Anda di halaman 1dari 28

PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PEMBANGUNAN EKONOMI:

PENYEBAB, KONSEKUENSI DAN KONTROVERSI

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan


Diampu oleh Ibu Dian Rachmawati, S.Pd., S.E., M.Pd.

Di susun oleh :
Fina Afidatul Khusna (190431626474)
Hana Fitriyatul Laili (190431626518)
Huliya Sofariyanti (190431626544)
Indra Setyowati (190431626484)
Mei Rina Dewi (190431626453)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
S1 PENDIDIKAN EKONOMI
FEBRUARI 2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Ekonomi Pembangunan, dengan judul: "Pertumbuhan Penduduk dan
Pembangunan Ekonomi: Penyebab, Konsekuensi dan Kontroversi".
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari senpurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Malang, 08 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Masalah Dasar Pertumbuhan Penduduk dan Kualitas Hidup 3
2.2 Pertumbuhan Populasi Dunia 3
2.2.1 Sejarah Pertumbuhan Penduduk Dunia 3
2.3.2. Struktur Penduduk Dunia 6
2.2.3 Momentum Tersembunyi dari Pertumbuhan Penduduk 7
2.3 Transisi Demografis 10
2.4 Penyebab Kesuburan Tinggi di Negara Berkembang 13
2.4.1. The Malthusian Trap 13
2.4.2. Kritik terhadap Model Malthusian 14
2.4.3. Teori Mikroekonomi Rumah Tangga tentang Kesuburan 15
2.4.4. Permintaan Anak di Negara Berkembang 17
2.4.5. Implikasi Bagi Perkembangan dan Kesuburan 17
2.5 Konsekuensi: Beberapa perbedaan Pandangan 18
2.5.1. Pertumbuhan Penduduk Bukanlah Masalah yang Sebenarnya 18
2.52. Pertumbuhan Penduduk adalah Masalah yang Sebenarnya 19
2.5.3. Tujuan dan Sasaran: Menuju Sebuah Konsensus 21
2.6 Kebijakan di Negara Berkembang 23
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan dan Saran 24
DAFTAR RUJUKAN 25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah penduduk di dunia pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 6,8 miliar
orang. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), memproyeksikan jumlah penduduk akan
mencapai lebih dari 9,2 miliar pada tahun 2050 (angka proyeksi lainnya yang dikutip
luas menunjukkan angka lebih tinggi, yaitu 9,5 miliar). Sebagian besar penduduk
dunia menjalani kehidupa mereka di negara berkembang dan sebagian lagi di Negara
maju (Todaro, 2011:333).
Jumlah penduduk menjadi salah satu indikator penting dalam suatu negara.
Adam smith bahkan menganggap bahwa jumlah penduduk merupakan input yang
potensial yang dapat digunakan sebagai faktor produksi untuk meningkatkan produksi
suatu rumah tangga perusahaan. Semakin banyak penduduk yang mendiami suatu
negara, maka semakin banyak pula tenaga kerja yang dapat digunakan. Namun ahli
ekonomi lain yaitu Robert Malthus menanggap bahwa pada kondisi awal jumlah
penduduk memang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun pada suatu
keadaan optimum pertambahan penduduk tidak akan menaikkan pertumbuhan
ekonomi malahan dapat menurunkannya (Suhandi, 2018).
Menurut (Mudrajad Kuncoro,1997), jumlah penduduk dalam pembangunan
ekonomi suatu daerah merupakan permasalahan mendasar. Karena pertumbuhan
penduduk yang tidak terkendali dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan
pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.
Penduduk (pertumbuhan penduduk yang pesat) dapat menghantarkan dan mendorong
pengurasan sumberdaya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran
ekologis, yang kemudian dapat memunculkan masalah-masalah sosial, seperti
kemiskinan, keterbelakangan dan kelaparan.
Dari permasalahan di atas, maka penulis akan menjabarkan lebih jelas sejauh
mana masalah pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Selain itu, penulis
juga akan mengkaji beberapa isuyang mengaitkan pertumbuhan penduduk dengan
pembangunan ekonomi. Kemudian, kepenulisan ini ditulis dengan mengambil judul,
“Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi: Penyebab, Konsekuensi,
dan Kotroversi”.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Apa saja masalah dasar dari pertumbuhan penduduk dan kualitas hidup?
2. Bagaimana pertumbuhan penduduk baik di masa lalu, masa kini maupun masa
depan?
3. Bagaimana gambaran dari transisi demografis?
4. Apa saja penyebab tingginya fertilitas di negara berkembang berdasarkan teori
Maltus dan rumah tangga?
5. Sejauh mana konsekuensi fertilitas yang tinggi dari berbagai sudut pandangan?
6. Apa saja pendekatan kebijakan yang digunakan pemerintah baik Negara maju
maupun Negara berkembang?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui masalah dasar dari pertumbuhan penduduk dan kualitas hidup.
2. Untuk mengetahui pertumbuhan penduduk baik di masa lalu, masa kini maupun
masa depan.
3. Untuk mengetahui transisi demografis.
4. Untuk mengetahui penyebab tingginya fertilitas di negara berkembang
berdasarkan teori Maltus dan rumah tangga.
5. Untuk mengetahui konsekuensi fertilitas yang tinggi dari berbagai sudut
pandangan.
6. Untuk mengetahui pendekatan kebijakan yang digunakan pemerintah baik Negara
maju maupun negara berkembang.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masalah Dasar: Pertumbuhan Penduduk dan Kualitas Hidup


Penduduk dunia meningkat lebih dari 75 juta orang tiap tahunnya. Nyaris
seluruh pertambahan penduduk neto ini 97% terjalin di negara-negara berkembang.
Jumlah peningkatan yang sedemikian besar itu tidak pernah terjadi dalam ekspedisi
sejarah manusia. Tetapi, permasalahan perkembangan penduduk bukan hanya perkara
angka. Perihal ini ialah permasalahan kesejahteraan serta pembangunan manusia.
Tidak hanya itu, perkembangan penduduk yang berlangsung kilat bisa memunculkan
konsekuensi serius bagi kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Perkembangan
membutuhkan kenaikan taraf hidup manusia, pemasukan, kesehatan, pembelajaran,
kesejahteraan, serta pula mencakup kenaikan kapabilitas, harga diri, kehormatan,
martabat dan kebebasan memilah (Todaro, 2011:333).
Sebagian persoalan penting terkait pertumbuhan ekonomi yang menjadi
permasalahan dasar yaitu bagaimana situasi kontemporer di banyak negara
berkembang berkontribusi atau mengurangi peluang mereka untuk mencapai tujuan
pembangunan, bukan hanya bagi generasi sekarang tetapi juga bagi generasi
mendatang? Dalam mengatasi permasalahan ini, para ahli memeriksa alasan dan
konsekuensi untuk hubungan positif antara kemiskinan dan ukuran keluarga. Secara
lebih luas, akan diperiksa apa yang mendorong pertumbuhan populasi yang tinggi di
negara-negara berkembang, terutama yang berpenghasilan rendah. Mengapa
pertumbuhan populasi secara umum kemudian turun sebagai negara tumbuh dan
berkembang. Tidak hanya itu masalah dasar yang dibahas juga terkait penyebab dan
implikasi dari pola-pola ini (Todaro, 2019:285)

