Anda di halaman 1dari 17

VI.

PEMBAHASAN
Praktikum teknologi farmasi steril kali ini mengenai uji alkalinitas wadah
gelas pada pengemas sediaan steril. Tujuan dilakukannya praktikum ini untuk
mengetahui ketahanan gelas yang digunakan pada sediaan steril serta dapat
menginterpretasikan hasil dari pengujian kualitas kaca. Alkalinitas secara
sederhana diartikan sebagai pertahanan air terhadap pengemasan.
Praktikum kali ini mengujikan 5 botol berbahan kaca/gelas yaitu botol
obat, botol marjan, botol kecap, botol hemaviton, dan ampul bening. Adapun
alat-alat yang di gunakan didalam praktikum kali ini yaitu autoklaf, oven,
peralatan gelas dan wadah gelas. Bahan yang digunakan berupa asam sulfat,
asam klorida, indikator metil merah, dan water for injection (WFI).
Percobaan kali ditujukan untuk menentukan atau menggolongkan sampel
botol kedalam tipe gelas I,II atau III.
Alkalinitas berupa pertahanan air terhadap pengasaman. Alkalinitas juga
berupa hasil reaksi-reaksi terpisah dalam larutan hingga merupakan sebuah
analisa makro yang menggabungkan beberapa reaksi. Pengujian alkalinitas
bertujuan untuk menguji gelas terhadap serangan kimiawi preparat farmasi
yang disimpan di dalam botol gelas. Untuk memahami mengenai uji
alkalinitas, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai wadah pengemas
berbahan gelas atau kaca.
Pengemas yang digunakan dalam sediaan parenteral harus memenuhi
syarat tertentu. Syarat tersebut diantaranya harus cukup kuat untuk menjaga
isi wadah dari kerusakan. Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak
bereaksi dengan isi wadah. Penutup wadah harus bisa mencegah isi.
Kehilangan yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah. Kontaminasi
produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan
mempengaruhi penampilan dan bau produk.
Pengemas yang digunakan dalam sediaan parenteral dapat berupa
pengemas single dose dan pengemas multiple dose. Wadah dosis tunggal
berupa suatu wadah yang kedap udara yang mempertahankan jumlah obat
steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal
dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali yang dengan jaminan
tetap steril. Contoh pengemas dosis tunggal diantaranya ampul. Wadah dosis
ganda atau multiple dose berupa wadah kedap udara yang memungkinkan
pengambilan isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan
kekuatan, kaulitas atau kemurnian bagian yang tertinggal. Contoh wadah
dosis ganda diantaranya vial.
Jenis kemasan primer dalam sediaan steril terdapat wadah gelas, wadah
plastik, wadah metal, wadah karet. Pengemas steril yang terbuat dari gelas
umumnya dalam bentuk vial dan ampul. Pengemas tidak boleh berinteraksi
dengan sediaan baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah
kekuatan dan efektivitasnya. Wadah yang terbuat dari gelas harus dapat
dilihat isi untuk pemeriksaan sediaan, sehingga harus bersifat jernih. Secara
fisika gelas dapat didefinisikan sebagai cairan yang lewat dingin (supercolled
liquid), tidak mempunyai titik lebur tertentu dan mempunyai viskositasyang
tinggi (> 103 Poise) untuk mencegah kristalisasi.
Secara kimia gelas didefinisikan sebagai hasil peleburan berbagai oksida
anorganik yang tidak mudah menguap yang berasal dari peruraian
senyawasenyawa kimia dimana struktur atomnya tidak menentu. Gelas
umumnya digunakan untuk kemasan dalam farmasi, karena memiliki mutu
perlindungan yang unggul, ekonomis, dan wadah tersedia dalam berbagai
ukuran dan bentuk. Gelas pada dasarnya bersifat inert secara kimiawi, tidak
permeable, kuat, keras dan disetujui FDA. Gelas tidak menurun mutunya
pada penyimpanan, dan dengan sistem penutupan seperlunya dapat menjadi
penghalang yang sangat baik terhadap hampir setiap unsur, kecuali sinar.
Pengujian yang umumnya dilakukan ntuk menguji kualitas gelas meliputi
uji powdered glass yang dilakukan untuk gelas Tipe I, III, dan NP serta uji
water attack yang dilakukan untuk gelas tipe II. Pengujian alakalinitas
bertujuan untuk menguji gelas terhadap serangan kimiawi preparat farmasi
yang disimpan di dalam botol gelas. Uji berikut water attack dirancang untuk
menetapkan daya tahan wadah kaca baru yang belum pernah digunakan
terhadap air.
Percobaan kali ini berupa uji powdered glass (grains glass test) dan uji
water attack. Uji water attack dirancang untuk menetapkan daya tahan wadah
