Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN

“Faktor Fisika Kimia Air Laut”

OLEH
KELOMPOK 2

 Icha Wismiati 1805110689


 Mutiara Salsabila Abadi 1805125044
 Rahmah Mailani Areta 1805112632
 St. Aisyah Roesman 1805111412
 Tri Umbar Sari 1805124277
 Yuli Yanti 1805113413

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FKIP UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama proses
penyusunan makalah Ekologi Perairan dengan judul “ Faktor Fisika Kimia Air Laut”

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman kami. Untuk itu kami demgan rendah hati dan dengan tangan terbuka sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Pekanbaru, Februari 2021


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................. 2
C. TUJUAN ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

2.1 FAKTOR FISIKA ................................................................................................... 3

2.1.1 SUHU ......................................................................................................... 3

2.1.2 WARNA ..................................................................................................... 5

2.1.3 TEKANAN ................................................................................................. 6

2.1.4 GELOMBANG ........................................................................................... 6

2.1.5 CAHAYA MATAHARI ............................................................................. 8

2.1.6 KECEPATAN ARUS ................................................................................. 9

2.1.7 Faktor Pasang surut, Salinitas, pH terhadap Perairan Laut ........................10


2.2 FAKTOR KIMIA ....................................................................................................11
2.2.1 SALINITAS..................................................................................................11
2.2.2 OKSIGEN TERLARUT (DO).....................................................................12
2.2.3 DERAJAT KEASAMAN (pH)....................................................................14
2.3 FAKTOR BIOLOGI...................................................................................................15
BAB III PENUTUP ............................................................................................................17
Kesimpulan .............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam
dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996). Indonesia
sebagai negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000
km dan luas laut mencapai 5,8 juta km2 (Dahuri,2004).

Ekosistem perairan, baik perairan sungai, danau maupun perairan pesisir dan laut
merupakan kumpulan dari komponen abiotik (fisik-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang
berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu struktrur fungsional.
Perubahan pada salah satu komponen tersebut tentunya akan dapat mempengaruhi
keseluruhan sistem kehidupan yang ada didalamnya (Fachrul, 2007).

Lautan telah lama dikenal sebagai salah satu ekosistem yang paling besar, paling
kompleks dan paling dinamis di dunia. Terdapat berbagai macam interaksi antara faktor-
faktor penyusun komponen lingkungan laut yang berlangsung sangat cepat dan terus menerus
sehingga sangat menentukan kondisi ekosistem yang ada di lingkungan perairan tersebut.
Lebih dari 80% air yang yang berada di alam merupakan air laut. Air laut menentukan iklim
dan kehidupan di bumi. Sifat dari lingkungan kelautan adalah selalu berubah dan dinamik.
Kadang-kadang perubahan ini berlangsung dalam waktu yang relatif cepat maupun lambat.
Cepat atau lambatnya perubahan ini sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat
perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan apapun
yang terjadi ada yang akan berdampak positif baik bagi suatu kehidupan dan negatif bagi
kehidupan yang lain. Karena terus berubahnya lingkungan, maka organisme yang menempati
kemungkinan juga akan berubah dan dapat merusak ekosistem tersebut. Oleh sebab itu
diperlukan pengkajian mengenai faktor-faktor lingkungan laut sebagai pembentuk ekosistem
lautan.

Sifat air laut terdiri dari sifat fisika dan kimia air. Karakteristik habitat perairan laut
dapat digambarkan dengan bentuk dasar laut dan sifat lingkungan laut yang dinamis dari
paparan pantai ke arah laut. Sifat fisik merupakan sifat air yang umumnya dapat dilihat
obyeknya dan dirasakan oleh kita. Sifat fisik yang akan dibahas pada makalah ini meliputi
suhu, warna, tekanan, gelombang, cahaya matahari, arus, dan pasang surut. Sementara itu,
Sifat kimia air merupakan sifat unsur air yang dapat berubah melalui proses persenyawaan
dalam air. Sifat kimia yang akan dibahas meliputi Salinitas, pH, Oksigen terlarut, Nitrat, dan
Phosfat.

1
1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Faktor-faktor apa saja yang terdapat pada lingkungan perairan laut?

1.2.2 Apa saja yang dapat mempengaruhi faktor-faktor lingkungan tersebut??

1.2.3 Bagaimana keterikatan hubungan antara faktor-faktor tersebut?

1.3 Tujuan penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang terdapat pada lingkungan perairan laut

1.3.2 Untuk mengetahui apa saja yang dapat mempengaruhi faktor-faktor lingkungan pada
perairan laut

1.3.3 Untuk mengetahui Bagaimana keterikatan hubungan antara faktor-faktor tersebut

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Faktor fisika

Sifat fisika merupakan sifat air yang umumnya dapat dilihat obyeknya dan dirasakan
oleh kita. Faktor-faktor fisika yang terdapat dilingkungan laut meliputi suhu, warna, tekanan,
gelombang, cahaya matahari, arus, dan pasang surut.

2.1.1 Suhu

Suhu di laut merupakan faktor yang penting bagi kehidupan organisme laut. Suhu
mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan organisme (Hutabarat dan
Evans, 1986). Suhu diukur dengan satuan derajat. Suhu dapat juga didefinisikan sebagai
pengukuran langsung terhadap rata-rata energi kinetik yang membentuk substansi yang dapat
memberikan respons terhadap masukan atau keluaran panas (Garrison, 2006).

Beberapa kondisi meteorologi yang mempengaruhi suhu permukaan laut antara lain
curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas
radiasi matahari. Perubahan suhu di laut berpengaruh terhadap gejala fisika di laut dan biota
laut. Sebagian besar air samudra dingin karena matahari hanya mampu menembus perairan
laut sampai beberapa meter saja. Perairan laut di Indonesia umumnya memiliki sebaran suhu
secara vertikal.

