e-PROSIDING
SEMINAR NASIONAL:
“INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
Kamis, 13 Desember 2018
Tempat: KAMPUS BPSDM JABAR
JL. Kolonel Masturi Km 3,5, Cipageran, Kota Cimahi
Edisi Khusus
JURNAL INSPIRASI
ISSN : 2623 - 0267
No : Istimewa
i
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KATA PENGANTAR
Salah satu program Jawa Barat untuk tercapainya Birokrasi Kelas Dunia melalui
Smart ASN sebagaimana tercantum dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2024,
adalah dengan mewujudkan “Corporate University”. Corporate University dapat
digambarkan sebagai suatu institusi pendidikan yang menciptakan personil yang
kompeten untuk mendukung kinerja lembaga sesuai fungsinya.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
pelaksanaan Seminar Nasional, Narasumber, semua kontributor makalah dan para
peserta. Semoga tulisan-tulisan yang tersaji di e-Prosiding ini dapat menjadi
masukan bagi perkembangan kelembagaan BPSDM secara umum, maupun
perkembangan Corporate University secara khusus.
ii
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SUSUNAN KEPANITIAAN
INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY
BPSDM PROVINSI JAWA BARAT
iii
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Daftar Isi
iv
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
v
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
vi
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
vii
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Corporate University
1
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Salah satu agenda reformasi di bidang keuangan adalah adanya pergeseran dari
penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja. Arah penggunaan
dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input tetapi pada output. Perubahan ini
penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya
pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang
makin tinggi.Hal ini untuk mendorong pemerintah dalam rangka meningkatkan
pelayanan publik, dengan menerapkan fleksibilitas manajemen keuangan yang
menyoroti produktivitas, efisiensi, dan efektivitas di lembaga-lembaga pelayanan publik
melalui penerapan Badan Layanan Umum Daerah pada Lembaga Diklat untuk
mendukung menjadi Corporate University. Peran Lembaga Diklat atau Unit
Kepegawaian yang lebih besar dari sekedar menjadi training center serta tidak lagi
bersifat taktikal untuk memenuhi analisis kesenjangan kompetensi atau competence
gap. Namun, harus diperluas sebagai strategic business partner untuk dapat
membentuk SDM aparatur yang berpengetahuan serta terus mendorong
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya melalui continuos learning. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan sumber data berasal dari informan dan
dokumen. Hasilnya untuk menjawab polemik atas penggunaan pendapatan BLUD yang
dapat digunakan secara langsung untuk membiayai pengeluaran kegiatan BLUD sesuai
RBA tanpa terlebih dahulu disetor ke Kas Daerah. Serta dapat melakukan kerjasama
dengan pihak lain dalam hal kerjasama operasional dan pemanfaatan barang milik
daerah yang menjadi pendapatan BLUD.
Kata kunci : Badan Layanan Umum Daerah, Lembaga Diklat, Pengelolaan Keuangan,
Corporate University
2
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
A. Pendahuluan
Corporate University (CorpU) saat ini menjadi hot issue dalam dunia kediklatan dan
pengembangan SDM. Pengembangan SDM merupakan bagian dari proses end to end
talent management sehingga perlu diintegrasikan dengan proses manajemen SDM
yang lain. CorpU Lembaga Diklat merupakan entitas pengelola pengembangan SDM
dan merupakan bagian integral dari proses end to end talent management yang
meliputi pengorganisasian fungsi strategic human capital management, strategic
learning development dan manajemen operasional SDM serta optimalisasi fungsi
pendidikan dan pelatihan teknis.
Definisi CorpU menurut Mark Allen dalam bukunya The Corporate University
Handbook (2002) adalah any educational entity that is a strategic tool designed to assist
its parent organization in achieving its goals by conducting activities that foster
individual and organizational learning and knowledge. Menurut Grenzer (2006:1),
CorpU adalah a function strategically aligned toward integrating the development of
people within specific generation and must focus on personal development, carreer
paths, training opportunities, learning events, human resource programs, and
leadership at all level of the organization. Pengertian sederhananya, CorpU adalah
seluruh hasil learning, training, & knowledge yang mendukung langsung kepada
performansi unit bisnis agar performansinya berkembang dan terus berkembang di atas
perkembangan rata-rata industri (Performansi adalah cacatan outcome yang dihasilkan
dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu.
(Bernandin & Russell). CorpU sebagai salah satu engine strategis organisasi yang
dapat mengintegrasikan serta mengtriangulasikan sumberdaya, proses, dan SDM
dalam pembelajaran, untuk terus bersinergi meningkatkan KSA (knowledge, skill, dan
attitude) sehingga dapat memberikan kontribusi yang berarti untuk pencapaian target
organisasi. Disinilah pentingnya lembaga diklat dan unit kepegawaian di setiap
pemerintahan daerah untuk dapat berperan mewujudkan Corporate University,
mengubah potensi ASN yang ada menjadi investasi sumber daya manusia aparatur
yang bercirikan birokrasi kelas dunia yaitu profesional, percaya diri, multi skill dan
otonom (Dwiyanto, 2015)
Peran strategis lembaga diklat dalam bertransformasi menjadi corporate university
untuk mendukung tantangan organisasi kedepan, perlu didukung dari sisi pengelolaan
keuangan. Reformasi keuangan negara dalam rangka menjawab tuntutan masyarakat
sedang dan terus dilakukan. Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah
adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis
kinerja (performance based budgeting). Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan
dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini
penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya
pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang
makin tinggi. Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang
telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan
penganggaran yang demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah
yang memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu alternatif untuk mendorong
peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan pemerintah.
Mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang
memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik.
3
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
4
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sumber : Drs. Herizal, M.Si. dan Eko Haryanto, Sebuah Pemikiran PUSDIKLAT BMKG Corporate
University, Kenapa Tidak?
B. Kajian Literatur
Beberapa kajian terdahulu terkait dengan konsep Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah adalah:
1. Perencanaan Strategis pada Badan Layanan Umum Daerah, Moch Yudi Arifin. Hasil
penelitian ini adalah, 1) Proses penyusunan rencana strategis RSUD Nganjuk
melalui tahapan yaitu: Persiapan penyusunan rencana strategis, Penyusunan
rancangan rencana strategis oleh tim perumus, dan Penetapan Rencana Strategis.
Faktor pendukung dalam proses perencanaan strategis adalah proses yang
melibatkan pihak-pihak terkait, kelembagaan sebagai BLUD, dukungan dari pihak
ekstern, sedangkan faktor penghambat adalah kompetensi SDM di bidang
perencanaan, kepastian pendanaan, dan kurangnya kebijakan teknis yang mengatur
tentang BLUD.
2. Analisis Yuridis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pada instansi
Pemerintah Penyelenggara Layanan Umum, Sulasi Rongiyati. Hasilnya penelitiannya
yaitu sebagai alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan
manajemen keuangan berbasis kinerja, BLU diberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat antara lain melalui
fleksibilitas dalam pelaksanaan anggaran, pengelolaan pendapatan dan belanja,
pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa termasuk kemungkinan
mempekerjakan tenaga profesional non PNS dan pemberian imbalan jasa kepada
pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tetapi sebagai pengimbang, BLU
dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam
pertanggungjawabannya.
3. Analisis Kesiapan Penerapan Kebijakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Puskesmas Di Kabupaten Kulon Progo (Studi Kasus di Puskesmas Wates dan
Puskesmas Girimulyo II Kabupaten Kulon Progo), Albertus Sunuwata Triprasetya,
Laksono Trisnantoro, Ni Luh Putu Eka. Puskesmas Wates dan Girimulyo II di
Kabupaten Kulon Progo belum siap sepenuhnya dengan persyaratan teknis, hal ini
ditunjukkan dengan tingkat pendapatan puskesmas yang meningkat dalam tiga tahun
terakhir tetapi hasil evaluasi kinerja pelayanan puskesmas belum optimal.
Puskesmas telah siap dengan persyaratan administratif ditunjukkan dengan
kelengkapan dokumen BLUD Puskesmas. Stakeholder di Kabupaten Kulon Progo
mendukung dalam penerapan kebijakan BLUD Puskesmas, ditunjukkan dari hasil
analisis yang menunjukkan tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder yang
cukup tinggi tetapi belum sepenuhnya siap dengan regulasi BLUD Puskesmas.
Kondisi pada Puskesmas kurang mendukung, dilihat dari komitmen puskesmas yang
masih kurang, sistem pengelolaan keuangan puskesmas yang belum mendukung
dan bendahara puskesmas yang belum terlatih pengelolaan keuangan BLUD.
5
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
4. Analisis Implementasi PPK BLU pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
Meidyawati. Saran dari penelitian ini antara lain, menyempurnakan organisasi dan
tata laksana yang mendukung pencapaian strategi dan pengembangan budaya
entrepreneur, Mengintegrasikan sistem informasi manajemen dari semua unit-unit
organisasi yang ada, Melakukan revisi dan evaluasi secara berkala atas RSB, RBA,
dan SPM, Mengembangkan sistem akuntansi biaya dalam rangka perencanaan dan
pengendalian, pengambilan keputusan, perhitungan tarif layanan dan remunerasi
yang tepat,
5. The Analysis of Investment Services Customer Satisfaction in One Stop Services,
Investment Coordinating Board (BKPM). Epi Ratri Zuwita. MBIPB. 2012. Hasil
penelitian ini menunjukkan variabel laten seperti fasilitas parkir, fasilitas kamar
tunggu, proses verifikasi dokumen, proses pengambilan dokumen dan penanganan
pengaduan yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mencerminkan
investasi kepuasan layanan pelanggan dalam PTSP, BKPM
6. Noor Cholis Madjid, Tohirin, dan Heru Cahyono. 2009. Evaluasi Kinerja Keuangan
Satker Rumah Sakit Umum Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum. Penelitian dilakukan dngan pendekatan
kuantitatif. Hasil penelitian adalah total aset berpengaruh sangat kuat terhadap
pendapatan Badan Layanan Umum. Makin besar aset, makin besar pendapatan.
Angka ketergantungan satker BLU terhadap dana yang berasal dari APBN, masih
cukup besar. Angka rata-rata peran APBN terhadap total penerimaan sebesar 42
persen termasuk angka yang cukup tinggi dan dapat dipastikan tanpa adanya
suntikan dana APBN sebagian besar BLU tidak akan mampu untuk menjalankan
kegiatan operasional.
7. Tohirin, Ak., MM, Mukhtaromin, SST.Ak., MM, Survey Opini Stakeholders
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Bidang Pendidikan, 2013 . Sejak
konsep pengelolaan keuangan BLU dikenalkan pada 2005, pertumbuhan jumlah
maupun pendapatan BLU sangatlah pesat. Pada akhir 2005 satker BLU baru
berjumlah 13, sedangkan pada akhir tahun 2012 sudah 143 satker ditetapkan
sebagai BLU. Selama periode 2007 sampai 2011, pendapatan BLU juga terus
mengalami peningkatan, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 75,3 persen. Jika
pada akhir 2007 pendapatan BLU Rp 2,1 Trilyun, tahun 2012 diperkirakan
pendapatan BLU mencapai Rp 20,4 Trilyun. Porsi pendapatan PNBP BLU adalah
sebesar 28% dari total PNBP lainnya, walaupun jumlah satker BLU adalah sebesar
3% dari seluruh satker PNBP.Sebagian besar responden menyatakan puas dan
cukup puas dengan proporsi 43% dan 41%. Sebagian kecil saja yang menyatakan
tidak puas dan sangat tidak puas dengan proporsi 8% dan 3% dan, hanya 3%
responden yang menyatakan sangat puas.
C. Metodologi
Metode dalam penelitian ini, menggunakan penelitian kualitatif dengan metode
analisis deskriptif dengan rancangan studi kasus untuk menggambarkan keadaaan
serta menggali secara luas kesiapan penerapan kebijakan BLUD pada lembaga diklat,
dengan menganalisis persyaratan teknis dan administratif, analisis peran stakeholder,
serta menganalisis peraturan yang mendukungnya. Pengambilan sampel pada
penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Metode pengumpulan data
6
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
D. Pembahasan
Di lingkungan pemerintahan di Indonesia, terdapat banyak satuan kegiatan yang
berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui pola BLUD. Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Peluang ini
secara khusus disediakan bagi satuan kerja pemerintah yang melaksanakan tugas
operasional pelayanan publik. Pemerintah telah menerbitkan banyak regulasi terkait
dengan pengelolaan keuangan BLU dan BLUD.
Sejak diundangkannya berbagai produk hukum terkait dengan Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD), banyak instansi pemerintah terutama rumah sakit daerah yang
kemudian memanfaatkan aturan ini sebagai peluang untuk memperbaiki mutu
pelayanan dan fasilitas, yang pada akhirnya memperbaiki kesejahteraan sumber daya
manusia. BLUD merupakan lembaga di lingkungan pemerintah yang menyediakan
barang atau jasa dengan prinsip efisiensi dan produktivitas tanpa mengutamakan
mencari keuntungan. Dengan prinsip ini, artinya setiap sen uang yang dikeluarkan
(belanja) BLUD harus mendatangkan manfaat (produktivitas), namun ukuran kinerja
dari BLUD tersebut bukanlah berapa besar keuntungan (profit) yang diperoleh tetapi
ukuran-ukuran lainnya yang biasa digunakan oleh organisasi nirlaba. Sebagai contoh
untuk Rumah Sakit, ukuran kinerjanya bisa berupa menurunnya LOS (length of stay)
pasien di Rumah Sakit karena mutu pelayanan yang meningkat.
Latar belakang pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Daerah) yaitu, disebabkan kondisi pelayanan publik
yang diberikan oleh penyelenggara Negara dewasa ini dirasa belum memuaskan
masyarakat diantaranya dapat dijabarka sebagai berikut: a) Dalam memberikan
pelayanan tidak cepat namun terjadi prosedur yang berbelit-belit; b) Adanya
diskriminasi pelayanan; c) Biaya tidak transparan, lambat; d) Adanya budaya kerja
aparatur yang belum baik; e) Waktu penyelesaian pemberian pelayanan yang tidak
jelas; f) Banyaknya praktek pungutan liar.
Kondisi tersebut memberikan citra negatif terhadap penyelenggara pelayanan di
mata masyarakat. Sehingga akan berdampak pada rendahnya daya saing bangsa dan
juga pertumbuhan ekonomi nasional. Konsep pendanaan ke depan bagi perangkat
daerah yang bersifat quasi public goods, adalah lembaga tersebut diberi kemudahan
dalam pengelolaan keuangannya, khususnya yang berasal dari jasa layanan, dengan
konsekuensi lambat laun pendanaan yang bersumber dari APBD presentasenya
semakin dikurangi. Sehingga diharapkan dikemudian hari bisa mandiri. Alokasi
anggaran berasal dari APBD yang selama ini dipergunakan untuk membiayai perangkat
daerah tersebut dialihkan untuk membiayai perangkat daerah yang bersifat public
goods, misal untuk pembangunan sekolahan, menambah kesejahteraan guru
(kaitannya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa), membangun jalan, irigasi
(kaitannya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat). Sehingga ke depan
7
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
APBD hanya fokus untuk digunakan pada pelayanan masyarakat yang bersifat public
goods. Dengan demikian salah satunya upaya meningkatkan anggaran yang berbasis
kinerja adalah dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah (PPK-BLUD) pada perangkat daerah yang secara operasional
memberikan pelayanan langsung pada masyarakat. Selain itu alasan menerapkan
BLUD dalam pengeloaan keuangan, karena lembaga diklat dapat menerima swadana
dari Pemerintah kabupaten dan kota untuk setiap kegiatan, sehingga kegiatan pada
tahun berjalan dapat dilaksanakan. Keterbatasan anggaran sering terjadi ketika
kegiatan tersebut akan dilaksanakan, terbentur dalam perencanaan anggaran yang
terbatas dari APBD nya, pencairan anggaran dananya yang harus mengikuti proses
yang cukup panjang. Sedangkan jika sistem BLUD dijalankan, proses pencairan
dananya lebih pendek atau bersifat fleksibel dengan tetap dibawah pantauan Badan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Menurut CGG (2006), Entrepreneurial Government merupakan salah satu kebijakan
yang efisien dan efektif dalam mengelola organisasi. Entrepreneurial Government dapat
menjamin perbaikan kinerja secara terus menerus atas pemanfaatan sumber daya yang
ada dalam konotasi yang lebih luas. Setiap kebijakan pemerintah diarahkan untuk
mendukung kompetisi antara penyedia layanan (swasta maupun lembaga pemerintah).
Masyarakat akan menjadi kontrol atas kualitas pelayanan yang diberikan. Pelayanan
akan didukung oleh sumber daya manusia BLUD terdiri atas pejabat pengelola; dan
pegawai. Tugas Pejabat Pengelola bertanggung jawab terhadap kinerja umum
operasionaI, pelaksanaan kebijakan fleksibilitas dan keuangan BLUD dalam pemberian
layanan sedangkan tugas Pegawai menyelenggarakan kegiatan untuk mendukung
kinerja BLUD. Pejabat dan Pegawai terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan/atau Pegawai
Pemerintah dengan perjanjian kerja, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Esensi dari BLUD adalah peningkatan pelayanan dan efisiensi anggaran. BLUD
merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak
terpisah dari pemerintah daerah. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan
statusnya sebagai BLUD. Hal ini dapat dilihat dalam Permendagri No. 79 Tahun 2018
tentang Badan Layanan Umum Daerah, disebutkan bahwa BLUD adalah sistem yang
diterapkan oleh unit pelaksarna teknis dinas/badan daerah dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan
keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya.
Serta diarahkan pada praktek Bisnis yang sehat yaitu penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian
layanan yang bermutu, berkesinambungan dan berdaya saing. Kemudahan lainnya
yaitu didukung PP No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah terhadap pengelolaan barang BLUD mengikuti ketentuan perundang-
undangan mengenai BMD, termasuk terhadap barang yg dikelola dan/atau
dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum sesuai
dengan tugas fungsi BLUD serta sesuai pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 16
Tahun 2018 tentangg Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah - BLUD dikecualikan dari
ketentuan dalam Perpres No. 16 Tahun 2018; pengadaan barang/jasa pada BLUD
diatur tersendiri dengan peraturan pimpinan BLUD. Hal ini dapat menepis adanya
8
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
9
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
10
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
11
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Abstrak
Oleh
Dalam penulisan ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh Budaya
birokrasi aparat pengawasan yang cenderung buruk saat ini kurang
mengedepankan asas professionalisme,proposionalisme dan transparansi, tapi
berdasarkan azas kedekatan dengan penguasa untuk kepentingan pribadi dan
kelompoknya. Analisis ini menggunakan variabel independen yaitu pengalaman
audit, keahlian audit, tekanan ketaatan, dan locus of control. Variabel
dependennya adalah auditjudgment.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman audit, keahlian audit, dan
locus of control secara signifikan positif mempengaruhi audit judgment yang
diambil auditor, tekanan ketaatan secara signifikan negatif mempengaruhi
auditjudgment yang diambil oleh auditor, tapi kompleksitas tugas tidak secara
signifikan mempengaruhi auditjudgment yang diambil oleh auditor.
12
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam konteks otonomi daerah, desentralisasi dimaksudkan agar daerah
lebih mampu mengembangkan inisiatif dan kreativitas daerah dan sumber
dayanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat memperkecil
kesenjangan social. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada
daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian
dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah Namun kesemuanya itu belum
berjalan sesuai dengan harapan.
Budaya birokrasi yang cenderung buruk saat ini kurang mengedepankan
asas professionalisme,proposionalisme dan transparansi, tapi berdasarkan azas
kedekatan dengan penguasa untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya hal ini
juga termasuk kepada prilaku dan pemikiran seorang pemeriksa/auditor,disadari
atau tidak etika dan prilaku seorang pemeriksa/auditor akan sangat berpengaruh
kepada baik atau tidaknya organisasi public yang menjadi auditinya.
Pemeriksaan atau audit terhadap program pengentasan kemiskinan yang
ditujukan untuk melihat dan minilai apakah ada ketidaksingkronan antara
peraturan perundang-undangan dengan program dan kegiatan yang
dilaksanakan misalnya berkaitan dengan adanya ketidaksingkronan atau
kekurang tepatan data dalam pengukuran kemiskinan diikuti dengan tumpang
tindihnya sejumlah kebijakan alokasi anggaran pengentasan kemiskinan yang
berdampak semakin maraknya berbagai kasus kasus tipikor yang dilakukan
oleh para pejabat ASN dan kepala daerah. (Liputan6.com, Jakarta - Badan
Pusat Statistik (BPS)) mencatat lndeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia
tahun 2018 sebesar 3,66 pada skala 0 sampai 5. Walaupun Angka ini lebih
rendah dibandingkan capaian tahun 2017 sebesar 3,71. berdasarkan catatan
ICW, selama 2017 ada 576 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp
6,5 triliun dan kasus suap senilai Rp 211 miliar, serta jumlah tersangka mencapai
1.298 orang.fakta fakta ini menunjukan bahwa kinerja aparat pengawasan
masih dinilai lemah .
Adanya prinsip ego sectoral di tubuh organisasi pengawasan internal yang
merasa diri dan organisasinya paling penting dari yang lain semakin
memperburuk keadaan.
Pengawasan internal yang dijalankan pemerintah masih focus dan
berorientasi pada output penyerapan anggaran pelaksanaan program dan
kegiatan saja, tidak serta merta menilai sejauhmana program dan kegiatan
tersebut bermanfaat untuk masyarakat, selain itu jumlah penduduk yang
sangat besar disertai permasalahan yang banyak, merupakan beban kerja yg
cukup tinggi bagi Lembaga pengawasan internal.
Penguatan Lembaga,Sistem Pengawasan serta peningkatan kompetensi
APIP yang memadai harus dilakukan secara sinergi, bekerjasama dengan
Lembaga pengawasan lainnya, diharapkan tingkat penyelewengan dapat
13
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1.4.Metode Penulisan
Penulis melakukan kajian literatur dari berbagai bentuk sumber. Kajian
tersebut, yang juga dapat dikatakan sebagai studi pustaka,
14
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PEMBAHASAN
15
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
16
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
17
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Berkaitan dengan individu ASN reformasi pola pikir (mindset) bahwa ASN
harus selalu memiliki budaya yang baik mengedepankan konsep diri, antara lain
1.Bekerja sebagai Ibadah, 2.Menghindari sikap tidak terpuji, 3.Bekerja secara
18
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah 12 Tahun 2017 Tentang, Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 tentang SPIP
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Pedoman Tata
Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Permendagri No. 35 Tahun 2018 tentang kebijakan pengawasan pemerintah daerah
S. P siagian dalam bukunya ―filsafat administrasi‖2014 bumi aksara
19
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Dewi Yuliani
20
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
KAJIAN LITERATUR
Menurut Gonzales (2017), konsep Corporate University telah berubah secara signifikan
sejak kemunculannya yang merupakan respon terhadap institusi akademik gagal
beradaptasi terhadap tantangan jaman yang berubah dengan cepat. Di antara
tantangan tersebut adalah semakin meningkatnya spesialisasi, pengembangan produk
yang semakin kompleks, dan tumbuhnya berbagai profesi baru akibat merebaknya
ekonomi digital. Lembaga pendidikan yang dulunya berfokus pada pengembangan
21
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
kursus dan pelatihan, harus berubah menjadi lembaga yang memungkinkan terjadinya
perubahan ini, yang sedikitnya melibatkan perubahan budaya organisasi, metodologi
pembelajaran, dan pengembangan bakat.
Paton et al. (2005) juga memberikan suatu kasus dalam bukunya, dimana sebuah
Corporate University yang sempat menjadi besar dan sukses di Inggris, pada akhirnya
runtuh dan dibubarkan, ketika manajemen baru diangkat yang tidak memiliki keyakinan
dan komitmen sama dengan pendahulunya. Selain faktor kepemimpinan, terdapat
banyak kriteria lainnya yang perlu dipenuhi agar sebuah Corporate University dapat
berfungsi secara maksimal dan berkelanjutan untuk mmenuhi tujuan organisasi.
Gonzales (2017) mengutarakan beberapa karakteristik umum yang harus ada dalam
sebuat Corporate University, yaitu:
Menurut Aruman (2017) konsep Corporat University (CU) berbeda dari konsep
pendidikan dan latihan, karena CU lebih mengacu pada program pengembangan SDM
secara terarah dan sistematis, serta terkait dengan pencapaian visi-misi dan strategi
suatu lembaga. Apabila lembaga Diklat lebih berfokus pada menyediakan program
untuk menutup kesenjangan kompetensi personil, maka CU lebih mengutamakan
terjadinya perubahan yang mendasar pada kompetensi personil, atau disebut juga
sebagai change management.
Yusuf (2018) mensiyalir bahwa banyak orang yang keliru menafsirkan CorpU sebagai
universitas yang dimiliki oleh perusahaan, seperti misalnya Pertamina University atau
Telkom University. Padahal menurutnya terdapat sejumlah perbedaan yang prinsipil
antara public university dan CU. Dari sisi learning output. Public university lazimnya
melahirkan lulusan dengan penguasaan disiplin ilmu, keterampilan dan keahlian yang
bersifat umum, sedangkan CU menciptakan profesional dan pemimpin yang sesuai
kapabilitas maupun kapasitasnya dengan kebutuhan proses bisnis di masing-masing
perusahaan atau lembaga. Demikian pula dengan kurikulum, di Public University,
kurikulum betsifat generik sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian terkait, dan
lulusannya pun perlu mengikuti suatu standar yang telah ditetapkan. Pada CU,
kurikulum dapat bersifat unik dan tailor-made untuk suatu lembaga, posisi profesi,
bahkan untuk indoividu.
22
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Berbeda dengan penulis di atas, Patton (2005) dalam bukunya Handbook of Corporate
University Development, lebih menekankan kepada kasus-kasus pengembangan CU
baik yang berahasil maupun yang gagal, dengan tujuan agar bisa didapatkan
pembelajaran atau lesseons learned dari kasus-kasus tersebut. Dalam makalah ini,
beberapa aspek yang ditekankan oleh Paton (2005) di atas digunakan untuk melalukan
inventarisasi awal terhadap BPSDM Jawa Barat. Aspek-aspek ini tentunya masih dapat
dikembangkan atau dikurangi agar ke depan dapat digunakan sebagai pemandu bagi
pembuatan Peta Jalan Pengembangan BPSDM Jabar menjadi Corporate Univbersity.
METODE
Makalah ini merupakan kajian literatur terhadap refensi dan dokumen yang tersedia
dengan menggunakan pendekatan content analysis. Tinjauan pustaka terhadap
prasyarat sebuah Corporate University yang diambil dari berbagai sumber, menjadi
acuan terhadap penilaian awal terkait apa yang dimiliki dan sudah dicapai oleh BPSDM
Provinsi Jawa Barat saat ini. Berdasarkan perbandingan tersebut, akan dirumuskan apa
yang perlu dilakukan untuk melakukan assessment secara menyeluruh agar
selanjutnya dapat dibuat Peta Jalan BPSDM Jawa Barat untuk menjadi sebuah
Government Corporate University.
PEMBAHASAN
Pada tahun 1968, dibentuk Pusat Pendidikan dan Latihan Pemeribtah Daerah Tingkat I
Jawa Barat, yang berupa suatu unit non- struktural di bawah Direktorat Kepegawaian.
Baru pada tahun 1986, Diklat Provinsi Jawa Barat menjadi entitas mandiri dengan
Keputusan Gubernur No 061/Kep.86/HUK/1986.
Untuk menguarkan kedudukan Diklat Provinsi Jawa Barat, pada tahun 1994 dikeluarkan
Perda No 18 tahun 1994 tentang organisasi dan tatakerja Diklatprov Jabar. Selanjutnya,
pada tahun 2000 diterbitkan Perda Nomor 16 Tahun 2000 dimana Diklatprov Jawa
Barat dditetapjan menjadi Badan Diklat Provinsi Jawa Barat. Sesuai dengan amanat
Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 2007, Badiklatda provinsi Jawa Barat
mengalami reorganisasi dan ditetapkan kembali dengan Perda no 22 tahun 2008.
23
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tabel 1. Kondisi Aspek Fisik dan Non-fisik BPSDM Provinsi Jawa Barat
Widyaiswara 40 42
24
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
25
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
fasilitator
KESIMPULAN
Dari inventarisasi awal terkait kesiapan BPSDM Jawa Barat untuk menjadi Corporate
University, dapat terlihat bahwa hal-hal yang perlu menjadi perhatian lebih kepada
aspek yang bersifat non fisik daripada aspek-aspek fisik, seperti sarana dan prasarana.
Beberapa faktor non-fisik masih perlu dipersiapkan secara terukur dan terencana
dengan baik, bahkan perlu dipetakan agar dapat diketahui titik ungkitnya, seperti:
masalah sinergi, kapasitas dan kapabilitas, komitmen pemimpin, dan suasana
pembelajaran yang memberdayakan. Beberapa pengukuran dan pemetaan lanjutan
masih perlu dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen penelitian yang
sesuai. Di sisi lain, BPSDM Jawa Barat memiliki potensi dan aset yang sangat besar
untuk berkembang dan menjadi Corporate University yang handal, profesional, dan
terdepan.
SARAN
Studi ini merupakan inventarisasi awal dari suatu kajian menyeluruh yang direncanakan
akan dilaksanakan dengan didahului oleh suatu penelitian yang menggunakan metode
kualitatif maupun kuantitatif. Usulan instrumen penelitian yang disarankan berdasarkan
tulisan ini diharapkan dapat terlaksana dan didukung semua pihak, karena suatu
comprehensive self-assessment hanya akan berhasil jika terdapat suasana
keterbukaan, kemauan belajar, dan dan kesiapsediaan untuk bertransformasi. Adapun
output yang diharapkan nantinya adalah suatu Peta Jalan yang mencakup semua
aspek yang harus dilakukan agar BPSDM Jawa Barat dapat menjadi Corporate
University yang profesional.
Pustaka:
Paton, Rob., et al. 2005. Handbook of Corporate University Development, Gower Publishing
Company, England.
BPSDM Jabar, 2018. Bahan Paparan Kepala BPSDM Provinsi Jawa Barat, tidak dipublikasikan.
26
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Aruman, Edhy. 2018. Membedah Praktek Corporate University di Indonesia, Majalah Swa
Online, (tersedia di https://swa.co.id/swa/review/book-review/membedah-praktik-corporate-
university-di-indonesia diakses 8 Desember 2018).
Satrijono, W., Djawahir K., Sugiarsono, J. 2017. Indonesia’s best Practices of Corporate
University. PLN Corporate University dan PT Swasembada Media Bisnis.
Agate.id. 2018. Corporate University Boom in Indonesia. (tersedia di https://agate.id/corpu-
indonesian-boom/ diakses 8 Desember 2018).
Yusuf, Amri. 2018. Meluruskan Esensi Corporate University, BUMN Track (tersedia di
https://bumntrack.com/berita/meluruskan-esensi-corporate-university diakses 8 Desember
2018).
27
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
28
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pendahuluan
Di era Globalisasi dan perkembangan teknologi yang begitu cepat dituntut setiap
organisasi harus bisa merespon perubahan tersebut. Setiap perubahan akan diikuti
dengan tuntutan yang baru dari organisasi, organisasi yang mampu merespon tuntutan
baru tersebut, akan menjadi pemenang dalam persaingan. Organisasi harus mampu
meresponnya dengan implementasi aturan, strategi dan kebijakan yang baru. Tetapi
implementasi aturan, strategi dan kebijakan yang baru selalu membutuhkan prioritas
baru dalam penerimaan sumberdaya manusia serta diikuti penggunaan yang berbeda
atas sumberdaya manusia tersebut.
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai sumberdaya manusia merupakan elemen yang
paling utama dalam organisasi perangkat daerah sebagai pekerja dan menjadi pelayan
publik apabila dibanding dengan teknologi dan modal, sebab ASN lah nantinya yang
bisa mengendalikannya.
29
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kajian Literatur
Setelah dilakukan identifikasi tersebut maka diperoleh aparatur yang potensial yang
dapat dikembangkan kemampuannya melalui diklat yang telah disesuaikan dengan job
analisis yang dibuat.
b. Penyusunan intruksional
Berdasarkan analisis kebutuhan yang ada ditentukan apa tujuan pelatihan, siapa yang
harus mengikuti pelatihan, jenis materi yang disajikan dan metode yg digunakan.
c. Evaluasi
Program pelatihan dikatakan baik, apabila trainee mampu mengikuti pelatihan dengan
baik dan dapat menerapkan keahlian barunya
30
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dalam sepuluh tahun terakhir ini di Amerika Serikat, CU tumbuh luar biasa. Ada yang
memperediksi kedepannya jumlah CU di AS akan melebihi jumlah perguruan tinggi dan
universitas tradisional. Namun di Indonesia istilah Corporate University belum begitu
populer di Indonesia, konsep CU di Indonesia baru popular dipertengahan tahun 2000-
an, dan beberapa tahun belakangan sejumlah perusahaan besar seperti Citibank
Indonesia dan BUMN telah membentuk dan memelopori implementasi corporate
university sebagai pengembangan konsep learning / training center atau program
learning and development di masing-masing perusahaan. CU belum ada terdapat di
instansi pusdiklat di Indonesia, pada umumnya terdapat di lingkungan BUMN dan
swasta diantaranya Telkom, PLN, Pertamina, Wijaya Karya, Bank Mandiri, BNI, Semen
Indonesia, Garuda Indonesia, dan di pihak swasta ada BCA, United Tractors, Unilever
Indonesia, Citibank, Trakindo Utama, Pan Brothers, Holcim Indonesia, dan AIA
Financial.
Metode
Metode penulisan artikel ini adalah melalui pemikiran dan kepustakaan. Penulisan ini
bertujuan mencari landasan teori yang berhubungan dengan penyusunan artikel
dengan membaca buku – buku referensi dan makalah – makalah yang didapatkan
melalui internet dan juga bahan bacaan lainnya.
31
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pembahasan
32
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
tahapan yang harus dilalui, agar supaya Badan Diklat bisa diwujudkan menjadi lembaga
yang corporate university harus melewati beberapa tahapan tersebut diantaranya
training center, learning center, terbentuknya group learning center, terbentuknya group
corporate school, dan akhirnya menjadi corporate university. Dan bila dilihat saat ini
bisa dimana posisi Badan Diklat sekarang, sudah berada pada posisi mana ? ‖
mungkin saja saat ini Badan Diklat di beberapa daerah di Indonesia sudah ada yang
berada di posisi group learning center atau group corporate school ‖. Badan Diklat
sebagai lembaga edukasi bagi ASN dalam tugas dan fungsinya saat ini telah
menyediakan dan melaksanakan layanan pelatihan, research, consulting, recruitment
dan publication dibidang latihan dasar dan kepemimpinan, juga sudah mendesain dan
menyelenggarakan program-program yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
organisasi, baik dalam bentuk in-house training maupun public training, namun
demikian desain-desain program pendidikan dan pelatihan Badan Diklat juga sudah
melaksanakan sebagian tantangan tanggung jawab untuk kebutuhan peningkatan
kompetensi sumber daya CPNS dan ASN di Indonesia.
Corporate University mengacu pada program pengembangan SDM secara terarah dan
sistematis, serta terkait dengan pencapaian visi-misi dan strategi suatu lembaga.
Berbeda dengan Badan Diklat yang berada dalam konsep diklat atau training center
(TC), program pembelajaran hanya dipandang sebagai proyek, bukan bagian dari
change management. Aktivitas TC lebih mengarah pada menutup kesenjangan
kompetensi aparatur. Dalam konteks change management idealnya kompetensi seperti
itu bisa diaplikasikan untuk lintas organisasi, bahkan lintas departemen. Sehingga Inilah
dasar untuk memunculkan gagasan mewujudkan konsep CU yang tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan aparatur sendiri tetapi juga membuka diri bagi aparatur
organisasi lain.
Pakar manajemen sumberdaya manusia (SDM), Yodhia Antariksa menilai,
pembentukan corporate university sangat penting sebagai upaya untuk mencetak SDM
yang bermutu dalam sebuah perusahaan. Meskipun biasanya perusahaan juga sering
mengadakan pelatihan-pelatihan, tetapi pelatihan yang dilakukan selama ini masih
kurang sistematis dan temanya selalu berubah. Sedangkan, melalui corporate
university, perusahaan bisa membangun standar tertentu yang stabil sehingga
konsistensi mutu SDM bisa lebih dipantau dan ditingkatkan.
Corporate university merupakan entitas pendidikan yang juga diharapkan dapat sebagai
alat strategis dan didesain untuk dapat membantu organisasi perangkat daerah yang
sebagai pekerjanya adalah ASN diharapkan mampu untuk mencapai misi dengan
menjalankan aktivitas yang mendorong pembelajaran, pengetahuan, atau wisdom
individu dan organisasi tersebut. Implementasi corporate university juga dapat
meningkatkan pencapaian program pelatihan, mendukung proses transformasi, serta
menciptakan kondisi inovatif dan kelincahan (agility). Sejalan dengan pernyataan
KEMENPAN RB, Syafrudin (21 November 2108 ),Viva News statement, Hadapi
Revolusi 4.0, ASN berstandar Internasional ― Pertama kita harus menghasilkan SDM
khususnya ASN yang akan menduduki pos atau mengawaki jabatan untuk melayani
masyarakat. Jadi kita harus kompetitif, professional, kredibel, punya kemampuan yang
handal ―.
33
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kesimpulan
Saran
Sebagai tindak lanjut dari tulisan ini, disarankan agar :
Dapat mewujudkan Corporate University Badan Diklat adalah Untuk meyiapkan ASN
yang berstandar Internasional, melayani masyarakat secara prima, kompetitif,
professional, kredibel, dan mempunyai kemampuan yang handal dan Badan Diklat juga
dapat menyiapkan langkah pembelajaran yang lebih cepat untuk mewujudkan
ekspektasi organisasi terhadap pegawai dengan harapan agar pengembangan aparatur
sesuai strategi planning orgnasisi, harus aplikatip, relevan/adaptip, mudah diakses dan
berdampak tinggi serta materi belajar harus mudah diakses kapan saja dan dimana
saja, kerangka pembelajaran harus mampu mencetak agen perubahan.
Pustaka
Dessler, G. 2000, Human Resource Management, 8th Edition. New jersey: Prentice-Hall.Inc.
Alwi Syafarudin. 2005, Pengembangan SDM, UII Press
Siagian, Sondang P. 2008, Manajemen Sumberdaya Manusia Ed. 1, cet. 15. Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2008
Afandi Pandi. 2018, Manajemen Sumberdaya Manusia, Nusa Media Yogyakarta 2018
KEMENPAN RB, Syafrudin. 21 November 2018, Viva News Statemen.
34
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
L.N. Firdaus, Kiswanto, Kasiarudin, Indra Sfafri, Feizal Qamar Karim,
R. Santoso, dan Ikhwan Ridwan
ABSTRAK
Transformasi perusahaan menjadi Corporate university (CU) semakin masif saat ini
sejalan dengan semakin kuatnya tekanan akibat perubahan lingkungan strategis yang
cepat dan kompleks. Makalah tinjauan pustaka ini bertujuan mengeksplor
perkembangan pemikian tentang CU melalui pendekatan content-analysis. Hasil
peninjauan menunjukkan bahwa eksistensi CU semakin diakui dapat meningkatkan
keunggulan kompetitif perusahaan. Perkembangan CU saat ini telah sampai pada
generasi ketiga, dan dipredikasi akan lebih canggih di era digital revolusi Industri 4.0.
Paling tidak, ada empat proses utama sebagai core element yang harus diperhitungkan
secara cermat dalam upaya menubuhkan sebuah CU berkelas dunia, yaitu sistem dan
proses pengetahuan, proses networking dan partnership, proses pembelajaran, dan
proses orang. Transformasi BPSDM Indonesia menuju CU sangat dimungkinkan,
meskipun akan menghadapi tantangan yang berat dan kompleks terkait legalitas
struktural kelembagaan dan budaya organisasi konvensional yang membelenggu.
Integrasi nilai-nilai kearifan lokal setiap daerah ke dalam core element CU diyakini
dapat memperkuat sinergitas menuju BPSDM sebagai CU. Rencana transformasi
BPSDM Indonesia yang berada di bawah Departemen Dalam Negeri menjadi CU
sebaiknya memperhitungkan tingkat kesiapan BPSDM di 34 Provinsi. Untuk itu perlu
pemetaan yang komprehensif yang hasilnya dituangkan dalam rencana aksi yang
realistik dan terikat waktu.
35
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
KAJIAN LITERATUR
Definsi CU relatif beragam, namun yang paling luas diterima hingga saat ini berasal dari
konsepsi Meister (1998) bahwa “A corporate university is an educational organisation
established and run by a company. It functions as a strategic umbrella for a firm’s total
educational requirements for all employees and the entire value chain, including
36
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
37
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODE
Kajian ini menggunakan pendekatan analisis konten dengan metode tinjauan pustaka.
Referensi ditelusur melalui piranti google search dan manual. Bahan analisis adalah 33
publikasi ilmiah yang terbit dalam kurun 1998-2018, terdiri dari artikel jurnal, buku
teks, makalah prosiding, laporan tahunan, dan artikel website. Data dianalisis secara
deskritif-kualitatif. Kesimpulan ditarik secara reflektif-induktif.
ANALISIS/PEMBAHASAN
38
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
39
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
melekat pada misi organisasinya. Dua karakter elementer ini lah yang membedakan
CU dengan Training Center (TC). TC lebih mengamalkan prinsip “learning to know dan
learning to do”, sedangkan CU lebih berorientasi pada pengalaman prinsip “learning
to be”. TC lebih berorientasi menghasilkan pekerja/karyawan pintar (intelligent) dan
terampil (skillful). Sedangkan CU lebih berorientasi menghasilkan manusia yang cerdas
(smart), bertalenta, dan kompetitif.
Pemahaman atas filosofi mendasar ini sangat penting dalam pengambilan
keputusan strategis-politis transformasi organisasi BPSDM. Kata ―Pengembangan‖
dalam BPSDM secara ontologis badan ini mestinya memang membawa misi strategis
mengembangkan orang melalui Corporate Univesity. Namun pada tatanan operasional,
BPSDM di seluruh provinsi lebih berfokus pada pelatihan Aparatur Sipil Negara. Karena
itu untuk menjadi CU yang sesungguhnya, BPSDM harus mengalami ―mutasi DNA‖
secara struktural.
40
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
41
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
SARAN
REFERENSI
42
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
43
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
44
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Jamila Lestyowati
45
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Era industri ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi di semua bidang.
Kata kunci yang menjadi jargon adalah perubahan, pengetahuan dan teknologi. Salah
satu bidang yang menerapkan jargon tersebut adalah pelatihan. Pelatihan dalam
konteks manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari peningkatan kinerja
karyawan. Sehingga lembaga training yang selama ini eksis mengubah strategi dan
bermetamorfosis menjadi sesuatu yang baru agar dapat mengikuti dinamika kemajuan
teknologi dan informasi. Konsep yang akhir-akhir ini berkembang pesat di dunia
pelatihan adalah Corpu. Bukan hanya di sektor swasta, dunia pemerintahan pun mulai
menunjukkan ketertarikan kepada corpu. Salah satu pilar corpu adalah knowledge
management (KM). Melalui manajemen pengetahuan, organisasi berusaha
memperoleh pengetahuan yang potensial bermanfaat dan menyediakan pengetahuan
yang dapat digunakan pada waktu dan tempat yang cocok untuk mencapai
penggunaan yang efektif secara maksimum agar positif dapat memengaruhi kinerja
organisasi.
Kemenkeu menerapkan strategi Corpu sejak tahun 2017 (milestone Kemenkeu
Corpu). Perkembangan Corpu di Kemenkeu sangat pesat ditandai munculya KM pada
berbagai pelatihan, akses KLC meningkat dan muculnya kebutuhan pada individu dan
organisasi untuk selalu belajar. Salah satu bentuk KM adalah video pembelajaran.
Latsar CPNS merupakan pelatihan pra jabatan CPNS menjadi PNS. Pada Latsar
CPNS Kemekeu tahun 2018, peserta mengakses pembelajaran melalui KLC. Video
Tunas Integritas menjadi salah satu video KM yang diakses oleh peserta Latsar. Paper
ini menganalisis penerapan KM pada Kemenkeu Corpu dengan mempelajari KM video
Tunas Integritas dan pengunaaannya pada pelatihan.
KAJIAN LITERATUR
Corporate University
Konsep Corpu menjadi trend selama lima belas tahun belakangan. Berbagai
perusahaan besar dunia telah menerapkan Corpu untuk memaksimalkan penjualan
dan profit mereka. Martyn (2017) menyebutkan bahwa saat ini jumlah Corporate
University di seluruh dunia terus meningkat. Banyak perusahaan terbuka, swasta yang
belum go public, BUMN, perusahaan keluarga, LSM, dan organisasi semi pemerintah
telah mendirikan atau sedang mengembangkan Corporate University. Kemunculan
Corpu pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1990-an, bersamaan dengan
lahirnya tiga fenomena: globalisasi, pekerja berpengetahuan (knowledged worker), dan
organisasi pembelajar (learning organization). Sepanjang lima belas tahun belakangan,
praktisi dan akademisi telah merumuskan berbagai defiisi untuk memahami konsep
Corporate University. Beberapa definisi mengarah ke strategi generik, namun
kebanyakan menggambarkan Corpu sebagai suatu entitas organisasi.
Secara definisi, Corporate University diartikan berbeda-beda oleh para ahli. J.C.
Meister dalam Martyn (2017) mendefinisan Corpu sebagai payung strategi untuk
mengembangkan dan mendidik karyawan, pelanggan dan pemasok untuk mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan K. Wheeler menyatakan bahwa Corpu adalah fungsi atau
departemen yang secara strategis berorientasi pada pengembangan karyawan secara
terintegrasi sebagai individu, sebagai tim, dan yang terpenting sebagai keseluruhan
organisasi, dengan melakukan riset secara luas, memfasilitasi penyampaian content,
46
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
serta memimpin upaya membangun tim kepemimpinan yang unggul. Pendapat ini
didukung oleh M. Allen yang memberikan batasan bahwa Corpu adalah sebuah entitas
pendidikan yang merupakan alat strategis yang dibuat untuk membuat induk
perusahaan dalam mencapai misinya dengan melakukan kegiatan yang
mengembangkan individu dan pembelajaran organisasi, pengetahuan dan
kebijaksanaan.
Corporate University adalah sebuah unit, pendekatan atau konsep yang
mendukung pembaruan, implementasi dan/atau optimasi strategi melalui pembelajaran
organisasi (Martyn, 2017). Sedangkan pembelajaran organisasi adalah pengembangan
wawasan, pengetahuan dan hubungan antara tindakan masa lalu, efektivitas dari
tindakan-tindakan tersebut, dan tindakan masa depan yang akan berdampak pada
kelangsungan hidup jangka panjang suatu organisasi. Di Indonesia, beberapa
perusahaan yang telah menerapkan strategi Corpu adalah Pertamina, PLN, Telkom,
Djarum, Bank Mandiri dan Garuda Indonesia. Pada tataran organisasi pemerintah,
belum ada yang menerapkan strategi ini sebelumnya. Salah satu pelopor organisasi
pemerintah yang menerapkan Corpu adalah Kementerian Keuangan. Berdasarkan
Keputusan Kepala BPPK Nomor KEP- 140/PP/2017 tentang Cetak Biru Kementerian
Keuangan Corporate University, BPPK sebagai unit yang bertanggung jawab atas
pengembangan SDM Kementerian Keuangan melalui pendidikan dan pelatihan. Pada
Rencana Strategis BPPK tahun 2015 – 2019, BPPK memiliki visi menjadi lembaga
pendidikan dan pelatihan terkemuka yang menghasilkan pengelola keuangan negara
berkelas dunia. Untuk mencapai tujuan itu, maka diterapkan konsep Corpu.
Kementerian Keuangan Corpu merupakan strategi yang digunakan untuk mencapai visi
dan misi Kementerian Keuangan, dengan mewujudkan link and match antara
pembelajaran, pengelolaan pengetahuan, dan penerapan nilai-nilai dengan target
kinerja Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh seluruh elemen Kementerian
Keuangan dengan BPPK sebagai motor penggerak utama bagi SDM keuangan negara.
Corporate University bertanggung jawab dalam pengembangan SDM serta
peningkatan kapabilitas dan daya saing organisasi, sehingga Corporate University
harus mampu go beyond training and development dalam memastikan bahwa ilmu
yang didapatkan dapat diimplementasikan dan memiliki link and match dengan target
kinerja Kementerian Keuangan.
Belajar tidak lagi dipandang sebagai alat untuk bertemu muka di ruang kelas.
Kemenkeu Corpu menjadi organisasi pembelajar (learning organization) melalui
pengelolaan dan kapitalisasi pengetahuan seluruh SDM Kementerian Keuangan
sehingga memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi pencapaian target kinerja
Kementerian Keuangan. Dalam konteks manajemen sumber daya manusia, pelatihan
dan pengembangan mempunyai kegunaan pada karir jangka panjang SDM untuk
membantu menghadapi tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang.
Program ini tidak hanya bermanfaat pada individu tetapi juga pada organisasi. Program
pelatihan dan pengembangan merupakan kegiatan yang penting dan dijadikan salah
satu investasi organisasi pada SDM (Ike, 2008).
Pada dasarnya transformasi Kementerian Keuangan Corpu didasari oleh hal-hal
sebagai berikut:
47
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Organisasi Pembelajar
Organisasi pembelajar merupakan perusahaan/ organisasi yang memiliki
kapasitas besar untuk mengumpulkan, menyimpan dan mentransfer pengetahuan
sehingga mentransformasi dirinya untuk kesuksesan korporat. Organisasi pembelajar
memberdayakan orang di dalam dan di luar organisasi untuk mengoptimalkan
pembelajaran dan produktivitas. (Marquardt dalam Kaswan, 2018). Menurut Peter
Senge, organisasi pembelajar merupakan organisasi yang setiap anggotanya secara
terus menerus meningkatkan/ memperluas kemampuannya untuk menciptakan hasil
yang diinginkan, yaitu pola pikir baru dan ekspansif ditumbuhkan, aspirasi bersama
dibiarkan secara bebas, dan anggotanya secara terus menerus mempelajari cara untuk
mempelajari bersama-sama.
Salah satu teori belajar yang digunakan pada organisasi pembelajar adalah
action learning yaitu proses atau program andal yang melibatkan sekelompok kecil
orang dalam memecahkan masalah nyata dan pada saat yang sama berfokus pada hal-
hal yang sedang mereka pelajari dan cara pembelajaran mereka memberikan manfaat
kepada setiap anggota kelompok dan organisasi secara keseluruhan. Action learning
berisikan kerangka kerja teruji yang memungkinkan orang untuk belajar secara efektif
dan efisien dan secara simultan menangani situasi kehidupan nyata yag sulit. Ia
dibangun atas penerapan pertanyaan baru terhadap pengetahuan yang ada, juga atas
dasar refleksi tentang tindakan yang diambil selama dan setelah sesi pemecahan
masalah.
Individu dalam organisasi pembelajar memandang belajar sebagai gaya hidup,
bukan peristiwa sewaktu-waktu. Kesempatan pengembangan profesional tersedia bagi
setiap orang dalam organisasi. Sumber dayanya meliputi pengembangan, coaching,
mentoring, dan bank data. Pegawai diharapkan tidak hanya mempelajari keterampilan
yang terkait dengan pekerjaannya, tetapi juga keterampilan orang lain dalam unitnya.
Organisasi pembelajar mendorong anggotanya untuk memiliki rasa ingin tahu, refleksi,
48
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
kreatif dan inovatif, memiliki kemauan bertanya, membaca, belajar dari kesalahan/
kegagalan, dialog dan lain-lain.
Selain pembelajaran individu, organisasi pembelajar juga mendorong
pembelajaran tim dan organisasi melalui pemberdayaan bersama untuk mencapai visi
bersama. Kunci suskes lain sebuah organisasi pembelajar adalah faktor kepemimpinan.
Organisasi dengan kepemimpinan yang kuat dan efektif pada semua tingkatan mampu
mencapai hasil-hasil bisnis yang superior. Organisasi pembelajar menetapkan sistem
yang tepat untuk menangkap dan membagi pembelajaran, mengumpulkan dan
membagi informasi. Untuk mengembangkan budaya belajar, organisasi harus
menyediakan informasi, pengetahuan, dan pelajaran yang dipelajarinya untuk semua
anggota. Organisasi juga menciptakan sistem untuk mengukur kesenjangan antara
kinerja saat ini dan kinerja yang diharapkan dan mengubah kesenjangan itu menjadi
pembelajaran. Untuk itu organisasi membutuhkan KM.
Knowledge management
Latar belakang Kemenkeu Corpu adalah knowledge yang ada di Kementerian
Keuangan sangat banyak dan beragam, namun masih scattered, melekat pada orang,
dan belum terdokumentasikan dengan baik. Selain itu perkembangan teknologi memiliki
konsekuensi pada pergeseran metode pembelajaran. Materi belajar harus mudah
diakses kapan saja dan dimana saja serta pengembangan SDM harus lebih fokus
terhadap pencapaian target kinerja organisasi. Sehingga tujuan Corpu adalah
tercapainya SDM Kementerian Keuangan yang mampu memenuhi kinerja organisasi
dengan dukungan learning yang applicative, relevant, accesible, and impactfull.
Corpu akan menggunakan semua jenis strategi pembelajaran pada structured
learning, learning from other, dan workplace integrated learning. Akibatnya, produk dari
corporate university akan menjadi lebih banyak, bukan hanya diklat seperti yang selama
ini dikerjakan oleh training center. Produk-produk ini akan diarahkan untuk memberikan
dampak bagi visi, misi, dan sasaran kinerja Kementerian Keuangan antara lain melalui
knowledge management (KM).
