Anda di halaman 1dari 8

PENGERTIAN SOP 

Menurut Laksmi (2008:52) Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang
berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja
dengan biaya yang serendah-rendahnya. SOP biasanya terdiri dari manfaat, kapan dibuat atau
direvisi, metode penulisan prosedur, serta dilengkapi oleh bagan flowchart di bagian akhir.
Menurut Tjipto Atmoko (2011), Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai denga fungsi dan alat
penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan
prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang
bersangkutan. 

Standar operasional prosedur laboratorium adalah aturan, tata cara atau pedoman yang
mencakup perihal bagaimana setiap pengguna laboratorium  harus bersikap selama
menjalankan kegiatan di laboratorium, dan juga digunakan sebagai suatu sarana untuk
menciptakan kondisi dan sistem kerja  yang efektif.

Halide (2008: 7-12) mengatakan bahwa Standar Operasional Prosedur bekerja di


laboratorium berpedoman pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dan Kepmendiknas Nomor 132/D/0/2008.

FUNGSI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) LABORATORIUM

Standar operasional prosedur memiliki peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan di


laboratorium. Salah satu peran SOP adalah mengatur segala sesuatu yang harus dilakukan
selama jalannya praktik.

Terdapat peran atau fungsi lain SOP laboratorium yang lain, seperti menurut Mustafa (2011),
yaitu:

1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim atau unit kerja.


Standar operasional kerja di laboratorium sangat berperan penting dalam
memperlancar tugas, karena dengan standar kerja yang ada pekerjaan-pekerjaan yang
di laboratorium menjadi lebih teratur dan baik, jika pekerjaan sudah teratur tentunya
semua tugas menjadi lebih mudah untuk dijalankan.

2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.


Dasar hukum di laboratorium menjadi hal yang sangat penting karena saat bekerja di
laboratorium tidak jarang terjadi penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi dapat
bersifat ringan atau berat, dengan adanya dasar hukum tentu penyimpangan dapat di
minimalisir. Dasar hukum dalam laboratorium dapat mengacu pada standar kerja di
laboratorium.

3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.


Menjalankan kegiatan di laboratorium tentunya para laboran akan menemukan
berbagai macam hambatan. Hambatan akan mudah dilacak, diketahui dan diatasi jika
ada standar operasional kerja di laboratorium, sehingga para laboran dapat mengatasi
hambatan-hambatan pada saat bekerja.
4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
Permasalahan kedisiplinan tentu menjadi hal yang sangat sulit diterapkan apalagi
dalam laboratorium, bukan hanya para laboran yang harus memiliki kedisiplinan
dalam bekerja tetapi petugas dan pegawai labor pun juga harus disiplin. Oleh karena
itu adanya standar operasional kerja dapat membantu menciptakan kedisiplinan yang
lebih baik.

5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.


Semua peraturan atau petunjuk yang dilakukan di laboratorium terdapat dalam standar
operasional kerja. Begitu juga dengan pekerjaan rutin yang dilaksanakan di
laboratorium. Pekerjaan rutin berupa pekerjaan yang sering dilakukan. Praktikum
merupakan salah satu contoh pekerjaan yang sering dan rutin dilakukan dalam
laboratorium. Semua kegiatan praktikum harus berpedoman pada standar operasional
kerja.

TUJUAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) LABORATORIUM

Dirmania (2006) menyatakan bahwa tujuan adanya Standar Operasinal Prosedur saat bekerja
di laboratorium antara lain :

1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai


atau tim dalam organisasi atau unit kerja
Standar operasional kerja dapat membantu petugas dan pegawai atau tim dalam
organisasi atau unit kerja dalam menjalankan tugasnya di laboratorium dengan baik.
Pekerjaan yang baik dapat pula mewujudkan konsistensi. Oleh karena itu secara tidak
langsung SOP dapat menjaga konsistensi dan tingkat kinerja para pegawai.

2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi
Struktur organisasi telah diatur dalam standar operasional kerja, dengan adanya aturan
tersebut lebih jelas siapa dan bagaiman perannya dalam laboratorium. Hal tersebut
dimaksudakan agar peran yang sudah diberikan dapat dipertanggung jawabkan
dengan sebaik-baiknya oleh tiap pegawai dan tiap tingkatan organisasi.

