Disusun Oleh:
Dosen Pengampu:
2019
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat,
taufiq serta hidayahnya kami bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan karena –
Nya pula kami dapat menyelesaikan makalah ini meskipun banyak kesalahan dan
kekurangan didalam makalah yang bertemakan “Konsep Fonologi (vokal,
konsonan, diftong, kluster, dan kajian fonemik)”.
Kami menyadari bahwa makalah yang telah disusun ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dari segi penulisan, kata-kata dan penyusunannya.
Maka dari itu kami sangat mengharap kritikan dan saran untuk kesempurnaannya
dimasa yang akan datang. Walaupun makalah ini banyak kekurangan dan
kesalahan semoga masih bisa memberi manfaat bagi kita semua dan juga bisa
menambah pengetahuan dan wawasan kita. Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
C. TUJUAN.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Bunyi Vokal...................................................................................................2
B. Bunyi Konsonan............................................................................................5
C. Bunyi Diftong...............................................................................................9
D. Kluster.........................................................................................................11
E. Kajian Fonemik...........................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bunyi Vokal
1. Definisi Bunyi Vokal
1
Iyos A. Rosmana, BBM 1: OBJEK KAJIAN FONETIK, ALAT UCAP, KLASIFIKASI BUNYI
BAHASA, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUNYI BAHASA, diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/KEBAHASAAN_I/BBM_1.pdf pada 11-03-2019.
1
Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami
rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi (perubahan
rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi
bahasa). Hambatan untuk bunyi vokal hanya pada pita suara saja.
Hambatan pada pita suara tidak lazim disebu tartikulasi. Karena vokal
dihasilkan dengan hambatan pita suara, maka pita suara bergetar.
Posisi glottis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali. Dengan
demikian, semua vocal termasuk bunyi bersuara.2
2
Jauharoti Alfin, dan Zudan Rosyidi, Fonologi dan Morfologi (Surabaya: UIN SunanAmpel Press
2014), hlm. 28.
3
Opik Sukmana, Purnamawati Utami, dkk, FONOLOGI, diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/KD-SUMEDANG/197212262005011002-
PRANA_DWIJA_ISWARA/Tugas%20Kuliah/Kapita%20Selekta%20Bahasa
%20Indonesia/2011/FONOLOGI.pdf pada 11-03-2019.
4
Makruz Sahlan, Definisi, Jenis dan Perbedaan dari Bunyi huruf Vokal & Konsonan, diakses dari
http://makrus-bindo.blogspot.com/2012/10/definisi-jenis-dan-perbedaan-dari-bunyi.html pada 16-
03-2019.
2
Gambar 2.1
…………….
Gambar 2.2
……….
Gambar 2.3
3
……….
d. Berdasarkan Striktur
4
3) Vokal semi-terbuka, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah
diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas vokal terbuka.
Dengan demikian, vokal [ε] dan [o] termasuk vokal semi-
terbuka
4) Vokal terbuka, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah dalam
posisi serendah mungkin.Dengan demikian, yang termasuk
vokal terbuka adalah [ a ].6
B. Bunyi Konsonan
1. Definisi Bunyi Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan
menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi
artikulasi. Proses hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan
bergetarnya pita suara, sehingga terbentuk bunyi konsonan bersuara.
Jika artikulasi itu tidak disertai bergetarnya pita suara , glottis dalam
keaadan terbuka akan menghasilkan konsonan tak bersuara.7
5
pada kata kelap, gelap, dan tetap.
2) Konsonan geser atau frikatif, yaitu konsonan yang dihasilkan
dengan cara menggesekkan udara yang keluar dari paru-paru.
Konsonan yang dihasilkan ialah [f], [v], [x], [h], [s], [z].
3) Konsonan likuida atau lateral, yaitu konsonan yang dihasilkan
dengan menaikkan lidah ke langit-langit sehingga udara
terpaksa diaduk dan dikeluarkan melalui kedua sisi lidah.
Konsonan yang dihasilkan ialah [l].