KM didasarkan pada premis bahwa sebagaimana halnya manusia yang tidak
mampu memanfaatkan potensi otaknya secara utuh, organisasi pun tidak mampu
memanfaatkan pengetahuan yang mereka miliki secara utuh. KM merujuk pada proses
peningkatan kinerja perusahaan dengan mendesain, dan mengimplementasikan alat,
proses, sistem, struktur dan budaya untuk meningkatkan penciptaan, sharing, dan
penggunaan pengetahuan. Manajemen pengetahuan dapat membantu organisasi
membawa produk ke pasar lebih cepat, lebih baik melayani pelanggan,
mengembangkan produk dan jasa yang lebih inovatif, menarik karyawan baru, dan
mempertahankan karyawan yang ada dengan memberi mereka kesempatan belajar
dan berkembang. KM menghubungkan antara tacit dan eksplisit knowledge. Kimiz
(2005) menyatakan bahwa ―Tacit knowledge is difficult to articulate and also difficult to
put into words, text, or drawings. In contrast, explicit knowledge represents content that
has been captured in some tangible form such as words, audio recordings, or images.‖
Implementasi KM dan organisasi pembelajar sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan outer shifts (organisasi, teknologi informasi, sistem dan prosedur
organisasi) sebagai sarana untuk menyimpan dan mendistribusikan pengetahuan dan
49
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
inner shifts (manusia dan lingkungan psikologis yang kondusif) untuk terjadinya proses
berbagi pengetahuan (Tjakraatmadja, 2006).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualititatif dengan pendekatan naratif.
Penelitian naratif berfokus pada individu tunggal dan bagaimana individu tersebut
memberikan makna terhadap pengalamannya melalui cerita yang disampaikan,
pengumpulan data dengan cara mengumpulkan cerita, pelaporan pengalaman individu
dan membahas arti pengalaman itu bagi individu (Creswell, 2016). Penelitian
menggunakan data kualitatif berupa pengalaman individu dan restorying dengan data
primer berasal dari KLC fokus pada KM tunas integritas
(https://klc.kemenkeu.go.id/bdkyyk-tunas-integritas/)
ANALISIS/PEMBAHASAN
Setiap peserta yang mengikuti pelatihan diwajibkan untuk mengakses KLC
dengan memilih pelatihan tertentu yang diikutinya. Proses pendaftaran pelatihan
dilakukan melalui KLC, sehingga peserta memiliki akun di KLC itu dengan masuk
melalui id kemenkeu atau sign up dengan mendaftarkan diri.
Materi anti korupsi memiliki tujuan untuk membentuk perilaku yang amanah dan
jujur serta berperan dalam pencegahan korupsi di lingkungannya. Untuk dapat
mencapai tujuan pembelajaran itu, mata diklat anti korupsi memiliki pokok bahasan
tunas integritas. Peneliti merupakan pengajar pada mata diklat anti korusi Latsar
Golongan II. Pembelajaran Corpu menitikberatkan pada pembelajaran yang mudah
diakses oleh peserta pelatihan maupun siapapun yang membutuhkan pembelajaran.
Pembelajaran merupakan proses untuk mengubah perilaku, Maka, pada saat
seseorang membutuhkan bahan tertentu untuk pekerjaannya di kantor, maka dia akan
mencari bahan di KLC baik berupa video, materi lain, bahan swap dan lain-lain sesuai
dengan yang dibutuhkannya.
Pada Kemenkeu Corpu, widyaiswara berperan sebagai knowledge and learning
analyst yang fokus pada pembelajaran dan diseminasi best practices dalam organisasi.
Widyaiswara bersama Skill Group Owner (SGO) juga melaksanakan pemetaan
kompetensi yang dibutuhkan untuk peningkatan kinerja organisasi dan melakukan
inventarisasi kompetensi.
Peneliti selaku widyaiswara yang mengampu mata diklat anti korupsi
menyiapkan video pembelajaran dengan judul tunas integritas. Peneliti membuat story
board (detil video, narasi/script, situasi video dan lain-lain) berkoordinasi dengan tim KM
BDK Yogyakarta. Pada hari yang sudah ditetapkan, tim KM melakuan pengambilan
video dengan menentukan lokasi pengambilan gambar. Waktu pengambilan video
adalah satu hari. Beberapa kali harus take ulang untuk mendapatkan video yang
terbaik. Langkah berikutnya adalah tim KM melakukan proses editing video. Menurut
tim KM, sebenarnya editing masih bisa lebih baik jika waktu nya lebih lama. Kondisinya
adalah video itu akan segera digunakan di kelas karena Latsar angkatan II sudah
dimulai dan esok harinya sudah masuk jadwal anti korupsi. Proses berikutnya adalah
mengunggah video tersebut di KLC setelah berkoordinasi dengan pihak terkait.
Peneliti menyampaikan materi anti korupsi sesuai dengan jadwal menggunakan
beragam metode pembelajaran. Pokok bahasan tunas integritas menurut Satuan Acara
50
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pembelajaran (SAP) akan disampaikan pada esok hari. Sebelum sesi hari pertama
ditutup, peneliti memberi tugas kepada peserta untuk mengakses KLC, menyaksikan
video tunas integritas dan meminta untuk menuliskan komentar di bagian bawah video.
Berdasarkan pengamatan peneliti di KLC, video tunas integritas sudah mencapai
2.619 pageviews dengan 238 komentar sejak diunggah tanggal 5 Maret 2018. Kinerja
individu dan organisasi diterapkan terkait video KM. Setiap widyaiswara diwajibkan
membuat video KM sebanyak 4 buah. Tema video yang dibuat diharapkan sama
dengan materi yang selama ini diampu, Hal ini selain bertujuan untuk memenuhi jumlah
video di KLC, juga dapat digunakan di kelas sebagai bagian dari media pembelajaran.
Kriteria IKU lain adalah dengan jumlah view pada video.
Peserta pelatihan mendapatkan pengalaman belajar tidak semata melalui
klasikal. Saat di kamar tidur, ruang makan, menunggu kendaraan, mereka dapat
mengakses learning material yang tersaji di KLC. Berdasarkan wawancara dengan
peserta, mereka antusias dengan model pembelajaran seperti itu karena belajar tidak
terbatas di kelas. Untuk menguji efektifnya video tersebut, peneliti juga melihat dari
komentar yang dituliskan peserta. Komentar berupa narasi peserta dengan bahasa
beragam, menunjukkan bahwa mereka akan melaksanakan perilaku anti korupsi dan
berperan menjadi tunas intergritas di lingkungannya. Saat mengakses KLC muncul
kendala berupa akses yang lambat dan sering berputar putar. Demikian juga ada yang
kesulitan untuk masuk ke KLC sehingga beberapa menyarankan untuk mengunggah
video di youtube.
KESIMPULAN
1. Pengetahuan yang selama ini berupa tacit knowledge dapat dibagi kepada semua
pegawai (terutama peserta pelatihan) melalui KM. Video tunas integritas merupakan
salah satu video KM yang dimanfaatkan untuk menyampaikan materi anti korupsi
latsar CPNS. Video itu juga dapat dilihat oleh semua pegawai Kemenkeu yang
membutuhkan. Pemahaman mengenai tunas integritas dan perannya di insitusi
diharapkan mampu membentuk pegawai Kemenkeu menjadi pegawai yang
amanah, jujur dan mampu menjadi tunas integritas di lingkungannya.
2. Video KM dapat dijadikan sebagai media pembelajaran di kelas sehingga
penggunaan media menjadi beragam. Pengajar akan mampu membuat sudut
pandang mengenai materi dengan luas dan kegiatan belajar mengajar menjadi
semakin menarik dan tidak membosankan.
3. Melalui video KM, BPPK sebagai penggerak Corpu menunjukkan pembelajaran bisa
dilakukan kapan saja, oleh siapa saja dan dimana saja.
REKOMENDASI
1. Diperlukan peningkatan kemampuan widyaiswara/ pengajar untuk menyiapkan
konten video. Pengajar/ widyaiswara perlu dibekali dengan kemampuan untuk
pemiihan tema, menyiapkan story board, membuat script, pengambilan gambar dan
editing. Pelatihan multimedia perlu diberikan kepada widyaiswara untuk
meningkatkan kompetensi ini.
2. Lembaga pelatihan diharapkan memiliki website khusus untuk keperluan
pembelajaran. Website menjadi tempat untuk menerapkan strategi Corpu dalam
51
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pustaka:
Republik Indonesia. 2017. Keputusan Kepala BPPK Nomor KEP- 140/PP/2017
tentang Cetak Biru Kementerian Keuangan Corporate University
Creswell, John W. 2016. Research Design Edisi 4. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Dalkir, Kimiz. 2005. Knowledge Management In Theory and Practice. Elsevier
Butterworth–Heinemann. USA.
Ike Kusdiyah Rachmawati. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Kaswan. 2018. Organisasi Pembelajar untuk Meraih Keunggulan Bersaing. Penerbit
Pustaka Setia. Bandung
Rademakers, F Martyn. 2017. Corporate University. Penerbit PPM. Jakarta
Tjakraatmadja, Jann Hidayat dan Lantu, Donald Crestofel. 2006. Knowledge
Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar. Penerbit Mizan Grafika
Sarana. Bandung
https://www.academia.edu/35313731/PENELITIAN_NARATIF
52
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Iwan Kurniawan
(Perencana Ahli Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Wakil Ketua Asosiasi
Perencana Pemerintah Indonesia (AP2I) Komisariat Jawa Barat, Telp: 081546829079,
Email: iwankurniawan010@gmail.com)
53
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk didalamnya Pegawai Negeri Sipil (PNS)
merupakan aktor penggerak utama organisasi pemerintah untuk mewujudkan visi,
menjalankan misi dan mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dalam
konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah visi, misi dan tujuan organisasi
termaktub dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD). Sebagaimana tertera dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86
Tahun 2017 yang merupakan salah satu payung hukum perencanaan pembangunan di
daerah, RPJMD merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima)
tahun terhitung sejak dilantik sampai dengan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
Untuk mewujudkan visi, menjalankan misi dan mencapai tujuan pemerintah daerah,
dibutuhkan kompetensi PNS yang mumpuni sehingga mampu berkontribusi terhadap
organisasi. Secara normatif dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
kompetensi PNS terdiri dari kompetensi manajerial, kompetensi teknis dan kompetensi
sosio kultural. Peraturan Pemerintah ini juga mengamanatkan instansi pemerintah
termasuk didalamnya
pemerintah daerah harus menyusun standar kompetensi jabatan dan profil PNS. Lebih
lanjut setelah tersusun standar kompetensi jabatan dan profil PNS, maka dapat
diketahui kesenjangan (gap) kompetensi. Gap kompetensi inilah yang akan menjadi
dasar bagi perangkat daerah yang membidangi pendidikan dan pelatihan atau
pengembangan sumber daya manusia untuk melaksanakan berbagai kebijakan
pengembangan kompetensi.
Salah satu kebijakan pengembangan kompetensi adalah dengan mendorong
perwujudan Corporate University (CU). Ditinjau dari aspek legalitas, kebijakan
mewujudkan CU dalam konteks pemerintah daerah, secara formal seyogyanya
tercantum dalam dokumen perencanaan daerah (RPJMD) dan juga dalam dokumen
perencanaan perangkat daerah / Rencana Strategis Perangkat Daerah (Renstra PD).
Urgensi pencantuman strategi, indikator keberhasilan, dan langkah-langkah
implementasi CU dalam dokumen perencanaan adalah untuk menjamin adanya
komitmen pemerintah daerah dan juga kejelasan pembagian peran antar PD, karena
tidak menutup kemungkinan di pemerintah daerah tertentu terdapat beberapa PD yang
mengampu urusan penunjang bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan.
KAJIAN LITERATUR
CU adalah entitas pendidikan yang merupakan alat strategis yang dirancang untuk
membantu organisasi induk dalam mencapai misinya dengan melakukan kegiatan yang
memupuk pembelajaran individu dan organisasi serta pengembangan pengetahuan dan
kebijakan (Allen, 2002). CU secara formal telah ada di Amerika Serikat di awal tahun
1900 (Ewer dan Russ-Eft, 2017) dan pada pertengahan abad 20 semakin berkembang,
dikarenakan terdapat perusahaan-perusahaan besar yang menemukan bahwa pegawai
yang direkrut dengan berlatar pendidikan formal, ternyata belum memiliki kompetensi
yang dibutuhkan untuk menunjang produktivitas sehingga memacu perusahaan untuk
mengembangkan pendikan dan pelatihan yang lebih spesifik bagi pegawainya
(Wiggenhorn, 1990). Banyak organisasi yang telah mengadopsi model CU untuk
memenuhi persyaratan kompetensi pegawainya, model CU ini diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas pegawai, efiensi biaya dan juga menghargai pegawai yang
berkompeten (Ilyas, 2017). Dewasa ini CU di dunia terus berkembang, pada tahun 2012
54
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Membentuk CU di sektor publik memiliki makna yang penting karena efektifitas kinerja
pemerintah dapat diwujudkan dengan peningkatan kapasitas pegawainya (Grindle,
Hilderbrand, 1995). Selain itu, pegawai pemerintah juga harus terus menyesuaikan diri
dengan lingkungan dunia yang mengedapankan inovasi digital dan tantangan
globalisasi. Kondisi ini menuntut pegawai untuk meningkatkan keterampilan dan
kompetensinya dalam rangka beradaptasi dengan tren yang terus berubah sesuai
perkembangan zaman (Drucker, 1985). Di Indonesia, Kementerian Keuangan dikenal
sebagai organisasi sektor publik pertama yang mengusung konsep CU (Firdaus, 2017).
Perencanaan dipandang sebagai sesuatu yang memerlukan usaha yang cukup besar
dan waktu yang lama. Namun demikian, dalam sebuah organisasi perencanaan mutlak
harus dilakukan. Setidaknya terdapat 4 (empat) alasan untuk mendukung argumen
tersebut. Pertama, perencanaan memberikan arahan kepada seluruh unit organisasi.
Kedua, perencanaan mengurangi ketidakpastian dan memaksa seluruh anggota
organisasi untuk fokus pada pencapaian tujuan sekaligus juga dapat mengantisipasi
perubahan. Ketiga, perencanaan meminimalkan hal-hal yang tidak perlu dilakukan,
karena seluruh aktivitas terukur termasuk dalam penggunaan sumber dayanya.
Keempat, perencanaan menetapkan tujuan atau standar yang digunakan dalam
pengendalian (Robbins dan Coulter, 2012). Selain itu, Groenendijk (2003) menyatakan
bahwa perencanaan berorientasi pada pemecahan masalah. Pemetaan masalah dibuat
55
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dalam pohon masalah untuk dikemudian dicarikan strategi pemecahan beserta indikator
capaian keberhasilannya dan tergambar dalam sebuah kerangka kerja yang logis.
Selanjutnya perencanaan ada yang bersifat formal dan informal. Khusus dalam konteks
kajian ini yang dibahas adalah perencanaan formal. Menurut Robbins dan Coulter
(2012) dalam perencanaan formal, tujuan spesifik yang mencakup periode waktu
tertentu ditentukan. Tujuan-tujuan ini ditulis dan disediakan bagi anggota organisasi.
Dengan menggunakan sasaran-sasaran ini, para manajer dapat mengembangkan
rencana-rencana khusus yang secara jelas menentukan jalur yang akan diambil
organisasi. Perencanaan formal melibatkan dua aspek penting yaitu: tujuan dan
rencana. Tujuan adalah hasil atau target yang diinginkan, sedangkan rencana adalah
dokumen yang menjelaskan bagaimana tujuan akan dipenuhi, termasuk alokasi sumber
daya, jadwal, dan tindakan lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dalam konteks
kajian ini, rencana dimaksud adalah dokumen RPJMD dan Renstra PD.
METODE
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode kualitatif. Kajian dilakukan
dengan pendekatan studi literatur terhadap berbagai sumber baik yang bersifat teoretis
maupun legalitas berupa peraturan perundang-undangan khususnya yang terkait
dengan reformasi birokrasi, kompetensi ASN dan perencanaan pembangunan daerah.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Konsep CU dapat membantu pemerintah daerah untuk meningkatkan kompetensi ASN
sesuai dengan yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan
pencapaian tujuan organisasi. Mewujudkan CU dikategorisasikan sebagai salah satu
kebijakan pemerintah daerah dalam urusan penunjang bidang kepegawaian. Oleh
karenanya harus melalui konsep perencanaan yang baik dan secara legal termaktub
dalam dokumen rencana pemerintah daerah khususnya rencana jangka menengah
yaitu RPJMD dan Renstra PD.
Untuk meletakan CU dalam RPJMD, terlebih dahulu harus memahami posisi CU dalam
konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menelaah berbagai peraturan
perundangan-undangan secara berjenjang khususnya yang berkenaan dengan
indikator keberhasilan penyelenggaraan reformasi birokrasi. Dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2018
indikator keberhasilan penyelenggaraan reformasi birokrasi adalah Indeks Reformasi
Birokrasi. Salah satu unsur pengungkit pencapaian Indeks Reformasi Birokrasi adalah
Penataan Sistem Manajemen Aparatur. Untuk mengukur keberhasilan sistem
manajemen aparatur diantaranya dapat melalui pencapaian Indeks Profesionalitas ASN
(Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
38 Tahun 2018) dan Indeks Sistem Merit (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 40 Tahun 2018). Baik Indeks Profesionalitas
ASN maupun Indeks Sistem Merit, kedua-duanya berkaitan dengan kompetensi,
khusus kompetensi ini diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017. Sejalan dengan itu,
maka CU dapat diposisikan sebagai strategi pemenuhan kompetensi, yang akan
berkontribsi pada capaian Indeks Profesionalitas ASN dan capaian Indeks Sistem Merit
dan pada akhirnya bermuara pada capaian Indeks Reformasi Birokrasi.
56
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
TABEL 1
CONTOH POSISI CU DALAM RPJMD
Selanjutnya, dalam konsep perencanaan khususnya yang termuat pada renstra PD,
strategi atau kebijakan yang diambil harus berbasis terhadap permasalahan yang
dihadapi. Dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 dinyatakan bahwa permasalahan
pembangunan merupakan penyebab terjadinya kesenjangan antara kinerja
pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang di rencanakan serta antara apa yang
ingin dicapai dimasa datang dengan konsisi riil saat perencanaan dibuat. Dari rumusan
permasalahan yang telah diidentifikasi berdasarkan data kesenjangan (gap), kemudian
rumusan permasalahan tersebut dipetakan menjadi masalah pokok, masalah dan akar
masalah. Masalah pokok dirumuskan sebagai masalah yang bersifat makro, masalah
pokok dipecahkan melalui tujuan dan sasaran.
Masalah dirumuskan dengan cara mencari beberapa penyebab dari masalah pokok
yang lebih spesifik dan dipecahkan melalui strategi. Selanjutnya akar masalah
dirumuskan dengan cara mencari beberapa penyebab dari masalah yang lebih rinci.
Pemecahan akar masalah melalui arah kebijakan.
TABEL 2
CONTOH PEMETAAN MASALAH YANG TERKAIT DENGAN CU
PADA RENSTRA PD
PROGRAM PD : KEGIATAN PD :
57
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Akan menjadi Indikator Kinerja Akan menjadi Indikator Kinerja Akan menjadi Indikator Kinerja Kepala
Kepala PD Kepala Unit Kerja Sub Unit Kerja (Pengawas)
(Administrator)
CU dapat diwujudkan apabila dua prasyarat utama terlebih dahulu dipenuhi yaitu
tersusunnya standar kompetensi dan profil ASN. Kedua hal ini apabila tidak disusun
maka tidak dapat diukur tingkat kesesuaian kompetensi aparatur dengan standar
kompetensi jabatan yang diampunya. Hal yang menjadi kendala, biasanya dalam
struktur perangkat daerah kedua syarat tersebut terdapat pada dua fungsi perangkat
daerah yang berbeda. Penyusunan standar kompetensi jabatan berada pada fungsi
perangkat daerah yang membidangi organisasi (Sekretariat Daerah), sedangkan
penyusunan profil ASN berada pada fungsi perangkat daerah yang membidangi
kepegawaian.
TABEL 3
CONTOH PEMBAGIAN PERAN PERANGKAT DAERAH
UNTUK MEWUJUDKAN KONSEP CU
KESIMPULAN
CU merupakan salah satu strategi kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah
daerah dalam rangka pemenuhan kompetensi ASN agar dapat berkontribusi terhadap
perwujudan visi dan tecapainya tujuan organisasi. Konsep CU agar dapat
58
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Konsep CU pada pemerintah daerah paling tepat digulirkan pada saat proses
penyusunan RPJMD dan Renstra PD. Khusus untuk sinkronisasi peran berbagai
perangkat daerah yang terkait dengan CU, maka dalam penyusunan Renstra PD
khususnya pada tahapan forum PD/Lintas PD, pelaksanaannya perlu dintegrasikan.
Pustaka:
Allen, M. 2002. The Corporate University Handbook: Designing, Managing, and
Growing a Successful Program. AMACOM.
Ashcroft, Pamela. 2013. Foundation of a Corporate University. Final Project Esay -
Athabasca University - Albertha Canada.
Drucker, P. F. 1985. Effective Executive. New York: Harper and Row.
Ewer, G. and Russ-Eft, D. 2017. Corporate University Theory and Practice: The Case of
Platt University USA. International Journal of HRD Practice, Policy and
Research, Vol 2 No 1 : 35 – 49.
Firdaus, Amin. 2017. The Implementation of Corporate University in Public Sector: Case
Study Ministry of Finance of Indonesia. Research Papper. International Institute
of Social Studies – The Hague Netherland.
Grindle, M.S. and Hilderbrand, M.E. 1995. Building Sustainable Capacity in the Public
Sector: What can be done? Public Administration & Development Volume 15.
Issue 5.
Groenendijk, L. 2003. Planning and Management Tools a Reference Book. The
International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation (ITC)
The Netherlands.
Kolo, P. Strack, R. Cavat, P. Torres, R. and Bhala, V. 2013. Corporate Universities an
Engine for Human Capital. The Boston Consulting Group.
Ilyas, M. 2017. Making of a Corporate University Model: Transition from Traditional
Training to Learning Management System. Journal of Education and Practice
Vol.8 No.15.
Paton, R. Petter, G. Storey J. and Taylor S. 2005. Handbook of Corporate University
Development Managing Strategic Learning Initiatif in Public and Private Domains.
Gower Publishing Company.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta
Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah,
59
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Robbins, S.P. and Coulter M. 2012. Management Eleventh Edition. Pearson Education
Inc. Prentice Hall.
Robbins, S.P. Decenzo, D.A. Coulter M. 2013. Fundamental of Management Essential
Concepts and Applications. Pearson Education Inc. Prentice Hall.
Wiggenhorn, W. 1990. Motorola U: When Training Becomes an Education. Harvard
Business Review.
60
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Agung Widi Hatmoko
Agus Suharsono
61
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Kepada peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat IV di Badan Diklat DIY, Kepala LAN, Adi
Suryanto menyampaikan bahwa, ASN harus mampu menjawab tantangan di era digital,
ekonomi digital, dan revolusi industri ke-4. Arah pengembangan ASN pada RPJM ke-1
periode tahun 2005-2009 adalah good governance, RPJM ke-2 periode tahun 2010-
2014 adalah reformasi birokrasi, RPJM ke-3 periode tahun 2015-2019 adalah ASN
Merit System, dan RPJM ke-4 periode tahun 2020-2024 adalah world class
government. Kebijakan pengembangan kompetensi ASN yang perlu dilakukan adalah:
1) reorientasi dan pembaharuan kurikulum untuk pengembangan kepemimpinan dan
kompetensi teknis dengan mendorong entrepreneurship dan internship; 2) menerapkan
sistem pelatihan berbasis Hybrid/Blended Learning melalui Sistem Informasi
Widyaiswara (SIWI) dan Sistem Informasi Pengembangan Kompetensi ASN (SIPKA);
3) unit pengelola ASN Corporate University (Corpu); dan 4) penguatan kapasitas
tenaga pelatih/widyaiswara (Suryanto, 2018). ASN Corpu merupakan salah satu arah
kebijakan pengembangan kompetensi ASN, baik pada tingkat kementerian, lembaga
negara, maupun pemerintah daerah.
Corpu menjadi salah satu altenatif strategis untuk merespon arah kebijakan nasional
dalam tataran rancang bangun program pengembangan kompetensi ASN. Propinsi
Jawa Tengah sudah menuju Jateng Corpu untuk mengembangkan kompetensi inti
semua ASN dengan jargon ―jateng pinter bareng‖ (Jateng, 2018). Langkah yang sama
juga dilakukan Pemerintah Provinsi Jabar. Visi Pemerintah Provinsi Jabar 2013-2018
adalah ‗Jawa Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua.‖ Adapun misinya adalah: 1)
membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing; 2) membangun
perekonomian yang kokoh dan berkeadilan; 3) meningkatkan kinerja pemerintahan,
profesionalisme aparatur, dan perluasan partisipasi publik; 4) mewujudkan jawa barat
yang nyaman dan pembangunan infrastruktur strategis yang berkelanjutan; dan 5)
meningkatkan kehidupan sosial, seni dan budaya, peran pemuda dan olah raga serta
pengembangan pariwisata dalam bingkai kearifan lokal (Jabar, 2013). Guna
mewujudkan profesionalisme aparatur Provinsi Jawa Barat sebaiknya juga menerapkan
corpu dalam pengembangan kompetensi ASNnya.
Corpu muncul di Amerika Serikat tahun 1910-an seiring fenomena knowledged worker
dan learning organization. Praktik pelatihan internal diawali oleh General Motors dan
General Electric tahun 1914. Selanjutnya Shell dan Phillips mulai membangun corpu
dengan mengadopsi konsep organisasi pembelajar oleh Peter M. Senge yang
berpendapat bahwa dalam dunia yang semakin terkoneksi dan dinamis, kecepatan
belajar semua level pegawai menjadi satu-satunya keunggulan kompetitif jangka
panjang. Di Indonesia corpu diterapkan oleh PT Telkom PLN, PT Pelindo II, Danamon,
dan BNI (Ramelan, 2018). Selain itu juga oleh Citibank, Pertamina, Bank Mandiri,
United Tractors, Trakindo Utama, dan Unilever Indonesia (Aruman, 2018). Spirit corpu
ingin membawa iklim belajar di dunia universitas dalam lingkungan korporasi.
Organisasi pembelajar dapat mengakselerasi peningkatan kapasitas melalui proses
pembelajaran yang selaras dengan visi korporasi (Ramdani, 2018).
Salah satu tema sentral dalam inisiatif strategis program kelembagaan berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 974/KMK.01/2016 tentang Implementasi Inisiatif
62
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Hasil penelitian Sinaga terhadap lima dimensi kualitas layanan: fisik (tangible), empati
(empathy), daya tanggap (responsiveness), keandalan (reliability), jaminan (assurance)
pada BRI Corpu kampus Bandung menunjukan hasil bahwa peserta diklat belum puas
(Sinaga, 2017). Penelitian Rizky tentang pengaruh partisipasi karyawan terhadap
kompetensi dan kinerja karyawan pada pelatihan PLN Corpu Udiklat Banjarbaru
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan (Rizky CSH, 2016).
Penelitian Chusminah tentang praktik corpu di PT PLN (Persero) menyimpulkan bahwa
berdasarkan fungsi dan kegiatan memiliki sifat komprehensif dan telah terbukti
meningkatkan kinerja karyawan, tidak hanya sekedar traditional training saja namun
sudah terintegrasi dengan strategi korporat, dan banyak terobosan yang dilakukan
(Chusminah, 2015). Beberapa penelitian tersebut membuktikan bahwa corpu
berdampak positif terhadap pengembangan kompetensi individu dan instansi.
Anna Maria mengutip pendapat Mark Allen Corpu adalah alat stratejik suatu
perusahaan untuk membantu organisasi induk dalam mencapai misinya dengan
menciptakan sejumlah aktivitas yang bertujuan untuk menggali wisdom, pengetahuan
dan learning, dari individu dan organisasi. Menurut Meister Corpu merupakan ―strategic
umbrella‖ untuk membangun dan mendidik karyawan, pelanggan, suppliers agar
selaras dengan strategi bisnis organisasi (Ramdani, 2018). Pembelajaran dalam Corpu
menerapkan 70-20-10 learning and development model dari Michael Lombardo dan
Eichinger. Model ini adalah kerangka kerja pembelajaran kerja yang strategis untuk
meningkatkan efektifitas pegawai melalui tiga jenis pembelajaran yaitu: 70%
pembelajaran eksperimental, pegawai belajar dan berlatih sambil melakukan pekerjaan
di tempat kerja; 20% pembelajaran sosial, yang melibatkan pembinaan, pendampingan,
63
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dan pengembangan melalui orang lain; dan 10% pembelajaran formal, biasanya kita
pahami sebagai pelatihan dan pengembangan tradisional (deakinco, 2018).
David Osborne berpendapat bahwa bentuk pemerintahan yang berkembang selama era
industri, dengan birokrasi yang lamban dan berpusat, pemenuhan terhadap ketentuan
dan peraturan, serta rantai hierarki komando, tidak lagi berjalan dengan baik.
Organisasi sosial dan nirlaba mengembangkan kemitraan baru antara bisnis dan
pendidikan, antara mencari laba dan nirlaba, antara sektor pemerintah dan swasta,
menuju lembaga yang lebih fleksibel, inovatif, dan berwirausaha (Gaebler, 2003).
Pendapat ini dapat dijadikan pijakan perlunya sektor pemerintahan juga menerapkan
corpu untuk mengembangkan kompetensi pegawainya agar siap menghadapi
tantangan zaman.
METODE
Tulisan ini adalah penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran
atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan pada
pokok pembahasan (Sumanto, 1990). Sumber data utamanya adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen (Moleong, 2015).
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu: mencari, meneliti,
mempelajari, mencatat, dan menginterpretasikan data (Sugiyono, 2005). Data yang
terkumpul dianalisis dengan proses logiko-induktif yaitu sebuah proses berpikir yang
menggunakan logika untuk memahami pola dan kecenderungan dalam data (Mertler,
2012).
ANALISIS/PEMBAHASAN
Salah satu misi BPPK tahun 2015-2019 adalah membangun sistem pendidikan dan
pelatihan SDM Keuangan Negara yang terintegrasi dalam mewujudkan corporate
university. Seluruh pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu diarahkan untuk memberikan
dampak bagi visi, misi, dan sasaran kinerja Kemenkeu. Keputusan Kepala BPPK
Nomor KEP-140/PP/2017 mengatur bahwa pembelajaran bukan hanya menjadi
tanggungjawab unit penyelenggara diklat, namun menjadi tanggungjawab seluruh unit
eselon I di lingkungan Kemenkeu. Agar pembelajaran link and match dengan
kebutuhan organisasi, diperlukan sinergi yang kuat antar seluruh elemen yang ada
dalam Kemenkeu Corpu, susunan Kemenkeu Corpu Governance adalah sebagai
berikut.
64
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
65
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
66
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pustaka:
Aruman, E., 2018. Membedah Praktik Corporate University di Indonesia. Tersedia di :
https://swa.co.id/swa/review/book-review/membedah-praktik-corporate-university-di-
indonesia (diakses tanggal 27 November 2018).
BPS, 2018. Jumlah dan Persentase Pegawai Negeri Sipil Daerah Berdasarkan Kelompok Usia
di Jawa Barat, 2009-2014. Tersedia di:
https://jabar.bps.go.id/statictable/2015/04/02/43/jumlah-dan-persentase-pegawai-negeri-
sipil-daerah-berdasarkan-kelompok-usia-di-jawa-barat-2009-2014.html (diakses tanggal 27
November 2018).
Chusminah, 2015. Analisis Implementasi Konsep Corporate University Dalam Meningkatkan
Kinerja Karyawan (Studi Kasus: PT. PLN (Persero) Jakarta). Widya Cipta, pp. 86-94.
67
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
deakinco, 2018. Developing world-class employees with the 70:20:10 model. Tersedia di :
https://www.deakinco.com/media-centre/news/Developing-world-class-employees-with-the-
70:20:10-model (diakses tanggal 26 November 2018].
Gaebler, D. O. a. T., 2003. Mewirausahakan Birokrasi. Jakarta: Penerbit PPM.
Jabar, 2013. Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Tersedia di :
http://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1352 (diakses tanggal 26 November 2018].
Jateng, 2018. Langkah Awal Mewujudkan Jateng Corporate University di Pemerintahan
Provinsi Jawa Tengah. Tersedia di :
https://bpsdmd.jatengprov.go.id/v2/web/2018/06/06/langkah-awal-mewujudkan-jateng-
corporate-university-di-pemerintahan-provinsi-jawa-tengah/ (diakses tanggal 25 November
2018].
Mertler, C. A., 2012. Action Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong, L. J., 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rademakers, M. F., 2017. Corporate University, Merancang, Membangun, dan Mengelola
Organisasi Pembelajaran. Jakarta: Penerbit PPM.
Ramdani, A. R., 2018. Meluruskan Esensi Corporate University. Tersedia di :
https://bumntrack.com/ekonom/meluruskan-esensi-corporate-university (diakses tanggal 25
November 2018)
Ramelan, 2018. Corporate University Bukanlah Universitas. Tersedia di : https://ppm-
manajemen.ac.id/id_ID/blog/artikel-manajemen-18/post/corporate-university-bukanlah-
universitas-1405 (diakses tanggal 25 November 2018)
Rizky CSH, L. R. S. R. R., 2016. Pengaruh Partisipasi Karyawan Pada Pelatihan PLN
Corporate University Terhadap Kompetensi Dan Kinerja Karyawan. Wawasan Manajemen,
pp. 139-148.
Sinaga, F. F., 2017. Analisis Kepuasan Peserta Pendidikan Dan Perlatihan Di BRI Corporate
University Campus Bandung. Bandung: Universitas Widyatama.
Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sumanto, 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Suryanto, A., 2018. Ceramah Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN oleh Kepala LAN RI
kepada Peserta Diklat Pim Tingkat IV Angkatan I dan Angkatan II tahun 2018. Tersedia di :
http://diklat.jogjaprov.go.id/v2/kegiatan/item/514-ceramah-kebijakan-pengembangan-
kompetensi-asn-oleh-kepala-lan-ri-kepada-peserta-diklat-pim-tingkat-iv-angkatan-i-dan-
angkatan-ii-tahun-2018
(diakses tanggal 25 November 2018)
68
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
69
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
I. Pendahuluan
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi menuntut penyelenggaraan pemerintahan daerah
mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi seperti adanya Asian China Free
Trade Area (ACFTA), kemudian Asian Economic Community (AEC) dan lain
sebagainya mendorong pemikiran menuju corporate university, untuk mempersiapkan
aparatur BPSDM Prov. Jabar yang kompeten pada bidang tugasnya masing-masing.
Paradigma pemerintahan mengalami perubahan yang mengarah pada terwujudnya
good governance dengan mengutamakan pelayanan publik yang semakin baik (public
services excellent), mendorong lembaga diklat semakin adaptif sekaligus menjawab
berbagai tantangan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ekspektasi
pelanggan mengharapkan pelayanan yang lebih cepat (faster), lebih baik (better), lebih
baru (newer) dan lebih sederhana (more simple) terus bergerak dinamis. Kondisi
semacam itu mendorong aparatur yang profesional menjadi prasyarat mutlak untuk
menghadapi berbagai permasalahan dan harapan yang ingin dicapai organisasi
pemerintah, sehingga peningkatan profesionalisme aparatur bukan lagi sekedar
keharusan namun sudah bergeser menjadi suatu kebutuhan organisasi.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
menuntut peningkatan kompetensi aparatur pemerintah dan menguatkan peran serta
pentingnya diklat aparatur. Sejalan dengan itu, Peraturan Kepala LAN RI Nomor 10, 11,
12 dan 13 Tahun 2013 tentang Pembaharuan Diklat Kepemimpinan Pola Baru untuk
melahirkan pemimpin perubahan, menuntut BPSDM Prov. Jabar mampu menyesuaikan
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat diklat yang terus dinamis.
Secara keseluruhan perubahan organisasi menyangkut hal-hal yang sangat mendasar
dan komprehensif, seperti ; values, structure, culture, vision, system, competency dan
resources organisasi. Oleh karena itu, visionary leadership, human resources and
public services development menjadi semakin penting untuk mewujudkan BPSDM Prov.
Jabar menuju corporate university.
II. Kajian Literatur
Organisasi Pembelajaran (Learning Organization)
Dalam perspektif global suatu organisasi harus memiliki visi yang jelas dan terukur
untuk mencapai kepuasan pelanggan yang terus meningkat sekaligus mempertahankan
eksistensi organisasi. Paling tidak ada 3 faktor penting yang perlu diperhatikan.
Pertama Visionary leadership. Burt Nanus dalam Frederik Ruma (2001) ,
mengemukakan ; Visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik
bagi organisasi. Dalam hubungan ini Nurkholis (2011) mengemukakan, kepemimpinan
visioner ( Visionary leadership ), merupakan kemampuan pemimpin untuk menciptakan
dan mengartikulasikan suatu visi yang realistik, dapat dipercaya, atraktif tentang masa
depan bagi suatu organisasi atau unit organisasional yang terus bertumbuh dan
meningkat sampai saat ini. Sebagai organisasi pembelajar dalam menghadapi era
globalisasi dan liberalisasi perdagangan seperti sekarang ini perubahan begitu cepat,
permasalahan begitu komplek dan persaingan begitu ketat. Kondisi seperti itu menuntut
pimpinan dan semua unsur organisasi mau belajar terus-menerus dan konsisten
menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Persoalan yang muncul kemudian
apakah perlu menjadi organisasi pembelajar? Jawabannya tentu sangat diperlukan
karena perubahan suatu keniscayaan. Persoalan berikutnya apakah sebenarnya yang
dimaksud dengan organisasi pembelajar? Organisasi pembelajar (the learning
70
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
71
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
72
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
maka kita ada dan dibutuhkan. Pelanggan adalah raja (customer is the king) maka
layanilah dengan penuh hormat.
Corporate University
Menurut J. C. Meister, 1998 dalam Martyn F. Rademarkers, 2018, Corporate university
merupakan payung strategi untuk mengembangkan dan mendidik karyawan, pelanggan
dan pemasok untuk mencapai tujuan organisasi. Kemudian K. E. Gould, 2005 dalam
Martyn F. Rademarkers, 2018, Corporate university adalah sebuah entitas pendidikan
di luar akademisi sebagai pendamping konsep pembelajaran seumur hidup, corporate
university memungkinkan perusahaan, baik perusahaan profit maupun non-profit, untuk
mempertahankan dan memperluas keahlian tenaga kerja mereka dan sebagai hasilnya
mengamankan posisi mereka di pasar bisnis. Selanjutnya menurut Martyn F.
Rademarkers, 2018, Corporate university adalah sebuah unit, pendekatan atau konsep
yang mendukung pembaruan, implementasi, dan/atau optimasi strategi melalui
pembelajaran organisasi.
Kata strategi mewakili suatu tindakan dalam mencapai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan dalam batas-batas tujuan organisasi. Pembelajaran organisasi adalah
pengembangan wawasan, pengetahuan, dan hubungan antara tindakan masa lalu,
efektifitas dari tindakan-tindakan tersebut, dan tindakan masa depan yang akan
berdampak pada kelangsungan hidup jangka panjang suatu organisasi (Martyn F.
Rademarkers, 2018). Dalam organisasi non-komersial seperti organisasi pemerintahan,
cenderung menggantikan konsep keunggulan kompetitif dengan istilah dampak sosial.
Organisasi yang ingin menyelaraskan diri dengan lingkungannya harus memiliki
kemampuan untuk belajar dalam membangun keunggulan kompetitif atau dampak
sosial yang positif. Hanya organisasi yang mampu belajar lebih cepat yang dapat
memimpin masa depan.
Selama 15 tahun terakhir, Corporate university telah terbentuk layaknya sebuah unit
bisnis, namun mereka juga muncul sebagai pendekatan dan filosifi yang memajukan
kekuatan kompetitif melalui pembelajaran (Martyn F. Rademarkers, 2018). Corporate
university modern mendukung perusahaan dan organisasi untuk memperbarui,
menerapkan, dan mengoptimalkan strategi mereka melalui pembelajaran organisasi
secara cepat sesuai arah yang diinginkan organisasi.
Di tengah dinamika sosial dan perubahan demografis, perkembangan teknologi,
kebangkitan ekonomi, dan juga stagnasi, sebetulnya ada banyak alasan bagi
organisasi/institusi pemerintahan untuk mengambil keuntungan dari corporate
university.
Tren corporate university dalam perkembangannya menunjukan tumbuh pesat dari 400
perusahaan menjadi 2000 perusahaan pada 2001. Corporate university banyak
ditemukan di Amerika Serikat seperti Walt Disney, Boeing dan Motorola, dan lain-
lainnya. Salah satu corporate university terbaik di sana adalah Hamburger University
yang dioperasikan oleh perusahaan McDonald di Chicago.
Sedangkan di Indonesia sendiri, Corporate University baru dikembangkan beberapa
tahun terakhir oleh beberapa perusahaan seperti Danamon, Telkom, Astra, Pertamina,
Bank BNI, PLN, dan sebagainya (https://lenterakecil.com/sekilas-tentang-corporate-
university/).
Awalnya tujuan didirikan corporate university untuk mengatasi kelambatan dan
ketidakmampuan antara hasil belajar teori di perguruan tinggi dengan praktek kerja
73
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
74
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Visi BPSDM Prov. Jabar, ―Menjadi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Berstandar Internasional Menuju Aparatur Berkelas Dunia‖. Misinya mencakup;
1.Meningkatkan kualitas manajemen pengembangan sumber daya manusia berstandar
internasional; 2.Mengembangkan kompetensi dan kualifikasi profesi sumber daya
manusia berbasis teknologi informasi. 3.Mengembangkan jejaring kerja tingkat regional,
nasional, dan internasional. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, BPSDM Prov.
Jabar mempunyai tupoksi untuk melaksanakan fungsi penunjang urusan pemerintahan
bidang pengembangan sumber daya manusia, meliputi sertifikasi kompetensi dan
pengelolaan kelembagaan, pengembangan kompetensi teknis subtantif,
pengembangan kompetensi teknis umum serta pengembangan kompetensi manajerial
yang menajdi kewenangan Daerah Provinsi, melaksanakan tugas dekonsentrasi dan
melaksanakan tugas pembantuan sesuai bidang tugasnya, berdasarkan ketentuan
peraturan perundag-undangan (Pergub Jabar No. 77 tahun 2016)
Struktur Organisasi
75
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
V. Pembahasan
Tujuan pembahasan pada dasarnya untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam
memperbaiki kinerja aparatur untuk meningkatkan kepuasan pelanggan sekaligus
mengembangkan dan memantapkan kelangsungan hidup BPSDM Prov. Jabar sebagai
lembaga yang adaptif dengan berbagai perubahan dalam perspektif corporate
university..
Permasalahan yang menjadi fokus bahasan adalah bagaimana memperbaiki kinerja
aparatur BPSDM Prov. Jabar dalam perspektif corporate university agar tetap eksis dan
kepuasan pelanggan semakin meningkat di mana kepemimpinan visioner (Visionary
Leadership) memegang peranan yang sangat penting.
BPSDM Prov. Jabar usianya sudah mencapai 50 tahun sejak berdirinya tahun 1968.
Artinya BPSDM sudah banyak pengalaman dalam proses pembelajaran.. Sesuai
dengan tujuan dan fokus bahasan, bahwa BPSDM Prov. Jabar yang mengusung ―visi
dan misi‖ yang cukup menantang untuk berkembang menyongsong organsasi
pembelajar yang berkemajuan menuju corporate university. Memperhatikan struktur
organisasi, tugas pokok dan fungsinya serta SDM yang ada di dalamnya memiliki latar
belakang pendidikan dan pengalaman yang cukup memadai untuk menjadi BPSDM
Prov. Jabar berkelas dunia berbasis corporate university. Kemudian untuk memastikan
bahwa BPSDM Prov. Jabar sebagai organisasi pembelajar yang berhasil menuju
corporate university adalah pentingnya mendapat dukungan penuh dari Kepala BPSDM
Jawa Barat sebagai pimpinan puncak. Sebagai pimpinan puncak yang memiliki
visionary leadership dalam membangun organisasi pembelajar (building learning
organization) menurut Joko Widodo (2007) dapat dilakukan lima disiplin, yaitu ; 1)
Berfikir sistemis (system thinking), 2) Penguasaan pribadi (personal mastery), 3) Model-
model mental (mental models), 4) Membangun visi bersama (building shared vision), 5)
Pembelajaran tim (team learning), Kemudian menurut Entang (2001) bahwa seorang
pimpinan organisasi pembelajar (learning organization) seharusnya memiliki tujuh
karakteristik, yaitu; 1) Peran pemimpin dalam organisasi sangat penting dalam
mendorong karyawan untuk melakukan pembelajaran atau tidak melakukan sama
sekali; 2) Budaya kerja organisasi perlu dirumuskan, disepakati, diputuskan dan
ditetapkan bersama oleh seluruh anggota organisasi untuk mendorong proses
pembelajaran untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik; 3) Organisasi
pembelajar selalu berupaya mempraktekan teori baru, melakukan eksperimentasi
secara berkelanjutan, melakukan evaluasi dan menyempurnakan agar perubahan
organisasi dapat dilakukan secara sadar dan terencana; 4) Organisasi pembelajar
memiliki garis luwes antara manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok/ mitra kerja
dan pesain untuk diarahkan pada perolehan hasil tertentu; 5) Setiap anggota organisasi
pembelajar akan lebih memfokuskan pada nilai informasi yang tersedia dan berguna
walaupun nilai informasi yang dibutuhkan belum terkumpul secara utuh; 6) Sistem
penghargaan dalam organisasi dapat mendorong anggota-anggotanya melakukan
pembelajaran; 7) Seleksi yang dilaksanakan organisasi akan lebih memilih calon
karyawan yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk belajar dari pada calon
karyawan yang telah memiliki pengetahuan tetapi malas belajar lagi.
Dilihat dari segi Human Resources Development, maka sebagai visionary leadership
menurut Entang (2001), harus memiliki lima kemampuan yang harus dimiliki seorang
pemimpin, yaitu; 1) Cermat artinya teliti dalam menerima informasi senantiasa disaring
76
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
melalui pengujian silang ( chek and recheck) berdasarkan nalar sehat, tidak mudah
dipengaruhi orang lain, berwawasan luas, penuh pertimbangan/ arif dan bijaksana serta
mau dan mampu untuk terus belajar mengembangkan kapasitasnya. 2) Amanah artinya
dapat dipercaya dalam mengemban tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. 3)
Memiliki keterampilan dalam membangun kerja sama tim yang sinergi. 4) Mampu
berkomunikasi dengan baik. 5) Memiliki integritas dan konsistensi yang tinggi.
Kemudian dilihat dari aspek Public Services Development, maka sebagai visionary
leadership dalam perspektif pengembangan pelayanan bagi pelanggan pada dasarnya
harus melaksanakan Total Quality Management (Manajemen Mutu Terpadu) dan Total
Quality Services (Pelayanan Mutu Terpadu). Dalam perspektif visioner leadership perlu
memahami corporate university dengan baik. Martyn F. Rademarkers, 2018,
mengemukakan, Corporate university adalah sebuah unit, pendekatan atau konsep
yang mendukung pembaruan, implementasi, dan/atau optimasi strategi melalui
pembelajaran organisasi. Kata strategi mewakili suatu tindakan dalam mencapai
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dalam batas-batas tujuan organisasi.
Pembelajaran organisasi adalah pengembangan wawasan, pengetahuan, dan
hubungan antara tindakan masa lalu, efektifitas dari tindakan-tindakan tersebut, dan
tindakan masa depan yang akan berdampak pada kelangsungan hidup jangka panjang
suatu organisasi (Martyn F. Rademarkers, 2018). Dalam organisasi non-komersial
seperti organisasi pemerintahan, cenderung menggantikan konsep keunggulan
kompetitif dengan istilah dampak sosial. Organisasi yang ingin menyelaraskan diri
dengan lingkungannya harus memiliki kemampuan untuk belajar dalam membangun
keunggulan kompetitif atau dampak sosial yang positif. Hanya organisasi yang mampu
belajar lebih cepat yang dapat memimpin masa depan. Awalnya tujuan didirikan
corporate university untuk mengatasi kelambatan dan ketidakmampuan antara hasil
belajar teori di perguruan tinggi dengan praktek kerja yang sebenarnya. Untuk itu
bagian pengembangan SDM perusahaan/organisasi membuat pelatihan yang
dirancang untuk karyawan agar dapat menjalankan tugasnya dengan tepat dan efisien.
Bagaimanapun juga banyak perusahaan/organisasi menyadari pentingnya sumber daya
manusia untuk dikembangkan kompetensinya sesuai bidang tugasnya. Kemajuan
teknologi, globalisasi, mendorong dunia industri mengalami pergeseran menuju industri
berbasis pengetahuan, ekonomi berbasis informasi, dan persaingan mempengaruhi
cara kerja organisasi.
Manfaat corporate university antara lain: 1) Mengembangkan kompetensi karyawan
agar tetap produktif di masa krisis, 2) Tempat mempertajam naluri bisnis eksekutifnya
dan mempersiapkan kader-kader, 3) Mengurangi biaya dan mengorganisasikan training
secara lebih terpadu, 4) Memulai dan mendukung perubahan di organisasi, 5)
Meningkatkan pemahaman akan nilai-nilai perusahaan, sehingga menciptakan
corporate culture, yang berpengaruh terhadap profitabilitas dan loyalitas terhadap
perusahaan, 6) Meningkatkan corporate social responsibility.
V. Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah ;
1. BPSDM Prov. Jabar sebagai organisasi pembelajar telah banyak melakukan
revitalisasi, baik menyangkut visionary leadership, human resources development
maupun public services development, namun masih perlu peningkatan lebih lanjut
77
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
78
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
lini organsasi. Dapat juga sebagai pilihan corporate university bisa di-outsource ke
perusahaan konsultasi atau sepenuhnya dijalankan sendiri secara internal.
c) Secara internal dan eksternal BPSDM Prov. Jabar, harus membangun koordinasi
yang semakin baik, baik lintas bidang maupun lintas sektoral untuk mensinergikan
berbagai program kegiatan sehingga dalam pelaksanaannya lebih efektif dan
efisien. Jika diperlukan bisa juga melibatkan widyaiswara sesuai kompetensinya.
d) Kelompok jabatan fungsional widyaiswara agar mengintensifkan diskusi-diskusi
kelompok berbasis agenda pembelajaran dan lintas agenda pembelajaran secara
berkala dan berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi dan membangun
soliditas yang semakin baik, termasuk membangun jejaring dengan widyaiswara
LAN/ Depdagri, widyaiswara Kab./ Kota dan widyaiswara balai-balai pelatihan
terkait.
e) Dapat juga bermitra dengan perguruan tinggi (public university) dalam bentuk
corporate university dan/atau melakukan benchmarking ke corpU Telkom, PLN,
Bank BNI dsb.
f) Dapat juga bermitra dengan lembaga/ balai-balai pelatihan yang berada di bawah
kementerian terkait dan lembaga diklat Kab./ Kota untuk merumuskan kurikulum
silabi berbagai jenis diklat teknis yang diperlukan untuk membangun kompetensi
teknis aparatur pada bidang tugasnya masing-masing.i BPSDM untuk
menampung/mewadahi berbagai peran dan fungsi lembaga/balai-balai pelatihan
dalam satu area kampus BPSDM Prov. Jabar. Konsekuensinya BPSDM Prov.
Jabar harus membangun sarana prasarana yang dibutuhkan untuk itu.
Demikian kesimpulan dan rekomendasi yang dapat kami sampaikan, semoga
bermanfaat bagi BPSDM Prov. Jabar menuju corporate university dan bagi
stakeholders lainnya.
Referensi
Nanus, Burt. Kepemimpinan Visioner Cetakan pertama. Alih bahasa : Frederik Ruma.
Jakarta : PT. Prenhallindo, 2001.
Tjiptono, Fandi & Diana, Anastasia. Total Quality Management Edisi Revisi. Yogyakarta
: Penerbit Andi, 2001
David, Fred. R. Manajemen Strategis Konsep-Konsep Edisi Kesembilan. Alih bahasa :
Kresno Saroso. Jakarta : PT. Indeks, 2004.
Widodo, Joko. Learning Organization. Malang : Bayumedia, 2007.
Entang, M. Isu Aktual Sesuai Tema. Jakarta : LAN RI, 2008.
Entang, M. Teknik-Teknik Analisis Manajemen. Jakarta : LAN RI, 2008.
Sutrisno, Edy. Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana, 2011.
Nurkholis, M. 2011. Visionary Leadership. (Dalam laman web
http://mnurkholis7.wordpress.com/2011/12/22/4/ )
Wibowo. Manajemen Perubahan edisi Ketiga. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,
2012.
Peraturan Kepala LAN RI Nomor; 10, 11, 12 dan 13 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tk. I,II, III dan IV.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
https://www.lenterabisnis.com/manfaat-corporate-university (dikutip tanggal 6-12-2018)
79
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
80
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
Agus Suharsono* dan Amin Subiyakto**
*(Widyaiswara Ahli Madya, BDK Yogyakarta, HP 081326595369, Email gusharpramudito@gmail.com )
**(Widyaiwara Ahli Muda, BDK Yogyakarta, HP 08129517597, Email amin.subiyakto@gmail.com )
ABSTRAK
Arah kebijakan pengembangan kompetensi ASN dalam RPJM tahun 2020-2024 adalah
world class government, salah satunya melalui unit pengelola ASN Corpu.
Pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu link and match dengan target kinerja institusi
dengan menerapkan berbagai media pembelajaran diantaranya melalui Community of
Practice. Metode yang digunakan adalah deskriptif, pengumpulan data dengan studi
dokumen dan diolah secara logiko-induktif. Hasil pembahasan tulisan ini memumjukkan
Community of Practice di Kementerian Kauangan dilakukan melalui media grup
whatsapp dan web Kemenkeu Learning Center (KLC). Penggunaan mdia whatsapp
lebih dominan dan lebih aktif dibanding melalui website namun pendokumentasian lebih
baik melalui website.
