Anda di halaman 1dari 22

RESUME STUDI PERKEMBANGAN ARSITEKTUR

PADA MASA ROMAWI KUNO

Penulis

Nama :Annaba Qolby Sururi

NPM : 2015012039

Prodi : S1 Arsitektur

Mata Kuliah : Sejarah Perkembangan Arsitektur

Dosen : NUGROHO IFADIANTO, S.T., M.Sc.

M. SHUBHI YUDA WIBAWA, S.T., M.T.

Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Lampung
Bandar Lampung
27 April 2021
1.1 Sejarah/Lokasi

(Gambar 1.1.1 Wilayah Kekuasaan Romawi. Sumber : https://id.wikipedia.org,)

Romawi merupakan tempat kuno di Eropa yang menjadi sumber kebudayaan Barat. Terletak di
Semenanjung Apenina (sekarang Italia). Sebelah Utara semenanjung Apenina bersambung
dengan daratan Eropa yang terdapat pegunungan Alpen sebagai batas alam yang memanjang.
Sebelah Barat Laut yang memisahkan Italia dengan Perancis. Sebelah Utara memisahkan Italia
dengan Swiss dan Austria. Sebelah Timur Laut dengan Yugoslavia.

Kekuasaan Romawi berasal dan berkembang berupa semenanjung, menjorok ke selatan-timur di


Laut Mediterania. Keadaan geografis tersebut bertolak belakang dengan Yunani yang berupa
kepulauan dan sebagian besar wilayah daratannya berupa pantai, dari Laut Aegean. Roma
sebagai pusat kekuasaan dan kebudayaan Romawi, berada di bagian selatan-tengah
semenanjung, tidak jauh dari pantai laut Mediterania.

Semenanjung Itali mempunyai iklim yang dapat dibedakan ke dalam tiga kategori menurut
letaknya, bagian utara sama dengan daratan Eropa lainnya cukup dingin, di bagian tengah rata-
rata cukup banyak matahari, di bagian selatan mendekati iklim tropis.
Pada awalnya Bangsa Romawi hidup sebagai petani, namun setelah bangsa romawi berhasil
melawan bangsa Etruskia, bangsa ini menjadi masyarakat yang kapitalis dan materialis. Mereka
suka berperang dan mengumpulkan kekayaan. Kebudayaan Bangsa romawi merupakan
percampuran 2 budaya yaitu bangsa Yunani dan Etruskia. Bangsa Romawi maju dalam iptek
melanjutkan teori bangsa Yunani kuno. Kepercayaan bangsa Romawi kuno sama dengan
kepercayaan bangsa yunani yaitu percaya akan dewa – dewa. Tetapi dewa yang mereka puja
berbeda.
Orang – orang romawi menciptakan karya teknik bangunan yang mengagumkan. seni budaya
bangsa romawi yang cenderung berkiblat pada Yunani. Banyak peninggalan – peninggalan
peradaban romawi seperti bangunan monument dan kuil.

1.2 Sistem Sosial, Budaya, Dan Ekonomi Masyarakatnya

1.2.1 Kondisi Sosial Masyarakat


Kota Roma didirikan oleh Romulus sebagai raja pertama kerajaan romawi. Menurut
legenda, Romulus adalah keturunan pahlawan Troya, Aineas yang bermigrasi ke Latium.
Kerajaan romawi dipimpin oleh 7 raja.
Pada tahun 492 SM daerah Latium dikuasai oleh kerajaan Etruskia yang terletak disebelah
utara kota roma. Bangsa Etruskia merupakan orang paling kuat dan berpengaruh pada masa
itu. Bangsa Etruskia mengajari bangsa romawi mengembangkan tulisan, ilmu pasti,
arsitektur, seni dan agama. Sampai pada tahun 510 SM Bangsa Latium membrontak dan
berhasil membangun Negara sendiri yang berbentuk republik.
Sejak dari raja-raja Etruscan pada tahun 500 SM hingga raja Julius Caesar pada tahun 100
SM bangsa Romawi tidak pernah mengalami masa demokrasi seperti bangsa Yunani.
Sehingga bangsa ini akan menerima segala keputusan/gagasan dari seorang pemimpin yang
paling berkuasa dan tertinggi seperti Dewa. Tugas bagi para pemimpin yang harus diemban
adalah menaklukkan daerah-daerah perluasan sekiranya daerah tersebut mempunyai
penguasa. Konsep kepemimpinan ini menjadi konsep dasar hukum bagi sistem
kepemimpinan kekaisaran Romawi.
1.2.2 Kebudayaan Romawi