2.2 Pertumbuhan Penduduk di Masa Lalu, Masa Kini maupun Masa Depan
2.2.1 Sejarah Pertumbuhan Penduduk Dunia
Pada saat manusia pertama kali mulai menanam makanan melalui pertanian,
yaitu sekitar 12.000 tahun yang lalu, perkiraan jumlah populasi dunia tidak lebih dari
5 juta jiwa (lihat Tabel 6.1). Dua ribu tahun yang lalu, populasi dunia telah tumbuh
hampir 250 juta jiwa. Dari tahun pertama dalam kalender hingga permulaan Revolusi
Industri, sekitar tahun 1750-an, jumlah populasi dunia mencapai 728 juta jiwa.
Selama 200 tahun berikutnya (1750–1950), sekitar 1,7 miliar orang telah
ditambahkan ke dalam planet bumi ini. Namun, hanya dalam empat dekade setelah
itu (1950–1990), populasi manusia di bumi berlipat ganda lebih dari dua kali lipat,
sehingga total jumlah populasi menjadi sekitar 5,3 miliar jiwa. Hingga pada saat
dunia memasuki abad ke 21, jumlah populasi manusia lebih dari 6 miliar orang.

Seperti terlihat pada Gambar 6.1, pada tahun 1950 sekitar 1,7 miliar orang
tinggal di negara berkembang, mewakili sekitar dua pertiga dari total dunia. Pada
tahun 2050, populasi negara-negara kurang berkembang akan mencapai lebih dari 8
miliar, hampir tujuh per delapan populasi dunia. Pada periode yang sama, populasi
dari negara kurang berkembang akan meningkat sepuluh kali lipat, dari sekitar 200
juta orang menjadi 2 miliar orang. Sebaliknya, populasi negara maju akan tumbuh
sangat sedikit antara sekarang dan 2050, bahkan terhitung imigrasi dari negara
berkembang.
Beralih dari angka absolut ke persentase laju pertumbuhan, hampir seluruh
keberadaan manusia di bumi hingga sekitar 300 tahun yang lalu, populasi tumbuh
dengan laju tahunan tidak lebih dari nol (0,002%, atau 20 per juta). Secara alami,
angka keseluruhan ini tidak stabil, banyak pasang surut akibat bencana alam dan
variasi laju pertumbuhan antar wilayah. Pada tahun 1750, tingkat pertumbuhan
penduduk meningkat menjadi 0, 3% per tahun. Pada tahun 1950-an, angka itu
kembali meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 1, 0% per tahun. Hal ini terus
meningkat hingga sekitar tahun 1970, ketika mencapai puncaknya pada 2, 35%. Saat
ini tingkat pertumbuhan populasi dunia tetap pada tingkat historis yang tinggi, yaitu
hampir1, 2% per tahun, tetapi tingkat peningkatannya melambat. Namun, tingkat
pertumbuhan penduduk di Afrika masih sangat tinggi, yaitu 2,3% per tahun.
Sedangkan di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 tercatat bahwa laju
pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% per tahun dengan jumlah penduduk
237.641.326 jiwa.
Hubungan antara peningkatan persentase tahunan dan waktu yang dibutuhkan
populasi untuk menggandakan ukuran jumlahnya atau masa penggandaan (doubling
time), terlihat dalam kolom paling kanan pada table 6.1. Seperti yang dapat dilihat,
bahwa sebelum tahun 1650 dunia membutuhkan waktu 36.000 tahun atau sekitar
1.400 generasi untuk melipat gandakan jumlah penduduknya. Sekarang hanya
membutuhkan waktu sekitar 58 tahun atau dua generasi untuk menambah jumlah
penduduk dunia hingga dua kali lipat. Terlebih lagi, jika pada periode tahun pertama
masehi sampai terjadinya revolusi industri, dunia memerlukan waktu 1.750 tahun
untuk menambah jumlah penduduk dunia sebesar 480 juta orang, kini tambahan
jumlah orang yang sama hanya memerlukan waktu kurang dari 7 tahun.
Berdasarkan catatan sejarah, perubahan mendadak dalam tren pertambahan
penduduk secara menyeluruh yang diakibatkan oleh naik turunnya jumlah penduduk
sangat dipengaruhi oleh kombinasi peristiwa kelaparan, penyakit, kurang nutrisi,
wabah, dan perang - semua kondisi yang mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi
dan berfluktuasi. Pada abad ke-20, kondisi seperti ini semakin dikendalikan oleh
teknologi dan ekonomi. Akibatnya, mortalitas (tingkat kematian) manusia mencapai
titik terendahnya dalam sejarah eksistensi manusia. Penurunan angka kematian akibat
kemajuan teknologi yang pesat dalam pengobatan modern, perbaikan gizi, dan
penyebaran tindakan sanitasi modern ke seluruh dunia, terutama dalam setengah abad
terakhir, menyebabkan peningkatan pertumbuhan penduduk dunia yang belum pernah
terjadi sebelumnya, terutama di negara berkembang. Singkatnya, pertumbuhan
populasi saat ini terutama diakibatkan oleh cepatnya peralihan dari era sejarah
panjang yang dicirikan dengan tingginya angka kelahiran dan kematian ke era yang
dicirikan dengan angka kematian yang menurun tajam.

2.2.2 Struktur Penduduk Dunia


Distribusi penduduk dunia sangat tidak merata menurut wilayah geografi,
tingkat fertilitas dan mortalitas, serta struktur usia.
a. Wilayah Geografis
Lebih dari tiga perempat penduduk dunia tinggal di negara berkembang;
kurang dari seperempat jumlah itu hidup di negara yang perekonomiannya maju.
Gambar 6.2 menunjukkan distribusi regional dari populasi dunia seperti yang ada
pada tahun 2010 dan seperti yang diproyeksikan untuk 2050.