81
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Kepala LAN, Adi Suryanto, menyampaikan bahwa ASN harus mampu menjawab
tantangan revolusi industri ke-4 dan era digital. Pengembangan kompetensi ASN dalam
RPJM tahun 2020-2024 adalah world class government melalui: 1) reorientasi dan
pembaharuan kurikulum untuk pengembangan kepemimpinan dan kompetensi teknis
dengan mendorong entrepreneurship dan internship; 2) menerapkan sistem pelatihan
berbasis Hybrid/Blended Learning melalui Sistem Informasi Widyaiswara dan Sistem
Informasi Pengembangan Kompetensi ASN; 3) unit pengelola ASN Corporate
University (Corpu); dan 4) penguatan kapasitas tenaga pelatih/widyaiswara (Suryanto,
2018). Adanya unit ASN Corpu merupakan salah satu arah kebijakan pengembangan
kompetensi ASN ke depan, unit tersebut pada kementerian maupun pemerintah
daerah. Propinsi Jawa Tengah sudah menuju Jateng Corpu untuk mengembangkan
kompetensi inti semua ASN dengan jargon ―jateng pinter bareng‖ (Jateng, 2018).
Langkah yang sama juga dilakukan Pemerintah Provinsi Jabar sesuai visi 2013-2018
―Jawa Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua‖ yang akan diwujudkan melalui salah
satu misinya yaitu meningkatkan kinerja pemerintahan, profesionalisme aparatur,
dan perluasan partisipasi publik (Jabar, 2013). Salah satu langkah yang ditempuh
adalah menyelenggarakan seminar nasional dengan tema ―Inovasi menuju Corporate
University‖ pada 13 Desember 2018.
Corpu awalnya memang berkembang pada privat sector namun berkembang ke ranah
public sector dalam hal ini oleh Kemenkeu. Salah satu tema sentral dalam inisiatif
strategis program kelembagaan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
974/KMK.01/2016 tentang Implementasi Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi
dan Transformasi Kelembagaan Kemenkeu adalah adalah pengembangan sumber
daya manusia Kemenkeu melalui Kemenkeu Corpu. Sebagai tindak lanjutnya
diterbitkan Keputusan Kepala BPPK Nomor KEP-140/PP/2017 Tentang Cetak Biru
Kemenkeu Corpu. Kemenkeu Corpu digunakan untuk mencapai visi dan misi
Kemenkeu dengan mewujudkan link and match antara pembelajaran, pengelolaan
pengetahuan, dan penerapan nilai-nilai dengan target kinerja Kemenkeu oleh seluruh
elemen Kemenkeu dengan BPPK sebagai motor penggerak utama. Untuk mewujudkan
tujuan tersebut Kemenkeu Corpu akan menerapkan 70-20-10 learning and
development model dari Michael Lombardo dan Eichinger yang akan menggunakan
semua jenis strategi pembelajaran pada 10%: structured learning; 20%: learning from
other; dan 70%: workplace integrated learning. Salah satu bentuk learning from other
adalah Community of Practice (CoP). Berdasarkan latar belakang tersebut tulisan ini
akan membahas tentang bagaimana pembelajaran melalui CoP pada Kemenkeu
Corpu.
82
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Anna Maria, mengutip pendapat Mark Allen, Corpu adalah alat stratejik suatu
perusahaan untuk membantu organisasi induk dalam mencapai misinya dengan
menciptakan sejumlah aktivitas yang bertujuan untuk menggali wisdom, pengetahuan
dan learning, dari individu dan organisasi. Menurut Meister Corpu merupakan
―strategic umbrella‖ untuk membangun dan mendidik karyawan, pelanggan, suppliers
agar selaras dengan strategi bisnis organisasi (Ramdani, 2018). Sehingga
pembelajaran model 70-20-10 dianggap lebih sesuai untuk diterapkan. Abad kedua
puluh adalah masa keemasan pelatihan untuk pengembangan sumber daya
manusia. Namun terdapat pergeseran fokus pembelajaran dari pembelajaran formal
10-20-70 ke pembelajaran kerja 70-20-10 atau belajar dengan bekerja dan belajar
untuk bekerja (Arets, 2016). Menurut Charles Jennings, beberapa tahun terakhir
pembelajaran model 70-20-10 mulai dterapkan di beberapa negara. Pembelajaran
model lebih banyak dilakukan di tempat kerja sehingga langsung meningkatkan sasaran
kinerja dan akhir-akhir ini meruntuhkan pembelajaran terstruktur (klasikal) yang jarang
memberikan solusi yang tepat terhadap kinerja. 70-20-10 adalah model referensi,
bukan resep, formulanya tidak kaku (Jennings, 2013).
70-20-10 learning and development model adalah kerangka kerja pembelajaran kerja
yang strategis untuk meningkatkan efektifitas pegawai melalui tiga jenis pembelajaran
yaitu: 70% pembelajaran eksperimental, pegawai belajar dan berlatih sambil melakukan
pekerjaan di tempat kerja; 20% pembelajaran sosial, yang melibatkan pembinaan,
pendampingan, dan pengembangan melalui orang lain; dan 10% pembelajaran formal,
biasanya kita pahami sebagai pelatihan dan pengembangan tradisional di tempat
kerja. Model 70-20-10 memungkinkan organisasi mengambil keuntungan dari setiap
kesempatan belajar karena menawarkan manfaat untuk menciptakan elemen penting
untuk menciptakan karyawan berkinerja tinggi. Selain itu model ini mempunyai
keunggulan karena sifatnya yang fleksibel, sinergi, dan keterlibatan. Fleksibel karena ini
adalah sebuah referensi atau cara bukan formula kurikulum yang baku sehingga
fleksibel untuk menggunakan berbagai cara. Sinergi karena meski dilaksanakan
terpisah tiap komponen (70-20-10) tapi saling meningkatkan kompetensi. Keterlibatan
karena implementasi 70-20-10 menyadarkan pegawai bahwa pengembangan terjadi
setiap saat, juga pada saat bekerja bukan hanya pada saat diklat (Deakinco, 2018).
Bagaimana CoP bisa menjadi media pembelajaran, menurut Szulanski, tacit knowledge
hanya bisa 'dilewatkan' dari satu orang atau tempat ke tempat lain jika ada jaringan
sosial. Kemudahan transfer sepenuhnya tergantung pada kualitas sumber-penerima
hubungan dan kekuatan dan keaktifan dalam komunitas itu (Szulanski, 1996). Karena
itu, untuk pertukaran pengetahuan semacam ini perlu ada koneksi pribadi yang kuat,
tingkat yang tinggi interdependensi kognitif di antara peserta (Yoo dan
Kanawattanachai, 2001) dan berbagi akal identitas dan rasa memiliki dengan rekan
83
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
satu orang dan keberadaan hubungan kerja sama (Bresman et al, 1999). Komunitas
praktik menciptakan jejaring sosial dan menyediakan mekanisme pertukaran
pengetahuan informal yang diperlukan untuk aliran pengetahuan tacit terjadi. Jaringan
virtual dapat membantu tetapi tidak bisa menggantikan tatap muka atau kontak sosial
secara langsung lainnya ((Iacono dan Weisband, 1997; Baughn et al, 1997; Davenport
dan Prusak,1998)
Menurut Paul Duguid, penekanan pembelajaran bergerak dari kemitraan ke komunitas,
dengan komunitas praktik menjadi tumpuannya (Duguid, Paul, 2004). Komunitas dan
jaringan pembelajaran tidak dapat diarahkan, hanya diaktifkan, difasilitasi atau
didukung. Komunitas praktik dikelola sebagaimana organisasi relawan, tidak bisa
dikelola seperti proyek atau tim kerja (Allee, 2000). CoP adalah komunitas sosial yang
akan efektif jika dikelola dengan teori sosial (Bate, Robert, 2002).
METODE
Metode tulisan ini adalah deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
sertahubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1988). Sumber data utamanya
adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
(Moleong, 2015). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu:
mencari, meneliti, mempelajari, mencatat, dan menginterpretasikan data (Sugiyono,
2005). Data yang terkumpul dianalisis dengan proses logiko-induktif yaitu sebuah
proses berpikir yang menggunakan logika untuk memahami pola dan kecenderungan
dalam data (Mertler, 2012).
ANALISIS/PEMBAHASAN
Salah satu misi BPPK tahun 2015-2019 adalah membangun sistem pendidikan dan
pelatihan SDM Keuangan Negara yang terintegrasi dalam mewujudkan Kemenkeu
Corpu. Seluruh pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu diarahkan untuk memberikan
dampak bagi visi, misi, dan sasaran kinerja Kemenkeu, yang dapat digambarkan
sebagai berikut.
84
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu harus link and match dengan visi, misi, dan
sasaran kinerja Kemenkeu, tujuan pembelajaran tidak hanya memperkuat performace
pegawai secara individu tetapi juga harus memperkuat performance organisasi dengan
utilisasi knowledge management system dan menumbuhkan budaya belajar. Pokok
bahasan tulisan ini adalah desain pembelajaran yang digunakan adalah model 70-20-
10. Pembelajaran tersebut dimulai dengan analisis kebutuhan pembelajaran (AKP)
untuk mengcapture kebutuhan pembelajaran yang difokuskan pada strategic issue dan
business performance, untuk memperkuat performance individu dan memperkuat
performance organisasi. Inti dari pelaksanaan AKP adalah untuk mengetahui gap
kompetensi pegawai dengan kompetensi jabatan, uraian jabatan, serta sasaran kinerja.
Sarana untuk mengukur kompetensi pegawai sebaiknya dilakukan dengan sebuah tes
kompetensi dan pendapat atasan sehingga hasilnya lebih objektif dan terukur. AKP
menggunakan kuesioner yang harus diisi oleh pegawai yang bersangkutan lebih
bersifat subjektif dan cenderung meningkatkan performance individu dibanding
performance organisasi.
Pembelajaran model 70-20-10 dijabarkan dalam Peraturan Kepala BPPK Nomor PER-
4/PP/2017 Tentang Pedoman Desain Pembelajaran Di Lingkungan Kemenkeu, bentuk
pembelajaran dalam Kemeterian Keuangan Corporate University berdasarkan Pasal 4,
Pasal 5, dan Pasal 6 dilaksanakan melalui klasikal dan/atau nonklasikal. Pembelajaran
klasikal meliputi: a) pelatihan yang terdiri dari pelatihan: teknis, fungsional, sosial
kultural, struktural, dan prajabatan; b) seminar; c) kursus; d) penataran; e)
lokakarya/workshop; dan f) pengembangan SDM lain. Sedangkan pembelajaran
nonklasikal meliputi: a) e-learning; b) pelatihan jarak jauh; c) magang (on the job
learning); d) pertukaran pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta; e) mentoring; f)
85
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
CoP di Kementeian Keuangan Corpu dilakukan melalui media geup whatsapp (WAG)
dan melalui web Kemenkeu Learning Center (KLC). Jumlah CoP melalui grup whtatsap
(WAG) berjumlah 11 grup dengan peserta 536 orang. Jumlah CoP melalui web KLC
adalah 55 dengan anggota 2.386. Jika angka tersebut diambil rata-ratanya, tiap grup
whatsapp beranggotakan 48 orang, sedangkan CoP melalui web KLC rata-rata
beranggotakan 43 orang per grup.
Diskusi melalui group Whatsapp terdapat beberapa masalah yaitu: 1) tidak dapat
diprediksi materi maupun pesertanya, kadang ramai karena banyak yang perpendapat,
namun kadang sepi, sedikit yang berpendapat; 2) tidak dapat dipastikan apakah setiap
ada diskusi maka semua anggota mengikuti pembelajaran; 3) tidak mudah
membuktikan bahwa yang bersangkutan mengikuti pembelajaran untuk dapat
dikonversi sebagai jam pelajaran; 4) perlu tidaknya diterbitkan surat tugas dan surat
keterangan pembelajaran sebagai bukti bahwa masing-masing pegawai telah
mengikuti; dan 5) karena menggunakan group Whatsapp ada kemungkinan peserta
menghapus riwayat percakapan.
Sebaiknya ada pejabat yang berwenang menjadi semacam wasit yang akan memutus
jika dalam diskusi group Whatsapp terdapat perbedaan pendapat. Agar CoP tidak
mudah terhapus dan melekat pada institusi sebaiknya dibuat berbasis web dan bersifat
nasional sebagai salah satu bentuk knowledge management.
86
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Arah kebijakan pengembangan kompetensi ASN dalam RPJM tahun 2020-2024 adalah
world class government, salah satunya melalui unit pengelola ASN Corpu.
Pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu link and match dengan target kinerja institusi
dan menerapkan pembelajaran model 70-20-10 terpadu yaitu: 70% berupa integreted
learning at work, 20% berupa coaching dan Community of Practice, 10% berupa self
learning melalui e-learning dan/atau tatap muka. Pembelajaran model 70-20-10 sesuai
dengan ketentuan pengembangan kompetensi PNS dalam Undang-Undang ASN
sehinga dapat diterapkan dalam Jabar Corpu.
CoP sebagai bagian dari proses pembelajaran melalui sharing keahlian antar praktisi
dapat difasilitasi melalui saluran komunikasi yang mudah. Grup Whatsapps efektif
dalam membangun komunikasi dibanding melalui web namun pendokumentasian
komunikasi akan lebih efektif melalui web.
SARAN
Agar pembelajaran tmelalui CoP lebih efektif diperlukan media yang memudahkan bagi
anggota untuk berkomunikasi dengan cepat dan praktis. Sangat penting buat organisasi
mendokumentasikan proses transfer tacit knowledge melalui CoP.
Pustaka:
Allee V. (2000) ‗Knowledge networks and communities of practice,‘ OD Practitioner Online,
32(4), 13pp. www.odnetwork.org/odponline
Aruman, E., 2018. Membedah Praktik Corporate University di Indonesia. Tersedia di :
https://swa.co.id/swa/review/book-review/membedah-praktik-corporate-university-di-
indonesia (diakses tanggal 27 November 2018).
Bate, S.P. and Robert, G. (2002) ‗Knowledge Management and communities of practice in the
private sector: lessons for modernising the National Health Service in England and
Wales,‘ Public Administration, 80(4): 643-663
BPS, 2018. Jumlah dan Persentase Pegawai Negeri Sipil Daerah Berdasarkan Kelompok Usia
di Jawa Barat, 2009-2014. Tersedia di:
https://jabar.bps.go.id/statictable/2015/04/02/43/jumlah-dan-persentase-pegawai-negeri-
sipil-daerah-berdasarkan-kelompok-usia-di-jawa-barat-2009-2014.html (diakses tanggal
27 November 2018).
87
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
88
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Lampiran I
Data CoP melalui WAG di BDK Yogyakarta.
1. CoP Ekstensifikasi Kabid, Kasi dan Pelaksana di Seksi 33 Diskusi melalui WAG mulai 6
Pajak Kanwil DJP DIY Ekstensifikasi dan Penyuluhan di Juli 2017 dan masih aktif
lingkungan Kanwil DJP DIY sampai sekarang
Cop Gathering pada tanggal 3 -
4 Oktober 2017
2. CoP Kasi Waskon Kasi Waskon (Galpot) di lingkungan 45 Diskusi melalui WAG mulai 19
Kanwil DJP Jateng II Kanwil DJP Jateng II April 2018 dan masih aktif
sampai sekarang
Cop Gathering pada tanggal 4
Mei 2018
3. CoP Waskon I Kanwil Kabid P2Humas, Kasi Waskon I dan 54 Diskusi melalui WAG mulai 6
DJP DIY AR Waskon I di lingkungan Kanwil Agustus 2018 dan masih aktif
DJP DIY sampai sekarang
4. CoP Kasi Waskon Kasi Waskon (Galpot dan 25 Diskusi melalui WAG mulai 3
Galpot Kanwil DJP DIY Ekstensifikasi) di lingkungan Kanwil Agustus 2018 dan masih aktif
DJP DIY sampai sekarang
5. CoP AR Waskon Galpot AR Waskon (Galpot dan 165 Diskusi melalui WAG mulai 3
Kanwil DJP DIY Ekstensifikasi) di lingkungan Kanwil Agustus 2018 dan masih aktif
DJP DIY sampai sekarang
6. CoP Pajak Daerah BPKAD Kabupaten/Kota di Wilayah 17 Diskusi melalui WAG mulai 16
Jateng dan DIY Desember 2017 masih aktif
sampai sekarang
7. CoP Bendahara Alumni diklat Bendahara, namun 28 Diskusi melalui WAG mulai 22
sebagian besar merupakan Februari 2017
Bendahara
8. CoP Pejabat Pembuat Alumni diklat Penyusunan HPS, 17 Diskusi melalui WAG mulai
Komitmen namun sebagian besar merupakan Agustus 2016 masih aktif
PPK sampai sekarang
9. CoP Metolit dan KTI Alumni Diklat Karya Tulis Ilmiah 52 Diskusi melalui WAG mulai 7
November 2018
10. CoP Pengelolaan Dana Alumni TOT Dana Desa 83 Diskusi melalui WAG mulai 22
Desa Januari 2018
11. CoP Pajak Daerah Praktisi Pajak Daerah di Pemda 17 Diskusi melalui WAG mulai 16
Jogja Jateng Desember 2017
536
89
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Lampiran I
Data CoP melalui Web Kemenkeu Learning Center (KLC).
2. English CoP ini berisi tentang Pembahasan dan diskusi tentang penggunaan 1
Bahasa Inggris yang ditekankan pada tema dan situasional tertentu
guna memperlancar pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkungan
Kementerian Keuangan
3. Pengolahan Data dan Visualisasi CoP ini berisi pembahasan dan diskusi tentang mengolah data dan 2
Pelaporan informasi serta melakukan analisis untuk visualisasi laporan yang
dirancang mencakup pengetahuan tentang data, pengolahan, analisis
data, chart dan
4. Ekonomi Makro dan Kebijakan Publik CoP ini berisi pembahasan dan diskusi tentang penerapan konsep, 5
metode, analisa, dan implementasi kebijakan terkait kebijakan publik,
kebijakan ekonomi makro dan kebijakan fiskal
5. SMM ISO 9001:2015 DJPB CoP ini membahas penerapan ketentuan Sistem Manajemen Mutu 1
(SMM) ISO 9001:2015 dalam upaya Standardisasi proses bisnis di
Lingkungan Kantor Pelayanan dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Kementerian Keuangan
6. Menulis untuk Media Massa CoP ini membahas tentang Teknik penulisan artikel (baik opini 1
maupun essai) di Bidang Keuangan Negara sehingga dapat dimuat di
salah satu Media Massa (Cetak/ Online)
7. Metodologi Penelitian dan Karya Tulis CoP ini membahas tentang teknik penulisan atau penyampaian 8
Ilmiah laporan tertulis yang memaparkan hasil penelitian atau kajian suatu
masalah dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan
8. Desain Grafis dan Multimedia CoP ini fokus pada diskusi mengenai teknik desain grafis dan 1
multimedia yang baik dan kekinian
10. Bendahara Pengeluaran Community of Practice (COP) ini merupakan forum Knowledge 682
Sharing bagi bendahara pengeluaran di lingkungan Kementerian/
Lembaga. Knowledge Sharing tersebut membahas mengenai studi
kasus, permasalahan dan solusinya
11. Pengadaan Barang dan Jasa Community of Practice (COP) ini merupakan forum Knowledge 574
Sharing bagi panitia pengadaan di lingkungan Kementerian/ Lembaga.
Knowledge Sharing tersebut membahas mengenai studi kasus,
permasalahan dan solusinya
12. Pelatihan Prioritas Nasional Dana Diskusi pada diklat ini dimaksudkan untuk sharing knowledge terkait 20
Desa Permasalahan Dana Desa. silahkan Request untuk masuk kedalam
group diskusi ini
13. Penyusunan Laporan Keuangan BPPK Sarana untuk berbagi hal-hal terkait Penyusunan Laporan Keuangan 20
di Lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
14. Pejabat Pembuat Komitmen Community of Practice (COP) ini merupakan forum Knowledge 487
Sharing bagi PPK di lingkungan Kementerian/Lembaga. Knowledge
Sharing tersebut membahas mengenai studi kasus, permasalahan dan
solusinya
90
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
17. Corporate University Grup ini merupakan media untuk bertukar informasi, berdiskusi dan 49
mencari solusi bagi Pegawai Kementerian Keuangan dalam rangka
implementasi dan pengembangan Kementerian Keuangan Corporate
University
18. Juru Sita Merupakan forum Knowledge Sharing bagi Juru Sita di lingkungan 30
DJP. Knowledge Sharing tersebut membahas mengenai studi kasus,
permasalahan dan solusinya
19. Auditor Kepabeanan dan Cukai Grup ini merupakan media untuk bertukar informasi, berdiskusi dan 3
mencari solusi bagi para Auditor Kepabeanan dan Cukai.
20. Inspektorat Jenderal Kemenkeu Grup Inspektorat Jenderal Kemenkeu merupakan wadah interaksi 2
terhadap proses bisnis Itjen Kemenkeu
21. Public Relations Organisasi di Era Perubahan sikap dan perilaku masyarakat sebagai dampak dari 25
Digital kehadiran media sosial perlu disikapi dengan bijak oleh kalangan
pemerintah. Humas pemerintah harus dapat memanfaatkan aset
digital yang dimilikinya
22. Desain Grafis dan Multimedia Grup ini merupakan CoP untuk permaslahan-permasalah terkait 5
Desain Grafis dan Multimedia
23. Pelatihan Pejabat Lelang Bagi Pejabat Grup ini merupakan media untuk bertukar informasi, berdiskusi dan 24
Struktural mencari solusi bagi para pejabat lelang
24. microlearning TND 1 Grup ini merupakan media untuk bertukar informasi, berdiskusi dan 1
mencari solusi bagi para alumni dikat Tata Naskah Dinas
25. Microlearning TND Grup ini merupakan media untuk bertukar informasi, berdiskusi dan 5
mencari solusi bagi para alumni dikat Tata Naskah Dinas
26. Jabatan Fungsional Analis Keuangan Grup ini membahas tentang permasalahan terkait Jabatan Fungsional 24
Pusat dan Daerah (Jafung AKPD) Analis Keuangan Pusat dan Daerah
27. Pengelolaan Keuangan Desa Group ini merupakan wadah berkumpulnya penanggungjawab 15
Keuangan Desa, baik dari Pemerintah Desa maupun Pemerintah
Kabupaten
28. Medsos Administrator Social Media admin sebagai wadah dan wujud sinergi antar-unit 27
kementerian keuangan dalam mengoptimalkan social media sebagai
media komunikasi, penyebaran informasi, pembentukan jejaring social,
sarana edukasi
31. Customer Service Officer Kantor Grup ini memberikan pengetahuan terkait pengelolaan kantor layanan 24
Layanan Bersama Instansi Vertikal bersama khususnya dalam hal rekonsiliasi keuangan, BMN,
Kementerian Keuangan pengelolaan Adm hibah, pengurusan piutang negara dan lelang,
akuntansi berbasis akrual
32. Pengelolaan Barang Milik Negara Grup ini membahas tentang Current Issue dan Tanya Jawab yang 35
berkaitan dengan Pengelolaan Barang Milik Negara
33. Metodologi Penelitian Grup ini merupakan media untuk bertukar informasi, berdiskusi dan 2
mencari solusi bagi para alumni dikat Metodologi Penelitian
91
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
35. Desain Pembelajaran Grup ini merupakan media untuk bertukar informasi, berdiskusi dan 2
mencari solusi bagi para alumni dikat Desain Pembelajaran.
37. Klasifikasi Barang Klasifikasi Barang Impor dan Ekspor berdasarkan Harmonized System 12
(HS)
38. Nilai Pabean Nilai Pabean atas penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka 12
impor
39. Analis Keberatan dan Banding DJBC Dalam hal penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai 11
mengandung kesalahan, dirasa tidak pas, atau merupakan produk
yang tidak sesuai dengan data dan bukti pendukung, maka pengguna
jasa diperkenankan untuk […]
41. Diskusi Topik 1: Dasar Hukum Grup ini merupakan media untuk bertukar informasi, berdiskusi dan 1
Penyelesaian Perselisihan PBJ mencari solusi bagi para alumni dikat PBJ
42. Penilaian Sumber daya Alam Grup ini membahas tentang pengetahuan di bidang penilaian sumber 21
daya alam
43. Forum Manajemen Risiko (Tailor Forum Manajemen Risiko (Tailor Made) 7
Made)
44. DTSD Kekayaan Negara Pelaksana-VI Forum diskusi untuk peserta, pengajar, dan panitia DTSD Kekayaan 3
Negara Pelaksana-VI
46. Audit Sistem Informasi Forum ini merupakan bentuk COP terkait Audit Sistem Informasi 3
47. Ekonomi Makro dan Kebijakan Publik Peminat, Peneliti, dan penggiat Ekonomi Makro dan Kebijakan Publik 13
48. Kewirausahaan Forum ini membahas tentang peluang usaha bagi para pegawai dan 6
pensiunan
49. Operator Console Pajak Grup ini merupakan sarana Operator Console Pajak (Admin TIK) untuk 28
berbagi informasi, pengetahuan dan solusi terkait TIK DJP
50. Penelaah Keberatan Grup ini berisi alumni DTSS Penelaah Keberatan Dasar Angkatan I 5
dan II dan para pengajar
diharapkan dengan adanya grup ini dapat menjadi sarana diskusi dan
dan sharing knowledge terkait materi atau kasus
52. Ekonomi Syariah Grup ini dibentuk untuk mewadahi para peminat aktivitas ekonomi 14
yang berlandaskan pada syariah
53. Kuasa Pengguna Anggaran Grup yang digunakan guna diskusi terkait pelaksanaan tugas Kuasa 17
Pengguna Anggaran
92
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
55. Pejabat Penanda Tangan Surat Grup ini merupakan forum diskusi bagi para PPSPM terkait 5
Perintah Membayar (PPSPM) pelaksanaan tugas PPSPM
2.386
93
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Ribut Sugianto
(Widyaiswara Ahli Madya, Pusdiklat Bea dan Cukai, BPPK, HP: 08159411472,
Email: ribut.sugianto@gmail.com)
94
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
A. PENDAHULUAN
Model Corporate University saat ini menjadi pilihan bagi perusahaan-perusahaan besar
maupun Kementerian/Lembaga di Indonesia dalam mengembangkan sistem
pendidikannya. Kemajuan teknologi, tuntutan globalisasi, dan terjadinya
pergeseran core business menuju berbasis pengetahuan dan informasi, serta tuntutan
target kinerja yang semakin meningkat tentunya mempengaruhi cara kerja sebuah
institusi. Ada beberapa alasan yang mendorong institusi-institusi seperti BUMN dan
Kementerian/Lembaga membentuk Corporate University. Tetapi secara mendasar,
hampir semuanya punya satu kesamaan, yaitu untuk mengembangkan kapabilitas
internal secara lebih spesifik dan up to date, serta berdampak langsung pada
pencapaian sasaran organisasi.
Menurut Allen, salah satu elemen penting yang harus ada dalam sebuah organisasi
untuk menerapkan konsep Corporate University adalah adanya manajemen
pengetahuan/ Knowledge Mangement.(Allen, 2007). Knowledge Mangement (KM)
adalah upaya terstruktur dan sistematis dalam mengembangkan dan menggunakan
pengetahuan yang dimiliki untuk membantu proses pengambilan keputusan bagi
peningkatan kinerja organisasi. Secara singkat, konsep knowledge management adalah
semi komponen sumber daya manusia dalam organisasi yang mampu mengakses
informasi penting dalam menunjang core business serta kegiatan pendukungnya
sehingga keberlangsungan organisasi dalam mewujudkan visi dan misi dapat terjamin.
Salah satu strategi Kementerian Keuangan dalam transformasi kelembagaan adalah
memperkuat peran Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) dalam
pengembangan sumber daya manusia yaitu dengan menjadi corporate university yang
saat ini dikenal dengan Kemenkeu Corporate University (Kemenkeu Corpu). Gagasan
awal Kemenkeu Corpu dimulai sejak tahun 2015, dengan penguatan proses
pembelanjaran di Kementerian Keuangan melalui pengelolaan kapitalisasi pengetahuan
seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Keuangan sehingga memberikan
kontribusi sebesar-besarnya bagi pencapaian target kinerja di bidang keuangan. Dalam
Framework Kemenkeu Corpu yang di susun dan di tetapkan BPPK pada tahun 2016
setelah melakukan self assessment dan identifikasi proses bisnis kediklatan pada
Kementerian Keuangan, Knowledge and Learning Management System merupakan
salah satu pilar penting dalam implementasi Kemenkeu Corpu.
Dalam diagnosa awal knowledge management dilingkungan Kementerian Keuangan,
secara umum pengetahuan di lingkungan kementerian keuangan sudah terdokumentasi
dengan baik, namun belum terintegerasi (scattered). Oleh karena itu sebagai upaya
pembentukan knowledge management, yang mana knowledge di bidang keuangan
negara sangat banyak dan beragam, namun tersebar dan melekat pada orang, BPPK
membuat kebijakan untuk melakukan Capture baik Tacit Knowledge maupun Explicit
Knowledge melalui penyiapan tidak saja SDM, Infrastruktur Teknologi Informasi
maupun Anggaran yang diperlukan. Salah satu yang digunakan untuk implenetasi
knowledge management tersebut dengan membangun dan mengembangkan
Kemenkeu Learning Center yang merupakan media pembelajaran online yang
membahas berbagai materi tentang pengelolaan keuangan negara yang dapat diakses
oleh seluruh pegawai Kementerian Keuangan dan masyarakat umum. Kemenkeu
95
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Learning Center juga berfungsi untuk mendukung proses pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dengan latar belakang tersebut diatas, penulisan ini bertujuan untuk melihat dan
mendeskripsikan salah satu implementasi knowledge management yang selama ini
telah dibangun dan dikembangkan pada kemenkeu Corpu melalui Kemenkeu Learning
Center, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi
pencapaian target kinerja di bidang keuangan negara.
B. KAJIAN LITERATUR
Knowledge Management
Pengertian Knowledge Management menurut Jann Dan Lantu adalah proses sistematik
untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyarikan, dan menyajikan
pengetahuan dengan cara tertentu, sehingga para pekerja mampu memanfaatkan dan
meningkatkan penguasaan pengetahuan dalam suatu bidang kajian yang spesifik,
untuk kemudia ada proses institusional agar pengetahuan yang diciptakan menjadi
pengetahuan perusahaan. (Jann Dan Lantu, 2006)
Knowledge Management pada awalnya hanya diterapkan dalam dunia bisnis yang
dapat membantu komunikasi mulai dari top manajemen hingga ke bagian operasional
untuk memperbaiki proses kerja di organisasi dan seiring dengan perkembangan
Teknologi Iinformasi dan Komunikasi (TIK), Knowledge Management diterapkan juga di
dunia pendidikan. Galagan (1997) menjelaskan proses KM sebagai berikut:
96
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Corporate University
Corporate University adalah Salah satu Engine Strategis suatu organisasi yang
mengintegrasikan apa yang telah tersedia, yaitu sumber daya, proses bisnis, dan
orang-orang terlibat dalam proses pembelajaran untuk mencapai performansi terbaik
dan secara terus menerus meningkatkan Knowledge, Skill dan Attitude dari orang-
orang yang berada dalam ekosistem Organisasi dengan didukung oleh Pengelolaan
Pengetahuan (Knowledge Management).
10 Karakteristik Corporate University dalam kemenkeu Corpu adalah sebagai berikut :
1. Proaktif menggali dan menyelesaikan masalah performansi organisasi terkait
dengan kompetensi pegawai
2. Pengawal transformasi nilai-nilai dan penguatan Budaya Organisasi
3. Mendukung pembelajaran terkait dengan kebutuhan organisasi dan untuk
mengembangkan individu pegawai
4. Memberikan orientasi, induksi, pelatihan, pengembangan dan edukasi kepada
pegawai, stakeholders, pelanggan dan juga masyarakat apabila diperlukan.
5. Secara fisik dan virtual terkoneksi melalui fasilitas yang terintegrasi dengan
Learning Management System (LMS) dan Knowledge Management System
(KMS)
6. Mempunyai alliance and partnership dengan pihak Institusi dan Universitas untuk
mendukung pengembangan individu pegawai
7. Berperan sebagai Brand yang menjadi daya tarik untuk mempertahankan Talent
dan pelanggan layanan.
8. Berperan sebagai platform ketika knowledge organisasi disalurkan melalui
program Leaders as Teacher dan Retired Prominent Faculty.
9. Selaras, Sejalan dan terintegrasi dengan semua inisatif HRD
10. Dikelola secara profesional oleh Learning Technologist
Penelitian Sebelumnya
1. Hafid Mukhlasin, Indra Budi dalam penelitian tentang analsisis pengukuran tingkat
kesiapan penerapan manajemen pengetahuan: studi kasus Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan tahun 2017, menyimpulkan bahwa
tingkat kesiapan penerapan Knowledge Management BPPK berada pada tingkat
receptive (dari 5 tingkat kesiapan mulai not ready, preliminary, ready, receptive dan
optimal) yang mengindikasikan bahwa semua indikator dalam KM sudah sangat
mendukung untuk diterapkannya KM di BPPK.
2. Tri Pujadi dan Tumar dalam penelitian tentang Knowledge Management di Instansi
pemerintahan, menyimpulkan bahwa melalui model manajemen pengetahuan di
pemerintahan, setiap individu sebagai pemangku kepentingan yang melayani
masyarakat, akan memiliki pengetahuan yang memadai, dalam melaksanakan
tugasnya. Pengetahuan dipandang sebagai komoditi atau sebuah asset intelektual.
97
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
C. ANALISIS/PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi terkait kondisi perkembangan implementasi Kemenku
Corpu di lingkungan BPPK khususnya dalam implementasi Knowledge Management,
dapat di diagambarkan sebagai berikut :
1. Adanya komitmen dari pimpinan tertinggi dalam hal ini Menteri Keuangan
berdasarkan Memorandum Menteri Keuangan Nomor : MO-1/MK.1/2015 yang
salah satunya mengamanatkan Pembentukan Corporate University, serta
ditindaklanjuti dengan arahan Kepala BPPK untuk membangun Knowledge
Management yang disampaikan pada kegiatan resmi BPPK (Rakor BPPK pada
tahun 2016)
2. BPPK telah membentuk Tim KM pusat yg bertugas untuk melakukan insialisasi
Knowledge Management di BPPK seperti menyusun kebijakan atau peraturan
terkait KM, merancang prototype KM, merancang KMS, mengadakan workshop
KM.
3. BPPK telah menyelenggarakan workshop dan diklat KM yang dihadiri oleh
perwakilan dari tiap Pusdiklat. Tujuan dari workshop ini adalah memberikan
pemahaman tentang KM sehingga setiap Pusdiklat dapat menerapkan KM yang
sejalan dengan rencana strategis BPPK. Salah satu sesi dalam diklat adalah
melakukan self assessment untuk mengukur kesiapan BPPK dalam mewujudkan
Kemenkeu Corpu dari beberapa aspek anatara lain kinerja yang diharapkan,
sumber daya dan prasarana, proses pembelajaran, SDM, Komitmen pimpinan,
98
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kemenkeu Learning Center merupakan suatu aplikasi media pembelajaran online yang
membahas berbagai materi tentang pengelolaan keuangan negara yang dapat diakses
oleh seluruh pegawai Kementerian Keuangan dan masyarakat umum. Kemenkeu
Learning Center juga berfungsi untuk mendukung proses pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan di lingkungan Kementerian Keuangan. Kemenkeu Learning
Center dapat diakses melalui laman https://klc.kemenkeu.go.id.
Fitur-Fitur dalam aplikasi Kemenkeu Learning Center (KLC) dibagi ke dalam 3 menu
yaitu :
1. Knowledge Center
2. Courses
3. Communities of Practice
Menu Knowledge Center dibagi kedalam sub menu category yaitu :
99
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
a. Main Category yang berisi tema knowledge capture dari unit Eselon 1 di
lingkungan Kementerian Keuangan antara lain : Anggaran, Bea dan Cukai,
Fiskal, Kekayaan Negara, Pajak, Pengembangan SDM, Perbendaharaan dan
Perimbangan Keuangan
b. Specific Category yang berisi tema Knowledge capture antara lain : Akuntansi,
Dana Desa, Manajemen Organisasi, Pembiayaan dan Keuangan Syariah,
Pengadaan barang dan Jasa, Kediklatan, Menteri Keuangan, Teknologi
Informasi dan Riset Widyaiswara
c. Unit Eselon I berisi Tema Knowledge capture masing-masing Unit Eselon I yang
berada di lingkungan Kementerian Keuangan yaitu : Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal
Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko, Inspektorat
Jenderal, Badan Kebijkan Fiskal dan Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan.
Tabel 1. Jumlah Knowledge Capture Berdasarkan Category pada KLC
100
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
101
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Seminar
Menu Courses dibagi kedalam category yaitu : Anggaran, kekayaan Negara, keuangan
Umum, pajak, Pengembangan SDM, Perbendaharaan, Perimbangan Keuangan dan
Profesi Keuangan.
Courses / Pelatihan yang ada dalam Kemenkeu Learning Center telah di didesain
sebagai pelatihan yang menggunakan E-Learning baik yang sudah menggunakan Full
E-Learning, maupun yang masih menggunakan Blended E-Learning. Tujuan yang
diharapkan untuk pembelajaran ke arah E-Learning ini antara lain cakupan
pembelajaran dapat di review kapanpun dan dimanapun selama ada koneksi internet
untuk mengaksesnya, bahan pembelajaran yang terstruktur dan terjadwal dengan baik
melalui internet serta dapat diakses kapanpun jika diperlukan.
Courses yang ada dalam KLC diharapkan dapat mendukung 4 (empat) perubahan
karakteristik kediklatan pada Kemenkeu Corpu yaitu :
1. Impactfull (Berdampak) yaitu Training Need Analysis (TNA) diklat yang berbasis
performance dan bisnis gap, diklat yang menitikberatkan pada kegiatan praktek
langsung (action based learning), penugasan pembelajaran setelah kembali ke
unit kerja dalam masa tertentu (capacity based assignment)
2. Relevant (Relelevan) yaitu sesuai kebutuhan unit, tepat sasaran, kekinian dan
menyenangkan.
3. Accessible (Mudah diakses) yaitu mudah diakses untuk belajar dimana saja,
kapan saja dan dari mana saja.
4. Applicable (Aplikatif) yaitu mudah dipelajari, mudah diajarkan dan mudah
diterapkan.
Menu Communities of Practice (CoP) adalah komunitas yang terbentuk karena memiliki
minat/kepentingan pada suatu hal yang sama. Seseorang yang terus berinteraksi
dengan komunitas dan memperbaharui pengetahuannya, bekerja sama dalam
menyeleseikan permasalahan dan meningkatkan kualitas kinerja. Strategi ini
melibatkan komunitas yang terdiri dari para pejabat dan pegawai dengan pengalaman
kerja langsung menggunakan knowledge tertentu. Komunitas tersebut kemudian
merumuskan inisiatif dan metode terbaik dalam menyelesaikan isu-isu terkait dengan
pekerjaannya. Perumusan inisiatif dan metode dimaksud menggunakan metode sharing
102
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
103
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
12. Desain Grafis Multimedia (Teknik yang 40. Pejabat Penanda Tangan Surat
baik dan kekinian) Perintah Membayar ( PP SPM)
14. Diskusi Topik 1 : Dasar Hukum 42. Pelatihan Pejabat Lelang bagi Pejabat
Penyelesaian Perselisihan PBJ Struktural
16. Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal 44. Pengadaan Barang dan Jasa
(Peminat, Peneliti, Penggiat)
17. Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal 45. Pengelolaan Barang Milik Negara
(Penerapan konsep, metode, analisa
dan implementasi)
104
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
21. Forum Manajemen Risiko (Tailor 49. Penilaian Sumber Daya Alam
Made)
23. Jabatan Fungsional Analisis Keuangan 51. Penyusunan Laporan Keuangan BPPK
Pusat dan daerah (Jafung AKPD)
105
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan user internal BPPK maupun user
eksternal yang pernah melakukan akses terhadap Kemenkeu Learning Center melalui
laman https://klc.kemenkeu.go.id sebagai salah satu bagian dari implementasi
Knowledge Management, dapat di disimpulkan bahwa :
1. Secara umum pengetahuan di bidang pengelolaan keuangan negara di lingkungan
Kementerian Keuangan yang sangat tersebar, khususnya di BPPK sebagai bagian
dari implementasi Knowledge Management telah mulai dikelola dan diintegerasikan
melalui pembangunan dan pengembangan Kemenkeu Learning Center (KLC).
Knowledge Capture yang sangat bervariasi terkait tema pengelolaan keuangan
negara maupun tema umum telah di sediakan pada KLC sebanyak 75 category
dengan total jumlah 2.783 video capture. Namun demikian beberapa hal yang masih
dirasakan oleh user internal maupun eksternal BPPK pada saat melakukan akses
terhadap video capture di KLC, performance akses masih dirasakan masih terdapat
delay dan lambat pada tayangannya. Hal ini menyebankan kurangnya rasa nyaman
oleh user, padahal dari sisi substansi mereka sangat tertarik dan membutuhkan
tayangan video capture dimaksud.
2. Courses/Pelatihan yang ada dalam KLC yang berbasis E-Learning maupun Blended
Learning dirasakan oleh user sudah mengarah kepada pembelajaran yang efektif,
efisien dan menarik dalam implementasinya. Namun demikian sejauh mana
pembelajaran berbasis berbasis E-Learning maupun Blended Learning benar-benar
sudah sesuai dengan karakteristik pembelajaran pada Kemenkeu Corpu yang
Impactfull, Relevant, Accessible dan Applicable perlu dilakukan pengkajian lebih
lanjut. Hal ini sangat dipengaruhi tidak saja pada konten dan substansi materi
pembelajaran , namun demikian juga sangat dipengaruhi oleh perserta pembelajaran
khususnya terkait dengan kebiasaan yang sebelumnya menggunakan metode tatap
muka berubah denga belajar mandiri dengan E-Learning maupun Blended Learning.
3. Communities of Practice (CoP) yang merupakan bagian implementasi Knowledge
Management dalam mewadahi komunitas yang memiliki minat/kepentingan pada
suatu hal yang sama dalam KLC yang berjumlah sekitar 55 Group. Dari berbagai
macam Group CoP yang diharapkan dapat merumuskan inisiatif dan metode terbaik
dalam menyelesaikan isu-isu terkait dengan pekerjaannya sesuai tema Group
tersebut, belum semua secara optimal dapat aktif digunakan dan dimanfaatkan. Hal
ini perlunya dorongan yang lebih kuat agar masing-masing Group CoP diisi oleh
pejabat atau pegawai yang berpengalaman dalam bidangnya namun juga bisa
memberikan kontribusi yang konsisten terhadap keaktifan dalam Group CoP.
D. KESIMPULAN
106
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Capture pada KLC sejumlah 2.783 dan tentunya ini akan terus berkembang dan
menjadi media pembelajaran yang sangat bermanfaat tidak saja bagi pihak eksternal,
akan tetapi juga pihak internal kementerian keuangan khususnya untuk tercapainya
tujuan strategis dari organisasi.
Dalam pengembangan lebih lanjut implementasi knowledge management melalui
Kemenkeu Learning Center (KLC), perlu dievaluasi lebih lanjut kendala-kendala dalam
performance sistem teknologi informasi agar seluruh fitur yang ada dalam KLC dapat
diakses lebih mudah, cepat dan nyaman oleh user internal maupun eksternal.
E. SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penulisan ini, disarankan agar BPPK Kementerian
Keuangan dapat melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap implementasi
knowledge management melalui Kemenkeu Learning Center (KLC) khususnya
terhadap performance Knowledge Center dan Optimalisasi CoP, serta dapat dilakukan
kajian atas dampak pembelajaran berbasis E-Learning dan Blended Learning kea rah
pencapaian tujuan strategis organisasi kementerian keuangan.
F. Pustaka:
107
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh:
Agus Suharsono
(Widyaiswara Ahli Madya, BDK Yogyakarta,HP:081808631929,
Email: gusharpramudito@gmail.com)
Rokhmat Taufiq Hidayat
(Kepala Seksi Evaluasi dan Informasi, BDK Yogyakarta,HP: 08128025919,
Email: rtopickhidayat@gmail.com)
Arah pengembangan kompetensi ASN dalam RPJM tahun 2020-2024 adalah world
class government, salah satunya melalui unit pengelola ASN Corporate University.
Kementerian Keuangan telah menerapkan strategi Kemenkeu Corporate University
dalam pengembangan kompetensi pegawainya. Pembelajaran dalam strategi
Kemenkeu Corpu link and match dengan target kinerja institusi dan menerapkan
pembelajaran model 70-20-10 terpadu yaitu: 70% berupa integreted learning at work,
20% berupa coaching dan Community of Practice, 10% berupa self learning melalui e-
learning dan/atau tatap muka. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah
deskriptif, pengumpulan data dengan studi dokumen dan diolah secara logiko-induktif.
Hasil pembahasan tulisan ini adalah pembelajaran model 70-20-10 sesuai dengan
ketentuan pengembangan kompetensi PNS dalam Undang-Undang ASN sehinga dapat
diterapkan dalam Jabar Corporate University. Pembelajaran model 70-20-10 diawali
dengan Analisis Kebutuhan Pembelajaran untuk mengukur kesenjangan kompetensi
pegawai dengan target kinerja institusi. Agar pembelajaran efektif dalam pencapaian
target kinerja sebaiknya kegiatan pembelajaran tidak berdasar jabatan tetapi institusi.
Pembelajaran yang dilaksanakan harus lebih banyak berupa action learning yang
integreted learning at work yang bersifat nonklasikal sehingga efektif dan efisien.
108
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
109
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sebagai tindak lanjut penerapan strategi Kemenkeu Corpu telah diterbitkan Keputusan
Kepala BPPK Nomor KEP-140/PP/2017 Tentang Cetak Biru Kemenkeu Corpu. Dalam
peraturan tersebut dijelaskan bahwa untuk Kemenkeu Corpu akan menerapkan 70-20-
10 learning and development model dari Michael Lombardo dan Eichinger yang
menggunakan semua jenis strategi pembelajaran pada structured learning, learning
from other, dan workplace integrated learning. Selama ini badan diklat (training center)
hanya menerapkan structured learning. Imbas penerapan strategi corpu adalah produk
dari corpu akan menjadi lebih banyak, bukan hanya diklat seperti yang selama ini
dikerjakan oleh training center. Kemenkeu yang sudah menerapkan strategi Kemenkeu
Corpu dengan pembelajaran model 70-20-10 dapat dijadikan patok banding instansi
pemerintah yang lain. Berdasarkan latar belakang tersebut tulisan ini akan membahas
tentang bagaimana pembelajaran model 70-20-10 dalam Kemenkeu Corpu sebagai
patok banding guna mewujudkan Jabar Corpu.
KAJIAN LITERATUR
Anna Maria, mengutip pendapat Mark Allen, Corpu adalah alat stratejik suatu
perusahaan untuk membantu organisasi induk dalam mencapai misinya dengan
menciptakan sejumlah aktivitas yang bertujuan untuk menggali wisdom, pengetahuan
dan learning, dari individu dan organisasi. Menurut Meister Corpu merupakan
―strategic umbrella‖ untuk membangun dan mendidik karyawan, pelanggan, suppliers
agar selaras dengan strategi bisnis organisasi (Ramdani, 2018). Merujuk hal tersebut
maka pembelajaran model 70-20-10 dianggap lebih sesuai untuk diterapkan dalam
strategi Corpu. Abad kedua puluh adalah masa keemasan pelatihan untuk
pengembangan sumber daya manusia. Namun terdapat pergeseran fokus
pembelajaran dari pembelajaran formal 10-20-70 ke pembelajaran kerja 70-20-10 atau
belajar dengan bekerja dan belajar untuk bekerja (Arets, 2016). Menurut Charles
Jennings, beberapa tahun terakhir pembelajaran model 70-20-10 mulai dterapkan di
beberapa negara. Pembelajaran model ini lebih banyak dilakukan di tempat kerja
sehingga langsung meningkatkan sasaran kinerja dan akhir-akhir ini meruntuhkan
pembelajaran terstruktur (klasikal) yang jarang memberikan solusi yang tepat terhadap
kinerja. 70-20-10 adalah model referensi, bukan resep, formulanya tidak kaku
(Jennings, 2013).
70-20-10 learning and development model adalah kerangka kerja pembelajaran kerja
yang strategis untuk meningkatkan efektifitas pegawai melalui tiga jenis pembelajaran
yaitu: 70% pembelajaran eksperimental, pegawai belajar dan berlatih sambil melakukan
pekerjaan di tempat kerja; 20% pembelajaran sosial, yang melibatkan pembinaan,
pendampingan, dan pengembangan melalui orang lain; dan 10% pembelajaran formal,
biasanya kita pahami sebagai pelatihan dan pengembangan tradisional di tempat
kerja. Model 70-20-10 memungkinkan organisasi mengambil keuntungan dari setiap
kesempatan belajar karena menawarkan manfaat untuk menciptakan elemen penting
untuk menciptakan karyawan berkinerja tinggi. Selain itu model ini mempunyai
keunggulan karena sifatnya yang fleksibel, sinergi, dan keterlibatan. Fleksibel karena ini
adalah sebuah referensi atau cara bukan formula kurikulum yang baku sehingga
fleksibel untuk menggunakan berbagai cara. Sinergi karena meski dilaksanakan
terpisah tiap komponen (70-20-10) tapi saling meningkatkan kompetensi. Keterlibatan
110
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODE
Metode tulisan ini adalah deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988). Sumber data utamanya adalah
kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen (Moleong,
2015). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu: mencari,
meneliti, mempelajari, mencatat, dan menginterpretasikan data (Sugiyono, 2005). Data
yang terkumpul dianalisis dengan proses logika-induktif (logico-inductive) yaitu sebuah
proses berpikir yang menggunakan logika untuk memahami pola dan kecenderungan
dalam data (Mertler, 2012).
ANALISIS/PEMBAHASAN
Salah satu misi BPPK tahun 2015-2019 adalah membangun sistem pendidikan dan
pelatihan SDM Keuangan Negara yang terintegrasi dalam mewujudkan Kemenkeu
Corpu. Seluruh pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu diarahkan untuk memberikan
dampak bagi visi, misi, dan sasaran kinerja Kemenkeu, yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
111
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dalam strategi Kemenkeu Corpu, pembelajaran harus link and match dengan visi, misi,
dan sasaran kinerja Kemenkeu, tujuan pembelajaran tidak hanya memperkuat
performance pegawai secara individu tetapi juga harus memperkuat performance
organisasi, dan pembelajaran dilakukan dengan utilisasi knowledge management
system dan menumbuhkan budaya belajar. Pokok bahasan tulisan ini adalah desain
pembelajaran yang digunakan adalah model 70-20-10.
Proses pembelajaran dimulai dengan analisis kebutuhan pembelajaran (AKP) untuk
mengcapture kebutuhan pembelajaran yang difokuskan pada strategic issue dan
business performance, untuk memperkuat performance individu dan memperkuat
performance organisasi. Inti dari pelaksanaan AKP adalah untuk mengetahui gap
kompetensi pegawai dengan kompetensi jabatan, uraian jabatan, serta sasaran kinerja.
Untuk mengukur kompetensi pegawai dapat dilakukan dengan berbagai cara, di
antaranya dengan sebuah tes kompetensi dan pendapat atasan sehingga hasilnya lebih
objektif dan terukur. AKP menggunakan kuesioner yang diisi oleh pegawai yang
bersangkutan lebih bersifat subjektif dan cenderung berhubungan dengan peningkatan
performance individu dibanding performance organisasi.
Berdasarkan Peraturan Menkeu Nomor 45/PMK.011/2018 terdapat dua jenis AKP yaitu:
1) AKP Reguler ialah AKP yang dilaksanakan secara terjadwal sebelum tahun
pembelajaran berjalan yang terdiri atas: a) AKP Strategis yaitu AKP yang dilaksanakan
untuk mendukung pencapaian kebutuhan strategis dan target kinerja Unit Pengguna, b)
AKP Jabatan yaitu AKP yang dilaksanakan untuk mendukung pemenuhan kompetensi
pemangku jabatan pada Unit Pengguna, dan c) AKP Individu yaitu AKP yang
dilaksanakan untuk mendukung pengembangan kompetensi individu dan memenuhi
kesenjangan kinerja dengan target kinerja jabatan; 2) AKP Insidental ialah AKP yang
dilaksanakan sepanjang tahun pembelajaran berjalan untuk memenuhi kebutuhan
strategis, jabatan, atau individu. Linimasa AKP adalah sebagai berikut.
112
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tujuan Kemenkeu Corpu adalah mencapai tujuan kinerja Kemenkeu yang meliputi
tujuan kinerja seluruh unit eselon 1 di lingkungan Kemenkeu. Untuk mencapai tujuan
kinerja tersebut akan muncul kendala sepanjang tahun berjalan, sehingga perlu adanya
AKP Insindental tahun berjalan untuk mendesain pembelajaran sebagai alternatif
mengatasi kendala dan tantangan yang muncul pada tahun berjalan. AKP Individu, AKP
Jabatan, dan AKP Strategis lebih cocok untuk diklat kepemimpinan dan diklat teknis
sebagai syarat menduduki jabatan tertentu. Sedangkan AKP Insidental lebih cocok
untuk diklat teknis pegawai yang sudah menduduki jabatan tertentu untuk memenuhi
ketentuan Pasal 203 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil yang mengatur bahwa pengembangan kompetensi bagi setiap
Pegawai Negeri Sipil dilakukan paling sedikit dua puluh jam pelajaran dalam satu tahun.
Target tersebut tidak mudah dipenuhi jika pengembangan kompetensi dilakukan hanya
dengan diklat klasikal. Sebagai gambaran berdasarkan Laporan Tahunan Direktorat
Jenderal Pajak Tahun 2016 persentase pegawai yang memenuhi standar jam latihan
adalah hanya sebesar 75,75% (DJP, 2017).