kaca baru yang belum pernah digunakan terhadap air. Sedangkan uji
powdered glass dilakukan untuk mengetahui ketahanan pengemas kaca
terhadap kekuatan mekanik. Wadah pengemas gelas umumnya memiliki
pertahanan yang kuat terhadap serangan mekanik pada bagian dalam wadah
dibandingkan pada bagian luar wadah.
Persyaratan atau batas dari uji alkalinitas gelas akan berbeda dan
bervariasi tergantung pada tipe gelas yang digunakan. Titik kritis dari
pengujian ini adalah dengan memperhatikan hasil titrasi yang dapat
digunakan sebagai analisa kualitatif serta kuantitatif terhadap keberadaan dan
kadar alkali setelah proses titrasi sudah melewati end point atau titik akhir
titrasi. Gelas tipe I dapat teridentifikasi dari hasil akhir titrasi apabila volume
rata-rata dari tiga kali replikasi titrasi diperoleh volume maksimal 1 mL.
Tes ketahanan air (water attack test) berupa tes yang dilakukan untuk
mengetahui daya tahan kaca tipe II yang terhubung ke air dalam suhu 1210C,
yaitu gelas yang terbuat dari gelas soda atau lebih banyak bahan yang kuat.
Sedangkan pengujian serbuk kaca (powdered glass test) dilakukan pada gelas
tipe I (kaca borosilikat), tipe III (soda kapur kaca) dan tipe NP (general
purpose). Hal ini terlihat dari bahan pembuatan gelas, yaitu boroksisilat tidak
terlalu keras, sehingga ditakutkan akan meleleh saat melakukan proses
sterilisasi dengan autoclave pada waktu yang lama.
Tingkat ketahanan wadah gelas pada percobaan ini ditentukan dari jumlah
alkali yang terlepas dari kaca karena pengaruh media pada kondisi yang telah
ditentukan. Suatu wadah dikatakan memiliki ketahanan yang baik apabila
jumlah alkali sangat kecil, sehingga perlu diberikan perhatian terhadap semua
rincian uji dan perlu digunakan alat dengan mutu dan ketelitian tinggi.
Pengujian harus dilakukan di ruangan yang relatif bebas dari asap dan debu
berlebih.
Praktikum kali ini dilakukan dengan sampel wadah gelas dari botol
kemasan primer merk minuman yang bervariasi, yakni botol obat, botol
marjan, botol kecap, botol hemaviton, dan ampul bening. Dalam percobaan
ini akan dilakukan uji powdered glass dan water attack yang kemudian
diamati dan dihitung hasil titrasinya. Hal ini ditujukan untuk mengidentifikasi
botol-botol uji termasuk ke dalam tipe gelas I, II, III atau NP.
Percobaan dilakukan untuk menguji apakah botol yang dipakai merupakan
gelas tipe I, II, atau III. Uji pada gelas tipe II berupa uji ketahanan kaca
terhadap air pada suhu 1210C. Prosedur pengujian diawali dengan memilih 3
atau lebih wadah secara acak yang telah dibilas 2x menggunakan WFI.
Wadah tersebut selanjutnya diisi dengan air kemurnian tinggi atau WFI
kemudian diberikan perlakuan seperti pada uji serbuk kaca kecuali ketika
pensterilan dengan autoklaf, pada uji ketahanan kaca, pensterilan berlangsung
selama 60 menit.
Perlakuan selanjutnya yaitu dituangkan isi wadah kedalam erlenmeyer
hingga diperoleh volume 100 ml. Kemudian dilakukan penambahan larutan
metil merah sebanyak 5 tetes sebagai indikator. Selanjutnya sampel dititrasi
dalam keadaan hangat menggunakan H2SO4 0,02 N yang berfungsi sebagai
pentitran. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh tiga volume titrasi yang
dalam hal ini berarti dilakukan tiga kali replikasi pada saat pentitrasian.
Replikasi dilakukan dalam rangka penjaminan tingkat akurasi dari suatu
pengukuran. Suatu percobaan akan memiliki tingkat akurasi yang lebih
terjamin bila dilakukan maksimal 3 kali pengulangan. Uji yang pertama
dilakukan terhadap sampel botol obat diperoleh hasil volume titrasi V1, V2,
dan V3 secara berturut-turut sebesar 4 mL; 5 mL dan 5,5 mL, sehingga
diperoleh volume rata-rata titrasi sebesar 4,83 mL. dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa sampel botol obat yang digunakan termasuk dalam gelas
tipe III dengan batas maksimum volume titrasi sebesar 8,5 mL.
Selanjutnya untuk pengujian kedua dilakukan pada sampel botol marjan.
Hasil volume titrasi dari sampel tersebut diperoleh V1, V2, dan V3 berturut-
turut sebesar 1,2 mL; 0,9 mL; 0,8 mL sehingga dapat dihitung volume rata-
rata titrasi sebesar 0,96 mL. Berdasarkan hasil tersebut, sampel botol marjan
dikategorikan termasuk dalam gelas tipe I dengan syarat maksimum volume
sebesar 1 mL.
Pengujian selanjutnya dilakukan pada sampel botol kecap dengan volume
titrasi V1, V2, dan V3 diperoleh berturut-turut sebesar 4,7 mL; 3,5 mL; dan 5