b. Tren Fertilitas dan Mortalitas


Tingkat pertambahan penduduk secara kuantitatif diukur sebagai persentase
peningkatan (penurunan) relatif bersih dari jumlah penduduk per tahun karena
pertambahan alamiah dan migrasi internasional bersih. Peningkatan alami hanya
mengukur selisih jumlah kelahiran dan kematian atau, dalam istilah yang lebih teknis,
pertambahan alamiah menunjukkan selisih antara tingkat fertilitas dan tingkat
mortalitas. Meskipun berkembang, migrasi internasional neto relative tidak terlalu
penting saat ini (meskipun pada abad ke 19-an awal dan abad ke 20 itu adalah sumber
yang sangat penting dari peningkatan populasi di Amerika Utara, Australia, dan
Selandia Baru serta menyebabkan penurunan relatif jumlah penduduk Eropa). Oleh
karena itu, peningkatan populasi di negara berkembang hampir seluruhnya
bergantung pada perbedaan antara angka kelahiran kasar (atau cukup disebut angka
kelahiran) dan angka kematian.
c. Struktur Usia dan Beban Ketergantungan
Populasi di negara berkembang relatif muda. Pada tahun 2011, anak-anak di
bawah usia 15 tahun mencakup lebih dari 40% dari total populasi negara-negara
berpenghasilan rendah, 32% dari negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah,
dan hanya 17% dari negara-negara berpenghasilan tinggi. Di negara-negara dengan
struktur usia yang demikian, rasio ketergantungan remaja proporsi pemuda (di bawah
usia 15) dibandingkan dengan orang dewasa yang aktif secara ekonomi (usia 15
sampai 64) sangat tinggi. Dengan demikian, angkatan kerja di negara berkembang
harus menghidupi anak-anak yang jumlahnya hampir dua kali lebih banyak daripada
angkatan kerja di negara kaya.
Di Amerika Serikat, kelompok usia angkatan kerja (15 hingga 64) berjumlah
sekitar 67% dari total populasi, dengan 20% di bawah usia 15 dan 13% di atas usia
65 pada tahun 2011; rasio yang sesuai di Inggris adalah serupa: masing-masing 66%,
18%, dan 17%. Di kawasan euro, sekitar 19% penduduk berusia di atas 65 tahun; dan
di Jepang hamper seperempat penduduk telah mencapai usia 65 tahun. Masalah
utama di negara yang lebih maju lebih berkaitan dengan pertumbuhan penduduk yang
rendah dan tanggungan usia lanjut (di atas 65 tahun). Sebaliknya, di sub Sahara
Afrika, angkatan kerja yang aktif secara ekonomi mencapai sekitar 54% dari total
populasi (hanya 3% dari populasi yang berusia di atas 65 tahun) pada tahun 2011.
Secara umum, semakin cepat tingkat pertumbuhan penduduk, semakin besar pula
proporsi anak yang menjadi tanggungan dalam populasi total dan semakin sulit bagi
orang yang bekerja untuk menopang mereka. Fenomena ketergantungan pemuda ini
juga mengarah pada konsep penting, momentum tersembunyi pertumbuhan
penduduk.

2.2.3 Momentum Tersembunyi dari Pertumbuhan Penduduk


Mungkin aspek pertumbuhan penduduk yang paling sedikit dipahami adalah
kecenderungannya untuk terus meningkat sekalipun setelah tingkat kelahiran
menurun cukup besar. Pertumbuhan penduduk memiliki kecenderungan bawaan
untuk terus berlanjut, suatu momentum kuat yang, seperti mobil yang melaju kencang
saat rem diterapkan, cenderung terus berjalan selama beberapa waktu sebelum
berhenti. Dalam kasus pertumbuhan penduduk, momentum ini dapat bertahan selama
beberapa dekade setelah tingkat kelahiran turun.
Ada dua alasan dasar mengenai hal ini. Pertama, angka kelahiran yang tinggi
tidak dapat diubah secara substansial dalam semalam. Kekuatan sosial, ekonomi, dan
kelembagaan yang telah memengaruhi tingkat kesuburan selama berabad-abad tidak
hilang begitu saja atas desakan para pemimpin nasional. Kami tahu dari pengalaman
negara-negara Eropa, bahwa penurunan angka kelahiran bisa memakan waktu
beberapa dekade. Akibatnya, bahkan jika negara berkembang menetapkan prioritas
utama pada pembatasan pertumbuhan penduduk, masih perlu waktu bertahun-tahun
untuk menurunkan kesuburan nasional ke tingkat yang diinginkan.

Alasan kedua yang kurang begitu mudah dilihat mengenai momentum


tersembunyi dari pertumbuhan penduduk tersebut, yaitu berkaitan dengan struktur
usia populasi di banyak negara berkembang. Gambar 6.4 mengilustrasikan perbedaan
besar antara struktur usia di negara-negara kurang berkembang dan negara maju
melalui dua piramida populasi untuk tahun 2010. Setiap piramida naik dengan
interval usia lima tahun untuk laki-laki dan perempuan, dengan jumlah total di setiap
kelompok usia diukur berdasarkan sumbu horizontal. Panel A (panel kiri dan tengah)
menunjukkan piramida penduduk untuk negara maju dan berkembang, masing-
masing (skala usia tertera di antara kedua gambar ini). Dinyatakan dalam jutaan
orang, bukan persentase, gambar tersebut dengan jelas mengungkapkan bahwa
sebagian besar pertumbuhan populasi di masa depan akan terjadi di negara
berkembang. Anak tangga terbawah yang lebih curam untuk negara berkembang
secara keseluruhan, berbeda dengan negara berpenghasilan sangat rendah seperti
Ethiopia (panel kanan), mencerminkan penurunan besar dalam pertumbuhan populasi
di negara berkembang berpenghasilan menengah ke bawah selama seperempat abad
terakhir, dan khususnya di China. Untuk negara maju, dalam periode sementara
populasi pada kelompok menengah biasanya lebih besar daripada kelompok muda;
ini sebagian tetapi tentu saja tidak secara eksklusif dipandang sebagai fitur transisi
dari suatu periode di mana wanita telah menunda kelahiran sampai di kemudian hari.
Dari piramida Ethiopia (Panel B) yang dinyatakan sebagai bagian dari
populasi, jumlah orang muda jauh lebih banyak daripada orang tua mereka (skala usia
dalam hal ini ditemukan di sebelah kanan gambar). Ketika generasi mereka mencapai
usia dewasa, jumlah calon orang tua pasti akan jauh lebih banyak daripada saat ini.
Oleh karena itu, meskipun orang tua baru ini hanya memiliki cukup anak untuk
menggantikan diri mereka sendiri (dua per pasangan, dibandingkan dengan orang tua
mereka, yang mungkin memiliki empat anak atau lebih), fakta bahwa jumlah total
pasangan yang memiliki dua anak jauh lebih besar. Dibandingkan jumlah pasangan
yang sebelumnya memiliki lebih banyak anak, jumlah penduduk masih akan
meningkat secara substansial sebelum mendatar.
Panel A juga memusatkan perhatian pada fakta bahwa beberapa kelompok
usia bertambah ukurannya di beberapa negara, sementara di negara lain menurun. Hal
ini mencerminkan bahwa dalam transisi demografis, sebagian kecil penduduk usia
kerja naik dan kemudian turun. Di satu sisi, negara-negara di mana fraksi penduduk
usia kerja utama meningkat menghadapi potensi krisis jika banyak yang tetap
menganggur, karena hal ini terkait dengan ketidaksetaraan dan (terutama di kalangan
laki-laki) keresahan sosial, belum lagi potensi hilangnya output. Di sisi lain, kenaikan
ini juga merupakan jendela peluang penting untuk memperoleh pendapatan dan
produktivitas yang kuat, yang disebut sebagai bonus demografis, periode di mana ada
lebih sedikit anak yang harus didukung, sebagian besar perempuan bergabung atau
tetap menjadi angkatan kerja untuk jangka waktu yang lebih lama, dan ada lebih
banyak sumber daya yang tersedia untuk diinvestasikan dalam modal manusia.
Sebaliknya, di mana sebagian kecil penduduk usia kerja menurun akibat
penuaan populasi, sumber daya yang dibutuhkan untuk dukungan hari tua semakin
meningkat. Ini sudah menjadi tantangan bagi sebagian besar negara berpenghasilan
tinggi. Menjelang periode ini, diperlukan tingkat tabungan yang lebih tinggi; tetapi
mengizinkan lebih banyak imigrasi juga dapat membantu. Transisi ini kemungkinan
akan menjadi tantangan yang lebih besar bagi beberapa negara berpenghasilan
menengah dengan penurunan besar dalam kesuburan di depan pola historis
sebelumnya, terutama China, tetapi juga di beberapa negara Asia lainnya.

