Anda di halaman 1dari 17

Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)

http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/ijsse
E-ISSN: 2655-6278 P-ISSN: 2655-6588

Landasan Antropologi Pendidikan dan Implementasinya Dalam


Pembangunan Indonesia
RACHMAT SATRIA1, NUR AMALIYAH HANUM2 , ELVIA BABY SHAHBANA3, ACHMAD
SUPRIYANTO4 & NURUL ULFATIN3
1,2,3,4,5
Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia
Jl. Semarang 5, Kota Malang, Jawa Timur
Email: 1satriarachmat7@gmail.com

ABSTRACT:

This research is to find out the foundation of educational anthropology and its implications for
Indonesia's national development. This article was compiled using a literature study approach,
starting from studying theories relevant to anthropology in education, and then reviewing them.
Based on studies conducted, obtained by anthropologists with an important role in building the
country, studies ofanthropologists as a basis for the government in the development of development
policies especially in the development of education, education and socialization in education in
Indonesia. this is so that there is no conflict and social inequality in community life.
Keywords: Educational foundation; Educational anthropology; Multicultural education

ABSTRAK:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui landasan antropologi pendidikan dan implikasinya terhadap
pembangunan nasional Indonesia. Artikel ini disusun menggunakan pendekatan studi kajian literatur,
dimulai dari mengkaji teori-teori yang relevan dengan landasan antropologi dalam pendidikan,
kemudiaan dilakukan telaah. Berdasarkan kajian yang dilakukan, diketahui bahwa para antropolog
memainkan peran penting dalam membangun suatu negara, kajian-kajian para antropolog digunakan
sebagai landasan bagi pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan-kebijakan pembangunan
khusunya dalam pembangunan bidang pendidikan, pentingnya latar sosial antropologi diwujudkan
dalam landasan pendidikan di Indonesia ini agar tidak terjadinya konflik dan ketimpangan sosial dalam
kehidupan bermasyarakat.
Kata kunci: Landasan pendidikan; Antropologi pendidikan; Pendidikan multikultural

ARTICLE HISTORY: Submitted: Januari 9th 2020; Accepted: January 19th 2020; Published: January 31st 2020

PLEASE CITE AS: Satria, R., Hanum, N. A., Shahbana, E. B., Supriyanto, A., & Ulfatin, N. (2020). Landasan
Antropologi Pendidikan dan Implementasinya Dalam Pembangunan Indonesia. Indonesian Journal of Social
Science Education (IJSSE), 2(1), 49-65. doi:http://dx.doi.org/10.29300/ijsse.v2i1.2718
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

A. PENDAHULUAN mengamati fakta saat ini, banyak anak


Kegiatan proses pembelajaran dalam lulusan sekolah dari luar Jawa yang tidak
pendidikan tidak mungkin dan tidak dapat mau pulang ke daerah asalnya, bukan
dilepaskan dari latar belakang yang hanya itu anak-anak yang berasal dari
melingkupinya, terdapat berbagai hal dalam pedesaan yang menempuh pendidikan di
landasan-landasan pendidikan yang harus Jawa pun selesai menempuh pendidikan
dipahami sebagai seorang tenaga pendidik juga cenderung tidak mau kembali ke
yang profesional. Salah satu landasan yang daerahnya. Jika kembali ke daerahnya
penting dalam pendidikan adalah landasan siswa tersebut merasa asing dengan latar
antropologi, akan tetapi landasan ini jarang belakang budaya daerahnya sendiri.
sekali dibahas dalam dunia pendidikan. Disinilah letak pentingnya pendidikan dalam
Kebanyakan buku-buku pendidikan pada mewariskan sistem nilai-nilai latar belakang
umumnya hanya sering mengkaji landasan budaya. Manusia selalu menantang dirinya
psikologi, landasan sosiologi, landasan untuk berfikir, mencari, mengubah dan
ekonomi, landasan yuridis, dan landasan melahirkan kebudayaan untuk
filsafat. Namun demikian, antropologi meningkatkan peradabannya dalam
secara dominan memberikan peranan menyelesaikan permasalahan hidupnya
dalam pembangunan bangsa Indonesia (Jacob, 2006).
(Swasono, 2006). Pendidikan yang berlandasakan pada
Jika kita cermati bahwasannya nilai-nilai antropologi turut membawa
masyarakat Indonesia terdiri dari peserta didik dalam kehidupan pola
keberagaman latar belakang kebudayaan bermasyarakat yang madani dalam
daerah, suku, adat istiadat serta bahasa pembangunan Indonesia di masa yang
yang berbeda-beda, sehingga tentunya akan datang. Kehidupan individu berada
pendidikan tidak dapat dipisahkan dari latar dalam masyarakat sekaligus di dalam
yang beragam tersebut. Demikian pula kebudayaan (Ihromi, 2006). Pendidikan dan
proses perkembangan suatu lembaga kebudayaan berproses secara dinamis
pendidikan, dimana sangat erat untuk mengatur tata hidup bermasyarakat,
hubungannya dengan latar kemajuan dan adanya proses pemanusiaan dan
keterampilan akan sumber daya pencapaian visi tantang kehidupan (Tilaar,
masyarakat sekitar lembaga pendidikan 2002). Oleh karenanya, proses pendidikan
tersebut. Masyarakat perkotaan memilik yang diselenggarakan berkaitan erat
karakteristik yang berbeda dengan dengan nilai-nilai kebudayaan yang
masyarakat pedesaan. Brooks berpendapat berlangsung pada kehidupan masyarakat.
bahwa hakikatnya terdapat pergeseran nilai Landasan antropologi saat ini tidak
dan perubahan budaya dalam proses diimplementasikan dalam inovasi kurikulum
pendidikan dari tiap tingkat generasi pendidikan secara nyata dan mendalam, ini
berikutnya yang saling terkait terhadap menjadi contoh akan kurangnya
tranformasi latar belakang budaya dalam pengamatan dan kajian akan urgensinya
proses pendidikan itu berlangsung (Uno & landasan pendidikan tersebut, khususnya
Lamatenggo, 2016). subdisiplin ilmu-ilmu bidang sosial dan
Apabila mengabaikan landasan humaniora. Pengaruh latar belakang
antropologi sama dengan mencabut peserta budaya daerah tiap-tiap peserta didik juga
didik dari latar belakang budaya harus dipandang penting dalam penerapan
kehidupannya. Contohnya kita dapat kurikulum yang mana merupakat suatu alat

50 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

dalam mencapai tujuan pendidikan. Jika saing, inovatif, dan dinamis; 3) Peningkatan
transformasi kebudayaan dilepas dalam konektivitas dan kerja sama sektoral; 4)
proses pendidikan hanya akan menuai ASEAN yang tangguh, inklusif, serta
kepunahan terhadap kebudayaan tersebut. berorientasi dan berpusat pada masyarakat;
Kajian antropologi memudahkan akses dan 5) ASEAN yang global (Kemlu.go.id,
dari proses kegiatan belajar peserta didik 2019).
untuk tetap dapat menanamkan Dinamika perubahan global patut
kebudayaan ke dalam individu peserta menjadi bahan pertimbangan dalam
didik, seperti halnya pengembangan memajukan masyarakat Indonesia ke arah
kurikulum dalam penerapan muatan lokal di yang lebih baik. Adapun Cetak Biru
sekolah harus ditinjau terlebih dahulu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
melalui kajian antropologi agar sesuai menjadi suatu tantangan, harapan, dan
dengan kondisi peserta didik sehingga juga peluang dalam mengupayakan
membantu guru lebih baik dalam proses sinergitas antara antropologi dan
pembelajarannya. Septiarti, Hanum, pendidikan di Indonesia. Langkah ini
Wahyono, Astuti, & Efianingrum (2017) merupakan suatu keharusan agar
menguraikan yang dikaji dalam dalam menghasilkan lulusan yang terampil dan
sosio-antropologi pendidikan meliputi: 1) kompetitif dalam memperkuat inisiatif
pendidikan kebudayaan; 2) pendidikan di ekonomi bangsa (Sumilih, 2015).
dalam kebudayaan; dan 3) pendidikan Contoh kasus tentang interpretasi
lintas kebudayaan. Jelaslah bahwa landasan gejala sosial dan budaya pada
antropologi memberikan kontribusi dalam permasalahan kesehatan masyarakat
berbagai bentuk strategi dan kebijakan Papua. Masyarakat disana memiliki tafsiran
dalam disiplin ilmu pendidikan, terutama yang berbeda tentang pola kesehatan
dalam pembangunan Indonesia di masa dimana mereka memandang bahwa
depan. penyakit bersumber dari penyebab
Perspektif antropologi dalam naturalistik (alami) dan di sisi lain
pembangunan Indonesia diarahakan untuk disebakan oleh penyebab magis
membangun masyarakat dan peradaban (supernatural), meliputi faktor persepsi
manusia. Tentunya, masyarakat itu sendiri tentang penyakit, pengalaman mediasi
akan menjadi subjek dan objek dalam degnan tabib, pengetahuan keluarga dan
pembangunan tersebut. Kebudayaan keterampilan terapi, biaya perawatan dan
berfungsi sebagai culture value pada proses jaminan terhadap jenis perawatan. Hasil
pembangunan agar sesuai dengan tatanan temuan yang diperoleh mengindikasikan
dalam masyarakat. Melihat berbagai kondisi Masyarakat Papua relatif bergantung pada
di atas menarik untuk dikaji, merujuk pada faktor magis (Djoht, 2002; Dumatubun,
Pertemuan ke-38 ASEAN Economic 2002). Jika dikaji lebih mendalam bahwa
Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur dengan mengintegrasikan ilmu antropologi
bahwa adanya kesepakatan bersama dari dalam kurikulum pendidikan kesehatan di
Negara anggota ASEAN tentang Cetak Biru lingkungan masyarakat Papua dapat
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2025 membantu mengatasi permasalahan
yang dibangun di atas Cetak Biru MEA 2015 tentang pola pengobatan kesehatan yang
meliputi lima karakteristik yang saling modern terhadap masyarakat,
terkait, yaitu: 1) ekonomi yang terpadu dan pembangunan konsepsi kesehatan dan
terintegrasi penuh; 2) ASEAN yang berdaya peningkatan keterampilan staf medis serta

51 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

penjaminan asuransi kesehatan bagi secara komprehensif sehingga terbentuk


masyarakat. suatu kesimpulan yang dapat digunakan
Dari beberapa kasus di atas, dapat sebagai rujukan untuk diaplikasikan di
dipahami bahwa jika landasan antropologi dalam ranah pengembangan kurikulum
tidak dimuat dalam pengembangan pendidikan melalui landasan antropologi.
kurikulum pendidikan nasional maka akan C. HASIL DAN PEMBAHASAN
menghilangkan nilai, norma dan etika dari
Ilmu antropologi adalah kajian ilmu
tujuan pendidikan nasional. Pendidikan
yang mempelajari tentang proses
akan menghubungkan bagaimana cara
transformasi kehidupan manusia dengan
pandang seseorang untuk memahami nilai
berbagai keanekaragamannya, baik itu
hubungan antar sesama manusia itu sendiri
pola kehidupan ditinjau dari segi perilaku,
(Toenlioe, 2017). Oleh karenanya, muatan
budaya dan lain sebagainya
kurikulum pendidikan seharusnya dikemas
(Koentjaraningrat, 1975).
dengan perwujudan nilai-nilai kebudayaan
spiritual maupun material secara sistematik 1) Dasar Antropologi Pendidikan
dalam keseluruhan mata pelajaran. Relasi
antara kebudayaan dan kepribadiaan Secara harfiah dalam bahasa Yunani
seseorang sangatlah erat dan dominan kata antropos berarti “manusia” dan logos
dimana kepribadian dasar serta karakter berarti “studi” jadi antropologi adalah
bangsa yang dikembangakan melalui pola suatu disiplin berdasarkan rasa ingin tahu
pengasuhan akan berlanjut dalam proses tentang manusia (hanya di batasi oleh
enkulturasi dan sosialisasi (Kodiran, 2004). manusia). Definisi antropologi memang
Nyatalah, bahwa antropologi sebagai kurang eksplisit, karena antropologi (ilmu
ilmu terapan yang berperan dalam sosial) ini mencakup seluruh aspek tentang
membangun bangsa dan Negara, hakikat manusia mulai dari aspek sosiologi,
mempelajari cara-cara hidup manusia, dan psikologi, politik ekonomi, sejarah, biologi
kebiasaan terhadap lingkungan sekitarnya manusia (Ihromi, 2006; Kapplan &
dalam mengatur hubungan manusia antar Manners, 2002). Antropologi dimaknai
sesama. dengan mempelajari tentang bagaimana
cara memahami manusia dengan berbagai
B. METODE PENELITIAN falsafah dan tata cara kehidupannya
Penulisan artikel ini menggunakan masing-masing. Sehingga ilmu antropologi
metode studi kajian literatur. Penulis disederhanakan sebagai sebuah kajian
mengkaji berbagai literatur landasan ilmu yang mempelajari tentang proses
antropologi yang bersumber dari buku transformasi kehidupan manusia dengan
primer, sekunder dan jurnal-jurnal ilmiah berbagai keanekaragamannya, baik itu
terbaru tentang pengembangan antopologi pola kehidupan ditinjau dari segi perilaku,
dan pendidikan yang dikaitkan dengan budaya dan lain sebagainya.
falsafah pengembangan dan muatan Mardia & Rahmat (2018) memandang
kurikulum pendidikan nasional. Penulisan bahwa kajian-kajian dalam ilmu
artikel dilakukan melalui tahapan organisasi antropologi yaitu mempelajari mengenai
kajian literatur menggunakan struktur asas asumsi dasar dari masyarakat dan
tematik dengan mengklasifikasikan dan kebudayaan manusia tentang bagaimana
mendiskusikan data-data dari sumber- masalah perkembangan dan
sumber ilmiah sesuai tema dan topik-topik keanekaragaman ragam bahasa dan ciri
yang dibahas, kemudian dilakukan analisa
52 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

fisik manusia suatu bangsa. Lebih dari di Indonesia. Dimasukkannya landasan


seabad yang lalu, kajian tentang disiplin antropologi dalam sistem kurikulum
ilmu antropologi kemunculannya berawal muatan lokal peserta didik agar pendidikan
dari perkembangan gagasan yang memperhatikan latar belakang kebudayaan
didorong oleh semangat eksplorasi dan yang berbeda dari setiap peserta didik
adanya ketertarikan terhadap sehingga terwujudnya kegiatan belajar
perkembangan kebudayaan kultural yang baik (Soedomo, 1989). Pembelajaran
masyarakat Eropa dalam memandang ciri- dengan perspektif antropologis modern
ciri fisik manusia, adat istiadat dan unsur memusatkan pengembangan pada
budaya yang berbeda dengan kebudayaan identitas budaya, mendekontruksikan
yang berkembang di dataran Eropa. Fase esensialisme budaya yang akan diwariskan
pertama ditandai adanya naskah tulisan pada kekuatan Negara dan kelompok
tangan (berupa etnografi) bangsa Eropa sosialnya (Alam, 2006).
yang melakukan ekspansi pada akhir abad Manusia hidup berdampingan dengan
ke-15 di benua Afrika, Asia, dan Amerika. makhluk sosial lainnya, artinya
Pada fase kedua, deskripsi dari tulisan keberlangsungan hidup manusia
tersebar dan isinya disusun berdasarkan memerlukan interaksi dan kerjasama
cara berpikir evolusi masyarakat, sehingga dengan orang lain. Manusia dibekali dan
pada tahun 1860 lahir pemikiran tentang diwariskan dengan kemampuan,
ilmu antropologi. Fase selanjutnya, keterampilan dan pengetahuan dalam
antropologi menjadi ilmu terapan praktis mengolah sumber alam sekitarnya untuk
yang mempelajari tentang kehidupan mempertahankan hidupnya. Di samping
masyarakat. Ilmu ini menjadi sumber bagi itu, terdapat pola aturan dalam kehidupan
bangsa Eropa untuk menghadapi bermasyarakat dalam berinteraksi dengan
masyarakat daerah jajahannya yang masyarakat lainnya berupa nilai-nilai dan
berlangsung pada awal abad ke-20. Pada norma-norma kehidupan.
fase terakhir, antropologi berkembang Adapun materi kajian dalam
secara luas dan digunakan sebagai metode antropologi pendidikan yaitu teori-teori dan
ilmiah untuk mengkaji berbagai aktivitas metode-metode tentang pengetahuan
masyarakat, keberagaman dan yang berhubungan dengan kebutuhan
karakteristik kebudayaan masyarakat manusia dan masyarakat sehingga
(Koentjaraningrat, 1975). Saat ini, kajian menambah wawasan ilmu pengetahuan
ilmu antropologi telah berkembang dalam dalam ruang lingkup pendidikan.
beberapa fase termasuk didalamnya kajian Pendidikan antropologi di negara-negara
ilmu antropologi pendidikan, kajian dalam berkembang upaya pengenalan terhadap
keilmuan ini membahas konsep perilaku kondisi masyarakat agar tidak
manusia, tradisi dan nilai-nilai menimbulkan kesenjangan, penolakan oleh
keanekaragaman para peserta didik yang masyarakat dan kesewenang-wenangan
berbeda-beda dalam melaksanakan proses pemerintahan dalam mengambil dan
kegiatan pembelajaran di suatu lembaga memberlakukan kebijakan dalam
pendidikan. membangun kesejahteraan masyarakat di
Kegiatan pembelajaran berupa negara tersebut. Terdapat dua cabang
pendidikan yang berlandaskan sosial utama dalam aspek kajian ilmu
antropologi sangat dibutuhkan dalam antropologi, yaitu antropologi fisik dan
memahami karakteristik sosial masyarakat antropologi budaya.

53 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

I. Antropologi fisik pengetahuan yang dimiliki dalam


Antropologi fisik ini mengkaji mengolah sumber daya alam di sekitarnya
perkembangan fisik atau perilaku manusia, yang pada umumnya sudah otomatis
yaitu cara manusia beradaptasi pada diturunkan dari orang-orang terdekatnya
lingkungannya. Disini perkembangan seperti orangtua kepada anaknya dengan
manusia ditinjau secara biologis menurut tujuan untuk mempertahankan hidup di
evolusinya dengan berbagai keistimewaan masa mendatang. Disamping itu, manusia
dan potensi yang telah ada dalam dirinya. mengatur suatu proses interaksi, timbal
Para ahli antropolog pada umumnya balik dalam suatu pola perilaku
menganggap kera sebagai dasar asal-usul bermasyarakat. Pola aturan perilaku
nenek moyang manusia, karena memiliki bermasyarakat akan menjadi panutan dari
banyak persamaan ciri-ciri masyarakat setempat untuk berinteraksi
perkembangannya dengan perkembangan dengan masyarakat lain. Pola aturan
manusia pada umumnya, mereka mencoba perilaku ini disebut norma atau nilai-nilai
menganalisis secara mendalam terhadap yang menjadi dasar dari pola aturan
fosil-fosil primata untuk mengetahui perilaku yang dianut oleh masyarakat
bagaimana dan kapankah sejarah asal tersebut. Ketiga wujud kebudayaan yang
perkembangan manusia hingga menjadi berupa sistem nilai, pola aturan, dan
seperti sekarang. perilaku tersebut tidak dapat dipisah-
Dengan makna lain dapat didefinisikan pisahkan.
bahwa antropologi merupakan subdisiplin II. Antropologi Budaya
dari pada ilmu sosial yang mempelajari Para ahli antropologi menyebutkan
tentang keberanekaragam budaya dengan istilah “kebudayaan” umumnya
lingkungan masyarakat pada suatu mencakup bagaimana seseorang dalam
kelompok tertentu yang bertujuan berpikir dan bertindak dalam lingkungan
mempelajari karakteristik bagaimana pola sosialnya dalam suatu kelompok
kehidupan manusia dalam membangun masyarakat tertentu. Aspek kebudayaan
kehidupan masyarakat sendiri. Sejalan terdiri dari keberagaman bahasa, niali dan
dengan pemikiran (Koentjaraningrat, 1975) norma, adat istiadat dan tradisi
menjelaskan bahwa ilmu antropologi keagamaan lainnya, konsep kebudayaan
terfokuskan untuk mengkaji perubahan sangat penting untuk memahami makna
keanekaragaman budaya yang konteks dari antropologi. Untuk
mempengaruhi pola kehidupan dalam merumuskan dan mendiskusikan lebih
masyarakat Indonesia. Karena sesuai lengkap mengenai antropologi budaya
dengan apa yang telah kita pahami maka akan dibatasi pada ketiga subdisiplin
bersama, bahwasannya manusia sebagai utama antropologi budaya antara lain
makhluk sosial yang hidup secara arkeologi, linguistik, dan etnologi
bersama-sama. Dimana manusia dalam (Supardan, 2008).
hidupnya selalu memerlukan interaksi dan
Para arkeolog atau ahli prasejarah
dukungan dari orang lain ataupun
selalu berusaha untuk menyusun kembali
kelompok lain agar dapat
kebiasaan dan tradisi dari suatu bangsa
mempertahankan hidupnya di kemudian
pada masa lalu, para ahli prasejarah
hari.
mengamati dan menelusuri tentang
Manusia berusaha mengembangkan berbagai macam kondisi perkembangan
kemampuan, keterampilan atau skill dan kebudayaan terhadap kemungkinan-
54 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

kemungkinan adanya perubahan- mencari penyebab dari perbedaan


perubahan dari kebudayaan tersebut. tersebut. Dengan kata lain, ahli etnologi
Seorang arkeolog ini sama dengan ahli mempelajari dan membahas tentang pola
sejarah, hanya yang membedakan dari ahli perilaku seseorang seperti halnya ritual
sejarah adalah dimana seorang arkeolog perkawinan, ekonomi, politik dan agama,
lebih menelusuri masa lalu yang lebih jauh. serta mempelajari pola perilaku dalam
Dua hal yang penting dalam arkeologi cerita rakyat, kesenian dan bagaimana
yaitu yang pertama, memantapkan tahap- bentuk peristiwa terhadap perubahan pola
tahap perkembangan kebudayaan manusia perilaku masyarakat yang ada di masa kini.
di berbagai bagian di dunia dengan tujuan Para pakar etnologi juga mempelajari dan
untuk mengetahui bagaimana cara-cara mendalami tentang perubahan
hidup manusia di suatu bagian dunia itu kebudayaan baik tentang perkembangan
terus berubah sampai sekarang. suatu kebudayaan atau tentang cara
Dengandemikian, seorang arkeolog bagaimana suatu kebudayaan
nantinya akan mendapatkan hasil mempengaruhi terhadap kabudayaan yang
pengamatannya tentang asal-usul lain.
kemunculan peradaban suatu wilayah, Berdasarkan uraian di atas, maka
memahami tentang perubahan-perubahan maksud dan tujuan para pakar etnologi
sosial masyarakat di suatu tempat tidak jauh berbeda dengan tujuan para
sehingga berbagai perubahan di masa lalu pakar arkeologi. Akan tetapi, para pakar
dijadikan sebagai sumber acuan untuk etnologi juga sebagai peneliti lapangan
memahami perkembangan sosial budaya sendiri dalam mempergunakan data
masyarakat di masa yang akan datang. tentang perilaku kebudayaan seseorang.
Antropologi linguistik mempelajari Sedangkan para pakar arkeologi harus
keanekaragaman bahasa-bahasa manusia. berusaha dalam mengumpulkan datanya
Pada awal mula penelitiannya para ahli dengan mencari kepingan-kepingan sisa
antropologi mula-mulameminta bantuan kebudayaan zaman dahulu dan cara
dari tenaga-tenaga ahli bahasa untuk tersebut merupakan dasar bagi seorang
mempelajari dialektika bahasa-bahasa pakar arkeologi dalam mengumpulkan data
masyarakat primitif. Para arkeolog dan membuat suatu perkiraan akademis
memahami bahwa bahasa memegang tentang kebiasaaan-kebiasaan atau pola
peranan utama dalam perkembangan perilaku masayarakat di zaman dahulu.
suatu kebudayaan manusia selain sebagai
2) Pendidikan dan Antropologi
alat komunikasi antar sesama masyarakat,
di sisi lain juga sebagai alat utama untuk Pendidikan secara luas mencakup
mewariskan adat-istiadat dari generasi setiap proses tentang mempelajari cara
yang satu ke generasi berikutnya sehingga berfikir dan beperilaku dalam hidup
tetap terjaga pola tradisi di suatu seseorang, pendidikan upaya menanamkan
kelompok masyarakat tersebut. pengetahuan, keterampilan dan sikap
Salah seorang ahli etnologi berusaha dalam kehidupan masing-masing peserta
untuk memahami tentang apa saja yang didik. Secara sistematik, antropologi
membedakan dari pola pikir dan perilaku pendidikan sebuah kajian mengenai
seseorang yang sudah baku di dalam praktek pendidikan dalam perspektif
kepribadian seseorang di masa sekarang budaya. Kebudayaan yang diwariskan oleh
maupun masa yang akan datang serta orang tua kepada anak-anaknya dalam

55 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

suatu kelompok masyarakat sebagai bekal lakunya dalam rangka menganalisa


pengalaman dalam hidupnya. Pendidikan individu peserta didik tentang
kepada seorang anak akan keanekaragamannya dalam dunia
ditumbuhkembangkan dan diinisiasikan ke pendidikan.
dalam kehidupan masyarakat nantinya, Dengan perkembangan zaman yang
maka dari itu antropologi mengambil peran semakin cepat dan luas, pemahaman
dalam mengahadapi perubahan dan tentang kebudayaan masyarakat harus
pergeseran nilai-nilai yang terjadi pada dimiliki oleh setiapkelompok-kelompok
peserta didik dalam mencari identitas sosial, untuk mempelajari kebudayan ini
kebudayaannya. Oleh karena itu, pendidik diperlukan kerja sama antara pendidik dan
dan antropolog harus saling bekerjasama antropolog dengan berbagai macam
agar tercapainya tujuan pembelajaran metode-metode baru untuk menganalisis
dalam suatu sistem persekolahan. dan mencari potensi-potensi kebudayaan
Secara khusus, para antropolog yang dapat menyesuaikan diri dengan
berupaya menelaah konflik-konflik dalam tuntutan perkembangan zaman dalam
kebudayaan yang menyebar luas ke dalam menghadapi perubahan sosial budaya.
sub-budaya pendidikan, sementara
3) Kontekstualisasi Pendidikan
pendidik berupaya untuk melestarikan
Antropologi Di Indonesia
hasil-hasil kebudayaan. Dengan kata lain,
bahwa pendidikan berupaya menanamkan Di era globalisasi ini, pendidikan di
identitas kebudayaan bagi peserta didik Indonesia berada pada kondisi yang
dalam menyusuaikan diri dengan bertentangan jauh dengan nilai-nilai dan
perubahan kebudayaan, sedangkan unsur kebudayaan yang ada di dalam
antropologi memberikan pandangan masyarakat saat ini. Pendidikan
landasan kebudayaan untuk dapat seharusnya membekali manusia tersebut
dipelajari berbagai kebudayaan tersebut dengan pengetahuan yang positif dan
dalam metode pembelajaran siswa. berguna bagi keberlansungan hidupnya
Landasan antropologi memberikan baik secara praktis maupun subtantif.
kontribusi dalam pengembangan ilmu Namun, disisi lain terdapat berbagai
pendidikan pada aspek pengambilan macam kendala dalam dunia pendidikan
kebijakan dalam pelaksanaan proses akibat pengaruh dari kepentingan-
pendidikan dengan mempelajari kepentingan ekonomi, sosial, politik dan
karakteristik dari suatu kebudayaan lain-lain yang selalu mengalami perubahan
tertentu (Manan, 1989). Sifat kajian dalam dari masa ke masa. Maka dari itu
antropologi pendidikan menekankan pada pendidikan antropologi di Indonesia sangat
perbedaan kelompok manusia meliputi dibutuhkan guna mengarahkan program
persepektif karakteristik budaya, perilaku pendidikan ke arah yang lebih baik.
maupun norma tradisi, bahasa, falsafah Pendidikan antropologi di Indonesia
hidup yang dianut masyarakat, dan sebagai upaya dalam hal menanamkan
penciptaan pada teori-teori pendidikan rasa nasionalisme kenegaraan terhadap
(Mahmud & Suntana, 2012; Septiarti et al., para peserta didik untuk mengahadapi
2017). Dapat ditarik kesimpulan, bahwa perubahan dari dampak krisis akulturasi
pembahasan antropologi pendidikan budaya dalam lingkungan masyarakat
berusaha menyusun generalisasi yang (Laksono, 2013). Pada dasarnya
bermanfaat tentang manusia dan tingkah pendidikan antropologi mengarahkan

56 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

manusia pada usaha-usaha antropologi diupayakan agar terkoneksi


pengembangan ke arah sasaran-sasaran dalam konstruksi kurikulum agar dapat
yang lebih substansial dikarenakan adanya mendukung peserta didik dalam
konflik-konflik internal dalam dunia pembentukan karakter dan pemahaman
pendidikan yang saat ini berjalan tidak multikulturalisme dalam proses
seimbang. Peserta didik diarahkan dan pembelajaran, sehingga menciptakan
diberi kesempatan untuk mengembangkan output peserta didik yang memiliki
daya apresisasi, empati dan integritas dalam pembangunan bangsa
pengetahuannya dengan berbagai hal yang Indonesia.
dipelajari dari pengalaman hidupnya,
4) Implikasi Pendidikan yang
dengan cara awal yaitu melakukan
Berlandaskan Antropologi di
pendekatan partisipatoris kepada peserta
Indonesia
didik agar dapat menjangkau
pengetahuannya dan identitasnya yang Indonesia merupakan negara kita
sedang mengalami perubahan, sehingga yang memiliki batas wilayah sangat luas
mendapatkan hasil yang lebih baik bersifat terdiri dari 12 ribu pulau. Diluar pulau Jawa
apresiatif yaitu penemuan eksistensi khususnya, masih banyak pulau-pulau
manusia itu sendiri. yang tertutup atau dikelilingi hutan
Dari beberapa kajian dipaparkan belantara. Hal ini menyebabkan
bahwa kontekstualisasi pendidikan terkendalanya komunikasi dan tranportasi
antropologi di Indonesia khususnya dalam baik yang dilakukan antar daerah maupun
pendidikan Islam menjadi upaya serius antar masyarakat. Keanekaragaman suku-
yang harus diintegrasikan dalam rumusan suku bangsa berkembang sesuai dengan
kurikulum pembelajaran. Hasil yang daerah geografis ketika masyarakat
diharapkan agar menciptkan tekstur tersebut pertama kali berada di Indonesia
kurikulum pendidikan Islam ke arah semisal suku Jawa, suku Sunda, suku
pendidikan multikultural. Siregar (2018) Madura, suku Dayak, Suku Miang dan lain
menyatakan bahwa wujud konstekstual sebagainya.
antropologi dalam pendidikan Islam Seiring dengan berjalannya waktu,
disajikan dalam bentuk subtansial- dengan adanya lingkungan geografis yang
kontekstual, sehingga pendidikan Islam berbeda-beda, menyebabkan perubahan
dapat berimplikasi dalam hal merawat pula pada adat-istiadat, bahasa,
pluralitas (keberagaman) bangsa di kebiasaan-kebiasaan perilaku masyarakat
Indonesia dan memiliki esensi bagi para serta sistem nilai-nilai atau norma-norma
penganut agamanya maupun secara yang di anut oleh setiap suku bangsa. Oleh
kemanusiaan. Sementara itu, falsafah karena itu, setiap suku bangsa di
antropologi dalam pengembangan Indonesia memiliki suatu adat-istiadat,
kurikulum pendidikan sehendaknya bahasa bahkan sistem nilai dan norma
memberikan muatan bagi peserta didik yang berbeda. Pendidikan yang dari dulu
sebagai individu religius, unik dan bernilai, merupakan suatu proses transmisi dan
melakukan perbuatan-perbuatan yang transportasi kebudayaan yang dilakukan
positif, memiliki rasa solidaritas dan oleh masyarakat, akan terjadi perbedaan di
pengabdian kepada masyarakat (Karnawati setiap masing-masing suku bangsa dalam
& Widodo, 2019). hal pelaksanaan pendidikan. Uno &
Lamatenggo (2016) menyatakan sebelum
Dengan demikian, landasan
57 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

Indonesia di jajah Indonesia telah berlandaskan antropologi adalah


mempunyai landasan antropologi yang pendidikan itu harus mengetahui apa yang
kuat dalam proses pendidikannya. menjadi kebutuhan pada masyarakat
Kemudian, sistem pendidikan melalui sekitar, baik secara sosiokultural maupun
kurikulum yang telah diatur dan disusun kebutuhan pengembangan. Oleh
dengan rapi yang dibawa oleh bangsa karenanya dibutuhkan tentang identifikasi
Eropa setelah tiba di daerah masyarakat kebutuhan belajar masyarakat.
Indonesia, membuat masyarakat tersebut Memperhatikan masyarakat sebagai
memiliki cara pandang yang berpedoman sumber informasi merupakan hal penting
pada penerapan sistem pendidikan dalam indentifikasi kebutuhan belajar
tersebut. masyrakat.
Perkembangan dan kemajuan Chambers menyatakan bahwa
masyarakat di setiap masing-masing suku biasanya hanya aspirasi golongan
bangsa memiliki pengalaman yang masyarakat menengah ke atas yang
berbeda-beda. Tingkat perkembangan dan menjadi tokoh-tokoh masyarakat dan
kemajuan masyarakat di setiap masing- jarang ditemui masyarakat lapisan bawah
masing suku bangsa di Indonesia dilibatkan dalam upaya menjaring data dan
dipengaruhi oleh pengetahuan dan informasi (Uno & Lamatenggo, 2016). Oleh
pemahaman tentang wawasan kebangsaan karena itu, pengumpulan data tidak akan
setelah penjajahan yang berlangsung akurat, karena data yang di ambil tidak
cukup lama. Kemudian tentang tingkat mewakili kejadian yang sebenarnya. Maka,
kebutuhan, pola pikir, serta cara bertahan dalam melakukan indentifikasi harus
hidup masyarakat juga dipengaruhi melibatkan seluruh lapisan masyarakat
terhadap perbedaan perkembangan dan baik masyarakat pedesaan maupun
kemajuan masyarakat di setiap masing- masyarakat perkotaan agar menjadi
masing daerah. Misalnya tentang pertimbangan untuk memperoleh data dan
pendidikan antara daerah masyarakat informasi yang benar dan akurat.
perkotaan dengan daerah masyarakat
II. Pelibatan Partisipasi Masyarakat
pedesaan. Di daerah masyarakat
Setempat
perkotaan seperti halnya untuk kelas
Keterlibatan masyarakat dalam tahap
menengah ke atas merupakan hal yang
identifikasi sangatlah diperlukan dan
biasa menyekolahkan anaknya mulai dari
seharusnya tidak terhenti hanya pada
tingkat dasar sampai dengan tingkat
tahap identifikasi saja, namun keterlibatan
perguruan tinggi, sedangkan pendidikan
masyarakat harus sampai pada tahap awal
pada masyarakat pedesaan untuk kelas
perencanaan hingga ke tahap evaluasi dari
menengah ke bawah merupakan hal yang
serangkaian hasil pelaksanaan kegiatan.
sulit untuk melanjutkan pendidikan sampai
Dalam tahap pelaksanaan menggunakan
ke jenjang perguruan tinggi. Selain karena
metode partisipator. Dengan maksud,
faktor pembiayaan, dalam masyarakat
warga masyarakat wajib terlibat dan
pedesaan anak dituntut juga menjadi
menjadi sasaran didik dalam semua
pencari nafkah dalam memenuhi
kegiatan pendidikan. Dimulai dari
kebutuhan keluarga.
menyusun dan merancang kurikulum,
I. Identifikasi Kebutuhan Belajar menyediakan sarana dan prasarana yang
Masyarakat memadai, menentukan dan menunjuk
Intisari dalam pendidikan yang narasumber yang akan menjadi pemateri
58 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

dalam proses belajar, serta juga terlibat juga memengaruhi terhadap perbedaan
dalam penilaian hasil belajar. Pada pemahaman kebudayaan masyarakat
hakikatnya, didalam masyarakat akan tersebut baik dalam ide-ide atau pola
sangat merasa senangjika dilibatkan dalam perilaku masyarakatnya. Kemudian
kegiatan pendidikan dan dengan suka rela perbedaan tersebut juga memengaruhi
akan menyumbang atau membantu sistem nilai dalam masyarakat yang juga
menyediakan sarana dan prasarana yang akan memengaruhi proses pendidikan.
diperlukan Pada umumnya, sistem nilai dari
Salah satu studi kasus yang terjadi di kebudayaan suatu masyarakat bersifat
SD di salah satu desa di Jawa Timur, abstrak sehingga upaya pendidikan yang
dimana gedungnya masih belum berdiri berfungsi mewariskan dan melestarikan
sendiri atau numpang dengan rumah sistem nilai oleh suatu masyarakat/bangsa
warga. Namun ada suasana mengharukan tidaklah dapat di lepaskan dari sistem nilai
sekaligus mengherankan bahwasannya yang dianut oleh latar masyarakat.
masih adanya partisipasi masyarakat yang 5) Antropologi dalam Pembangunan
sangat besar terhadap berkembangnya Indonesia
sekolah tersebut. Kursi dan meja belajar
yang digunakan oleh sekolah tersebut Ilmu antropologi di Indonesia telah
merupakan buah hasil karya masyarakat berkembang dalam beberapa tahun
yang dikerjakan dengan gotong royong terakhir ini, akan tetapi bagaimana
dan ikhlas meskipun masih tampak kasar peranan disiplin ilmu tersebut dalam
hasilnya. Pemilik rumah yang menjadikan pembangunan Indonesia, inilah yang
gedung tersebut sebagai gedung sekolah menjadi sebuah pertanyaan bagi para
dengan suka rela dan ridho untuk berdiam antropolog-antropolog Indonesia untuk
diri dibagian belakang, meskipun pada menjawab tantangan dan keluhan dalam
hakikatnya rumah tersebut tidak layak memanfaatkan ilmunya bagi pembangunan
dijadikan sebagai tempat belajar. Suatu hal Indonesia.
yang menarik yang dilakukan masyarakat Para antropolog harus bisa menguasai
setempat, yaitu dengan menyediakan cakupan pengetahuan paradigma
makan setiap harinya untuk disajikan antropologi sosiokultural dengan berbagai
kepada guru yang mengajar disekolah literatur nasional dan internasional, dan
tersebut. Jika dibandingkan dengan teori-teori dalam pembangunan secara
gedung sekolah yang megah dengan umum, disamping itu juga mereka harus
menggunakan pagar yang tinggi, mengikuti dan memahami kebijakan-
memperlihatkan suasana gedung sekolah kebijakan yang diimplementasikan dalam
yang seram sehingga masyarakat pembangunan Indonesia. Objek kajian
setempat enggan dan segan untuk para antropolog secara tradisional banyak
berpartisipasi didalam lingkungan tersebut. berasal dari bahan kajian terhadap
Dengan adanya lingkungan kelompok-kelompok masyarakat primitif
mempengaruhi terhadap perbedaan dikarenakan para peneliti berasal dari
geografis dan sosiokultural dalam bangsa Eropa dan Amerika yang mana
masyarakat seperti halnya letak daerah mereka mempelajari dan mengamati
yaitu: daerah pantai, daerah pegunungan, tentang kebudayaan dari masyarakat
daerah tropis, derah subtropis, daerah lainnya yang berbeda dengan tataran
subur, daerah tandus, dan lain sebagainya budaya di komunitas kehidupannya.

59 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

Metodologi yang dipakai para Perbedaan dan persamaan masyarakat di


antropolog sosiokultural dikelompokkan seluruh dunia harus berpikir secara global
dalam dua bagian, yaitu etnografi dan dan meyeluruh oleh para antropolog saat
etnologi. Etnografi dimaknai dengan ini, akan tetapi faktanya para antropolog
metode penelitian secara mendalam yang Indonesia meamandang objek kajian
mana peneliti terlibat didalam kelompok dalam wawasan yang sempit.
masyarakat tertentu yang mempelajari Antropologi dalam pembangunan
tentang budaya suku bangsa kelompok nasional ditinjau dari tiga poin utama, yaitu
tersebut. Walaupun penelitian dilakukan peran antropolog di Indonesia,
dalam kelompok masyarakat kecil namun pengembangan sistem pendidikan
metode ini dikatakan sebagai fondasi dari antropologi di Indonesia, dan
ilmu antropologi sosiokultural. Sedangkan pembangunan Indonesia. Para antropolog
metode etnologi merupakan tindak lanjut harus memperhatikan lima aspek dasar
dari metode etnografi yang mana para kebijakan dalam pembangunan Indonesia,
antropolog tidak lagi meneliti lansung ke yaitu: Pancasila dan UUD 1945, GBHN,
lapangan, para peniliti etnolog PELITA dan Kebijakan-kebijakan
memfokuskan dirinya dengan memilih Departemen (Marzali, 2000). Dalam
suatu topik tentang kebudayaan dari menyusun sebuah program kebijakan
suatu kelompok masyarakat baik secara negara, terdapat ciri-ciri umum masyarakat
diakronis (menelaah dengan cara dan kultur budaya dari kelompok
membandingkan praktek kebudayaan pada masyarakat yang harus ditinjau terlebih
masa lalu dengan masa kini) maupun dahulu oleh para antropolog selain harus
sinkronis (menelaah dan membandingkan menguasai konsep ddasar dalam teori
kebudayaan dengan berbagai tradisi suku pembangunan di Indonesia.
bangsa saat ini) dan mengkajinya dengan Jika antropologi pendidikan
comparative study atau menelaah studi diintegrasikan dalam pembelajaran peserta
dengan berbagai literatur keilmuan di didik, maka fokus antropologi dalam
perpustakaan. pembangunan Indonesia diarahkan agar
Bagaimana penerapan ilmu mampu menyiapkan lulusan peserta didik
antropologi dalam pembangunan yang mampu berdaya saing secara global.
indonesia, dalam hal ini para antrpolog Indonesia sebagai Negara yang menjadi
harus menguasai dan memahami tentang bagian MEA berupaya melakukan
teori-teori pembangunan yang berkaitan persiapan pada kualitas sumber daya
dengan pengambilan kebijakan-kebijakan manusia yang dimilikinya. Upaya
dalam pembangunan Indonesia. Terdapat peningkatan kualitas SDM dapat dibangun
hubungan dan keterkaitan berbagai disiplin melalui pendidikan yang berkualitas,
ilmu seperti sosiologi dan politik dengan harapannya agar menciptkan SDM yang
antropologi dalam proses pembangunan profesional dan berkualitas di pasar
Indonesia. Para ahli sosial dan politik telah industri nantinya. Pemerintah hendaknya
mengembangkan teori modernisasi yaitu mengkaji bebagai upaya strategis dalam
teori bagaimana usaha pembangunan perbaikan bidang pendidikan untuk
institusional dan pembangunan mentalitas mengembangkan daya saing. Pendidikan
manusia, teori-teori tersebut justru seharusnya juga membawa kesadaran
memerlukan saran dan masukan para dalam berperilaku moral agar
antropolog dalam fase pengembangannya. mencerminkan produktifitas dalam

60 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

bermasyarakat. Senada dengan apa yang sekolah dan pendidikan (Ninsiana, 2016).
dipaparkan Presiden RI dalam program
Adapun pemetaan lulusan pendidikan
Revolusi Mental dalam bidang pendidikan
yang mampu berdaya saing secara global
sebagai pembentukan karakter dan
(Sumilih, 2015) tertuang dalam tabel 1
peningkatan kualitas diri dalam aspek
akademis, kualitas kurikulum, kualitas

Tabel 1. Pemetaan Profil Lulusan Pendidikan Antropologi


No Profil Lulusan Uraian/Kompetensi Lulusan
1 Pendidik Memiliki kompetensi untuk mengajarkan antroplogi di sekolah.
Memiliki kompetensi meneliti di bidang pendidikan dan
pembelajaran antropologi.
Memiliki kompetensi meneliti dan mengembangkan
2 Antropolog antropologi dalam wilayah dan ranah pendidikan.
Memiliki kompetensi meneliti kebijakan, meliputi sosial-
budaya, evaluasi kebijakan, teknologi pembangunan, penilaian
serta analisis sumber daya.
Memiliki kompetensi memberikan konsultasi tentang
antropologi pendidikan, meliputi pendidikan karakter dan
budaya bangsa, kebijakan, dan pembangunan pendidikan.
Memiliki kompetensi membangun relasi komunitas guru dan
pendidikan antropologi.
3 Konsultan
Memiliki kompetensi dalam mengkaji dan mengelola
sumberdaya budaya (teknofak, sosiofak, ideofak) untuk
kepentingan pendidikan.
Memiliki kompetensi mengadvokasi para penggiat dan
pengembang pendidikan antropologi.
Memiliki kompetensi mengembangkan enterpreneur dan
Enterpreneur dan industri ekonomi kreatif yang tumbuh dari potensi kreativitas,
industri ekonomi keterampilan serta bakat dalam pengembangan pendidikan
4
kreatif antropologi, seperti: periklanan pendidikan, desain arsitektur
pendidikan dan budaya, pemasaran kerajinan barang dan
budaya, seni pertunjukan dan karya tulis serta publikasi.