4) Konsonan getar atau trill, yaitu konsonan yang dihasilkan
dengan mendekatkan dan menjauhkan lidah ke alveolum dengan
cepat dan berulang-ulang sehingga udara bergetar. Bunyi yang
terjadi disebut konsonan getar apikal [r]. Jika uvula yang
menjauh dan mendekat ke belakang lidah terjadi dengan cepat
dan berulang-ulang, akan terjadi konsonan getar uvular [R]
5) Semi-vokal, yaitu bunyi konsonan yang pada waktu
diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Misalnya,
semivokal [w] dan [y].9
b. Hubungan posisional antara penghambat-penghambatnya atau
hubungan antara artikulator aktif dan pasif (striktur)
1) Konsonan bilabial, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan
mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama
bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi. Bunyi yang
dihasilkan ialah [p], [b], [m], dan [w].
2) Konsonan labiodental, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan
mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir
bawah sebagai artikulator. Bunyi yang dihasilkan ialah [f] dan
[v].
3) Konsonan apiko-dentall, yaitu konsonan yang dihasilkan
dengan ujung lidah (apex) yang bertindak sebagai artikulator
dan daerah antar gigi (alveolum) sebagai titik artikulasi. Bunyi
yang dihasilkan ialah [s], [z], [r], [l].
4) Konsonan palatal atau lamino-palatal, yakni konsonan yang
dihasilkan oleh bagian tengah lidah (lamina) sebagai artikulator
9
Ibid.
6
dan langit-langit keras (palatum) sebagai titik artikulasi. Bunyi
yang dihasilkan [c], [j], [Š], [ñ], dan [y].
5) Konsonan velar atau dorso-velar, yaitu konsonan yang
dihasilkan oleh belakang lidah (dorsum) sebagai artikulator dan
langit-langit lembut (velum) sebagai titik artikulasi. Bunyi yang
dihasilkan ialah [k], [g], [x].
6) Konsonan glottal atau hamzah, yaitu konsonan yang dihasilkan
dengan posisi pita suara sama sekali merapat sehingga menutup
glotis. Udara sama sekali dihalangi. Contohnya [‘]
7) Konsonan laringal, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan pita
suara terbuka lebar sehingga udara yang keluar digesekkan
melalui glotis. Bunyi yang dihasilkan ialah h.
Dengan melihat tempat artikulasi, cara artikulasi dan bergetar
tidaknya pita suara, maka nama-nama bunyi konsonan itu dapat
disebutkan sebagai berikut :10
Tabel 2.1
……………
KONSONAN KRITERIA CONTOH KATA
[b] Bunyi bilabial, hambat, bersuara < baru, abu >
[p] Bunyi bilabial, hambat, tak bersuara < pita, apa, tetap >
[m] Bunyi bilabial, nasal, bersuara < mana, lama, malam >
[w] Bunyi bilabial, semi vokal, bersuara < warna, waktu, awan >
[v] Bunyi labiodental, geseran, bersuara < veteran, devisa >
[f] Bunyi labiodental, geseran, tak< fajar, nafas, taraf >
bersuara
[d] Bunyi apikoalveolar, hambat,< datang > ; [da-taŋ]
bersuara
[t] Bunyi apikoalveolar, hambat, tak< peta > ; [pə-ta]
bersuara
[n] Bunyi apikoalveolar, nasal, bersuara < nama, ini, saran >
[l] Bunyi apikoalveolar, sampingan,< lama, pula, asal >
bersuara
[r] Bunyi apikoalveolar, getar, bersuara < segar > ; [sə-gar]
[z] Bunyi laminoalveolar, geseran,< lezat > ; [lə-zat]
10
Dina Yaumil Amal, dkk. Fonologi kelompok 2, diakses dari
http://fonologiunlamkelompok2.blogspot.com/2016/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html pada 04-02-2019.