2.3 Transisi Demografis


Transisi demografis berupaya menjelaskan mengapa semua negara maju saat
ini telah melalui tiga tahap sejarah kependudukan modern yang hampir serupa,
tahapan ini yaitu:
a. Tahap 1
Sebelum mencapai modernisasi ekonomi, selama berabad-abad
pertumbuhan penduduk negara-negara ini stabil atau bergerak sangat lamban
sebagai akibat dari kombinasi tingkat kelahiran dan kematian yang hampir sama
tingginya.
b. Tahap 2
Saat moderenisasi, yang dicirikan dengan adanya pelayanan kesehatan
masyarakat yang lebih baik, makanan yang lebih sehat, pendapatan yang lebih
tinggi, dan berbagai peningkatan lainnya. Hal ini telah memperendah tingkat
mortalitas yang secara bertahap mempertinggi tingkat harapan hidup yang dari
semula di bawah 40 tahun menjadi di atas 60 tahun. Akan tetapi penurunan tingkat
kematian tidak segera diikuti dengan penurunan fertilitas. Akibat dari adanya
perbedaan yang sangat timpang antara tingginya tingkat kelahiran dan rendahnya
tingkat kematian menimbulkan peningkatan pertumbuhan penduduk yang sangat
tinggi bila dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Dengan demikian, tahap
ini menandakan dimulainya masa transisi demografis (peralihan dari tingkat
pertumbuhan penduduk stabil atau lamban ke tingkat pertambahan penduduk yang
berlangsung cepat, kemudian mengalami penurunan)
c. Tahap 3
Berbagai kekuatan serta pengaruh moderenisasi dan pembangunan telah
menyebabkan penurunan fertilitas, yang berujung pada penurunan tingkat
kelahiran bersamaan dengan rendahnya tingkat kematian, sehingga petambahan
penduduk hanya sedikit atau sama sekali tidak terjadi.
Peraga 2.3.1 Transisi Demografis di Eropa Barat
Peraga 2.3.1 menunjukkan tiga tahapan sejarah transisi demografis di Eropa
barat. Sebelum awal abad ke sembilan belas, tingkat kelahiran berjumlah sekitar 35
orang per 1.000, atau kurang dari 0,5% per tahun. Tahap kedua, adalah saat
dimulainya transisi demografis di Eropa barat sekitar kuartal pertama abad
kesembilan belas, yang ditandai dengan penurunan lamban tingkat kematian sebagai
akibat dari perbaikan kondisi perekonomian serta berkembangnya upaya
pengendalian penyakit dan kematian secara bertahap melalui peningkatan teknologi
kedokteran dan kesehatan masyarakat. Penurunan tingkat kelahiran (tahap 3) belum
benar-benar dimulai sampai hampir akhir abad kesembilan belas, ketika bagian
terbesar penurunan kelahiran itu baru terjadi beberapa dasawarsa setelah dimulainya
pertumbuhan ekonomi modern dan lama setelah tingkat kematian mulai menurun.
Akan tetapi, karena di Eropa barat level awal tingkat kelahiran umumnya memang
rendah baik sebagai akibat dari pernikahan yang ditunda sampai pada usia tua atau
adanya praktik selibat (hidup membujang) tingkat pertumbuhan penduduk secara
menyeluruh jarang melebihi 1 %, bahkan pada saat puncaknya. Pada akhir transisi
demografis Eropa Barat di paruh kedua abad kedua puluh, hubungan antara tingkat
kelahiran dan tingkat kematian yang mencirikan awal tahun 1800-an mulai berbalik,
ketika tingkat kelahiran berfluktuasi dan tingkat kematian tetap cukup stabil dan
sedikit meningkat.
Peraga 2.3.2 Transisi Demografis di Negara Berkembang
Peraga 2.3.2 menunjukkan sejarah pertumbuhan penduduk di negara-negara
berkembang kontemporer, yang sangat berbeda dari pengalaman sejarah Eropa Barat
dan menunjukkan dua pola pertumbuhan.
Tingkat kelahiran di banyak negara berkembang dewasa ini lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat kelahiran di Eropa Barat pada masa praindustri. Hal ini
terjadi karena perempuan di negara berkembang cenderung menikah pada usia lebih
muda. Akibatnya, lebih banyak jumlah keluarga dalam kelompok penduduk usia
tertentu dan lebih lamanya usia subur untuk melahirkan anak. Pada tahun 1950-an
dan 1960-an, tahap kedua transisi demografis telah terjadi di hampir semua negara
berkembang. Penerapan teknolgi kedokteran dan kesehatan masyarakat modern yang
diimpor dari luar dan sangat efektif telah menyebabkan penurunan tingkat kematian
jauh lebih cepat di negara-negara berkembang dibandingkan dengan yang terjadi di
Eropa Barat pada abad kesembilan belas. Ditandai dengan tingginya tingkat kelahiran
(lebih dari 40 per 1.000 di banyak begara), tahap kedua transisi demografis dicirikan
dengan tingkat pertumbuhan penduduk mencapai lebih dari 2% per tahun di
kebanyakan negara berkembang.
Dalam kaitannya dengan tahap 3, kita dapat membedakan dua kelompok
negara berkembang. Dalam kasus A pada peraga 2.3.2, penerapan teknologi
kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat modern bersamaan dengan
peningkatan taraf hidup yang berlangsung cepat dan terdistribusi merata telah
mengakibatkan enurunan tingkat kematian menjadi 10 per 1.000 penduduk dan
tingkat kelahiran juga menurun dengan cepat menjadi antara 12 dan 25 per 1.000.
termasuk di dalamnya adalah negara seperti Taiwan, Korea Selatan, Kosta Rika,
Cina, Kuba, Cile, dan Sri Lanka; yang telah memasuki tahap ketiga transisi
demografis dan telah mengalami penurunan tingkat pertumbuhan penduduk yang
cepat.
Akan tetapi, sebagian negara berkembang mengalami kasus B dalam peraga
6.3.2. setelah mengalami periode penurunan tingkat kematian yang cepat, tingkat
kematiannya tidak bisa turun lebih jauh lagi sebagian besar karena terus mengalami
kemiskinan absolut yang tersebar luas dan rendahnya taraf hidup, dan yang terkini
diakibatkan epidemi AIDS. Terlebih lagi, berlanjutnya tingkat kelahiran yang masih
cukup tinggi karena rendahnya taraf hidup menyebabkan tingkat pertumbuhan
penduduk relatif tetap tinggi. Negara-negara dalam kasus ini, meliputi banyak negara
di Afrika sub-Sahara dan Timur Tengah, masih berada ti tahap 2 transisi demografis
mereka. Sekalipun fertilitas cenderung menurun, tingkat kelahiran masih tetap sangat
tinggi di negara-negara ini.

2.4 Penyebab Tingginya Fertilitas di Negara Berkembang Berdasarkan Teori


Maltus dan Rumah Tangga

2.4.1. The Malthusian Trap


Perangkap populasi Malthus merupakan teori yang dibawa oleh seorang
pendeta yakni Thomas Malthus pada tahun 1766- 1834. Malthus mengajukan teorinya
mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi.
Dalam tulisannya dalam buku Essay on the principle of population, Malthus
mengajukan tesis adanya kecenderungan universal penduduk suatu negara kecuali
terdapat bencana kelaparan. Pada tahun yang sama dikarenakan faktor tetap yakni
lahan semakin sempit maka hasil produksi juga semakin menurun dan pendapatan
perkapita pun juga menurun. Malthus berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk
menghindari timbulnya kondisi taraf hidup yang rendah adalah dengan pengendalian
moral dan membatasi jumlah anak. Gagasan dari Malthus ini bernama Perangkap
Populasi Malthus (Malthusian Population Trap), yang mana pertumbuhan penduduk
akan berhenti dengan sendirinya ketika penopang hidup yang meningkat menurut
deret hitung dan tidak akan cukup memenuhi kebutuhan manusia yang jumlahnya
meningkat menurut deret ukur.
Sumbu vertrikal (Y) menandakan persentase numerik baik positif maupun
negative dari variabel total penduduk dan pendapatan agregat, Sedangkan sumbu
horizontal (X) menunjukkan pendapatan perkapita. Pertumbuhan penduduk perkapita
merupakan selisih antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pendapatan.
Apabila tingkat pertumbuhan pendapatan total lebih besar dari pada pertumbuhan
penduduk maka pendapatan perkapita akan meningkat atau pendapatan perkapita
akan bergeser kea rah kanan sumbu X. Sedangkan jika pertumbuhan pendapatan total
lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk maka pendapatan perkapita akan
menurun atau sumbu akan bergeser ke arah kiri sumbu X. Jika kedua tingkat
pertumbuhannya sama, maka tingkat pendapatan perkapita tidak berubah.

2.4.2. Kritik terhadap Model Malthusian


Teori perangkap Malthus merupakan teori yang menjalaskan hubungan antara
pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi . Akan tetapi teori ini hanya
didasarkan atas sejumlah asumsi yang terlalu menyederhanakan persoalan sehingga
tidak dapat diverivikasi secara empiris. Perangkap populasi Malthus ini dapat dikritik
berdasarkan dua logika yakni, pertama model perangkap populasi Malthus
mengabaikan dampak luar biasa dari kemajuan teknologi sebagai pengimbang
penghambat laju pertumbuhan ekonomi. Kedua, Populasi Malthus hanya berfokus
pada asumsi model itu sendiri bahwa tingkat pertumbuhan penduduk suatu negara
berkaitan langsung dengan tingkat pendapatan suatu negara. Menurut teori ini, jika
pendapatan per kapita rendah maka dapat diduga jika pertumbuha penduduk itu
tinggi. Akan tetapi dari hasil penelitian menunjukkan tidak adanya korelasi yang jelas
antara tingkat pertumbuhan penduduk dengan tingkat pendapatan perkapita.
Dari beberapa kritik tersebut dapat disimpulkan bahwa teori Malthus dan neo-
malthus (penerus) memiliki keterbatasan jika diterapkan di negara-negara
berkembang seperti sekarang dikarenakan:
a. Teori Malthus dan neo-malthus tidak cukup memperhitungkan peran dan dampak
dari kemajuan teknolodi.
b. Teori Malthus dan neo-malthus didasarkan pada hipotesis tentang hubungan makro
antara pertumbuhan penduduk dan tingkat pertumbuhan penduduk perkapita, yang
tidak dapat dibktikan secara empirisdi era modern.
c. Teori Malthusdan neo-malthus fokus pada variabel ayng salah, yaitu pendapatan
perkapita sebagai determinan utama tingkat pertumbuhan penduduk.

2.4.3. Teori Mikroekonomi Rumah Tangga tentang Kesuburan


Pada teori mikroekonomi rumah tangga, teori ini mengadopsi dari teori
konvensional. Dalam teori konvensional tentang perilaku ekonomi , seseorang yang
memiliki keinginan tertentu mengenai berbagai barang dan berusaha
memaksimalakan kepuasan aktivitas itu akan terkendala oleh tingkat pendapatannya
sendiri dan juga harga relative dari barang tersebut. Dalam menerapkan teori ini, anak
dianggap sebagai konsumen , sehingga fertilitas dianggap sebagai respon ekonomi
yang rasional terhadap permintaan konsumen (keluarga) akan anak relatif terhadap
barang lainnya. Teori ini menganggap bahwa:
a. Permintaan terhadap anak berhubungan positif dengan pendapatan
b. Permintaan terhadap anak berhubungan negative terhadap harga relative (biaya
pemeliharaan) anak serta preferensi untuk barang-barang lain
Secara sistematis hubungan tersebut dapat dinyatakan :
Cd= F(Y, Pc, Px, tx), x= 1,….n
C: Permintaan anak yang bertahan hidup.
Y: Fungsi tingkat pendapatan rumah tangga tertentu.
Pc: Harga neto anak-anak.
Px: Harga semua barang lainnya.
Tx: keinginan memeperoleh barang lain relatif terhadap keinginan memperoleh anak.
Berdasarkan prinsip-prinsip standar teori neoklasik, dalam kondisi yang
normal kita dapat mengharapkan bahwa :
 ∂Cd/∂Y >0 artinya semakin tinggi penghasilan rumah tangga,semakin besar
permintaan anak.
 ∂Cd/∂Pc <0 artinya semakin tinggi harga neto anak,semakin kecil kuantitas
anak yang diminta.
 ∂Cd/∂Px >0 artinya semakin tinggi harga-harga relative dari barang-barang
lain, semakin tinggi kuantitas anak yang diminta.
 ∂Cd/∂tx <0 artinya semakin besar preferensi terhadap barang-barang lain
,jumlah anak yang diminta akan semakin kecil.
Kurva tersebut merupakan kurva sederhana dari teori mikroekonomi fertilitas.
Teori tersebut menjelaskan bahwa setiap keluarga memiliki biaya dan manfaat yang
menentukan ukuran keluarga yang diinginkan.