Jika pemaparan data tersebut skills; 4) nilai-nilai potensi diri, meliputi:


dikerucutkan secara lebih mendalam, maka result oriented, superior customer service,
kerangka lulusan pendidikan antropologi di innovation, fairness, respect, change
atas mengacu pada Kerangka Kualifikasi responsive, accountability, and passion
Nasional Indonesia (KKNI) dan Standar (Apgar, 2006; Menkes, 2005; Tan, 2002;
Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti). Thomas & Inkson, 2004).
Karakteristik lulusan dalam menghadapi Dari beberapa jabaran rumusan di atas,
MEA 2015 hendaknya memiliki kekuatan implementasinya landasan antropologi
dan keunggulan sebagai acuan potensi diri pendidikan dalam pembangunan Indonesia
mereka. Beberapa karakteristik meliputi: 1) mampu meberikan warna tersendiri dalam
risk intelegence (eksistensi potensi diri) membangun masyarakat yang berdaya
untuk membantu penyelesaian masalah saing dan mandiri. Kajian-kajian antropologi
yang memerlukan pemahaman tentang menjadi pondasi untuk menuju dan
resiko; 2) executive intelegence; 3) memposisikan diri untuk menhadapi
knowledge, mindfulness, and behavior peluang dan tantangan dalam menghadapi

61 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

MEA. mempraktikkan dan mempertimbangkan


setiap kebijakan yang mempengaruhi
6) Antropologi dalam Masyarakat
pembelajaran di kelas untuk mendukung
Multikultural
dan membantu para guru meningkatkan
Masyarakat merupakan suatu akademik peserta didik dari beragam latar
komunitas yang memilki ikatan hubungan siswa. Dalam pendidikan multikultural,
dan ketergantungan yang emosional antar antropologi pendidikan berdampak pada
sesama untuk saling berinteraksi dengan hasil pendidikan yang positif untuk siswa,
hidup secara bersama dan teratur, jelas terlihat bahwa pendidikan multikultural
sedangkan masyarakat multikultural dan antropologi pendidikan adalah
dimaknai dengan kelompok masyarakat keduanya berkomitmen untuk melakukan
yang hidup dengan berbagai penelitian dan meningkatkan hasil
kebenarekagaman kebudayaan dalam suatu pembelajaran. Secara kontekstual para
komunitas dengan berbagai tipe dan cirinya antropolog budaya menyoroti berbagai
masing-masing, mereka beranggapan kajian tentang perbedaan keberagaman
bahwa anggapan bahwa setiap budaya yang ada di dalam ciri-ciri pola perilaku
memiliki kelebihan dan kedudukan yang manusia dalam komunitas masyarakat.
sederajat, maka dari itu pendidik juga harus Mereka berasumsi bahwa budaya terbentuk
memahami dengan berbagai corak budaya dari tindakan perilaku manusia, karena
yang terdapat dalam kelompok masyarakat setiap perilaku budaya dipandang relatif
dengan menjadikan nilai budaya sebagai terhadap budaya yang merupakan
sumber kekuatan dan ketahanan bagiannya baik itu bermakna positif maupun
masyarakat dalam membangun kelompok negatif.
hidupnya. Demerath & Mattheis (2012)
Dengan berbagai fenomena yang menjelaskan tentang kemajuan pendidikan
terjadi di masyarakat, maka pendidik multikultural dalam disiplin antropologi
bertugas menanamkan nilai dan norma pendidikan termasuk pemahaman konsep
tersebut dalam kehidupan peserta didik dan budaya, biologis, dan sosiologis dimulai
masyarakat. Adapun problematika yang dengan memperkenalkan maksud dan misi
dihadapi oleh pendidik disebabkan oleh kontemporer pendidikan multikultural dan
kesenjangan yang terjadi di lapangan antropologi pendidikan di Amerika Serikat,
bertolak belakang dengan keadaan yang terdapat evolusi baru dari kondep
seharusnya, seperti halnya sikap, kebudayaan dan perbedaan antara konseps
keterampilan dan pengetahuan pendidik biologis dan sosiologis untuk membentuk
yang tidak mencerminkan nilai-nilai pengalaman siswa di sekolah. Konsep
kebudayaan dalam kesehariannya. Terlebih biologis ras sebagai pertimbangan peran
jika dikaitkan dalam pendidikan masyarakat pewarisan genetik dalam keberagaman
multikultural di Indonesia ini yang mana manusia, di sisi lain dalam konsep sosiologis
keberagaman budaya berdampak baik para antropolog budaya di Amerika Serikat
secara positif maupun negatif pada kegiatan menempatkan istilah "Ras" untuk menarik
proses pembelajaran, untuk menjawab dan perhatian sejauh mana itu dibangun secara
mengatasi tantangan permasalahan sosial. Dapat disimpulkan bahwa para
tersebut para tenaga pendidik harus bisa antropolog mencoba membantu para guru
mengembangkan pola pembelajaran dengan untuk mengenali budaya mereka sendir
melakukan pendekatan saintifik agar dapat agar nantinya guru mampu mengatasi dan
mengintegrasikan budaya-budaya lokal mengenali siswa dengan berbagai
dalam pembelajaran yang diajarkan keberagaman ras, etnis, dan budaya dalam
sehingga pembelajaran tersebut menjadi membangun hubungan positif peserta didik
lebih bermakna dan mencakup keseluruhan satu sama lain.
para peserta didik dengan berbagai latar Peserta didik dalam masyarakat
budaya yang berbeda. multikultural memiliki keragaman masing-
Antropolog pendidikan juga masing, maka diperlukan teknik mengajar

62 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

yang baik dalam mencapai proses setiap peserta didik sehingga terwujudnya
pembelajaran. Model pembelajaran yang kegiatan belajar yang baik, kurikulum
baik menjadi suatu konsep dalam bermuatan lokal adalah suatu langkah yang
pelaksanaan pembelajaran, diantaranya
bijak dalam memposisikan faktor budaya
yaitu model pembelajaran berbasis
pertanyaan (Inquiry Based Learning), dalam perkembangan intelektual peserta
pembelajaran berbasis penemuan didik, pentingnya latar sosial antropologi
(Discovery Based Learning), pembelajaran diwujudkan dalam landasan pendidikan di
berbasis masalah (Problem Based Learning) Indonesia ini, mengingat negara ini terdiri
dan pembelajaran berbasis proyek (Project dari berbagai macam suku bangsa dan
Based Learning). Kempat macam model agama sehingga tidak terjadinya konflik dan
pembelajaran tersebut dijalankan secara
ketimpangan sosial dalam kehidupan
bersifat kerjasama dan kolaboratif untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai bermasyarakat. Adapun materi kajian dalam
dengan masing-masing karakteristik siswa. antropologi pendidikan yaitu teori-teori dan
Menurut Rohmad (2018) problematika metode-metode tentang pengetahuan yang
pendidik sosiologi antropologi di masyarakat berhubungan dengan kebutuhan manusia
multikultural, dimana mereka memiliki dan masyarakat sehingga menambah
keranekaragaman budaya dengan segala wawasan ilmu pengetahuan dalam ruang
kelebihan dan kekurangannya masing-
lingkup pendidikan.
masing. Berdasarkan hasil kajian ditemukan
empat hal problematika yang dialami oleh Di Indonesia perkembangan dan
pendidik sosiologi antropologi di masyarakat kemajuan masyarakat di setiap masing-
multikultural, yaitu; (1) integrasi masing suku bangsa memiliki pengalaman
penyetaraan isi materi pembelajaran; (2) yang berbeda-beda. Tingkat perkembangan
masalah proses mengkonstruksikan
dan kemajuan masyarakat di setiap masing-
pengetahuan; (3) menguragi prasangka
diskriminatif budaya suatu etnis tertentu; masing suku bangsa di Indonesia
(4) kemampuan guru dalam memilih isi dan dipengaruhi oleh pengetahuan dan
topik mata pelajaran yang relevan dengan pemahaman tentang wawasan
kebudayaan masyarakat sekitar. keIndonesiaan setelah penjajahan yang
Dapat ditarik kesimpulan bahwa berlangsung cukup lama. Kemudian tentang
problematika dalam kelompok masyarakat tingkat kebutuhan, pola pikir, serta cara
multikultural yang dihadapi oleh pendidik
bertahan hidup masyarakat juga
sangatlah kompleks, dimana paham
multikulturalisme beranggapan bahwa dipengaruhi terhadap perbedaan
berbagai budaya yang lahir di masyarakat perkembangan dan kemajuan masyarakat
memiliki kedudukan yang sama/sederajat, di setiap masing-masing daerah.
maka guru dituntut untuk menggunakan Berdasarkan jabaran kesimpulan
pendekatan santifik dalam proses sebelumnya, maka dirumuskan saran yakni
pemecahan masalah dalam ruang lingkup
sehendaknya kepala sekolah, guru, dan
pendidikan.
para akademisi lainnya menyadari akan
D. KESIMPULAN pentingnya landasan antropologi dalam
Antropologi pendidikan mempelajari pendidikan beserta implikasinya. Dimana
tentang bagaimana proses praktek proses perkembangan suatu lembaga
pendidikan ditinjau menurut pandangan pendidikan, sangat erat hubungannya
budaya masyarakat setempat. dengan latar kemajuan dan keterampilan
Dimasukkannya landasan antropologi dalam akan sumber daya masyarakat sekitar
agar pendidikan memperhatikan latar lembaga pendidikan tersebut. Apabila
belakang kebudayaan yang berbeda dari mengabaikan landasan antropologi sama

63 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

dengan mencabut peserta didik dari latar


belakang budaya kehidupannya. Karena Karnawati, & Widodo, P. (2019). Landasan
melalui landasan antropologi pendidikan Filsafat Antropologi-Teologis Dalam
Pengembangan Kurikulum
inilah cara pendidikan dalam mewariskan
Pendidikan Kristen. Evangelikal:
sistem nilai-nilai latar belakang budaya. Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan
E. DAFTAR PUSTAKA Warga Jemaat, 3(1), 82–89.
Alam, B. (2006). Antropologi dan Civil Kemlu.go.id. (2019). Masyarakat Ekonomi
Society: Pendekatan Teori ASEAN (MEA). Retrieved from
Kebudayaan. Antropologi Indonesia, https://kemlu.go.id/portal/id/read/11
30(2), 193–200. 3/halaman_list_lainnya/masyarakat-
https://doi.org/10.7454/ai.v30i2.356 ekonomi-asean-mea
4
Kodiran. (2004). Pewarisan Budaya Dan
Apgar, D. (2006). Risk Intelligence. Kepribadian. Humaniora, 16(1), 10–
Massachusetts: Harvard Business 16.
School Press. https://doi.org/10.22146/jh.v16i1.80
2
Demerath, P., & Mattheis, A. (2012).
Toward common ground: The Uses Koentjaraningrat. (1975). Anthropology in
of Educational Anthropology in Indonesia. Gravenhage: Martinus
Multicultural Education. International Nijhoff.
Journal of Multicultural Education,
14(3), 1–21. Laksono, P. M. (2013). Kontekstualisasi
https://doi.org/10.18251/ijme.v14i3. (Pendidikan) Antropologi Indonesia.
622 Jurnal Komunitas, 5(1), 101–111.
Djoht, D. R. (2002). Penerapan Ilmu Mahmud, & Suntana, I. (2012). Antropologi
Antropologi Kesehatan Dalam Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Papua. Jurnal Manan, I. (1989). Anthropologi Pendidikan.
Antropology Papua, 1(1), 9–19. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jendral
Dumatubun, A. E. (2002). Kebudayaan, Pendidikan Tinggi.
Kesehatan Orang Papua Dalam
Perspektif Antropologi Kesehatan. Mardia, & Rahmat, A. (2018). Sosio
Jurnal Antropologi Papua, 1(1), 24– Antropologi Pendidikan. Yogyakarta:
33. Zahir Publishing.
Ihromi, T. O. (2006). Pokok-Pokok Marzali, A. (2000). Pendidikan Antropologi
Antropologi Budaya. Jakarta: dan Pembangunan Indonesia.
Yayasan Pustaka Obor. Antropologi Indonesia, 62, 96–107.
Retrieved from
Jacob, T. (2006). Manusia Makhluk Gelisah, http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/
Melalui Lensa Bioantropologi. article/view/3396/2677
Surakarta: Muhammadiyah
University Press. Menkes, J. (2005). Executive Intelegence.
New York: Harper Collins Publisher.
Kapplan, D., & Manners, R. A. (2002). Teori
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Ninsiana, W. (2016). Revolusi Mental Bidang
Pelajar. Pendidikan Pada Masyarakat

64 | P a g e
Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE)
Vol. 2, No. 1, Januari 2020

Ekonomi Asean (MEA). Tarbawiyah, Madani Indonesia. PT. Remaja


13(1), 121–147. Rosdakarya.

Rohmad, Z. (2018). Problematika Pendidik Toenlioe, A. J. E. (2017). Pengembangan


Sosiologi Antropologi Di Masyarakat Kurikulum: Teori, Catatan Kritis, dan
Multikultural. Habitus: Jurnal Panduan. Bandung: Refika Aditama.
Pendidikan, Sosiologi Dan
Antropologi, 2(1), 151–172. Uno, H., & Lamatenggo, N. (2016).
Landasan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Septiarti, S. W., Hanum, F., Wahyono, S. B., Aksara.
Astuti, S. I., & Efianingrum, A.
(2017). Sosiologi Dan Antropologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Siregar, M. I. (2018). Pendekatan


Antropologi dalam Pendidikan Islam
untuk Merawat Kemajemukan. Aceh
Anthropological Journal, 2(1), 27–
53.

Soedomo. (1989). Landasan Pendidikan.


Malang: Universitas Negeri Malang.

Sumilih, D. A. (2015). Pendidikan


Antropologi: Tantangan, Harapan,
Dan Peluang Menuju Masyarakat
Ekonomi Asean 2015. SEMINAR
NASIONAL “Revolusi Mental Dan
Kemandirian Bangsa Melalui
Pendidikan Ilmu- Ilmu Sosial Dalam
Menghadapi MEA 2015,”
(November), 51–67.

Supardan, H. D. (2008). Pengantar Ilmu


Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Swasono, M. F. (2006). Antropologi dan


Integrasi Nasional. Antropologi
Indonesia, 30(1), 101–122.
https://doi.org/10.7454/ai.v30i1.355
7

Tan, V. S. L. (2002). Changing Your


Corporate Culture. Singapore: Times
Books International.

Thomas, D. C., & Inkson, K. (2004). Cultural


Intelegence. San Fransisco: Berrett-
Koehler Publisher. Inc.

Tilaar, H. A. R. (2002). Pendidikan,


Kebudayaan, dan Masyarakat

65 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai