Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KASUS PASIEN KANKER MALAH JATUH DAN

PATAH TANGAN

Nama : Ulfatus Nafisyah


NIM : 202010300511019
Program Studi : D3 Keperawatan

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah berjudul “Kasus Pasien
Kanker Malah Jatuh dan Patah Tangan” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas Ibu Aini Alifatin, S.Kp.,M.Kep pada mata kuliah Etika dan
Praktek Keperawatan Profesional di Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang Etika dan Praktek Keperawatan Profesional. Penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Ibu Aini Alifatin, S.Kp.,M.Kep selaku dosen mata kuliah Etika
dan Praktek Keperawatan Profesional. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan untuk
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

Malang, 15 Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.
Juran dan Wijono (1999 dalam Virawan, 2012), menyatakan bahwa mutu
pelayanan yang baik harus sesuai dengan harapan konsumen yang
memungkinkan untuk mengurangi tingkat kesalahan, pekerjaan ulang,
kegagalan, ketidakpuasan pelanggan, pemakaian alat diagnostik yang tidak
semestinya dan meningkatkan hasil kapasitas serta memberikan dampak biaya
yang lebih sedikit.
Peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pelayanan secara efisien
dan efektif yaitu dengan menyesuaikan standar profesi, standar pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien, pemanfaatan teknologi tepat guna dan hasil
penelitian untuk mengembangkan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga
tercapai derajat kesehatan yang optimal (Nursalam, 2012). Peningkatan mutu
pelayanan di rumah sakit dapat dilakukan dengan mengembangkan akreditasi
rumah sakit dimana indikator utamanya adalah International Patient Safety
Goals  (IPSG) atau Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) (The Joint Commision
International [JCI], 2011).
Keselamatan pasien (Patient Safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi
penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis pasien, kemampuan belajar dariinsiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkantimbulnya risiko (DepKes,
2008). Pelaksanaan program keselamatan pasiendalam pelayanan rumah sakit
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari: organisasi dan manajemen,
lingkungan kerja yang bersifat blaming dan,beban kerja berlebih, team work, faktor
tugas seperti ketersediaan SOP danfaktor individu yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, sikap dan kondisi fisik/mental (Cahyono, 2008).
Keselamatan pasien terdiri dari 6 sasaran yaitu (1) mengidentifikasi
pasiendengan benar, (2) meningkatkan komunikasi efektif, (3) mencegah
kesalahanpemberian obat, (4) mencegah kesalahan prosedur, tempat dan pasien
dalamtindakan pembedahan, (5) mencegah risiko infeksi dan (6) mencegah risikopasien
cedera akibat jatuh (JCI, 2011). Namun, dari keenam sasarankeselamatan pasien
tersebut kejadian jatuh masih menjadi isu yangmengkhawatirkan pada seluruh pasien
rawat inap di rumah sakit (Lloyd, 2011). Kejadian jatuh dan cedera akibat jatuh di
rumah sakit sering dilaporkan menimpa pasien dewasa saat sedang menjalani perawatan
inap (Quigley et.al, 2013). Berdasarkan penelitian Ganz, dkk (2013) dilaporkan data
sebanyak 700.000 sampai 1.000.000 orang mengalami kejadian jatuh setiap tahun di
rumah sakit Amerika Serikat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
129/menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) rumah sakit bahwa
kejadian pasien jatuh yang berakhir dengan kecacatan/kematian diharapkan 100% tidak
terjadi di rumah sakit
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Tujuan khusus
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai syarat
terselesaikannya tugas mata kuliah Etika dan Praktek Keperawatan Profesional
yang diberikan pada penulis.
2. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mahasiswa mampu mengetahui hal-hal apa saja yang mendukung
keselamatan pasien di Rumah Sakit.
2. Mahasiswa mampu mengetahui resiko yang disebabkan dari ke lalaian dalam
melakukan tindakan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui proses pelaporan insiden di Rumah Sakit.
4. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kejadian yang terjadi pada pasien.
5. Mahasiswa mampu mengetahui hak-hak pasien dalam menjalani proses
keperawatan.
BAB II
KASUS DAN RUMUSAN MASALAH
2.1 Kasus
Sudah jatuh ketiban tangga, begitu nasib Malang seorang wanita asal Pamekasan, Jawa
Timur. Gara - gara si perawat memintanya turun dari kursi dorong saat menuju kamar
bedah, wanita ini terjatuh hingga tangan kirinya patah. Sedianya, wanita ini hendak
menjalani operasi kanker payudara, namun akhirnya keluar dari kamar bedah dengan
lengan kiri terbalut  perban. Beginilah kondisi Amyani, lengan kirinya patah akibat
terjatuh di kamar bedah RSUD Pamekasan. Peristiwa ini terjadi pada Kamis lalu saat
Amyani hendak menjalani operasi kanker payudara. Dengan menggunakan kereta
dorong Amyani dibawa menuju kamar bedah. Namun setelah dikamar bedah, Amyani
diminta turun oleh perawat. Lantaran masih lemah, kaki Amyani tak sanggup menopang
tubuhnya. Akibatnya, Amyani tergelincir hingga mengakibatkan lengan kirinya patah.
Keluarga pasien baru mengetahui setelah Amyani usai menjalani operasi dan keluar dari
kamar bedah. Keluarga pasien kaget karena sang ibu keluar dari kamar bedah dengan
lengan kiri patah. Sementara itu  Direktur RSUD Pamekasan Iri Agus Subaidi mengaku
tidak tahu peristiwa ini. Iri menambahkan, jika insiden ini merupakan kesalahan dari
pihak rumah sakit, dirinya akan menindaklanjuti. Namun pihaknya akan memanggil
terlebih dahulu perawat yang menjaga ibu Amyani. (Fatur Rosi/Sup).