2.4.4. Permintaan Anak di Negara Berkembang


Teori ekonom fertilitas beranggapan bahwa permintaan rumah tangga
terhadap anak ditentukan oleh preferensi keluarga mengenai jumlah anak yang bisa
bertahan hidup. Biasanya anak laki-laki yang bisa bertahan hidup, hal tersebut
dipengaruhi oleh masayarakat tertentu yang memiliki mortalitas tinggi, kemungkinan
masyarakat akan melahirkan ebih banyak dari pada yang mereka rencanakan , karena
mereka beranggapan beberapa dari mereka akan meninggal. Selain itu juga
didasarkan pada pendapatan keluarga dan juga harga atau biaya peluang dalam
membesarkan anak. Di negara miskin anak-anak dipandang sebagai bahan investasi,
karena nantinya anak –anak tersebut diharapkan dapat memberikan hasil dalam
bentuk prakerja dan tempat menggantungkan kehidupan saat tua nantinya.
Di negara berkembang juga terdapat budaya yang beranggapan bahwa anak
dua atau tiga pertama dipandang sebagai konsumen yang tingkat permintaannya tidak
terlalu responsive terhadap harga. Dengan menggunakan teori yang sama , teori
ekonomi fertilitas ini dapat disimpulkan bahwa jika biaya atau harga meningkat
(meningkatnya pendidikan dan kesempatan kerja bagi perempuan, kenaikan biaya
pendidikan, adanya peraturan perundang-undangan yang memebatai usia minimum
bekerja, dan jaminan sosial pada saat tua) maka para orang tua akan beranggapan
menggantikan kuantitas dengan kualitas anak. Dengan cara tersebut akan mendorong
sebuah keluarga untuk memiliki anak lebih sedikit. Salah satu cara untuik mendorong
tersebut adalah dengan menyediakan kesempatan l;ebih besar untuk memperoleh
pendidikan serta perluasan lapan kerja berpenghasilan tinggi bagi perempuan.

2.4.5. Implikasi Bagi Perkembangan dan Kesuburan

Kemajuan social dan ekonomi yang berkembang di tengah masyarakat dapat


berpengaruh terhadap tingkat fertilitas di negara- negara berkembang. Untuk
mengurangi tingkat kelahiran yang tinggi perlu adanya perubahan-perubahan yang
tepat. Perubahan social ekonomi tersebut dapat dilaksanakan melalui:
a. Memperbaiki kualitas pendidikan serta perubahan dan status perempuan.
b. Meningkatkan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di luar sektor pertanian.
c. Meningkatkan pendapatan keluarga melalui perluasan kesempatan kerja dan
peningkatan penghasilan suami istri dengan redistribusi pendapatan dan asset dari
orang kaya kepada orang miskin.
d. Mengurangi tingkat kematian anak melalui perluasan program kesehatan
masyarakat dan asupan nutrisi bagi ibu dan anak serta perawatan kesehatan yang
lebih memadai lagi.
e. Pengembangan sistem tunjangan bagi para lansia dan jaminan social lainnya diluar
jaringan keluarga besar (extended family) untuk engurangi ketergantungan
ekonomi orang tua.
f. Memperluas kesempatan untuk memperoleh pendidikan , sehingga para orang tua
semakin terdorong untuk memiliki anak lebih banyak ( kuantitas) dan
menggantikannya dengan sedikit anak tetapi memiliki kualitas yang lebih baik.
g. Menerapkan program Keluarga Berencana (KB).
2.5 Konsekuensi Fertilitas yang Tinggi dari Berbagai Sudut Pandangan
Konsekuensi : Beberapa Perbedaan Pandangan. Selama bertahun-tahun telah
berlangsung perdebatan diantara para ahli ekonomi tentang mengenai baik atau
buruknya pertumbuhan penduduk. Dibawah ini akan dipaparkan tentang beberapa
argument sebagai akibat pertumbuhan penduduk
2.5.1. Pertumbuhan Penduduk Bukanlah Masalah yang Sebenarnya
Kita dapat mengidentifikasikan adanya tiga aliran pemikiran pada kubu
argumentasi yang berkeyakinan bahwa sesungguhnya pertumbuhan penduduk itu itu
bukan merupakan inti persoalan atau masalah sebenarnya :
1. Inti persoalannya bukan pertumbuhan penduduk, melainkan hal-hal atau isu lain.
2. Perumbuhan penduduk merupakan persoalan rekaan atau masalah palsu yang
sengaja diciptakan oleh badan-badan dan lembaga-lembaga milik negara kaya dan
dominan dengan tujuan menjadikan negara-negara berkembang tetap terbelakang
dan bergantung pada negara maju.
3. Bagi kebanyakan negara dan kawasan berkembang, pertumbuhan penduduk justru
merupakan suatu hal yang dibutuhkan atau diinginkan.

Masalah Lain di Balik Pertumbuhan Penduduk


Banyak diantara kaum cendekiawan dunia berpendapat bahwa masalah inti
sebenarnya bukan dari pertumbuhan penduduknya namun dari beberapa masalah
seperti dibawah ini :
• Keterbelakangan
• Penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan
• Penyebaran penduduk
• Rendahnya posisi dan status kaum
wanita Pelemparan persoalan palsu secara
sengaja
Aliran argumentasi kedua yang menyangkal bahwa pertumbuhan penduduk
merupakan kendala utama pembangunan memiliki keterkaitan yang cukup erat
dengan teori keterbelakangan-ketergantungan neocolonial. Pada dasarnya argumen
ini menyatakan bahwa gagasan yang menempatkan laju pertumbuhan penduduk di
negara-negara Dunia Ketiga sebagai masalah utama pembangunan adalah suatu
rekayasa negatif yang dilontarkan oleh negara-negara kaya yang ingin menghambat
kemajuan pembangunan negara-negara Dunia Ketiga dalam rangka mempertahankan
status quo internasional yang sangat menguntungkan mereka.
Pertumbuhan Penduduk itu Perlu
Aliran argumen ketiga yang lebih konvensional mengatakan bahwa
pertumbuhan penduduk itu bukanlah merupakan suatu masalah,melainkan justru
merupakan unsur penting yang akan memacu pembangunan ekonomi. Populasi yang
lebih besar adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai
macam barang dan jasa yang kemudian menggerakan berbagai macam kegiatan
ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomi (economics of scale).

