oleh:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................2
1.4 Metode Penelitian.............................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORETIS................................................................................................3
2.1 Pengertian Kebijakan........................................................................................................3
2.2 Macam-Macam Kebijakan................................................................................................4
2.3 Pengertian dari Peran Masyarakat dalam Pelaksanaan Kebijakan...................................5
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................................8
3.1 Proses Pelaksanaan Kebijakan oleh Masyarakat..............................................................8
3.1.1 Urgensi Partisipasi dalam Implementasi Kebijakan...................................................8
3.1.2 Strategi Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Implementasi Kebijakan Publik di Era Otonomi Daerah..............................11
3.2 Dampak Tidak Berpartisipasinya Masyarakat dalam Pelaksanaan Kebijakan...............15
3.3 Keterkaitan Antara Demokratisasi dalam Kontek
Desentralisasi dengan Partisipasi Masyarakat................................................................15
3.3.1 Lingkungan Pendukung............................................................................................15
3.3.2 Kapasitas Internal.....................................................................................................17
3.3.3 Peran Organisasi Masyarakat Sipil...........................................................................19
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................21
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................21
4.2 Saran...............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie penyelenggaraan otonomi daerah
menekankan pentingnya prinsi-prinsip demokrasi, salah satunya peningkatan peran serta
masyarakat dalam proses kegiatan otonomi daerah. Perwujudan partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis belum sepenuhnya jelas diatur
dalam aturan hukum di Indonesia, sehingga menyebabkan kekaburan bagaimana peran
masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan untuk mejalankan otonomi daerah yang
demokratis. Oleh karenanya, untuk menjawab kekaburan norma tersebut, maka dilakukan
pengkajian peran masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan yang demokratis dalam
konteks desentralisasi sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku (State
Approach).
2
BAB II
LANDASAN TEORETIS
3
Menurut Anderson (1979)
Kebijakan ialah serangkaian tindakan yang memiliki tujuan tertentu yang wajib
untuk diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya dalam memecahkan suatu masalah (a
purposive corse of problem or matter of concern).
Menurut Lasswell (1970)
Kebijakan ialah sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai serta juga
praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals values and practices).
Menurut Eulau (1977)
Kebijakan merupakan suatu keputusan tetap, dicirikan oleh tindakan yang
bersinambung dan juga berulang-ulang pada mereka yang membuat serta juga
melaksanakan kebijakan.
Menurut Friedrick (1963)
Kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang diajukan seseorang, group,
serta juga pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-
kendala yang dihadapi dan juga kesempatan yang memungkingkan pelaksanaan usulan
itu dalam upaya mencapai tujuan.
Menurut Budiarjo (1988)
Kebijakan merupakan sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku
atau juga kelompok politik didalam usaha memilih tujuan-tujuan serta juga cara-cara
untuk mencapai tujuan tersebut.
2.2 Macam-Macam Kebijakan
Dalam suatu pemerintah ada beberapa macam kebijakan, dari sini saya akan
berikan penjelasan mengenai macam-macam kebijakan yang terdapat dalam
pemerintahanyaitu :
1. Kebijakan Keuangan
Uang merupakan suatu hal penting dalam suatu kehidupan manusia. Uang
merupakan salah satu penggerak ekonomi masyarakat suatu negara. Uang
merupakan suatu benda yang telah disepakati bersama sebagai alat perantara tukar
menukar dalam suatu hal perdagangan. Ada banyak sekali fungsi uang yang telah
4
kita ketahui. Selain uang ternyata ada juga yang sering kita dengar yaitu inflasi.
Yaitu kecenderungan naik turunnya suatu barang dan jasa secara terus-menerus
yang diakibatkan dari tidak adanya keseimbangan arus barang dan juga arus uang.
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah
untuk menambah ataupun mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Kebijakan moneter biasanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi dalam jangka
pendek. Kebijakan moneter juga penting dalam pemerintah, sebab hal ini juga dapat
mempengaruhi perekonomian.
3. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan suatu kebijakan yang mengatur mengenai
penerimaan dan juga pengeluaran negara. Sumber-sumber penerimaan negara
diantaranya yaitu pajak, penerimaan bukan pajak, serta bantuan ataupun pinjaman
dalam dan luar negeri. Sedangkan pengeluaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
pengeluaran bersifat rutin, misalnya yaitu membayar gaji pegawai, belanja ataupun
pengeluaran yang bersifat pembangunan. Oleh karena itu kebijakan fiskal memang
sangat penting bagi suatu pemerintahan. Untuk itu kebijakan fiskal memang harus
diperhatikan dengan benar.
2.3 Pengertian dari Peran Masyarakat dalam Pelaksanaan Kebijakan
5
bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan”. Sementara Verhangen
mendefinisikan partisipasi sebagai “bentuk keikutsertaan atau keterlibatan seseorang
(individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu”.
6
Partisipasi masyarakat merupakan prasyarat dan representasi dari terealisasinya
pemerintahan yang demokratis. Partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan
merupakan cara efektif untuk mencapai pola hubungan setara antara pemerintah dan
rakyat. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan membantu pemerintah
mengatasi persoalan dalam penentuan prioritas kebijakan. Partisipasi masyarakat
terhadap implementasi kebijakan publik merupakan proses dan wujud partisipasi politik
masyarakat dalam kehidupan kenegaraan. Kebijakan publik tidak akan terlaksana
secara efektif jika tidak ada partisipasi dari masyarakat. Adanya partisipasi masyarakat
dapat menunjukkan tingkat dukungan masyarakat terhadap kebijakan publik. Partisipasi
masyarakat dalam implementasi kebijakan sangat diperlukan, karena berhasil tidaknya
kebijakan antara lain ditentukan eleh partisipasi aktif masyarakat dari seluruh
masyarakat. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan publik,
baik dalam bentuk sumbangan berupa uang atau harta benda, tenaga, termasuk ikut
melaksanakan apa yang telah diputuskan bersama mutlak diperlukan.
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Pelaksanaan Kebijakan oleh Masyarakat
3.1.1 Urgensi Partisipasi dalam Implementasi Kebijakan
9
Adanya partisipasi masyarakat dapat menunjukkan tingkat dukungan masyarakat
terhadap kebijakan publik. Dengan adanya partisipasi masyarakat yang tinggi,
maka kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah selalu berpihak kepada
kepentingan masyarakat, sesuai dengan dasar negara Pancasila dan UUD 1945
serta tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan.
10
implementasi kebijakan sangat diperlukan, karena berhasil tidaknya kebijakan
antara lain ditentukan eleh partisipasi aktif masyarakat dari seluruh masyarakat.
Untuk itu partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan publik, baik
dalam bentuk sumbangan berupa uang atau harta benda, tenaga, termasuk ikut
melaksanakan apa yang telah diputuskan bersama mutlak diperlukan.
11
Dalam hal implementasi kebijakan publik, pergeseran tersebut dapat
dilihat dari semakin berkembangnya pendekatan partisipatif dan kemitraan dalam
pelaksanaan kebijakan di daerah. Masyarakat menjadi subjek dan penentu proses
kebijakan yang lebih besar. Dengan pendekatan demikian memperlihatkan adanya
penguatan relasi antara hak asasi dan kebijakan publik dalam kerangka
pembangunan. Terkait hal ini, Sutoro Eko menegaskan, pergeseran cara pandang
ini lebih mengedepankan penguatan relasi baru antara hak asasi dan pembangunan
yang melahirkan pendekatan pembangunan berbasis hak (rights-based approach
to development). Pada saat yang sama, pertautan antara partisipasi dan tata
pemerintahan yang baik (good governance) melahirkan semangat baru dalam
partisipasi warga (citizenship participation). Partisipasi warga merupakan hak
fundamental warga negara dalam proses pembangunan dan sekaligus sebagai
prasyarat bagi pembentukan hak-hak lainnya.