Pembelajaran model 70-20-10 dijabarkan dalam Peraturan Kepala BPPK Nomor PER-
4/PP/2017 Tentang Pedoman Desain Pembelajaran Di Lingkungan Kemenkeu. Bentuk
pembelajaran dalam Kementerian Keuangan Corporate University berdasarkan Pasal 4,
Pasal 5, dan Pasal 6 peraturan tersebut dilaksanakan melalui klasikal dan/atau
nonklasikal. Pembelajaran klasikal meliputi: a) pelatihan yang terdiri dari pelatihan:
teknis, fungsional, sosial kultural, struktural, dan prajabatan; b) seminar; c) kursus; d)
penataran; e) lokakarya/workshop; dan f) pengembangan SDM lain. Sedangkan
pembelajaran nonklasikal meliputi: a) e-learning; b) pelatihan jarak jauh; c) magang (on
the job learning); d) pertukaran pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta; e)
mentoring; f) coaching; g) keteladanan (job shadowing); dan h) pengembangan SDM
lain. Pasal 7 peraturan tersebut mengatur bahwa bentuk pembelajaran nonklasikal
dapat berdiri sendiri ataupun menjadi bagian dari bentuk pembelajaran klasikal.
Sementara itu pasal 8 mengatur bahwa bentuk pembelajaran tersebut dapat dilengkapi
113
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
114
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
115
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
menjadi milik institusi dan dapat dijadikan materi self learning bagai pegawai yang lain
yang dalam bekerja menemukan masalah. Jika model sistem ini berjalan maka akan
tercipta institusi pembelajar yang terus berkembang dari tahun ke tahun.
KESIMPULAN
Arah kebijakan pengembangan kompetensi ASN dalam RPJM tahun 2020-2024 adalah
world class government, salah satunya melalui unit pengelola ASN Corpu.
Pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu link and match dengan target kinerja institusi
dan menerapkan pembelajaran model 70-20-10 terpadu yaitu: 70% berupa integreted
learning at work, 20% berupa coaching dan Community of Practice, 10% berupa self
learning melalui e-learning dan/atau tatap muka.
SARAN
Pustaka:
Arets, J., 2016. elearningindustry. [Online]
Available at: https://elearningindustry.com/70-20-10-learning-at-the-speed-of-performance
[Accessed 2018 November 29].
Aruman, E., 2018. SWAOnline. [Online]
Available at: https://swa.co.id/swa/review/book-review/membedah-praktik-corporate-
university-di-indonesia
Clardy, A., 2018. 70-20-10 and the Dominance of Informal Learning: A Fact in Search of
Evidence. Human Resource Development Review, I(1), pp. 1-26.
deakinco, 2018. deakinco. [Online]
Available at: https://www.deakinco.com/media-centre/news/Developing-world-class-
employees-with-the-70:20:10-model
[Accessed 26 November 2018].
DJP, 2017. Laporan Tahunan 2016, Jakarta: DJP.
Jabar, 2013. Jabarprov. [Online]
Available at: http://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1352
[Accessed 26 November 2018].
Jateng, 2018. bpsdmd.jatengprov. [Online]
Available at: https://bpsdmd.jatengprov.go.id/v2/web/2018/06/06/langkah-awal-
116
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
mewujudkan-jateng-corporate-university-di-pemerintahan-provinsi-jawa-tengah/
[Accessed 25 November 2018].
Jennings, C., 2013. Charles-Jennings.blogspot. [Online]
Available at: http://charles-jennings.blogspot.com/2013/06/702010-framework-for-high-
performance.html
[Accessed 29 November 2018].
Mertler, C. A., 2012. Action Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong, L. J., 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nazir, M., 1988. Metode Penelitian. Keempat ed. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rademakers, M. F., 2017. Corporate University, Merancang, Membangun, dan Mengelola
Organisasi Pembelajaran. Jakarta: Penerbit PPM.
Ramdani, A. R., 2018. bumntrack. [Online]
Available at: https://bumntrack.com/ekonom/meluruskan-esensi-corporate-university
Ramelan, 2018. ppm. [Online]
Available at: http://ppm-manajemen.ac.id/page/ramelan-1
Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sumanto, 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Suryanto, A., 2018. Badan Diklat DIY. [Online]
Available at: http://diklat.jogjaprov.go.id/v2/kegiatan/item/514-ceramah-kebijakan-
pengembangan-kompetensi-asn-oleh-kepala-lan-ri-kepada-peserta-diklat-pim-tingkat-iv-
angkatan-i-dan-angkatan-ii-tahun-2018
117
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
Syarif Thoyibi
ABSTRAK
Penelitian ini untuk menggambarkan peluang dan tantangan transformasi entitas
kediklatan di pemerintah kabupaten/kota menjadi corporate university. Metode
Penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus.
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara, telaah dokumen dan
observasi yang selanjutnya dilakukan analisis kualitatif untuk menggali peluang dan
tantangan transformasi. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa BKPSDM Kabupaten
Ciamis berpeluang bertransformasi menjadi corporate university. Peluang yang ada
berupa: (1) keberadaan sarana dan prasarana (2) paradigma Aparatur tentang
pendidikan dan latihan (3) jumlah PNS yang besar (4) corporate university mendukung
inovasi birokrasi dan daya saing daerah (5) visi misi kepala daerah dalam peningkatan
kapasitas aparatur (6) Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen
PNS. Sedangkan tantangannya berupa : (1) stereotif negatif aparatur tentang diklat (2)
kultur budaya belajar aparatur yang masih rendah (3) pengembangan kompetensi
aparatur tidak menjadi prioritas Kebijakan Umum Anggaran. Rekomendasi dari
penelitian ini bahwa dalam melakukan transformasi transformasi entitas fungsi
kediklatan menjadi corporate university di Pemerintah Kabupaten/Kota atau di lembaga
diklat pemerintah lainnya harus melalui pertimbangan dan perencanaan yang matang
tidak berdasarkan trend atau gimmick pencitraan belaka. Konsep ASN Pembelajar
dapat diadopsi untuk menunjang kesuksesan culture shifting ASN menjadi aparatur
pembelajar.
118
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Hampir semua organisasi menyadari bahwa sumberdaya manusia merupakan asep
penting organisasi. Kapasitas dan kompetensi sumberdaya manusialah yang akan
menciptakan daya saing dan aktor penting dalam pencapaian visi dan misi organisasi.
Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur Sipil Negara merupakan sebuah
keniscayaan. Pelatihan dan pengembangan adalah bagian dari pengembangan sumber
daya manusia yang sangat penting untuk pertumbuhan kapasitas organisasi( Amin
Firdaus, 2017). Investasi pengembangan sumberdaya manusia merupakan upaya
strategis untuk menjaga keberlangsungan organisasi dan pencapaian tujuan organisasi.
Sektor publik pun menyadari bahwa pencapaian visi misi organisasinya dan visi misi
daerahnya tidak akan tercapai tanpa serius mengembangkan sumber daya manusia.
Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementeraian, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota sebagian besar memiliki unit kerja yang secara khusus
menangani pengelolaan sumber daya manusia. Di era otonomi daerah sekarang ini
setiap daerah baik itu kabupaten/kota dituntut untuk berinovasi sehingga mempunyai
daya saing yang tinggi dan mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan secara
efektif dan efisien. Kondisi tersebut memerlukan ketersediaan sumberdaya aparatur
yang kompeten dan handal.
Kehadiran aparatur pemerintah daerah yang memiliki kompetensi handal secara
manajerial, teknikal dan sosio kultural menjadi keniscayaan. Disrupsi yang melanda
birokrasi memerlukan ASN yang profesional. Menurut Fadel Muhammad (2008) ada
lima isu utama yang memengaruhi praktek penyelenggaraan pemerintahan yang
memaksa pemerintah terus menerus melakukan (value creation) untuk pelayanan
publik yang diselenggarakannya. Kelima isu tersebut adalah : (1) perkembangan ilmu
pengetahuan baru dan inovasi teknologi yang sangat luar biasa (2) perubahan pola
kelembagaan sebagai akibat munculnya ekonomi baru (3) meningkatnya integrasi dan
globalisasi bisnis, politik, kebudayaan, dan perhatian terhadap lingkungan hidup yang
semakin menguat (4) perubahan demografis dan sosio kultural yang menuju ke
masyarakat yang lebih majemuk dan potensial bagi berkembangnya konflik, dan (5)
terjadinya erosi kepercayaan terhadap pemerintah berkaitan dengan kemampuannya
untuk menghadapi lingkungan eksternal. Untuk mengelola dan mengantisipasi isu-isu
tersebut maka ASN yang ada harus bertransformasi dari budaya dan paradigm lama.
Diperlukan konsep lain dalam peningkatan kapasitas untuk menyempurnakan metode
yang selama ini digunakan.
Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia atau istilah lain sebagai entitas yang
melaksanakan fungsi pendidikan dan pelatihan harus lebih luas dari hanya menjadi
pusat pelatihan (training center). Dewi Sartika (2008) dalam tulisannya yang berjudul
Corporate University : Antara Komitmen Pimpinan dan Visi Birokrasi Kelas Dunia
menyatakan bahwa badan diklat tidak lagi sekadar bersifat taktikal untuk memenuhi
analisis kesenjangan kompetensi atau yang biasa dikenal dengan competence gap.
Namun, harus diperluas sebagai strategic business partner untuk dapat membentuk
SDM aparatur yang berpengetahuan serta terus mendorong mereka mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya melalui continous learning. Pakar manajemen sumber daya
manusia (SDM) menyarankan pembentukan corporate university sebagai upaya untuk
mencetak SDM yang bermutu dalam sebuah perusahaan atau organisasi.
119
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peluang dan tantangan transformasi entitas
fungsi kediklatan di pemerintah kabupaten/kota menjadi corporate university.
Sebelumnya telah ada beberapa penelitian tentang transformasi lembaga diklat
konvensional menjadi corporate university. Mochamad Surjani (2013) dalam
penelitiannya yang berjudul Transformasi Learning Center menjadi Corporate University
(Studi Kasus : Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Organisasi Pembelajar pada
Telkom Corporate University). Penelitian tentang penerapan corporate university di
sektor publik diantaranya Penelitian Amin Firdaus (2017) yang berjudul The
Implementation of Corporate University in Public Sector: Case Study Ministry of Finance
of Indonesia. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa implementasi corporate university
di Kementerian Keuangan tidak efektif diimplementasikan. Selain itu, salah satu
program pelatihan yang menggunakan konsep corporate university belum memberikan
dampak positif. Secara keseluruhan, keberlanjutan program ini diragukan karena hasil
evaluasi jangka menengah, kelemahan, dan ancaman akan menghambat proyek untuk
benar-benar dilaksanakan.
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BKPSDM) Kabupaten
Ciamis mempunyai Bidang Pengembangan Kapasitas Aparatur sebagai entitas yang
melaksanakan fungsi kediklatan. Aktitifas peningkatan kapasitas aparatur yang
dilakukan masih tergolong entitas kediklatan konvensional. Penelitian ini ingin
mengekslorasi bagaimana peluang dan tantangan transformasi entitas fungsi kediklatan
menjadi corporate university di pemerintah daerah kabupaten/kota dengan studi
BKPSDM Kabupaten Ciamis. Untuk melihat peluang dan tantangan tersebut peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
telaah dokumen dan observasi. Pengorganisasian tulisan ini adalah sebagai berikut :
(1) pendahuluan (2) kajian literature (3) metode (4) analisis/pembahasan (5)
kesimpulan/saran.
KAJIAN LITERATUR
Literatur tentang penerapan corporate university di sektor publik yang dipublikasikan
masih relative jarang dibanding dengan kajian corporate university di sektor privat. Hal
ini dapat dimaklumi karena memang konsep corporate university berawal dan tumbuh
kembang di sektor privat/dunia usaha. Konsep corporate university yang cukup lengkap
diberikan Mark Allen, Ph.D dalam bukunya yang berjudul The Corporate University
Handbook, Allen, M. (2002). Ia memberikan definisi corporate university sebagai entitas
pendidikan yang merupakan alat strategis yang dirancang untuk membantu organisasi
induknya dalam mencapai misinya dengan melakukan kegiatan yang meningkatkan
pembelajaran, pengetahuan, dan kebijaksanaan individu dan organisasi. Sementara itu
El Tanir (2012) mendefinisikan corporate university sebagai fungsi atau departemen di
perusahaan yang mengembangkan keterampilan untuk karyawan, dan
mengintegrasikannya ke dalam orientasi strategis perusahaan dengan penekanan kuat
pada kepemimpinan dan peningkatan kinerja terkait pekerjaan. Dua definisi tersebut
menekankan pada kata strategis dalam mendefinisikan konsep corporate university.
Konsep strategis inilah yang membedakan corporate university dengan entitas
kediklatan konvensional yang biasanya bersifat taktis dan operasional dan tidak terikat
langsung dengan strategi organisasi. Menurut Dr.Ir. John Sihotang, MM Tujuan utama
corporate university, diantaranya adalah untuk membangun kompetensi inti organisasi,
120
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
121
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODE
Penelitian ini didesain untuk mengetahui bagaimana peluang dan tantangan
transformasi entitas kediklatan menjadi corporate university di lingkup pemerintah
daerah dengan studi kasus BKPDM Kabupaten Ciamis. Metode penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Pengumpulan data
dilakukan dengan melakukan wawancara, telaah dokumen dan observasi yang
selanjutnya dilakukan analisis kualitatif untuk menggali peluang dan tantangan
transformasi entitas kediklatan di kabupaten/kota menjadi corporate university.
Wawancara dilakukan terhadap sebelas orang informan yang berstatus sebagai
aparatur sipil negara di lingkup pemerintah Kabupaten Ciamis. Informan terdiri dari
pejabat administrasi, pejabat fungsional tertentu dan pelaksana. Penelitian dilakukan
pada bulan November sampai dengan Desember 2018. Locus penelitian ini di Badan
Kepegawaian Kabupaten Ciamis dan beberaoa Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkup Pemerintah Kabupaten Ciamis.
ANALISIS/PEMBAHASAN
A. Identifikasi Kondisi Eksisting Pengembangan Sumberdaya Manusia Di Kabupaten
Ciamis
Keberadaan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, Peraturan Bupati Ciamis Nomor 36
Tahun 2016 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah dan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 61 Tahun 2016
Tentang Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Unsur Organisasi Badan Kepegawaian Dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Badan Kepegawaian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia merupakan unsur pelaksana fungsi penunjang urusan
pemerintahan bidang kepegawaian serta pendidikan dan pelatihan.
Fungsi pengembangan sumber daya manusia pada Badan Kepegawaian dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Ciamis diemban oleh Bidang
Pengembangan Kompetensi Aparatur sebagaimana dimaksud yang mempunyai
tugas melaksanakan merencanakan, melaksanakan dan evaluasi pengembangan
kompetensi aparatur serta sertifikasi kompetensi. Bidang Pengembangan
Kompetensi Aparatur menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan pengembangan kompetensi;
b. penyelenggaraan pengembangan kompetensi;
c. perencanaan kebutuhan sertifikasi kompetensi;
d. fasilitasi pelaksanaan sertifikasi kompetensi;
e. pengoordinasian dan kerjasama pelaksanaan pengembangan
kompetensidan sertifikasi kompetensi;
f. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pengembangankompetensi dan sertifikasi kompetensi;
g. pelaksanaan koordinasi dengan unit kerja terkait;
h. penyusunan laporan kegiatan di bidang tugasnya; dan
i. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan terkait dengan tugas
dan fungsinya.
122
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Badan ini menjadi rumah besar bagi 10.823 Aparatur Sipil Negara lingkup
pemerintah Kabupaten Ciamis. Ada 903 ASN yang menduduki jabatan tinggi
pratama, administrator, dan pengawas serta 7.856 jabatan fungsional tertentu dan
2064 pejabat pelaksana yang menjadi objek tata kelola kepegawaian dan
pengembangan kompetensinya. Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Kabupaten Ciamis mempunyai misi untuk mewujudkan aparatur
daerah Kabupaten Ciamis yang proporsional, profesional, akuntabel dan sejahtera.
Untuk mencapai visi tersebut BKPSDM Kabupaten Ciamis mempunyai misi ;
1. Mewujudkan Aparatur yang Profesional.
2. Meningkatkan tata kelola pelayanan administrasi kepegawaian yang prima.
3. Meningkatkan pengelolaan data kepegawaian yang berbasis Teknologi
Informasi.
4. Meningkatkan Pembinaan Aparatur dalam upaya mendorong peningkatan
disiplin pegawai, kinerja dan kesejahteraan pegawai.
Saat ini Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kabupaten Ciamis berkekuatan 56 orang pegawai negeri sipil yang terdiri dari
pejabat tinggi pratama, administratur, pengawas dan pelaksana. Selain itu
BKPDSM Kabupaten Ciamis juga memilik jabatan fungsional tertentu yang terdiri
dari Widyaiswara, Analis Kepegawaian dan Arsiparis.
Dari segi infrastruktur Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kabupaten Ciamis telah memilik gedung diklat, asrama dan sarana
pendukung lainnya yang secara bertahap terus dilengkapi. Kegiatan pendidikan dan
latihan yang telah rutin dilaksanakan meliputi pengiriman peserta Diklatpim Tingkat
II dan III. Penyelenggaran Prajabatan, Diklatpim Tingkat IV, dan berbagai diklat
teknis. Keterbatasan anggaran yang ada menjadi penghambat belum optimalnya
penyelenggaraan pendidikan dan latihan bagi peningkatan kompetensi aparatur.
123
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
menjadi program yang strategis. Kegiatan pendidikan pelatihan yang saat ini
dilakukan baru sampai pada tahap rutinitas. Output dari lembaga diklat pemerintah
belum mampu menjawab kebutuhan organisasi untuk mencapai visi dan misinya.
Transformasi menjadi sebuah corporate university adalah sebuah pilihan. Keputusan
entitas kediklatan bertansformasi menjadi corporate university dapat dilakukan oleh
lembaga diklat pemerintah baik itu yang berupa Pusat Pendidikan dan Pelatihan,
Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Balai Diklat atau sebutan lain bagi
entitas penyelenggara fungsi kediklatan. Transformasi menjadi corporate university
diharapkan dapat memberikan nilai lebih bagi pemerintah daerah yaitu selarasnya
antara strategi pemerintah daerah dengan strategi corporate university.
Terciptanya Aparatur Sipil Negara yang berkelas dunia di semua tingkatan birokrasi
yang merupakan visi Untuk mewujudkan ASN yang berkelas dunia. Visi ini adalah
untuk mengubah potensi ASN yang ada menjadi investasi sumber daya manusia
aparatur yang bercirikan birokrasi kelas dunia yaitu profesional, percaya diri, multi
skill dan otonom (Dwiyanto, 2015). Sebagai upaya untuk mewujudkannya sudah
selayaknya mengadopsi konsep peningkatan kapasitas pegawai yang mendunia.
Corporate University secara global sudah diakui sebagai alat strategis untuk
mencapai visi dan misi organisasi dengan cara menjalankan berbagai aktivitas yang
menumbuhkembangkan keahlian, pengetahuan, dan karakter individu karyawan
maupun organisasi.
Output dari penerapan corporate university di sektor publik adalah terciptanya
aparatur-aparatur pembelajar. Aparatur yang terus belajar dan berlatih sehingga
mampu menghasilkan kinerja yang optimal. Aparatur yang menjadi asset organisasi
bukan malah menjadi beban organisasi. Aparatur yang bekerja bukan karena
keterpaksaan atau tekanan tetapi merupakan individu yang merdeka yang bekerja
dengan niat yang baik dan gairah yang tinggi untuk memberikan kontribusi bagi
bangsa negara dan masyarakat.
Corporate university adalah sebuah ekosistem. Pemangku kepentingan pendidikan
dan pelatihan aparatur merupakan anggota dari ekosistem corporate university.
Kunci sukses mengembangkan corporate university adalah bagaimana
menumbuhkan budaya corporate university dan akar dari budaya corporate
university adalah continuous learning (belajar yang berkelanjutan). Budaya
corporate university harus ditumbuhkan dengan pendekatan kesadaran tidak cukup
dengan pendekatan regulasi dan koersif. Corporate university ada bukan karena
diwajibkan tetapi karena memang aparatur yang memerlukan corporate university
untuk mengembangkan diri.
C. Peluang dan Tantangan Pengembangan Corporate University Di Kabupaten Ciamis
C.1 Peluang
1. Keberadaan Sarana Prasarana dan Widyaiswara
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten
Ciamis telah memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk
melaksanakan pendidikan dan latihan baik secara klasikal maupun non
klasikal. Gedung diklat beserta sarana dan prasarananya telah memenuhi
124
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pengelolaan objek wisata maka akan mampu menarik minat wisatawan. Daya
saing yang tinggi akhirnya akan bermuara pada peningkatan pendapatan
daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Inovasi daerah akan lahir dari aparatur daerah yang mempunyai kapasitas
profesional dan mempunyai keinginan untuk memajukan daerah. Aparatur-
aparatur seperti itu selain didapatkan dari proses rekrutmen juga dapat
dibentuk melalui pendidikan dan pelatihan terhadap aparatur eksisting. Perlu
konsep dan metode pendidikan dan latihan yang sesuai untuk menciptakan
aparatur unggul yang mampu menjadi pelaku inovasi birokrasi dan
pengungkit daya saing daerah.
Untuk menciptakan aparatur dengan kapasitas seperti tersebut di atas,
corporate university dinilai sebagai konsep dan metode yang relevan.
Corporate university dipandang dapat memastikan bahwa pengetahuan,
keterampilan, dan karakter yang dipelajari dapat diimplementasikan dan
memiliki keterkaitan yang kuat serta berdampak signifikan terhadap
peningkatan inovasi dan daya saing daerah. Corporate mampu memfasilitasi
semua aktifitas pembelajaran di pemerintah daerah dengan berbagai metode
pembelajaran. Ketika pendidikan dan kesehatan menjadi isu strategis daerah
maka corporate university menjadi mitra strategis untuk mengkreasi tenaga
pendidikan dan kesehatan yang kompeten.
5. Visi Misi Kepala Daerah dalam Peningkatan Kapasitas Aparatur
Salah satu misi Pemerintah Kabupaten Ciamis adalah mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang efisien dan efektif. Untuk mencapai kondisi efektif dan
efisien tentunya memerlukan aparatur yang mempunyai kapasitas profesional
yang memadai. Dalam konteks penyediaan dan peningkatan kapasitas
aparatur inilah corporate university menjadi berperan. Strategi corporate
university dapat disinkronkan dan disinergikan dengan pencapaian visi dan
misi daerah.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
Pasal 203 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen ASN secara tersurat menyatakan bahwa Setiap PNS
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam
pengembangan kompetensi, dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja
dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan dab pengembangan
kompetensi bagi setiap PNS sebagaimana dimaksud dilakukan paling sedikit
20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun. Hal ini menjadi peluang
bagi kegiatan pendidikan dan pelatihan terutama terkait dengan peningkatan
kompetensi teknis aparatur yang dapat dilaksanakan di kabupaten/kota.
C.2 Tantangan
1. Stereotif Negatif Aparatur tentang Diklat
Berdasarkan wawancara ada beberapa stereotif negatif tentang diklat yang
dapat menjadi hambatan bagi implementasi corporate university. Pertama
anggapan bahwa diklat yang telah dilaksanakan tidak merubah sikap perilaku
126
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Badan Kepegawaian dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Ciamis berpeluang untuk
bertransformasi menjadi corporate university. Ada beberapa peluang dan tantangan
dalam transformasi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kabupaten Ciamis menjadi corporate university. Peluang yang ada berupa: (1)
127
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
keberadaan sarana dan prasarana (2) paradigma Aparatur tentang pendidikan dan
latihan (3) jumlah PNS yang besar (4) corporate university mendukung inovasi birokrasi
dan daya saing daerah (5) visi misi kepala daerah dalam peningkatan kapasitas
aparatur (6) peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Sedangkan tantangannya berupa : (1) stereotif negatif aparatur tentang diklat (2) kultur
budaya belajar aparatur yang masih rendah (3) pengembangan SDM aparatur tidak
menjadi prioritas KUA.
SARAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan penelitian ini maka disarankan bagi pemerintah kabupaten/kota atau
lembaga pemerintah lain yang entitas kediklatannya ingin bertransformasi menjadi
corporate university agar merencanakan dan mempertimbangkan dengan matang.
Corporate university bukan sebuah trend atau gimmick pencitraan. Adanya budaya
belajar dari aparatur merupakan salah satu kunci sukses penerapan corporate
university. Konsep PNS Pembelajar merupakan rekomendasi dari penelitian ini untuk
mengakselerasi pergeseran budaya PNS menjadi aparatur pembelajar.
Pustaka:
Allen, M. 2002. The Corporate University Handbook: Designing, Managing, And Growing A
Successful Program. AMACOM Div American Mgmt Assn.
Allen, M. (Ed.). (2007) The next generation of corporate universities: Innovative approaches
for developing people and expanding organizational capabilities. John Wiley & Sons.
El-Tannir, A. A. (2002) The Corporate University Model For Continuous
Learning, Training And Development. Education+ Training, 44(2), 76-81.
Firdaus, Amin. 2017. The Implementation of Corporate University in Public Sector: Case
Study Ministry of Finance of Indonesia.
Kiely, L. 2007. ‗Corporate Universities as Shapers of Culture‘, in Allen, M. (ed.) The next
generation of corporate universities, pp. 263-283.
Muhammad, Fadel.(2008). Reinventing Local Government, Pengalaman dari Daerah. PT
Elek Media Komputindo.
Sartika, Dewi. (2008) Corporate University : Antara Komitmen Pimpinan dan Visi Birokrasi
Kelas Dunia
Surjani, Mochamad. 2013. Transformasi Learning Center menjadi Corporate University
(Studi Kasus : Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Organisasi Pembelajar pada
Telkom Corporate University).
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah
Peraturan Bupati Ciamis Nomor 36 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
128
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Peraturan Bupati Ciamis Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja
Unsur Organisasi Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
http://selfmotivator.web.id/2013/apa-beda-corporate-university-dan-training-centre-dan-
universitas-biasa.html diakses tanggal 27 November 2018
129
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Junaedi Purnomo
130
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
A. PENDAHULUAN
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki jumlah ASN yang paling besar di lingkungan
Kementerian Keuangan. Pusdikat Pajak sebagai institusi di bawah Badan Pendidikan
dan Pelatihan Keuangan (BPPK) memiliki tanggung jawab yang besar dalam
meningkatkan kompetensi ASN di DJP yang jumlahnya lebih dari lima puluh ribu
pegawai. Data Laporan tahunan DJP tahun 2016 jumlah pegawai sudah mencapai
40.035 orang. Salah satu ASN yang jumlahnya paling banyak adalah pegawai yang
bekerja sebagai AR. AR memiliki tanggung jawab yang signifikan dalam memberikan
pelayanan kepada Wajib Pajak, melakukan pengawasan atas pemenuhan kewajiban
perpajakan dan melakukan penggalian potensi perpajakan untuk mendukung
tercapainya target penerimaan pajak.
Peningkatan kompetensi untuk AR di Pusdiklat Pajak sebenarnya telah ada
sebelumnya dengan nama Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Account
Representative Dasar (DTSS AR Dasar) yang dilaksanakan secara klasikal selama 102
jam latihan (jamlat) selama 9 hari dengan 91 jamlat adalah kegiatan mata diklat pokok,
8 jamlat mata diklat penunjang berupa pembentukan karakter dan 4 jamlat berupa
ceramah. Standar kompetensi yang diharapkan setelah mengikuti diklat tersebut
peserta mampu menerapkan materi teknik perpajakan untuk mendukung pekerjaan
ASN sebagai AR, antara lain: pemahanan yang memadai atas jenis pajak,
mengaplikasikan Standard Operating Prosedure, dan menerapkan teknik dan metode
analisa laporan keuangan dan praktek pengawasan dan penggalian potensi pajak.
Pelaksanaan Pembelajaran Klasikal untuk AR yang telah dilaksanakan sejak tahun
2012 memiliki keterbatasan dana, prasarana, sumber daya pengajar ( Widyaiswara )
serta keterbatasan jumlah peserta yang dapat mengikuti DTSS AR Dasar tersebut.
Meskipun sejak tahun 2016 telah diperkenalkan Blended e-learning dengan mewajibkan
peserta untuk mempelajari modul diklat dan mengerjakan Tes Formatif serta Tes
Sumatif terlebih dahulu secara mandiri, namun dalam pelaksanaanya banyak peserta
yang tidak mengakses materi karena tidak terdapat konsekuensi yang jelas terhadap
peserta yang tidak mempelajari modul secara online atau mengerjakan soal tes
tersebut. Pelaksanaan DTSS AR Dasar secara klasikal tersebut tidak mampu
menjawab kebutuhan DJP untuk mengangkat ASN yang bekerja sebagai AR. Hal ini
menyebabkan banyak ASN yang diangkat sebagai AR dan kemudian menunggu antrian
untuk diklat DTSS AR Dasar. Pada awal tahun 2017, DJP menginformasikan bahwa
terdapat 1.824 pegawai yang telah diangkat sebagai AR namun belum mengikuti DTSS
AR Dasar. Berdasarkan hal tersebut maka Pusdiklat Pajak merancang pelaksanaan
pelatihan dengan pelatihan jarak jauh e-learning secara lebih maksimal.
Ayat (1) Pasal 212 Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyatakan bahwa pengembangan
kompetensi dalam bentuk pelatihan dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan non
klasikal. Lebih lanjut di ayat (3) dinyatakan bahwa pengembangan kompetensi dalam
bentuk pelatihan nonklasikal dilakukan paling kurang melalui e-learning, bimbingan di
tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan pertukaran antara PNS dengan
pegawai swasta. Sehingga langkah Pusdiklat Pajak untuk melaksanakan e-learning
sejalan dengan semangat Peraturan terkait Manajemen PNS. Pelatihan dengan e-
learning untuk pengembangan kompetensi AR itu juga sebagai pelaksanaan dari
131
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
B. KAJIAN LITERATUR
Hasil Penelitian Soekartawi tentang Blende e-Learning Altenatif Model Pembelajaran
Jarak Jauh di Indonesia menyimpulkan bahwa penggunaan e-learning sebagai alat
bantu pendidikan jarak jauh semakin banyak diminati baik oleh pembuat kebijakan
(pimpinan lembaga pendidikan) maupun siswa. Lebih lanjut Soekartawi
mengungkapkan bahwa e-learning memiliki keunggulan dalam peningkatan pemeratan
memperoleh kesempatan pendidikan, meningkatkan kompetensi belajar siswa,
menjadikan student learning center menjadi lebih cepat terbentuk, meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan guru dan siswa serta meningkatkan efisiensi dalam
pemanfaatan SDM pengajar (Soekartawi, 2006). Inayatulloh mengutip pendapat
Ennew dan Fernandez-Young, Online learning dapat dibedakan menjadi dua model
dasar, yaitu campus-based model serta distance based model. Campus-based model
memandang media online sebagai pelengkap untuk model penyampaian tradisional,
sedangkan distance-based model memandang online learning sebagai pengganti untuk
bentuk penyampaian tradisional. Distance-based model dapat berbentuk campuran
(media campuran, termasuk cetakan, CD, DVD dan yang lainnya (Inayatulloh, 2012).
Slotte dan Herbert menyatakan bahwa pelaksanaan e-learning membutuhkan umpan
balik dari para pelakunya. Selain itu, pengajar harus bekerja lebih keras dalam
membangun komunitas online, serta lebih melibatkan para pelajar dalam perancangan
pembelajaran (Inayatulloh, 2012).
Husnul Khatimi dalam penelitiannya Mengenal e-learning Sebagai Salah Satu Bentuk
Kegiatan Pembelajaran menunjukkan bahwa perkembangan di berbagai negara
memperlihatkan bahwa jumlah pengguna internet terus meningkat; demikian juga
halnya dengan jumlah peserta didik yang mengikuti e-learning dan institusi
penyelenggara e-learning. Fungsi e-learning dapat sebagai pelengkap atau tambahan,
dan pada kondisi tertentu bahkan dapat menjadi alternatif lain dari pembelajaran
konvensional. Lebih lanjut dinyatakan bahwa beberapa di antara manfaat e-learning
adalah fleksibilitas kegiatan pembelajaran, baik dalam arti interaksi peserta didik
dengan materi/bahan pembelajaran, maupun interaksi peserta didik dengan
132
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dosen/guru/ instruktur, serta interaksi antara sesama peserta didik untuk mendiskusikan
materi pembelajaran (Khatimi, 2006).
Penggunaan media web untuk pelaksanaan e-learning menurut Panji Wisnu Wirawan
dalam penelitiannya tentang Pengembangan Kemampuan E-learning Berbasis Web ke
dalam M-learning semakin luas, bukan hanya media penyampaian saja. Dengan
bermunculannya open source Learning Management System (LMS) berbasis web
seperti Moodle, Blackboard, dan Dokeos, e-learning semakin mudah untuk dibuat dan
digunakan. Web digunakan bukan hanya sebagai media penyampaian, melainkan
untuk mengembangkan kebebasan bereksplorasi terhadap materi pembelajaran, serta
menyediakan interaksi antara sesama pelajar maupun pelajar dengan instruktur. Sistem
e-learning berbasis web, secara mendasar memiliki struktur yang multi layer. Sistem
tersebut disusun oleh direktori utama dalam web server, termasuk sub-direktori,
direktori virtual, dan sejumlah besar dokumen dan basis data yang merupakan sumber
dari e-learning (Wirawan, 211).
Muktiono Waspodo dalam Penerapan E-learning Untuk Mendukung Peningkatan
Kompetensi Pamong Belajar membagi tugas penyusunan e-learning menjadi beberapa
peran, yaitu Subject Matter Expert (SME) atau nara sumber yang menguasai materi
pelajaran, Instructional Designer (ID) yang bertugas secara sistematis mendesain
materi dari SME menjadi materi e-learning yang menarik, Graphic Designer (GD) yang
mengubah materi teks menjadi multimedia yang menarik untuk dipelajari, serta ahli di
bidang Learning Management System (LMS) yang mengelola lalulintas interaksi di e-
learning (Waspodo, 2010).
Penelitian terhadap pemanfaatan e-learning di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang oleh Muhsin dan Ismiyati menyimpulkan bahwa Sistem pembelajaran e-
learning dapat meningkatkan antusia keterlibatan mahasiswa dalam proses belajar,
meningkatkan hasil belajar (Muhsin, 2012) . Bernard Renaldy Suteja dan Agus Harjoko
dalam penelitiannya tentang User Interface Design for e-Learning System
menyimpulkan bahwa melakukan desain user interface yang efektif harus
memperhatikan aspek grafik, layout dari informasi, logika dalam bernavigasi.
Perancang user interface e-Learning bertugas untuk menyatukan elemen - elemen
kedalam lingkungan pembelajaran (learning) secara user friendly dan mampu
mendukung pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri. Pengembangan perancangan
desain interface kedepan mampu mempertimbangan aspek interoperabilitas sehingga
pengguna dapat memperoleh efek yang sama saat interface tersebut diakses dari
berbagai macam devices (Bernard Renaldy Suteja, 2008).
C. METODE PENELITIAN
Tulisan ini adalah penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran
atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan pada
pokok pembahasan (Sumanto, 1990). Sumber data utamanya adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen (Moleong, 2015).
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu: mencari, meneliti,
mempelajari, mencatat, dan menginterpretasikan data (Sugiyono, 2005). Data yang
terkumpul dianalisis dengan proses logiko-induktif yaitu sebuah proses berpikir yang
menggunakan logika untuk memahami pola dan kecenderungan dalam data (Mertler,
133
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2012). Natalina Nilamsari mengutip pendapat Jamesh Mc. Millan dan Sally Schumacer
dalam Research in Education; A Conceptual Introduction, menyebut setidaknya ada
empat strategi pengumpulan data dengan multi-metode dalam penelitian kualitatif:
observasi partisipatif, wawancara mendalam, studi dokumen dan artefak, serta teknik
pelengkap (Nilamsari, 2014). John Creswell dalam bukunya Riset Pendidikan,
Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset Kualitatif & Kuantitatif mengatakan
bahwa Penelitian naratif mengeksplorasi permasalahan penelitian pendidikan dengan
memahami pengalaman seorang individu. Disamping itu, peneliti menuliskan ke dalam
cerita yang disusun kembali kronologi kejadian yang mendeskripsikan pengalaman
individu di masa lalu, sekarang dan yang akan datang dalam ranah dan konteks
tertentu (Creswell, 2015).
D. PEMBAHASAN
Cetak Biru Kementerian Keuangan Corporate University menyatakan bahwa BPPK
sebagai unit yang memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan SDM pengelolaan
keuangan dan kekayaan negara melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
dalam pelaksanaan Corporate University akan menggunakan semua jenis strategi
pembelajaran pada structured learning, learning form other, dan workplace integrated
learning, sedangkan badan diklat hanya menerapkan structured learning (BPPK, 2017).
Sejalan dengan kebijakan tersebut, Pusdiklat Pajak disamping mendesain dan
memperbaiki desain dari pembelajaran class learning, culture change, coaching/
mentoring, on the job training, kwoledge sharing, knowledge managemen working
group, community of practice, expert directory juga mendesain e-learning disamping
blended learning.
Program e-learning AR merupakan bentuk non class learning yang mulai di desain
sejak awal tahun 2017 oleh Pusdiklat Pajak untuk menjawab kebutuhan user (DJP) atas
peningkatan kompetensi ASN yang diangkat sebagai AR. Untuk metigasi risiko
kompetensi pekerjaan atas pengangkatan 1.824 pegawai sebagai AR tanpa melalui
class learning DTSS AR Dasar, maka Program e-learning dirancang full learning
dengan tetap mendasarkan pada kurikulum class learning DTSS AR Dasar yang telah
ada sebelumnya.
Penyusunan Desain DTSS AR Dasar menggunakan metode e-learning selain
melibatkan pihak Pusdiklat Pajak juga melibatkan Direktorat Potensi Kepatuhan dan
Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Kepatuhan Internal dan
Transformasi Sumber Daya Aparatur. Pembahasan dilakukan dengan terlebih dahulu
menyepakati kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh seorang calon petugas AR
dengan mendasarkan pada Kamus Kompetensi Teknis Rumpun Jabatan Pelayanan di
Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Diklat Teknis Substantif Spesialisasi AR Dasar E-learning dimaksudkan untuk mendidik
dan melatih AR di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, agar dapat menerapkan
penguasaan pengetahuan teknis di bidang perpajakan dan kreatif menggali potensi
pajak sehingga siap melaksanakan tugas baik sebagai AR Pelayanan maupun sebagai
AR Pengawasan dan Penggalian Potensi. AR yang akan didiklatkan ini adalah AR yang
sudah menjabat lebih dari 2 tahun sehingga telah memiliki pengalaman langsung di
134
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
lapangan hanya belum memiliki kompetensi yang terukur secara pendidikan dan
pelatihan dalam bentuk sertifikat.
Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mengikuti diklat ini, peserta diharapkan
mampu untuk: memahami pengantar perpajakan untuk AR, SOP, Perencanaan Kerja
AR, melakukan deteksi objek pajak, menerapkan teknik dan metode analisis
penghasilan dan biaya, visit dan kegiatan pasca visit serta membuat surat klarifikasi
dan melakukan konseling dengan baik.
Kompetensi yang diharapkan dari peserta dari diklat tersebut disesuaikan dengan diklat
AR Dasar yang dilaksanakan secara class learning. Materi DTSS e-learning AR Dasar
terdiri dari 7 mata diklat dengan 68 jamlat e-learning dan 20 jamlat forum diskusi online.
Para peserta diwajibkan untuk mempelajari bahan ajar/tayang utama berupa modul pdf
dan slide powerpoint dan bahan ajar/tayang penunjang berupa video yang sudah
ditayangkan (di-upload) di Learning Management System (LMS) yang beralamat di
https://klc.kemenkeu.go.id/ dimenu Courses dalam Course Catagories Pajak dengan
nama Pelatihan Teknis Account Representative Dasar E-learning Tahun 2017. Bahan
diwajibkan dipelajari satu minggu sebelum pembelajaran kelas e-learning agar dapat
mengerjakan pretest dan dilanjutkan pada saat mulai kelas e-learning pada jadwal
penyelenggaraan diklat sesuai angkatannya. Para peserta dapat mengakses bahan
ajar/tayang tersebut baik melalui portal intranet unit kerjanya (LMS DJP) maupun LMS
BPPK. Sesudah melakukan pembelajaran mandiri, peserta juga dapat mengikuti forum
diskusi yang akan dijawab oleh widyaiswara pengampu mata diklat beserta salah
seorang AR senior melalui LMS BPPK. Forum diskusi dilaksanakan pada hari Jumat
minggu pertama (10 jamlat) dan hari Rabu minggu kedua (10 jamlat berikutnya) dengan
pembagian menjadi 3 (tiga) kelas online dimana masing-masing kelas diampu oleh 1
(satu) widyaiswara sebagai problem solver dan leader.
Evaluasi terhadap peserta dilakukan dengan evaluasi kehadiran berupa e-registration
melalui aplikasi semantik BPPK ( http://semantik.bppk.kemenkeu.go.id ) dan riwayat
sudah pernah log-in dari peserta untuk mengakses bahan ajar/tayang maupun forum
diskusi. Evaluasi aktivitas peserta dilakukan melalui hasil jawaban pretest pada awal
pembelajaran dan post test yang dikirimkan setiap akhir mata diklat. Evaluasi ujian akhir
dilakukan melalui hasil ujian komprehensif yang dikirimkan di akhir pembelajaran kelas
e-learning. Ujian komprehensif dilakukan secara serentak dan peserta diberikan waktu
5 jamlat untuk menyelesaikannya. Peserta diklat yang memenuhi syarat kelulusan akan
diberikan sertifikat telah mengikuti Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Account
Representative Dasar E-learning. Kebijakan memberikan sertifikat ―telah mengikuti
diklat‖ bukan ―lulus diklat‖ diambil dengan pertimbangan bahwa e-learning tersebut
baru pertama kali dilaksanakan sehingga fokus utama adalah memberikan pemerataan
knowledge kepada AR yang sudah bekerja dua tahun namun belum pernah
memperoleh bekal bekerja sebagai AR. Sedangkan hasil ujian pre test, post test serta
ujian komprehensif dari peserta akan dikirimkan ke Direktorat Kepatuhan Internal dan
Transformasi Sumber Daya Aparatur (Kistda) di DJP sebagai data prioritas
pengembangan kompetensi pegawai.
135
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Data pelaksanaan pembelajaran e-learning selama tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Angkatan Waktu Jumlah “telah Ujian Mengulang
Pelaksanaan Peserta mengikuti” Susulan Diklat
21-31 Agt‘17 242 196 77 31
Angkatan I
4-14 Sept‘17 221 175 84 38
Angkatan II
25 Sept s.d 5 Okt‘17 262 239 26 3
Angkatan III
9-19 Okt‘17 207 228 24 45
Angkatan IV
23 Okt s.d 2 Nov‘17 239 238 30 29
Angkatan V
6-16 Nov‘17 246 262 9 25
Angkatan VI
20 -30 Nov‘17 248 250 22 24
Angkatan VII
1.665 1.588 272 195
Jumlah
Sumber : Laporan Pelaksanaan DTSS AR (e-learning) Angkatan 1 s.d VII Tahun 2017
Peserta yang mengulang karena tidak mengikuti diklat e-learning dari awal, sedangkan
peserta yang dikatagorikan ujian susulan karena tidak mengikuti post-test dan ujian
komprehensif.
Banyaknya peserta yang ujian susulan (16,34%) dan peserta yang mengulang diklat
(11,71 %) lebih dikarenakan masalah jaringan yang tidak stabil di tempat peserta serta
keterbatasan bandwidth dari jaringan LMS yang dipergunakan serta adanya pekerjaan
kantor yang harus diselesaikan peserta.
Indeks kepuasan peserta terhadap pelaksanaan e-learning dari Angkatan I s.d VII
adalah sebagai berikut:
Faktor Angkatan
Penilaian atas
Pelayanan : I II III IV V VI VII
Kurikulum 3.72 3.78 3.6 3.72 3.72 3.55 3.63
Penyelenggaraan 3.69 3.60 3.69 3.82 3.66 3.55 3.67
Evaluasi 3.55 3.54 3.23 3.38 3.38 3.35 3.44
Bahan Ajar 3.57 3.59 3.65 3.88 3.66 3.45 3.69
Pengajar 3.61 3.47 3.59 3.89 3.69 3.62 3.62
Sumber : Laporan Pelaksanaan DTSS AR (e-learning) Angkatan 1 s.d VII Tahun 2017
Indeks Kepuasan peserta tidak memenuhi target yang dicapai yaitu 4.3 dalam skala 5
mengacu pada indeks pembelajaran klasikal. DTSS AR Dasar E-learning ini dilanjutkan
di tahun 2018 dan telah terselenggaran empat angkatan hingga akhir November 2018.
E. KESIMPULAN
E-learning merupakan salah satu desain pembelajaran pada Corporate University yang
dikembangkan oleh BPPK. E-learning yang dikembangkan Pusdiklat Pajak untuk
meningkatkan kompetensi AR memanfaatkan Learning Management System (LMS)
yang beralamat di https://klc.kemenkeu.go.id/ dimenu Courses dalam Course
Catagories Pajak dengan nama Pelatihan Teknis Account Representative Dasar E-
learning Tahun 2017. Program ini merupakan pioneer pembelajaran jarak jauh di
Pusdiklat Pajak yang memanfaatkan beragam media pembelajaran seperti penggunaan
bahan ajar, bahan tayang, video pembelajaran hingga diskusi online untuk
menjembatani pemahaman peserta dengan Widyaiswara/pengajar terhadap materi
pembelajaran. Penggunaan e-learning mampu memenuhi kebutuhan user (DJP) atas
136
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
F. SARAN
Sebagai penyempurnaan dalam penyelenggaran e-learning disarankan agar dilakukan
perbaikan atas user interface pada saat diskusi online tidak semata dengan chat room
namun dapat digabung dengan live video streaming dari pengajarnya. Terhadap materi
pembelajaran yang tidak optimal disampaikan secara online misalnya teknik komunikasi
saat visit/kunjungan, komunikasi saat konseling dengan Wajib Pajak maka peserta
diberikan penugasan tambahan berupa action learning untuk praktek / role play terkait
kasus dan dikirim hasilnya dalam bentuk video. Agar pembelajaran tersebut efektif
dalam pencapaian target kinerja yang diharapkan agar diberikan perhatian yang optimal
terkait bandwidth dari jaringan LMS yang dipergunakan.
G. DAFTAR PUSTAKA
Bernard Renaldy Suteja, A. H., 2008. User Interface Design for e-Learning System.
Yogyakarta, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi.
BPPK, 2017. Keputusan Kepala BPPK Nomor KEP-140/PP/217 Tentang Cetak Biru
Kementerian Keuangan Corporate University. Jakarta: BPPK.
Creswell, J., 2015. Riset Pendidikan, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset
Kualitatif & Kuantitatif. 5 ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Inayatulloh, 2012. Pembangunan Model E-Learning Di Perguruan Tinggi Dengan
Mempertimbangkan Faktor Kebutuhan Dinamis. Comtech, 3(1), Pp. 346-353 .
Khatimi, H., 2006. Mengenal E-Learning Sebagai Salah Satu Bentuk Kegiatan
Pembelajaran. Info Teknik , 7(2), p. 72 – 81.
Mertler, C. A., 2012. Action Reseacrh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong, L. J., 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhsin, I., 2012. Pemanfaatan E-Learning E-Lena Dalam Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Dasar Statistika Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Administrasi
Perkantoran Fakultas Ekonomi Unnes. Jurnal Pendidikan Ekonomi Dinamika
Pendidikan, VII(2), p. 130 – 139.
Nilamsari, N., 2014. Memahami Studi Dokumen Dalam Penelitian Kualitatif. Wacana,
XIII(2), pp. 177-181.
Prasojo, L. D., 2009. Model Manajemen E-Learning Di Perguruan Tinggi. Majalah Ilmiah
Pembelajaran, 2(6), pp. 131-13.
Soekartawi, 2006. Blended E-Learning: Alternatif Model Pembelajaran Jarak Jauh Di
Indonesia. Yogyakarta, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI), pp. 95-
100.
Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sumanto, 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Waspodo, M., 2010. Penerapan E-Learning Untuk Mendukung Peningkatan
Kompetensi Pamong Belajar. Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF, 5(1), pp. 94-98.
Wirawan, P. W., 211. Pengembangan Kemampuan E-Learning Berbasis Web Ke
Dalam M-Learning. Jurnal Masyarakat Informatika, 2(4), pp. 21-26.
137
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
138
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pendahuluan
Kepala LAN, Adi Suryanto, menyampaikan bahwa ASN harus mampu menjawab
tantangan revolusi industri ke-4 dan era digital. Pengembangan kompetensi ASN dalam
RPJM tahun 2020-2024 adalah world class government melalui: 1) reorientasi dan
pembaharuan kurikulum untuk pengembangan kepemimpinan dan kompetensi teknis
dengan mendorong entrepreneurship dan internship; 2) menerapkan sistem pelatihan
berbasis Hybrid/Blended Learning melalui Sistem Informasi Widyaiswara dan Sistem
Informasi Pengembangan Kompetensi ASN; 3) unit pengelola ASN Corporate
University (Corpu); dan 4) penguatan kapasitas tenaga pelatih/widyaiswara (Suryanto,
2018). Adanya unit ASN Corpu merupakan salah satu arah kebijakan pengembangan
kompetensi ASN ke depan, unit tersebut pada kementerian maupun pemerintah
daerah. Propinsi Jawa Tengah sudah menuju Jateng Corpu untuk mengembangkan
kompetensi inti semua ASN dengan jargon ―jateng pinter bareng‖ (Jateng, 2018).
Langkah yang sama juga dilakukan Pemerintah Provinsi Jabar sesuai visi 2013-2018
―Jawa Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua‖ yang akan diwujudkan melalui salah
satu misinya yaitu meningkatkan kinerja pemerintahan, profesionalisme aparatur,
dan perluasan partisipasi publik (Jabar, 2013). Salah satu langkah yang ditempuh
adalah menyelenggarakan seminar nasional dengan tema ―Inovasi menuju Corporate
University‖ pada 13 Desember 2018.
Corpu muncul seiring fenomena knowledged worker dan learning organization tahun
1990-an di Amreika Serikat. Diawali oleh General Motors dan General Electric tahun
1914. Selanjutnya Shell dan Phillips mulai membangun corpu dengan mengadopsi
konsep organisasi pembelajar oleh Peter M. Senge yang berpendapat bahwa dalam
dunia yang semakin terkoneksi dan dinamis, kecepatan belajar semua level pegawai
menjadi satu-satunya keunggulan kompetitif jangka panjang. Di Indonesia corpu
diterapkan oleh PT Telkom PLN, PT Peindo II, Danamon, dan BNI (Ramelan, 2018).
Selain itu juga oleh Citibank, Pertamina, Bank Mandiri, United Tractors, Trakindo
Utama, dan Unilever Indonesia (Aruman, 2018). Spirit corpu ingin membawa iklim
belajar di dunia universitas dalam lingkungan korporasi. Organisasi pembelajar dapat
mengakselerasi peningkatan kapasitas melalui proses pembelajaran yang selaras
dengan visi korporasi (Ramdani, 2018).
Corpu awalnya memang berkembang pada privat sector namun berkembang ke ranah
public sector dalam hal ini oleh Kemenkeu. Salah satu tema sentral dalam inisiatif
strategis program kelembagaan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
974/KMK.01/2016 tentang Implementasi Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi
dan Transformasi Kelembagaan Kemenkeu adalah adalah pengembangan sumber
daya manusia Kemenkeu melalui Kemenkeu Corpu. Sebagai tindak lanjutnya
diterbitkan Keputusan Kepala BPPK Nomor KEP-140/PP/2017 Tentang Cetak Biru
Kemenkeu Corpu. Kemenkeu Corpu digunakan untuk mencapai visi dan misi
Kemenkeu dengan mewujudkan link and match antara pembelajaran, pengelolaan
pengetahuan, dan penerapan nilai-nilai dengan target kinerja Kemenkeu oleh seluruh
elemen Kemenkeu dengan BPPK sebagai motor penggerak utama. Perbedaan
signifikan antara training center dan corpu adalah pada fokus pembelajarannya, training
center hanya berfokus pada pemenuhan kesenjangan kompetensi individu, sedangkan
139
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kajian Literatur
Anna Maria, mengutip pendapat Mark Allen, Corpu adalah alat stratejik suatu
perusahaan untuk membantu organisasi induk dalam mencapai misinya dengan
menciptakan sejumlah aktivitas yang bertujuan untuk menggali wisdom, pengetahuan
dan learning, dari individu dan organisasi. Menurut Meister Corpu merupakan
―strategic umbrella‖ untuk membangun dan mendidik karyawan, pelanggan, suppliers
agar selaras dengan strategi bisnis organisasi (Ramdani, 2018).
Salah satu karakteristik organisasi modern adalah organisasi pembelajar yang terus
menerus belajar secara bersama di antara anggotanya menggunakan pengetahuan
yang ada sehingga perusahaan dapat mencapai kesuksesan. Pembelajaran dilakukan
secara terorganisir dan kontinyu mempraktekkan hal-hal yang telah dipelajari sehingga
organisasi dapat semakin berkembang. Ada lima karakteristik yang disebut sebagai
bangunan stratejik untuk dapat membangun organisasi pembelajar yaitu: kejelasan visi
dan misi, komitmen dan pemberdayaan kepemimpinan, eksperimen dan penghargaan,
transfer pengetahuan yang efektif, kerja sama tim dan pemecahan masalah secara
kelompok (Situmorang, 2014). Persaingan internasional yang ketat dan kompleks
menuntut instansi pemerintahan untuk mengelola tacit ke explicit knowledge dalam
sebuah KM untuk dapat mengembangkan pelayanan, karena masyarakat semakin kritis
dan cerdas dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia bagi pemangku
kepentingan (Tumar, 2016). Instansi Pemerintah sering menghadapi masalah:
kehilangan knowledge, kebutuhan knowledge tidak terpenuhi, dan terdapat
kesenjangan knowledge. Untuk itu perlu memaksimalkan knowledge yang tercipta,
tersimpan, dan tersebar seringkali tidak terintegrasi dan berkelanjutan untuk
menjalankan segala aktivitasnya. Hal tersebut dapat diatasi dengan membangun KM
(Farisya Setiadi, 2011).