2.5.2. Pertumbuhan Penduduk adalah Masalah yang Sebenarnya


Pihak yang mendukung perlunya pembatasan pertumbuhan jumlah penduduk
karena konsekuensi ekonomi, social, dan lingkungan yang negatif biasanya dikaitkan
tiga argumen berikut
 Argumentasi Garis Keras : Populasi dan Krisis Global
 Argumen ini mencoba mengaitkan semua penyakit ekonomi dan social dunia
dengan pertambahan penduduk sebagai penyebabnya. Pertambahan penduduk
yang tidak dibatasi dianggap sebagai penyebab utama krisis manusia dewasa ini.
 Argumentasi Teoritis : Siklus Populasi-Kemiskinan dan Pentingnya Program
Keluarga Berencana
 Argument ini berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk secara cepat
menimbulkan konsekuensi ekonomi yang merugikan dan hal itu merupakan
masalah utama yang harus dihadapi negara-negara Dunia Ketiga. Model dasar
yang digunakan para ekonom untuk mendemonstrasikan konsekuensi negative dari
cepatnya laju pertumbuhan dirumuskan :
y-l = α (k-l) + t
y = tingkat pertumbuhan GNI
l = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
k = tingkat pertumbuhan stok modal
α = elastisitas output dari modal
t = dampak perubahan teknologi
 Argumen Empiris : Tujuh Konsekuensi Negatif dari Pertumbuhan Penduduk yang
Pesat.
Menurut hasil penelitian empiris terakhir, segenap konsekuensi negative yang
potensial dari pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi dapat dipilah-
pilah menjadi tujuh kategori, yakni dampak-dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi; kemiskinan dan ketimpangan pendapatan; pendidikan; kesehatan;
ketersediaan bahan pangan; lingkungan hidup serta migrasi internasional.
1. Pertumbuhan Ekonomi
2. Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan
3. Pendidikan
4. Kesehatan
5. Ketersediaan Bahan Pangan
6. Lingkungan Hidup
7. Migrasi Internasional

2.5.3. Tujuan dan Sasaran: Menuju Sebuah Konsensus


Terdapat 3 argumen bertentangan yang merupakan komponen penting dari
konsensus:
1. Pertumbuhan penduduk bukanlah penyebab utama rendahnya taraf hidup,
ketimpangan ekstrem, atau terbatasnya kebebasan memilih yang terjadi di banyak
negara berkembang.
2. Masalah kependudukan bukan sekedar persoalan angka-angka tetapi menyangkut
kualitas hidup dan kesejahteraan material.
3. Pertumbuhan penduduk yang cepat memang memberatkan masalah-masalah
keterbelakangan dan menambah suram prospek pembangunan yang berhasil.

Berdasarkan tujuan dan sasaran berikut mungkin dapat dimasukkan dalam


setiap pendekatan realistis terhadap isu pertumbuhan penduduk di negara-negara
berkembang.
 Sasaran utama seharusnya tidak hanya berfokus pada variabel penduduk.
 Perlu adanya motivasi yang ditimbulkan oleh pembangunan.
 Negara-negara maju seharusnya membantu negara-negara berkembang dalam
upaya mencapai sasaran menurunkan fertilitas dan mortalitas.

2.6 Pendekatan Kebijakan yang Digunakan Pemerintah Baik Negara Maju


maupun Negara Berkembang
Mengingat tujuan dan sasaran yang luas, tipe kebijakan ekonomi dan sosial
yang mungkin dipertimbangkan oleh pemerintah negara berkembang dan negara maju
serta badan bantuan antar nasional untuk menghasilkan pengurangan jangka panjang
dalam keseluruhan tingkat pertumbuhan penduduk dunia. Kebijakan yang dimaksud
antara lain sebagai berikut.
1. Kebijakan umum dan khusus yang dapat diprakarsai pemerintah negara-negara
berkembang untuk memengaruhi, barangkali bahkan mengendalikan, pertumbuhan
dan distribusi penduduk mereka.
2. Kebijakan umum dan khusus yang dapat diprakarsai pemerintah negara-negara
maju di Negara mereka sendiri untuk mengurangi konsumsi berlebihan sumber
daya dunia tang terbatas dan mendorong adanya distribusi manfaat kemajuan
ekonomi global secra lebih detail.
3. Kebijakan umum dan khusus yang dapat diprakasai pemerintah negara maju dan
lembagalembaga bantuan internasional untuk membantu negara-negara
berkembang mencapai sasaran program kependudukan mereka (Todaro, 2011:
369)..

Untuk memperjelas kebijakan-kebijakan yang sudah disebutkan di atas,


berikut pemaparan kebijakan yang lebih lanjut.
1. Kebijakan yang dapat dilakukan negara berkembang
Meskipun kebijakan pembangunan jangka panjang merupakan kebijakan
penting untuk dapat mencapai jumlah penduduk yang stabil, masih ada lima
kebijakan khusus yang dapat diterapkan negara berkembang untuk menurunkan
tingkat kelahiran dalam jangka pendek. Kebijakan yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
- Pemerintah negara berkembang dapat mencoba membujuk penduduknya untuk
memiliki keluarga yang lebih kecil melalui media massa dan proses pendidikan,
baik formal (sistem sekolah) maupun nonformal (pendidikan kedewasaan).
- Peningkatan program-program keluarga berencana dengan penyediaan layanan
kesehatan dan kontrasepsi untuk mendorong upaya pngendalian kelahiran.
Program-program yang diprakarsai dan dilaksanakan secara resmi itu sekarang
sudah ada hampir di seluruh negara berkembang, hanya sedikit negara yang masih
belum memiliki program keluarga berencana yang diprakarsai pemerintahnya.
- Memanipulasi insentif (penguatan) dan disinsentif (pelemahan) ekonomi dalam
hak milik anak. Sebagai contoh dengan meniadakan atau mengurangi cuti dan
tunjangan kehamilan, mengurangi atau meniadakan insentif keuangan, atau
mengenakan denda karena memiliki anak dalam jumlah tertentu, dan sebagainya.
- Memaksa warga negaranya untuk memiliki keluarga lebih kecil melalui peraturan
perundang-undangan dan denda.
- Meningkatkan status sosial dan ekonomi perempuan yang dapat menciptakan
kondisi menguntungkan untuk menunda perkawinan dan mengurangi kelahiran
dalam pernikahan (Todaro, 2011: 370).