12
yang tanggap terhadap tuntutan warga. Dalam konteks ini, pembaruan
“Manajemen Publik Baru” menghendaki adanya partisipasi masyarakat sebagai
suatu keharusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan untuk itu birokrasi
pemerintahan harus mendorong dan menggalakkan adanya pelibatan partisipasi
masyarakat dalam setiap tahapan proses kebijakan publik.
13
keuntungan finansial dari pemerintah maupun para donor. Untuk itu, harus
ada advokasi good societal governance yang dapat dijadikan prinsip
bersama dalam penyelenggaraan negara.
3. Membangun kepedulian dan pelatihan masyarakat. Sesuai dengan prinsip
good governance, stakeholder penyelenggara negara bukan hanya
pemerintah tetapi juga masyarakat dan dunia usaha. Khusus partisipasi
masyarakat diperlukan kepedulian (awareness) dan kemampuan
masyarakat dalam memahami proses partisipasi serta substansi bidang
yang dipartisipasikan. Oleh karena itu, diperlukan pembangunan
kepedulian warga dan pelatihan warga.
14
3.2 Dampak Tidak Berpartisipasinya Masyarakat dalam Pelaksanaan Kebijakan
Berikut adalah dampak atau akibat tidak adanya partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan kebijakan.
1. Perumusan kebijakan publik tidak akan memenuhi hak-hak rakyat secara
menyeluruh.
2. Kebijakan publik bisa jadi tidak seusai dengan kebutuhan dan keinginan
masyarakat.
3. Kebijakan publik tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya masyarakat.
4. Aspirasi masyarakat tidak tersalurkan.
5. Pemikiran-pemikiran masyarakat tidak tersampaikan.
6. Penyelenggaraan pemerintah daerah tidak berjalan sesuai harapan.
3.3 Keterkaitan Antara Demokratisasi dalam Kontek Desentralisasi dengan Partisipasi
Masyarakat
3.3.1 Lingkungan Pendukung
a) Peran Pemerintah
Aspek Regulasi. Terkait dengan regulasi, kenyataan yang ditemukan
menunjukkan bahwa berbagai regulasi di tingkat pusat dan daerah direspon secara
beragam oleh kalangan OMS (Organisasi Masyarakat Sipil). Masalah-masalah yang
ditemui dalam kaitannya dengan regulasi antara lain: (1) kurang maksimalnya
sosialisasi yang dilakukan sehingga regulasi tidak dipahami secara proporsional
oleh kalangan aktivis OMS; (2) konsistensi penegakan aturan yang beragam di
berbagai daerah khususnya sejak era pasca Orde Baru (era reformasi) dimana ada
aturan yang diabaikan sementara di pihak ada aturan yang berusaha ditegakkan
namun tidak direspon secara sama dan konsisten oleh aparat pemerintah di daerah,
bahkan termasuk oleh kalangan LSM sekalipun; (3) adanya variasi implementasi
berbagai aturan pada setiap daerah yang disesuaikan dengan lingkungan sosial
politik di daerah bersangkutan.
Aspek Partisipasi. Dalam hal peran pemerintah untuk menciptakan ruang
partisipasi yang terbuka, pada umumnya di berbagai daerah dikritik oleh kalangan
LSM. Jika diletakkan dalam kerangka pembangunan demokrasi dan upaya
15
pengembangan masyarakat sipil, menurut mereka, ruang partisipasi yang diberikan
kepada warga itu sebenarnya masih terbatas, bukan partisipasi yang memberikan
posisi warga secara bersifat otonom, tetapi lebih pada konteks partisipasi yang
meletakkan posisi warga sebagai objek atau justifikasi belaka. Meskipun banyak
yang mengakui bahwa dibanding era Orde Baru, kondisi partisipasi yang
berkembang sekarang lebih baik, namun hal itu dinilai masih sesuai yang
diharapkan.
Aspek Pendanaan dan Pemberdayaan. Dalam banyak hal, dana
pemerintah jumlahnya banyak dikiritik oleh kalangan OMS khususnya LSM karena
dianggap terlalu mensyaratkan prosedur yang rumit untuk memperoleh-nya. Selain
itu, hanya LSM tertentu terutama yang ada kaitannya dengan pejabat pemda yang
memperoleh dana. Tetapi, alasan utama yang membuat sumber pendanaan dari
pemerintah tersebut juga tidak menarik perhatian OMS, karena ada kecurigaan dan
kekhawatiran akibatnya hanya akan mengganggu dan menghambat aktivitas kritis.
Terkait dengan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh
pemerintah, oleh banyak kalangan OMS pola pendekatannya dianggap masih
menggunakan pendekatan “proyek”, bukan pada substansi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Hal ini mengakibatkan program pemberdayaan dan dana pemerintah
tidak hanya ditolak namun bahkan ditentang oleh banyak OMS yang menuntut agar
yang dijadikan penekanan adalah pendekatan partisipatif dengan melibatkan suara
dan perwakilan masyarakat yang sesungguhnya yang lebih dekat dengan aktivitas
dan dapat ditangkap lebih mendalam oleh OMS.
Akses Informasi. Dalam hal akses informasi, kalangan LSM umumnya
menganggap masih terbatas. Umumnya kalangan OMS menganggap bahwa
pemerintah kurang menunjukkan keterbukaan ketika mereka hendak mengakses
infromasi yang dibutuhkan. Dalam mengakses informasi-informasi publik
katakanlah seperti anggaran, kalangan OMS kebanyakan merasa menghadapi
kesulitan. Jika akhirnya mereka memperoleh informasi, lebih sering menggunakan
pendekatan personal dengan pemerintah.
16
b) Peran Masyarakat
Secara umum di berbagai daerah kenyataan yang ditemukan menunjukkan
bahwa kepercayaan (trust) masyarakat terhadap OMS masih tetap bertahan. Meski
demikian, ada hal yang menarik juga perlu dicatat yaitu bahwa di banyak daerah
tertentu di sisi lain justeru tidak dapat juga diabaikan terdapatnya gejala adanya
degradasi atau distrust yang menunjukkan terjadinya kemerosotan kepercayaan
masyarakat terhadap OMS khususnya LSM. Dalam kaitannya dengan nilai-nilai
lokal yang ada di suatu masyarakat, pada kenyataannya nilai-nilai tersebut ada yang
mendukung perkembangan masyarakat sipil dan di sisi lain ada pula yang sifatnya
menghambat. Kondisi lingkungan lainnya yang tidak kondusif dalam mendorong
pertumbuhan dan kontribusi peran OMS adalah bersumber dari hubungan di antara
sesama OMS atau LSM sendiri yang dalam banyak hal juga diwarnai oleh adanya
saling kecurigaan, pengelompokan, dan persaingan di antara mereka. Hal ini
diindikasikan antara lain dengan adanya kecenderungan untuk memetakan diri pada
forum kerja yang dibentuk sendiri-sendiri, dan gambaran itu merupakan bentuk
koalisi yang berbeda-beda. Kondisi lingkungan yang juga tidak kondusif bagi peran
LSM di Indonesia adalah bersumber dari hubungan pemerintah dan masyarakat
sipil yang masih diwarnai adanya “distrust”. Di banyak daerah, berkembang
pandangan umum dari kalangan pemerintah berdasarkan hasil wawancara dari nara
sumber Kesbangpol dan Bappeda yang melihat LSM sebagai unsur masyarakat
yang seringkali mengganggu pemerintah. Pemerintah menganggap OMS bekerja
tanpa konsep dan hanya sebagai tukang demo saja. Sementara di pihak LSM
berkembang pandangan miring juga dengan menganggap bahwa pemerintah telah
gagal dalam mewujudkan pembangunan masyarakat sipil.