7
bersuara
[ñ] Bunyi laminopalatal, nasal, bersuara < nyaring > ; [ña-rIŋ]
[ǰ] Bunyi laminopalatal, paduan,< jurang > ; [ju-raŋ]
bersuara
[č] Bunyi laminopalatal, paduan, tak< cara, baca >
bersuara
[š] Bunyi laminopalatal, geseran,< syarat >
bersuara
[s] Bunyi laminopalatal, geseran, tak< sama, nasi >
bersuara
[g] Bunyi dorsovelar, hambat, bersuara < gaya, tiga >
[k] Bunyi dorsovelar, hambat, tak< kaca, saku >
bersuara
[ŋ] Bunyi dorsovelar, nasal, bersuara < langit > ; [la-ŋIt]
[x] Bunyi dorsovelar, geseran, bersuara < khidmat, akhirat >
[h] Bunyi laringal, geseran, bersuara < hemat, bahan, indah >
[Ɂ] Bunyi hambat, glotal, bersuara < bak, pak, rakyat >
[ baɁ, paɁ, raɁ-yat ]
c. Bergetarnya pitasuara.
1) Konsonan bersuara, yaitu bila pita suara turut bergetar: b, d, g,
dan sebagainya.
2) Konsonan tak bersuara, yaitu bila pita suara tidak bergetar: p, t,
c, dan sebagainya
d. Berdasarkan jalan yang diikuti arus udara ketika keluar dari rongga
ujaran
1) Konsonan oral, yaitu bila udaranya keluar melalui rongga mulut
(mulut = Latin: os, -oris), misalnya p, b, k, d, w, dan sebagainya.
2) Konsonan nasal, yaitu bila udaranya keluar melalui rongga
hidung (hidung = Latin: nasus), misalnya: m, n, ny, ng.11
C. Bunyi Diftong
Diftong adalah bunyi vokal rangkap yang tergolong menjadi satu suku
kata. Ciri-ciri diftong ialah waktu diucakapnnya bunyi bahasa posisi lidah
yang satu dengan yang lain saling berbeda. Perbedaan itu menyangkut
tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strikturya (jarak
lidah dengan langit-langit).
Berdasarkan perbedaanya itulah maka diftong diklasifikasikan
menjadi diftong naik, diftong turun dan diftong memusat.
11
Dirman, Mata KuliahFonologi, diakses dari https://http.files.wordpress.com/2011/03/mata-
kuliah-fonologi.ppt pada 11-03-2019.
8
1. Diftong Menaik (rising diphthong) adalah diftong yang ketika
perangkapan bunyi vokoid itu diucapkan, vokoid pertama kurang atau
menurun sonoritasnya dan mengarah kebunyi nonvokoid, sedangkan
vokoid kedua menguat sonoritasnya.
Contoh: [M w A] ‘moi’ (bahasaPrancis) [SAB w A] ‘sebuah’
(bahasaMinang).12
Diftong naik adalah vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah
lebih tinggi dari yang pertama. Posisi lidah semakin menaik sehingga
strikturnya semakin tertutup. Berdasarkan posisi di atas diftong naik
disebut juga sebagai diftong tertutup. Bahasa Indonesia mempunyai
tiga jenis diftong naik:
a. Diftong naik menutup maju (al) misalnya dalam kata : pakai, lalai,
nilai, sampai, pandai, dll.
b. Diftong naik menutup maju (oi) misalnya pada kata : amboi, angin
sepoi-sepoi, dll.
c. Diftong naik menutup mundur (au) misalnya pada kata : saudara,
saudagar, pulau, kacau, surau, dll.
2. Diftong menurun (falling diphthong) adalah diftong yang ketika
perangkapan bunyi vokoid itu diucapkan, vokoid pertama bersonoritas,
sedangkan vokoid kedua kurang bersonoritas bahkan mengarah
kebunyi nonvokoid.
Contoh: [PULAw] ‘pulau’ [SAMPAy] ‘sampai’
[HARIMAw] ‘harimau’ [RAMAy] ‘ramai’.13
Disebut diftong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari
bunyi kedua. Dalam bahasa Indonesia tidak ada diftong turun. Dalam
bahasa Inggris ada dua jenis diftong turun, yaitu:
a. Diftong turun membuka-memusat (uə), misalnya dalam kata poor.
b. Diftong turun membuka-memusat (iə), misalnya dalam kata ear.