3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai


terkait
Tugas dan wewenang para pegawai terkadang tidak dijalankan secara maksimal,
dengan adanya aturan-aturan dalam SOP diharapkan para pegawai akan lebih paham
dan juga lebih menyadari apa tugasnya. Jika para pegawai tetap saja belum
melakukannya dengan baik tentu ada pula dasar hukum yang juga tertulis di SOP
yang akan bertindak seperti yang telah dijelaskan dalam fungsi SOP.

4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau


kesalahan administrasi lainnya
Saat ini sering muncul kasus yang berkaitan dengan human error. Inti dari kasus ini
adalah kesalahan bersumber dari praktikan yang tidak mematuhi standar operasional
kerja. Orang yang berkaitan termasuk didalamnya adalah pegawai. Pegawai
berpotensi melakukan kesalahan yang cukup berarti. Maka dari itu SOP memiliki
peranan yang sangat penting dalam melindungi organisasi/unit kerja dan
petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.

5. Menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi


Standar operasional kerja memuat hal-hal yang cukup berpengaruh dalam
menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi. Salah satu
contoh terkait inefisiensi bahan yang digunakan, contoh nyatanya adalah penggunaan
klorin yang telah diatur berapa takaran penggunaan setiap kali kegiatan praktikum
dalam laboratorium. 

SOP SAAT BEKERJA DI LABORATORIUM

SOP laboratorium meliputi :

1. Sop Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) Di Laboratorium


2. Sop Pelaksanaan Praktikum Di Laboratorium
3. Sop Peminjaman Alat Dan Bahan Praktikum Untuk Mahasiswa
4. Sop Penggunaan Laboratorium Untuk Penelitian
5. Sop Peminjaman Alat Dan Bahan Untuk Pihak Luar
6. Sop Pembuatan Surat Bebas Laboratorium

1. SOP KESEHATAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI LABORATORIUM

A. Petunjuk Umum Keselamatan Kerja di Laboratorium


1. Pengguna laboratorium wajib memakai jas laboratorium dan alas kaki atau sepatu
yang tertutup.
2. Pengguna laboratorium dilarang keras merokok, makan dan minum di dalam ruang
laboratorium.
3. Semua pekerjaan dan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dengan uap beracun
atau merangsang pernafasan, harus dilakukan di dalam almari asam.
4. Hati-hati dengan semua pekerjaan pemanasan. Hindarkan percikan cairan atau
terhirupnya uap selama bekerja.
5. Jauhkan semua senyawa organik yang mudah menguap, seperti: alkohol, eter,
kloroform, aseton, dan spirtus dari api secara terbuka karena bahan mudah terbakar.
Sebaiknya pemanasan dilakukan dengan menggunakan waterbath.
6. Bila pemanasan menggunakan api terbuka, nyalakan pembakar spirtus (bunsen)
dengan korek api biasa, jangan menyalakannya dengan pembakar spirtus lain yang
sudah menyala, untuk menghindari terjadinya letupan api.
7. Matikan api pada pembakar spirtus dengan menutup sumbunya, jangan mematikan
api dengan meniup untuk mencegah terjadinya kebakaran atau letupan api.
8. Jangan mencoba mencicipi bahan kimia atau mencium langsung asap atau uap dari
mulut tabung reaksi. Namun, kipaslah terlebih dahulu uap ke arah muka.
9. Jangan sekali-sekali menghisap pipet melalui mulut untuk mengambil larutan asam
atau basa kuat seperti: HNO3, HCl, H2SO4, Asam asetat glasial, NaOH, NH4OH, dan
lain-lain. Gunakan pipet dengan bola penghisap untuk memindahkan bahan-bahan
tersebut atau bahan beracun lainnya ke dalam alat yang akan digunakan.
10. Segera tutup kembali bahan kimia yang disediakan dalam botol tertutup untuk
mencegah terjadinya inhalasi bahan-bahan.
11. Jangan sampai menumpahkan bahan-bahan kimia, terutama asam atau basa pekat, di
meja kerja atau lantai. Bila hal ini terjadi, segera laporkan pada laboran atau petugas
laboratorium.
12. Bila terjadi kontak dengan bahan-bahan kimia berbahaya, korosif, atau beracun,
segera bilas dengan air sebanyak-banyaknya. Selanjutnya segera laporkan kepada
laboran atau petugas laboratorium.
13. Jangan menggosok-gosok mata atau anggota badan lain dengan tangan yang mungkin
sudah terkontaminasi bahan kimia.
14. Berhati-hatilah bila bekerja dengan bahan uji yang berasal dari bahan biologis,
seperti saliva, karena mungkin dapat terinfeksi kuman atau virus berbahaya seperti
hepatitis.
 Sebaiknya gunakan sarung tangan sekali pakai, terutama bila ada luka.
 Cuci segera tangan atau anggota badan lain yang kontak atau terpercik bahan
tersebut.
 Cuci alat-alat praktikum dengan sabun dan sterilisasi dengan merendamnya
dalam larutan Natrium hipoklorit 0,5% selama 30 menit.
 Bersihkan meja laboratorium dengan air sabun dan dengan larutan Natrium
hipoklorit 0,5%.
15. Tampung cairan atau larutan yang telah selesai digunakan (limbah cair) di dalam
jerigen penampungan limbah sesuai dengan karakteristik limbah cairnya.
16. Tinggalkan meja dan alat kerja dalam keadaan bersih dan rapi seperti semula.