Penelitian Putri pada Kementerian Sekneg KM berperan penting dalam membantu
meningkatkan efektivitas organisasi karena dapat mendorong pengetahuan yang sudah
dimiliki untuk meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan. Proses KM yang
dapat diterapkan adalah internalization, socialization for knowledge sharing, routines,
direction, dan combination. Fitur yang dikembangkan adalah manajemen dokumen,
140
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
kliping berita, help desk, blog, serta chatting, yang disertai fungsi pencarian pada
masing-masing fitur (Putri, 2014). Sedangkan penelitian Hafid Mukhlasin dan Indra
Budi menunjukkan bahwa salah satu elemen penting dalam corpu adalah KM, BPPK
sebagai motor pengerak Kemenkeu Corpu belum memiliki mekanisme untuk mengelola
pengetahuan. Solusi yang ditempuh, BPPK perlu membangun sistem KM agar setiap
individu mudah untuk berbagi pengetahuan yang bermanfaat bagi organisasi. Tingkat
kesiapan membangun KM diukur berdasarkan pemetaan variabel: infrastructure,
enabler, dan critical success factor diketahui bahwa BPPK berada pada tingkat
receptive atau sangat mendukung (Budi, 2017).
Menurut Amrit Tiwana pembentukan KM ada empat tahap yang terdiri dari sepuluh
langkah yaitu sebagai berikut: Tahap 1 Evaluasi Infrastruktur meliputi: 1) menganalisis
infrastruktur yang ada, 2) menyelaraskan KM dan strategi bisnis; Tahap 2 Analisis,
Desain, dan Pengembangan Sistem Manajemen Pengetahuan meliputi: 3) merancang
arsitektur dan desain KM, 4) mengaudit aset dan sistem pengetahuan yang ada, 5)
merancang tim KM, 6) menyusun cetak biru KM; Tahap 3 Penyebaran meliputi: 7)
mengembangkan KM, 8) melakukan pengujian dengan metodologi Results-Driven
Incremental, 9) mengelola kepemimpinan dan struktur untuk pemberian reward; Tahap
4 Metrik untuk Evaluasi Kinerja meliputi: 10) evaluasi kinerja, mengukur return of
investment dan memperbaiki KMS (Tiwana, 1996).
Metode Penelitian
Metode tulisan ini adalah deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
sertahubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1988). Sumber data utamanya
adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
(Moleong, 2015). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu:
mencari, meneliti, mempelajari, mencatat, dan menginterpretasikan data (Sugiyono,
2005). Data yang terkumpul dianalisis dengan proses logiko-induktif yaitu sebuah
proses berpikir yang menggunakan logika untuk memahami pola dan kecenderungan
dalam data (Mertler, 2012).
Pembahasan
Salah satu misi BPPK tahun 2015-2019 adalah membangun sistem pendidikan dan
pelatihan SDM Keuangan Negara yang terintegrasi dalam mewujudkan Kemenkeu
Corpu. Seluruh pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu harus link and match dengan
visi, misi, dan sasaran kinerja Kemenkeu, tujuan pembelajaran tidak hanya memperkuat
performace pegawai secara individu tetapi juga harus memperkuat performance
organisasi dengan menerapkan model 70-20-10, dengan utilisasi knowledge
management (KM) dan menumbuhkan budaya belajar (learning with passion). KM
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi atau perusahaan
untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan
untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. KM
berhubungan dengan knowledge sharing dan KM working group. Knowledge sharing
merupakan satu hal yang mutlak dilakukan untuk menjaga pengetahuan di organisasi.
141
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dengan adanya sharing knowledge antar pegawai dan pejabat, jika terdapat
pegawai/pejabat yang berhalangan atau berhenti bekerja, knowledge tersebut tidak
hilang dari organisasi sehingga pekerjaan yang sedang berlangsung dapat dilanjutkan.
Selain itu, dengan bertambahnya pegawai/pejabat yang menguasai knowledge
tersebut, organisasi dapat meningkat kualitas maupun kuantitas output-nya. Kemenkeu
Corpu berupaya menyediakan saluran atau media untuk keperluan knowledge sharing
baik di dalam unit Eselon I maupun antar unit Eselon I. Knowledge Management
Working Group dimaksudkan untuk mengisi KM dengan materi pembelajaran. Materi
pembelajaran yang dimaksud dapat berupa bahan ajar sesuai kurikulum diklat,
pengalaman, hasil knowledge sharing, tutorial, dan berbagai knowledge lain yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kompetensi dan mempermudah penyelesaian
pekerjaan (BPPK, 2017). KM pada Kemenkeu Corpu menggunakan aplikasi berbasis
web dengan nama Kemenkeu Corpu Learning Center (KLC) yang dapat diakses melalui
https://klc.kemenkeu.go.id/.
KLC merupakan media pembelajaran online yang membahas berbagai materi tentang
Pengelolaan Keuangan Negara yang dapat diakses oleh seluruh pegawai Kementerian
Keuangan dan masyarakat umum. Terdapat tiga menu utama dan beberapa submenu
dalam KLC yaitu: 1) Knowledge center yang meliputi a) main category: Anggaran, Bea
Dan Cukai, Fiskal, Kekayaan Negara, Pajak, Pengembangan SDM, Perbendaharaan,
dan Perimbangan Keuangan; b) specific category: Akuntansi, Barang Milik Negara,
Dana Desa, Manajemen Organisasi, Pembiayaan dan Keuangan Syariah, Pengadaan
Barang Dan Jasa, Kediklatan, Menkeu, Tehnologi Informasi, dan Riset Widyaiswara; c)
unit eselon I: Sekjen, DJA, DJP, DJBC, DJPb, DJKN, DJPK, DJPPR, Irjen, BKF, dan
BPPK; 2) Courses terdapat 153 dengan kategori: : Anggaran, Bea dan Cukai,
Kekayaan Negara, Keuangan Umum, Pajak, Pengembangan SDM, Perbendaharaan,
Perimbangan Keuangan, Profesi Keuangan, Micro Learning, PPL Akuntan Publik 2018,
Microlearning PPL Bendahara, dan Dana Desa; dan 3) Communities of practice
sebanyak 55.
Sampai saat tulisan ini dibuat, KLC mempunyai 2.600 video pembelajaran yang dibuat
oleh widyaiswara, pejabat, maupun pegawai. Video tersebut bertujuan mengubah tacit
knowledge yang melekat pada pribadi pemiliknya menjadi explicit knowledge milik
institusi.
142
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
143
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Jumlah video dalam KLC sebagian besar masih di buat oleh Widyaiswara dan Dosen
PKN STAN. Namun demikian sudah ada video dari best practice beberapa pegawai
atau pejabat dari eselon I Kemenkeu. Pembelajaran dalam corpu diharapkan link and
match dengan sasaran kinerja institusi maka perlu meningkatkan materi KM yang
berasal dari tacit knowledge berupa best practice para pejabat atau pegawai. KLC jika
dianalisis menggunakan pembentukan KM menurut Tiwana yang meliputi empat tahap
terdiri dari sepuluh langkah dapat digambarkan bahwa KLC Kemenkeu Corpu sudah
memenuhi tiga tahap dan delapan langkah. Namun masih ada dua langkah dan satu
tahap yang belum dilakukan dengan perincian sebagai berikut.
7. Mengembangkan KM Sudah
KM pada Kemenkeu Corpu sudah sampai pada tahap ke tiga berdasarkan empat
tahap yang terdiri dari sepuluh langkah menurut Tiwana. Tiga langkah yang belum
terlaksana adalah melakukan pengujian, mengelola kepemimpinan dan struktur, dan
evaluasi kinerja. Cetak biru Kemenkeu Corpu sudah memasukkan hal tersebut sebagai
berikut: 1) akan ada penyusunan jabatan fungsional baru yang terkait dengan
pelaksanaan KM dalam rangka pengembangan SDM yang tepat dan menjaga
kesinambungan Corpu; 2) pengukuran dan evaluasi yang konsisten terhadap dampak
dari pembelajaran dengan learning management and reporting system; 3) output
pembelajaran akan dievaluasi pada pemehaman peserta, dampak setelah
pembelajaran, dan beberapa pembelajaran diukur menggunakan return on training
144
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Arah kebijakan pengembangan kompetensi ASN dalam RPJM tahun 2020-2024 adalah
world class government, salah satunya melalui unit pengelola ASN Corpu.
Pembelajaran dalam Kemenkeu Corpu link and match dengan target kinerja institusi
dan menerapkan pembelajaran model 70-20-10 terpadu dengan utilisasi KM.
Pemerintah Provinsi Jabar juga akan menuju corpu dapat patok banding dengan KM
Kemenkeu Corpu. KM di Kemenkeu Corpu adalah KLC dengan tiga menu utama yaitu:
1) knowledge center yang meliputi: main category, specific category, dan unit eselon I;
2) courses berjumlah 153 buah; dan 3) communities of practice sebanyak 55. Materi
KLC terdiri dari 2.660 video yang dibuat oleh Widyaiswara, Dosen PKN STAN, dan
Pegawai Kemenkeu. Sampai saat ini KLC sudah sampai tahap ketiga dan langkah ke
tujuh jika dianalis menggunakan pendapat Amrit Tiwana tentang pembentukan KM
melalui tiga tahap yang terdiri dari sepuluh langkah. Langkah yang belum terlaksana
adalah adalah melakukan pengujian, mengelola kepemimpinan dan struktur, dan
evaluasi, namun hal itu sudah diatur dalam cetak biru Kemenkeu Corpu. KLC dapat
dijadikan patok banding KM Jabar Corpu dan disarankan agar materinya segera
terpenuhi maka diperbanyak diisi dengan best practice dari pejabat atau pegawai
Provinsi Jabar agar link and match denga sasaran knerja institusi.
References
145
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
146
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Abstrak
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia menerbitkan
dua kebijakan untuk meningkatkan perekonomian nasional. Pertama, Kebijakan
Reformasi Koperasi Total yaitu pembubaran koperasi yang tidak berkualitas, dan kedua
adalah Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) yaitu peningkatan jumlah wirausaha
baru. Secara internal, inovasi Blended Learning yang telah dilaksakan membuat
pembelajaran menjadi lebih fleksibel. Hal-hal tersebut merubah manajemen layanan
Pendidikan dan pelatihan yang selama ini dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Pendidikan Pelatihan Perkoperasian dan Wirausaha (P3W) Jawa
Barat. Perubahan tersebut meliputi organisasi, metodologi pembelajaran, operasional
pelatihan dan pola kerjasama pelatihan. Penelitian ini bertujuan menggali strategi
manajemen perubahan organisasi menuju corporate university. Tulisan ini merupakan
penelitian kualitatif yang dilakukan melalui pendekatan studi kasus. Strategi utama
menuju corporate university yaitu perubahan kurikulum dan infrastruktur, sebagai
temuan dalam penelitian ini.
147
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
I. Pendahuluan
Tulisan ini merupakan penelitian kualitatif, studi manajemen perubahan UPTD P3W
dalam perspektif Corporate University. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
perubahan-perubahan-perubahan layanan Pendidikan dan pelatihan. UPTD P3W
adalah sebuah unit kerja pemerintah provinsi Jawa Barat yang bertugas dalam
pengembangan SDM Koperasi dan UMKM Jawa Barat.
Pada tahun 2015, Kementerian Koperasi dan UKM RI, telah menerbitkan dua kebijakan
yaitu Reformasi Koperasi Total dan Gerakan Kewirausahaan Nasional. Reformasi
Koperasi Total, yaitu kebijakan yang menitikberatkan kepada kualitas koperasi dengan
membubarkan koperasi-koperasi yang tidak aktif. Kualitas koperasi dipersyaratkan
memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola yang memiliki kompetensi
perkoperasian. Kebijakan kedua adalah Gerakan Kewirausahaan Nasional,sebuah
kebijakan untuk mencetak wirausaha baru di kalangan permuda. Kebijakan tersebut
sinergi dengan kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yaitu
pencetakan seratus ribu wirausaha baru Jawa Barat. Sebuah program pendidikan dan
pelatihan bagi calon wirausaha maupun UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
dalam pengembangan ide usaha dan pengembangan skala usaha. Secara internal,
Inovasi pembelajaran menggunakan blended learning memberikan pengaruh besar
dalam percepatan layanan pendidikan dan pelatihan bagi peserta didik. Faktor
eksternal dan internal organisasi ini, telah mendorong terciptanya Corporate University,
yaitu kesesuaian antara program Pendidikan yang disediakan oleh UPTD P3W dengan
kebutuhan pengelola organisasi bisnis dalam hal ini adalah Koperasi dan UMKM.
A. Mutu Pendidikan
Mutu menurut Parasuraman, dkk (1985: 41) agregasi dari transaksional khusus
untuk mencapai kepuasan pelanggan. Ada 2 pendekatan yang menjadi unsur penting
dalam peningkatan mutu pembelajaran sekaligus mutu pendidikan di sekolah dalam
sudut pandang mikro dan makro pendidikan, sebagaimana dijabarkan berikut ini:
148
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
makro pendidikan menyangkut berbagai hal yaitu melalui jalur pertama yaitu
Input -Sumber – Proses Pendidikan – Hasil Pendidikan
B. Manajemen Perubahan
C. Corporate University
Corporate University (CU) terlibat dalam membangun dan mengembangkan
kompetensi khusus SDM organisasi, dan telah digunakan sebagai kendaraan untuk
menyatukan inisiasi pembelajaran dengan tujuan organisasi dan kinerja bisnis.
Perbedaan antara departemen pelatihan tradisional dengan CU, adalah ruang lingkup
yang telah diperluas dan sifatnya lebih proaktif. Secara tradisional departemen
pelatihan focus pada orientasi pelatihan teknis dan bersifat reaktif. CU menyediakan
pengembangan SDM untuk semua tingkat karyawan dipandu oleh tujuan yang jelas dan
rencara strategis jangka Panjang, serta lebih proaktif. Hal ini senada dengan definisi
yang dikemukakan oleh Abel & Li (2012:104)
Untuk lebih jelasnya, ciri-ciri Corporate University dapat dilihat table berikut :
Tabel 1
Ciri-ciri Corporate University :
Profil Fungsi Dimensi
149
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
III. METODOLOGi
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan studi kasus.
Studi kasus termasuk ke dalam penelitian analisis deskriptif yang mana penelitiannya
focus pada suatu kasus tertentu yang diamati dandianalisis secara cermat.Analisis ini
dilakukan terhadap berbagai factor yang terkait dengan kasus yang diteliti, dalam
penelitian ini kasus yang diteliti mengenai proses manajemen perubahan institusi
public.
Sampel dalam penelitian ini tidak merupakan sampel acak, tetapi sampel bertujuan
(purposive sampling) dan digunakan teknik "bola salju" atau snowball sampling
technique (Bogdan & Biklen, 1982; Moleong, 1990). Responden penelitian terdiri dari
peserta pelatihan wirausaha baru Jawa Barat dan peserta pelatihan perkoperasian,
para peserta Sinergitas ABCGM (Academia, Business, Community, Government,
Media), yaitu gerakan relawan pembangunan KUMKM yang dibentuk khusus oleh
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Jawa Barat, pengajar, widyaiswara dan pejabat
structural UPTD P3W.
IV.PEMBAHASAN
150
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Provinsi dan OPD pemerintah kab/kota, Media (media informasi), Strategi bisnis
(Strabis) TV, Bandung TV, TVRI, K-Lite FM, membantu memberitakan informasi
ini.
2. Kebijakan Reformasi Birokasi yang melahirkan berbagai inovasi, dalam
menunjang blended learning
3. Sinergi dengan inkubator bisnis wirausaha, Creative Hub (Ruang Kreatif) dan
LSP yang memiliki SKKNI Perkoperasian
4. Fleksibilitas kurikulum pelatihan berdasarkan kebutuhan peserta didik
5. Pembentukan Koperasi bagi para alumni pelatihan wirausaha
2. Do
- Perubahan Organisasi
Tata kelola menjadi lebih akuntabel dengan melakukan kerjasama antara
UPTD P3W dengan unit bisnis; kepemimpinan kewirausahaan Kepala Dinas
sebagai pimpinan tertinggi menghasilkan kebijakan, kemudian level midlle
manager, Kepala UPTD P3W yang menghasilkan strategi implementasi
perubahan, sehingga UPTD,menjadikan banyak kerjasama dengan LSP SKKNI
perkoperasian. dengan membentuk Lembaga Diklat Profesi (LDP) diluar
struktur yang ada dan kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan asosiasi unit
usaha (KADIN, DEKOPINWIL, IWAPI) dalam megembangkan usaha UMKM
151
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
- Perubahan Operasional
Menggunakan metode blended learning yaitu inclass dan offclass
bekerjasama dengan ingenio belajar online (Dataquest);
- Perubahan Kerjasama
Kerjasama dalam Sinergitas ABCGM membentuk pola hubungan yang
erat
3. Chek
- Dinas koperasi dan Usaha Kecil membentuk tim pendamping untuk
monitoring hasil pelatihan yang diaplikasikan dalam usaha
- Melakukan monitoring oleh tim pengajar untuk mengevaluasi proses dan hasil
pendampingan
4. Action
- Membuat perbaikan hasil pelatihan
- Membentuk koperasi bagi alumni pelatihan UMKM
D. Strategi pelaksanaan
1. Strategi pendanaan: (1) dana -dana CSR dan PKBL yang dikeluarkan
oleh BUMN/BUMS dapat digunakan sebagai dana penunjang pelatihan;
2. Strategi kelembagaan: sinergitas ABCGM yang sifatnya relawan, mampu
memberikan pendampingan secara gratis bagi UMKM hasil seleksi yang
siap mengikuti pelatihan dan pendampingan UMKM naik kelas;
3. Strategi Kebijakan: penggunaan blended learning sebagai infrastruktur
pendukung;
4. Strategi SDM : Pelatihan bagi instruktur atau pelatih dalam memberikan
materi pelatihan menggunakan blended learning
5. Strategi Kurikulum : luwes dan fleksibel tergantungt kebutuhan unit bisnis
152
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Saran
- Diperlukan Kepemimpinan Kewirausahaan dalam membentuk inovasi
dalam kebijakan;
- Perlu diterbitknnya peraturan yang menjamin keberlangsungannya
kerjasama Pentahelix
153
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
VI. Referensi
Abel Amy Lui & Li, Jessica (2012) Exploring the Corporate University Phenomenon:
Development and Implementation of Comprehensive Survey, Human Resource
Development Quarterly, vol. 23, no. 1, pp 103-126
Bogdan, RC, & Biklen, SK (1982).Qualitative research for education: An introduction to
theory andmethods. Boston: Allyn & Bacon Inc
Moleong, L. J. (1990). Metoda Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa H.E (2013) Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Cet 3, Jakarta: PT
Bumi Aksara,
Kolo, Philip, Strack, Rainer, Cavat, Philippe, Torres Roselinde and Bhalla Vikram (2013)
Corporate Universities, an engine for human capital, The Boston Consulting
Group
Parasuraman,Valerie A Zeithaml & Leonard Berry (1985) A coneptual model of
service quality and its implications for future research, Journal of marketing vol
49, 41-50
Saifulloh, Moh, Muhibbin, Zainul dan Hermanto (2012) Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan di Sekolah, Jurnal Sosial Humaniora, hal 206-217
154
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Indri Koesnadi
(Pranata Komputer Ahli Muda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa
Barat, HP: 08156013335, Email: i_koesnadi@yahoo.com)
Proses Bisnis merupakan sekumpulan aktivitas yang terstruktur dan saling terkait dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi baik instansi pusat maupun di daerah. Pemetaan struktur
dan keterkaitan aktivitas melibatkan orang dan proses yang dihubungkan oleh data
dan/atau informasi di dalamnya. Pengetahuan tentang proses bisnis, orang dan proses
termasuk substansi kompetensi sistem informasi. Identifikasi pengetahuan pada
kompetensi sistem informasi yang patut dikuasai oleh Aparatur Sipil Negara di Jawa
Barat diwujudkan dalam Kerangka Kerja. Kerangka Kerja disusun tanpa menunjukkan
hubungan diantaranya. Kerangka kerja pengetahuan sistem informasi menunjukkan
pengetahuan utama yang harus dimiliki oleh Aparatur Sipil Negara Jawa Barat untuk
mewujudkan Jawa barat Juara Lahir dan Bathin melalui kolaborasi dan inovasi.
155
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
KAJIAN LITERATUR
Control Objectives for Information and related Technology (COBIT) 5 mendeskripsikan
kriteria informasi menjadi 7 (tujuh) aspek utama yaitu :
1. Effectiveness, berarti informasi relevan dan dapat memenuhi kebutuhan proses
bisnis. Tersedia secara tepat waktu, akurat, konsistem dan dapat dengan mudah
digunakan.
2. Efficieny, berarti informasi menggunakan sumber daya secara produktif dan
ekonomis.
3. Confidentially, berarti informasi bersifat aman dari pihak-pihak yang tidak berhak
mengetahuinya.
4. Integrity, berarti informasi berhubungan secara tepat dan lengkap.
5. Availability, berarti informasi tersedia secara cepat ketika dibutuhkan.
6. Compliance, berarti informasi dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
7. Reliability, berarti informasi terjamin kehandalannya.
156
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pada pendekatan kesisteman, data, informasi dan value bagaikan sebuah siklus
informasi. Pada siklus informasi proses bisnis menghasilkan dan mengolah data,
mentransformasikannya menjadi informasi dan pengetahuan, akhirnya menciptakan
nilai bagi organisasi sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
menghasilkan Bisnis Proses
dan proses menggerakkan
Proses TI
Value
Data
Informasi Pengetahuan
transformasi transformasi menciptakan
Process :
Requirements
Org type,
Collect, processing, store,
IT function
use, disseminate
Job rule
Technology :
IT Personal Hard
Standard, service,
competence
QOS
IT
Information
Organization Organization chart
A set of business Architecture
Architecture (Indicators & Model
entities & they related
(Indicators & Model design)
design)
Alliances, EDI
Requirements
Technology : BP Definition
Network BP Events
Business Continuity : BP Specification
Risk Management BP Work flow
EMPHASIZE THE PART OF
THE ENTERPRISE
157
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODE
Analisis kompetensi sistem informasi untuk mewujudkan Coorporate University di
Jawa Barat dilakukan tahapan sebagai berikut.
1. identifikasi masalah, melakukan pemetaan aspek utama informasi dan variabel
berdasarkan kriteria tertentu;
2. analisis dan interpretasi, melakukan analisis dan interpretasi;
3. desain, melakukan desain kerangka kerja pengetahuan dan kompetensi sistem
informasi;
4. kesimpulan dan Saran, menyusun kesimpulan dan saran.
Seluruh kegiatan tersebut dilakukan secara bertahap dengan siklus proses dapat dlihat
pada Gambar 3.
Identifikasi masalah
Analisis dan Interpretasi
Desain
Kesimpulan dan saran
ANALISIS/PEMBAHASAN
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara telah menerbitkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik. Hal ini menjadi keniscayaan bahwa layanan-layanan dalam Penyelenggara
Pemerintah semestinya berbasis elektronik. Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
158
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
sedikitnya memiliki ruang lingkup pengaturan Tata Kelola, Manajemen, Audit Teknologi
Informasi dan Komunikasi, penyelenggara, percepatan dan pemantauan serta evaluasi.
Ruang lingkup tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 4. Proses bisnis menjadi
bahagian unsur dari Tata Kelola yang dideskripsikan melalui arsitektur proses bisnis.
Arsitektur adalah kerangka dasar yang mendeskripsikan integrasi proses bisnis, data
dan informasi, infrastruktur, aplikasi, dan keamanan untuk menghasilkan layanan yang
terintegrasi. Proses Bisnis adalah sekumpulan kegiatan yang terstruktur dan saling
terkait dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pusat dan pemerintah daerah
masing-masing.
1 Efficieny People
2 Efficieny People
3 Effectiveness People
4 Effectiveness People
5 Avalilability People
6 Avalilability People
7 Integrity Technology
159
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
8 Confidentially Technology
9 Compliance Technology
10 Reliability Technology
Corporate university muncul hampir bersamaan dengan era globalisasi, pegawai yang
berpengetahuan dan organisasi pembelajar. Pada abad 21, dimana informasi sudah tak
mengenal batas wilayah berdampak pada semakin banyak orang yang
berpengetahuan. Hal ini merubah gaya kepemimpinan yang semula memiliki gaya
komando menjadi gaya partisipatif. Sehingga kecepatan belajar menjadi keunggulan
kompetitif. Corporate university seharusnya adalah tentang penyelarasan strategi dan
pembelajaran yang terfokus. Corporate university lebih tepat dipandang sebagai
pendekatan pembelajaran organisasi untuk mendukung kinerja organisasi. Oleh
karenanya, pertimbangan aspek people meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap
kepribadian menjadi hal yang terelakkan. Pengetahuan proses bisnis, pemahaman
layanan, target masyarakat yang dilayani menjadi hal yang paling penting.
Visi Gubernur Jawa Barat Tahun 2018 – 2023 yaitu ―Terwujudnya Jawa Barat Juara
Lahir Batin dengan Inovasi dan Kolaborasi‖ dengan 5 misi yang menjadi tujuan
pembangunan Jawa Barat hanya dapat diwujudkan dengan kolaborasi proses layanan
masyarakat dengan melibatkan Perangkat Daerah yang terkait. Fokus pada informasi
yang menjadi integrator proses layanan masyarakat, Pemimpin dan Pegawai Negeri
Sipil hendaknya memahami model-model bisnis terkini sesuai pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Untuk memahami model bisnis dan merancang strategi pelayanan yang
efektif sebagai dampak dari globalisasi, dapat dilakukan :
1. Peningkatan pemahaman tentang perkembangan sosial budaya masyarakat
2. Menentukan jenis layanan sesuai kebutuhan masyarakat yang berbasis pasar global
3. Identifikasi peluang pemasaran global
4. Pemahaman kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat untuk ditumbuh
kembangkan sebagai penciri masyarakat Jawa Barat
160
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Corporate university di Jawa Barat sebagai penyelenggara pendidikan juga berfungsi
untuk memperkecil kesenjangan kompetensi aparatur Pemerintahan Provinsi Jawa
Barat sebagai dampak era globalisasi. Pelaksanaan program pembangunan Jawa Barat
serta pengembangan kompetensi sumber daya aparatur diperlukan untuk merespon
kebutuhan masyarakat dan mengeksplorasi masa depan.
161
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Penciptaan Corporate university di Jawa Barat untuk mewadahi pengetahuan aparatur
di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi strategis nilainya. Karena
melalui Corporate university, proses pembelajaran penyelarasan pelaksanaan program
pembangunan dapat dilaksanakan sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Barat
senantiasa menjadi organisasi pembelajar untuk menghasilkan layanan masyarakat
yang Juara.
REFERENSI :
Rudito, Priyantono, Ph.D. Sinaga, Mardi F.N, MBA. 2017. Digital Mastery, Membangun
Kepemimpinan Digital untuk Memenangkan Era Disrupsi, Gramedia.
___________ (2012), COBIT 5, A Business Framework for the Governance and
Management of Enterprise IT, ISACA, USA.
Sembiring, Jaka; Nuryatno, Edi Triono; Gondokaryono, Yudi Satria. 2011. Analyzing the
Indicators and requirements in Main Components of Enterprise Architecture
Methodology Development Using Grounded Theory in Qualitative Methods.
Journal Econometrics: Econometric & Statistical Methods – Special Topics e-
Journal, vol. 4.
Tyler, R.W. 1949. Basic Principles of Curriculum and Instruction, The University of
Chicago Press, Chicago.
O‘Brien, J.A. and Marakas, G.M. (2006), Management Information Systems, McGraw-
Hill/Irwin, Boston.
Leon G. Schiffman and Joseph L. Wisenblit (2015), Consumer Behavior 11th edition,
Pearson Education Limited, England.
https://www.clomedia.com/2018/05/03/future-corporate-university/, diakses tanggal 30
November 2018 pukul 14:22.
Susanto, Tony D, Ph.D (ITIL, TOGAF, COBIT). 2018. Presentasi Kompetensi Sukses
era Industri 4.0.
162
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Perubahan kondisi global dan berkembangnya revolusi industry 4.0 telah mengubah
cara dalam bisnis, pemerintahan dan pendidikan. Teknologi informasi dan transformasi
digital menjadi landasan untuk bergerak lebih: cepat, efektif, efisien dan berkualitas.
Untuk mengantisipasi kondisi global Kementerian/Lembaga negara dituntut untuk fokus
dalam menyelesaikan masalah strategis organisasi dan peningkatan kinerja sehingga
diperlukan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Undang Undang Aparatur Sipil
Negara (ASN) mengamanatkan bahwa ASN harus memiliki integritas, profesional,
netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Kondisi yang hendak dicapai tersebut antara lain dilakukan dengan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Pada saat ini berkembang trend
transformasi Lembaga Diklat menjadi Corporate University. Kajian ini merupakan
pemikiran penulis dengan melakukan pengamatan dan studi kepustakaan terkait
dengan tantangan dan peran Widyaiswara dalam Corporate University. Berdasarkan
hasil kajian penulis, Widyaiswara akan tetap berperan dalam Corporate University
dengan terus mengembangkan kompetensi terkait dengan: teknologi informasi,
business proses membangun kompetensi; pengembangan instructional system design
dan penguasaan ragam pembelajaran. Selanjutnya dalam Corporate University
Widyaiswara dapat berperan menjadi Facilitating Skill, Learning Technologist dan
Partner Skill Group Owner (SGO). Manajemen dan Widyaiswara harus berkolaborasi
agar Transformasi lembaga diklat menjadi Corporate University mampu mencapai
tujuan yang diharapkan.
163
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perubahan kondisi global dan berkembangnya revolusi industry 4.0 telah
mengubah cara dalam bisnis, pemerintahan dan pendidikan. Teknologi informasi dan
transformasi digital menjadi platform agar semua lini bergerak lebih cepat, lebih efektif,
lebih efisien dan lebih berkualitas. Organisasi Kementerian dituntut untuk fokus dan
mampu menyelesaikan masalah strategis organisasi dan peningkatan kinerja. Untuk
mencapai itu semua diperlukan SDM yang berkualitas tinggi. Untuk mencapai Tujuan
tersebut salah satu pilihan yang dilakukan oleh Badan Diklat adalah melakukan
transformasi kelembagaan menjadi Corporate University (Corpu).
Peran Lembaga diklat dalam manajemen ASN diatur dalam Undang-Undang.
Undang Undang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan bahwa ASN yang hendak
dibangun adalah Aparatur Sipil Negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Salah satu Lembaga Pendidikan dan pelatihan pemerintah yang telah
bertransformasi menjadi Corpu adalah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
(BPPK). Alasan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan bertransformasi menjadi corpu
adalah:
a. Pengembangan keselarasan SDM dengan sasaran strategis organisasi;
b. Pemanfaatan teknologi untuk membuat belajar menjadi lebih fleksibel
tidak terikat oleh ruang dan waktu;
c. Pengembangan dan dokumentasi pengetahuan (knowledge) yang telah
dimiliki oleh organisasi;
d. Proses pembelajaran yang aplikatif, mudah diakses dan berdampak tinggi
2. Permasalahan
Sebagai sebuah Badan Diklat salah satu ujung tombak pegawai adalah
Widyaiswara. Widyaiswara adalah jabatan fungsional yang mempunyai tugas
pendidikan, pengajaran, pelatihan, evaluasi diklat dan pengembangan diklat. Ketika
organisasi bertransformasi menjadi Corpu maka permasalahan yang dihadapi oleh
Widyaiswara antara lain:
a. Apakah tantangan yang dihadapi oleh Widyaiswara ;
b. Apakah peran Widyaiswara dalam organisasi Corporate University.
3. Tujuan Penulisan
Artikel ini akan menguraikan pengalaman dan pengamatan penulis sebagai
Widyaiswara pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang telah
bertransformasi menjadi Kementerian Keuangan Corporate University. Dengan
terjadinya perubahan organisasi sebagai Widyaiswara yang terlibat langsung
didalamnya penulis akan menguraikan:
164
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
B. KAJIAN LITERATUR
1. Perbedaan Corporate University Dengan Training Center
Perbedaan utama antara Lembaga diklat (training center) dengan corporate
university adalah terkait dengan fokus pembelajaran. Training center pada umumnya
berfokus padapemenuhan kesenjangan kompetensi individu, sedangkan Corporate
University berfokus pada masalah-masalah strategis dan performa bisnis dari
organisasi induknya. Perbedaan mendasar ini tercermin dalam definisi Corporate
University.
Di lingkungan Kementerian Keuangan, Corporate University didefinisikan
sebagai strategi yang digunakan untuk mencapai visi dan misi Kementerian Keuangan,
dengan mewujudkan link and match antara pembelajaran, pengelolaan pengetahuan,
dan penerapan nilai-nilai dengan target kinerja Kementerian Keuangan dan
dilaksanakan oleh seluruh elemen Kementerian Keuangan dengan BPPK sebagai
motor penggerak utama bagi SDM Keuangan Negara. Corporate University
bertanggung jawab dalam pengembangan SDM serta peningkatan kapabilitas dan daya
saing organisasi, sehingga Corporate University harus mampu go beyond training and
development dalam memastikan bahwa ilmu yang didapatkan dapat diimplementasikan
dan memiliki link and match dengan target kinerja Kementerian Keuangan. (Keputusan
Kepala Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Nomor Kep- 140/PP/2017).
Dari Tujuan dan definisi Corporate University tersebut jelas tergambar bahwa
tugas corporate university jauh lebih berat daripada tugas Lembaga diklat. Selain itu
integrasi Corporate University dalam keseluruhan organisasi juga menjadi lebih kuat.
Untuk mencapai Tujuan tersebut Corporate University mengadopsi model learning
development yang diinisiasi oleh Michael Lombardo dan Eichinger (2010). Model ini
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat memberikan hasil optimal bagi
organisasi: 70 persen adalah workplace integrated learning, 20 persen adalah learning
from other dan 10 persen adalah structural learning.
Corporate university menggunakan semua jenis strategi pembelajaran yang
meliputi structured learning, learning from other dan workplace integrated learning,
sedangkan Badan Diklat pada umumnya hanya menerapkan structures learning.
Kondisi ini akan memunculkan konsekuensi perbedaan struktur organisasi antara
corporate university dengan Lembaga diklat konvensional. Selain perbedaan struktur
juga akan berimbas terhadap ragam produk dari Lembaga diklat yang bertransformasi
menjadi corporate university.
165
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Ilustrasi penyusunan pembelajaran dan pencapaian visi, misi dan sasaran kinerja
organisasi dapat dijelaskan dalam gambar berikut:
166
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
how/ experience (tacit knowledge dan explicit knowledge) terkait kompetensi teknis
untuk bahan knowledge management.
C. METODOLOGI
Makalah ini dirumuskan dengan menggunakan metodologi kajian literatur dan
kerangka pemikiran secara logis. Kajian literatur dilakukan dengan mengkaji literatur
mengenai Corpaorate University dan mendalami aturan organisasi Corporate University
pada lingkungan Kementerian Keuangan. Kemenkeu dipilih karena salah satu lembaga
diklat pemerintah yang telah bertransformasi menjadi Corporate University adalah
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.
D. PEMBAHASAN
1. Tantangan Yang Dihadapi Widyaiswara Terkait Dengan Dinamika Organisasi.
Widyaiswara harus berperan aktif dalam Corporate university. Peran aktif
tersebut antara lain adalah terlibat dalam menghasilkna output dari organisasi.
Perbedaan produk atau output yang dihasilkan oleh Corporate University dibandingkan
dengan lembaga diklat atau training center adalah sebagai berikut:
167
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
168
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Instructional System Design (ISD) atau desain pembelajaran agar sesuai dengan
Tujuan organisasi.
1) Relevant artinya terdapat link and match dengan strategic issue dan
kinerja organisasi (tingkat Eselon I dan Kementerian/Lembaga);
2) Applicable artinya program pembelajaran harus mudah dipahami, dikuasi
dan diterapkan dalam pelaksanaan tugas/fungsi;
3) Accessible artinya program pembelajaran harus mudah diakses kapan
saja, dimana saja;
4) Impactfull artinya program pembelajaran harus dampak yang tinggi
terhadap peningkatan organisasi (level eselon I dan
Kementerian/Lembaga).
169
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Rekomendasi
Sehubungan dengan transformasi Lembaga diklat menjadi Corporate University
maka pengelola Lembaga diklat dan Widyaiswara harus berkolaborasi dengan baik
agar tantangan organisasi dapat dilewati dengan sukses. Dua hal pokok yang harus
menjadi perhatian Widyaiswara dan Lembaga diklat adalah:
170
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
REFERENSI
Algifari. 2015. Mengukur Kualitas Layanan dengan Indeks Kepuasan, Metode Importance-
Performance Analysis (IPA) dan Model Kano. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
Darudianto, Suprapto, Yunica Dewi Puji. 2006.Anal isis dan Perancangan Sistem Informasi
Berbasiskan Web (Studi Kasus: PT Fajar Buana Internasional. Jurnal sistem Informasi.
Hanan, Mack & Karp, Peter (1991) Customer Satisfaction: How to Maximize, Measure and
Market your company‘s Ultimate Product. New York: American Management Association.
Hasibuan, H. Melayu SP. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Keputusan Kepala Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Nomor Kep-
140/PP/2017
Tentang Cetak Biru Kementerian Keuangan Corporate University, BPPK, 2017
Lombardo, Michael M; Eichinger, Robert W (1996). The Career Architect Development
Planner (1st
ed.). Minneapolis: Lominger
Nawawi , H, 1995. Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Martyn F. Rademakers, 2013, Corporate University Merancang, Membangun Mengelola
Organisasi Pembelajar, PPM Manajemen, Jakarta
PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
Permenpan No. 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara.
UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
171
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Inovasi
172
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
oleh
Baban Sobandi
(Widyaiswara Madya, Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I LAN
Jatinangor,
HP: 08122262733, e-mail: babansobanfi@gmail.com
173
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Inovasi merupakan salah satu faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Oleh
karena itu, setiap negara berupaya terus melakukan inovasi pada berbagai bidang.
Hasilnya, beberapa negara berhasil mencapai perkembangan inovasi yang luar biasa,
dengan indikator Indeks Inovasi Global yang baik. Indonesia telah berupaya melakukan
berbagai upaya dalam mendorong inovasi, namun hasilnya masih belum sesuai
harapan. Pada Tahun 2017, Indonesia memiliki Indeks Inovasi Global sebesar 30,1
atau peringkat ke 87 menurut Global Innovation Indeks (2017), di bawah Philipina yang
memiliki peringkat 73, Brunei peringkat 69, Thailand peringkat 51, Vietnam peringkat
47, Malaysia peringkat 37, dan Singapura peringkat 7. Hal ini semestinya menjadi
pemicu bagi Indonesia untuk terus meningkatkan inovasi pada berbagai sektor, tak
terkecuali Sektor Birokrasi.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendorong Sektor
Birokrasi untuk melakukan inovasi. Harapannya, jika inovasi Sektor Pemerintah
berkembang, maka pelayanan akan semakin baik, semakin efisien, dan Sektor Swasta
akan terpacu untuk melakukan inovasi. Beberapa Kebijakan tersebut antara lain:
Dimasukkannya Inovasi Daerah dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, diwajibkannya peserta Pelatihan Kepemimpinan melakukan
inovasi sebagai produk pembelajaran (learning product), dan Program Pengembangan
Laboratorium Inovasi oleh Lembaga Administrasi Negara. Selain itu, Pemerintah
melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kemenpan dan RB) serta Kementrian Dalam Negeri (Kemendgri) secara rutin
menyelenggarakan penilaian terhadap inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
ataupun Instansi Pusat.
Hasil dari berbagai kebijakan tersebut, perkembangan inovasi Sektor Pemerintah
mengalami perkembangan yang cukup meyakinkan, khsusnya sejak 4 (empat) tahun
terakhir. Meskipun demikian, masih terdapat faktor yang diduga menjadi kendala,
terutama masalah pola fikir birokrat dan komitmen birokrat terhadap perlunya
pengembangan inovasi. Atas dasar hal tersebut, penelitian ini bermaksud untuk
menganalisis variable komitmen dan pola fikir birokrat terhadap pengembangan inovasi.
Adapun rumusan masalahnya adalah: ―Bagaimanakah komitmen dan pola fikir birokrat
terhadap pengembangan inovasi di Indonesia?‖.
KAJIAN LITERATUR
1. Pengaruh Komitmen Terhadap Pengembangan Inovasi
Komitmen organisasi memiliki peran penting dalam studi perilaku organisasi.
Dalam hal ini, komitmen didefinisikan sebagai kesetiaan pegawai kepada organisasi
untuk mengerahkan daya dan upayanya atas nama organisasi dalam rangka mencapai
tujuan organisasi (Sinclair et al, 2005; Meyer et al, 2002; dalam Salih Yeşil, Fikret
Sözbilir, İbrahim Akben, 2012). Inovasi hanya bisa diwujudkan ketika semua komponen
organisasi yang terkait memiliki komitmen untuk pengembangan inovasi tersebut
(Trisno Sakti, 2015).
174
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
175
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
terhadap usaha; Belajar dari kritik; Menemukan pelajaran dan mendapatkan inspirasi
dari kesuksesan.
Pola Pikir Tetap (Fixed mindset) didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas
seseorang sudah ditetapkan dengan inteligensi tertentu, kepribadian tertentu, dan
karakter moral tertentu. Ciri-ciri orang dengan Pola Fikir Tetap (fixed mindset) antara
lain: Memilliki keyakinan bahwa inteligensi, bakat, sifat adalah sebagai fungsi
hereditas/keturunan; Mengubah adanya tantangan; Mudah menyerah; Menganggap
usaha tidak ada gunanya; Mengabaikan kritik; Merasa terancam dengan kesuksesan
orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa growth mindset dan fixed
mindset dapat dibedakan melalui keyakinan (belief) terhadap inteligensi, bakat dan
sifat; Pengambilan resiko terhadap tantangan; Pensikapan terhadap halangan dan
rintangan; Usaha yang dilakukan; Penerimaan terhadap kritik dan saran; Serta
kemauan menemukan pelajaran dan inspirasi dari pengelaman orang lain.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola fikir. Penelitian yang dilakukan
Rima Permata Sari, Holilulloh, Hermi Yanzi (2015) menunjukkan terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi pola fikir seseorang antara lain lingkungan keluarga,
pendidikan masyarakat, sistem kepercayaan masyarakat, pergaulan dengan
masyarakat, kualitas hidup pribadi dan kualitas hidup bermasyarakat.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Maria Bella dan Maichal (2018)
menghasilkan kesimpulan bahwa mindset berpengaruh secara signifikan terhadap
kepemimpinan, mindset berpengaruh secara signifikan terhadap nilai keluarga, dan
budaya organisasi perusahaan keluarga dapat dibentuk oleh mindset pemimpin yang
tercerminkan melalui nilai keluarga yang diyakini dan ditanamkan di dalam perusahaan.
Temuan ini menegaskan pentingnya mindset untuk mencapai keberhasilan suatu
usaha, termasuk dalam pengembangan inovasi organisasi.
3. Definisi Operasional Variabel
Atas dasar hasil kajian literatur tersebut, definisi operasional variable penelitian
ini adalah sebagai berikut:
176
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODOLOGI
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kuantitatif dengan
Pendekatan Eksplanatif. Metode kuantitatif merupakan suatu metode penelitian
deduktif, yaitu penelitian yang diawali dengan hal-hal yang umum (teori), kemudian
diterapkan dalam konteks yang khusus (konteks Birokrasi di Indonesia).
2. Hipotesis
Dengan mengacu kepada teori dan hasil kajian sebelumnya yang dikemukakan
pada bagian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Tida ada perbedaan pola fikir antara birokrat pusat dengan birokrat daerah terhadap
pengembangan inovasi
Terdapat perbedaan pola fikir antara birokrat pusat dengan birokrat daerah terhadap
pengembangan inovasi.
177
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dimana:
Adapun kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan 95% (α = 5%) untuk uji dua
pihak sebagai berikut:
N Z21-/2 P (1-P)
n = -------------------------------
(N-1) d2 + Z21-/2 P (1-P)
Dalam hal jumlah populasi sangat besar sehingga (N-n)/(N-1) mendekati 1 maka
rumus jumlah sampel sebagai berikut:
Z21-/2 P (1-P)
n = --------------------
d2
Dimana Z adalah nilai baku, p adalah proporsi sukses (proporsi biorokrat yang
memiliki pola fikir berkembang, atau proporsi Pimpinan Tinggi Pratama yang memiliki
komitmen aktif/pasif), N adalah jumlah populasi (jumlah birokrat di Indonesia), n adalah
jumlah sampel, dan d adalah tingkat kesalahan (error) yang ditoleransi.
Hasil perhitungan -- dengan asumsi tidak ada perbedaan antara pola fikir birokrat
pusat dan birokrat daerah (p=50%), dan error yang ditoleransi maksimal sebesar 10% --
diperoleh jumlah sampel minimum sebanyak 96,04 dibulatkan menjadi 97. Dalam
penelitian ini diambil sampel sebanyak 98 orang. Khusus untuk menguji komitmen
Pimpinan Tinggi Pratama, jumlah sampel yang diambil hanya 24 orang.
178
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PEMBAHASAN
1. Analisis Komitmen Pimpinan
Untuk menganalisis komitmen pimpinan terhadap pengembangan inovasi
dilakukan survey terhadap 24 Pimpinan Tinggi Pratama (Instansi Pusat dan Organisasi
Perangkat Daerah). Dari 24 Pimpinan Tinggi Pratama tersebut, 100% memiliki
komitmen pasif dengan indikator sangat mendukung, sangat mendorong, memberi
apresiasi, dan memberi inspirasi dalam rangka pengembangan inovasi.
Sementara itu, jumlah Pimpinan Tinggi Pratama yang menindaklanjuti komitmen
pasif menjadi komitmen aktif berupa road map inovasi, mengintegrasikan inovasi ke
dalam RENSTRA, mengintegrasikan inovasi ke dalam RENJA, menindaklanjuti proyek
perubahan diklat kepemimpinan, membentuk tim inovasi pada unit kerja, dan
menganggarkan inovasi selama 3 (tiga) tahun terakhir, belum mencapai 100%,
sebagaimana nampak pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1
Komitmen AKTIF Pimpinan Instansi/ OPD Terhadap Inovasi
Indikator Komitmen Jumlah Jumlah Pimpinan Prosentase
AKTIF Pimpinan Tinggi Tinggi Pratama Pimpinan
Pratama Yang Yang Tidak Tinggi Pratama
Memiliki Memiliki Yang Memiliki
Komitmen Komitmen AKTIF Komitmen
AKTIF AKTIF
179
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
180
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
(n=29) (n = 69)
Jumlah % Jumlah %
181
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Akses Pimpinan Tinggi Pratama di Daerah yang lebih mudah kepada Pimpinan
Puncak (Bupati/ Walikota/ Gubernur) dibandingkan Pimpinan Tinggi Pratama Instansi
Pusat kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga, menyebabkan pola fikir birokrat daerah
lebih berkembang dibandingkan birokrat Instansi Pusat.
182
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
183
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Tulisan ini merupakan respon atas urgenitas fakta tentang kebutuhan infrastruktur
pembelajaran berupa Co-Learning Space di lembaga pendidikan dan pelatihan milik
pemerintah. Dikaji dengan pendekatan kualitatif – interpretif dan penghimpunan data
melalui desk research (Studi Kepustakaan), tulisan ini berupaya menelisik kedalaman
tentang pentingnya ketersediaan Co-Learning Space yang mengadopsi tren konsep Co-
Working Space ala perkantoran swasta dan Co-Learning Space yang telah ada di
perpustakaan – perpustakaan modern di berbagai universitas terkemuka. Hal ini
dikarenakan kebutuhan akan kelas – kelas belajar yang nyaman, integratif dan
akomodatif, menjadi aspek realitas yang mutlak harus dipenuhi. Tidak hanya
memfasilitasi manusianya (peserta dan fasilitator), tetapi juga ragam manifestasi
metode pembelajaran yang kreatif sekaligus menisbatkan lembaga pendidikan dan
pelatihan sebagai Creative Hub (pusat kreativitas), sebuah model yang berupaya
mendobrak pakem – pakem kelas belajar aparatur yang terbiasa kaku, kuno &
birokratis, namun tidak mengurangi aspek formalitas. Di akhir, Penulis
merekomendasikan 2 (dua) hal, yaitu (1) Co-Learning Space menjadi prasyarat sarana
prasarana wajib bagi sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan milik pemerintah dan
(2) Pembaruan metode pembelajaran dalam pelatihan dan pengembangan kompetensi
bagi fasilitator yang adaptif dengan konsep yang diusung Co-learning Space.
184
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Perubahan paradigma pembelajaran, baik untuk konteks siswa didik di sekolah maupun
peserta pendidikan, pelatihan, pengembangan kompetensi dan sejenisnya adalah
sebuah keniscayaan. Aparatur pemerintah sebagai obyek tersebut, tidak bisa lagi
dipandang sebagai pusat produksi hasil belajar secara individual. Demikian juga
lembaga pendidikan dan pelatihan pemerintah, tidak bisa lagi sekedar menjadi event
organizer bagi terselenggaranya sebuah pendidikan dan pelatihan, meskipun sebaik
apapun kurikulum pembelajaran yang telah disusun.
Rutinitas pembelajaran aparatur pemerintah harus berubah secara lebih komprehensif.
Ruang belajar dengan fasilitas standar, fasilitator dengan metode ajar yang
menjemukan, dan kurikulum pembelajaran yang terpaku pada dominasi tatap muka,
menjadi alasan utama perlunya sebuah pembaruan pembelajaran melalui pembiasaan
untuk memanfaatkan model pembelajaran yang sebenarnya bukan hal baru, yaitu
cooperative learning (Co-Learning). Melalui titik ini, lembaga pendidikan dan pelatihan
dan atau pengembangan sumber daya manusia milik pemerintah harus bertumbuh
menjadi pusat-pusat kreativitas (creative hub) dengan menyediakan ruang-ruang
belajar yang mampu mengakomodasi kebutuhan pembelajaran yang berubah secara
orientasi dan tujuan, agar mampu mencetak prestasi peserta yang unggul, sekaligus
meningkatkan reputasi lembaga itu sendiri sebagai center of exellences tulen.
Tulisan ini dapat dicermati mulai dari kajian literatur terkait Co-Learning Space,
Pembaruan Pembelajaran dan creative hub. Menggunakan metode yang relevan dan
akademik, dibahas dengan sistematis terkait analisis tentang Co-Learning Space
sebagai Pembaruan lingkungan Belajar; Script Think dan Creative Hub dan Holistisitas
Pembelajaran Aparatur. Kesimpulan dan saran (rekomendasi) melengkapi karya tulis
ini.
KAJIAN LITERATUR
Co-Learning dalam hal ini Cooperative Learning, merupakan suatu model pembelajaran
yang menempatkan peserta didik belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki
tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota
saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran
(Widiasworo, 2018:161). Didukung oleh pernyataan Jacobs, et.al (2004) bahwa
Cooperative Learning merupakan suatu prinsip dan teknik untuk membantu peserta
didik bekerja bersama lebih efektif. Kedua pendapat tersebut relevan untuk
mengkonstruksi definisi yang lebih mendekati untuk memahami Co-Learning Space,
yaitu sebuah strategi baru untuk memfasilitasi pembelajaran dan mengakomodasi
beragam kebutuhan dari peserta didik dengan memikirkan kembali segi manfaat,
desain dan lokus dari ruang pembelajaran (Brown, 2014).
Pembaruan dalam konteks inovasi, merupakan suatu ide, produk, informasi teknologi,
kelembagaan, perilaku, nilai-nilai dan praktik-praktik baru yang belum banyak diketahui,
diterima dan digunakan atau diterapkan, yang dapat digunakan untuk mendorong
terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan (Ahmed dan Sheperd,
dalam Sukmadi, 2016:30). Hal tersebut difokuskan oleh Robbins (ibid) pada 3 (tiga) hal
185
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
utama, yaitu Gagasan baru, Produk Jasa dan Upaya perbaikan (penyempurnaan dan
improvisasi hingga dirasakan manfaat inovasi). Kedua pernyataan tersebut dikuatkan
oleh Sawyer (2007:25) yang menyatakan bahwa munculnya sebuah inovasi
(pembaruan) datang dari bawah, tak terprediksi dan melalui sebuah improvisasi, dan
hal ini sering terjadi setelah inovasi itu terealisasi nyata.
Terkait Pembelajaran, Hamalik dalam Rusman,dkk (2012:16) mengemukakan bahwa
Pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Hal ini selaras dengan pendapat Sudjana (ibid) yang menyatakan bahwa
Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk
menciptakan agar terjadi interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu peserta didik (warga
belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan pembelajaran.
Mengerucut pada konteks Pembaruan Pembelajaran, harapan untuk peserta lebih
kreatif, inovatif dan produktif, harus disesuaikan pada perubahan paradigma dalam
wujud pembaruan pembelajaran, dari orientasi pembelajaran teacher centered beralih
pada student centered; metodologi semula didominasi oleh ekspositori berganti ke
partisipatori; dan pendekatan tekstual ke arah kontekstual. Semua perubahan/
pembaruan tersebut mengarah pada upaya memperbaiki mutu pendidikan (Al-Tabany,
2015:11).
Pada akhirnya, konteks Creative Hub dalam artian Pusat - Pusat Kreativitas,
menekankan pada sebuah tempat, baik fisik maupun virtual, yang didalamnya terdapat
orang-orang kreatif (peserta) untuk bersama (berinteraksi), dengan menyediakan lokus
dan dukungan kerjasama dengan menggabungkan kreativitas, inovasi, pengetahuan
dan lain-lain (Dovey, et.al, 2016).
METODE
Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif interpretif yang berangkat dari upaya
untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang
didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti (Neuman, 1997:68).
Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak kaku) yang melekat pada sistem
makna dalam pendekatan dimaksud. Fakta-fakta tidaklah imparsial, obyektif dan netral.