Sebaran suhu secara vertikal terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu

1. Epilipnion atau lapisan hangat di bagian teratas, atau biasa disebut mixed layer atau
lapisan campuran (10-500 m), dimana pada lapisan ini gradien suhu berubah secara
perlahan. Mixed layer dipengaruhi oleh musim dan pasang surut.
2. Termoklin di bagian tengah (500-1000 m). Merupakan lapisan dimana gradien suhu
berubah secara cepat sesuai dengan pertambahan kedalaman. Pada lapisan ini,
perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0,1ºC untuk setiap pertambahan
kedalaman satu meter. Termoklin di daerah ekuator terlihat lebih jelas karena
tingginya suhu di lapisan permukaan, sedangkan termoklin di daerah beriklim sedang
dan dingin cenderung berubah-ubah karena adanya perubahan musim dari bagian
tahun yang satu ke tahun yang lainnya.
3. Hipolimnion merupakan lapisan dingin di bagian bawah lapisan termoklin atau biasa
disebut dengan deep layer, ( >1000 m). Dimana pada lapisan ini suhu air laut konstan
sebesar 4ºC.

Suhu air laut dipengaruhi oleh pemanasan matahari. Pengaruh pemanasan berbeda-
beda untuk daerah yang terletak pada lintang yang berbeda. Daerah tropis lebih banyak
menerima panas daripada daerah lintang tinggi dan kutub. Perbedaan jumlah panas yang
diterima permukaan bumi di tempat yang terletak pada lintang yang berbeda, merupakan
akibat dari bentuk bumi yang bulat.

3
Suhu merupakan parameter fisik perairan yang penting. Suhu permukaan laut di
seluruh dunia sangat bervariasi. Suhu di bawah permukaan bervariasi tergantung kedalaman,
sirkulasi udara, turbulensi, lokasi geografi, dan jarak dari sumber panas (sebagai contoh
gunung berapi) (Bhatt, 1978). Suhu perairan dapat diukur menggunakan alat pengukur suhu
yang biasa disebut termometer.

Perubahan temperatur air laut disebabkan oleh perpindahan panas dari massa yang
satu ke massa yang lainnya. Selain itu juga, perubahan suhu disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya :
 Pergerakan air, air laut selalu bergerak sehingga panas yang diterimanya
dijalarkan dan disebar keseluruh bagian permukaan laut
 Permukaan air laut bertindak sebagai cermin, sehingga panas matahari yang
diterimanya dipantulkan kembali. Sedangkan panas yang diterima air sebagian
digunakan untuk penguapan
 Kondisi malam hari, dimana uap air diatas permukaan air laut yang telah
menjadi dingin menghalangi pelepasan panas.

• Kenaikan temperatur permukaan laut disebabkan oleh :


– Radiasi dari angkasa dan matahari
– Konduksi panas dari atmosfir
– Kondensasi uap air

• Penurunan temperatur permukaan laut disebabkan oleh :


– Radiasi balik permukaan laut ke atmosfir
– Konduksi balik panas ke atmosfir
– Evaporasi (penguapan)

Perubahan suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak
mengenai daerah ekuator dibanding daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang
merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai
kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah
kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans,
1986). Suhu air permukaan diperairan Indonesia umumnya berkisar antara 28-31ºC.

Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan
semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang
masuk kedalam perairan. Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah
pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena
daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu
bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai suhunya rendah dan stabil.
Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar
matahari yang banyak diserap oleh permukaan. Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter
suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada

4
kedalaman melebihi 1000 meter suhu air laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2 –
4 0C (Sahala Hutabarat,1986). Air dengan densitas yang rendah akan berada dilapisan atas
dan air dengan densitas tinggi akan berada pada lapisan bawah.

Suhu secara tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan flora dan fauna laut,
komposisi kimia air laut, sirkulasi massa air, dan cepat rambat gelombang akustik. Naiknya
suhu air akan menimbulkan akibat seperti menurunkan jumlah oksigen terlarut di dalam air,
meningkatkan kecepatan reaksi kimia, mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya,
dan apabila batas suhu yang mematikan terlampaui maka ikan dan hewan air lainnya
mungkin akan mati (Kristanto, 2002).

2.1.2 Warna

Tingkat kecerahan atau kekeruhan yang berbeda pada laut selain disebabkan oleh
penetrasi cahaya yang masuk juga diakibatkan oleh tanaman yang hidup di dasarnya seperti
alga yang terdapat pada laut merah, dan endapan atau sedimen yang terbawa didalam air.
Seperti warna coklat yang merupakan endapan yang terbawa aliran air sehingga membuat
warnanya nampak keruh. Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam
air karena sifat air laut yang mengandung sejumlah besar partikel dalam suspensi yang sering
di sebut dengan kekeruhan.

Sedangkan pada perairan estuari yang kekeruhannya tinggi, produktivitasnya


perairannya akan rendah. Hal ini mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis karena
penetrasi cahaya matahari terhalang oleh partikel-partikel yang disebabkan oleh kekeruhan
tersebut. Terganggunya proses fotosintesis menyebabkan fungsi utama fitoplankton sebagai
produsen primer, pangkal rantai makanan dan fundamen yang mendukung kehidupan seluruh
biota di estuari menjadi terganggu, sehingga kehidupan seluruh biota juga akan terancam
(Nontji, 1993).