mL. berdasarkan data tersebut dapat dihitung volume rata-rata titrasi sebesar
4,4. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, sampel botol kecap
termasuk dalam tipe gelas III dengan syarat maksimum volume titrasi sebesar
8,5 mL. Pengujian pada botol hemaviton didapatkan hasil titarsi volume V 1,
V2, dan V3 secara berturut-turut sebesar 0,75 mL; 0,45 mL; dan 0,55 mL.
Hasil yang didapatkan berdasarkan data tersebut diperoleh volume rata-
rata titrasi sebesar 0,58 mL. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
sampel botol hemaviton termasuk dalam gelas tipe II dengan ukuran kurang
dari 100 mL, dimana syarat dari gelas tipe II sendiri yakni volume titrasi tidak
lebih dari 0,7 mL. Selanjutnya pengujian pada ampul bening. Hasil titrasi
diperoleh volume V1, V2, dan V3 secara berturut-turut sebesar 0,9 mL; 0,8
mL; dan 0,9 mL. Berdasarkan data tersebut dapat diperoleh volume rata-rata
titrasi sebesar 0,86 mL. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampel
ampul bening yang digunakan termasuk dalam gelas tipe I dengan syarat nilai
volume titrasi maksimum sebesar 1 mL.
Hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa wadah pengemas primer terbaik
dimiliki oleh sampel botol marjan dan sampel ampul bening. Hal ini
dikarenakan bahan dasar pembuatan wadah berupa gelas tipe I, dimana gelas
tipe I dinyatakan sebagai gelas dengan kualitas terbaik dibandingkan dengan
gelas tipe II, III, maupun NP. Sampel yang memerlukan perhatian khusus
pada percobaan kali ini dari kelima sampel adalah sampel ampul. Wadah
ampul bening pada percobaan ini diperoleh hasil yang sesuai berdasarkan
syarat yang tertera pada literatur.Ampul merupakan pengemas yang
digunakan sebagai wadah single dose pada sediaan injeksi.
Sediaan injeksi termasuk dalam sediaan parenteral yang berdasarkan
persyaratan pengemasnya harus dikemas dalam wadah gelas tipe I yang
memiliki ketahanan yang paling baik. Uji alkalinitas sangatlah penting karena
gelas yang dipakai sebagai wadah untuk injeksi harus dapat menjaga pH
larutan sehingga tidak menaikkan pH karena pengeluaran alkali, oleh karena
gelas harus bersifat netral. Wadah yang telah mengalami perubahan fisika
kimia sehingga menyebabkan tidak lagi memenuhi syarat pengemas gelas.
VII. KESIMPULAN
1. Tingkat ketahanan ditentukan dari jumlah alkali yang terlepas dari kaca
karena pengaruh media pada kondisi yang telah ditentukan.
2. Pengujian alakalinitas bertujuan untuk menguji gelas terhadap serangan
kimiawi preparat farmasi yang disimpan di dalam botol gelas.
3. Pengujian kualitas gelas meliputi uji powdered glass dan uji water attack.
4. Uji powdered glass dilakukan untuk gelas tipe I, III, dan NP, sedangkan
uji water attack dilakukan untuk gelas tipe II.
5. Ampul bening termasuk gelas tipe I (Borosilicate Glass), sedangkan botol
marjan termasuk ke tipe I (Borosilicate Glass), botol hemaviton termasuk
ke tipe II (Treated Soda Lime Glass), botol obat dan botol kecap termasuk
gelas tipe III (Soda Lime Glass).
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin. 2009. Teknologi Bahan Alam Serial Farmasi Industri – 2.
Bandung : ITB.
Akers, M. J., Guazzo, D. M., 1994, Parenteral Quality Control: Sterility,
Pyrogen, Particulate, and Package Integrity Testing Advances in
Parenteral Sciences 2nd ed, CRC Press, New York, p.101, 104.
Day, R A, dan Underwood, A L., (2002), Analsis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam,. Erlangga, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378, 535, 612.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Hal.1033.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit : Kanisius. Yogyakarta
Jokosetiyanto, D., A. Sunarman dan Widanarni. 2006. Perubahan Ammonia
(NH3-N), Nitrit (NO2-N) dan Nitrat (NO3-N) pada Media Pemeliharaan
Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) di dalam Sistem Resirkulasi. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 5(1) : 13- 20
Lesmana, D.S. 2005, Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Lukas, S., 2006, Formulasi Steril. Yogyakarta : penerbit C.V ANDI OFFSET.
Siregar, Charles JP, 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Terapan, Penerbit
Buku EGC, Jakarta.
Voight, R., 1971, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, 558-564, 570,
Gadjah Mada University.
PERTANYAAN PASCA PRAKTIKUM

