Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TUAN X DENGAN GANGGUAN FRAKTUR TIBIA


POST OP ORIF DI RUMAH SAKIT

Dosen Koordinator : Hikmat Rudyana, S.Kp., M.Kep.


Dosen Pembimbing : Susilawati, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata KMB

Oleh :
Siska Nurul Aslamiah
NPM. 214120058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
DAFTAR ISI

1. Konsep Dasar Fraktur Tibia..........................................................................3


A. Definisi......................................................................................................3
B. Etiologi......................................................................................................3
C. Manifestasi klinik......................................................................................4
D. Patofisiologi.................................................................................................5
E. Pathway........................................................................................................6
F. Klasifikasi.....................................................................................................7
G. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................8
H. Pentalaksanaan Medik...........................................................................9
2. Konsep Dasar Operasi ORIF..........................................................................10
A. Definisi....................................................................................................10
B. Keluhan pada pasien post operasi ORIF.................................................10
C. Perawatan Pasca Operasi ORIF...............................................................10
D. Komplikasi Post Op ORIF......................................................................11
3. Asuhan Keperawatan..................................................................................12
A. Pengkajian...............................................................................................12
B. Analisa Data............................................................................................15
C. Diagnosa Keperawatan..............................................................................17
D. Intervensi...................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................21
1. Konsep Dasar Fraktur Tibia
A. Definisi
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang
rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan
non trauma. Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks,
kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang
komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun
memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur
dapat diakibatkan oleh cedera, stress yang berulang, kelemahan
tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Solomon,
2010).
Sedangkan menurut Henderson, 1998 dalam marlina 2013
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah
kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang
bertumpu pada kaki. Fraktur ini sering terjadi pada anak - anak dan
wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dan tulang lemah
yang tak mampu menahan energi akibat jatuh atau benturan benda
keras.
B. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013), penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. fraktur ini sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang dan miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekerasa
dapat berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung gaya meremuk gerakan puntir mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstermitas, organ tubuh dapat
mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau
akibat fragmen tulang (Wijaya dan Putri, 2013).
C. Manifestasi klinik
Menurut Bararah dan Jauhar (2013), manifestasi klinik pada fraktur,
yaitu ;
a. Nyeri, terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai yang di rancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas, setelah terjadi fraktur, bagian -bagian tak dapat
digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah
(gerak luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat mampu teraba) ekstermitas
yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstermitas normal.
c. Krepitasi, saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya
derik tulang dinamakan kripitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya.
d. Bengkak, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti
fraktur.
e. Peningkatan temperatur lokal.
f. Pergerakan abnormal
g. Kehilangan fungsi, ekstermitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.

D. Patofisiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) trauma langsung adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik gangguan
metabolik,patologik menyebabkan ketidakmampuan tulang menahan
beban serta kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka maupun tertutup. Sehingga apabila tulang mendapat
tekanan berat,menyebabkan terjadinya fraktur tertutup. Jika
patahan tidak menembus kulit atau fraktur terbuka jika
patahan tulang menembus kulit. Terputusnya tulang dapat
mengakibat kanketidak mampuan dalam melakukan pergerakan
kaki sehingga menyebakan hambatan mobilitas.
E. Pathway

Etiologi

TraumMengenai syaraf perifer


a (langsung/tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Perubahan fragmen tulang Perubahan bentuk


kerusakan pada jaringan
fragmen
dan pembuluh darah
ORIF

Perdarahan lokal
Pemasangan screw Kontinuitas jaringan
terputus
Hematoma pada daerah
fraktur Insisi jaringan
Gangguan integritas
Aliran darah ke daerah distal
jaringan/kulit
berkurang atau terhambat Mengenai syaraf
perifer

(warna jaringan pucat, nadi


lemah, cianosis, kesemutan) Syaraf aferen

Kerusakan neuromoskuler Syaraf perifer

Gg. Fungsi organ distal Alami nyeri

Gangguan Mobilitas Fisik Nyeri Akut


F. Klasifikasi
Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2010) Secara klinis, fraktur
dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar,
yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tulang terbuka dibagi
menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan
fraktur yang terjadi, seperti yang dijelaskan oleh Gustillo pada tabel
berikut:

Derajat Luka Fraktur


I Laserisasi <1 cm Sederhana, dislokasi
kerusakan jaringan tidak fragmen minimal
berarti relatif bersih
II Laserisasi >1 cm tidak Dislokasi fragmen jelas
ada kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi,
ada kontaminasi
III Luka lebar dan rusak Kominutif, segmental,
hebat atau hilangnya fragmen tulang ada yang
jaringan disekitarnya, hilang
kontaminasi hebat

Fraktur sangat bervariasi dari segi klinis, namun untuk alasan praktis,
fraktur dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :

Menurut [ CITATION Sme13 \l 1033 ] ada tidaknya hubungan antara patahan

tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 4 antara lain:

a. Fraktur tertutup (closed)


Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari
luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
c. Fraktur Complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergesaran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur Incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mubarak (2015) pemeriksaan penunjang pada klien dengan
hambatan mobilitas fisik diantaranya:

a. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,


dan perubahan hubungan tualng.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor
jaringan lunak atau cedera ligamen atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
c. MRI (magnetik resonance imaging) adalah teknik pencitraan khusus
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio
dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas.

H. Pentalaksanaan Medik
Menurut Wijaya dan Putri (2013), penatalaksaan keperawatan
fraktur,yaitu:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan
penurunan kesadaran, baru pemeriksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman,
mencegah komplikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilaksanakan setiap jam
secara dini, dan pemantauan sirkulatory pada daerah yang cidera
adalah:
1) Meraba lokasi apakah masih hangat.
2) Observasi warna.
3) Menekan pada akar kuku dan perhatian kembali
pengisian kapiler.
4) Tanyakan kepada pasien terhadap rasa nyeri atau hilang
sensasi pada lokasi cidera.
5) Meraba lokasi cidera apakah pasien bisa membedakan
rasa sensasi nyeri.
6) Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. .Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat.
g. Memperlihatan immobilisasi fraktur yang telah diredukasi
dengan tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh,
2. Konsep Dasar Operasi ORIF

A. Definisi
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah tindakan invasif
bedah fiksasi internal dengan dengan tujuan untuk mempertemukan
serta memfiksasi kedua ujung fregmen tulang yang patah dengan
menggunakan pin, sekrup, kawat, batang atau lempeng untuk
mempertahankan reduksi (Mutaqin, 2013)
B. Keluhan pada pasien post operasi ORIF
biasanya meliputi, kesadaran yang belum optimal akibat efek dari
anastesi, penurunan kontrol kesadaran dan kemampuan dalam
orientasi lingkungan, pasien cenderung mengalami hipotermi,
penurunan peristaltik usus dan penurunan kontrol otot.

C. Perawatan Pasca Operasi ORIF


Proses keperawatan pasca operatif bedah ORIF merupakan salah
satu bagian dari asuhan kepeerawatan perioperatif dimana asuhan
terdiri dari: Asuhan yang diberikan pada pasien dari kamar operasi
dan diruang pulih sadar sampai kesadaran pasien optimal.

Asuhan lanjutan setelah pasien kembali ke bangsal rawat inap


bedah ortopedi untuk dilakukan rawat lanjutan Pada saat melakukan
transportasi pasca beda, perawat perlu mengkaji dan mempertahankan
jalan nafas dengan memposisikan kepala dibelakang, dan punggung
tangan selalu menilai adanya arus udara yang keluar dari jalan nafas
yang menandakan kepatenan jalan nafas optimal (Mutaqin, 2013)

D. Komplikasi Post Op ORIF


Komplikasi post op ORIF dapat meliputi anemia dan
trombositopenia terjadi pada pasien dengan kerusakan jaringan yang
luas, dan beresiko mengalami perdarahan pasca bedah (Mutaqin,
2013).

a. Deleyed union
Deleyed union merupakan kegagalan fraktur bergabung sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang (Rosyidi,
2013).
b. Nonunion
Patah tulang yang tidak menyambung kembali (Putri, 2013).
c. Malunion
Suatu keaadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
(Putri, 2013)
d. Infeksi
Sistem pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam.
Ini biasanya terjadi pada fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
(Rosyidi, 2013).
e. Avaskuler Nekrosis (AVN)
AVN terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang (Rosyidi, 2013)

3. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas berisi nama, usia, alamat, jenis kelamin, pendidikan,
agama,suku bangsa,tanggal masuk dirawat, tanggal dikaji,
diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab.
b. Keluhan Kesehatan
1) Keluhan utama : Nyeri pada ekstremitas bawah
2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Seorang klien dirawat di RS dengan kondisi post op ORIF


fraktur tibia. Klien mengeluh nyeri pada bagian ekstremitas
bawah. Klien mengeluh sulit menggerakan kakinya.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Mengalami penyakit metabolik seperti diabetes melitus dan
obesitas.
4) Riwayat Keluarga
Ada atau tidaknya keluarga yang memiliki riwayat penyakit
sama
5) Riwayat Psikososial dan Spiritual

Berisi riwayat psikologis dan sosial klein serta spiritual

6) Pola aktivitas Sehari – hari :

Berisi pola aktivitas sehari – hari seperti amndi, makan,


minum, eliminasi urin dan fekal, istirahat dan tidur, dan
personal hygiene sebelum dan sesudah sakit.

7) Terapi obat – obatan :

Berisi terapi yang didapatkan oleh klien ketika dirawat di


RS

c. Pemeriksaan Fisik

• Keadaan umu : compos mentis, meringis kesakitan, tidak


dapat bergerak.
TTV : peningkatan tekanan darah, peningkatan respirasi, data
tinggi badan dan berat badan.
1) Sistem pernapasan :
Peningkatan respirasi
2) Estremitas bawah :
Ekstremitas bawah terpasang balutan post operasi, ekstremitas
bagian bawah terasa nyeri saat bergerak, ROM menurun,
gerakan terbatas,
3) Integumen : pengisian kapiler >3 detik, kerusakan
jaringan/lapisan kulit pada luka insisi post op, akral teraba
dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun,
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan rontgen untuk mengetahui secara pasti
lokasi fraktur, luas fraktur, dan menunjukkan jenis kerusakan
sehingga dapat ditegakkan diagnosa pasti,

A. Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
DS: Fraktur (terbuka atau Nyeri akut
- Klien mengeluh nyeri tertutup)

kaki pada tungkai


Perubahan bentuk
kanan bagian bawah fragmen
DO :
ORIF
-Klien tampak meringis
- Terpasang balutan Pemasangan crew
post op ORIF kaki
Insisi jarinagan
tungkai kanan bagian
bawah Mengenai syaraf
- TTV : nadi meningkat perifer
Gelisah Syaraf aferen

Staraf perifer

Alami nyari

Nyeri akut
DS: Fraktur Perfusi perifer tidak
DO: terbuka/tertutup efektif
- Pengisian
Perubahan fragmen
kapiler >3 detik tulang kerusakan
- Akral teraba jaringan dan
pembuluh darah
dingin
- Warna kulit Perdarahan lokal
pucat
Hematoma pada
- Turgor kulit
daerah fraktur
menurun
Aliran darah ke
daerah distal
berkurang atau
terhambat

(warna jaringan
pucat, nadi lemah,
cianosis, kesemutan)

Perfusi perifer tidak


efektif
DS : Fraktur Gangguan
DO: terbuka/tertutup integritas
-Kerusakan jaringan/ kulit/jaringan
Perubahan bentuk
lapisan kulit fragmen
-Kemerahan
ORIF
-Hematoma
-Nyeri Pemasangan crew
Kontinuitas jaringan
terputus

Gangguan integritas
jaringan/kulit
DS: Fraktur Gangguan
-Klien mengeluh sulit (terbuka/tertutup) Mobilitas fisik
menggerakan kakinya
Perubahan fragmen
DO : tulang kerusakan
-Rentang gerak (ROM) pada jaringan dan
pembuluh darah
menurun
-Gerakan terbatas Perdarahan lokal

Hematoma pada
daerah fraktur

Aliran darah ke
daerah distal
berkurang atau
terhambat

Kerusakan
neuromoskular

Gg. Fungsi organ


distal

Gangguan Mobilitas
Fisik

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post op
ORIF)
Dibuktikan dengan klien mengeluh nyeri kaki pada ektremitas
bawah, klien tampak meringis, terpasang balutan post op ORIF
ekstremitas bawah,gelisah
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/vena
Dibuktikan dengan Pengisian kapiler >3 detik, Akral teraba
dingin, Warna kulit pucat, Turgor kulit menurun
3. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan faktor
mekanis (mis. Gesekan/luka)
Dibuktikan dengan Kerusakan jaringan/ lapisan kulit, Kemerahan
Hematoma Nyeri
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang
Dibuktikan dengan klien mengeluh sulit menggerakan kakinya,
rentang gerak (ROM) menurun, gerakan terbatas
D. Intervensi

STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA
DIAGNOSA INDONESIA (SLKI)
(SIKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan -Observasi:
berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
agen pencedera fisik selama ...x24 jam tingkst karakteristik, durasi, frekuensi,
(post op ORIF) nyeri menurun dengan kualitas, intensitas nyeri
dibuktikan dengan klien kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
mengeluh nyeri pada 1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
ekstremitas bagian (5) verbal
bawah, klien tampak 2. Meringis menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang
meringis kesakitan 3. Geliash menurun (5) memperberat dan memperingan
frekuensi nadi 4. Frekuensi nadi nyeri
meningkat terpasang membaik (5) -Terapeutik:
balutan post op ORIF, 5. Kontrol lingkungan yang
gelisah memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
-Edukasi:
7. Anjurkn teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
-Kolaborasi:
8. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2.Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan - Observasi :
efektif berhubungan tindakan asuhan 1. Identifikasi penyebab perubahan
dengan penurunan keperawatan selama ...x24 sensasi
aliran arteri dan/vena jam tingkat perfusi perifer 2. Monitor perubahan kulit
Dibuktikan dengan meningkat dengan kriteria - Terapeutik
Pengisian kapiler >3 hasil : 3. Hindari pemakaian benda –
detik, Akral teraba 1. Pengisian kapiler benda yang berlebihan suhunya
dingin, Warna kulit membaik (5) misalnya (terlalu panas atau
pucat, Turgor kulit 2. Akral membaik (5) dingun)
menurun 3. Turgor kulit - Kolaborasi
membaik (5) 4. Kolaborasi pemberiananalgesik,
4. Warna kulit pucat jika perlu
menurun (5) 5. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid,jika perlu
3.Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan - Observasi :
kulit/ jaringan asuhan keperawatan 1. Identifikasi penyebab
berhubungan dengan selama ...x24 jam tingkat gangguan integritas kulit
faktor mekanis (mis. integritas kulit/jaringan - Terapeutik
Gesekan/luka) meningkat dengan kriteria 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
Dibuktikan dengan hasil: baring
Kerusakan jaringan/ 1. Kerusakan jaringan 3. Gunakan produk berbahan
lapisan kulit, menurun (5) ringan/alami dan hipoalergenik
Kemerahan Hematoma 2. Kerusakan lapisan pada kulit sensitif
Nyeri kulit menurun (5) - Perawatan Area Insisi
3. Kemerahan Observasi :
menurun (5) Periksa lokasi insisi adanya
4. Hematoma kemerahan,bengkak, atau tanda –
menurun (5) tanda dehisen/ eviserasi.
5. Nyeri menurun (5) Monitor proses penyembuhan area
insisi.
Monitor tanda & gejala infeksi
Terapeutik:
Bersihkan area insisi dengan
pembersih yang tepat.
Berikan salep antiseptik,jika perlu.
Ganti balutan luka sesuai jadwal
- Edukasi
4. Anjurkan minum air secukupnya
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4.Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan - Observasi :
fisik berhubungan asuhan keperawatan 1. Identifikasi kemampuan
dengan kerusakan selama ...x24 jam tingkat berpartisipasi dalam aktivitas
integritas struktur mobilitas fisik meningkat tertentu
tulang dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi defisit tingkat
Dibuktikan dengan 1. Pergerakan aktivitas
klien mengeluh sulit ekstremitas Terapeutik ;
menggerakan kakinya, meningkat (5) 3. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
rentang gerak (ROM) 2. Rentang gerak (mis. Ambulansi, mobilisasi,
menurun, gerakan (ROM) meningkat dan perawatan diri), sesuai
terbatas. (5) kebutuhan.
3. Gerakan terbatas 4. Jadwalkan aktivitas dalam
menurun (5) rutinitas sehari – hari
- Edukasi;
5. Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari – hari,jika perlu
6. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih

DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Saputra, K. W. (2018). Fraktur Tibia Fibula. academia.edu .

Smeltzer , S. C., & Brenda. (2013). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

Suharjo, F., & Handoyo. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
ORIF Fraktur Tibia Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruangan Seruni
Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwekerto. Politeknik
Kesehatan Kemenekes Semarang.

Anda mungkin juga menyukai