Intesitas cahaya mempengaruhi pola sebaran organisme. Ada sebagian organisme


yang menyukai cahaya dengan intesitas cahaya yang besar, namun ada juga organisme yang
lebih menyukai cahaya yang redup. Pada bagian bawah laut, cahaya matahari mempunyai
pengaruh besar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk fotosintesis
tumbuh-tumbuhan air dan fitoplankton. Air laut berwarna karena proses alami, baik yang
berasal dari proses biologis maupun non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa
humus, gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat berupa
senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan lain-lain. Selain itu
perubahan warna air laut dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menghasilkan
limbah berwarna. Air laut dengan tingkat warna tertentu/dapat mengurangi proses fotosintesa
serta dapat menganggu kehidupan biota akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis
bentos.

Warna air laut di pengaruhi :

1. Endapan

5
contoh : laut hitam karena pengaruh endapan tanah loss dari Rusia yang berwarna hitam

2. Organisme

Contoh : laut merah karena pengaruh ganggang merah yang memantulkan warna merah

3. Adanya pemantulan sinar matahari oleh air laut

2.1.3 Tekanan

Tekanan dapat diartikan sebagai gaya persatuan luas. Dengan prinsipnya semakin
kedalam, tekanan air laut akan semakin besar, hal ini disebabkan oleh semakin besarnya gaya
yang bekerja pada lapisan yang lebih kedalam.

Satuan tekanan sering digunakan untuk mengukur kekuatan dari suatu cairan atau
gas.Satuan tekanan bisa dihubungkan dengan satuan volume (isi) dan suhu. Semakin tinggi
tekanan di dalam suatu tempat dengan isi yang sama, maka suhu akan semakin tinggi. Hal ini
bisa digunakan untuk menjelaskan mengapa suhu di pegunungan lebih rendah daripada di
dataran rendah, karena di dataran rendah tekanan lebih tinggi. Namun pernyataan tersebut
tidak selamanya benar atau terkecuali untuk uap air, apabila tekanan uap air ditingkatkan
maka akan terjadi perubahan dari gas kembali menjadi cair. Rumus tekanan bisa juga
digunakan untuk menerangkan mengapa pisau yang diasah dan permukaannya menipis
menjadi tajam. Semakin kecil luas permukaan, dengan gaya yang sama akan dapatkan
tekanan yang lebih tinggi. Tekanan udara bisa diukur dengan menggunakan barometer.

2.1.4 Gelombang

Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin di atas permukaan laut dan
tekanan tangensial pada partikel air. Pada mulanya, angin yang bertiup di permukaan laut
menimbulkan riak gelombang (ripples).

Saat angin berhenti bertiup, riak gelombang akan hilang dan permukaan laut kembali
rata. Apabila angin bertiup lama, riak gelombang akan membesar walaupun angin kemudian
berhenti bertiup. Gelombang akan rata kembali menjadi ombak sederhana saat meninggalkan
daerah asal tiupan angin. Ombak sederhana terlihat sebagai alun (sweel) yang terjadi di laut
pada keadaan tenang. Panjang gelombang merupakan jarak antara satu puncak ke puncak
berikutnya atau satu lembah ke lembah berikutnya. Sementara itu tinggi gelombang
merupakan jarak antara titik puncak dan titik lembah (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

Puncak gelombang merupakan titik tertinggi dari gelombang. Lembah merupakan


titik terendah dari gelombang. Gelombang umumnya memiliki periode, yaitu waktu yang
dibutuhkan puncak/lembah untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut. Sementara
itu, ada juga kemiringan gelombang yaitu perbandingan antara panjang gelombang dengan
tinggi gelombang.

Gelombang yang pecah saat menuju pantai dan terdampar di dasar perairan pantai
yang dangkal disebut gelombang pecah atau surf. Gelombang pecah perlahan-lahan dan
menggulung ke arah pantai disebut gelombang tumpah atau spilling breaker. Gelombang

6
membubung ke atas dan segera pecah, terjadi pada dasar pantai yang terjal disebut
gelombang plunging breaker.

Gelombang yang sama sekali tidak pecah tetapi mendorong air ke atas ke darat dan
menyedotnya kembali yang terjadi pada pantai terjal disebut surging breaker (Rohmimohtarto
dan Juwana, 1999).

Jenis-jenis Gelombang menurut Romimohtarto dan Juwana, 1999)

 Gelombang pecah (surf)


 Gelombang tumpah (spiling breaker)
 Gelombang meloncat ( pluging breaker )
 Gelombang penerpa ( surging )

Tipe pecahnya gelombang dipengaruhi oleh kemiringan pantai, periode gelombang, panjang,
tinggi dan kecuraman. Sifat gelombang paling tidak dipengaruhi oleh tiga bentuk angin. Tiga
bentuk angin tersebut antara lain kecepatan angin, waktu di mana angin bertiup dan jarak
tanpa rintangan di mana angin sedang bertiup (Hutabarat dan Evans, 1986).

a. Kecepatan angin
Pada umumnya makin besar kecepatan angin bertiup, makin besar gelombang yang
terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dengan panjang
gelombang yang besar. Gelombang yang terbentuk puncaknya kurang curam jika
dibandingkan dengan yang dibangkitkan oleh angin berkecepatan lemah.

b. Waktu di mana angin sedang bertiup

Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang cenderung meningkat sesuai dengan


meningkatnya waktu saat angin pembangkit gelombang mulai bertiup.

c. Jarak tanpa rintangan di mana angin sedang bertiup (fetch)

Pentingnya fetch dapat diketahui dengan membandingkan gelombang yang terbentuk


pada kolom air yang relatif kecil seperti danau di daratan dengan yang terbentuk di
lautan bebas. Gelombang yang terbentuk di danau fetch-nya lebih kecil, panjang
gelombangnya hanya beberapa centimeter saja sedangkan yang di lautan bebas,
kemungkinan fetch-nya lebih besar, panjang gelombang mencapai beberapa ratus
meter.

Bentuk gelombang akan berubah dan pecah saat tiba di pantai. Ini disebabkan oleh
gerakan melingkar dari partikel yang terletak di bagian paling bawah gelombang dipengaruhi
oleh gesekan dari dasar laut di perairan yang dangkal. Bekas jalan kecil yang ditinggalkan
menjadi elips bentuknya. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap sifat gelombang.
Gelombang bergerak ke depan dan tinggi gelombang naik sampai mencapai 80% dari
kedalaman perairan. Bentuk ini menjadi tidak stabil, hingga kemudian pecah, yang disertai
dengan gerakan maju ke depan yang berkekuatan besar (Hutabarat dan Evans, 1986).

7
Secara ekologis gelombang paling penting di daerah pasang surut (perairan dangkal).
Di bagian laut agak dalam pengaruhnya menurun, dan di perairan oseanik ia mempengaruhi
pertukaran udara. Gelombang ditimbulkan oleh angin, pasang-surut dan kadang-kadang oleh
gempa bumi dan gunung meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai sifat
penghancur. Biota yang hidup di daerah pasang surut harus mempunyai daya tahan terhadap
pukulan gelombang. Gelombang dengan mudah menjebol alga-alga dari substratanya.
Diduga, gelombang juga mengubah bentuk karang-karang pembentuk terumbu. Gelombang
mencampur gas atmosfir ke dalam permukaan air sehingga memulai proses pertukaran gas.

2.1.5 Cahaya Matahari

Cahaya merupakan salah satu energy yang bersumber dari radiasi matahari. Cahaya
matahari terdiri atas beberapa macam panjang gelombang. Jenis panjang gelombang,
intensitas cahaya, dan lama penyinaran cahaya matahari berperan dalam kehidupan makhluk
hidup. Misalnya, tumbuhan memerlukan cahaya dengan panjang gelombang tertentu (dari
matahari dan sumber lain) untuk proses fotosintesis.

Matahari memberikan energy yang menggerakkan hampir seluruh ekosistem, meskipun


hanya tumbuhan dan organism fotosintetik lain yang menggunakan sumber energy ini secara
langsung. Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung,
yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi
tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor
penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut (Romimohtarto &
Juwana, 2001, hlm: 23). Dalam lingkungan akuatik, intensitas dan kualitas cahaya
membatasi persebaran organism fotosintetik. Setiap meter kedalaman air secara selektif
menyerap 45% cahaya merah dan sekitar 2% cahaya biru yang melaluinya. Sebagai hasilnya,
sebagian besar fotosintesis dalam lingkungan akuatik terjadi relative di dekat permukaan air.

Cahaya juga penting bagi perkembangan dan perilaku banyak tumbuhan dan hewan
yang sensitive terhadap fotoperiode, yaitu panjang panjang ralatif siang dan malam hari.
Fotoperiode merupakan suatu indicator yang dapat memberikan pentunjuk mengenai kejadian
musiman, seperti perbungaan atau perpindahan (migrasi).

Di laut dalam, hampir tidak ada cahaya, kecuali pada zona mesopelagik dimana pada
waktu atau kondisi tertentu masih terdapat sedikit cahaya matahari. Intensitas cahaya di zona
ini sangat rendah, sehingga tidak memungkinkan adanya produksi primer di laut dalam.
Cahaya yang ada biasanya berasal dari hewan-hewan laut dalam. Untuk beradaptasi, ikan laut
dalam memiliki indra khusus untuk mendeteksi makanan dan lawan jenis, keperluan

8
reproduksi serta mempertahankan asosiasinya, baik bersifat intra maupun inter-spesies
(Dahuri, 2003, hlm: 90).

2.1.6 Kecepatan Arus

Arus di permukaan merupakan pencerminan langsung dari pola angin yang bertiup pada
waktu itu. Jadi arus permukaan ini digerakan oleh angin dan begitupun arus dibawahnya ikut
terbawa. Arus dilapisi oleh permukaan laut berbelok ke kanan dari arah angin dan arus
dilapisan bawahnya akan berbelok lebih ke kanan lagi dari arah arus permukaan. Hal ini
disebabkan adanya gaya cariolis (Cariolis Force), yaitu gaya yang diakibatkan oleh
perputaran bumi. Jika terjadi divergensi atau pembuyaran arus permukaan maka akan terjadi
upwelling, yakni naiknya massa air dari lapisan bawah laut kelapisan permukaan dan jika
terjadi konvergensi atau pemusatan arus permukaan, maka akan menyebabkan downwelling,
yakni turunnya massa air dari lapisan atas kelapisan bawah.

Air memiliki sifat yang sangat baik sebagai transportasi panas karena memiliki kapasitas
panas yang tinggi. Arus hangat di sisi sebelah kanan membawa sejumlah panas dari ekuator
ke kutub, sementara itu arus dingin mengalir berlawanan arah pada sisi sebelah timur. Arus di
lautan seperti alat pengukur suhu raksasa, memiliki suhu hangat di daerah kutub, dingin di
daerah tropis dan mempengaruhi iklim di bumi (Castro dan Huber, 2000). Suhu permukaan
laut berperan dalam mengangkut panas.

Sistem arus laut dunia memiliki tiga kategori arus, yaitu arus kutub, arus sejajar ekuator,
dan arus subtropis. Pertama, arus kutub adalah arus yang benar-benar mengelilingi daerah
kutub selatan (Antartic Circumpolar Current) yang terdapat pada 60o LS. Kedua, aliran air di
daerah ekuator yang mengalir dari arah barat ke timur tetapi mereka dibatasi oleh arus-arus
sejajar yang mengalir dari timur ke barat baik di belahan bumi utara maupun di belahan bumi
selatan. Ketiga, daerah subtropis ditandai oleh adanya arus-arus berputar yang dikenal
sebagai Gyre. Terdapat kecenderungan bahwa sistem utama lautan dunia mempunyai satu
Gyre yang masing-masing terdapat di sebelah utara dan selatan ekuator. Aliran air Gyreyang
terdapat di belahan bumi utara mengalir searah jarum jam, sedangkan yang terdapat di
belahan bumi selatan mengalir berlawanan dengan jarum jam (Hutabarat dan Evans, 1986).
Sirkulasi arus permukaan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan daratan Australia,
pada bulan Desember-Februari di Belahan Bumi Utara (BBU) sehingga akan terjadi musim

9
dingin, sedangkan pada Belahan Bumi Selatan (BBS) sehingga akan terjadi musim panas. Hal
ini disebabkan adanya tekanan tinggi di Asia dan tekanan rendah di Australia.