B. Bahaya-bahaya yang Mungkin Terjadi di Laboratorium


1. Bahaya Api
Resiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang
mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran terjadi bila terdapat 3
unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar, dan panas.
Akibat:
 Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat,
bahkan kematian.
 Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
Pencegahan:
 Konstruksi bangunan yang tahan api.
 Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar.
 Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran.
 Sistem tanda kebakaran
 Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya
dengan segera.
 Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara
otomatis.
 Tersedia jalan untuk menyelamatkan diri.
 Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.
 Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.

2. Bahaya Listrik
 Perhatikan dan pelajari tempat-tempat sumber listrik (stop-kontak dan circuit
breaker) dan perhatikan cara menyala dan mematikannya.
Jika melihat ada kerusakan yang berpotensi menimbulkan bahaya, laporkan
pada laboran atau petugas laboratorium.
 Hindari daerah atau benda yang berpotensi menimbulkan bahaya listrik
(sengatan listrik/strum) secara tidak disengaja, misalnya kabel jala-jala yang
terkelupas, dll.
 Tidak melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya listrik pada diri
sendiri atau orang lain.
 Keringkan bagian tubuh yang basah misalnya keringat atau sisa air wudhu.
 Selalu waspada terhadap bahaya listrik pada setiap aktivitas di laboratorium.
 Kecelakaan akibat bahaya listrik yang sering terjadi adalah tersengat arus
listrik.
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diikuti pengguna laboratorium jika hal itu
terjadi:
 Jangan panik.
 Matikan semua peralatan elektronik dan sumber listrik.
 Bantu pengguna laboratorium yang tersengat arus listrik untuk
melepaskan diri dari sumber listrik.
 Beritahukan dan minta bantuan laboran atau orang di sekitar anda tentang
terjadinya kecelakaan akibat bahaya listrik.

3. Bahaya Zat Kimia


Semua bahan kimia dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada
umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh
karena alergi (keton).
Bahan toksik (trikloroetana, tetraklorometana) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan
korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible
pada daerah yang terpapar.
Pencegahan:
 “Material Safety Data Sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
 Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
 Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek,
jas laboratorium) dengan benar.
 Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
 Menggunakan alat pelindung pernafasan (masker) dengan benar.

2. SOP PELAKSANAAN PRAKTIKUM DI LABORATORIUM

A. Sebelum Praktik
Halide (2008: 6-7) menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum
melakukan praktik di laboratorium antara lain:
1. Ketua Program Studi bersama dengan Kepala laboratorium, teknisi dan
analis/laboran mengadakan rapat membahas kesiapan kegiatan praktik dua pekan
sebelum kegiatan tersebut mahasiswa dilakukan;
2. Kepala Laboratorium bersama dengan teknisi/laboran mengecek kesiapan dan
kelayakan alat yang akan digunakan satu pekan sebelum kegiatan praktikum
dimulai;
3. Kepala dan penanggungjawab laboratorium mengecek kesiapan job-sheet masing-
masing laboratorium;
4. Laboran menyerahkan daftar catatan alat kepada mahasiswa/dosen untuk di isi alat
apa saja yang akan dipinjam;
5. Laboran menyerahkan alat kepada ketua dan anggota kelompok mahasiswa/dosen;
6. Mahasiswa (ketua kelompok)/dosen bersama dengan teknisi/ analis/laboran
bersama-sama mengecek kelayakan alat yang dipinjam;
7. Jika terjadi ketidaklayakan, alat akan dikembalikan kepada laboran/teknisi dan
dicatat dalam buku kerusakan alat;
8. Dosen penanggung jawab diwajibkan mengisi Berita Acara Praktikum yang
diketahui oleh penanggung jawab laboratorium sebelum melakukan praktikum.