3. Diftong memusat yaitu terjadi jika vocal kedua diacu oleh sebuah atau
lebih vokal yang lebih tingggi, dan juga diacu oleh sebuah atau lebih
vocal yang lebih rendah. Diftong jenis ini terdapat di dalam Bahasa
Inggris, seperti [oα] contohnya kata [more] yang secara fonetis
diucapkan dengan [moα]
12
Muslich, masnur, Fonologi Bahasa Indonesia Tinjau Deskripsi System Bunyi Bahasa Indonesia (
Jakarta: bumiaksara 2013), hlm 70.
13
Ibid hal 60-70.
9
D. Kluster
Bunyi kluster/konsonan rangkap (dua atau lebih) merupakan
bagian dari struktur fonetis atau fonotaktis yang disadari oleh penuturnya.
Oleh karena itu, pengucapan pun harus sesuai dengan struktur fonetis
tersebut. Sebab, kalau salah pengucapan akan berdampak pada pembedaan
makna.
Kluster dalam bahasa Indonesia sebagai akibat pengaruh stuktur
fonetis unsur serapan. Namun, pada umumnya kluster bahasa
Indonesia seputar kombinasi berikut:
1. Jika Kluster terdiri atas dua kontoid, yang berlaku adalah :
a. Kontoid pertama hanyalah sekitar [p],[b],[k]
b. Kontoid kedua hanyalah sekitar [l],[r],[w]
Contoh:
[p] pada [pleonasme] [gr] pada [grafik’]
[b] pada [gamblan] [fr] pada [frustasi
[k] pada [klinik] [sr] pada [pasrah]
E. Kajian Fonemik
1. Identifikasi Fonem
Objek penelitian fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang
dapat berfungsi membedakan makna kata. Jika bunyi tersebut
membedakan makna, maka bunyi tersebut kita sebut fonem.
Untuk mengetahuinya kita harus mencari sebuah satuan bahasa,
lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan
satuan bahasa yang pertama. Jika kedua satuan bahasa tersebut
14
Dina Yaumil Amal, dkk, fonologi kelompok 2, diakses dari
http://fonologiunlamkelompok2.blogspot.com/2016/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html pada 04-03-2019.
10
berbeda, maka bunyi tersebut disebut fonem, karena fonem berfungsi
membedakan makna kedua satuan bahasa tersebut.15
2. Distribusi Fonem
Distribusi fonem adalah letak atau beradanya sebuah fonem di
dalam satu satuan ujaran, yang kita sebut kata atau morfem. Secara
umum fonem dapat berada pada awal posisi kata, di tengah, maupun di
akhir kata. Secara khusus fonem bisa berada pada ketiga posisi, namun
bisa juga hanya berada pada posisi awal, atau posisi akhir saja.16
3. Realisasi Fonem
a. Fonem Vokal
1) Vokal /a/, dapat menduduki semua posisi, contohnya: ambil,
taat, dan harga.
2) Vokal /i/, dapat menduduki semua posisi, contohnya: /indah,
amin, dan tani.
3) Vokal /e/, dapat menduduki semua posisi, contohnya: enak,
karet, dan sate.
4) Vokal // dapat menduduki semua posisi, contohnya: [mas],
[lmbut], [kod]
5) Vokal /u/, dapat menduduki semua posisi, contohnya: uda,
sambut, dan lagu
6) Vokal /o/ dapat menduduki semua posisi, contohnya: Oleh,
belok, dan bakso.
b. Fonem Diftong
1) Diftong /aw/ dapat menduduki posisi awal dan akhir,
contohnya: aula [awla], dan pulau [pulaw]
2) Diftong /ay/ hanya menduduki posisi akhir, contohnya [pantay]
dan [landay]. Tidak bisa menduduki posisi awal dan posisi
tengah.
3) Diftong /oy/ hanya meduduki posisi akhir, contohnya [skoy]
dan [amboy].
4) Diftong /y] juga hanya menduduki posisi akhir, contohnya
[survy].
c. Fonem Konsonan
15
Jauharoti Alfin dan Zudan Rosyidi, Fonologi dan Morfologi (Surabaya: UIN Sunan Ampel
Press 2014), hlm. 51.
16
Dakir De, Distribusi Fonem Bahasa Indonesia, diakses dari
http://fonologilima2015.blogspot.com/2016/03/distribusi-fonem-bahasa-indonesia.html pada 16-
03-2019.