(gambar 1.2.1 Peradaban Romawi Kuno. Sumber: http://tourkeeropa.com/)

Kebudayaan Romawi kuno merupakan hasil perpaduan dari kebudayaan Yunani dan
Etruskia. Hal ini terlihat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan seni di romawi kuno.
Bangsa romawi tidak memiliki seniman besar, akan tetapi romawi mendatangkan seniman
seniman dari Yunani. Oleh karena itu pengaruh yunani di romawi sangat kuat. Disamping
itu politik maupun seni budaya roma dibawah bangsa Etruskia.
Budaya Romawi berkembang melalui kekuasaan yang didapat dari penaklukan, berbeda
dengan penyebaran budaya Yunani yang melalui kolonisasi. Budaya Romawi termasuk
arsitektur berkembang dari kekuasan perebutan kekuasaan dan penaklukan tidak hanya
berkembang di wilayah Itali, namun hingga sebagian besar Eropa, Afrika Utara dan Asia
Barat.
Etruscan merupakan kelompok suku yang menjadi cikal bakal dari bangsa Romawi yang
akan mendiami wilayah Etruria di barat-tengah semenanjung Itali sekitar tahun 750-100 SM.
(Sir Baniste Fletcher, 1975 : 256).
1.2.3 Ekonomi Masyarakat Romawi

(gambar 1.2.2 Jalur Perdagangan Romawi 180 M. Sumber: id.wikibooks.org)

Sebagian besar orang di Romawi adalah petani, dan beberapa petani adalah budak meskipun
sebagian besarnya adalah orang merdeka. Mereka menanam gandum, barley, zaitun, anggur,
apel, bawang, dan seledri. Mereka biasanya menjual hasil panen mereka di pasar kota.
Petani Romawi membayar pajak sebagian dengan uang, sebagian lagi dengan hail panen.

Dengan uang dari penjualan hasil panen, para petani bisa membeli makanan, pakaian, dan
barang-barang lainnya. Mereka juga membeli hewan untuk dipersembahkan pada dewa.

Banyak petani tinggal di desa kecil, namun banyak juga yang tinggal di kota yang agak
besar, dan pergi ke ladang mereka setiap hari. Di desa, orang-orang kebanyakan tinggal di
bangunan dari batu bata yang dilengkapi halaman. Orang yang tinggal di kota biasanya
tinggal di bangunan apartemen kecil tanpa halaman dan dapur, sehingga mereka harus
membeli makanan di pedagang jalanan atau restoran.

Orang kaya beserta budak-budak mereka juga tinggal di kota. Beberapa dari orang kaya ini
adalah tuan tanah, yang menyewakan tanah mereka pada para petani miskin, atau menyuruh
budak untuk mengurusnya. Beberapa orang kaya menjalankan bisnis pembuatan pakaian
atau peralatan. Beberpa orang yang lebih miskin menajdi pengajar, dokter, pemabawa air,
atau pengemis. Kaum perempuan menjual barang-barang di toko, menjadi penjahit, atau
mengemis. Perempuan biasanya tidak menjadi pengajar di sekolah.
Bangsa Romawi juga melakukan perdagangan dengan bangsa-bangsa lainnya. Mereka
menyeberangi Laut Tengah untuk membeli papirus dari Mesir, kaca dari Fenisia, daging
babi dan garam dari Austria, timah dari Inggris, saus ikan, alat masak, dan piring dari Afrika
Utara, dan minyak zaitun dari Spanyol. Bahkan petani biasa mampu membeli banyak dari
benda-benda tersebut.

Beberapa pedagang bahkan pergi lebih jauh, ke Samudra Hindia atau menyebrangi Asia
Barat, untuk berdagang dengan orang india dan memperoleh kapas, kayu manis, bumbu-
bumbu, dan bahkan sutra yang datang dari Tiongkok. Benda-benda ini tergolong mahal dan
hanya mampu dibeli oleh golongan orang kaya.

1.3 Jenis Bangunan Dan Detail Ornament

1.3.1 Pelengkung

Suku bangsa Etruscans, telah disebut di atas mendiami wilayah tengah-barat Itali adalah
kelompok suku yang sangat maju pada zamannya dalam arsitektur. Pada sekitar abad VII SM
sudah membangun kota dengan antara lain dinding-dinding, pipa-pipa pembuangan air,
hingga mengontrol sungai sehingga permukaan airnya sama dengan rata-rata permukaan
danau-danau. (Sir Banister Fletcher, 1975 : 263).
Pada arsitektur Romawi, pelengkung menjadi bagian yang penting, karena berfungsi sebagai
konstruksi menggantikan kolom dan balok. Berkat pelengkung berbagai bangunan besar dan
tinggi dapat didirikan.

(Gambar 1.3.1 Gerbang berkonstruksi pelengkung Falerii Novi pada abad III SM. Sumber : Sumalyo, 2003 : 29)
1.3.2 Pelengkung Augustus

Pelengkung Augustus di Perugia, dibangun pada akhir abad 11 SM, juga menunjukan pemakaian
pelengkung sudah sejak zaman Romawi awal atau zaman Etruscan. Dengan sistem konstruksi
pelengkung, maka kolom dan balok tidak diperlukan lagi. Kemudian dalam perkembangannya,
bentuk kolom dan balok Yunani hanya menjadi bagian dari dekorasi. Berbagai kuil pada zaman
Etruscan menggunakan sistem kolom dan balok, namun konstruksi, proporsi, komposisi dan
dekorasinya mempunyai ciri khusus berbeda dengan ketiga Order Yunani.

(Gambar 1.3.2 Rekonstruksi Pelengkung Augustus. Sumber : Sumalyo, 2003 : 29)

1.3.3 Pelengkung Konstantinus

Untuk mengabadikan kemenangannya, Konstantinus memutuskan untuk membangun sebuah


pelengkung kejayaan. Di bagian atas pelengkunya, ditulis inskripsi yang ditujukkan untuk dewa.
Di bagian bawahnya, ada ukiran yang menggambarkan pertempuran Konstantinus. Ukiran pada
pelengkung ini menggambarkan Konstantinus memasuki kota Roma dengan kereta perang, juga
ada ukiran yang memperlihatkan Konstantinus memberi uang pada orang miskin. Inovasi pada
pelengkung ini adalah digunakannya pewarna, sedangkan pelengkung-pelengkung sebelumnya
tidak dilapisi pewarna.
(Gambar 1.3.3 Pelengkung Konstantinus.Sumber: https://id.wikibooks.org/wiki/Romawi_Kuno/Arsitektur/Pelengkung_Konstantinus)

1.3.4 Pelengkung Titus

Pelengkung Titus terletak di bagian selatan dari pusat kota Roma, di ujung sebuah jalan yang
berada di samping selatan Kuil Venus. Pelengkung didirikan pada zaman Titus, untuk
memperingati jatuhnya Jerusalem ke tangan orang-orang Roma. Bagian dalam pelengkung ini
diukir dengan ukiran timbul.

(Gambar 1.3.4 Pelengkung (arch) Titus di Roma (82 M).


Sumber : http://andieperkembanganarsitek.blogspot.com/2010/06/arsitektur-romawi.html,)
1.3.5 Kolom dan Balok

Konstruksi kolom dan balok atau entablature menjadi ciri khas arsitektur Yunani yang disebut
Order. Keindahan dari Order terpancar dari ornamen yang menenkankan pada bagian-bagian
yang dominan antara lain kolom dan kepalanya, entablature dan pediment dengan dekorasi,
terbagi menjadi aliran masing-masing mempunyai ciri khas antara lain, Dorik, Ionik dan
Korintien.