Angin muson bergerak dengan arah-arah tertentu. Oleh karena itu perairan Indonesia
dibagi menjadi empat musim yaitu musim barat, musim timur, musim pancaroba satu dan
musim pancaroba dua (Wyrtki, 1961). Air laut digerakkan oleh dua sistem angin, di dekat
khatulistiwa angin pasat (trade wind) menggerakkan permukaan air ke arah barat. Sementara
itu, di daerah lintang sedang (temperate), angin baratan (westerlies wind) menggerakkan
kembali permukaan air ke timur. Akibatnya di samudra-samudra akan ditemukan sebuah
gerakan permukaan air yang membundar.

Secara terus menerus air laut bergerak mengelilingi bumi dalam suatu sabuk aliran yang
sangat besar yang biasa disebut global conveyor belt. Pergerakan terjadi dari permukaan ke
dalam samudra dan kembali lagi ke permukaan. Sabuk aliran global ini dipengaruhi oleh
angin, salinitas dan temperatur air laut. Sabuk aliran ini mempunyai peran untuk
memindahkan energi panas yang dipancarkan oleh Matahari ke Bumi. Dalam pergerakan air
laut mengelilingi Bumi dalam suatu sabuk aliran global memerlukan waktu lama yaitu sekitar
1000 tahun. Conveyor belt ini dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu:

1. Sirkulasi yang dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas air laut. Densitas air laut
ini bergantung pada temperatur dan salinitas. Sirkulasi ini biasa disebut sebagai
sirkulasi termohalin (dari kata thermo yang berarti energi panas dan haline yang
berarti garam).
2. Sirkulasi yang dibangkitkan oleh angin permukaan. Hal ini mengakibatkan adanya
arus permukaan laut. Sebagai contoh dari arus yang dibangkitkan oleh angin adalah
arus Gulf Stream.

2.1.7 Faktor Pasang surut, Salinitas, pH terhadap Perairan Laut

 Pasang Surut
Pasang surut adalah naik dan turunnya air permukaan laut secara periodik selama
suatu interval waktu tertentu. Pasut merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi karena
pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Ada 2 (dua) macam pasang surut
yang terjadi, yakni: 
a. Pasang Purnama, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut tertinggi (besar).
Pasang besar terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan kalender bulan)dan pada tanggal 14 (saat
bulan purnama). Pada kedua tanggal tersebut posisi bumi-bulan-matahari berada pada satu
garis (konjungsi) sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan matahari berkumpul menjadi satu

10
menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang menghadap ke bulan mengalami pasang
naik besar.

b. Pasang Perbani, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut terendah (kecil).
Pasang kecil ini terjadi pada tanggal 7 dan 21 kalender bulan. Pada kedua tanggal tersebut
posisi matahari – bulan – bumi membentuk sudut 90°. Gaya tarik bulan dan matahari
terhadap bumi berlawanan arah sehingga kekuatannya menjadi berkurang (saling
melemahkan).

Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya muka air laut secara periodik yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Permukaan air laut naik hingga ketinggian
maksimum disebut pasang tinggi (high water) kemudian turun sampai ketinggian minimum
disebut pasang rendah (low tide). Perbedaan ketinggian antara pasang tinggi dan pasang
rendah dikenal dengan tidal range. Pasang yang mempunyai ketinggian maksimum dikenal
dengan spring tide, sedangkan yang mempunyai tinggi minimum dikenal dengan neap tide
(Hutabarat dan Evans, 1986). Pasang tertinggi biasanya terjadi saat bulan penuh atau bulan
baru, sedangkan pasang terendah terjadi saat bulan seperempat atau tiga perempat. Gambaran
terjadinya pasang tertinggi dan pasang terendah.

2.2 Faktor Kimia Lingkungan Laut

2.2.1 Salinitas

Salinitas adalah banyaknya zat terlarut. Zat padat terlarut meliputi garam-garam
anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup, dan gas-gas terlarut
(Nybakken, 1992). Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut
dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00 (permil, gram per liter) (Nontji,
1986). Ciri paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang ialah rasanya yang
asin. Ini disebabkan karena didalam air laut terlarut garam-garam yang paling utama adalah
natrium klorida (NaCl) yang sering disebut garam dapur. Selain NaCl, di dalam air laut
terdapat pula MgCl2, kalium, dan kalsium. Menurut teori, zat-zat garam berasal dari proses
outgassing, yaitu rembesan kulit bumi didasar laut berbentuk gas kepermukaan dasar laut.
Hasil kikisan kerak bumi terlarut dengan gas dari kulit bumi dasar laut dan air sehingga
menghasilkan garam di laut. Zat kimia terlarut yang membentuk garam yang diukur sebagai
salinitas adalah CI, Na, SO4, dan Mg yang merupakan komponen utama sebesar 99,7% dari
jumlah zat terlarut dalam air laut, sisanya 0,3% yang walaupun jumlahnya sedikit dapat
mempengaruhi kehidupan di laut dan sebaliknya kepekatan zat ini ditentukan oleh aktifitas
kehidupan laut.
Di perairan pantai karena terjadi pengenceran misalnya karena pengaruh aliran sungai
salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat,
salinitas bisa meningkat tinggi. Air payau adalah istilah umum yang digunakan untuk
menyatakan air yang salinitasnya antara air tawar dan air laut. Perairan estuari atau daerah
sekitar kuala dapat mempengaruhi struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan
pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat juga pengadukan
air sangat menentukan (Nontji, 1986).
Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup
akuatik melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota air
ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya
mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis yang hidup di dasar laut (bentos)
mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya. Salinitas dapat