2.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pada tujuan pembuatan makalah, maka rumusan masalah
disusun sebagai berikut yaitu:
1) Apa upaya-upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien di Rumah Sakit agar
menguragi kejadian seperti kasus di atas?
2) Sanksi apa yang berlaku di Indonesia untuk tenaga kerja yang lalai seperti kasus
di atas?
3) Bagaimana proses pelaporan insiden pada kasus di atas?
4) Termasuk ke kejadian apakah yang menimpa pasien pada kasus di atas?
5) Apakah pada kasus di atas perawat melanggar hak-hak pasien?
BAB III
JAWABAN DAN PEMBAHASAN KASUS BERDASARKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
3.1 Menurut Undang-undang RI No. 44 tentang Rumah Sakit Bagian Kelima
Keselamatan Pasien Pasal 43:
(1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar
keselamatan pasien.
(2) Standar keselamatan pasien sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
(3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat
(2) meliputi:

1. Hak pasien;
2. Mendidik pasien dan keluarga;
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap
Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang
meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:

1. Ketepatan identifikasi pasien;


2. Peningkatan komunikasi yang efektif;
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.

Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan


Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;


2. Memimpin dan mendukung staf;
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. Mengembangkan sistem pelaporan;
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang dijamin
dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
terpenuhi.

3.2. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Keehatan Pasal 29

Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan


profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

3.3. Pelaporan insiden si Rumah Sakit duatur dalam Undang -Undang Rl No. 44 tahun
2009 tentang RS Bab XI pencatatan dan pelaporan pasal 52 dan pasal 53 dan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien,
BAB VI : Pelaporan Insiden, Analisis dan Solusi.

BAB XI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 52

(1) Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua
kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit.
(2) Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit tertentu
lainnya yang dapat menimbulkan wabah, dan pasien penderita ketergantungan
narkotika dan/atau psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 53

(1) Rumah Sakit wajib menyelenggarakan penyimpanan terhadap pencatatan dan


pelaporan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemusnahan atau penghapusan terhadap berkas pencatatan dan pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien, BAB
VI : Pelaporan Insiden, Analisis dan Solusi.