(Gambar 1.3.5 Order Dorik, Ionik, dan Korientien Romawi


Sumber : http://www.tribunesandtriumphs.org/roman-architecture/roman-columns.htm)

Elemen-elemen Order dalam arsitektur Romawi hanya diambil bentuknya, sama sekali tidak
terkait dengan konstruksi, menghias pilaster dan balok-baloknya. Dalam berbagai bangunan
Romawi, elemen arsitektur Yunani hanya menjadi hiasan misalnya pada pintu masuk dan
jendela. Pada teater, kolom, balok atau entablature yang menyatu dengan pelengkung yang
berfungsi ganda yaitu sebagai bagian konstruksi penguat dinding dan juga sebagai dekorasi.
(Gambar 1.3.6 Kolom-kolom menyangga semacam entablature, lengkap dengan cornice, bukan berfungsi sebagai balok, namun juga sebagai
ornament. Ditengah frieze, terdapat berkaitan dengan sejarah. Sumber: http://andieperkembanganarsitek.blogspot.com/2010/06/arsitektur-
romawi.html,)

1.3.6 Denah Kuil

Denah kuil-kuil dibangun pada zaman Romawi secara garis besar dapat dikategorikan dalam dua
bentuk, yaitu segi empat panjang dan bukan segi empat. Kuil Romawi berdenah segi empat
panjang sebagian besar mendapat pengaruh yang cukup besar dari arsitektur Yunani. Pada zaman
itu, mulai berkembang bentuk-bentuk kuil yang tidak segi empat panjang, bervariasi dalam
bentuk denah poligonal, lingkaran dan kombinasi lainnya.

(Gambar 1.3.7 Kuil Romawi Kuno. Sumber: id.wikipedia.org)

1.4 Sistem Struktur/Konstruksi dan Material Bangunan


1.4.1 Kuil Romawi Segi Empat

Kuil Jupiter Capitolinus (509 SM)

Salah satu kuil tergolong dalam kategori berdenah segi empat adalah Kuil Jupiter
Capitolinus (509 SM) di pusat kota Roma. Kuil terletak di dalam Forum Romanus pada
ketinggian sebuah bukit, sehingga terlihat dari berbagai tempat di kota. Tata letak semacam
ini, kemungkinan besar mendapat pengaruh dari Yunani seperti misalnya kuil-kuil di
Acropolis. Denahnya segi empat panjang, identik dengan kuil-kuil Yunani, juga konstruksi
kolom dan balok atau Order, dalam hal ini berciri Korintien, langsing, kepala kolomnya
dihias dengan ornamen floral.
Tangga masuk tidak berbeda dengan berbagi kuil Yunani, langsung berhubungan dengan
pranaos, bagian dari kuil, posisinya seperti portico atau teras depan. Dari segi denah, ada
perbedaan kuil ini dibanding dengan kuil-kuil Yunani pada umumnya, yaitu pada letak naos
yang tidak berada di tengah, sehingga tidak ada ambulatory. Naos mempunyai tiga kamar
berderet melintang, di dalamnya masing-masing diletakkan patung Jupiter, Minerva dan
Juno. (Ibid : 265).

(Gambar 1.4.1 Rekonstruksi Kuil Jupiter Capitolinus di Roma (509 SM), denah dan perspektif.
Sumber : Sumalyo, 2003 : 31)

Kuil Juno Sospita, Linivium (265 SM)

Kuil Juno Sospita, Linivium (265 SM) berdenah segi empat, denahnya sama dengan Kuil Jupiter,
letak naos tidak berada di tengah, sehingga tidak ada ambulatory. Demikian juga naos yang
mempunyai tiga kamar. Namun konstruksi bagian depan berbeda dengan Kuil Jupiter dan Kuil-
kuil Yunani pada umumnya, tidak mempunyai pediment tympanum, frieze, maupun architrave.
Dengan kata lain arsitektur Kuil Sospita tidak dalam konstruksi order, meskipun kolomnya
silindris sederhana tanpa ornamen, seperti kolom Dorik. Arsitektur kuil Romawi adalah per-
paduan antara Etruscan dengan Yunani. Berbagai aspek seperti pada kedua kuil dibahas sebelum
ini khas Yunani, sedangkan portico dan podium atau semacam panggung dimana bagian utama
kuil berdiri, merupakan bagian dari model kuil Etruscan yang sudah ada sejak abad VII SM.
(Gambar 1.4.2 Maket rekonstruksi Kuil Juno Sospita, Linivium (256 SM).
Sumber : Sumalyo, 2003 : 31)

Kuil Fortuna Virilis (40 SM)

Kuil Fortuna Virilis di Roma (40 SM) adalah salah satu contoh dari kecenderungan tersebut di
atas, denahnya segi empat yang terdiri dari cella dan portico. Kuil berdiri di atas podium setinggi
3 m dan cella berupa ruang tunggal. Konstruksi dan dekorasinya terdiri dari kolom-balok
(Order), deretan depan terdapat empat kolom dengan frieze, architrave, pediment, tympanum,
dengan gaya Ionik.

(Gambar 1.4.3 Kuil Virilis di Roma (40 SM). Sumber : Sumalyo, 2003 : 32.)

Kuil Antonius dan Faustina (141 SM)


Bentuk dan denah Kuil Antonius dan Faustina di Roma (141 SM) mirip dengan Kuil Virilis,
namun lebih besar. Kuil terletak di Forum Romawi menghadap ke selatan-barat. Kedua kuil
berciri arsitektur Romawi, yang berupa perpaduan Etruscan-Yunani. Tinggi podium 6 m, deretan
enam buah kolom bergaya Korintien.

(Gambar 1.4.4 Denah, tampak depan dan samping Kuil Antonius dan Faustina di Roma (141 SM).Sumber : Sumalyo, 2003 : 31.)

Kuil Saturnus (Saturn) (284 M)

Kuil Saturnus (Saturn) (284 M), juga di Roma, tidak lebih dari 200 m di sebelah barat Kuil
Antonius-Faustina dikemukakan sebelum ini. Kuil menghadap ke utara-timur, beberapa puluh
meter di selatan-timur Capitol. Kuil berdiri di atas podium khas Etruscan. Tinggi podium 3.73 m,
dari tangga langsung ke portico, di mana terdapat deretan enam kolom. Dalam hal ini kolom,
frieze, architrave, pediment dan tympanum, bercorak Ionik.

Sebuah Kuil di Nimes Perancis bagian selatan dibangun tahun 6 SM, pada zaman kekuasaan
Romawi meliputi wilayah hampir seluruh daratan Eropa, terutama Eropa Barat. Kuil diberi nama
Maison Caree yang artinya “Rumah Segi Empat”, karena bentuk denahnya yang segi empat.
Kuil ini merupakan satu-satunya peninggalan zaman Romawi, yang masih dalam kondisi utuh.
(Ibid : 265).
(Gambar 1.4.5 Rekonstruksi tampak depan, denah, dan dekorasi Order-Ionik Kuil Saturnus di Roma (284 SM). Sumber : Sumalyo, 2003 : 33)

Maison Caree di Nimes (16 SM)

Maison Caree merupakan contoh sangat representatif dari arsitektur campuran Yunani Etruscan
dengan detail-detail corak Order Korientien. Bagian utama kuil berdiri di atas podium model
Etruscan setinggi 3.66 m. dengan tangga masuk ke teras atau portico depan.

Cella berupa kamar tunggal, besarnya selebar podium menghadap ke portico tersebut juga
merupakan bagian dari kuil Etruscan. Kolom langsing berderet enam buah di depan berkepala
dihias dengan pola floral, merupakan bagian dari konstruksi Order yang menyangga frieze,
architrave, pediment, tympanum yang bercorak Korintien.

(Gambar 1.4.6 Tampak depan dan denah Maison Caree di Nimes (16 SM). Sumber : Sumalyo, 2003 : 33.)
1.4.2 Kuil Romawi berdenah Lingkaran dan Poligonal

Pantheon Roma
Pantheon Roma merupakan kuil terbesar di zamannya yang berdenah lingkaran, kuil terletak
di tengah-tengah pusat seni, budaya dan pemerintahan kota pada zaman Romawi. Mula
pertama kuil dibangun oleh Agrippa pada 27 SM, kemudian direkonstruksi oleh Hadrien
antara 117-125 M. Pada abad VII ditransformasikan menjadi gereja.
Ruang utama berdenah lingkaran, sering disebut rotunda. Diameter bagian dalam dinding
43,43 m. Ada yang berpasangan, ada yang menyatu dengan dinding atau dapat disebut
pilaster. Pilaster berpenampang segi empat terdapat cukup banyak dalam Pantheon Roma
dan bangunan-bangunan Romawi pada umumnya.
Denah lingkaran dikombinasikan dengan gerbang masuk berdenah segi empat. Pintu masuk
terdapat dibelakang konstruksi gerbang tersebut. Pada portico terdapat 16 buah kolom, yang
berderet 8 kolom pada ujung atas tangga. Kolom-kolom tadi terbuat dari batu granit utuh.
Kedelapan kolom depan menyangga pediment dan frize yang dihias dengan cornice. Semua
hiasan pada kepala kolom dan pilaster di dalam maupun pada portico bercorak floral,
khususnya daun Acanthus sangat khas dekorasi Korintien.
Mengikuti dinding berdenah lingkaran, rotunda diatapi oleh sebuah kubah berdiameter 40 m.
Pada puncak kubah terdapat lobang yang tertutup kaca, agar sinar matahari dapat masuk.
Kubah terbentuk oleh blok-blok semakin ke atas semakin kecil, diekspos dengan garis-garis,
menjadi elemen dekorasi kotak-kotak (rectangular) yang indah. Bagian bawah dalam kubah
dihias dengan molding membentuk garis-garis melingkar.
Hal yang unik dalam perancangan Pantheon Roma adalah ukuran diameter cella sama
dengan tinggi bangunan. Bila ditarik garis pada penampang melintang melalui titik pusat
ruang dalam dan puncak kubah akan terbentuk sebuah lingkaran.
(Gambar 1.4.7 Potongan membujur, potongan melintang, dan denah Kuil Pantheon di Roma yang ditransformasikan menjadi gereja pada
abad ke VII. Sumber : Sumalyo, 2003 : 35.)

1.4.3 Basilika (Basilica)

Merupakan Hall untuk pengadilan dan perdagangan yang berdenah segi empat dengan ukuran
panjang adalah 2 X lebarnya, serta membentuk nave (ruang utama) di tengah yang dikelilingi
oleh selasar di kiri kanannya. Sedangkan Tribune biasanya berbentuk ½ lingkaran, ada 2 tribune
yang letaknya berseberangan, dipisahkan dengan deretan tiang-tiang pendek atau baluster, serta
letak tribune lebih tinggi dari yang lain. Contoh : Basilika Trajan dibangun oleh Kaisar Trayanus.

Basilika Trajan di Roma (98-112 M) dibangun oleh Apollodorus dari Damascus. Basilika
dahulu mempunyai nave tengah bentuknya segi empat memanjang, 117.34 x 26.51 m². Nave
dikelilingi oleh semacam gang ganda dibentuk oleh deretan kolom dalam arsitektur klasik
disebut isle, masing-masing lebarnya 7.24 m. Tinggi total ruang tengah (nave) yang sangat luas
dan panjangnya 36.58 m. Kolom-kolom berderet memisahkan nave dan aisle, terbuat dari batu
granit merah utuh, berbentuk silindris, semuanya berkepala Korintien. Pada kedua ujungnya,
masing-masing terdapat tribunal pada ketinggian lantai dibentuk oleh trap-trap, dan denahnya
setengah lingkaran.
(Gambar 1.4.8 Situasi dari Forum Trajan, dan denah dalam Basilika Trajan di Roma (98-112 M). Sumber : Sumalyo, 2003 : 37.)

1.4.4 Teater (theatre) dan teater terbuka (amphitheate)

Kesenangan melaksanakan kegiatan diluar atau tidak di dalam gedung beratap dari orang-
orang Yunani sejak zaman kuno terungkap jelas antara lain dengan adanya teater terbuka
(amphitheatre). Selain mengembangkan budaya termasuk arsitektur pada wilayah jajahan,
rupanya orang-orang Roma juga mengadopsi budaya bangsa yang dijajah, termasuk Yunani.
Kecenderungan semacam itu terungkap dengan banyaknya teater dibangun hampir di semua
kota diseluruh wilayah kekuasaannya.

Teater Marcellus di Roma (23-13 SM)


Teater Marcellus di Roma (23-13 SM) adalah salah satu dari bangunan jenis teater yang
terletak di tengah-tengah kota Roma. Tempat penonton berdenah setengah lingkaran, tidak
dibuat dari kemiringan sisi bukit, namun dengan dinding pelengkung-pelengkung.
Pelengkung berderet pada dinding luar yang denahnya setengah lingkaran, terdiri dari dua
tingkat. Masing-masing pelengkung diapit oleh pilaster atau kolom yang menyatu dengan
dinding, dalam hal ini dekorasinya ada dua bentuk yaitu Ionik dan Dorik.
(Gambar 1.4.9 Theatre Marcellus di Roma (23-13 SM).Sumber : https://en.m.wikipedia.org)

Colosseum Roma

Merupakan bangunan yang dikembangkan dari bentuk Theatre Yunani yang kemudian
dengan penggunaan teknologi beton dapat dibuat bangunan yang secara konstruktif
bertumpu pada kolomnya sendiri. Yang terkenal adalah Colloseum Roma, bangunan ini
dibangun pada tahun 79 AD serta berkapasitas sekitar 50.000 orang penonton. Fungsi
Colloseum sudah tidak sama dengan Theatre. Colloseum dipergunakan untuk arena tontonan
adu binatang dengan manusia (gladiator) dengan sifat kekerasan yang menonjol, atau adu
kekuatan lain yang tidak seimbang. Bangunan ini terdiri dari 3 tingkat, dimana tiap tingkat
mempunyai langgam gaya kolom yang berbeda-beda.

Colosseum Roma sangat luas, denah berbentuk elip, garis tengahnya 189 x 156.4 m 2. Pada
dinding keliling yang bentuknya juga elips atau oval, berderet melingkar 80 pelengkung
yang bertingkat 3. Arena di kelilingi audiotorium bertingkat 3, bentuknya juga oval,
berdiameter 27.47 m x 54.86 m, dan di kelilingi dinding setinggi 4.57 m. Dibalik atas
dinding atau podium terdapat singgasana kaisar dan tempat duduk para pejabat dan kerabat
kekaisaran. Di belakangnya lagi terdapat empat duduk penonton (meninanum) yang dapat
menampung 5000 orang pada gang pada masing-masing tingkat. Pilaster dan kolom
menggunakan hiasan berpola Order-Yunani, Ionik pada lantai 3 dan Korientien pada lantai
4.
(Gambar 1.4.10 Pandangan sisi, penampang melintang , dan denah. Sumber : Sumalyo, 2003 : 42.)

1.4.5 Jembatan Saluran Air (Aquaduct)

Bangunan saluran air yang merupakan perpaduan antara keahlian teknologi dan keanggunan
arsitektur. Air disalurkan ke kota sedemikian banyaknya sehingga seolah-olah sungai itu sendiri
yang mengalir memasuki kota melalui gorong-gorong. Air mengalir turun dari permukaan yang
lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah, melalui saluran beton di bagian atas aquaduc
(Vitruvius menyarankan supaya saluran diturunkan 15 cm setiap 30,5 cm panjang akuaduk).
Pelengkung akuaduk kadang bertingkat 1, kadang bertingkat 2 bahkan 3 bila melintasi lembah
yang curam. Terowongan yang digali menembus bukit yang terlalu sempit disusuri, dilengkapi
dengan bak kontrol untuk memeriksa dan membersihkan. Sifon terbalik digunakan kalau jurang
terlalu terjal. Teknik tersebut berlandaskan prinsip bahwa air akan mencari permukaannya
sendiri. Efek sifon ini memaksa air mengalir naik setelah turun dari tempat yang tinggi. Aqua
Marcia adalah bangunan pertama yang menggunakan pelengkung untuk meninggikan saluran
airnya, dibangun pada tahun 144 BC. Pelengkung batu yang panjangnya ± 96 km itu
memungkinkan saluran tetap agak landai, sedangkan air disalurkan ke kota cukup tinggi
sehingga tekanan airnya kuat sekali.
(Gambar 1.4.11 Pont du Grand di Nimes, Perancis (14 M), pandangan melintang dan detail konstruksi. Sumber :
http://architecturestation.blogspot.com/2010/06/arsitektur-romawi.html)