11
menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Umumnya, kandungan garam dalam sel-sel biota
laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Jika sel-sel tersebut
berada di lingkungan dengan salinitas yang berbeda maka suatu mekanisme osmoregulasi
diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan lingkungannya. Pada
kebanyakan biota air, penurunan salinitas biasanya bersamaan dengan penurunan salinitas
dalam sel. Suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada penurunan salinitas yang
nyata. Kemampuan untuk menghadapi fluktuasi yang berasal dari salinitas terdapat pada
kelompok-kelompok binatang beraneka ragam dari protozoa sampai ikan. Biota estuarina
biasanya mempunyai toleransi terhadap variasi salinitas yang besar (eury-halin) contohnya
seperti ikan bandeng. Salinitas yang tak sesuai dapat menggagalkan pembiakan dan
menghambat pertumbuhan biota air.
Salinitas merupakan kadar garam yang terkandung di perairan. Salinitas dapat
didefinisikan menjadi jumlah total material solid terlarut dalam 1 kilogram air saat seluruh
karbon dikonversi menjadi oksida, seluruh bromin dan iodin digantikan oleh klorin dan
seluruh organik matter sudah teroksidasi (Thurman, 1993). Garam di laut berasal dari dasar
laut karena proses rembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas. Bersama gas ini
terlarut juga hasil kikisan kerak bumi dan air dalam perbandingan yang tetap sehingga
terbentuk garam di laut. Zat-zat terlarut tersebut dapat dibagi menjadi empat kelompok
(Romimohtarto dan Juwana, 1999): 1. Konstituen utama : Cl, Na.SO2 dan Mg 2. Gas
terlarut : CO2, N2 dan O2 3. Unsur hara : Si, N dan P 4. Unsur runut : I, Fe. Mn, Pb dan Hg
Salinitas di laut umumnya merupakan sejumlah garam terlarut (gram) dalam 1000 gram
air laut. Salinitas di laut bervariasi antara 33‰ - 38‰ dengan rata-rata adalah 35‰. Salinitas
air laut mengalami perbedaan karena pengaruh evaporasi dan presipitasi, run off dari sungai,
pendinginan maupun pencairan es. Di daerah dengan evaporasi yang tinggi (sebagai contoh
Laut merah), salinitas dapat mencapai 40‰, tetapi yang dekat dengan muara sungai akan
rendah yaitu sekitar 20‰. Pada umumnya salinitas tinggi terjadi di ekuator (Bhatt, 1978).
Salinitas di perairan bervariasi tergantung kedalaman. Perubahan salinitas yang besar
terjadi antara 100 sampai 1000 meter. Pada zona ini variasi salinitas yang cepat disebut
dengan lapisan haloklin. Perubahan salinitas yang cepat berhubungan dengan suhu dan
oksigen terlarut
Pengukuran salinitas harus dilakukan dengan akurat. Salinitas laut dapat diukur dengan
menggunakan eletrical conductivity atau juga salinometer. Perairan laut mengalami
percampuran dengan baik dan kelimpahan komponen esensial relatif konstan, kondisi ini
membuat pengukuran kimia pada salinitas menjadi sederhana. Adanya komposisi yang
konstan, maka penting untuk mengukur konsentrasi pada satu pada salinitas pada contoh air.
2.2.2 Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH air yang normal atau netral yaitu antara pH 6 sampai pH 8 (Fardiaz, 1992). Air
yang pH-nya kurang dari 7 bersifat asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari 7 bersifat basa.
Tanah yang bersifat asam akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan logam berat yang
berlebihan dalam tanah (Darmono, 1995). Perubahan pH yang sangat asam maupun basa
akan mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena menyebabkan terganggunya
metabolisme dan respirasi.
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah
perubahan pH. Perubahan pH yang sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk
terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan

12
ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut
permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan
pH dapat berakibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta
mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat
yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar
toksisitas NiCN sampai 1000 kali.
pH merupakan konsentrasi ion hidrogen (H+ ) di dalam air, yang besarannya
dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Keberadaan ion hidrogen
menggambarkan derajat keasaman. Derajat keasaman (pH) berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas
dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Besaran pH berkisar antara 0-14, nilai pH
kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam sedangkan nilai di atas 7 menunjukkan
lingkungan yang basa, untuk pH = 7 disebut sebagai netral. Sebagian besar hewan akuatik
sensitif terhadap perubahan pH. pH yang disukai biota akuatik berkisar antara 7-8,5.
Perubahan nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan. Pada pH netral,
umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik, sedangkan jamur menyukai pH yang rendah.
Oleh karena itu proses dekomposisi bahan organik dapat berlangsung dengan cepat pada
kondisi pH netral dan alkalis (Effendi, 2003).
Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran
yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7-8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga
(buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Nybakken,
1992). Toleransi untuk kehidupan akuatik terhadap pH bergantung kepada banyak faktor
meliputi suhu, konsentrasi oksigen terlarut, adanya variasi bermacam-macam anion dan
kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7-9) merupakan perairan yang produktif dan
berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral
yang dapat diasimilasi oleh fitoplankton.
Tidak optimalnya pH air akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan ikan. pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola
hubungan terbalik. Semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan
demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung garam
CaCO3.
Saat matahari bersinar terjadi pelepasan oksigen oleh proses fotosintesis yang
berlangsung secara intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang
dikonsumsi melalui proses respirasi. Kadar oksigen terlarut ini dapat melebihi kadar oksigen
jenuh (saturasi) sehingga perairan akan mengalami super saturasi. Karbon berasal atmosfer
dan perairan terutama lautan. Laut mengandung lima puluh kali lebih banyak daripada karbon
di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Oleh
karena itu karbon yang terdapat di laut dapat berpengaruh terhadap karbondioksida di
atmosfer (Effendi, 2003).
Terkait dengan pH, hubungannya dengan karbondioksida dalam perairan dapat terjadi
asidifikasi. Asidifikasi itu sendiri merupakan proses turunnya kadar pH air laut yang terjadi
akibat penyerapan karbondioksida di atmosfer akibat dari kegiatan manusia (seperti
penggunaan bahan bakar fosil). Proses asidifikasi secara sederhana adalah karbon dioksida
dari pembakaran bahan bakar fosil terakumulasi dalam atmosfer, menyebabkan pemanasan
global, kemudian berpengaruh terhadap perairan. Karbon dioksida yang diserap oleh laut