2. Kebijakan yang dapat dilakukan negara maju


Setiap program di seluruh dunia yang dirancang untuk menciptakan
keseimbangan yang lebih baik antara sumber daya dan penduduk dengan membatasi
pertumbuhan penduduk negara berkembang melalui intervensi sosial dan keluarga
berencana juga harus mencakup tanggungjawab negara-negara kaya untuk
mengurangi permintaan dan gaya hidup konsumtif mereka sendiri. Semua perubahan
akan menghasilkan efisiensi penggunaan sumber daya. Dari hal tersebut, selanjutnya
dapat digunakan negara-negara miskin untuk menggerakkan pembangunan sosial dan
ekonomi yang penting artinya dalam upaya memperlambat laju pertumbuhan
penduduk (Todaro, 2011: 372)..
Selain menyederhanakan gaya hidup dan kebiasaan konsumtif, satu kebijakan
internal positif lainnya, yang dapat dilaksanakan negara-negara kaya untuk
menanggulangi masalah-masalah kepedudukan dunia adalah meliberalisasi
persyaratan hukum yang memungkinkan terjadinya imigrasi internasional orang-
orang miskin tidak terampil dan keluarga dari Afrika, Asia, Amerika Latin ke
Amerika Utara, Eropa, Jepang, dan Australia. Migrasi internasional pada abad
kesembilan belas dan awal abad kedua puluh merupakan faktor utama dalam
mengatasi masalah keterbelakangan dan tekanan jumlah penduduk di negara-negara
Eropa (Todaro, 2011: 373).

3. Kebijakan negara maju membantu negara berkembang


Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan pemerintah negara maju dan lembaga
donor multilateral untuk membantu pemerintah negara-negara berkembang mencapai
sasaran kebijakan kependudukan mereka lebih cepat. Cara yang paling pnting
berkenaan dengan kemauan negara-negara kaya untuk secara bersungguh-sungguh
dan ikhlas memberikan bantuan kepada negara-negara kaya memeberikan bantuan
kepada negara-negara miskin dalam upaya pembangunan mereka. Dukungan tersebut
tidak hanya berupa perluasa bantuan keuangan public dan swasta tetapi juga
peningkatan hubungan perdagangan, seperti pembebasan tarif dank outa ke pasar-
pasar negara maju, transfer teknologi yang lebih sesuai, bantuan pengembangan
kemampuan penelitian ilmian\h bagi warga negara berkembang, kebijakan penetapan
harga komoditas unternasional yang lebih baik, dan pembagian sumber daya alam
dunia yang langka secara adil (Todaro, 2011:374).
Negara maju terus membantu petani tanpa batas dengan berbagai cara, seperti
masuk dalam Green Box (GB) dan Blue Box (BB) yang katanya tidak berpengaruh
pada distorsi perdagangan dan produksi. Negara maju juga membantu dengan
berbagai kemudahan kredit dan subsidi ekspor, serta bantuan pangan (food aid).
Dampaknya adalah hampir semua harga produk pertanian turun, khususnya produk
pangan. Dengan demikian pangan di pasar dunia pada saat sekarang tidaklah
menggambarkan tingkat efisiensi, tetapi telah terdistorsi dengan berbagai bantuan
yang masuk dalam GB, BB serta subsidi ekspor (Sawit, 2017).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Penduduk dunia meningkat lebih dari 75 juta orang tiap tahunnya. Nyaris
seluruh pertambahan penduduk neto ini 97% terjalin di negara- negara berkembang.
Jumlah peningkatan yang sedemikian besar itu tidak pernah terjadi dalam ekspedisi
sejarah manusia. Permasalahan perkembangan penduduk bukan hanya perkara angka,
melainkan permasalahan kesejahteraan serta pembangunan manusia, memunculkan
konsekuensi serius bagi kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Pada saat manusia
pertama kali mulai menanam makanan melalui pertanian, yaitu sekitar 12.000 tahun
yang lalu, perkiraan jumlah populasi dunia tidak lebih dari 5 juta jiwa. Hingga pada
saat dunia memasuki abad ke 21, jumlah populasi manusia lebih dari 6 miliar orang.
Distribusi penduduk dunia sangat tidak merata menurut wilayah geografi, tingkat
fertilitas dan mortalitas, serta struktur usia.
Proses yang menunjukkan tingkat fertilitas yang akhirnya menurun sampai
pada tingkat pertumbuhan stabil telah dijelaskan melalui konsep terkenal dalam studi
demografi ekonomi yang diacu sebagai transisi demografis. Transisi demografis
berupaya menjelaskan mengapa semua negara maju saat ini telah melalui tiga tahap
sejarah kependudukan modern yang hampir serupa, tahapan ini yaitu sebelum
mencapai modernisasi ekonomi dan saat modernisasi.
Penyebab kesuburan Tinggi di Negara berkembang, Malthus mengajukan
teorinya mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan
ekonomi. Dalam tulisannya dalam buku Essay on the principle of population,
Malthus mengajukan tesis adanya kecenderungan universal penduduk suatu negara
kecuali terdapat bencana kelaparan. Pada tahun yang sama dikarenakan faktor tetap
yakni lahan semakin sempit maka hasil produksi juga semakin menurun dan
pendapatan perkapita pun juga menurun.
Menurut hasil penelitian empiris terakhir, segenap konsekuensi negative yang
potensial dari pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi dapat dipilah-
pilah menjadi tujuh kategori, yakni dampak-dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi; kemiskinan dan ketimpangan pendapatan; pendidikan; kesehatan;
ketersediaan bahan pangan; lingkungan hidup serta migrasi internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Mudrajad Kuncoro, 1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan,


Edisi Ketiga, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Nugrahani, E. H., R.S. Sukandar dan Sumarno.Proyeksi Penduduk


Multiregional untuk Tiga Wilayah di Indonesia. Dari.
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jmap/article/view/20036/13791

Sawit, M. H. (2017). Indonesia dalam perjanjian pertanian wto: Proposal harbinson.


Analisis Kebijakan Pertanian, 1(1), 42-53.
Suhandi, N., Putri, E. A. K., & Agnisa, S. (2018). Analisis Pengaruh Jumlah
Penduduk terhadap Jumlah Kemiskinan Menggunakan Metode Regresi
Linear di Kota Palembang. Jurnal Informatika Global, 9(2).

Todaro. Michael P. & Smith. Stephen C.2015.Economic Development 12th Edition.


New York, Addition Wesley Longman, Inc.

Todaro. Michael P. & Smith. Stephen C. 2001. Pembangunan Ekonomi. Edisi ke 11.
Jakarta: Erlangga Sawit, M. H. (2017). Indonesia dalam perjanjian pertanian
wto: Proposal harbinson. Analisis Kebijakan Pertanian, 1(1), 42-53.

Anda mungkin juga menyukai