Fakta merupakan tindakan yang spesifik dan kontekstual yang bergantung pada
pemaknaan sebagian orang dalam situasi sosial.Interpretif menyatakan situasi sosial
mengandung ambiguisitas yang besar (ibid, 1997: 72). Dalam menghimpun data,
metode yang digunakan adalah desk research, yakni studi kepustakaan yang dilakukan
untuk mengembangkan aspek teoritis maupun manfaat praktis, mencari dasar pijakan /
fondasi untuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan
menentukan dugaan sementara.
ANALISIS/ PEMBAHASAN
Hasil interpretasi kualitatif dari kajian literatur, fakta dan kebutuhan pembaruan
pembelajaran bagi aparatur, dapat dianalisis relevansi antara Co-Learning Space
dengan model pemikiran Script Think, yang berupaya menekankan pentingnya
186
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
187
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kata kunci untuk memahami, sekali lagi, inovasi adalah mewujudnyatakan sebuah
jejaring kolaborasi, yang sangat penting daripada sebuah sekumpulan orang-orang
kreatif. Tentu sekumpulan orang kreatif tersebut mampu memainkan peran penting
sebagai elemen aktif dari sebuah jejaring kolaborasi. Hal tersebut dapat didukung oleh
model pemikiran Script Think, yaitu kemampuan nalar pikir individu maupun kelompok
(groups) untuk secara konsisten mampu menyadarikegagalan untuk selanjutnya
direalisasikan melalui improvisasi – improvisasi penting melalui kerjasama dan
kolaborasi (Sawyer, 2007 : 24). Contoh, Honda, perusahaan otomotif dari Jepang,
mampu masuk ke dalam pasar motor di Amerika Serikat sebagai salah satu cerita
improvisasi inovasi tersukses yang pernah ada, mendampingi British Companies dalam
menyaingi Harley Davidson sebagai pemain utama.
Sudarma (2016: 17-18) membagi kreativitas dalam 4 aspek, yaitu pertama, kreativitas
dimaknai sebagai sebuah kekuatan (power) yang ada dalam diri individu. Kedua,
kreativitas dimaknai sebagai sebuah proses mengelola informasi, melakukan sesuatu
atau membuat sesuatu. Kreativitas menghasilkan sesuatu yang baru, gagasan baru
atau bentuk yang baru. Ketiga, kreativitas adalah sebuah produk. Penilaian orang lain,
terhadap kreativitas seseorang akan dikaitkan dengan produknya. Keempat, kreativitas
dimaknai sebagai person. Kreatif ini, tidak dialamatkan pada produknya, pada
prosesnya, atau pada energinya. Kreativitas dimaknakan pada individunya.
Akan tetapi, pada konteks dinamika pembelajaran saat ini, banyak tindakan dalam
jejaring kolaborasi dimana setiap titik – titik kreativitas harus dapat ditingkatkan secara
lebih luas dan terukur untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Individu harus
melebur dalam kelompok – kelompok. Slavson (1948: 76-77) mengemukakan, sebuah
kelompok harus tetap berada dalam alam kerjanya, untuk belajar dan mengajar,
menginisiasi informasi untuk meningkatkan pengetahuan faktual. Pengalaman kreatif
tidak mungkin terwujud dengan pergerakan pasif oleh pembelajar, namun harus
ditunjang dengan pergerakan verbal dari pengajar (fasilitator) dan organisasi yang
membawahi.
Maka dari itu, untuk merealisasikan seluruh potensi kreativitas yang dimiliki lembaga
pelatihan pemerintah, harus bergerak lebih luas dari sekedar mindset kreativitas ―biasa‖
kedalam kekuatan jejaring kolaborasi antar elemen lembaga yang teredukasi lebih
komprehensif. Sebuah Creative Hub tidak sekedar titik atau pusat, lebih dari itu,
creative hub memberikan daya ungkit bagi lembaga pelatihan pemerintah untuk
memampukan peserta didik termasuk lembaga itu sendiri untuk tumbuh sustainably
atau berkelanjutan dengan ketahanan (resiliensi) yang tangguh. Selain tumbuh menjadi
lembaga yang tangguh untuk mengelola pelatihan dan pengembangan manusia,
khususnya pada aparatur pemerintah, dengan bertransfromasi diri menjadi sebuah
creative hub, maka dengan sendirinya akan mampu membentuk sebuah ekosistem
kreatif sesuai kebutuhan lembaga itu sendiri.
188
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Komitmen lembaga pendidikan dan pelatihan dan atau pengembangan kompetensi
milik pemerintah yang mengelola pembelajaran aparatur dituntut lebih jika memiliki
kehendak murni dan positif untuk menerapkan Co-Learning Space sebagai pemenuh
kebutuhan pembelajaran yang inovatif sekaligus pusat penumbuhan kreativitas. Tidak
menuntut secara revolutif, dengan tahapan inkremental pun, sebuah lembaga
pendidikan dan pelatihan dan atau pengembangan kompetensi milik pemerintah
mampu mengadopsi model Co-Learning Space sebagai kelengkapan sarananya,
dengan fasilitas unggul yang memadai, mampu merubah wajah pelatihan atau
pengembangan kompetensi aparatur pemerintah lebih fresh, modern, equal, tepat
metode, dan simbol prestasi bagi lembaga itu sendiri.
SARAN
Terkait kesimpulan tersebut, penulis merekomendasikan 2 (dua) hal, yaitu: (1) Co-
Learning Space segera wajib menjadi prasyarat sarana prasarana wajib bagi sebuah
lembaga pendidikan dan pelatihan milik pemerintah untuk merespon dinamika yang
189
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
terus tumbuh dan (2) Pembaruan metode pembelajaran dalam pelatihan dan
pengembangan kompetensi bagi fasilitator yang adaptif dengan konsep yang diusung
oleh Co-learning Space. Dengan mampu menerapkan konsep menarik ini dengan tepat
dan dukungan penganggaran yang optimal, akan mampu diperoleh lembaga pendidikan
dan pelatihan pemerintah dengan reputasi tinggi.
Pustaka:
Al-Tabany. Trianto Ibnu Badar. 2015. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,
Progresif dan Kontekstual: Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum
2013 (Kurikulkum Tematik Integratif/TKI). Jakarta: Kencana.
Brown dan Long. 2014. Trends in Learning Space design. ReseachGate
Dovey, Jon, et.al. 2016. Creative Hubs: Understanding The New Economy. British
Council: City University of London
Jacobs, George. 2004. Cooperative Learning: Theory, Principles, And Techniques.
Researchgate
Rusman, dkk. 2012. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi:
Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Rajawali Press
Sawyer. R. Keith. 2007. Group Genious: The Creative Power of Collaboration.
Philadelphia: Basic Books
Slavson, S.R. 1948. Creative Group Education. New York: Association Press
Sudarma, Momon. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta: Rajawali
Press
Sukmadi. 2016. Inovasi dan Kewirausahaan. Bandung: Humaniora Utama Press
Widiasworo, Erwin. 2018. Strategi Pembelajaran Edutaintment Berbasis Karakter.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
190
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Faizal
(Widyaiswara Ahli Madya, LPMP Prov. Sulawesi Tengah Jl. Dr.Sutomo No.4 Palu,
HP: 081341159357, Email: faizal159357@gmail.com)
191
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pasal 3 huruf
d menyatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip yang salah satunya adalah mempunyai kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas, sedangakan dalam pasal 70 menyatakan sebagai upaya
mengembangkan kompetensi bagi ASN tersebut, dapat dilakukan salah satunya melalui
kegiatan pendidikan dan pelatihan (Diklat). Sedangkan menurut PP No. 11 tahun 2017
pasal 203 (4) menjelaskan bahwa Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam
pelajaran dalam 1 (satu) tahun.
Kegiatan Diklat yang diselenggarakan oleh Lembaga Penjaminan Pendidikan
(LPMP) Sulawesi Tengah menyangkut Diklat fungsional dan diklat teknis pada pendidik
dan Tenaga Kependidikan. Kegiatan tersebut memiliki tujuan dan manfaat sesuai
dengan karakteristik substansi materi, dan peserta yang terlibat dengan harapan: 1)
peningkatan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap; 2) Peningkatan
motivasi dan kinerja; 3) Teraktualisasinya hasil diklat di tempat tugas; dan 4) Monev
Diklat terlaksana secara komprehensif. Namun fakta empirik menunjukkan, bahwa; 1)
Kegiatan Diklat belum dievaluasi secara komprehensif; 2) Monev Diklat masih sangat
terbatas pada pelaksanaan dan fasilitator; 3) Evaluasi peserta terbatas pada
kompetensi pengetahuan; 4) fasilitas sarana dan prsarana yang belum memadai; 5)
evaluasi dampak diklat belum dilaksanakan; 6) kompetensi nara sumber yang belum
memadai; dan 7) media yang digunakan belum memadai.
Berdasarkan fakta tersebut, maka permasalahan yang mendasar yang perlu
pemecahan adalah perlunya pelaksanaan Monev Diklat secara komprehensif. hal ini
disebabkan karena, 1) pemahaman terhadap model evaluasi belum memadai; 2)
Kurangnya pilihan model evaluasi yang di gunakan; 3) Instrumen yang belum tersedia;
4) Petugas monitoring yang belum terlatih; dan 5) Hasil Monev belum di tindak lanjuti.
Faktor penyebab tersebut perlu dicarikan alternatif solusi pemecahan sehingga
diharapkan semua permasalahan Monev dapat dilaksanakan dan ditindaklanjuti untuk
pengambilan keputusan. Alternatif solusi pemecahaan yang sangat mendesak terkait
dengan permasalahan tersebut, yaitu pelaksanaan evaluasi dan monitoring diklat
menggunakan model kirkpatrick. Sebenarnya banyak metode evaluasi pengukuran
yang dapat digunakan saat ini, semuanya bertujuan untuk melaporkan keberhasilan
program diklat dan program perbaikan kinerja.
Menurut Badu Q.S (2012;107) menyatakan bahwa Berbagai model evaluasi yang
telah dikembangkan dan sangat populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau
pedoman kerja dalam pelaksanaan evaluasi program pembelajaran diantaranya 1)
Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model, 2) Evaluasi Model CIPP (Context, Input,
Prosess, and Product), dan 3) Evaluasi Model Stake (Model Couintenance). Dari empat
model ini masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Dalam penelitian ini lebih
difokuskan pada Evaluasi Model Kirkpatrick.
Model Kirkpatrick merupakan model evaluasi pelatihan yang memiliki kelebihan
karena sifatnya yang menyeluruh, sederhana, dan dapat diterapkan dalam berbagai
situasi pelatihan. Menyeluruh dalam artian model evaluasi ini mampu menjangkau
semua sisi dari suatu program pelatihan. Dikatakan sederhana karena model ini
memiliki alur logika yang sederhana dan mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas
192
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dan tidak berbelit-belit. Sementara dari sisi penggunaan, model ini bisa digunakan
untuk mengevaluasi berbagai macam jenis pelatihan dengan berbagai macam situasi,
dalam Rukmi, Dkk (2014:132).
LPMP sebagai penyelenggara program Diklat juga melaksanakan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan hasil program secara kontinyu. Melaksanakan tugas
pemantauan dan evaluasi diperlukan suatu model evaluasi yang mampu menilai
kualitas dan efektifitas penyelanggaran. Permasalahan mendasar yang perlu dijelaskan
dalam konteks Monev Diklat sebagai alternatif solusi pemecahan masalah adalah
bagaimana pelaksanaan Monev Diklat model kirkpatrick di LPMP?.
KAJIAN LITERATUR
A. Konsep Monitoring dan Evaluasi Diklat
Monev adalah dua kata yang memiliki aspek kegiatan yang berbeda, yaitu
kata Monitoring dan Evaluasi. Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui
apakah program yang telah dibuat berjalan dengan baik sesuai dengan yang
direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaimana para pelaksana program
itu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring terhadap hasil perencanaan yang sedang
dilaksanakan menjadi alat pengendalian yang baik terhadap seluruh proses
implementasi. ―Monitoring lebih menekankan pada pemantauan terhadap proses
pelaksanaan‖ (LPPKS. 2013;11)
Evaluasi merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring,
karena kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan
monitoring. Evaluasi diarahkan untuk mengendalikan dan mengontrol ketercapaian
tujuan. Evaluasi berhubungan dengan hasil informasi tentang nilai serta memberikan
gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah evaluasi ini berdekatan dengan
penafsiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi dapat menjawab pertanyaan ―Apa
pebedaan yang dibuat?‖ (William N Dunn: 2000).
Evaluasi memiliki tujuan yang berbeda dengan monitoring. Tujuan evaluasi
terhadap suatu program/kegiatan, seperti yang dijelaskan oleh Kirkpatrik (1994), adalah
sebagai berikut: (1) Untuk menilai keefektifan program; (2) Untuk menunjukkan atau
melihat dampak; (3) Untuk memperkuat atau meningkatkan akuntabilitas; (4) Untuk
medapatkan masukan terhadap pengambilan keputusan apakah pelaksanaan program
Diklat yang telah dilaksanakan sudah cukup baik, atau perlu adanya inovasi dan revisi
dalam pelaksanaan program diklat tahun berikutnya.
193
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
194
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
mengetahui respon peserta pada hari tertentu terhadap pelaksanaan kegiatan. Hari
pertama peserta belum diminta untuk mengisi instrumen smiley face. Hal ini dilandasi
pertimbangan bahwa materi diklat hari pertama, terkait dengan tindakan Dinamika
kelompok disajikan di dalam dan di luar kelas (outbond) secara bergantian. Peserta
lebih banyak beraktivitas dengan kegiatan-kegiatan permainan yang memiliki muatan
belajar kekompakan tim. Hari pertama Tim fasilitator mengamati peserta diklat sangat
antusias, riang dan gembira. Atas pertimbangan ini, maka pada hari pertama peserta
tidak diminta mengisi instrumen smiley face, tetapi cukup pada hari kedua dan
seterusnya. Hasil instrumen di rekap dan dihitung dengan porsentasi (2) Bull Eye.
Instrumen Bull Eye digunakan pada setiap hari diakhir sesi pembelajaran. Pengolahan
data dilakukan dengan melihat kecenderungan jumlah titik pada setiap aspek, semakin
mendekati pusat menunjukan hal yang positif ( sangat baik, baik, cukup, kurang). Jika di
temukan titik jauh dari pusat lingkaran harus menjadi perhatian penyelenggara dan
fasilitator pada hari berikutnya. Hasil analisa data digunakan sebagai umpan balik
kepada penyelenggara dan fasilitator agar pelatihan sesuai dengan kebutuhan peserta.
Hasil instrumen di rekap dan dihitung dengan porsentase.
195
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dengan instrumen kuisioner atau wawancara pada peserta diklat, atas langsung peserta,
bawahan langsung dan pihak yang sering terlibat dan mengamati langsung dengan
peserta. Evaluasi level ini dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memastikan bahwa
peserta tetap dalam perilaku yang sesuai dengan tujuan diklat. Analisis yang digunakan
dengan mereduksi data hasil dan melakukan interpretasi serta menyimpulkan secara
deskripsi sebagai hasil survey. Kemudian dilakukan rekapitulasi dengan perhitungan
porsentase.
METODE PENULISAN
Metode penulisan adalah Tinjauan Pustaka (Literatur) yang mengungkap secara
teoritik berkenaan dengan pelaksanaan dan penerapan monev Diklat model Kirkpatrick
dan dibahas secara deskriptif berdasarakan fakta emprik dari implementasi di LPMP.
PEMBAHASAN
A. Monitoring dan Evaluasi Program Pelatihan
Kegiatan Monev Pelatihan dan Bimtek di LPMP dilakukan berdasarkan salah satu
tugas pokok LPMP, yaitu melakukan supervisi dan evaluasi di kegiatan pendidikan dan
pelatihan/Bimtek dan atau kegiatan lainnya. Pedoman dalam melaksanakan kegiatan
supervisi, monitoring dan evaluasi di lakukan dengan beberapa cara, yaitu; (1)
Diturunkan dari tim pengembang dari kemdikbud; (2) Adaptasi dari model –model
evaluasi Diklat; (3) Disusun sendiri oleh tim yang ditunjuk oleh pejabat LPMP; dan (4)
Kombinasi antara (1), (2)dan (3) maksudnya semua instrumen yang di miliki digunakan
untuk saling melengkapi. Hal ini sesuai dengan langkah-langkah implementasi Monev
model Kirkpatrick. Kegiatan Monev yang di laksanakan di LPMP tertuang Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKAKL) terdiri dari 3 jenis kegiatan
Monev, yaitu: (1) Monev penyelenggaran diklat/bimtek; (2) Evaluasi kompetensi peserta
diklat/bimtek (pre-tes dan post- tes); (3) Evaluasi widyaiswara/narasumber/instruktur;
dan (4) evaluasi pasca Diklat/Bimtek.
196
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Pelaksanaan Monev Diklat di LPMP mencakup evaluasi level 1 reaction, level 2
learning, level 3 behavior, dan level 4 result. Monev program diklat dikembangkan
sesuai dengan langkah-langkah implementasi Monev model Kirkpatrick. MEPP dan
Bimtek sejalan dengan model Kirkpatrick. Model instrumen yang digunakan adalah
model Smile face, Bull Eye, dan kuisioner. Juga dilakukan sesuai dengan evaluasi di
level 1 Reaction. Kegiatan MEKPP sejalan dengan model Kirkpatrick dengan instrumen
yang bisa digunakan adalah tes tertulis dan tes kinerja. Selain itu, Kirkpatrick
menyarankan penggunaan kelompok pembanding sebagai referensi efek pelatihan
terhadap peserta, namun LPMP belum menggunakan kelompok pembanding. Kegiatan
MEPD yang dilakukan, secara umum belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik
pelaksanaan evaluasi di level 3 dan level 4. Namun ada perbedaan yang mendasar
yang dilakukan di LPMP yaitu, MEPD dalam bentuk Pendampingan dan supervisi.
Kegiatan pendampingan dan supervisi dilakukan setelah peserta mengikuti
Diklat/Bimtek (IN), dalam kurun waktu 3 sd 4 minggu kemudian dilakukan
197
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pendampingan dan supervisi (ON) ditempat kerja masing-masing peserta, hal ini sesuai
model Kirkpatrick.
Pelaksanaan Monev Diklat lebih dominan dilakukan pada Monev program, Monev
penyelenggaraan, dan Monev kompetensi peserta. sedangkan yang jarang dilakukan
adalah Monev pasca Diklat. Evaluasi program diklat juga tidak hanya dilakukan di akhir
kegiatan, namun dilakukan selama proses kegiatan dan juga di evaluasi setelah
kegiatan.
REKOMENDASI
Penyelenggara perlu menyiapkan instrumen yang lengkap sesuai kebutuhan setiap
tahap model Kirkpatrick,bila perlu dalam bentuk aplikasi. Penyelenggara juga perlu
menyiapkan analisis data melalui aplikasi khusus untuk kemudahan dan mempercepat
dalam menyimpulkan serta tindak lanjut.
Evaluasi model Kirkpatrick dapat di pilih sesuai kebutuhan dan anggaran yang
tersedia. Kegiatan monev program Diklat juga dapat dijadikan acuan bagi pihak
penyelenggara diklat termasuk LPMP dalam menentukan model monev. Penggunaan
monev diklat model kirckpatrick dengan empat level memiliki keunggulan pada aspek
kemudahan, kejelasan, kesederhanaan, dan kelengkapan, namun perlu kecermatan
dan ketelatenan dalam menggunakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Badu,Q.S. (2012) Implementasi Evaluasi Model Kirkpatrick .Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan edisi Dies Natalis Ke 48 UNY. Diambil tanggal 20 November
2018, dari https://www.google.com/search?q=evaluasi+model+kirkpatrick&ie=utf-
8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab
LPPKS. Surakarta, 2012. Modul model Kirk Patrick (Model Evaluasi Pelatihan) bahan
workshop Persiapan Monitoring dan Evaluasi Piloting Tingkat Nasional
dilaksanakan di solo tanggal 28 Nopember s.d 1 Desember 2012 Lembaga
Pengembangan dan Pemberdayaan kepala Sekolah (LPPKS), Surakarta.
Kirkpatrick, D. L. (1994). Evaluating Training Programs. San Francisco: Berrett-Koehler
Publishers, Inc.
Kirkpatrick, D. L. (1998). Evalaution Training Programs: The Four Level. Second
Edition. San Fransisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc Naugle. (2000).
Kirkpatrick & rsquo;s Evaluation Model as A Mean of Evaluation Teacher Performance.
Diambil tanggal 2 November 2018, dari http://www.coe.wayne.edu/eval/pdf
Kruse, Kevin. (2000). Technology-based Training: The Art and Science of Design,
Development and Delivery. Jossey-Bass Publish.
McDavid & Hawthorm. (2006). Program Evaluation & Performance Measurement An
Introduction to Practice. SAGE Publications.
PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Menejemen PNS. Diambil tanggal 20 November 2018
dari https://bpptik.kominfo.go.id/download/pp-no-11-tahun-2017-tentang-
manajemen-pegawai-negeri-sipil/
Purwanto dan Atwi Suparman. (1999). Evaluasi Program Diklat, Jakarta. Sekolah
Tinggi Ilmu Administrasi LAN.
Ridwan. 2003. Dasar-Dasar Statistika, Bandung.Alfabeta Bandung
198
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Rukmi, S.H. Dkk, (2014) Evaluasi Training dengan Menggunakan Model Kirkpatrick.
National Industrial Engineering Conference. Diambil tanggal 20 November 2018,
http://lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2014/03/131138-Bareng-Bu-Vira.pdf
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Aparatur Sipil Negara. Diambil tanggal
20 November 2018. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU5-
2014AparaturSipilNegara.pdf
William N. Dunn, (2003), Pengantar Analisis Kebijakan Publik (terjemahan),
Yogyakarta, Gajahmada University press.
199
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Saudahwati
200
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan asset yang sangat berharga, berbagai upaya
peningkatan dan pengembangan terus dilakukan, berbagai lembaga diklat dan pihak
yang terkait terlibat dalam rangka meningkatan kapasitas Aparatur Sipil Negara agar
dapat mengelola sumber daya secara optimal.
Tujuan pelatihan dasar calon pegawai negeri sipil (CPNS) adalah membentuk PNS
profesional yang berkarakter sebagai pelayan masyarakat.
Salah satu upaya dilakukan melalui penyelenggaraan Pelatihan Dasar bagi calon
pegawai negeri sipil, memadukan pembelajaran klasikal dan non klasikal ditempat
pelatihan dan ditempat kerja menjadi laporan Aktualisasi.Laporan aktualisasi tersebut
apabila di Implementasi dan dihabituasi menjadi sebuah Inovasi.
Menindak lanjuti dari hasil penelitian kepada peserta diklat PIM IV tahun 2016 bahwa
dari 17 (tujuh belas) orang hanya 6 (enam) orang atau sebesar 33,33% yang
mengimplementasi proyek perubahan setelah peserta kembali ke instansinya masing-
masing.
Keterlibatan penulis sebagai pengampu mata diklat pelayanan publik, pengalaman,
hasil observasi dan coaching terhadap peserta Pelatihan Dasar Golongan II dan III
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di Pemerintah Provinsi
Bangka Belitung tahun 2018.
Peserta Pelatihan Dasar adalah orang-orang yang terpilih dan berprestasi memiliki
potensi, kapasitas yang mumpuni, memiliki nilai-nilai, sikap dan perilaku yang baik
merupakan asset yang berharga,saat ini disebut dengan generasi melinial.
Generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan
komunikasi, media, dan teknologi digital. Potensi, kapasitas serta nilai-nilai karakter
tersebut dapat dikembangkan secara optimal salah satu faktor utama adalah
lingkungan yang kondusif maka perlu dikembangkan melalui‖ Pendampingan dan
evaluasi pasca Pelatihan Dasar terhadap aktualisasi setelah peserta kembali ke
instansinya masing-masing.
KAJIAN LITERATUR
Literatur mengenai pendampingan atau lebih dikenal dengn istilah
mentorship.Mentorship berasal dari kata mentor (KBBI) memiliki makna pembimbing
atau pengasuh.
Marilyn Atkinson pendiri Erikson Coaching International menjelaskan mentor adalah
seorang ahli yang memberikan hal-hal bijak dan membimbing berdasarkan pengalaman
sendiri, mentor dapat menasehati, melakukan konseling, hubungan yang berkelanjutan
untuk jangka waktu yang panjang, fokus pada karir dan pengembangan pribadi.
Berdasarkan penjelasn diatas artinya mentor dapat sekaligus melakukan evaluasi
terhadap kegiatan aktualisasi bagi peserta diklat.
Menurut (maliki, 2016:10) evaluasi program pasca diklat adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara teratur dan sistematis,untuk mengetahui tingkat penerapan hasil
diklat oleh peserta dan peningkatan kinerja peserta serta organisasi yang dimulai dari
pengembangan instrumen, pengumpulan dan analisis data serta penafsiran temuan
dengan tujuan untuk memperoleh umpan balik dan mengetahui efektivitas diklat yang
dilaksanakan.
201
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tujuan dari Pelatihan Dasar bagi calon pegawai negeri sipil adalah membentuk
karakter, sikap dan perilaku yang mengedepankan nilai-nilai dasar pns dan
pengetahuan tentang kedudukan dan peran pns dalam NKRI sertamengusai bidang
tugasnya sehingga mampu melaksanakan tugas dan per an secara profesional sebagai
pelayan masyarakat.
Inovasi menurut (LAN, 2014) proses memikirkan dan mengimplementasikan suatu
gagasan yang memiliki unsur kebaruan dan kebermanfaatan.
Sebagai contoh sederhana aktualisasi yang dibuat oleh peserta pendidikan dan
pelatihan dasar adalah ―Peningkatan pelayanan pembuatan paspor pada seksi
lantaskim melalui sosialisasi dan edukasi dalam penggunaan aflikasi antrian paspor
online dan pengisian formulir kelengkapan paspor‖
Peserta ini memberikan suatu solusi terhadap proses pembuatan paspor tentang
kepastian quota pelayanan, waktu pelayanan, syarat yang harus dipenuhi, kepastian
biaya sehingga kepastian layanan kepada masyarakat lebih cepat dan tepat dan
transfaran.
Menurut (Utomo, 2017:36) salah satu faktor pembentuk budaya inovasi adalah
sikap.Sikap adalah cara pandang kita terhadap sesuatu hal,misalnya bagaimana kita
memberi makna terhadap tugas dan tanggung jawab dalam organisasi,menghargai
sebuah usaha dan kerja keras dari orang lain.
Karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku,
budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya.Gene Klann
(2007) mengemukakan model pengembangan karakter dengan 5 E yaitu Example,
Ekperience, Education, Environment dan Evaluation.
METODE
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, menggunakan kajian
Literatur, melalui pengalaman, obsevasi, menggunakan data primer dan sekunder.
Menurut Sugiyono (2010:15), menjelaskan bahwa: Metode penelitian kualitatif
merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,Literatur yang dipergunakan meliputi
Literatur terkait teori dan konsep, peraturan, data dan informasi, diolah menjadi
kesimpulan
ANALISIS/PEMBAHASAN
Dari analisis terhadap data kualitatif dari hasil kasus studi diperlukan adanya
pendampingan dan evaluasi.
A,Pendampingan/mentor, dalam pendidikan karakter (Diknas) yang perlu dibangun
bersama adalah :
1.Religius
2.Jujur
3.Toleransi
4.Disiplin
5.Kerja Cerdas
6.Kreatif
7.Mandiri
8.Demokratis
202
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
B.Model Evaluasi
Dalam kajian ini focus pada evaluasi level 4, bagaimana Implementasi berdampak
pada kinerja individu maupun kinerja organisasinya dan upaya yang akan dilakukan.
Ada beberapa model dalam melakukan evaluasi, namun dalam kajian ini
mengemukakan model Kirkpatrick dengan nama Kirkpatrick Training Evaluation
mencakup 4 (empat) level sebagai berikut :
1.Evaluating Reaction
Evaluasi yang dilakukan pada level 1 menekankan pada reaksi peserta terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan diklat, sarana dan prasarana dan kurikulum sehingga
mereka termotivasi untuk belajar dan berlatih.
2.Evaluating Learning
Maliki (1988:20) Learning can be defined as the extent towhich participant change
attitudes,improve knowledge, and for increase skills as result of attending the program.
Evaluasi yang dilakukan pada level 2 ini menekankan pada peniliaian hasil (Output)
belajar.Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (Learning Measurement)
seperti pengetahuna apa yang dipelajari, Sikap apa yang telah berubah dan
ketrampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki.
3.Evaluating Behevior
Evaluasi pada level 3 disebut penilaian pasca diklat yang menekankan pada outcame
dari kegiatan diklat.Penilaian sikap pada level 3 difokuskan pada perubahan tingkah
laku setelah peserta diklat kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini
lebih bersipat ekternal. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta
merasa senang dan bersemangat setelah kembali ketempat kerjanya, bagaimana
peserta dapat mentransfer pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh selama
Pelatihan Dasar untuk di Implementasikan ditempat kerjanya.
4.Evaluating Result
Evaluasi hasil pada level 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) karena peserta
diklat telah mengikuti suatu program, yang termasuk dari hasil akhir suatu program
diklat diantaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya,
penurunan kualitas kecelakan kerja, penurunan turn over dan kenaikan keuntungan.
203
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Sebagai sintesis dapat disimpulkan bahwa :
1.Karakter, sikap dan perilaku yang mengedepankan nilai-nilai dasar, pengetahuan,
kedudukan dan peran pns dalam NKRI, mampu melaksanakan tugas, peran secara
profesional sebagai pelayan masyarakat dapat terwujud apabila adanya
pembimbingan/mentoring berperan sebagai pelaku perubahan, suri tauladan,
penasehat, pemberi dukungan, perintis dan pelindung.
2.Lingkungan yang kondusif berkontribusi terhadap pembentukan karakter, sikap dan
perilaku diperlukan Komitmen dari para pemimpin .
3.Ide,gagasan, kreativitasakan akan bermakna apabila diimplementasi/diaktualiasikan
menjadi kebiasan/di (habituasi) akan menjadi sebuah inovasi.
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar adanya penelitian lebih lanjut
dengan pengayaan variabel, teori dan konsep terbaru.
REFERENSI:
HTTPS://ID.WIKIPEDIA.ORG/WIKI/PENDAMPINGAN,DIAKSES TANGGAL 4
DESEMBER 2018.
HTTPS://ID.WIKIPEDIA.ORG/WIKI/KARAKTER, DIAKSES TANGGAL 7 DESEMBER
2018
LAN RI,2016 PERATURAN NO.21 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PELATIHAN DASAR CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL GOLONGAN III,LAN
RI,JAKARTA
LAN RI,2016,PERATURAN NO.22 TAHUN TENTANG PEDOMAN
PENYELENGGARAAN PELATIHAN DASAR CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
GOLONGAN I DAN II,LAN RI,JAKARTA.
MALIKI,2016,EVALUASI PROGRAM DIKLAT,JAKARTA,LEMBAGA ADMINISTRASI
NEGARA
WIRANATA,2016,TEKNIK DASAR COACHING,JAKARTA,PKP2A1,LEMBAGA
ADMINSTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
SUGIONO,2010,METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATIF DAN
R&D,BANDUNG,ALFABETA
UTOMO,2017,INOVASI HARGA MATI,JAKARTA,PT RAJA GRAFINDO PERSADA.
204
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
Ecih Sukemsih
205
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (DIKLATPIM) merupakan Diklat yang
dirancang bagi pejabat pemerintah untuk mengembangkan potensi menjadi pemimpin
yang membawa perubahan. Kompetensi yang dibangun pada DIKLATPIM Tingkat III
dan IV adalah kompetensi kepemimpinan operasional yaitu kemampuan dalam
membuat perencanaan pelaksanaan program dan kegiatan instansi dan kemampuan
mempengaruhi serta memobilisasi bawahan dan pemangku kepentingan strategisnya
dalam melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan (PerkaLan No. 19 tahun 2015
dan PerkaLan No. 20 tahun 2015). Kompetensi sebagai pemimpin perubahan akan
terbentuk melalui praktik langsung di lapangan maupun pengalaman langsung di
instansi. Bentuk praktik langsung dalam DIKLATPIM tersebut adalah dengan
melaksanakan proyek perubahan di instansinya. Pelaksanaan proyek perubahan
dimulai dengan menyusun rancangan proyek perubahan dilanjutkan implementasi
proyek perubahan, dan menyusun laporan proyek perubahan.
Hal yang menarik untuk dicermati adalah ketika peserta mulai menyusun
rancangan proyek perubahan dengan memulai menentukan judul, sehingga pada
akhirnya kesulitan menghubungkan dengan tugas dan fungsi organisasi. Peserta juga
kesulitan dalam melakukan identifikasi permasalahan dan akar masalah sehingga
bermuara pada tugas rutinitas keseharian. Juga kesulitan dalam menentukan isu
strategis yang menjadi awal dalam menentukan program dan kegiatan untuk mencapai
visi dan misi organisasi, dan yang tak kalah sulit adalah analisis permasalahan dan
alternatif solusi. Menjawab permasalahan peserta tersebut di atas, maka diperlukan
strategi dan teknik yang tepat untuk membantu peserta yang mengalami kesulitan.
Sebagai alternatif solusi maka perlu penguatan pemahaman peserta terhadap langkah-
langkah penentuan isu strategis, analisis permasalahan, mengidentifikasi akar masalah
dan menentukan alternatif solusi atau pemecahan masalah. Sehingga yang menarik
untuk dibahas atau fokus permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana teknik
analisis permasalahan dan solusi inovatif pada proyek perubahan peserta diklat
kepemimpinan?
KAJIAN LITERATUR
1. Pemimpin dan Perubahan
Definisi Kepemimpinan Menurut LAN (2014: 2) adalah kemampuan
mempengaruhi orang untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian kepemimpinan tersebut
dimaknai bahwa seorang pemimpin terlebih dahulu menetapkan tujuan sebelum
melangkah lebih lanjut, lalu kemudian mempengaruhi, menggerakkan,
mengembangkan dan memberdayakan staf dan stakeholdernya untuk mendukung
dan melaksanakan perubahan itu, jadi penetapan tujuan dari seorang pemimpin
kemudian menjadi suatu dimensi yang sangat menentukan. Setelah menetapkan tujuan
yang tepat, barulah pemimpin menerapkan kemampuan mempengaruhinya, agar
seluruh stakeholdernya mendukungnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Keberhasilannya dalam mempengaruhi stakeholder inilah yang akan menentukan
apakah pemimpin tersebut berhasil membawa perubahan. Pemimpin membutuhkan
orang lain untuk mewujudkan perubahan yang dikehendaki. Jika efektif memobilisasi
206
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
REFORMASI KONDISI YG
i KONDISI
SAAT INI DIHARAPKAN
BIROKRASI
MANAJEMEN PERUBAHAN
207
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
seluruh pemangku kepentingan yang akan dilibatkan dan berpengaruh dengan proyek
perubahan; (3) Mengkomunikasikan permasalahan dan kebutuhan perubahan dengan
pemangku kepentingan; (4) Merancang perubahan dan membangun tim; (5)
Melaksanakan proyek perubahan; (6) Menyajikan hasil pelaksanaan proyek perubahan
dalam seminar laboratorium kepemimpinan, dalam BPPK Kemenkeu RI (2016:1)
Menurut BPPK Kemenkeu RI (2016:2) menyatakan proyek perubahan yang baik
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Perubahan yang dilakukan merupakan
gagasan yang orisinil dan diharapkan menemukan gagasan baru dalam proyek
perubahan yang akan dilaksanakan; (2) Perubahan yang dilakukan bermanfaat bagi
pemangku kepentingan/pengguna; (3). Keterkaitan antara perubahan dengan hasil
yang diharapkan tergambar dengan jelas; (4) Tahapan perubahan tergambar dengan
jelas tahapan-tahapan (milestone) yang akan dilalui; (5) Semua pemangku kepentingan
baik yang pro maupun kontra terhadap perubahan tergambar dengan jelas; (6) Proyek
perubahan harus menggambarkan semua pemangku kepentingan yang terkait.
208
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Visi
Misi
Program
Tujuan
Sasaran Kegiatan
Kinerja
Strategi
209
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODELOGI
Metodologi dalam penulisan ini adalah tinjauan pustaka (literatur) yang
mengungkap secara teoritik berkenaan dengan analisis permasalahan dan solusi
inovatif pada proyek perubahan diklat pimpinan.
PEMBAHASAN
1. Diagnosis Permasalahan Pengelolaan Kegiatan Organisasi
a. Pengertian dan Konsep Diagnostik
Mendiagnosis organisasi merupakan langkah awal yang sangat menentukan
tugas utama pemimpin perubahaan. Agar terhindar dari kesalahan dalam melakukan
diagnosis permasalahan organisasi, terdapat dua prasyarat yang perlu dimiliki sebelum
melakukan diagnosis organisasi: (1) Penguasaan Diri, seorang pemimpin haruslah
menguasai dirinya sebelum melakukan diagnose organisasi; (2) Teknis Mendiagnosis,
teknik ini memerlukan kompetensi teknis, yang berada dibawah disiplin ilmu
organizational development (OD). Berdasarkan uraian diatas, maka secara teknis
kegiatan mendiagnosis organisasi terdiri atas dua kegiatan, yaitu: (1) Menilai kinerja
Unit Organisasi, pemimpin perlu menilai kinerja unit organisasi saat ini, dalam menilai
kinerja, pemimpin perlu melihat output dan atau outcome apa yang harus dipenuhi. Data
dan informasi tentang kedua hal ini dapat diperoleh di Rencana Strategi (Renstra),
Laporan Kinerja, hasil observasi, atau dari narasumber. Di samping itu, pemimpin perlu
melakukan validasi informasi tersebut dengan observasi dan mendapatkan masukan
dari narasumber yang dapat dipercaya; (2) Menyusun langkah-langkah intervensi,
kegiatan ini berawal dari adanya kesenjangan, kemudian langkah-langkah intervensi
dapat disusun pertama mendeskripsikan secara terukur tentang kondisi kinerja yang
diharapkan dan sekaligus mendeskripsikan secara terukur tentang kondisi kinerja saat
ini.
210
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
b. Kriteria Permasalahan
Menurut Sugiyono (2017;79) mengatakan bahwa masalah adalah merupakan
penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi, antara teori dan praktek,
antara perencanaan/kebijakan dengan pelaksanaan, antara aturan dengan
pelaksanaan. Masalah adalah merupakan penyimpangan antara apa yang terjadi
dengan apa yang diharapkan, atau penyimpangan dari norma, standar dan status quo.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan masalah adalah adanya
kesenjangan antara capaian yang diharapkan dengan capaian yang dikerjakan.
Menentukan masalah tersebut menjadi isu yang penting diperlukan kriteria. Ada empat
kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam memilih isu penting, yaitu: (1) Aktual adalah
Isu yang sedang terjadi atau dalam proses kejadian, sedang hangat dibicarakan di
kalangan masyarakat; (2) Kekhalayakan adalah Isu yang secara langsung menyangkut
hajat hidup orang banyak; (3) Problematik adalah Isu yang menyimpang dari harapan
standar; (4) Kelayakan adalah Isu yang masuk akal (logis).
211
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Untuk memilih akar penyebab dominan dilakukan dengan urutan prioritas dengan
cara pemberian bobot sesuai dengan Kriteria pada setiap masalah yang ada. Penilaian
bobot tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik pemilihan prioritas
seperti, USG, tapisan dan lain sebagainya.
Tabel 2. Contoh Memilih Penyebab Prioritas
Kriteria
Penyebab Dampak Prioritas
A P K L
1. Lemahnya peraturan
2. Rendahnya komitmen
Lemahnya penempatan
4. Kurangnya motivasi
KESIMPULAN
Sebagai simpulan bahwa mendiagnosis organisasi terdiri atas dua kegiatan, yaitu:
(1) Menilai kinerja Unit Organisasi; dan (2) Menyusun langkah-langkah intervensi.
Terdapat empat kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam memilih isu penting, yaitu:
(1) Aktual; (2) Kekhalayakan; (3) Problematik; dan (4) Kelayakan. Menentukan
212
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
masalah prioritas menggunakan teknis analisis dengan Matriks USG. Untuk memilih
akar penyebab dominan dilakukan dengan urutan prioritas dengan cara pemberian
bobot sesuai dengan Kriteria pada setiap masalah yang ada. Penilaian bobot tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik pemilihan prioritas seperti, USG,
dan tapisan. Teknik analisis penetapan sasaran yang dapat digunakan misalnya analisis
sasaran masalah dengan menggunakan fishborn. Selanjutnya dilakukan dengan
penetapan alternatif penyelasaian, kriteria untuk mengukur/menilai feasibilitas
(kelayakan) dari tiap-tiap alternatif, misalnya: (1) Politik; (2) Ekonomi/financial; (3)
Administratif/organisatoris; (4) Teknologi; (5) Sosial, budaya, dan agama; dan (6)
Pertahanan dan keamanan.
SARAN
Melaksanakan proyek perubahan diawali dengan mengkaji Rencana stategis
sebagai sebuah tujuan bersama. Kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi isu
strategis sebagai langkah awal mengidentifikasi permasalahan dan sekaligus
melakukan analisis tugas organisasi. menentukan faktor penyebab dibutuhan
ketajaman dan kedalaman analasis sehingga membutuhkan teknis analisis yang tepat.
Demikian pula dalam menentukan solusi yang inovatif diperlukan kajian yang
mendalam untuk suksesnya kegiatan agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Puataka
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Indonesia.
Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Edisi kedua.
LAN RI (2014). Diagnosa perubahan (diagnostic reading) DiklatPim III. Badan Diklat
DIY http://diklat.jogjaprov.go.id, diambil tanggal 25 November 2018
LAN RI (2008).Teknik-Teknik Analisis Manajemen Modul DiklatPim Tingkat III.
Lembaga Administrasi Negara RI
Modul. 2016. Pedoman Proyek Perubahan Diklatpim Tingkat IV. Balai Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Kemenkeu RI Magelang
Permeneg PAN & RB RI. 2011. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara , nomor 10 tahun 2011 tentang Pedoman Proyek Perubahan Dikatpim
Tingkat IV Buku 4. Kemeneg PAN & RB RI.
Sugiyono, Prof, Dr. 2017. Metodologi Penelitian & Pengembangan (Research &
Development). Bandung. Alfabeta
Sunu B.S.P. 2015. Bahan Ajar Diklat Kepemimpinan Tingkat III Agenda Proyek
Perubahan Merancang Proyek Perubahan. Lembaga Administrasi Negara. Jakarta
213
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Rully Trilenggono
Pada bagian jalan yang menurun panjang dan curam seringkali kendaraan terutama
kendaraan berat rem nya tidak/kurang berfungsi (blong), untuk mencegah terulangnya
kecelakaan lalu lintas di turunan jalan yang panjang perlu disediakan sarana
perlengkapan jalan berupa Jalur Penyelamatan (Emergency Safety Area) berupa jalur
dengan panjang tertentu dengan hamparan material penghenti kendaraan (Arrestor
Beds) dimana kendaraan yang rem nya blong dapat mengarahkan kendaraan nya ke
jalur tersebut dan dapat berhenti dengan aman tanpa adanya kerusakan kendaraan
serta tidak mengganggu arus lalulintas yang lewat.
Jalur penyelamatan dengan tipe menurun, datar dan dan menanjak serta menggunakan
material Arrestor berupa gundukan pasir, agregat lepas dan jaring baja (Arrestor Net)
yang berfungsi sebagai tahanan gulir kendaraan, tentunya memiliki karakteristik
masing-masing yang khas.
Dibutuhkan Analisa Perbandingan agar bisa diketahui kelebihan dan kekurangan dari
masing-masing tipe dan material Arrestor serta rekomendasi penggunaannya di
berbagai status jalan di dalam maupun di luar kota .
Kata kunci: Jalur Penyelamatan, Arrestor Bed, Arrestor Net, Deceleration, Tahanan
Gulir.
214
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Jalan adalah sarana transportasi darat yang sangat penting, mengikuti berbagai kontur
permukaan bumi, adakalanya melewati kontur datar atau berbukit/bergunung, jalan
yang melewati perbukitan/pegunungan tentunya memiliki alinyemen jalan yang
menanjak atau tanjakan dan alinyemen yang menurun atau turunan.
Pada bagian jalan yang menanjak panjang dan curam, jalan seyogyanya dilengkapi
dengan Jalur Pendakian yang dikhususkan bagi kendaraan yang menanjak agar tidak
menghalangi arus lalu lintas pada saat kendaraan tersebut tidak kuat menanjak.
Pada bagian jalan yang menurun panjang dan curam, jalan seyogyanya dilengkapi
dengan Jalur Penyelamatan yang dikhususkan bagi kendaraan yang menurun dan rem
nya tidak/kurang berfungsi (blong) agar dapat berhenti dengan aman tanpa adanya
kecelakaan.
Jalan yang menurun terus menerus dapat menyebabkan kanvas rem kendaraan
menjadi panas sehingga berujung blong nya rem kendaraan ditambah dengan faktor
pengemudi yang tidak memahami kontur jalan menurun dapat menyebabkan sering
terjadi kecelakaan kendaraan terutama kendaraan berat (Bus/Truk). Sebagai contoh
seringnya terjadi kecelakaan lalulintas akibat rem blong di Turunan Emen (sekarang
berganti nama menjadi Turunan Aman) berlokasi di Desa Cicenang Kecamatan Ciater
Kabupaten Subang.
Dalam rentang tahun 2004-2018 terjadi 8 kecelakaan bus di lokasi tersebut, peristiwa
kecelakaan terakhir pada 10 februari 2018 sebuah bus pariwisata asal tangerang dan
depok terguling dengan korban tewas 27 orang dan korban luka-luka 18 orang
Dalam banyak literatur, Jalur Penyelamatan pada jalan Raya memiliki banyak istilah
seperti : Truck Escape Ramp, Runaway Truck Ramp, Emergency Escape Ramp dan
pada lapangan terbang dikenal istilah Aircraft Arresting Systems
Beberapa Penyebab terjadinya kecelakaan pada turunan jalan panjang adalah :
1. Sudut Kemiringan Turunan
2. Kesalahan Pengemudi, misal terlambat oper gigi.
3. Kegagalan sistem pengereman kendaraan atau Rem Blong
4. Tidak menguasai kendaraan
5. Tidak memahami kontur jalan
6. Kelelahan Pengemudi / Penggunaan alkohol & narkoba
7. Kurangnya rambu dan marka jalan
Diantara sebab-sebab diatas, tidak berfungsinya rem kendaraan (Rem Blong) adalah
hal yang paling sering terjadi dalam kecelakaan lalu lintas di turunan jalan.
Untuk mencegah terulangnya kecelakaan lalu lintas di turunan jalan perlu disediakan
sarana perlengkapan jalan berupa Jalur Penyelamatan (Emergency Safety Area)
berupa jalur dengan panjang tertentu dengan hamparan material penghenti kendaraan
(Arrestor Beds) dimana kendaraan yang rem nya blong dapat mengarahkan kendaraan
nya ke jalur tersebut dan dapat berhenti dengan aman tanpa adanya kerusakan
kendaraan serta tidak mengganggu arus lalulintas yang lewat.
215
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
216
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
MATERIAL ARRESTOR
Material Arrestor adalah bahan yang mengisi Jalur Penyelamatan dan merupakan hal
yang sangat penting dalam menahan tahanan gulir kendaraan. Penggunaan ketebalan
optimal Arrestor Beds menyebabkan perlambatan percepatan (deceleration) kendaraan
antara 5 m/dtk2 - 6 m/dtk2.
1. Pasir
Tipe Arrestor Beds yang sangat sederhana adalah gundukan pasir lepas kering.
Perlambatan yang dihasilkan oleh material pasir berbeda-beda dan dipengaruhi oleh
cuaca, pada musim hujan, gundukan pasir akan mencair dan berkurang
ketinggiannya sehingga mengurangi kinerja penghambatan kendaraannya
217
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Agregat Lepas
Tipe Arrestor Beds yang berupa agregat lepas adalah yang cukup efektif dan handal
dalam segala cuaca. Perlambatan yang dihasilkan oleh agregat lepas tergantung dari
ketebalan lapisan agregat serta Gradasi Agregat, dimana digunakan Gradasi yang
Seragam.
Menurut American Association of State Highway and Transportation Officials (
AASHTO) ―A Policy on Geometric Design of Highways and Streets‖ 2011 6 th Edition,
material agregat lepas harus memiliki spesifikasi sebagai berikut :
“Permukaan material yang digunakan harus bersih, tidak mudah padat, dan memiliki
koefisien gulir yang tinggi. Agregat yang digunakan harus bulat, tidak pecah,
dominan satu ukuran. Material tersebut akan menghasilkan banyak pori, oleh
karenanya sistem drainase harus optimum dan minimalisasikan interlocking dan
pemadatan. Material dengan kekuatan geser yang rendah baik untuk penetrasi ban.
Durabilitas dari agregat harus dievaluasi menggunakan tes yang benar. Batu bulat
adalah representasi dari material yang paling sering digunakan, meskipun batuan
lepas dan pasir juga digunakan. Gradasi dengan ukuran maksimum 40 mm telah
digunakan dengan baik di beberapa daerah”.
Gambar 3.Arrestor Beds tipe Agregat Lepas dan kedalaman penetrasi roda pada agregat
Gambar 4.Efektifitas Arrestor Beds tipe Agregat Lepas sehingga Truk harus diangkat oleh Crane
218
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Gambar 5.Penggunaan Jaring Baja (Arrestor Net) pada jalur penyelamatan yang sangat pendek di
perkotaan
PERBANDINGAN
Untuk memahami berbagai tipe Jalur Penyelamatan dengan arrestor Bed nya dapat
dibuat tabel perbadingan sebagai berikut :
Tipe Gundukan Tipe Menurun Tipe Datar Tipe Menanjak Tipe Arrestor Net
Pasir
Sifat Relatif Non Relatif Permanen Relatif Permanen Relatif Permanen Relatif Permanen
Permanen
Tipe Kendaraan Kendaraan Kendaraan Berat Kendaraan Berat Kendaraan Berat Kendaran Ringan
Ringan + Sedang
Material Arrestor Pasir Lepas Agregat Lepas Agregat Lepas Agregat Lepas Jaring Baja +
Kering Tong Air
Pemeliharaan Material Harus sering Relatif Tanpa Relatif Tanpa Relatif Tanpa Pemeliharaan
digemburkan Pemeliharaan Pemeliharaan Pemeliharaan Berkala
Kinerja terhadap cuaca Buruk di musim Baik di segala Baik di segala Baik di segala Baik di segala
hujan cuaca cuaca cuaca cuaca
Biaya Pek. Tanah & Sangat Murah Relatif Murah Relatif Mahal Relatif Mahal Relatif Mahal
Konstruksi Sekali
219
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
= Kelebihan
= Kekurangan
KESIMPULAN
Sebagai sintesis, dapat disimpulkan bahwa :
1. Untuk penerapan Jalur Penyelamatan di dalam kota (Status Jalan Kota) dimana
dihadapkan dengan permasalahan keterbatasan lahan direkomendasikan
penggunaan Tipe Arrestor Net (Jaring Baja) + Tong Air
2. Untuk penerapan Jalur Penyelamatan di luar kota (Status Jalan Nasional & Provinsi)
dimana dihadapkan dengan permasalahan sering terjadinya kecelakaan Kendaraan
Berat direkomendasikan penggunaan Tipe Menanjak dengan material arrestor
agregat lepas
3. Untuk penerapan Jalur Penyelamatan di luar kota (Status Jalan Kabupaten) dimana
dihadapkan dengan permasalahan keterbatasan anggaran direkomendasikan
penggunaan Tipe Gundukan Pasir dengan material arrestor pasir lepas kering
4. Perlu adanya pengawasan dari pihak yang berwenang terhadap kemungkinan
pencurian material arrestor, kemungkinan diduduki oleh pedagang K5 & pemukiman
liar serta kemungkinan menjadi tempat kerawanan sosial seperti tempat orang
mabuk-mabukan/gepeng/prostitusi dan lain-lain
220
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar dilakukan Studi Kasus Desain
Jalur Penyelamatan di Turunan Emen yang berlokasi di KM. JKT. 179 + 600 Desa
Cicenang Kecamatan Ciater Kabupaten Subang.
Pustaka:
South African National Roads Agency. 2000. Geometric Design Guidelines. South African NRA
Limited.
American Association of State Highway and Transportation Officials ( AASHTO) .2011.
―A Policy on Geometric Design of Highways and Streets‖. 6th Edition
Dirjen Bina Marga Departemen PU. 2009. Geometri Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol (
007-BM-2009 )
Connecticut Department of Transportation (ConnDOT).2009. Truck Escape Ramp
(TER) in Avon, Connecticut.
WSDOT Design Manual M 22-01.06. December 2009. Design of Emergency Escape Ramps
221
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Agus Hekso Pramudijono
Dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi dapat memudahkan kita untuk
belajar dan mendapatkan informasi yang kita butuhkan dari mana saja, kapan saja, dan
dari siapa saja. Dalam instansi pemerintah khususnya dunia pendidikan perkembangan
teknologi informasi mulai dirasa mempunyai dampak yang positif karena dengan
berkembangnya teknologi informasi bidang pemerintahan dan dunia pendidikan mulai
memperlihatkan perubahan yang cukup signifikan. Keunggulan kompetitif sebuah
Instansi Pemerintah tidak luput dari keberadaan dan pemanfaatan teknologi informasi.
Dengan mengadopsi pendekatan Customer Relationship Management (CRM), dalam
proses bisnisnya instansi pemerintah dapat menerapkan konsep CRM untuk
meningkatkan kualitas layanan terhadap Stakeholdernya sebagai orientasi utama.