1. Apa perbedaan uji serbuk kaca dengan uji ketahanan kaca?


Jawaban : Tes ketahanan air (water attack test) berupa tes yang dilakukan
untuk mengetahui daya tahan kaca tipe II yang terhubung ke air
dalam suhu 1210C, yaitu gelas yang terbuat dari gelas soda atau
lebih banyak bahan yang kuat. Sedangkan pengujian serbuk kaca
(powdered glass test) dilakukan pada gelas tipe I (kaca borosilikat),
tipe III (soda kapur kaca) dan tipe NP (general purpose). Uji water
attack dirancang untuk menetapkan daya tahan wadah kaca baru
yang belum pernah digunakan terhadap air. Sedangkan uji
powdered glass dilakukan untuk mengetahui ketahanan pengemas
kaca terhadap kekuatan mekanik.

2. Kapan digunakan kedua metode tersebut?


Jawaban : Uji water attack digunakan ketika jenis gelas yang diujikan berupa
gelas tipe II yang bertujuan untuk menetapkan daya tahan wadah
kaca baru yang belum pernah digunakan terhadap air. Sedangkan
uji powdered glass digunakan ketika akan dilakukan kontrol
kualitas pada pengemas gelas tipe I, III, dan NP yang dilakukan
untuk mengetahui ketahanan pengemas kaca terhadap kekuatan
mekanik.

3. Apa fungsi uji serbuk kaca dan ketahanan kaca?


Jawaban : Uji water attack dirancang untuk menetapkan daya tahan wadah
kaca baru yang belum pernah digunakan terhadap air. Sedangkan
uji powdered glass dilakukan untuk mengetahui ketahanan
pengemas kaca terhadap kekuatan mekanik.