BAB VI PELAPORAN INSIDEN, ANALISIS DAN SOLUSI

Pasal 11
(1) Sistem pelaporan insiden dilakukan di internal rumah sakit dan kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

(2) Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
mencakup KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan
rekomendasi dan solusi dari TKPRS.

(3) Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak
mudah diakses oleh yang tidak berhak.

(4) Pelaporan insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditujukan
untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming).

Pasal 12

(1) Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu
paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan sebagaimana tercantum pada
Formulir 1 Peraturan ini.

(2) TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas
insiden yang dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan hasil kegiatannya
kepada kepala rumah sakit.

Pasal 13

(1) Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai format laporan sebagaimana
tercantum pada Formulir 2 Peraturan ini.
(2) Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara nasional.

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pelaporan insiden diatur dengan Peraturan
Menteri.

3.4. kejadian pada kasus di atas termasuk dalam kejadian KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). Berdasarkan Permenkes No. 11 Tahun 2017 tentang keselamatan
pasien Kejadian tidak diharapkan (KTD)/ adverse event yaitu insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit
dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau
bukan kesalahan medis.

3.5. Iya melanggar. Karena perawat membuat pasien mengalami kerugian yang
biasanya hanya melakukan operasi payudara namun ditambah dengan operasi
patah tulang pada lengan, sehingga perawat melanggar hak pasien mendapatkan
pelayanan efektif dan efisien yang menyebabkan pasien mengalami kerugian.
Seharusnya hak-hak yang harus didapat pasien Menurut UU RI No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, hak pasien diatur sebagai berikut:

Bagian Keempat

Hak Pasien

Pasal 32
Setiap pasien mempunyai hak:
a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit;
b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;
h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya;
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal
itu tidak mengganggu pasien lainnya;
n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit;
o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya;
p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Pada kasus di atas letak kesalahan memang benar ada pada pihak Rumah Sakit.
Perawat lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga melanggar hak-hak pasiennya
dan pasien mengalami kerugian. Dalam kasus ini pasien berhak untuk meminta
ganti rugi atau pertanggung jawaban kepada pihak rumah sakit atas kelalaian salah
satu perawatnya dalam menjalankan tugas keperawatan. Dalam setiap tindakan
kesalahan yang dilakukan perawat akan berkaitan dengan hukum-hukum
keperawatan dan rentan terjerat pasal-pasal keperawatan, sehingga dalam
melakukan tidakan keperawatan harus benar-benra hati-hati dan professional. Dan
perawat yang telah melakukan kesalahan pada kasus di atas harus bertanggung
jawab atas kesalahan yang telah dilakukannya.

4.2. SARAN
Saran yang bisa disampaikan dari penulis sebaiknya dalam melakukan suatu
tindakan haruslah berhati-hati dan tetap professional sehingga tidak menimbulkan
kejadian yang tidak diinginkan atau bahkan sampai terjadi kejadian yang fatal.
Karena dalam keperawatan semua hal yang dilakukan perawat akan menyangkut
nyawa sehingga tidak boleh semena-mena dalam melakukan tindakan. Dan
selanjutnya saran untuk rumah sakit kebijakan-kebijakan rumah sakit harus lebih
terbuka agar para tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut akan lebih
berhati-hati dan juga harus meningkatkan SDM melalui pelatihan dan mengikuti
seminar juga melakukan pelaporan semua insiden yang terjadi agar meminimalisir
terjadinya insiden serupa.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 43.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan


Pasien Rumah Sakit, Bab III , Pasal 7 ayat (2).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Sasaran


Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Bab IV, Pasal 8.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang


Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Bab V, Pasal 9.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Keehatan, Pasal 29.

Undang -Undang Rl No. 44 tahun 2009 tentang RS Bab XI pencatatan dan pelaporan
pasal 52 dan pasal 53.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien, BAB
VI : Pelaporan Insiden, Analisis dan Solusi, Pasal 12, 13,14.

Permenkes No. 11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien.

UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Bagian Ke Empat Hak Paien, Pasal
32.

Anda mungkin juga menyukai