B. Selama Praktik
Menurut Halide (2008: 7) selama melakukan praktikum terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan diantaranya :
1. Sebelum masuk praktik  mahasiswa harus menggunakan jas praktik sesuai dengan
ketentuan dan tidak membawa tas masuk ke laboratorium;
2. Mahasiswa harus mengisi buku daftar hadir yang telah disiapkan mulai jam praktik
sampai dengan selesainya praktik;
3. Dosen menjelaskan cara penggunaan alat kepada mahasiswa praktikan baik yang
standar maupun yang dipinjam sesuai dengan fungsinya;
4. Mahasiswa menggunakan alat sesuai dengan fungsi dan petunjuk praktik dan
diamati oleh dosen pembimbing (jobsheet).

C. Selesai Praktik
Halide (2008: 7) menyatakan setelah selesai melakukan praktik terdapat hal-hal yang
harus diperhatikan, yaitu:
1. Mahasiswa membersihkan alat yang telah digunakan dan mengembalikannya
kepada teknisi/laboran.
2. Teknisi/Laboran memeriksa kelayakan alat jika rusak/hilang maka teknisi/laboran
mencatat sebagai alat yang ditinggalkan dan harus diganti oleh peminjam.

3. SOP PEMINJAMAN ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM UNTUK MAHASISWA


1. Mahasiswa (praktikan) mengisi form peminjaman alat dan bahan praktikum sesuai
dengan praktikum yang akan dilaksanakan.
2. Laboran mendampingi asisten untuk menyiapkan peralatan dan bahan untuk kegiatan
praktikum sesuai dengan form peminjaman alat dan bahan.
3. Asisten melakukan cek atas alat dan bahan yang akan digunakan, sebelum diserahkan
kepada mahasiswa. Jika alat dalam keadaan rusak maka alat tidak boleh dipinjamkan
dan jika alat dalam keadaan baik maka alat boleh dipinjamkan.
4. Mahasiswa (praktikan) mengambil alat dan bahan yang telah dipinjam kepada
asisten.
5. Setelah kegiatan praktikum selesai, mahasiswa (praktikan) membersihkan peralatan
dan sisa bahan yang digunakan dan mengembalikan peralatan kepada asisten.
6. Asisten praktikum melakukan cek atas peralatan yang dipinjam dan sisa bahan yang
digunakan dalam kegiatan praktikum, untuk memastikan kondisinya sama dengan
saat peralatan akan dipinjam. Jika kondisi alat rusak/hilang maka mahasiswa
(praktikan) harus mengganti dengan alat yang sama sebagai syarat keluarnya nilai.
Jika alat dalam keadaan baik maka diserahkan kepada laboran.
7. Laboran menyimpan alat dan bahan praktikum ke tempat semula.

4. SOP PENGGUNAAN LABORATORIUM UNTUK PENELITIAN


1. Peneliti membuat surat permohonan penggunaan laboratorium untuk penelitian (surat
ijin riset).
2. Peneliti menyerahkan surat ijin riset dan proposal penelitian kepada laboran.
3. Laboran menentukan jadwal penelitian.
4. Peneliti menerima jadwal pelaksanaan penelitian dari laboran.
5. Peneliti mengisi form peminjaman alat dan penggunaan bahan untuk penelitian
kepada laboran.
6. Laboran menerima form peminjaman alat dan penggunaan bahan yang sudah diisi
oleh peneliti.
7. Laboran mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk penelitian.
8. Peneliti melakukan penelitian sesuai jadwal yang telah ditentukan.
9. Setelah penelitian selesai, peneliti mengembalikan alat kepada laboran.
10. Peneliti membayar biaya sewa alat dan penggunaan bahan.
11. Laboran memeriksa alat yang telah dikembalikan untuk memastikan kondisi alat.
Jika alat dalam keadaan baik maka diterima laboran, jika alat dalam keadaan rusak
maka dikembalikan ke peneliti untuk diganti.
12. Laboran menyimpan alat.

5. SOP PEMINJAMAN ALAT DAN BAHAN UNTUK PIHAK LUAR


1. Pihak luar mengajukan permohonan peminjaman alat dan penggunaan bahan kepada
Ketua Jurusan.
2. Ketua Jurusan menerima permohonan peminjaman alat dan penggunaan bahan dari
pihak luar.
3. Ketua Jurusan mengkoordinasikan permohonan peminjaman alat dan kebutuhan
bahan kepada laboran.
4. Laboran memeriksa kondisi alat dan bahan sesuai permohonan peminjaman alat dan
bahan yang diajukan pihak luar. Jika ada alat yang tidak sesuai maka laboran akan
menginformasikan kepada pihak luar. Jika alat sesuai dengan yang dibutuhkan/tidak
sedang digunakan maka boleh dipinjamkan.
5. Laboran menyiapkan alat dan bahan sesuai dengan permohonan peminjaman alat dan
kebutuhan bahan.
6. Laboran menentukan jangka waktu peminjaman alat.
7. Laboran menyerahkan alat dan bahan yang dibutuhkan kepada pihak luar.
8. Pihak luar memeriksa alat dan bahan yang diterima. Jika tidak sesuai maka pihak luar
akan melaporkan kepada laboran. Jika sudah sesuai, maka alat dan bahan dapat
dibawa.
9. Pihak luar mengembalikan alat sesuai jangka waktu yang ditentukan.
10. Laboran memeriksa kembali alat yang dipinjam. Jika kondisinya baik, maka diterima.
Jika kondisinya rusak (pecah, dll) atau hilang, maka pihak luar harus mengganti alat
tersebut dengan spesifikasi yang sama.
11. Pihak luar membayar biaya sewa alat dan biaya pembelian bahan.
12. Laboran menyimpan alat.

6. SOP PEMBUATAN SURAT BEBAS LABORATORIUM


1. Mahasiswa datang ke laboratorium untuk mengetahui apakah yang bersangkutan
memiliki tanggungan alat atau biaya penelitian.
2. Laboran mencermati buku kerusakan alat dan buku penelitian, untuk
mengidentifikasi apakah mahasiswa yang bersangkutan masih memiliki tanggungan
alat atau belum melunasi biaya penelitian. Jika mahasiswa masih memiliki
tanggungan alat atau biaya penelitian, maka wajib mengganti atau melunasi.
3. Laboran memberikan formulir bebas laboratorium.
4. Mahasiswa mengisi formulir bebas laboratorium. Formulir bebas laboratorium dibuat
rangkap 2, satu untuk arsip laboratorium dan satu untuk mahasiswa yang
bersangkutan.
5. Mahasiswa menyerahkan formulir bebas laboratorium kepada laboran.
6. Laboran menerima formulir bebas laboratorium dari mahasiswa. Jika mahasiswa
sudah tidak memiliki tanggungan alat atau biaya penelitian, maka laboran memberi
paraf pada surat bebas laboratoriumnya. Jika mahasiswa masih memiliki tanggungan
alat atau biaya penelitian, maka laboran tidak memberikan paraf sampai mahasiswa
yang bersangkutan melunasi tanggungannya.
7. Mahasiswa membawa surat bebas laboratorium yang telah diparaf laboran untuk
dimintakan tanda tangan Ketua Jurusan.
8. Ketua Jurusan memeriksa surat bebas laboratorium yang dibawa mahasiswa. Jika
sudah ada paraf laboran maka ditandatangani, jika belum dikembalikan kepada
mahasiswa yang bersangkutan untuk dimintakan paraf laboran.
9. Mahasiswa menerima surat bebas laboratorium yang telah ditandatangani Ketua
Jurusan.
10. Mahasiswa meminta stempel kepada petugas stempel di kantor fakultas.
11. Laboran menerima surat bebas laboratorium dari mahasiswa untuk diarsip.

Anda mungkin juga menyukai