a) Otonomi
Bagian ini berisi tentang generalisasi yang bisa ditarik dari aspek
otonomi dari perkembangan dan dinamika organisasi masyarakat sipil, yang
terdiri dari kemampuan organisasi masyarakat sipil untuk mengambil sikap yang
mandiri, bebas dari intervensi pemerintah atau pihak-pihak eksternal,
17
kemampuan mengorganisir diri dan mengelola sumber daya secara sukarela, dan
kemampuan membangun jaringan dengan sesama organisasi masyarakat sipil, baik
yang ada di daerah maupun dengan entitas masyarakat sipil di tingkat nasional
dan internasional.Aktivis-aktivis dan tokoh-tokoh LSM setuju bahwa LSM
seharusnya menjadi lembaga mandiri, yang mampu bersikap tanpa campur
tangan eksternal. Akan tetapi, kemandirian LSM di Indonesia masih menghadapi
kendala dalam hal: (1) kemampuan mengorganisir diri secara profesional; (2)
kemampuan membangun jaringan dengan lembaga-lembaga sejenis; (3)
kemampuan mendorong voluntarisme; dan (4) kemampuan dalam pendanaan.
Khusus untuk volunterisme para pengurus, motif pembentukan LSM
menjadi faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya volunterisme. Pada
LSM-LSM yang dibentuk dengan semangat ideal normatif, sikap
voluntarisme itu masih tinggi. Selain itu, lingkungan sosial politik di setiap
daerah juga mempengaruhi tinggi rendahnya sikap volunterisme dari pengurus-
pengurus LSM.
b) Keswadayaan
Bagian ini berisi tentang kemampuan organisasi masyarakat
sipil untuk melaksanakan aktivitas dengan pendanaan sendiri, yang berkaitan
dengan penggalangan aksi partisipasi secara volunter, penggalangan dana dari
pengurus, anggota, atau konstitueen, dukungan dana kemitraan dengan
pemerintah, dukungan dana kemitraan dengan donor lain dan donor
internasional, serta dukungan dana fund raising yang dilakukan dari usaha-usaha
mandiri organisasi masyarakat sipil bersangkutan. Pada dasarnya keswadayaan
sebagai sesuatu yang bersumber dari kemampuan OMS dalam upaya
menggalang dukungan masyarakat, termasuk pengurus demi keberlanjutan
aktivitasnya. Namun, hal ini menjadi persoalan yang sulit
sebagaimana yang terugkap pada kebanyakan OMS yang menjadi objek
penelitian, dan mungkin saja untuk sebagian besar OMS di Indonesia. Masalah
utama OMS dari segi keswadayaan antara lain dukungan voluntarisme. Sebab
kenyataannya dalam mendorong berkembangnya volunterisme masya-rakat adalah
18
bahwa kemungkinan-nya amat tergantung pada ideologi dan pilihan peran sosial
LSM sendiri yang kemudian diidentifikasikan oleh masyarakat.
c) Keswasembadaan
Persoalan yang dihadapi adalah bahwa faktor swasembada
direspon secara berbeda-beda oleh kalangan OMS. Dalam hal ini
kelihatannya belum ada kesepahaman di kalangan OMS tentang perlu
tidaknya syarat kapasitas keswasembadaan. Dalam kenyataan yang ditemui,
beberapa daerah memiliki sejumlah LSM yang berhasil membangun
keswasembadaan, sementara pada beberapa daerah lain tidak ditemukan adanya
LSM yang swasembada.
19
mendorong partisipasi masyarakat adalah pendampingan, pemberdayaan
masyarakat atau bantuan teknis untuk memperkuat kapasitas masyarakat.