1.5 Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Arsitektur Setelahnya

Arsitektur Romawi Kuno mengembangkan berbagai aspek berbeda dari arsitektur Yunani
Kuno dan teknologi-teknologi baru seperti pelengkung dan kubah untuk menciptakan suatu
gaya arsitektural baru. Arsitektur Romawi berkembang di seluruh Kekaisaran selama
periode Pax Romana. Penggunaan material-material baru, khususnya beton, merupakan suatu ciri
yang sangat penting.

Arsitektur Romawi mencakup periode dari berdirinya Republik Romawi pada tahun 509 SM
sampai sekitar abad ke-4 M, yang mana setelah itu menjadi diklasifikasi ulang sebagai Abad
Kuno Akhir atau arsitektur Bizantium. Sebagian besar contoh yang masih terlestarikan berasal
dari periode belakangan. Gaya arsitektural Romawi terus mempengaruhi bangunan di bekas
kekaisaran tersebut selama berabad-abad, dan gaya yang digunakan di Eropa Barat sejak sekitar
tahun 1000 disebut arsitektur Romanesque untuk mencerminkan ketergantungannya pada
bentuk-bentuk Romawi dasar.

Bangsa Romawi Kuno memberikan kontribusi terhadap perkembangan-perkembangan penting


dalam perumahan dan sanitasi publik, misalnya jamban dan pemandian partikelir juga publik
yang mereka buat, pemanas bawah lantai dalam bentuk hypocaustum, kaca mika (contohnya
di Ostia Antica), juga air dingin dan panas yang disalurkan melalui pipa (contohnya
di Pompeii dan Ostia).
(Gambar 1.5.1 pemanas bawah lantai dalam bentuk hypocaustum. Sumber: romaikor.hu)

KESIMPULAN

Arsitektur Romawi Kuno banyak mengadaptasi Arsitektur Yunani. Kedua gaya tersebut disadari
menjadi dasar dari arsitektur klasik. Namun, elemen sosial seperti kemakmuran, populasi yang
besar dalam kota memaksa Romawi Kuno mencari arsitektur baru sebagai solusi dari
masalahnya.

Politik propaganda juga membuat bangunan-bangunan harus dibuat menarik seperti ruang
publik. Romawi Kuno menggunakan lengkungan, dome, dan penemuan beton sebagai material
pada bangunan publiknya. Bangunan juga banyak dipengaruhi oleh dorongan keagamaan seperti
bangunan Pantheon. Salah satu bangunan yang cukup impresif adalah amphitheatres the
Colosseum di Roma. Fungsinya sebagai tempat kontes Gladiator dan sarana berkumpul rakyat
dan penguasa.

Bangsa Romawi Kuno sudah membuat berbagai macam inovasi bangunan seperti, permukiman,
bangunan publik, mercu suar dan inovasi material. Inovasi material di era Romawi Kuno dimulai
abad 1 BC dengan menemukan beton. Sehingga memungkinkan untuk merangkai struktur
lengkung (arc) dan dome.
DAFTAR PUSTAKA

Francis Ching, Mark Jarzombek, Vikram Prakash. (2006). A Global History of Architecture,
Wiley.

Nuttgens, Patrick (1983), The Story of Architecture, Prentice Hall

Sumalyo, Yulianto. (2003). Arsitektur Klasik Eropa. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.

Sumintardja, D. (1978). Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I, Yayasan Lembaga pendidikan


Masalah Bangunan.

Wardhani, Anedya. (2020). Penelitian Arsitektur Dan Peradaban Manusia. JakartaSelatan :


Universitas Pancasila.

https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Romawi_Kuno (diakses pada 22.00 WIB, 27 April


2021)

http://architecturestation.blogspot.com/2010/06/arsitektur-romawi.html (diakses pada 22.39


WIB, 27 April 2021)

http://www.tribunesandtriumphs.org/roman-architecture/roman-columns.htm. (diakses pada


22.54 WIB, 27 April 2021)

Anda mungkin juga menyukai