dan merugikan. Pada tanaman suatu
interaksi yang menguntungkan biasanya terjadi legume yang banyak mengandung
bintil akarnya. Oleh karena itu, suatu bakteri yang menguntungkan tumbuh dan
bermanfaat untuk tumbuhannya. Bakteri tersebut memiliki interaksi dengan bintil
akar.
Tujuan menganalisis bintil akar ini ialah untuk mengetahui dan melihat ciri
– ciri bintil akar yang aktif dan bintil akar yang tidak aktif dan mengetahui
mekanisme terbentuknya suatu bintil akar.
BAB II
ISI
2.1 Ciri – ciri bintil akar yang masih aktif dan tidak aktif
Bintil akar merupakan organ simbiosis yang mampu melakukan sebuah
proses fiksasi N2 dari udara sehingga tanaman mampu untuk memenuhi sebagian
besar kebutuhan N2 dan terdapat kegiatan penambatan nitrogen (Suryanti, 2015).
Ciri – ciri bintil akar aktif atau efektif memiliki akar yang masih segar, dan dapat
dilihat dengan dibelah melintang serta terdapat warna merah muda hingga
kecoklatan. Sedangkan pada bintil akar yang tidak aktif atau disebut dengan
bakteroid (tidak efektif) memiliki ciri bintil akar yang sudah tua, zona keempat
terbentuk pada sel tanaman dan bakteroid mengalami degenerasi (Ferguson et al.,
2010). Purwaningsih et al. (2012), menyatakan bahwa bakteroid dan leghemoglobin
akan mengalami degradasi sehingga bintil akar berwarna cokelat atau hitam.
Pigmen leghemoglobin tidak berperan langsung terhadap proses fiksasi nitrogen
namun berfungsi untuk mengatur masuknya oksigen ke dalam bakteroid pada
tingkat optimum yang kondusif sehingga sistem pemfiksasian nitrogen dapat
berlangsung dengan baik (Subantoro, 2012).

2.2 Analisa Tahapan Pengujian Bintil Akar yang Lebih Lengkap dari Video
Tahap awal pembentukan bintil akar pada semai sengon laut
(Paraserianthes falcataria L) memiliki perbedaan pada tiap jenis legumnya.
Umumnya bintil akar terbentuk dalam 5 sampai 6 hari setelah inokulasi rhizobia
(Dierolf et al., 2001) dalam (Purwaningsih et al., 2012). Sedangkan pembentukan
awal bintil akar pada legum secara alami masih terbatas dan menggunakan media
pasir yang telah disterilkan lebih dahulu. Pengamatan tersebut dilakukan pada saat
semai berumur 1 minggu dan selanjutnya diamati selama 12 minggu.
Kecambahan merupakan tumbuhan kecil yang baru muncul dari biji dan
hidup tergantung pada persediaan makanan yang terdapat dalam biji
(Tjitrosoepomo, 1999). Pada tahap tersebut, kecambah masih bergantung terhadap
kotiledon yang berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan makanan. Pada
minggu kedua, kotiledon terlepas dan daun sejati sudah terbentuk. Tahap ini
merupakan proses perkembangan kecambah menjadi semai yang mampu menyusun
makanannya sendiri melalui proses fotosintesis dan akar lateral semai banyak
bermunculan dari batang akar. Tahap awal pembentukan bintil akar pada saat semai
berumur 2 minggu dan bintil akar masih berbentuk kecil dan hanya dapat di amati
dengan mikroskop. Bintil akar yang terbentuk sudah dapat diamati tanpa
menggunakan mikroskop saat berumur 3 minggu. Bintil akar yang terbentuk
umumnya berada pada bagian akar dekat dengan permukaan tanah. Hal ini
disebabkan karena bakteri Rhizobia yang mengolonisasi akar membutuhkan
oksigen atau aerob untuk melakukan proses metabolisme (Hidayatullah et al.,
2017).
Bintil akar pada sengon laut memiliki tipe indeterminate dengan banyak
percabangan pada bintil dan ditemukan pada semua subfamily dari leguminoceae.
Bintil akar yang terbentuk pada akar semai tidak menunjukkan bahwa semua aktif
dalam memfiksasi nitrogen. Hal ini dapat diketahui dengan cara membelah bintil
akar tersebut dan setelah dibelah menunjukkan ada beberapa bagian dalam bintil
berwarna merah muda, hijau dan hitam. Hal tersebut dikarenakan warna bintil akar
menjadi salah satu indikator keaktifan dari bintil dalam memfiksasi nitrogen.
Menurut Howieson dan Dilworth (2016) bagian dalam dari bintil yang
berwarna merah atau merah muda mengandung sebuah pigmen leghemoglobin dan
menunjukkan sebuah ciri – ciri bintil akar yang telah matang. Bintil akar yang
efektif menurut Rao (1994) umumnya berukuran besar dan mempunyai warna
merah muda karena warna tersebut mengandung pigmen Leghemoglobin (gugus
heme menempel ke protein globin) yang berada di dalam bakteroid. Sedangkan
bintil akar yang berwarna hijau di bagian dalamnya, merupakan bintil akar yang
diduga belum aktif dalam menambat nitrogen (Nugroho, 2018). Namun, menurut
Dierolf et al. (2001), dalam Purwaningsih et al. (2012) menyatakan bintil akar yang
tidak efektif (tua) berukuran kecil dan mengandung jaringan bakteroid yang tidak
dapat berkembang dikarenakan struktur bintilnya tidak normal dan mengalami
senescen atau degradasi sehingga bintil akar berwarna cokelat atau hitam.

2.2 Mekanisme Fiksasi Nitrogen Pada Bintil Akar


Nitrogen di atmosfer tidak dapat diserap langsung oleh organisme hidup
sebelum di fiksasi, yaitu direduksi menjadi amonia. Amonia yang terbentuk
kemudian ditransfer dari bakteroid ke dalam sel akar inang dan dikonversi menjadi
aspargin. Selanjutnya aspargin ditranslokasikan ke bagian atas tanaman,
sedangkan tanaman menyuplai nutrisi dalam bentuk fotosintat untuk mendung
aktivitas rhizobia (Bergensen, 1977).
Tanaman hijau sebagai produsen utama bahan organik yang memanfaatkan
suplai fiksasi nitrogen untuk membuat protein yang masuk dan keluar melalui rantai
makanan. Mikroorganisme sebagai dekomposer memecah protein dalam ekskresi
dan organisme mati, melepaskan ion aluminium. Tanaman di alam memperoleh
nitrogen melalui asosiasi dengan bakteri fiksasi nitrogen. Sistem fiksasi yang paling
efektif adalah symbiotic nitrogen fixation pada tanaman yang berfungsi sebagai
sumber karbon untuk mereduksi nitrogen dan melindungi enzim nitrogenase yang
sensitif terhadap oksigen (Stougaard, 2007).
Fiksasi N2 dapat terjadi secara simbiosis antara tanaman legum dengan
rhizobia penambat N2. Penambatan N2 tanaman leguminose hanya terjadi di dalam
bintil akar yang efektif yang mengandung bakteroid rhizobium sedangkan tanaman
yang memiliki bintil akar yang tidak efektif tidak dapat menambar N2 (Clowrey,
2003). Bintil akar efektif terbentuk apabila perakaran tanaman leguminose diinfeksi
oleh spesies rhizobium yang sesuai secara genetik.
Nitrogen yang difiksasi melalui tanaman dapat secara langsung dan tidak
langsung ditransfer kepada tanaman lainnya yang tumbuh di sekitar tanaman
leguminose. Proses transfer nitrogen oleh tanaman leguminose dapat melalui
beberapa mekanisme diantaranya mineraisasi N organik menjadi N anorganik,
terjadinya proses leaching N yang terlarut dari daun tanaman, dan transfer N yang
difasilitasi oleh mikoriza. Dengan adanya proses transfer N tersebut, maka salah
satu faktor pendukung terbentuknya tanaman yang berasosiasi dengan tanaman
leguminose (Christy, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Alvey, S., C. H. Yang., A. Buerkert, D. E. Crowley. 2003. Cereal/Legume Rotation
Effects on Rhizosphere Bacterial Community Structure in West African
Soils. Biol Fertil Soils. 37: 72 – 82.
Christy, J. A. 2004. Native Freshwater Plant Associations of Northwestern Oregon.
Natural Heritage Information Center. Oregon State University. USA.
Dierolf, T. Fairhurst T and Mutert, E. 2001. Soil Fertility Kit. Potash and Phosphate
Institute of Canada.
Ferguson, B. J., A. Indrasumunar, S. Hayashi, Meng-Han Lin, Yu-Hsiang Lin, D.
E. Reid dan P. M. Gressholf. 2010. Molecular Analysis of Legume Nodule
Development and Autrolegulation. Journal of Integrative Plant Biology. 52
(1): 61 – 76.
Gardner, F. P., Pearce, R. B dan Mitchell, R. L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
UI Press. Jakarta.
Howieson, J. G. Dan M. J. Dilworth. 2016. Working With Rhizobia. Canberra:
Australian Center for Internasional Agricultural Research.
Ika, D. K., Endah, D. A. Dan Erma, P. 2013. Pembentukan Bintil Akar Tanaman
Kedelai (Glycine max L) Dengan Perlakuan Jerami Pada Masa Inkubasi
Yang Berbeda. Jurnal Sains dan Matematika.
Ni’am, A. M., S. H. Bintari.2017. Pengaruh Pemberian Inokulan Legin dan Mulsa
Terhadap Jumlah Bakteri Bintil Akar dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai
Varietas Glubugan. FMIPA Unnes. Semarang: Jurnal Biologi.
Nugroho, D. N. 2018. Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskular dan
Dosis Kompos Gulma Siam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai.
Universitas Mercu Buana. Yogyakarta.
Purwaningsih, O., D. Indradewa, S. Kabirun dan D. Shiddiq. 2012. Tanggapan
Tanaman Kedelai Terhadap Rhizobium. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Ramdani Sari dan Retno Prayudyaningsih. 2018. Perkembangan Bintil Akar Pada
Semai Sengon Laut (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Balai Litbang
Lingkungan dan Kehutanan Makassar. Sulawesi.
Rao, N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI
Press.
Subantoro, R. dan R. Prabowo. 2012. Potensi Urin Sapi dan Rock Phosphate
Terhadap Produksi Benih Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L). Meiagro,
8 (2): 52-64.
Sri, D. S., Yaya, H. dan Eva, S, B. 2016. The Growth Response and Production of
Soybean (Glycine max (L) Merril) on Biological Fertiliter and Eggshell
Powder. FP Usu Medan: Jurnal Agroekoteknologi.
Suryanti, 2018. Pembintilan dan Penambatan Nitrogen Pada Tanaman Kacang
Tanah Dalam Monograf Balit Kabi. Balai Penilitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi. Hal 234 – 250.
Tjitrosoepomo, G. 1999. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada Press.

Anda mungkin juga menyukai