Di Kendari, pemerintah daerah memberikan dukungan pendanaan (meski
dalam jumlah terbatas) untuk kegiatan pendampingan masyarakat oleh
LSM. Di Papua, beberapa dinas teknis menerima usulan program
pendampingan atau pemberdayaan masyarakat dari LSM yang akan
diimplementasikan oleh LSM yang mengusulkan tersebut. Kendala yang paling
umum ditemui dalam menjalankan peran mediator partisipasi dan advokasi
masyarakat adalah: (1) ketersediaan sumber daya di kalangan LSM yang
diakui masih terbatas; (2) kebergantungan sumber pendanaan untuk
melaksanakan program advokasi dan mediator partisipasi masyarakat; dan
(3) kesediaan masyara-kat untuk berpartisipasi dan penerimaan
masyarakat, terutama pada daerah-daerah rural.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pelaksanaan kebijakan secara sederhana adalah pelaksanaan atau penerapan
suatu kebijakan. Pelaksanaan kebijakan bermuara pada aktifitas, aksi, tindakan, atau
mekanisme yang dibingkai pada suatu sistem tertentu. Pelaksanaan kebijakan
merupakan suatu kegiatan terencana yang dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam negara demokrasi, partisipasi masyarakat dalam segala aspek sangat
diperlukan, terutama dalam penentuan kebijakan publik, sebagai wujud tugas
pemerintah dalam proses pembangunan. Dengan kata lain, partisipasi masyarakat
menjadi mutlak dalam rangka menjalankan prinsip demokratisasi pemerintahan.
Partisipasi masyarakat merupakan prasyarat dan representasi dari
terealisasinya pemerintahan yang demokratis. Sebagai konsekuensinya, penyediaan
ruang bagi partisipasi publik yang seluas-luasnya menjadi suatu keharusan bagi
pemerintah dalam proses kebijakan.
Apabila kurangnya partisipasi masyarakat tehradap proses perumusan
kebijakan dampaknya yaitu perumusan kebijakan publik tidak akan memenuhi hak-
hak rakyat secara menyeluruh.,kebijakan publik bisa jadi tidak seusai dengan
kebutuhan dan keinginan masyarakat, kebijakan publik tidak sejalan dengan nilai-
nilai budaya masyarakat, aspirasi masyarakat tidak tersalurkan, pemikiran-
pemikiran masyarakat tidak tersampaikan, penyelenggaraan pemerintah daerah
tidak berjalan sesuai harapan.
4.2 Saran
Pemerintah daerah hendaknya harus secara konsisten melibatkan masyarakat
dalam proses penyusunan kebijakan, tidak hanya dimomen – momen tertentu saja,
serta memberikan informasi yang komprehensif tentang berbagai kebijakan yang
telah diimplementasikan kepada masyarakat dan membuka ruang dan kemudahan
yang sebesar-besarnya bagi keterlibatan masyarakat dalam implementasi kebijakan
publik tersebut Dalam hal ini, diperlukan program-program sosialisasi, diseminasi
informasi melalui sarana komunikasi massa, dan sebagainya.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://tiar73.wordpress.com/2016/12/18/peranan-partisipasi-masyarakat-dalam-
https://www.researchgate.net/publication/324251032_pentingnya_partisipasi_dan_perana
n_kelembagaan_politik_dalam_proses_pembuatan_kebijakan_publik.html
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/teori-partisipasi-konsep-partisipasi-masyarakat-
dalam-pembangunan-menurut-para-ahli-10.html(diakses pada 25
November 2020).
https://bappeda.temanggungkab.go.id/artikel/detail/pentingnya-partisipasi-masyarakat--
dalam--perencanaan-pembangunan.html(diakses pada 25 November 2020).
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/23/17152991/partisipasi-politik-masyarakat-
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/507-peran-partai-politik-dalam-
penyelenggaraan-pemilu-yang-aspiratif-dan-demokratis.html(diakses pada 25
November 2020).
22