4. Jelaskan batas persyaratan uji serbuk kaca dan ketahanan kaca pada tiap tipe
gelas! Jelaskan apakah gelas Anda memenuhi persyaratan atau tidak!
Jawaban : Gelas tipe I dapat teridentifikasi dari hasil akhir titrasi apabila
volume rata-rata dari tiga kali replikasi titrasi diperoleh volume
maksimal 1 mL. Gelas tipe II memiliki batas dengan nilai volume
titrasi tidak lebih dari 0,7 mL untuk gelas dengan ukuran dibawah
100 mL. Sedangkan untuk gelas tipe II dengan ukuran diatas 100
mL, batas volume titrasi yang diperbolehkan sebesar 0,2 mL. Gelas
tipe III dengan semua ukuran dinyatakan memenuhi syarat apabila
volume titrasi yang diperoleh maksimal 8,5 mL. Gelas tipe NP
dinyatakan memenuhi syarat apabila batas maksimum volume
titrasi sebesar 15 mL. Wadah gelas yang digunakan dinyatakan
memenuhi syarat sesuai dengan syarat yang tertera diatas.

5. Berikan contoh sediaan/produk dari tiap tipe kaca.


Jawaban : Botol marjan termasuk gelas tipe I, botol kecap tipe III, botol
hemaviton tipe II, ampul bening tipe I dan botol obat non
parenteral tipe NP.

6. Jelaskan alasan mengapa hanya gelas tipe II yang dilakukan uji water attack?
Jawaban : Uji water attack dirancang untuk menetapkan daya tahan wadah
kaca baru yang belum pernah digunakan terhadap air. Gelas tipe II
merupakan jenis gelas soda kapur silikat yang telah di aplikasikan
senyawa kimia untuk mengurangi pengotor yang sifatnya alkali.
Pemaparan kaca terhadap proses sterilisasi yang berulang serta
senyawa detergen yang bersifat alkali dapat merusak lapisan
dealkilasi sehingga uji yang cocok untuk tipe II adalah uji water
attack.

7. Boleh/tidak gelas tipe II dilakukan uji serbuk kaca? Jelaskan alasannya!


Jawaban : Untuk mengetahui kualitas dari gelas tipe II, uji yang paling tepat
digunakan adalah uji ketahanan air karena pemaparan kaca
terhadap proses sterilisasi yang berulang serta senyawa detergen
yang bersifat alkali dapat merusak lapisan dealkilasi pada gelas tipe
II sehingga untuk mengetahui jumlah alkali yang dihasilkan dan
mengetahui daya tahan wadah terhadap air hanya bisa diamati
dengan uji ketahanan air.

8. Mengapa volume H2SO4 yang digunakan pada tipe gelas NP paling banyak
dibandingkan dengan tipe gelas lainnya?
Jawaban : Karena gelas tipe NP merupakan gelas dengan kualitas paling
rendah dan umumnya tidak digunakan untuk sediaan parenteral
yang tingkat alkali yang dihasilkan dari hasil pengujian masih
dapat ditolerir dibandingkan pada gelas yang digunakan pada
sediaan parenteral sehingga volume asam sulfatnya paling besar.

9. Mengapa gelas tipe NP tidak dibolehkan sebagai pengemas sediaan injeksi?


Jawaban : Gelas tipe NP diketahui memiliki tingkat leachability, koefisien
ekspansi termal yang lebih besar serta daya tahan mekanik yang
lebih kecil dibandingkan dengan tipe gelas yang lain. Selain itu,
gelas tipe NP merupakan gelas dengan tingkat kualitas paling
rendah sehingga tidak diperbolehkan untuk digunakan sebagai
pengemas pada sediaan parenteral.

10. Apa fungsi metode titrasi dan indikator metil merah terhadap pengujian kaca?
Jawaban : Metode titrasi digunakan untuk mengidentifikasi dan mengetahui
kadar alkali pada pengujian dimana metode titrasi ini didasarkan
pada pH akhir dan titik akhir yang diperoleh dengan terjadinya
perubahan warna larutan. Pemilihan indikator metil merah untuk
mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan terjadinya
perubahan warna larutan menjadi orange hingga merah. Selain itu,
pemilihan indikator metil merah adalah karena pH akhir titrasi
berkisar pada 4,3-4,5 dimana indikator metil merah bekerja pada
kisaran pH 4,4-6,2.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai