Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN MATAKULIAH

AKUNTANSI KEBERLANJUTAN
PANDUAN-PANDUAN PENGUNGKAPAN CSR (II)

Kelompok 1:
NI KADEK DWITA DEASRI (1807531012 / 01)
NI KADEK WINDA ARDIYANI (1807531030 / 02)
NI MADE DIAN KEMALA RATIH PALGUNADI (1807531045 / 03)

Kelas : EKA463 C1

Dosen Pengampu : Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, S.E., M.Si

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
Pokok Bahasan :
1. SA-8000
2. OJK
3. Panduan-Panduan Pengungkapan CSR Lainnya

PEMBAHASAN

1. SA-8000
Dalam penelitian tahun 2009, Stigzelius dan Mark-Herbert [ 17 ] mempelajari
motivasi dan keuntungan yang mendorong perusahaan untuk mendapatkan
sertifikasi SA8000, mengidentifikasi di antara alasan-alasan utama perlunya
memenuhi permintaan pembeli, keinginan untuk mengidentifikasi strategi yang
bertujuan untuk mengurangi biaya perusahaan, penerapan sistem yang lebih
berorientasi pada kualitas, peningkatan motivasi dan keuntungan bagi pekerja,
peningkatan reputasi perusahaan di pasar, pertumbuhan peluang pasar,
optimalisasi lingkungan kerja dan terakhir, peningkatan hubungan antara pekerja
dan manajemen puncak. Faktor terakhir juga disorot dalam studi terbaru oleh de
Andrade dan Bizzo [ 29 ], mengenai hasil audit sistem manajemen tanggung
jawab sosial menurut standar SA 8000, yang dilakukan di 35 unit dari tujuh
organisasi Brasil. Mengenai kebutuhan untuk memenuhi permintaan pembeli, ini
adalah salah satu pendorong terpenting bagi negara-negara pengekspor global,
standar tersebut, pada kenyataannya, dianggap sebagai prasyarat untuk memasuki
beberapa pasar dan jaringan di negara-negara maju [ 30 ]. Ketika Rohitratana [ 31
] meneliti industri tekstil di Thailand, ditemukan bahwa memiliki standar SA 8000
tidak hanya cara untuk memastikan lingkungan kerja yang diinginkan bagi
karyawannya tetapi juga merupakan permintaan penting untuk dipenuhi SA 80 00,
pada kenyataannya, sering diminta oleh pembeli Amerika dan Eropa yang
melihatnya sebagai alat penting untuk mencapai kepatuhan sosial yang lebih
besar.
Kehadiran standar sukarela internasional seperti SA8000 memungkinkan
untuk membatasi pelanggaran dalam rantai pasokan global, memastikan

1
perlindungan kesehatan dan keselamatan serta jam kerja reguler [ 32 ]. Baru -baru
ini, kesimpulan yang sama dicapai dalam penelitian Koster et al. [ 33 ], ketika,
dengan mewawancarai lima pengadopsi SA 8000 (lima perusahaan India), non-
pengadopsi SA 8000 (empat perusahaan) dan ahli SAI (tiga), mereka menemukan,
dengan suara bulat, peran penting pelanggan saat ini sebagai pendorong utama
untuk adopsi SA 8000. Peringkat pertama dari perusahaan SA 8000 yang paling
tersertifikasi adalah Italia. Dari sebuah studi yang dilakukan oleh Santos et al. [ 24
], tampaknya faktor pendorong yang memandu perusahaan Italia untuk
menerapkan standar adalah, di atas segalanya, peningkatan citra perusahaan, pada
kenyataannya, dapat dikatakan bahwa standar SA 8000 merupakan semacam "cap
sosial" yang memungkinkan perusahaan untuk menampilkan dirinya kepada para
pemangku kepentingan dengan citra yang lebih meyakinkan, yang atas dasar itu
adalah mungkin untuk meminta dan mendapatkan kepercayaan dari mereka yang,
secara langsung atau tidak langsung, berpartisipasi dalam kehidupan perusahaan,
penting juga bagi organisasi untuk mengintegrasikan SA 8000 dengan standar
internasional lainnya [ 36 ], karena menggabungkan komitmen terhadap kualitas,
lingkungan dan tanggung jawab sosial menjadi semakin penting untuk daya saing
bisnis yang kokoh dan langgeng. Terakhir, sementara sistem kesehatan dan
keselamatan berdasarkan OHSAS 18001 berfokus terutama pada lingkungan
internal organisasi, SA 8000 telah memperluas tanggung jawab sosial di seluruh
rantai pasokan [ 37 - 39 ]; oleh karena itu, untuk berkontribusi pada pembangunan
berkelanjutan, perusahaan harus memperluas tanggung jawab sosial dan
lingkungannya sendiri.

2. OJK
Pada bab V Pasal 74 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan, dimana Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan atau dikenal dengan sebutan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsilbility (CSR).

2
Meskipun sudah diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan CSR, ternyata
tidak seutuhnya berkontribusi terdahap pembangunan berkelanjutan. Pemerintah
kesulitan dalam melakukan pengawasan serta pengukuran terhadap komitmen
program CSR perusahaan akibat kurangnya analisis laporan yang dibuat oleh
perusahaan. Alasan inilah yang memicu pemerintah melalui Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No mor
51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa
Keuangan, Emitmen, dan Perusahaan Publik. Salah satu pembahasan dalam
laporan tersebut adalah kewajiban menyusun laporan keberlanjutan. Beberapa
perusahaan diwajibkan oleh OJK untuk melakukan pembuatan laporan
keberlanjutan (sustainability report) yang nantinya akan mendampingi laporan
tahunan (annual report).

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan


Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emitmen, dan Perusahaan
Publik, berisi tentang :
1. Pasal 1 Ayat 13, menyebutkan :
Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) adalah laporan yang
diumumkan kepada masyarakat yang memuat kinerja ekonomi, keuangan,
sosial, dan Lingkungan Hidup suatu LJK, Emiten, dan Perusahaan Publik
dalam menjalankan bisnis berkelanjutan.
2. Pasal 2 membahas mengenai prinsip yang digunakan oleh perusahaan
dalam penerapan keuangan berkelanjutan seperti prinsip investasi
bertanggung jawab; prinsip strategi dan praktik bisnis berkelanjutan;
prinsip pengelolaan risiko sosial dan Lingkungan Hidup; prinsip tata
kelola, prinsip komunikasi yang informatif; prinsip inklusif; prinsip
pengembangan sektor unggulan prioritas; dan prinsip koordinasi dan
kolaborasi.
3. Pada BAB II membahas mengenai penerapan Keuangan Berkelanjutan
dengan membuat Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan secara efektif.
RAKB wajib disusun oleh Direksi dan disetujuin oleh Dewan Komisaris.

3
4. Pada BAB III membahas pemberian insentif LJK, Emiten, dan Perusahaan
Publik yang menerapkan Keuangan Berkelanjutan secara efektif dapat
diberikan insentif oleh Otoritas Jasa Keuangan. Salah satu bentuk insentif
yang dapat diberikan adalah mengikutsertakan LJK, Emiten, dan
Perusahaan Publik dalam program pengembangan kompetensi sumber
daya manusia; penganugerahan Sustainable Finance Award; dan/atau
insentif lain.
5. Pada BAB IV membahas mengenai Penyampaian Rencana Aksi Keuangan
Berkelanjutan, Pelaporan dan Publikasi. Dalam hal LJK, Emiten, dan
Perusahaan Publik menyampaikan Laporan Keberlanjutan secara terpisah
dari laporan tahunan, Laporan Keberlanjutan wajib disamp aikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan setiap tahun paling lambat pada tanggal 30 April
tahun berikutnya. Apabila batas waktu penyampaian Laporan
Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jatuh pada hari Sabtu,
hari Minggu, atau hari libur, Laporan Keberlanjutan wajib disampaikan
pada hari kerja berikutnya.
6. Pada BAB V membahas sanksi bagi LJK yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 7, pasal 8, pasal 10
dan/atau pasal 12.
7. BAB VI membahas mengenai ketentuan penutup, dimana Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

3. PANDUAN-PANDUAN PENGUNGKAPAN CSR LAINNYA


Berdasarkan LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan
Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik
Laporan tahunan Emiten dan Perusahaan Publik merupakan sumber
informasi penting tentang kinerja dan prospek perusahaan bagi pemegang saham
dan masyarakat sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan
keputusan investasi. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di
Indonesia termasuk pengungkapan wajib (mandatory disclosure) karena telah ada
regulasi yang mewajibkannya. Sehingga dalam rangka meningkatkan kualitas

4
keterbukaan informasi dalam laporan tahunan Emiten dan Perusahaan Publik,
dipandang perlu untuk menyempurnakan Peraturan Bapepam nomor X.K.6
tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik yang berlaku
sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam dan LK nomor Kep -431/BL/2012
tanggal 1 Agustus 2012. Adapun bentuk dan isi laporan tahunan tanggung jawab
sosial perusahaan (Corporate Social (Corporate Social Responsibility)
Responsibility) adalah:
1. Pada pasal 2 dijelaskan mengenai kewajiban penyampaian laporan
tahunan, yang terdiri dari kurang lebihnya dijelaskan bahwa Emiten atau
Perusahaan Publik yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif
wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Bapepam dan LK paling
lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir, dan Dalam hal laporan
tahunan telah tersedia bagi pemegang saham sebelum jangka waktu 4
(empat) bulan sejak tahun buku berakhir, maka laporan tahunan dimaksud
wajib disampaikan kepada Bapepam dan LK pada saat yang bersamaan
dengan tersedianya laporan tahunan bagi pemegang saham.
2. Bahasan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan meliputi kebijakan,
jenis program, dan biaya yang dikeluarkan, antara lain terkait aspek :
a. Lingkungan hidup, seperti penggunaan material dan energy yang
ramah lingkungan dan dapat di daur ulang, system pengolahan limbah
perusahaan, sertifikasi di bidang lingkungan yang dimiliki, dan lain -
lain.
b. Praktik ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan kerja, seperti
kesetaraan gender dan kesempatan kerja, sarana dan keselamatan kerja,
tingkat perpindahan (turnover) karyawan, tingkat kecelakaan kerja,
pelatihan, dan lain-lain.
c. Pengembangan sosial dan kemasyarakatan, seperti penggunaan tenaga
kerja local, pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan, perbaikan
sarana dan prasarana sosial, bentuk donasi lainnya, dan lain-lain,

5
d. Tanggung jawab produk, seperti kesehatan dan keselamatan
konsumen, informasi produk, sarana, jumlah dan penanggulangan atas
pengaduan konsumen, dan lain-lain
3. Emiten atau Perusahaan dapat mengungkapan informasi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) pada laporan tahunan atau laporan tersendiri
yang disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan kepada Bapepam
dan LK, seperti laporan keberlanjutan (sustainability report) atau laporan
tanggungjawab sosial perusahaan (coporate social responsibility report).
Akan tetapi peraturan tersebut hanya membagi aspek CSR ke dalam empat
aspek besar, yaitu lingkungan hidup, ketenagakerjaan, masyarakat, dan
tanggungjawab produk. Luas pengungkapan CSR dalam regulasi Bapepam
tersebut hanya merupakan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).
Walaupun legitimasi public memaksa untuk melakukan pengungkapan secara
rinci, tiap entitas bisnis memiliki pertimbangan tersendiri dalam menentukan luas
pengungkapan tanggungjawab sosialnya.

Panduan CSR Berdasarkan AA 1000


Dalam panduan ini, organisasi diwajibkan untuk melibatkan para
stakeholders dalam mengidentifikasikan, memahami dan menanggapi masalah
keberlanjutan, serta untuk melaporkan, menjelaskan dan bertanggungjawab
kepada para pemangku kepentingan suatu keputusan, tindakan, dan kinerja dari
suatu organisasi. Ini mencakup cara dimana suatu organisasi mengatur,
menetapkan strategi, dan mengelola kinerja.
Ada tiga prinsip Accountability AA 1000, yaitu :
1) Prinsip yayasan inklusivitas :
Inklusivitas adalah partisipasi para pemangku kepentingan dalam
mengembangkan dan mencapai respons strategis dan akuntabel terhadap
keberlanjutan. Suatu organisasi harus bersifat inklusif. Inklusivitas leb ih
dari sekedar proses pelibatan pemangku kepentingan. Ini adalah komitmen
untuk bertanggunjawab kepada mereka yang terkena dampak dari aktivitas
organisasi dan memungkinkan partisipasi mereka dalam mengidentifikasi

6
masalah dan mencari solusi. Ini tentang berkolaborasi di semua tingkatan,
termasuk tata kelola, untuk mencapai hasil yang lebih baik.
2) Prinsip materialitas :
Suatu organisasi harus mampu mengidentifikasi permasalahan
materialnya. Masalah material adalah masalah yang akan mempengaruhi
keputusan, tindakan, dan kinerja organisasi atau pemangku
kepentingannya. Untuk membuat keputusan dan tindakan yang baik, suatu
organisasi dan pemangku kepentingannya perlu mengetahui masalah apa
yang penting bagi kinerja keberlanjutan organisasi.
3) Prinsip Responsiveness :
Responsiveness adalah respons organisasi terhadap masalah pemangku
kepentingan yang memengaruhi kinerja keberlanjutannya dan diwujudkan
melalui keputusan, tindakan, dan kinerja, serta komunikasi dengan
pemangku kepentingan. Responsiveness adalah bagaimana sebuah
organisasi menunjukkan responnya terhadap para pemangku
kepentingannya dan tanggungjawab kepada mereka. Organisasi harus
menanggapi masalah pemangku kepentingan yang mempengaruhi
kinerjanya.

7
DAFTAR PUSTAKA
Bapepam-XK6. 2012. Nomor: KEP-431/BL/2012
https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/BAPEPAM-XK6-
tentang-Penyampaian-Laporan-Tahunan-Emiten-atau-Perusahaan-
Publik/X.K.6.pdf. Diakses pada tanggal 22 Maret 2021
Federica Murmura and Laura Bravi. (2020). Developing a Corporate Social
Responsibility
Strategy in India Using the SA 8000 Standard. Department of Economics,
Society, Politics,University of Urbino Carlo Bo, Via Sa 42, 61029 Urbino,
Italy;laura.bravi@uniurb.it. www.mdpi.com/journal/sustainability
Otoritas Jasa Keuangan. 2017. POJK Nomor 51/POJK.03/2017.
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/peraturan-
ojk/Pages/POJK-Penerapan-Keuangan-Berkelanjutan-bagi-Lembaga-Jasa-
Keuangan,-Emiten,-dan-Perusahaan-Publik.aspx. Diakses pada tanggal 21
Maret 2021

Anda mungkin juga menyukai