11
1) Konsonan /b/ dapat menduduki semua tempat, seperti pada kata
bambu, timbul, dan sebab. Namun, pada posisi akhir sebagai
koda posisinya mendua, maksudnya dapat sebagai fonem /b/
dapat pula sebagai fonem /p/. Di sini, fonem /b/ itu hilang
kontrasnya dengan fonem /p/, hal seperti ini lazimnya
disebut arkifonem (fonem /b dan /p/ anggot dari arkifonem).
2) Konsonan /p/ dapat menduduki semua posisi, contohnya: pikat,
lipat,dan tutup.
3) Konsonan /m/ dapat menduduki semua posisi,
contohnya: makan, aman, dan dalam.
4) Konsonan semivokal /w/ dapat menduduki posisi awal dan
tengah, contohnya: waris dan awam. Pada semi vokal /w/
merupakan bagian diftong /aw/, secara ortografi dilambangkan
dengan huruf < u >. Misalnya [pulaw] < pulau >.
5) Konsonan /f/ dapat menduduki semua posisi, contohnya fitnah,
sifat, dan aktif. Kosnonan labiodental tak bersuasa /f/ tapi
bersuara /v/ tidak memiliki pasangan minimal.
6) Konsonan /d/ dapat menduduki semua posisi, contohnya: dari,
adat,dan abad. Namun pada posisi akhir fonem /d/ lazim
dilafalkan sebagai bunyi [t]. Jadi fonem /d/ adalah anggota dari
arkifonem /D/. Dan masih banyak lagi konsonan yang lain.17
17
Ibid.
12
BAB III
PENUTUP
1.1.1.1 Kesimpulan
3. Objek penelitian fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat
berfungsi membedakan makna kata. Jika bunyi tersebut membedakan
makna, maka bunyi tersebut kita sebut fonem.
A. Saran
13
Untuk lebih memahami lebih jelas tentang materi Fonologi, hendaknya
kita harus lebih banyak belajar dan menambah wawasan kita dengan
membaca baik itu bersumber dari buku maupun dari internet (jurnal, e-book,
blog, dan lain sebagainya). Terlebih saat ini kita hidup di zaman milenial,
dimana kita bisa mengetahui isi seluruh dunia hanya dalam segenggam
tangan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfin Jauharoti, Zudan Rosyidi. Fonologi dan Morfologi. Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press, 2014.
Muslich, Masnur. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjau Deskripsi System Bunyi
Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013.
A. Rosmana, Iyos. BBM 1: Objek Kajian Fonetik Alat Ucap, Klasifikasi Bunyi
Bahasa Dan Proses Terbentuknya Bunyi Bahasa, diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
MODES/KEBAHASAAN_I/BBM_1.pdf.
A. Rosmana, Iyos. BBM 2: Cara Membentuk Fonem Bahasa Indonesia, diakses
dari
http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/KEBAHASAAN_I/BBM_2_
KB1%2C_KB2.pdf
De, Dakir. Distribusi Fonem Bahasa Indonesia, diakses dari
http://fonologilima2015.blogspot.com/2016/03/distribusi-fonem-bahasa-
indonesia.html
Dirman. Mata Kuliah Fonologi. diakses dari
https://http.files.wordpress.com/2011/03/mata-kuliah-fonologi.ppt
Sahlan, Makrus. Definisi, Jenis dan Perbedaan dari Bunyi huruf Vokal &
Konsonan, diakses dari http://makrus-
bindo.blogspot.com/2012/10/definisi-jenis-dan-perbedaan-dari-bunyi.html
14
Sukmana, Opik, Purnamawati Utami, dkk. Fonologi, diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/KD-SUMEDANG/197212262005011002-
PRANA_DWIJA_ISWARA/Tugas%20Kuliah/Kapita%20Selekta
%20Bahasa%20Indonesia/2011/FONOLOGI.pdf
Yaumil Amal, Dina, dkk. Fonologi kelompok 2, diakses dari
http://fonologiunlamkelompok2.blogspot.com/2016/02/normal-0-false-
false-false-en-us-x-none.html
15