13
kemudian bereaksi dengan air laut membentuk asam karbonat dan meningkatkan keasaman
air laut. karbondioksida dapat berasal dari berbagai aktivitas, di antaranya hasil buangan
industri, peternakan, kendaraan, pembukaan lahan; dapat dikatakan bahwa sesuatu yang
sifatnya menghasilkan energi dapat menghasilkan gas ini. Bahkan manusia juga menyuplai
CO2 melalui proses pernapasan. Asidifikasi secara tidak langsung dapat menghancurkan
ekosistem laut dan mengancam produktivitas perikanan. Hal tersebut terjadi karena
berkurangnya persediaan karbonat, sebagai zat yang digunakan oleh puluhan ribu spesies
hewan laut untuk membentuk cangkang dan tulang (kerangka). Dampak yang dapat
ditimbulkan akibat Asidifikasi antara lain air laut menjadi korosif dan dapat melarutkan
cangkang (jika keasaman lautan cukup tinggi), melemahkan pertumbuhan hewan laut dan
terumbu karang beserta jutaan spesies hewan laut yang bergantung kepadanya. Asidifikasi
samudra dapat mengganggu efektivitas organisme laut dalam melakukan reproduksi. Proses
pengasaman tersebut dapat mengganggu indra penciuman spesies laut.
2.2.3 Oksigen terlarut (D0)

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar kehidupan tanaman dan hewan di dalam air.
kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk
mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak
tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air
dengan kecepatan terbatas. kemudian oksigen terlarut ini dimanfaatkan oleh organisme
perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme tersebut. air
yang tidak mengandung oksigen terlarut jarang dtemukan di samudra. dan fitoplankton dan
diperlukan untuk pernapasan bagi biota air. Oksigen dihasilkan oleh proses fotosintesis dari
tumbuh-tumbuhan air.

oksigen terlarut menggambarkan kandungan oksigen terlarut yang terdapat dalam suatu
perairan, sumber masukan oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari difusi udara dan
fotosintesis. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara
harian (diurnal) dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan
(turbulence) massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air.
Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen
terlarut hingga mencapai 0 (nol) atau anaerob (Prasetyianingtyas et al, 2012). Oksigen terlarut
(DO) adalah konsentrasi

Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air yang berasal
dari hasil fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air serta hasil difusi dari udara. Oksigen
terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh

14
organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. selain pengukuran konsentrasi oksigen juga
perlu dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air.

Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efesiensi pengambilan oksigen oleh
biota laut, sehingga dapat enurunkan kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam
lingkungannya. kadar oksigen terlarut di perairan indonesia berkisar anatara 4,5 dan 7,0 ppm.

 Nitrat

nitrat merupakan bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakn nutrien utama yang
berguna bagi pertumbuhan tanaman dan alga. nitrat sangan mudah larut dalam air dan bersifat
stabil. senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.
Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia yang berlangsung dalam kondisi aerob
menjadi nitrit dan nitrat adalah proses penting dalam siklus nitrogen. Oksidasi ammonia
(NH3) menjadi nitrit (NO2) dilakukan oleh bakteri Nitrosomonar. jenis bakteri ini adalah
bakteri kemotrofik yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi (Effendi,
2003).

Senyawa nitrat terdapat di perairan laut dalam bentuk yang beragam mulai dari molekul nitrat
terlarut hingga bentuk anorganik dan organik. Senyawa nitrat merupakan salah satu senyawa
yang sangat penting dalam air laut. Senyawa nitrat tersebut sangat dipengaruhi oleh
kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat oksigen rendah, nitrat bergerak menuju
ammonia, sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi nitrogen bergerak menuju nitrat. Dengan
demikian, nitrat merupakan akhir dari oksidasi nitrogen dalam air. Unsur nitrogen yang
terdapat dalam senyawa nitrat merupakan zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan oleh
pertumbuhan fitoplankton (Saeni, 1989).

 Phosfat

Unsur fosfat merupakan salah satu unsur esensial bagi pembentukan protein dan metabolisme
sel organisme. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan mempunyai
pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Fosfat yang
terdapat dalam air laut baik terlarut maupun tersuspensi keduanya berada dalam bentuk
anorganik dan organik. Senyawa fosfat anorganik yang terkandung dalam air laut umumnya
berada dalam bentuk ion asam fosfat, H3PO4, kira–kira 10 % dari fosfat anorganik terdapat
sebagai ion PO4 3- dan sebagian besar (90 %) dalam bentuk HPO4 2- (Hutagalung dan
Rozak, 1997). Fosfat yang diserap oleh organisme tumbuhan adalah dalam bentuk
15
orthofosfat. Sumber fosfat dalam perairan dapat berasal dari udara, pelapukan batuan,
dekomposisi bahan organik, pupuk buatan (limbah pertanian), limbah industri, limbah rumah
tangga dan mineral-mineral fosfat. Fosfat sering dianggap sebagai faktor pembatas, hal ini
didasarkan atas kenyataan bahwa fosfat sangat diperlukan dalam transfer energi (Utami et al.,
2016).

Zat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan
perkembangan hidup organisme. Zat hara yang umum menjadi fokus perhatian di lingkungan
perairan adalah nitrat dan fosfat.Kedua unsur inimemiliki peran vital bagi
pertumbuhanfitoplankton atau alga yang biasa digunakansebagai indikator kualitas air dan
tingkatkesuburan suatu perairan. KEPMEN-LH No 51 (2004), dapat dilihat bahwa baku mutu
kandungan fosfat dalam air laut untuk kebutuhan biota laut adalah 0,008 mg/l. Kandungan
fosfat meningkat terhadap kedalaman. Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di permukaan
dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang lebih dalam. Keberadaan
unsur hara di suatu lokasi perairan merupakan kontribusi kompleks yang bersumber dari
proses upwelling, transportasi horizontal massa air (arus permukaan), suplai dari sistem
sungai (daratan) dan proses kehidupan dalam perairan tersebut (Sanusi, 1994).

2.3 FAKTOR BIOLOGI

Keberadaan masing-masing organisme dalam lingkungan laut dapat memberikan


informasi kualitas lingkungan di mana biota tersebut hidup. Semakin beraneka jenis biota dan
jumlah yang banyak ditemukan dalam perairan dapat mengindikasikan bahwa kualitas
lingkungan tersebut masih baik. Peranan dan kedudukan masing-masing organisme di laut
digambarkan dalam piramida makanan di laut. Dasar piramida ditempati oleh organisme
produser atau organisme autotrop yang mampu merubah bahan anorganik menjadi bahan
organik dengan memanfaatkan energi matahari. Energi matahari dimanfaatkan oleh
organisme autotroph untuk membentuk bahan organik yang akan dimanfaatkan oleh
organisme herbivora. Fitoplankton merupakan organisme autotroph utama dalam kehidupan
di laut. Melalui proses fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi sumber
energi bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan. Walaupun memiliki ukuran
yang kecil namun memiliki jumlah yang tinggi sehingga mampu menjadi pondasi dalam
piramida makanan di laut. Di samping menjadi makanan utama ikan, tumpukan bangkai
plankton di laut dangkal juga merupakan bahan dasar bagi terbentuknya mineral-mineral laut.
Lain halnya dengan bentos dan nekton, dimana organisme-organisme ini merupakan hewan
heterotrof yang tidak dapat memproduksi makanan sendiri sehingga membutuhkan kehadiran
organisme lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun keberadaan benthos dan
nekton di lingkungan laut dapat mengontrol kualitas perairan (mencegah terjadinya blooming
algae) Benthos merupakan hewan air laut yang hidupnya di dasar laut seperti jenis
kekerangan. Tubuh bentos banyak mengandung mineral kapur. Batu-batu karang yang biasa
kita lihat di pantai merupakan sisa-sisa rumah atau kerangka benthos. Sedangkan nekton
merupakan hewan air yang aktif bergerak dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-

16
harinya seperti jenis ikan dan ampibi laut. Satu lagi organisme yang sangat berperan dalam
pembemtukan ekosistem lautan yaitu organisme pengurai (dekomposer) seperti jenis bakteri
dan jamur. Peranan mereka sangat vital dalam mengatur ekosistem di lautan, karena dengan
kehadirannya, bahan-bahan organik dan anorganik dilautan dapat diuraikan menjadi unsur-
unsur hara (nutrien) yang dapat dimanfaatkan oleh organisme autotrof (fitoplankton) untuk
melakukan proses fotosintesis.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Melihat berbagai macam ulasan mengenai faktor-faktor pembentuk dan sekaligus penyebab
terjadi perubahan di lingkungan laut maka dapat diambil kesimpulan bahwa fakor yang
menyebabkan terjadinya perubahan tersebut terdiri atas faktor fisika, kimia, dan biologi
lingkungan laut. Faktor fisika meliputi temperatur atau sahu perairan laut,
kecerahan/kekeruhan (tingkat penetrasi cahaya), kecepatan arus, gelombang dan daerah
pasang surut air laut. Kemudian faktor kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat
keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien). Sedangkan faktor biologi meliputi
produsen (fitoplankton dan ganggang laut lainnya), konsumen (zooplankton, benthos, dan
nekton) dan dekomposer (bakteri dan jamur). Masing-masing faktor tersebut memiliki
keterkaitan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya sehingga
membentuk suatu lingkungan perairan laut (ekosistem lautan).

17
Daftar pustaka

Arsyad. 2011. Makalah Ekologi Perairan Faktor Lingkungan Laut (FISIKA-KIMIA-


BIOLOGI). Diakses pada 20 Februari 2021. Melalui
http://arsyadmoon96.blogspot.com/2011/11/makalah-ekologi-perairanfaktor.html.

Yulianda, Fredinan. 2017. Modul 1 Pengantar Lingkungan Laut. Biologi Kelautan. Diakses
pada 20 Februari 2021. Melalui http://repository.ut.ac.id/4347/1/PEBI4521-M1.pdf.

Febri Hermawan. 2019. “Hubungan faktor fisika kimia perairan dengan kelimpahan
fitoplankton diperairan belawan di provinsi Sumatra Utara”. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Program studi manajemen sumberdaya perairan. Universitas Sumatra Utara.. diakses pada
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/19662/150302026.pdf?sequence=1

18

Anda mungkin juga menyukai