Dengan dukungan model Business Intelligence (BI) sebagai pengolah datanya CRM
diharapkan akan dapat menawarkan alternatif solusi yang lebih personal sesuai dengan
karakter tiap-tiap stakeholdernya. Dalam kajian ini penulis mencoba untuk mengusulkan
prototype terhadap implementasi Business Intelligen dalam Customer Relationship
Management dengan mengikuti tahapan pengembangan sistem secara umum dengan
ditambah konseptual framework dari hasil pengamatan yang diharapkan dapat menjadi
alternatif guidelines penerapan CRM di Instansi Pemerintahan khususnya yang
berhubungan dengan dunia pendidikan.
222
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan
teknologi secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan
pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian
informasi. (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006:6). Pada era saat ini Big
data menjadi topik yang hangat dan sering di bahas di dalam industri TIK, istilah Big
Data marak di gunakan sebagai teknologi yang akan menjadi trend masa
depan. Banyak pihak yang mungkin heran kenapa topik ini baru menjadi pusat
perhatian padahal ledakan informasi telah terjadi secara berkelangsungan sejak
dimulainya era informasi. Perkembangan volume dan jenis data yang terus meningkat
secara berlipat-lipat dalam dunia maya Internet semenjak kelahirannya adalah fakta
yang tak dapat dipungkiri. Mulai data yang hanya berupa teks, gambar atau foto, lalu
data berupa video hingga data yang berasal system pengindraan. Kalau kita
mengartikannya maka big data berarti data yang besar. Dalam instansi pemerintah dan
dunia pendidikan perkembangan teknologi informasi mulai dirasa mempunyai dampak
yang positif karena dengan berkembangnya teknologi informasi bidang pemerintahan
dan dunia pendidikan mulai memperlihatkan perubahan yang cukup signifikan.
KAJIAN LITERATUR
223
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Evolusi strategi pemasaran yang digunakan dalam dunia bisnis saat ini telah
mengalami pergeseran mulai dari bisnis berorientasi pasar menjadi berorientasi
customer. CRM merupakan konsep manajemen yang membantu sebuah perusahaan
untuk selalu dapat menjaga hubungannya dengan customer, yang memungkinkan
perusahaan untuk memenangkan persaingan dalam dunia bisnis. Konsep ini
didasarkan pada filosofi personalisasi yaitu segala service yang diberikan kepada
customer didasarkan pada preferensi dan behaviour dari customer. Implementasi dari
konsep ini bertujuan untuk mengenal, mengetahui dan menggali hal-hal yang
sebenarnya diinginkan oleh customer pada suatu perusahaan. Berdasarkan profil data
customer dan historinya, sistem CRM akan memberikan tindakan (actions) khusus yang
berbeda sesuai profil dari masing-masing customer. Di sisi lain, disebutkan oleh Zuo
Hongwu bahwa CRM tidak hanya serangkaian perangkat lunak manajemen akan tetapi
juga merupakan sebuah strategi bisnis yang terdiri dari berbagai manajemen bisnis.
Disebutkan oleh Ni Wayan Wisswani bahwa CRM berperan penting bagi perusahaan
dalam 2 hal pokok, yang pertama yaitu proses otomatisasi dari seluruh data customer
yang akan dipakai perusahaan untuk membangun database customer. Yang kedua
adalah dalam proses penyiapan laporan-laporan (reporting) untuk dapat membantu
manajemen dalam proses pengambilan keputusan (wisswani, 2010).
2. Bussiness Intelligence
Pada tahun 1989 dalam sebuah artikel terbitan Gartner, Howard Dresner menggunakan
istilah Business Intelligence (BI) . Dia menggambarkan istilah tersebut sebagai
seperangkat konsep dan metode yang berguna untuk meningkatkan kemampuan
224
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pembuatan keputusan dengan bantuan sistem yang berbasiskan fakta atau realita yang
terjadi.
Dalam jurnal Management Vol. 15, Ivana Kursan dan Mirela Mihic menyatakan bahwa
istilah BI merujuk pada variasi solusi perangkat lunak, termasuk teknologi-teknologi dan
metodologi-metodologi yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang tepat guna
sehingga mampu membuat keputusan bisnis dengan tujuan utama yaitu meningkatkan
keseluruhan performa bisnis pada pasar.
Karena bisnis-bisnis saat ini dihadapkan pada jumlah informasi yang banyak, masalah
utama operasional adalah untuk fokus pada informasi yang sesuai. BI membantu untuk
mengidentifikasi berbagai penyebab dan alasan yang muncul agar dapat membantu
bisnis dalam berbagai prediksi, perhitungan, dan analisis; Sehingga, pengentahuan
yang dibutuhkan dapat diekstrak dari jumlah data yang banyak dan kadang-kadang
berasal dari data yang tersembunyi.
Teknologi informasi memainkan peranan yang sangat penting bagi perusahaan untuk
dapat mendukung segala kegiatan instansi pemerintah (Indrajani, 2009). Mulai dari
manajemen tingkat bawah hingga manajemen tingkat atas memanfaatkan teknologi
informasi dalam setiap kegiatan bisnisnya baik dalam perencanaan maupun
pengambilan keputusan strategis pemerintahan. Penggunaan sistem informasi dalam
berbagai aktivitas merupakan bentuk pemanfaatan teknologi informasi tersebut.
Setiap harinya data yang tersimpan akan terus bertambah. Sehingga instansi yang
bersangkutan akan menumpuk ribuan bahkan jutaan data dalam sistemnya. Data yang
terus meningkat jumlahnya ini hanya akan menjadi kuburan data (data thombs) saja jika
tidak ada pengolahan lebih lanjut dari manajemen. Fenomena ini seperti dipaparkan
oleh Kamber, rich of data but poor of information (Kamber, 2006). Instansi Pemerintah
memiliki banyak data namun tidak ada informasi bernilai yang dapat diambil maupun
dimanfaatkan manajemen untuk menunjang performa peningkatan pelayanan pada
instansinya dalam jangka panjang.
Di sisi lain fakta yang banyak dijumpai dalam sebuah Instansi adalah penyimpanan data
dari sistem informasi ini masih terpisah antara satu bidang/bagian dengan
bidang/bagian yang lain. Seperti halnya pada Kementerian yang juga menggunakan
sistem informasi pada setiap direktoratnya. Menggunakan banyak sistem informasi
untuk mendukung kegiatan administratif, mulai dari sistem penerimaan pegawai baru,
sistem informasi diklat (yang meliputi subsistem registrasi diklat, penjadwalan,
225
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pertanyaan pertanyaan itu mendorong keputusan yang harus diambil berdasarkan fakta
yang sudah terjadi.
Kumpulkan
data
Analisa
Buat Strategy Informasi
Business Intelligence (BI) yang merupakan suatu proses, teknologi yang mampu
mentransformasi, ribuan data menjadi informasi, menyediakan analisa data, dan
menggali (mining) knowledge yang lebih dalam dan lebih bernilai (valuable). Indrajani
mendefinisikan business intelligence sebagai suatu knowledge yang diperoleh dari
analisis data dari aktivitas organisasi atau perusahaan yang diasosiasikan dengan
peningkatan performa perusahaan. Business intelligence merupakan istilah manajemen
bisnis untuk menggambarkan aplikasi dan teknologi yang digunakan untuk
mengumpulkan, memberikan akses dan menganalisis data dan informasi mengenai
suatu Organisasi dengan tujuan membantu organisasi membuat keputusan bisnis yang
lebih baik. Berikut ini Gambar 2 menunjukkan sebuah arsitektur dasar dari sebuah
business intelligence.
226
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2, arsitektur business intelligence terdiri dari
beberapa level yang dimulai dari level terendah sebagai sumber data (data source)
yaitu sejumlah database yang ada dalam organisasi yang kemungkinan saling terpisah
dan berbeda format dalam konteks logical maupun technical. Kumpulan database
tersebut kemudian diekstrak untuk dapat diambil datanya sesuai dengan konteks
kebutuhan. Kemudian data ditransformasikan ke dalam satu repositori baru yaitu
DataWarehouse. Dari seluruh data yang tersimpan dalam datawarehouse, dilakukan
analisis atau penggalian untuk mendapatkan informasi yang lebih signifikan yang
kemungkinan tersembunyi dari tumpukan data tersebut. Berbagai pendekatan dan tools
digunakan untuk melakukan analisis seperti data mining, querying, statistical approach
dan lain sebagainya hingga diperoleh informasi. Logical context dari informasi yang
didapat dari proses penggalian datawarehouse disajikan sebagai knowledge dalam
business view. Pada level tertinggi dari system business intelligence adalah BI front-
end apllication yang merupakan dashboard langsung dari hasil keseluruhan proses.
METODE
Disain penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tren kebutuhan diklat,mulai dari
perencanaan diklat, penyelenggaraan diklat dan evaluasi diklat pada Instansi
pemerintah dalam hal ini Pusdiklat Keuangan Keuangan Umum Kementerian Keuangan
dengan menggunakan 2 metode:
227
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ANALISIS/PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai pembahasan dan hasil penelitian, yaitu
bagaimana hasil dari pengumpulan data, Cleaning data dan pengolahan data-data
kebutuhan pelatihan sehingga didapatkan output berupa tampilan visualisasi dalam
bentuk dashboard.
1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data kebutuhan pelatihan Kementerian pada
pusdiklat keuangan Umum 2018 yang berasal dari Analisa Kebutuhan Diklat
(AKD) dari seluruh unit eselon I kementerian Keuangan. Data yang diperoleh
dalam bentuk format excel sebanyak 2.457 baris data, kemudian data tersebut
disesuaikan agar dapat di import ke database dan dianalisa menggunakan power
Pivot
2. Cleaning Data
Cleaning data merupakan suatu proses mendeteksi dan memperbaiki ataupun
menghapus data set, tabel, dan database yang corrupt, tidak relevan atau tidak
akurat. Lalu dirty data tersebut akan dimodifikasi ataupun dihapus. Proses
cleaning data ini adalah hal yang penting dalam pembangunan data warehouse
untuk mencegah terjadinya duplikasi data, ambigu data, ataupun konflik
penamaan.
228
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
229
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Produktivitas
Instansi pemerintah telah mendapatkan manfaat dari fleksibilitas solusi baik di
level bagian maupun bidang atau bahkan pusat dan lebih jauh lagi direktorat
dan pengguna akhir lapisan BI. Misalnya, IT sekarang memiliki fleksibilitas yang
lebih besar dalam pekerjaan waktu, termasuk menjalankan mereka setiap hari
atau berkala. Lingkungan pengembangan laporan baru dikerahkan
memungkinkan analis bisnis untuk mengatasi pengguna akhir (Administrator
dan customer) perlu secara langsung, daripada mengandalkan TI. Misalnya,
membandingkan hasil tes untuk Sekelompok peserta dari satu diklat dengan
hasil tes mereka selama tahun sebelumnya di instansi yang berbeda. Di masa
lalu, jenis permintaan ini akan diperlukan dalam pengembangan jangka panjang
untuk membuat laporan. Dengan sistem baru, ad hoc query dapat dijalankan
untuk laporan yang lebih detil dan Up to date.
2. Peningkatan Proses Operasional
Manfaat yang paling penting untuk Instansi pemerintah telah ketersediaan
query, pelaporan, dan fungsi analisis berdasarkan set terintegrasi data historis
dan saat ini yang memungkinkan Instansi pemerintah untuk menunjukkan efek
dari data yang ada untuk peningkatan pelayanan dan kinerja pegawainya. Data
warehouse memberikan pandangan pegawai-sentris dengan mengikat semua
catatan sejarah untuk ID pegawai tunggal. Sehingga ―versi tunggal kebenaran‖
yang memungkinkan pelacakan kinerja dari mulai penerimaan hingga usia
pension untuk setiap pegawai atau kelompok pegawai. Analisis data juga dapat
digunakan untuk menargetkan peningkatan kompetensi pegawai dengan
masalah peningkatan kapasitas melalui pembelajaran dengan program
pendidikan yang paling tepat. Yang baru diperoleh wawasan juga meningkatkan
Instansi pemerintah dan kemampuan masing-masing instansi untuk
mengalokasikan dana dan sumber daya lainnya efisien. Selain kedua manfaat
tersebut masih ada beberapa manfaat lain yang tidak kalah pentingnya antara
lain:
Mengukur, melacak dan memprediksi kebutuhan anggaran;
Optimalisasi proses dan kinerja operasional;
Meningkatkan efektifitas pelaksanaan dan evaluasi;
Analisa CRM (Customer Relationship Management);
Analisa Risiko;
Analisa nilai strategis.
KESIMPULAN
Sebagai sintesis, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data yang digunakan dari
analisa kebutuhan diklat (AKD) dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan business
intelligence untuk customer relationship management pada instansi pemerintah yaitu:
1. Pelayanan servis yang lebih baik kepada stakholder. Informasi dapat disediakan 24
jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor.
Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor
pemerintahan;
230
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, saran untuk pengembangan lebih lanjut
diantaranya:
1. Menggunakan lebih dari satu data set (dapat berasal dari berbagai macam sumber)
sehingga informasi yang diperoleh lebih luas;
2. Melakukan perbandingan menggunakan software BI yang lainnya sehingga dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Power Pivot sebagai salah satu
software BI;
3. Memfokuskan pada stakholdernya, sehingga dapat lebih mengetahui apa saja yang
menjadi tujuan stakholdernya sehingga mampu memberikan layanan dan
maksimal.
Pustaka:
231
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
232
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
dr. H. Hadri Pramono, M.A.R.S.
(Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan, RS Paru Sidawangi Prov. Jawa Barat,
HP: 0816642133, Email: hadripramono@gmail.com)
233
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan dilaksanakan melalui pengembangan dan perluasan
jaringan pelayanan Kesehatan agar berada sedekat mungkin dengan penduduk yang
membutuhkannya. Perubahan kebijakan Kesehatan di daerah dan pusat merupakan
perubahan yang harus dicermati dalam pelaksanaannya. Kebijakan Kesehatan saat ini,
mengacu pada Jaminan Kesehatan Nasional yang diantaranya menuju cakupan
semesta 2019. Sejalan dengan peningkatan mutu, pelayanan dan jangkauan pelayanan
Rumah Sakit maka diperlukan beberapa kebijakan untuk mendukung hal tersebut.
Beberapa pengembangan diantaranya adalah dengan penataan manajemen pelayanan
Kesehatan. Penataan manajemen pelayanan Kesehatan diantaranya dengan
peningkatan sarana dan prasarana Rumah Sakit. Kebijakan ini sangat diperlukan untuk
mempermudah akses dan mutu fasilitas Kesehatan. Fasilitas Kesehatan terutama milik
pemerintah nantinya akan diarahkan agar dapat meningkatkan kendali mutu dan
kendali biaya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyadari pentingnya pengaturan sebaran
pelayanan Kesehatan dalam menunjang peningkatan derajat Kesehatan terutama
menyangkut penyebaran fasilitas Kesehatan terutama RS di daerah selatan Jawa
Barat. Berdasarkan latar belakang tersebut maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat
mencoba mengatur meningkatkan status kepemilikan beberapa RS milik
kabupaten/kota menjadi milik Provinsi dengan maksud meningkatkan pelayanan
Kesehatan pada fasilitas Kesehatan pada daerah selatan Jawa Barat. Hal ini sejalan
dengan Perda No 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaran Kesehatan yang didalamnya
terdapat Sistem Kesehatan Provinsi. Sistem Kesehatan Provinsi menetapkan bahwa:
―Pengembangan fasilitas pelayanan Kesehatan tingkat kedua difokuskan pada
pengembangan regional/wilayah sehingga di setiap wilayah terdapat Rumah Sakit yang
dapat menjadi pusat rujukan beberapa Kabupaten/Kota‖.
Regulasi lain yang juga harus dicermati adalah ditetapkannya UU No 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan perubahan atas UU no 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Regulasi terbaru ini mengatur tata cara
pelaksanaan pemerintahan dan terdapat beberapa perubahan tentang pengaturan
tugas dan wewenang Pemerintah Daerah.
Pada tahun 2017 sudah dilakukan penetapan SOTK baru yang menetapkan
bahwa Rumah Sakit Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat diletakkan menjadi UPTD
dibawah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Beberapa tahun kebelakang, BAPEDA Provinsi Jawa Barat telah mencanangkan
Model Hybrid Pembangunan di Jawa Barat dengan mensosialisasikan Tiga
Metropolitan dan Tiga pusat pertumbuhan, dimana RSUD Pameungpeuk dan RSUD
Jampang Kulon merupakan RS yang berada diaerah Pusat Pertumbuhan Rancabuaya
dan Pusat Pertumbuhan Palabuhan Ratu, menurut Model Hybrid Bapeda ini adalah
sebagai penghela ekonomi, kesejahteraan, moderenisasi dan keberlanjutan bagi
seluruh masyarakat Jawa Barat. Sehingga dibutuhkan Rumah Sakit yang
representative untuk menunjang hal tersebut diatas.
234
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sementara itu, data yang diperoleh dari RS online pada Desember 2015
diketahui bahwa jumlah tempat tidur yang harus dipenuhi adalah 13.902 tempat tidur,
dengan dampak pemenuhan lainnya antara lain sebagai berikut: Pemetaan fasilitas
Kesehatan Rujukan terutama di daerah perbatasan dan daerah terpencil, perhitungan
kembali dari dampak terhadap perencanaan, penambahan SDM Kesehatan di Jawa
Barat, penghitungan kembali biaya operasional, perhitungan kembali dampaknya
terhadap jumlah IPAL atau penambahan IPAL, perhitungan kembali jumlah
penambahan sarana, prasarana dan peralatan ataupun hospital furniture serta
keterkaitan dengan program fungsi instalasi di Rumah Sakit. Dari gambar diatas dapat
dilihat bahwa Kab, Garut masih memerlukan 1436 Tempat tidur baru, termasuk tempat
tidur gawat darurat dan ICU, serta Kab, Sukabumi masih memerlukan 1320 Tempat
tidur baru.
Pasal 24 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa
dalam rangka penyelenggara pelayanan Kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, Rumah Sakit diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan
Rumah Sakit, yang disesuaikan dengan standar Permenkes Nomor 56 Tahun 2014
yang mengatur perizinan Rumah Sakit. Berdasarkan asas dan tujuannya, pengaturan
penyelenggaraan Rumah Sakit selain untuk memepermudah akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan Kesehatan, juga untuk memberikan perlindungan terhadap
keselamatan pasien, masyarkat, lingkungan Rumah Sakit dan sumber daya manusia.
Salah satu upaya yang dibutuhkan dalam mengatasi berbagai persoalan
Kesehatan di Jawa Barat memerlukan Master Plan pembangunan Kesehatan sebagai
bentuk perencanaan yang baik dan berkesinambungan sehingga setiap program dan
kegiatan yang dilakukan dapat tepat sasaran dan tepat anggaran.
Pada acara Gubernur Ngamumule Lembur yang diaadakan tanggga 27 juni
2015, Gubernur Jawa Barat sempat menyampaikan di depan masyarakat kabupaten
pameungpeuk kab garut, jabar selatan bahwa ―…PemProv Jabar akan meningkatkan
RSUD Pameungpeuk menjadi RS Provinsi Kelas B pada tahun 2015-2016…‖ pesan ini
merupakan janji Gubernur Jawa Barat yang segera ditindak lanjuti dengan dilakukannya
kelayakan studi tentang RS Pameungpeuk dan RS Jampang Kulon. Dari kajian
sementara kedua Rumah Sakit tersebut masih dapat dikembangkan menjadi RSUD
Provinsi Kelas B.
B. Perumusan Masalah
Belum tersedianya Suatu Roadmap Upaya Peningkatan Kulitas Pelayanan
Kesehatan pada RSUD Pasca Alih Kelola RSUD Pameungpeuk dan RSUD
Jampang Kulon ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2018.
C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana Rancangan Roadmap Upaya Peningkatan Kulitas Pelayanan Kesehatan
pada RSUD Pasca Alih Kelola RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon ke
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2018.
235
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Kerangka Pikir
Roadmap Upaya Peningkatan Kulitas Pelayanan Kesehatan pada RSUD Pasca
Alih Kelola RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon ke Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2018 yang akan diterapkan di Provinsi Jawa Barat
merupakan salah satu strategi peningkatan kualitas pelayanan Kesehatan di daerah
Jabar Selatan..
Kerangka pikir dalam Roadmap Upaya Peningkatan Kulitas Pelayanan
Kesehatan pada RSUD Pasca Alih Kelola RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang
Kulon ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2018 ini adalah sebagai
berikut :
236
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Metodologi Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda Studi Kualitatif,
(Ella Nurlaella Hadi,1998). Situasi Eksisting Alur Proses Pelayanan Rumah Sakit di
Provinsi Jawa Barat selama ini, dikaji secara mendalam baik dari sisi kesesuaian,
kebutuhan, organisasi, struktur, personel, jaringan pelayanan, pembiayaan, rancang
bangun sistem, hardware, barinware maupun softwarenya.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat khususnya di lingkup Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Rumah Sakit Jampang Kulon dan Rumah Sakit
Pameungpeuk dengan melibatkan sejumlah Direktur, Kepala Dinas, Sekertaris Dinas,
Bidang, Seksi, dan unsur pendukung lainnya.
3. Fokus Penelitian
237
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
238
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian akan di uraikan pada bab ini, termasuk hasil temuan
pengamatan, pengumpulan data dan wawancara baik Focus Group Discussion maupun
Indepth Interview. Solusi dari permasalahan yang ditemukan di bab ini akan di bahas
pada bab pembahasan berikutnya.
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Karakteristik Informan
a. Deskripsi Informan
Walaupun dalam penelitian saya ini informan tidak dipilih secara acak (probability
sampling), namun demikian informan dipilih sesuai dengan prinsip yang berlaku. Prinsip
pengambilan informan pada penelitian kualitatif saya adalah kesesuaian
(appropriateness) dan kecukupan (adequacy), (seperti yang dikutip dari Ella. 1998).
Kesesuaian atau appropriateness, yaitu pada penelitian yang saya lakukan ini, informan
dipilih berdasarkan pengetahuan, ikut dalam proses alih status RS, memberikan
pembinaan dan menjadi penanggungjawab pembinaan UPT Daerah dilingkungan Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Cara pencarian informan dengan metode Snowball
Sampling, dimana informan kunci (key informan) yang dipilih adalah Sekertaris Dinas
Kesehatan Prov Jabar.
239
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
240
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
belakang keluarga, nama suami/isteri, jumlah anak, lama menikah, latar belakang
pekerjaan, kapan mulai bekerja di RS/PKM/BPM/BPS, diklat yang pernah diikuti, mutasi
berapa kali, terakhir dari bagian apa, bagaimana latar belakang pelayanan RS di
Fasilitas Kesehatan. Dengan demikian, variasi kategori-kategori ini diharapkan mampu
menghimpun informasi tambahan dan akan memberikan variasi informasi, sehingga
bisa memperoleh gambaran latar belakang informasi yang diberikan. Sehingga
kelengkapan data merupakan faktor utama dalam penelitian/riset mandiri saya.
241
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
242
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ANALISIS/PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas Eksisting Tindak Lanjut Rencana Pengembangan RSUD
Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon yang ada saat ini disinkronisasikan dengan
Kesimpulan Hasil FGD dan Indepth Interview yang akan diimplementasikan dalam
bentuk Rancangan Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada RSUD Pasca Alih
Kelola RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon ke Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat.
243
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Titik Point Plan of Action yang direncanakan adalah pertama, membentuk Tim
Assesment Kelayakan dan Proses kelayakannya dengan maksud untuk memperoleh
data dan informasi tentang kondisi eksisting RSUD Pameungpeuk/ RSUD Jampang
244
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kulon sebelum alih status. Telah dilakukan assesment oleh tim assesment yang dimulai
agustus 2015 sampai dengan september 2015.
Titik Point kedua adalah melaksanakan proses Perubahan Status RSUD
Pamenungpeuk dan RSUD Jampang Kulon. Perubahan Status Kepemilikan RSUD
Pameungpeuk telah dilakukan sesuai dengan Assesment awal, sedangkan untuk
perubahan status kepemilikan RSUD Jampang Kulon terkendala satu tahun dengan
adanya persiapan persiapan regulasi yang mendukung Alih status tersebut.
Titik Point ketiga adalah manajemen RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang
Kulon mengikuti penyusunan draft RKA; RKA; DPA Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Barat. Hal ini untuk mengupayakan tersedianya anggaran pembangunan gedung dan
pengadaan sarana prasarana RSUD Pameungpeuk milik Provinsi Jawa Barat dan
RSUD JampangKulon milik Provinsi Jawa Barat.
Titik Point keempat adalah manajemen RSUD Pamengpeuk dan RSUD
Jampang Kulon mempersiapkan Penetapan Izin dan Kelasifikasi RS; mengikuti
Akreditasi RS Baru versi 2012; melaksanakan PKS dengan BPJS; menerapkan BLUD
RS.
Titik Point kelima adalah manajemen RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang
Kulon dalam pelaksanaannya harus bisa meningkatkan Pelayanan RS. Hal ini untuk
menghindarkan terjadinya kesenjangan pelayanan RS selama perubahan status
kepemilikan, maka dilakukan upaya peningkatan layanan RS dengan mengembangkan
Metode Sister Hospital dengan beberapa RS milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Barat (RSUD AL_IHSAN; RS JIWA CISARUA dan RS PARU PROV JAWA BARAT)
secara berkesinambungan.
Titik Point keenam adalah melaksanakan proses lelang sesuai dengan
mekanisma yang ada di Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Proses lelang
pengadaan Bangunan dan Sarana Prasarana RSUD Pameungpeuk dan RSUD
Jampang Kulon dilakukan dari awal proses hingga tanda tangan kontrak.
Titik Point ketujuh adalah manajemen RSUD Pamengpeuk dan RSUD Jampang
Kulon mampu melaksanakan Pekerjaan Pembangunan dan Pengadaan sarana
prasarana RS dengan target Oktober 2016 (RSUD Pameungpeuk) dan target Maret
2017 (RSUD Jampang Kulon)
245
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
3. Untuk point ketiga; manajemen RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon
mengikuti penyusunan draft RKA; RKA; DPA Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Barat, sudah dilakukan.
4. Untuk poin ke empat; manajemen RSUD Pamengpeuk dan RSUD Jampang
Kulon mempersiapkan Penetapan Izin dan Kelasifikasi RS menuju RSUD
Provinsi Kelas B, memerlukan perencanaan yang matang sejak jauh jauh hari.
Proses bisa diajukan bilamana secara pelayanan telah setara dengan standar
RS kelas B;
o Akreditasi tidak dapat dipisahkan dengan mutu. Data-data Standar
indikator Akreditasi di kedua RSUD harus dihimpun dalam bentuk
pelaporan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang dilaporkan
setiap tahun ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Manajemen RS
Harus meningkatkan Status Akreditasi RS Baru versi 2012 yang telah
didapat yaitu akreditasi Dasar. RSUD pameungpeuk mengikuti program
khusus Akreditasi yang bertahap meningkat dari dasar terus meningkat
setiap tahun sehingga di tahun ke lima mendapatkan status paripurna,
sedangkan RSUD Jampang Kulon secara mandiri ikut Akreditasi RS baru
versi 2012 dan mendapat ststus akreditasi dasar. Tentunya harus
dianggarkan di tahun berikutnya untuk mendapatkan akreditasi yang
paripurna. Pesiapan Akreditasi ini perlu dilakukan melalui metode
struktural, persiapan pembentukan Tim akreditasi, Metode Komite medik
dan metode komite keperawatan.
o Kedua RSUD telah melaksanakan PKS dengan BPJS. Peningkatan
kerjasama dengan BPJS perlu ditingkatkan dengan berbagai program
yang diharapkan memberikan nilai tambah pelayanan RSUD. Contohnya
dengan penerapan V-claim yang secara otomatis bisa dilakukan online.
Atau dengan melakukan bridging SIM RS dengan BPJS.
o Pentingnya Regulasi yang berhubungan dengn BPJS, Ina-CBG‘s karena
data BPJS di Jawa Barat tahun 2019 adalah tahun Universal Coverage.
Artinya setiap Rumah Sakit sudah harus menerima pasien BPJS, bahkan
di beberapa RSUD proporsi BPJS mencapai diatas 90%.
o Kedua RSUD telah menerapkan BLUD RS. Walaupun masih versinya
BLUD Kabpaten; tetapi ditahun ini sudah harus menggunakan BLUD versi
Pergub. Walaupun Pergub yang ada masih terbatas.
o Demikian juga RSUD pameungpeuk harus merubah Peraturan BLUD nya
mejadi berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat. Peraturan Gubernur
Jawa Barat yang mengatur BLUD sementara belum lengkap,
mengakibatkan pengelolaan BLUD dirasakan tidak ada fleksibilitas
pengelola keuangan, khususnya di Rumah Sakit Pameungpeuk Garut
yang sudah BLUD
o Data BLUD yang lengkap termasuk peraturan peraturan yang
melingkupinya, sehingga sesuai perundang undangan perumahsakitan,
246
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
248
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
249
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN:
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan dari Plan of Action Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Pada RSUD Pasca Alih Kelola RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon ke
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat 2018
Setelah selesainya proses assesment kelayakan dan proses alih status RSUD
Pamengpeuk dan RSUD Jampang Kulon ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat ;
serta beraluhnya RSUD milik pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi UPT Daerah
Dinas Keshatan Provinsi Jawa Barat sesuai Pergub 71 tahun 2017 maka dibuatlah Plan
of Action Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada RSUD Pasca Alih Kelola
RSUD Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Barat 2018,
Perlu diperhatikan tujuan utama meningkatkan pelayanan Kesehatan di pusat
pertumbuhan rancabuaya dan palabuhan ratu adalah dengan meningkatkan pelayanan
RSUD setingkat RS kelas B. Sehingga manajemen RSUD Pamengpeuk dan RSUD
Jampang Kulon mempersiapkan Penetapan Izin dan Kelasifikasi RSUD Provinsi Kelas
B, Untuk peningkatan kelas RS disyaratkan harus mempunyai Akreditasi RS Paripurna.
Sementara ini akreditasi masih akreditasi Rumah Sakit tahap dasar. Peningkatan
kerjasama dengan BPJS perlu ditingkatkan dengan berbagai program yang diharapkan
memberikan nilai tambah pelayanan RSUD. Kedua RSUD telah menerapkan BLUD RS,
ditahun ini sudah harus menggunakan BLUD versi Pergub.
Setelah bergabung dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, manajemen RSUD
Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon harus bisa meningkatkan Pelayanan RS.
Untuk meningkatkan pelayanan Kesehatan diperlukan peningkatan bangunan, sarana
dan prasarana sehingga manajemen RSUD dapat melaksanakan proses lelang sesuai
250
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dengan mekanisma yang ada di Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Diharapkan
manajemen RSUD Pamengpeuk dan RSUD Jampang Kulon mampu melaksanakan
Pekerjaan Pembangunan dan Pengadaan sarana prasarana RS dengan Aman. Selain
itu, peningkatan kualitas Pelayanan Kesehatan diupayakan melalui peningkatan
pengelolaan SDM Kesehatan. Sehingga perlu harmonisasi hubungan tata kelola antara
Dinas Keseatan Provinsi Jawa Barat dengan RSUD Pamengpeuk dan RSUD
jampangkulon paska alih kelola, terutama dalam masa Transisi pengelolaan
manajemen RSUD.
SARAN
Beberapa saran yang bisa disampaikan sehubungan dengan Plan of Action
Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada RSUD Pasca Alih Kelola RSUD
Pameungpeuk dan RSUD Jampang Kulon ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat
2018 adalah pelaksanaan implementasi yang lebih luas terhadap beberapa Informan
dari Berbagai OPD lainnya yang terkait,hal ini disebabkan masa transisi penerapan
Permendagri 12 tahun 2017 dan Pergub 71 tahun 2017 tentang SOTK UPT Daerah.
Saran kedua adalah dengan peningkatan sosialisasi Permendagri 12 tahun 2017
dan Pergub 71 tahun 2017 tentang SOTK UPT Daerah, serta beberapa peraturan
lainnya yang mencangkup BPJS, BLUD Prov, Akreditasi RS Versi Snars, Penetapan
Kelas RS dll
Saran ketiga adalah perlunya penyamaan persepsi, dengan mengadakan
workshop atau pertemuan yang mengundang ke-6 RS yang ada dibawah Dinas
Kesehatan untuk bersama sama mengkaji permasalahan yang ada.
Pustaka:
Background Study RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023 Sektor Kesehatan, Dokumen
Bappeda Jabar 2018, Disampaikan oleh: Kepala Bidang Pemerinthan dan Sosial
Budaya BAPPEDA Provinsi Jawa Barat (dibuka 23 Feb 2018)
Badan Pusat Statistik Kab. Garut Tahun 2016, https://garutkab.bps.go.id/ (dibuka tanggal 12
Feb 2018)
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Tahun 2016, https://sukabumikab.bps.go.id/
(dibuka tanggal 12 Feb 2018)
MASTER PLAN ROADMAP SUPPLY SIDE FASYANKES DALAM RPJMN 2015-2019
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN 2015, Dokumen Road Map
Supply Side Ringkas 200315 (1).pptx, Jakarta 19 MARET 2015
Pelaksanaan Sistem Rujukan Di Jawa Barat 2015, Dokumen Regionalisasi Sistem
Rujukan_2.pptx; dr Hj. ALMA LUCYATI, M.Kes. M.Si. MH.Kes Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat 2015. (dibuka 23 Feb 2018)
Powerpoint Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable Development Deputi
Peningkatan Kesehatan, Jakarta, Tanggal 28 September 2015; Deputi III Kementrian
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia
251
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
252
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Dede Tarmana
(Widyaiswara Ahli Madya,Pusat Pendidikan dan Pelatihan BMKG,
Email : ddbmkg@gmail.com; HP. 081321465944)
Pada proses pembelajaran dalam pelatihan Aparatur Sipil Negara (ASN), baik pelatihan
dalam jabatan maupun prajabatan, media pembelajaran merupakan faktor penting yang
berperan untuk menentukan keberhasilan pembelajaran. Jenis pelatihan yang proses
pembelajarannya memerlukan praktek di laboratorium, bila menggunakan laboratorium
sesungguhnya akan membutuhkan biaya cukup besar, terutama dalam penyediaan
kelengkapan aktivitas prakteknya.
Tujuan dari penulisan ini adalah melakukan perancangan Virtual Laboratory (VLab)
untuk pelatihan ASN yang memerlukan media praktek laboratorium. Data yang menjadi
sumber pada kajian ini adalah literatur dalam berbagai bentuk, antara lain buku, jurnal
atau laporan kegiatan. Metode yang digunakan terdiri dari klusterisasi sumber literatur
hasil inventarisasi dan kajian literatur yang membahas tentang laboratorium virtual.
Hasil penelusuran dari beberapa sumber litearatur, laboratorium virtual telah digunakan
dalam dunia pendidikan formal. Universitas yang mempunyai core pendidikan dalam
bidang keteknikan dan sain kebumian telah memulai menggunakan laboratorium virtual
dalam proses pembelajarannya. Desain Vlab yang relevan untuk pelatihan ASN dimulai
dari inventarisasi mata pelatihan yang memerlukan praktikum di laboratorium dan
inventarisasi perangkat lunak. Kemudian langkah selanjutnya desain aktivitas dari
laboratorium sesungguhnya menjadi modul-modul aktivitas pada virtual. Modul-modul
aktivitas virtual selanjutnya digunakan pada proses diskusi pembuatan Vlab yang
melibatkan stakholder, instruktur dan moduler, programer serta desainer grafis.
Kerjasama antar semua komponen yang terlibat menjadikan hasil rancangan Vlab akan
sesuai dengan aktivitas laboratorium seseungguhnya.
253
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
254
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Definisi tentang Laboratorium Virtual/ Virtual Laboratory (VLab) telah disampaikan oleh
beberapa ahli. Menurut Totiana, F dkk (2012) Laboratorium virtual merupakan suatu
media berbasis komputer yang berisi simulasi kegiatan di laboratorium fisika.
Laboratorium virtual dibuat untuk menggambarkan reaksi-reaksi yang mungkin tidak
dapat terlihat pada keadaan nyata. Sedangkan Gunawan (2011) mendefinisikan Virtual
laboratory sebagai suatu objek multimedia intraktif. Objek multimedia interaktif terdiri
dari bermacam format heterogen termasuk teks, hiperteks, suara, gambar, animasi,
video, dan grafik. Sutrisno (2011) berpendapat bahwa Laboratorium virtual merupakan
situasi interkatif sains dengan bantuan aplikasi pada komputer berupa simulasi
percobaan sains. Laboratorium virtual ini cukup digunakan untuk membantu proses
pembelajaran dalam rangka meningkatkan pemahaman materi pada siswa, dan juga
cocok digunakan untuk mengantisipasi terhadap ketidaksiapan laboratorium nyata.
Selanjutnya Soni dan Katkar (2014) mengatakan bahwa laboratorium virtual merupakan
sebuah pengalaman interaktif dimana siswa mengamati dan memanipulasi objek sistem
yang dihasilkan, data, atau fenomena dalam rangka untuk memenuhi tujuan
pembelajaran.
Laboratorium Virtual diperlukan untuk memperkuat pemahaman konsep dalam proses
pembelajaran. Secara umum terdapat beberapa komponen penting dalam laboratorium
virtual, antara lain:
1. Pemodelan. Pemodelan merupakan proses dimana kita membangun representasi,
menyederhanakan dari sesuatu yang rumit (Cristian dan Esquembre, 2007). Modeling
digunakan untuk memperbaiki kekurangan pada proses pembelajaran yang
mengedepankan metode cermah dan latihan soal, karena pada prinsipnya pemodelan
atau modeling digunakan dengan mengajak siswa atau peserta didik dalam mendesain
secara fisik yang diperlukan dalam proses untuk menggambarkan, menjelaskan dan
memprediksi sebuah fenomena
2. Simulasi. Merupakan program komputer yang mereproduksi fenomena alam melalui
visualisasi dari sebuah model. Pada setiap kasus yang ditunjukkan dengan simulasi
menjadi sesuatu yang produktif atau bahkan sangat produktif, hal ini karena dapat
mengembangkan pemahaman konseptual siswa secara riil (Finkelstein et al., 2006).
Dalam proses pembelajaran, tentu terdapat kelebihan dan kekurangan penggunaan
laboratorium virtual dibandingkan dengan laboratorium nyata. Menurut Muflika dan
Setiadi (2012) kelebihan penggunaan laboratorium virtual yaitu dapat dikerjakan dimana
saja dan kapan saja, tidak memerlukan alat dan bahan praktikum, perubahan struktur
materi karena pengaruh lingkungan atau pembacaan suatu data dalam bentuk angka
dan perubahannya secara langsung. Sedangkan kekurangannya antara lain akan
hilangnya kemampuan motorik peserta, sebab peserta praktikum dalam pelatihan tidak
255
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
melakukan praktikum secara nyata, seperti menuang larutan, mengukur larutan dengan
menggunakan gelas ukur, dan merangkai alat. Namun demikian kemampuan motorik
peserta tetap akan terasah melalui aktivitas dalam dunia virtual yang tetap harus
menggunakan tangan.
METODE
Penelitian perancangan Virtual Laboratory/ Laboratorium Virtual sebagai media
pembelajaran pada pelatihan Aparatur SIpil Negara (ASN) menggunakan metode studi
atau kajian literatur. Sebagai batasan, ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada
rancangan virtual laboratory bidang klimatologi. Kegiatan awal yang dilakukan adalah
pengumpulan referensi terkait tema virtual laboratory (VLab) dari beberapa sumber
yang sudah melalui review para ahli dibidangnya. Referensi ini dapat diperoleh dari
publikasi jurnal-jurnal terakreditasi. Kumpulan beberapa referensi yang relevan menjadi
materi/ bahan analisis dalam merancang laboratorium virtual bidang klimatologi.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Mengacu pada beberapa rujukan jurnal tentang perkembangan virtual laboratory,
mengindikasikan bahwa perkembangan Laboratorium Virtual/ virtual laboratory di dunia
pendidikan cukup signifikan. Pada artikel yang ditulis oleh Purwanti, W.H(2012) dan
disampaikan pada pelatihan ―digitalisasi perangkat dan media pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di era baru‖
menyebutkan bahwa saat ini mayoritas Laboratorium Virtual yang sudah terpasang
berbasis web atau online, tetapi banyak juga yang masih dikembangkan secara offline.
Salah satu Universtas internasional yaitu Universitas Colorado mengembangkan virtual
laboratory untuk membantu proses pembelajaran praktikum Ilmu Pengetahuan Alam.
Penyediaan aplikasi virtual laboratory ini semakin menguatkan perkembangannya
dalam dunia pendidikan. Dengan adanya penyediaan VLab yang dapat diunduh, maka
para pelaku/ institusi pendidikan dengan mudah dapat menerapkan dalam proses
pembelajaran yang biasanya dilakukan di laboratorium nyata diganti atau dikuatkan
dengan VLab. Beberapa mata pelajaran yang mengharuskan praktikum seperti Fisika,
Kimia dan Biologi dapat mengunjungi website www.phet.colorado.edu, kemudian cari
VLab sesuai dengan kebutuhan. Potensi perkembangan virtual laboratory kedepan
akan semakin meningkat, sesuai dengan kebutuhan pembelajaran melalui praktikum.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendra, J.(2011) menunjukan bahwa laboratorium
SMK secara umum 70% peralatannya tidak cukup (Gambar.1), salah satu
permasalahan institusi dalam pengadaan peralatan adalah pembiayaan/ anggaran.
Untuk itu Virtual Laboratory menjadi opsi yang dimungkinkan.
256
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
257
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
258
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
beberapa unsur yang diamati dijelaskan secara lengkap dalam menu ini. Instruction
berisi informasi tentang langkah-langkah praktek pengamatan yang harus dilakukan,
sedangkan observation activity berisi tentang bagimana peserta harus melakukan
praktek. Jendela observation activity ditampilkan secara penuh berupa taman alat,
dimana dalam taman alat terdapat peralatan yang harus diamati oleh pengamat/
peserta praktikum. Peserta praktek tinggal mengklik pada button yang mewakili setiap
alat. Hasil dari pengamatan masing-masing unsur kemudian dicata secara manual dan
disandi dalam buku ME.48 dan ME.45. Melihat dari beberapa pengaruh yang signifikan
laboratorium virtual pada pembelajaran, maka dapat diadopsi untuk pelatihan teknis
klimatologi bagi ASN Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan terhadap beberapa referensi tentang laboratorium
virtual/ virtual laboratory(VLab) dalam bidang klimatologi, maka dapat diambil beberapa
point keseimpulan sebagai berikut :
1. Laboratorium virtual atau virtual laboratory (VLab) dalam dunia pendidikan telah
berkembang cukup signifikan. Hal ini terbukti dari penggunaannya pada proses
pembelajaran diberbagai tingkatan pendidikan, mulai pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Penggunaan VLab dalam dunia pendidikan ditemui mayoritas
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan bidang keteknikan.
2. Keragaman Laboratorium virtual atau virtual laboratory (VLab) dalam dunia
pendidikan mengikuti kebutuhan pembelajaran, subtansi teknis yang
disampaikan dan karakteristik perancangan masing-masaing institusi.
3. Rancangan Laboratorium virtual atau virtual laboratory (VLab) untuk bidang
klimatologi (konten pengamatan sinoptik, kualitas udara dan perubahan iklim)
dikemas dalam beberapa menu: penjelasan teoritik materi yang dipraktekkan,
instruksi langkah-langkah praktek dan aktvitas laboratorium nyata yang
ditranformasi kedalam aktivitas virtual.
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar dilakukan pembuatan
beberapa rancangan laboratorium virtual/ virtual laboratory (VLab) untuk kemudian
dilakukan uji rancangan oleh beberapa praktisi atau tim pengujian yang dibentuk oleh
institusi. Pengujian rancangan VLab agar dilaksanakan dengan format Focus Group
Discussion (FGD) sehingga hasilnya dapat diperoleh secara cepat.
Pustaka:
Gunawan. 2011. Persepsi dosen dan mahasiswa terhadap model virtual laboratory fisika
modern. Jurnal kependidikan, vol. 10 no. 2, November 2011. ISSN 1412-6087. Mataram:
Lembaga Penelitian Dan Pengembangan Pada Masyarakat IKIP Mataram.
Hendra, J. 2013. Perancangan Media Praktikum Elektronika Digital Berbasis Virtual. Open
Jurnal System Universitas Negeri Makassar.
259
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
260
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Rengga Vernanda dan Adhityo Nugraha Barsei
Keberadaan inovasi sudah menjadi kebutuhan dasar pemerintah pusat dan daerah
dalam menyelenggarakan tata kelola pemerintahan. Inovasi merupakan cara jitu dalam
menyelesaikan masalah sektor publik. Lembaga Administrasi Negara memiliki peran
strategis dalam menumbuhkembangkan inovasi melalui Laboratorium Inovasi di level
pemerintah daerah. Empat tahun kegiatan ini berjalan telah menunjukan keberhasilan
namun juga menunjukan kelemahan-kelemahan khususnya pada waktu
penyelenggaraan kegiatan dan metode pelaksanaan kegiatan laboratorium inovasi. Hal
ini dirasa perlu adanya perbaikan metode laboratorium inovasi yang berfokus pada
peningkatan kualitas inovasi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif.
Teknik analisis data menggunakan metode Content Analysis. Tujuan dari artikel ini
adalah untuk merumuskan strategi perbaikan metode laboratorium inovasi. Tulisan ini
berkontribusi untuk memberikan rekomendasi kepada Lembaga Administrasi Negara
dalam mengembangkan kegiatan Laboratorium inovasi yang berfokus pada kualitas
inovasi.
261
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu administrasi negara dewasa ini memasuki tahap baru dengan
menjadikan inovasi sebagai kajian baru dalam bidang ilmu administrasi negara (Walker
et al., 2015). Reformasi administrasi negara yang hingga saat ini digaungkan menjadi
pemicu kajian inovasi di bidang administrasi negara (Pollitt dan Bouckaert, 2004).
Inovasi sendiri diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi,
mengadopsi, mereplikasi, melakukan asimilasi, dan eksploitasi dalam berbagai bidang
guna menghasilkan produk baru, produk lama yang telah dimodifikasi,
mengembangkan proses produksi, pembenahan sistem manajemen, layanan, dan
pasar (Crossan dan Apaydin, 2010). Pengertian inovasi mengindikasikan bahwa inovasi
hadir menjadi solusi birokrasi. Solusi ini dianggap sebagai cara kerja baru birokrasi
dalam menyelesaikan permasalahan birokrasi seperti red tape, patologi birokrasi, dan
debirokratisasi. Selain itu, inovasi dapat menjadi alat untuk mewujudkan harapan publik
terhadap birokrasi khususnya dalam pemberian pelayanan publik yang berkualitas
(McHugh, O‘Brien, dan Ramondt, 2010) hingga mewujudkan kesejahteraan masyarakat
(Hilgers dan Ihl, 2010).
Geliat inovasi di birokrasi Indonesia telah dimulai sejak Pemerintah Indonesia
menggaungkan reformasi birokrasi. Hal ini diawali dengan diterbitkannya Peraturan
Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
dan dioperasionalkan melalui Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 tahun 2010
tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Lahirnya kebijakan ini tentu
bertujuan untuk mewujudkan good governance baik ditingkat pusat maupun pada
tatanan pemerintah daerah. Hal ini disertai dengan ditetapkannya delapan area
perubahan didalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Area perubahan tersebut meliputi
penataan dan penguatan kelembagaan, tata laksana organisasi, penataan peraturan
perundang-undangan, sumber daya manusia aparatur, penguatan akuntabilitas,
perbaikan pelayanan publik, serta pola pikir dan budaya kerja.
Namun delapan tahun kebijakan ini berjalan, birokrasi di Indonesia kurang menunjukan
perubahan yang signifikan. World Economic Forum merilis laporan mengenai Global
Competitiveness Index 2017-2018 dan menempatkan Indonesia pada peringkat 36 dari
140 negara. Nilai ini tentunya sudah cukup baik, dimana Indonesia masih dalam
peringkat 30 % di atas. Namun, dalam ruang lingkup ASEAN, Indonesia masih dibawah
Thailand (34), Malaysia (23) dan Singapura (3). Sedangkan laporan mengenai Global
Innovation Index 2017-2018 juga menunjukan Indonesia menempati peringkat yang
rendah dalam kemampuan berinovasi yakni pada peringkat (87), sangat jauh
dibandingkan dengan Thailand (51), Malaysia (37), dan Singapura (7).
Harapan untuk menjadi birokrasi yang inovatif sebenarnya telah dihadirkan oleh
Indonesia. Hal ini ditandai dengan ditetapkannya Peraturan Presiden No 2 Tahun 2015
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang menjadikan inovasi sebagai ruh
dari nawacita. Pada tingkat daerah inovasi hadir melalui lahirnya Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi landasan bagi daerah untuk
selalu menciptakan inovasi di tata kelola pemerintah daerah. Didalam kebijkan ini
dijelaskan bahwa inovasi di tingkat daerah dapat dilakukan oleh kepala daerah,
Organisasi Pemerintah Daerah (OPD), DPRD, dan masyarakat. Puncak dorongan
262
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
inovasi ini dihadirkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang
Inovasi Daerah.
Segenap kebijakan ini juga didukung dengan lahirnya Deputi Inovasi Administrasi
Negara di Lembaga Administrasi Negara melalui Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun
2013 tentang Lembaga Administrasi Negara. Kedeputian baru ini mempunyai fungsi
yakni memberikan bimbingan teknis dan fasilitasi inovasi administrasi negara di bidang
tata pemerintahan, pelayanan publik serta kelembagaan dan sumber daya aparatur.
Kegiatan bimbingan teknis dan fasilitasi inovasi ini bertujuan untuk menciptakan
birokrasi-birokrasi yang inovatif khususnya pada tingkat pemerintah daerah.
Salah satu kegiatan dari bimbingan teknis dan fasilitasi inovasi ini adalah Laboratorium
Inovasi. Kegiatan ini merupakan kegiatan fasilitasi untuk menciptakan inovasi-inovasi di
sektor publik dengan cara meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan pola pikir
aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan tata kelola pemerintah yang inovatif.
Peserta kegiatan laboratorium inovasi ini adalah Aparatur Sipil Negara baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari pemikiran bahwa manusia
merupakan faktor utama dari keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Awal
kegiatan laboratorium inovasi ini dilaksanakan pada tahun 2015 dengan 4 lokus dan
menghasilkan 281 ide inovasi. Data terakhir kegiatan laboratorium inovasi per
November 2018 menunjukan Deputi Inovasi Administrasi Negara telah memfasilitasi 66
lokus serta menghasilkan 6.890 ide inovasi. Hal ini menunjukan bahwa minta daerah
untuk menjadi daerah yang inovatif cukup tingi.
Pada pelaksanaan laboratorium inovasi, terdapat lima tahap yang harus dilalui agar
birokrasi menjadi organisasi yang inovatif yakni pertama, Drum Up, tahap membangun
mindset untuk berkomitmen berinovasi dengan menandatangani kesiapan untuk
berinovasi; kedua, Diagnose, tahap menganalisis masalah dan menentukan ide
inovasi; ketiga, Design, yaitu menuangkan ide inovasi ke dalam sebuah rencana aksi;
keempat, Deliver, tahap ini adalah pelaksanaan dan monitoring dengan berpedoman
pada rencana aksi; kelima, Display, tahap ini bertujuan untuk mempublikasikan inovasi
yang tengah berjalan kepada seluruh masyarakat atau stakeholders. Namun, kelima
tahap ini dipandang oleh penulis masih banyak kekurangan. Salah satunya adalah
waktu pelaksanaan tahap Drump Up hingga Desain dilaksanakan selama kurang lebih
tiga atau empat hari. Waktu yang sangat singkat ini menyebabkan peserta kegiatan
laboratorium inovasi kesulitan dalam mengidentifikasi inovasi apa yang ingin dilahirkan
pada OPDnya.
Berdasar dari permasalahan tersebut penulis ingin memberikan solusi perbaikan
laboratorium inovasi khususnya pada perbaikan metode pelaksanaan laboratorium
inovasi. Didalam tulisan ini disajikan alternatif metode pelaksanaan laboratorium inovasi
namun dengan menekankan pada penilaian kesiapan peserta laboratorium inovasi
sebelum melanjutkan ke tahap laboratorium inovasi selanjutnya. Selain itu, tulisan ini
diharapkan menjadi sebuah rekomendasi perbaikan terhadap kegiatan laboratorium
inovasi untuk lebih meningkatkan kualitas inovasi dibandingkan hanya berfokus pada
kuantitas inovasi.
263
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Inovasi Sektor Publik
Kajian inovasi sebenarnya telah dilakukan di berbagai bidang khususnya pada bidang
ekonomi. Salah satu ekonom dunia Joseph A. Schumpeter (Nishihara, et. al, 2018),
menuliskan mengenai creative destruction yang menceritakan mengenai kehadiran
inovasi yang dapat mengganggu atau merusak keseimbangan serta menghadirkan
nilai-nilai baru. Hal ini mengindikasikan bahwa inovasi dapat menjadi sebuah anomali
bagi lingkungan dan inovasi dapat menjadi obat bagi masalah organisasi. Lebih lanjut,
Schumpeter juga menyatakan bahwa inovasi tidak selamanya merupakan kebaruan
(invention) melainkan dapat berbentuk produk, proses, maupun perubahan organisasi
yang dapat dilakukan dengan menggabungkan ataupun memodifikasi teknologi yang
sudah ada menjadi baru (Zizlavsk, 2013). Lebih luas inovasi didefinisikan sebagai
sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi dalam mengubah ide kreatifnya menjadi
produk, layanan maupun proses (Baregheh, Rowley, dan Sambrook 2009) yang dapat
dilakukan dengan adopsi, asimilasi, serta eksploitasi mengenai kebaruan dan nilai
tambah (Crossan dan Apaydin, 2010) serta memiliki tujuan membuat segalanya
menjadi lebih mudah (Kaur dan Kaur, 2010).
Dalam bidang Ilmu Administrasi Publik, kajian mengenai inovasi telah menjadi fokus
dewasa ini (Walker et al., 2015). Inovasi dalam bidang administrasi publik hadir sebagai
solusi dari masalah-masalah publik yang muncul dan terjadi diberbagai bidang seperti
kebijakan, sektor bisnis, politik, maupun masalah yang ada didalam komunitas
masyarakat (Marsh, 2010). Studi inovasi dalam bidang administrasi publik
memfokuskan dirinya pada pengembangan organisasi, perbaikan sistem dan prosedur
organisasi, peningkatan pelayanan publik, serta perbaikan kualitas kebijakan
(Damanpour, Walker, & Avellaneda, 2009). Lebih lanjut OECD (2017) menjelaskan
bahwa inovasi sektor publik berkenaan dengan menemukan cara baru untuk mencapai
tujuan publik. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka ruang untuk kebijakan publik,
partisipasi masyarakat, hingga peran sektor bisnis dalam membantu pemerintah untuk
menciptakan inovasi-inovasi di sektor publik. OECD (2017) juga menyarankan bahwa
pemerintah harus mempunyai dasar hukum agar nantinya inovasi yang telah diciptakan
tidak melanggar hukum dan dapat berjalan selaras dengan kebijakan yang ada.
264
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pada proses penciptaan inovasi terdapat berbagai tahapan yang harus dilalui. Tahapan
penciptaan inovasi secara sederhana dikemukakan oleh Kahn (2018) yang mana
terdapat tiga tahap penciptaan inovasi yakni discover, develop, dan deliver (gambar 1).
Tahapan pertama penciptaan inovasi dimulai dengan tahapan discover dimana tahapan
ini mengidentifikasi peluang potensial dan masalah-masalah yang dihadapi oleh
organisasi. Hasil identifikasi tersebut kemudian diolah dan kembangkan menjadi ide
inovasi. Tahap kedua adalah tahap develop. Pada tahap ini ide inovasi yang telah
dirumuskan pada tahap discover diolah kembali oleh organisasi untuk dibuatkan desain
dan teknis pelaksanaan pemanfaatan ide inovasi tersebut. Tahap terakhir adalah
tahapan deliver yang mana tahap ini merupakan tahapan paling penting dalam tahapan
penciptaan inovasi oleh Khan (2018). Pada tahap deliver ide inovasi yang telah dibuat
kemudia ditawarkan kepada pengguna layanan untuk mengetahui respon pengguna
layanan terhadap inovasi. Hal ini untuk mengetahui dan menjaring masukan-masukan
yang harus ditambahkan oleh organisasi dari sudut pandang pengguna layanan
sebelum inovasi benar-benar dihadirkan menjadi layanan. Hasil masukan dari
pengguna akan memperkuat kekurangan dari inovasi serta merupakan upaya
organisasi untuk belajar dari proses penciptaan inovasi.
METODE
Desain penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah desain penelitian kualitatif
dengan pendekatan content analysis. Pendekatan content analysis merupakan teknik
atau metode yang digunakan untuk menginterpretasi dan memberi makna dari kata-
kata maupun tema-tema dari sumber data penelitian (Bengtsson, 2016). Sumber data
tulisan ini diambil dari laporan penyelenggaraan laboratorium inovasi dimulai dari tahap
perencanaan hingga lahir ide inovasi hasil laboratorium inovasi. Dokumen-dokumen
tersebut kemudian diinterpretasi dan diberi makna kemudian disajikan dan ditarik
kesimpulan yang berkaitan dengan fenomena penelitian yang sedang diangkat.
PEMBAHASAN
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk
mendorong lahirnya inovasi di daerah dan menjadikan daerah menjadi birokrasi yang
inovatif. Selain mendorong melalui kebijakan, usaha untuk menjadikan daerah sebagai
birokrasi yang inovatif juga dilakukan melalui Deputi Inovasi Administrasi Negara
(DIAN), Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia dengan menyelenggarakan
kegiatan laboratorium inovasi. Selain menjadikan daerah sebagai birokrasi yang
inovatif, kegiatan laboratorium inovasi juga memiliki tujuan yakni membudayakan dan
membiasakan perilaku yang inovatif bagi Aparatur Sipil Negara di daerah.
Kegiatan laboratorium inovasi ini dilaksanakan melalui lima tahapan atau yang lebih
dikenal dengan istilah 5D (gambar 2). Adapun tahap-tahap tersebut adalah Drum up,
Diagnose, Design, Deliver, Display. Pada Drum Up kegiatan utama yang dilaksanakan
adalah memberikan motivasi, inspirasi, dan menggelorakan semangat inovasi kepada
265
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
peserta laboratorium inovasi. Pada tahapan ini juga diberikan keyakinan bahwa inovasi
mampu menghadirkan perbaikan-perbaikan baik dari sisi organisasi, pelayanan,
maupun perbaikan bagi kesejahteraan masyarakat. Output dari kegiatan ini adalah
lahirnya semangat kebersamaan dari ASN peserta laboratorium inovasi untuk
berinovasi dan berkomitmen menciptakan inovasi.
Tahap kedua dari kegiatan laboratorium inovasi adalah tahap Diagnose. Pada tahap
ASN diberikan ruang untuk dapat mengidentifikasi apa yang menjadi masalah,
kebutuhan, hingga peluang organisasi. Hal yang dapat diidentifikasi oleh ASN peserta
laboratorium inovasi adalah masalah tata kelola organisasi, perbaikan pelayanan publik,
serta bekerja sama dengan masyarakat dalam melakukan pemberdayaan. Pada tahap
ini juga dicarikan inovasi dari masalah, peluang maupun kebutuhan organisasi hasil
identifikasi. Kegiatan selanjutnya adalah tahap Design yakni ide inovasi yang telah
dihasilkan pada tahap Diagnose dioperasionalkan pada rencana aksi. Dalam kegiatan
ini Tim DIAN memberikan fasilitasi berupa konsultasi kepada peserta laboratorium
inovasi untuk memberikan alternatif-alternatif solusi kepada peserta mengenai kesulitan
dalam melaksanakan ide inovasi yang telah dirumuskan. Deliver menjadi tahap
berikutnya dari kegiatan laboratorium inovasi. Pada tahap ini ide inovasi
diimplementasikan hingga dilakukan monitoring untuk melihat keberhasilan maupun
kegagalan ide inovasi dalam menyelesaikan permasalah organisasi. Tahap terakhir dari
kegiatan laboratorium inovasi adalah Display. Tahap ini merupakan tahap sosialisasi
dan memperkenalkan inovasi dengan harapan dapat mengispirasi daerah lain untuk
berinovasi. Selain itu, tahap display merupakan wujud akuntabilitas pemerintah daerah
dalam menghadirkan inovasi di birokrasi dan wujud upaya birokrasi dalam memperbaiki
pelayanan.
Kegiatan laboratorium inovasi mengalami berbagai perkembangan disetiap tahunnya.
Dalam hal penganggaran, kegiatan laboratorium inovasi awal mulanya menggunakan
APBN dalam penyelenggaraanya. Namun, dengan meningkatnya gairah daerah untuk
266
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
35 4000
3462
29 3500
30
3000
25
20 2500
20
2000 1767
15 13 1541
1500
10
1000
4
5 500
120
0 0
2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018
Gambar 3. Grafik jumlah lokus laboratorium Gambar 4. Grafik jumlah ide inovasi laboratorium
inovasi tahun 2015-2018 inovasi tahun 2015-2018
Sumber : Pusat Inovasi Tata Pemerintahan, 2018 Sumber : Pusat Inovasi Tata Pemerintahan, 2018
Pada grafik tersebut juga ditunjukan kenaikan yang signifikan pada jumlah ide inovasi
yang dilahirkan dari kegiatan laboratorium inovasi. Kegiatan laboratorium inovasi yang
dilaksanakan pada tahun 2017 menghasilkan 1767 ide inovasi atau meningkat sebesar
15% dari ide inovasi hasil laboratorium inovasi yang diselenggarakan pada tahun 2016.
Peningkatan jumlah ide inovasi juga terjadi pada penyelenggaraan laboratorium inovasi
di tahun 2018 yakni sejumlah 3462 atau mengalami peningkatan sebesar 96% dari ide
inovasi di tahun 2017. Melihat data tersebut tentu dapat dimaknai bahwa semangat
daerah untuk berinovasi semakin meningkat dan adanya laboratorium inovasi yang
diselenggarakan oleh DIAN menjadi wadah bagi daerah untuk menghasilkan inovasi.
Dalam perjalanannya, kegiatan laboratorium inovasi telah berhasil menciptakan daerah-
daerah inovatif namun masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaanya. Salah satu
267
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
268
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pada model yang dirumuskan oleh Cooper (2008), kegiatan untuk menciptakan inovasi
dilakuka melalui lima fase yakni mengeksplorasi ide (discover), menentukan ruang
lingkup (scoping), membangun masalah organisasi (building business case),
pengembangan inovasi (development), pengujian dan validasi (testing and validation),
dan peluncuran (launch). Setiap stage dari model yang dirumuskan oleh Cooper (2008)
ini memiliki tujuan untuk mengumpulkan informasi dan mengurangi ketidakpastian serta
resiko dalam menciptakan inovasi. Dalam merumuskan model ini Cooper (2008)
memperhitungkan setiap biaya yang selalu bertambah disetiap stage ketika
269
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sekilas model ini mirip dengan model penciptaan inovasi yang digunakan oleh DIAN
dalam kegiatan laboratorium inovasi namun terdapat berbagai perbedaan yang dapat
digunakan untuk menutupi kelemahan metode penciptaan inovasi yang digunakan
dalam kegiatan laboratorium inovasi. Hal pertama yang membedakan adalah adanya
gate dalam setiap tahapan dan harus dilewati sebelum memasuki tahap penciptaan
inovasi selanjutnya. Cooper (2008) menjelaskan fungsi gate sebagai quality control
check points. Artinya tahapan penciptaan inovasi tidak akan dapat berlanjut apabila
belum memenuhi kriteria kualitas luaran dari setiap tahap. Cooper (2008) juga
menjelaskan bahwa setiap gate menunjukan wujud kerjasama antara pimpinan dan
anggota organisasi yang dituangkan dalam output setiap tahapan. Gate juga berfungsi
sebagai ukuran ataupun kriteria dari luaran setiap tahapan yang dilalui. Kriteria inilah
yang akan menjadi acuan kualitas dari inovasi yang dihasilkan. Selanjutnya Cooper
(2008) juga menegaskan bahwa gate berfungsi sebagai wujud keputusan pimpinan
dalam menciptakan inovasi. Keputusan tersebut berupa inovasi dilanjutkan, inovasi
dihentikan, atau inovasi masih perlu perbaikan.
Belum adanya gate (quality control check point) inilah yang harus ditambahkan pada
metode penciptaan inovasi melalui laboratorium inovasi. Dengan adanya gate ini,
kegiatan laboratorium dapat dilaksanakan tanpa perlu terburu-buru dikarenakan waktu
yang yang sangat singkat. Kegiatan laboratorium inovasi dapat dilanjutkan apabila telah
melalui setiap gate dan siap untuk diluncurkan sebagai solusi maupun perbaikan
organisasi.
Hal yang perlu diadopsi dari model penciptaan inovasi Cooper (2008) ini adalah adanya
tahap pre-launching (testing and validation). Tahap ini sangat penting mengingat
inovasi yang diciptakan adalah buah pikiran dari pimpinan dan anggota organisasi
namun belum mendapatkan masukan dari eksternal organisasi. Melalui tahap pre-
launcing inovasi organisasi dapat mengidentifikasi dan menjaring masukan dari
eksternal seperti masyarakat maupun organisasi lainnya. Melalui kombinasi
pengetahuan internal dan eksternal organisasi, atribut inovasi yang diluncurkan akan
semakin lengkap dan dapat digunakan sebagai senjata ampuh dalam memperbaiki tata
kelola organisasi, pelayanan, maupun memproduksi produk baru organisasi.
270
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kegiatan laboratorium inovasi merupakan kegiatan yang ampuh merangsang daerah
untuk berinovasi. hal ini dibuktikan dengan jumlah lokus kegiatan laboratorium inovasi
yang setiap tahun semakin bertambah dan jumlah ide yang dihasilkan juga semakin
bertambah. Meskipun ampuh dalam memproduksi daerah inovatif, kegiatan
laboratorium inovasi juga memiliki kelemahan khususnya dalam hal waktu
penyelenggaraan dan perbaikan metode pelaksanaan kegiatan. Melalui model
penciptaan inovasi yang dikeluarkan oleh Cooper (2008) ada hal-hal yang dapat
diadopsi khususnya pada pembuatan quality control check points dan post launcing
innovation.
SARAN
Sebagai kajian lanjutan maka dapat disarankan perbaikan metode pelaksanaan
kegiatan laboratorium inovasi agar semakin tercipta daerah yang inovatif serta
menghasilkan inovasi yang berkualitas. Selain itu, diperlukan kajian lanjutan yakni
berupa penelitian untuk membandingkan efektivitas dan kualitas dari metode
pelaksanaan inovasi sebelum ditambahkan quality control check points dan post
launcing innovation dan sesudah ditambahkan quality control check points dan post
launcing innovation.
Pustaka:
Baregheh, A., Rowley, J., & Sambrook, S. (2009). Towards a multidisciplinary definition of
innovation. Management Decision, 47(8), 1323-1339. DOI:
10.1108/00251740910984578
Bengtsson, M. (2016). How to plan and perform a qualitative study using content analysis.
NursingPlus Open, 2, 8-14. DOI:10.1016/j.npls.2016.01.001
Cooper, R. G. (2008). Perspective: The Stage-Gate®Idea-to-Launch Process—Update, What‘s
New, and NexGen Systems. Journal of Product Innovation Management, 25(3), 213–
232. doi:10.1111/j.1540-5885.2008.00296.x
Crossan, M. M., & Apaydin, M. (2010). A Multi-Dimensional Framework of Organizational
Innovation: A Systematic Review of the Literature. Journal of Management Studies,
47(6), 1154–1191. DOI: 10.1111/j.1467-6486.2009.00880.x
Damanpour, F., Walker, R. M., & Avellaneda, C. N. (2009). Combinative Effects of Innovation
Types and Organizational Performance: A Longitudinal Study of Service Organizations.
Journal of Management Studies, 46(4), 650-675. DOI: 10.1111/j.1467-
6486.2008.00814.x
Hilgers, D. and Ihl, C. (2010). Citizensourcing: Applying the Concept of Open Innovation to the
Public Sector, International Journal of Public Participation, 4(1), 67-88.
Kahn, K. B. (2018). Understanding innovation. Business Horizons, 61(3), 453-460. DOI:
10.1016/j.bushor.2018.01.011
271
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kaur, K., & Kaur, M. (2010). Innovation Diffusion and Adoption Models: Foundation and
Conceptual Framework. Management and Labour Studies, 35(2), 289-301.
DOI:10.1177/0258042x1003500209
Marsh, I. (2010). Innovation and Public Policy - The Challenge of an Emerging
Paradigm. Canberra: Australian Innovation Research Centre
McHugh, M., O‘Brien, G., & Ramondt, J. (2010). Finding an Alternative to Bureaucratic Models
of Organization in the Public Sector. Public Money & Management, 21(1), 35-42.
DOI:10.1111/1467-9302.00246
Nishihara, A. H., Matsunaga, M., Nonaka, I., & Yokomichi, K. (2018). Knowledge Creation in
Public Administrations: Innovative Government in Southeast Asia and Japan. Cham:
Springer International Publishing.
OECD (2017), Fostering Innovation in the Public Sector, OECD Publishing: Paris.
Pollitt, C., & Bouckaert, G. (2004). Public management reform: A comparative analysis. Oxford
University Press, USA.
Pusat Inovasi Tata Pemerintahan. 2015. Pedoman Pengelolaan Laboratorium Inovasi
Administrasi Negara. Jakarta: Pusat Inovasi Tata Pemerintahan LAN
Walker, R. M., Berry, f. S., & Avellaneda, c. N. (2015). Limits on innovativeness in local
government: examining capacity, complexity, and dynamism in organizational task
environments. Public Administration, 93(3), 663–683. DOI:10.1111/padm.12159
Zizlavsky, O. (2013). Past, Present and Future of the Innovation Process. International Journal
of Engineering Business Management, 5, 47. DOI:10.5772/56920
272
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
273
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Abstract
oleh
Juniarto Widodo
Widyaiswara Madya
Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BMKG
HP. 08159624161. Email : juniarto2013@gmail.com
Kata Kunci : Online Group Discussion, Pembelajaran berbasis jarak jauh, Learning
Managemnet
System
274
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Pendahuluan
275
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
276
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
4. Metode
Metodologi dalam kajian ini menggunakan metode analisis data secara
eksploratif dengan memanfaatkan data-data dan informasi yang terekam di dalam LMS
Pusdiklat BMKG. Guna mengetahui perkembangan tahapan perkembangannya, data-
data tentang penyelenggaraan pembelajaran online terekam lengkap di dalam Learning
management System (LMS) dimanfaatkan sebagai bahan kajian penelitian ini.
Rekaman bentuk-bentuk pembelajaran kelas online secara detil dapat dilihat melalui
LMS, antara lain handout pembelajaran, video pembelajaran, forum peserta diklat,
rekaman life chat sesi sinkronus dan lain-lain.
277
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
278
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pelaksanaannya, teknis OGD dimulai dengan pembukaan kelas online secara sinkronus
menggunakan fasilitas WIZIq (Webinar dengan durasi OGD lebih kurang 1,5-2 jam.
Tabel 1. Ragam Tema Materi Online Group Discussion (OGD) BMKG Tahun 2017
Metode pembelajaran OGD antara lain handouts, text chat, video, forum dan assigment
bagi yang ingin mendapatkan sertifikat. Dalam hal ini peserta dinyatakan mendapat
sertifikat setelah mereka login di sesi sinkronus dan menyelesaikan assigment setelah
OGD selesai jika ingin mendapatkan sertifikat. Model assigment yang harus
diselesaikan adalah membuat summary atas penyampaian materi dari narasumber
OGD. Sharing knowledge melalui pembelajaran OGD dilakukan dengan cara
memberikan sebuah link untuk mengikuti pembelajatran secara online dengan bantuan
Wiziq/webinar sehingga peserta bisa mengikuti materi pembelajaran dari narasumber
secara online. Dalam proses pembelajarannya peseta bisa mengikuti secara bersama-
sama di unit kerja masing-masing dengan menggunakan linkmuntuk mengakses
pembelajaran OGD sampai dengan selesai. Biasanya setelah penyampaian materi dari
presenter/narasumber, pembelajaran dilanjutkan dengan sesi tanya jawab/diskusi.
Peserta bisa menyampaian pertanyaan kepada nara sumber melalui fasilitas chatting
untuk ditanggapi narasumber.
Aktifitas peserta selama pembelajaran dilakukan melalui life chat dengan
narasumber, pertanyaan dilakukan dalam bentuk text akan ditanggapi satu persatu oleh
narasumber. Antusiasme peserta untuk bertanya pada umumnya sangat baik sehingga
sering terjadi banyaknya pertanyaan tidak sebanding dengan waktu yang disediakan.
Dibawah ini adalah grafik perbandingan jumlah event OGD 2014-2017 dan
perbandingan tema OGD Tahun 2017.
Berikut ini dalah Manajemen Penyelenggaraan OGD yang dikembangkan oleh
Pusat Pendidikan dan pelatihan BMKG sejak awal dikembangkan pembelajaran online :
279
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Format Media
Unsur Penyelenggara
Penyelenggaraan Pembelajaran
Seminar online/online
Moderator Text chat
meeting
Technical Support Synchronous /
Video
Official Asynchronous
Assigment
Presenter 1.5-2 jam/ OGD
(sertifikat)
0 Meteorologi 3
2014 2015 2016 2017
0 5 10 15
280
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
OGD adalah merupakan langkah penting untuk mendukung daya saing dan eksistensi
institusi/organisasi di tengah masyarakat.
Kendala yang muncul dalam knowledge sharing pembelajaran melalui OGD di
BMKG lebih banyak pada hal-hal teknis seputar stabilitas jaringan selama
penyelenggaraan yang tidak menutup kemungkinan terkadang mengalami trouble
jaringan. Namun sejauh penyelenggaraan sampai dengan saat ini, kendala itu relatif
sangat jarang khususnya untuk Kantor Pusat BMKG di Jakarta. Lain halnya di unit kerja
di daerah, kendala stabilitas jaringan lebih sering terjadi yang bisa menghambat proses
kegiatan OGD.
6. Kesimpulan
7. Saran
8. Pustaka
Deni D. (2014), Pengembangan Elearning Teori dan Desain, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
281
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Juniarto W. (2018), BMKG Menjawab Tantangan Revolusi Industri 4.0 Melalui Online Group
Discussion (OGD), Disampaikan dalam Seminar Nasional Internasional LP3M UNESA, 2018
Trianto I.B. (2014), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif dan Kontekstual,
Prenadamedia Group, Jakarta.
Tobing, Paul, L, (2007), di dalam Ida Ketut Kusumawijaya dkk, Knowlegde Sharing Dalam
Organisasi Berbasis Ilmu Pengetahuan, Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa Bali, STIE
Triatma Mulya-Bali
Yuliazmi, (2005), di dalam Ida Ketut Kusumawijaya dkk, Knowlegde Sharing Dalam Organisasi
Berbasis Ilmu Pengetahuan, Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa Bali, STIE Triatma
Mulya-Bali
282
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Ratnaningsih Hidayati
283
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Sejalan dengan revolusi industri 4.0 yang saat ini sedang bergerak dengan
kecepatan maksimal, seorang Aparatur Sipil Negara haruslah memiliki kompetensi yang
mumpuni sehingga mampu membawa Indonesia menjadi Negara maju di tahun 2045,
yang bertepatan dengan momentum 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Sebagai
negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar, Indonesia sangat potensial untuk
dijadikan sebagai pasar dari berbagai produk dan investasi. Hal positif dari
pertumbuhan pasar dan investasi ini adalah negara kita menjadi pusat-pusat
pertumbuhan inovasi. Oleh karena itulah, sebagai pembuat dan pelaksana regulasi,
seorang ASN juga harus mampu mengembangkan dirinya agar dapat mengikuti
perkembangan zaman dan dapat merumuskan kebijakan yang sesuai dengan
perkembangan di masa disrupsi ekonomi ini.
Saat ini Indonesia menempati peringkat ke-36 dari 137 negara di dunia dalam
Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index) tahun 2017-2018 yang
dikeluarkan oleh World Economic Forum. Walaupun telah mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya yaitu di peringkat ke-41, tapi posisi Indonesia masih di bawah
negara anggota ASEAN lainnya yaitu Thailand di peringkat ke-32, Malaysia di peringkat
ke-23 dan Singapura di peringkat ke-3. Salah satu dimensi pengukuran daya saing
adalah peran kelembagaan baik institusi publik ataupun swasta. Lingkungan
institusional suatu negara tergantung pada efisiensi dan perilaku para pemangku
kepentingan publik dan swasta. Kerangka hukum dan administrasi di mana individu,
perusahaan, dan pemerintah berinteraksi menentukan kualitas lembaga-lembaga publik
suatu negara dan memiliki pengaruh kuat pada daya saing dan pertumbuhan. Hal ini
akan berpengaruh pada keputusan untuk berinvestasi dan organisasi produksi dan juga
memainkan peran kunci dalam cara-cara di mana masyarakat mendistribusikan
manfaat dan menanggung biaya pengembangan strategi dan kebijakan (Schwabb,
2018).
Cita-cita mewujudkan World Class Bureaucracy di tahun 2024 (LAN RI, 2018) tentu
harus didukung pula dengan pengembangan kompetensi sumber daya manusia yaitu
ASN sebagai pilar utama terwujudnya visi tersebut. PNS sebagai salah satu bagian
dari Aparatur sipil Negara memiliki hak untuk mengembangkan kompetensinya yang
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017. Pengembangan
Kompetensi PNS adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan
standar kompetensi Jabatan dan rencana pengembangan karier. Terdapat tiga jenis
kompetensi PNS yang harus senantiasa ditingkatkan dan dikembangkan yaitu
kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi social kultural.
KAJIAN LITERATUR
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menetapkan standar kompetensi
jabatan ASN yang telah diatur dalam Peraturan Menteri PAN RB Nomor 38 tahun 2017.
Di dalam melaksanakan tugasnya, seorang ASN perlu memiliki kompetensi yang terdiri
dari komponen pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku. Standar kompetensi
ASN terdiri dari Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerialdan Kompetensi Sosial
Kultural. Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku
yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang
teknis Jabatan. Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
284
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
285
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dapat dilakukan secara masif dengan system yang telah tersedia tanpa harus
menambah sumber daya pelatihan.
b. Memperluas akses bagi PNS dalam mengembangkan kompetensi secara
berkesinambungan
Saat ini hampir setiap PNS (terutama dari generasi milenial) memiliki gawai
yang digunakan dalam bekerja maupun untuk kehidupan sosial sehari-harinya.
Oleh karena itu proses pengembangan kompetensi PNS melalui E-Learning ini
dapat dilakukan Kapan saja, dimana saja, dapat diakses dari lokasi mana saja dan
bersifat global. Sehingga seorang PNS dengan mobilitas yang sangat tinggi
sekalipun tetap akan dapat memperoleh haknya untuk mengembangkan
kompetensinya sejumlah 20 JP per tahun.
c. Mempercepat peningkatan kinerja organisasi.
Pengembangan kompetensi melalui E-Learning ini secara kuantitas akan lebih
banyak menjangkau PNS untuk dikembangkan kompetensinya sesuai dengan
kebutuhan organisasi tanpa harus meninggalkan tugasnya sehari-hari sehingga
diharapkan laju kinerja organisasi akan meningkat secara signifikan.
METODE
Metodologi yang digunakan pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan desk research dan studi literatur yang dilakukan terhadap
berbagai sumber baik di dalam jaringan (on-line) maupun di luar jaringan (off-line).
Kajian dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait
pendidikan nonklasikal berbasis E-Learning yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Di dalam Pedoman Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi PNS Melalui E-
Learning dijelaskan bahwa sumber daya manusia yang terlibat di dalam E-Learning
PNS ini terdiri dari: tutor, pengelola, penyelenggara dan mentor. Tutor E-Learning PNS
terdiri dari Widyaiswara, penguji, coach dan/atau sebutan lainnya. Adapun tugas
seorang mentor adalah memberikan bimbingan dan masukan kepada peserta pelatihan
terkait pencapaian kompetensi yang diharapkan; memberikan transfer pengetahuan
dan pengalaman kepada peserta pelatihan; dan memberikan dukungan terkait aspek
teknis dan substantif dalam penyusunan produk pembelajaran.
286
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Peranan Widyaiswara dalam pembelajaran berbasis E-Learning untuk PNS pada
dasarnya masih menjalankan tugas dan fungsi kewidyaiswaraan seperti yang tercantum
dalam Peraturan Menteri PAN RB No. 22 tahun 2014. Akan tetapi dalam hal ini
Widyaiswara harus pula memiliki kompetensi teknis penguasaan Teknologi Informasi,
terutama dalam hal merancang pembelajaran nonklasikal berbasis elektronik karena
287
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
sebagian besar bahan belajar akan disebarluaskan dan diunggah ke dalam system
manajemen pembelajaran (Learning Management System, LMS) yang digunakan.
Widyaiswara harus dapat memperluas jejaring kerja dan bekerja sama, terutama
dengan para ahli di bidangnya (Subject Matter Expert) agar dapat menghasilkan bahan-
bahan dan media pembelajaran yang berkualitas tinggi dan mudah dipahami oleh
peserta pelatihan.
SARAN
Pengembangan kompetensi ASN melalui E-Learning di masa sekarang ini
merupakah hal yang harus diselenggarakan oleh lembaga pelatihan pemerintah,
supaya proses penyelenggaraan pelatihan dapat menjadi lebih efisien. Sebagai tindak
lanjut dari kajian ini, disarankan agar setiap lembaga pelatihan dapat
menyelenggarakan atau mengalokasikan anggaran untuk pengembangan kompetensi
Widyaiswara dalam mempersiapkan bahan/materi untuk pembelajaran nonklasikal
melalui E-Learning.
Pustaka:
Guri-Rosenblit, S. (2005). ‗Distance education‘and ‗E-Learning‘: Not the same thing.
Higher Education, 49(4), 467-493.
Lee, T., & Lee, J. (2006). Quality assurance of web based E-Learning for statistical
education. COMPSTAT: Proceedings in Computational Statistics: 17th
Symposium, Rome.
LAN RI. 2018. Heading World Class Bureaucracy, Minister Of Administrative And
Bureaucratic Reform And LAN Prepare ASN Corporate University retrieved from
http://lan.go.id/en/lan-news/menuju-birokrasi-kelas-dunia-kemenpanrb-dan-lan-
siapkan-asn-corporate-university diakses pada tanggal 31 Oktober 2018 pukul
14.16.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Menteri PAN RB No. 22 tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional
Widyaiswara dan Angka Kreditnya
Peraturan LAN No. 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengembangan
Kompetensi PNS Melalui E-Learning
Sangra, A, Vlachopoulos, D and Cabrera N. 2012. Building an Inclusive Definition of
E-Learning: An Approach to the Conceptual Network Research Paper. The
International Review of Research in Open and Distance Learning.
Schwab, Klauss (Ed.) 2018. The Global Competitiveness Report. World Economic
Forum. Geneva
288
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Abdilah Mawardi Nur
Widyaiswara Ahli Muda
Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kab. Karawang
nurmawardiabdilah_67@yahoo.co.id
289
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Diklatpim bagi pejabat struktural, ditujukan untuk membentuk sosok pemimpin
birokrasi yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyusun perencanaan
kegiatan dan memimpin pelaksanaannya dengan memasukan unsur inovasi hasil diklat,
yang semuanya ditujukan untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk kepentingan
masyarakat. Sehingga output dari Diklatpim dimaksud adalah sebuah inovasi yang
telah diujicoba implementasinya dalam jangka pendek selama diklat berlangsung, yang
kemudian dilanjutkan dalam program jangka menengah dan disempurnakan dalam
program jangka panjang. Dan dilanjutkan oleh penyelenggara diklat yaitu Badan
Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, dilakukan evaluasi
efektivitas inovasi proyek perubahan dimaksud.
Proses pendidikan, pengarajaran, dan pelatihan, memerlukan evaluasi untuk
menunjukkan apakah tujuan pelatihan telah tercapai. Evaluasi pelatihan merujuk pada
proses pengkonfirmasian bahwa seseorang telah mencapai kompetensi. Oleh karena
itu, evaluasi pelatihan menurut Kirkpatrick (1994) adalah ―untuk menentukan efektifitas
dari suatu program pelatihan. Bukan hanya melakukan perbandingan kemampuan
peserta sebelum dan sesudah pelatihan (pre dan pos tes ). Efektifitas pelatihan
menurut Newby dalam Irianto (2001), adalah ―berkaitan dengan sampai sejauhmana
program pelatihan yang diselenggarakan mampu mencapai apa yang memang telah
diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai.
Tabel 1
Hasil Evaluasi Pasca Diklatpim Tk. IV
Tahun 2015 - 2016
TUJUAN JANGKA MENENGAH
NO TAHUN N
Tercapai Tidak
1 2015 30 15 15
2 2016 30 17 13
Hasil evaluasi pasca diklat mengapa tujuan jangka menengah tidak dilaksanakan
oleh alumni diklatpim, adalah ;
290
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dari 3 (tiga) penyebab tersebut, ternyata 2 (dua) penyebab muncul dari internal
SKPD yang bersangkutan yaitu peran pimpinan yang menyebabkan inovasi tujuan
jangka menengah alumni diklatpim, tidak dapat dilaksanakan.
Sehingga timbul pertanyaan, yaitu ―Mengapa inovasi yang telah dibuat tidak
ditindaklanjuti sampai dengan tujuan jangka menengah atau jangka panjang??‖. Atas
dasar pertanyaan inilah, maka dipandang perlu, untuk melakukan kajian, untuk
mengetahui mengapa permasalahan tersebut terjadi ?
Study Literatur
Berdasarkan hasil kajian literatur, ada yang telah melakukan penelitian tentang
pasca diklat, yaitu ;
a. Riskha Nur Fitriyah (2015);
Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kualitas sebuah diklat harus
dilakukan evaluasi pasca diklat.
b. Nanang Nugraha (2017)
Hasil penelitian merekomendasikan agar alumni Diklatpim Tk. IV dapat
didayagunakan untuk meningkatan kinerja organiasi perangkat daerah .
Akan tetapi penelitian yang membahas ―fungsi Kepala SKPD dalam mendororng
alumni Diklatpim untuk menyelesaikan tujuan jangka menengah atau jangka
panjangnya, belum ada‖. Sehingga atas pertimbangan ini, dirasakan perlu untuk
memberikan saran pendapat melalui penulisan gagasan, sehingga inovasi yang telah
dibuat oleh alumni Diklatpim Tk. IV di Kabupaten Karawang, dapat diselesaikan sesuai
dengan tujuan jangka menengah dan jangka panjangnya.
Landasan Teori
a. Evaluasi pasca Diklat
Pendidikan, pelatihan, dan pengajaran adalah cara yang biasa dilakukan oleh
organisasi pemerintah untuk meningkatkan kompetensi, attitude, dan pengetahuan
peserta. Dikjartih dilakukan dengan tujuan agar terjadi peningkatan kinerja individu
dan ujungnya adalah kinerja organisasi. Kirkpatrick (1994), seorang ahli evaluasi
pelatihan dan pengembangan SDM, mengembangkan model evaluasi pelatihan yang
terkenal dengan Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model, diringkas sebagai berikut :
291
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) dalam Zaenul & Nasution,
adalah ―judgment” terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi
ini selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Sedangkan menurut
Tyler (1950) dalam Zaenul & Nasution, evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana
tujuan pendidikan telah tercapai.
Masih banyak lagi definisi tentang evaluasi, namun semuanya selalu memuat
masalah informasi dan kebijakan, yaitu informasi tentang pelaksanaan dan
keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan
berikutnya.
Dari pendapat para ahli tersebut, maka pengertian evaluasi pasca Diklat dapat
didefinisikan sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian
hasil belajar. Hasil evaluasi ini, diharapkan dapat mendorong seorang widyaiswara
untuk melakukan dikjartih lebih baik dan mendorong peserta didik untuk dapat
menyelesaikan tugas pembelajarannya.
Evaluasi kegiatan bagi sebuah organisasi merupakan hal yang penting, namun
terkadang beberapa organisasi melakukan evaluasi hanya sebagai pelengkap program
kerja saja dalam artian bahwa evaluasi tersebut sama sekali tidak di tindaklanjuti atau
hanya sekdar menghabiskan anggaran saja. Evaluasi kegiatan bisa dibilang
merupakan senjata terampuh bagi sebuah organisasi untuk mengembangkan dan
meminimalisir kelemahan-kelemahan di tubuh organisasi.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kemampuan pemimpin dan para bawahannya
sangat mempengaruhi jalannya organisasi, tetapi sehebat apapun para bawahannya
tanpa evaluasi dan melakukan perbaikan, maka bisa dipastikan organisasi tersebut
akan menjadi tidak baik.
292
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Komunikasi efektif
Manusia sebagai mahluk sosial melakukan komunikasi untuk berinteraksi
dengan manusia lainnya, begitupun dalam organisasi sangat dibutuhkan kerja sama
antara pimpinan dengan karyawan atau pun sebaliknya dengan cara penyampaian ide,
pemikiran, gagasan dan penyampaian arus informasi dengan berkomunikasi.
Di bawah ini pengertian-pengertian komunikasi menurut para ahli :
a. Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:145) mengemukakan bahwa
“Komunikasi adalah suatu proses pemindahan suatu informasi, ide, pengertian dari
seseorang kepada orang lain dengan harapan orang lain tersebut dapat
menginterprestasikannya sesuai dengan tujuan yang dimaksud”
b. Menurut Marwansyah (2010:321) mengemukakan bahwa “Komunikasi adalah
petukaran pesan antar manusia dengan tujuan pemahaman yang sama”
Berdasarkan pandangan para ahli tersebut, maka seorang pemimpin harus menjadi
komunikator handal agar instruksi/pesan dapat dipahami dan dilaksanakan oleh
komunikan/orang lain/bawahan, sehingga perlu melakukan hal-hal sebagai berikut ;
a. Isi pesan harus jelas;
b. Membuat cara termudah untuk melaksanakan instruksi;
293
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian pada penulisan jurnal ini menggunakan jenis penelitian deskriptif
yaitu dengan mempelajari permasalahan yang ada, serta menggambarkan secara
sistematis faktual (fakta yang terjadi).
2. Fokus Penelitian
Sehubungan dengan hal tersebut diatas dan mencapai tujuan penelitian,
maka fokus penelitian ini adalah tentang fungsi instruktif seorang pemimpin dalam
keberlanjutan inovasi alumni Diklatpim Tingkat IV, adalah ―komunikasi antara
pimpinan dan bawahan”.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari dokumen hasil evaluasi yang dilakukan oleh
BKPSDM Kab. Karawang tahun 2015 – 2016.
b. Data sekunder
Data sekunder/pendukung diperleoh dari jurnal, internet, serta buku-buku
mengenai fungsi instruktional pemimpin.
294
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pemimpin, dan (b) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan
bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas..
Dari pendapat ahli tentang fungsi pemimpin dalam sebuah organisasi, dalam
kaitannya dengan keberlangsungan penyelesaian inovasi jangka menengah alumni
Diklatpim Tk. IV, adalah sebagai berikut ;
a. Mengotimalkan fungsi penentuan arah organisasi yang ditopang sebagai
komunikator yang efektif;
b. Mengotimalkan dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan
mengarahkan.
Jika kedua fungsi ini dijalankan, maka permasalahan tidak dilanjutkannya inovasi
tujuan jangka menengah akan dapat diatasi.
Pembahasan motivasi dan kinerja banyak diungkap oleh para pakar psikologi,
terutama untuk mencari akar masalah terjadinya motivasi dan demotivasi di lingkungan
kerja. Beberapa ahli psikologi bahkan ada yang melakukan riset dan eksperimen untuk
mengkaji terjadinya motivasi dalam pekerjaan dan menentukan faktor-faktor yang dapat
meningkatkan motivasi atau menurunkan motivasi individu di tempat kerja.
―Dalam konteks pekerjaan, motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam
mendorong seorang karyawan untuk bekerja. Motivasi adalah kesediaan individu untuk
mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi (Stephen P.
Robbins, 2001)‖.
Siagian dalam Sedarmayanti (2001), mendefinisikan motivasi sebagai ―keseluruhan
proses pemberian motif kerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka
mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan
295
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dari uraian di atas, sangat jelas menggambarkan tentang kualitas peran seorang
pemimpin dalam sebuah organisasi dapat dilihat dari kemampuan berkomunikasi
dengan lingkungan internal dan ekternalnya. Kompetensi komunikasi tersebut
digunakan dalam kegiatan memotivasi bawahannya agar secara sadar mau bekerja
dengan sebaik mungkin untuk kepentingan organisasi melalui pencapain kinerja yang
telah ditetapkan.
Menjawab permasalahan dari penulisan ini yaitu masih ada inovasi alumni Diklatpim
Tk. IV Pemkab. Karawang yang tidak ditindaklanjuti tujuan jangka menengah atau
jangka panjangnya adalah dengan mengoptimalkan kemampuan pimpinan untuk
memotivasi bawahan guna menyelesaikan tugas-tugas jabatan dan instruksi pimpinan
dengan sebaik-baiknya.
296
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Saran
a. Saran untuk mengatasi permasalahan masih rendahnya penyelesaian inovasi
alumni Diklatpim Tk. IV di Kabupaten Karawang, adalah sebagai berikut ;
1) Mengoptimalkan fungsi Kepala SKPD sebagai penentu tujuan dan
komunikator yang efektif.
2) Mengoptimalkan kemampuan Kepala SKPD dalam berkomunikasi dengan
bawahannya.
3) Mengoptimalkan kemampuan Kepala SKPD dalam memotivasi kinerja
bawahannya.
297
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Daftar Pustaka
Krickpatrik, D.L. (1998). Evaluating Training Programs The Four Levels. San Fransisco:
Berrett-Koehler Publisher, Inc.
Mangkuprawira Sjafri. (2017). Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Marwansyah. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Alfabeta.
Nawawi Hadari. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang
Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
P. Siagian Sondang. (2003). Teori dan Praktik Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Prabu, M. A. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Reprika
Aditama.
Saefullah. (2013). Administrasi Bisnis, 2.
Sedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju.
Zainul & Nasution. (2001). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.
298
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Abstrak
Oleh
Endan Suwandana 1*, Euis Mulyaningsih 1, Munawar Asikin 2
1
Widyaiswara Ahli Madya BPSDMD Provinsi Banten, 2 Pusdiklat BPS RI
1
Jl. Raya Lintas Timur Km. 4, Karang Tanjung, Pandeglang, Banten 42251
2
Jl. Raya Jagakarsa No. 70, Lenteng Agung, Jakarta 12620
* Corresponding Author: Email: endan2006@yahoo.com
Kata kunci: BPS, eksplorasi / penggalian data, diklat karya tulis ilmiah, KTI
299
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Saat ini, pemerintah Indonesia sudah membuka banyak sekali jabatan fungsional
tertentu (JFT) seperti widyaiswara, perencara, auditor, statistisi, penyuluh pertanian,
instruktur, pranata komputer, arsiparis, analis kebijakan, pekerja sosial, dan
sebagainya. Menurut situs Kemenristekdikti (diakses 29 November 2018), saat ini
sudah terdapat 154 jenis JFT di pusat dan daerah. Untuk kenaikan angka pangkat dan
kredit, seluruh JFT tersebut memiliki kewajiban yang sama dalam unsur pengembangan
profesi, salah satunya adalah dengan menyusun karya tulis ilmiah (KTI).
Namun, kegiatan menyusun KTI ini sering menjadi momok bagi sebagian orang. Di
kalangan mahasiswa baik sarjana maupun pascasarjana, mencari ide tulisan saja
kadang-kadang membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan menurut Etika dan
Hasibuan (2016) banyak juga yang memutuskan untuk tidak menyelesaikan studinya.
Tidak hanya di kalangan mahasiswa, bahkan menurut Elfindri, dkk (2015), jumlah
publikasi di kalangan dosen saja masih sedikit.
Untuk itu diperlukan suatu pembelajaran atau pelatihan yang dapat meningkatkan
kemampuan kalangan akademisi, termasuk para JFT, dalam menulis KTI. Namun
sayangnya, tidak sedikit pelatihan yang hanya menekankan pada peningkatan aspek
kognitif semata, bukan pada kemampuan psikomotorik (menyusun KTI). Sehingga,
pasca pelatihan, para alumni tetap saja kesulitan dalam menyusun KTI. Untuk itu
diperlukan suatu inovsi metode pembelajaran yang diterapkan dalam sebuah pelatihan
penulisan KTI yang dapat menjadikan kegiatan tulis menulis itu cepat, produktif, dan
menyenangkan.
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas sebuah inovasi metode
pembelajaran yang diberi nama Metode Think The Opposite (TTO) atau Metode
Berpikir Terbalik dalam meningkatkan kemampuan penyusunan KTI berjenis paper
riset. Kajian ini sangat bermanfaat khususnya bagi lembaga-lembaga pelatihan dan
umumnya bagi setiap orang yang mengalami kesulitan dalam menyusun KTI.
KAJIAN LITERATUR
Bagi sebagian orang, menulis KTI berbentuk paper merupakan pekerjaan yang
sulit. Hal itu terjadi pada kalangan mahasiswa, dosen, dan insan akademis lainnya
(Indarti, 2012; Madjid, dkk., 2017). Elfindri, dkk (2015) menilai bahwa jumlah publikasi
para dosen di Indonesia pun masih sangat rendah. Hal itu senada dengan Wiryawan
(2014) yang menyatakan jumlah jurnal ilmiah terakreditasi nasional dan internasional di
Indonesia masih sangat sedikit.
Menurut Wischgoll (2017) dan Madjid, dkk. (2017), pelatihan adalah salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan penulisan paper. Namun
tidak jarang pembelajaran dan pelatihan hanya mengedepankan aspek kognitif semata,
sehingga pasca pelatihan para alumni tetap saja kesulitan dalam memulai menyusun
tulisannya. Menurut Kremer dan Perlberg (2006) dan Khales (2016), salah satu faktor
kunci keberhasilan kegiatan pembelajaran atau pelatihan adalah metode pembelajaran
300
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
(teaching methods). Metode pembelajaran yang tidak menarik akan berpengaruh pada
motivasi peserta dan hasil pembelajaran.
Metode
Kajian ini dilakukan melalui kegiatan Pelatihan Penulisan KTI selama empat hari (5
– 8 November 2018) di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Pusat Statistik
(Pusdiklat BPS), Jakarta denganjumlah peserta 40 orang yang terdiri dari JFT
widyaiswara Pusdiklat BPS (16 orang) dan statistisi BPS se-Pulau Jawa (34 orang).
Tulisan ini disusun berdasarkan pendekatan deskriptif untuk menjelaskan apa dan
bagaimana desain inovasi metode pembelajaran yang diterapkan dalam pelatihan
penulisan KTI ini. Selanjutnya, metode statistik kuantitatif digunakan untuk mengukur
tingkat keberhasilan peserta pelatihan, baik dari sisi kemampuan psikomotorik, kognitif,
dan afektif.
Pembahasan
a. Metode Think The Opposite
Sejak di bangku sekolah atau kuliah, kita selalu diajari untuk memulai menulis dengan
mencari ide/topik dan judul tulisan. Sehingga hal itu pada akhirnya membentuk pola
pikir kita bahwa menulis KTI itu harus dimulai dari mencari masalah, dilanjutkan dengan
menyusun judul, pendahuluan, studi pustaka, metodologi, hasil, pembahasan, dan
kesimpulan. Hal itu diakui Salamah dan Sumarsilah (2018) serta Rahmiati (2015) yang
menyatakan bahwa salah satu kendala terbesar yang dialami dalam menyusun KTI
adalah mencari ide atau topik tulisan.
Untuk itu kita harus melakukan perubahan mindset ini agar menulis paper menjadi lebih
mudah dan cepat, sehingga dapat meningkatkan produktifitas kegiatan tulis menulis.
Kita dapat mencoba untuk menulis KTI tidak diawali dengan mencari topik atau judul,
tetapi dimulai dari ―bermain-main‖ dengan data sekunder, lalu menuliskan hasilnya,
membahasnya, menuliskan kesimpulannya, baru diakhiri dengan penulisan metodologi,
pendahuluan, dan judul.
Begin with the end in mind, begitulah kata Stephen Covey (1989) agar kita menjadi
orang-orang yang hidupnya sangat efektif. Begitu juga Paul Arden (2006) dalam
bukunya “Whatever You Think, Think the Opposite”, menjelaskan akan pentingnya
untuk berpikir menyabang atau menyamping (lateral thinking), sehingga orang tersebut
akan menjadi lebih kreatif.
301
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Gambar 1. Alur penulisan paper secara cepat dan produktif menurut metode Think The
Opposite yang dikembangkan oleh penulis
Metode TTO yang diujicobakan dalam kajian ini adalah inovasi metode
pembelajaran dalam pelatihan penulisan paper yang terdiri dari 17 langkah dan diawali
bukan dari mencari ide atau topik tulisan dan menulis pendahuluan, namun diawali dari
pencarian data dan pengolahan data, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.
Lebih rinci lagi, metode TTO tersebut dibagi ke dalam 17 langkah, yaitu: 1)
melakukan pencarian data, 2) melakukan analisis data dengan, 3) menuliskan hasil
analisis, 4) melakukan diskusi dan pembahasan, 5) menulis kesimpulan, 6) menyusun
metodologi, 7) menulis pendahuluan, 8) menulis abstrak, 9) merumuskan judul, 10)
memberikan sitasi, 11) menuliskan daftar pustaka, 12) memeriksa plagiarisme, 13)
mencari jurnal ilmiah, 14) melakukan registrasi ke jurnal ilmiah, 15) menyesuaikan
naskah paper menurut gaya selingkung, 16) melakukan proof-reading, dan 17)
mengirimkan naskah paper (paper submission) ke jurnal ilmiah.
Paper submission merupakan bagian akhir dari pembelajaran / pelatihan ini dan
menjadi tolok ukur utama keberhasilan pelatihan. Untuk itu, maka sejak sesi pertama
dari pelatihan empat hari ini, seluruh peserta langsung melakukan praktek penulisan
paper, sesuai dengan langkah-langkah metode TTO di atas. Peserta yang tidak berhasil
melakukan paper submission, tidak dapat memenuhi ambang batas kelulusan
pelatihan.
Inilah yang dimaksud dengan Metode TTO pada pelatihan penulisan KTI jenis
paper riset ini. Dengan cara seperti ini maka, tulisan dapat diseselsaikan dengan cepat,
bahkan ide atau topik tulisan pun bisa saja lahir dari temuan awal (initial findings) yang
diperoleh dari pengolah data sekunder ini. Para ahli yang tergabung dalam komunitas
researchgate.net (2018) juga merekomendasikan teknik seperti ini
(http://bit.ly/2RzlSS7).
b. Kemampuan Menulis Paper
Hasil Pre-assessment test yang dilakukan tiga hari sebelum pelatihan dimulai
menunjukkan bahwa ada 67,6% peserta yang belum pernah menulis paper sama
sekali. Di antaranya ada 11 orang yang menyatakan kebingungan dalam memulai
tulisan, 12 orang merasa kesulitan dalam menarasikan hasil, 11 orang tidak mengetahui
302
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
cara mencari jurnal ilmiah dan mengirimkan naskah KTI, 4 orang menyatakan tidak
menguasai teknik analisis statistik, dan sisanya mengaku sibuk dengan urusan lain atau
masih kurang termotivasi untuk menulis (Gambar 2).
Namun pada hari terakhir pelatihan (hari keempat), ternyata terdapat 90% dari 40
peserta yang berhasil melakukan paper submission ke beberapa jurnal ilmiah online.
Hasil ini membuktikan bahwa metode TTO sangat efektif dalam meningkatkan
kemampuan menulis paper dalam waktu singkat. Peserta merasa terkejut karena
ternyata mereka mampu menulis paper riset dalam waktu empat hari, hanya dengan
mengandalkan data sekunder.
20
Pengolahan data 0
Penulisan hasil, 20
pembahasan, dan 0
kesimpulan
Penulisan metodologi 20
dan pendahuluan 0
20
Plagiarisme 0
20
Gaya selingkung 0
303
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
20
Mencari referensi 0
Melakukan paper 20
submission 0
1 2 3 4 5
Keterangan Legend: Kurang Kurang Cukup Baik Baik
Sekali Sekali
1. Inovasi metode pembelajaran Think The Opposite (TTO) dapat diakui sebagai
metode baru penulisan KTI jenis paper riset yang mengawali penulisan paper dari
pengolahan dan analisis data.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih kami haturkan kepada Bapak Marsudijono, S.Si., M.M selaku
Kepala Pusdiklat BPS RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menerapkan model pembelajaran Think The Opposite pada Pelatihan Penulisan KTI di
Pusdiklat BPS RI, Jakarta.
Referensi
Arden, P. (2006). Whatever you think, think the opposite. Portfolio. 142 p.
Covey, S. (1989). The 7 habits of highly effective people. Free Press. 381 p.
304
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Elfindri, Rustad, S., Nizam, & Dahrulsyah. (2015). Lecturer performances in Indonesia
higher education system. International e-journal of advances in education, 1(1),
pp. 26–36.
Etika, N., & Hasibuan, W. F. (2016). Deskripsi masalah mahasiswa yang sedang
menyelesaikan skripsi. Jurnal KOPASTA, 2(1), pp. 40–52.
Indarti, S. (2012). Inovasi metode pembelajaran mata kuliah metode penelitian
manajemen dengan metode konstruktivisme dalam rangka menurunkan durasi
studi mahasiswa (Studi kasus Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Riau). Jurnal Ekonomi, 20(4), pp. 1–18.
Khales, B. (2016). The Impact of a Teacher Training Program on Mathematics Teaching
Methodologies: Using Student-centered Learning. American Journal of
Educational Research, 4(14), pp. 992–998.
Kremer, L., & Perlberg, A. (2006). Training of teachers in strategies that develop
independent learning skills in their pupils. British journal of teacher education, 5(1),
pp. 35–47. https://doi.org/10.1080/0260747790050104.
Madjid, S., Emzir, & Akhadiah, S. (2017). Improving academic writing skills through
contextual teaching learning for students of Bosowa University Makassar. Journal
of education, teaching and learning, 2(2), pp. 268–272.
Rahmiati. (2015). Analisis kendala internal mahasiswa dalam menulis karya ilmiah. Al-
Daula, 4(2), pp. 327–343.
Salamah, U., & Sumarsilah, S. (2018). Pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis
Deep Dialogue Critical-Creative Thinking (DDCT). Jurnal inovasi pembelajaran,
4(1), pp. 90–101.
Wiryawan, K.G. (2014). The current status of science journals in Indonesia. Science
Editing, 1(2), pp. 71–75.
Wischgoll, A. (2017). Improving undergraduates‘ and postgraduates‘ academic writing
skills with strategy training and feedback. Frontiers in Education, 2(33), pp. 1–15.
doi: 10.3389/feduc.2017.00033.
Kemenristekdikti. (2018). Daftar Jabatan Fungsional Khusus (Tertentu) Update 20
Februari 2017. http://lldikti12.ristekdikti.go.id/2017/02/20/daftar-jabatan-fungsional-
khusus-tertentu-update-20-februari-2017.html (diakses 29 November 2018).
Researchgate.net (diaksses tanggal 29 November 2018).
https://www.researchgate.net/post/What_is_an_ideal_approach_to_start_writing_differe
nt_sections_of_research_papers_Which_section_should_be_written_first_and_which_s
hould_be_later. (http://bit.ly/2RzlSS7).
305
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Caterin Magdalena Simamora
(Widyaiswara Ahli Muda, Pusdiklat Perdagangan Kementerian Perdagangan,
HP: 081324795108, Email : catherine_simamora@yahoo.com)
Penanaman atau internalisasi nilai anti korupsi menjadi sesuatu yang penting saat ini.
Hal ini karena dalam atau tidaknya penanaman nilai anti korupsi ini mencerminkan
masa depan Indonesia ke depan. Penanaman nilai ini juga akan mencerminkan
perilaku yang akan tumbuh atau muncul dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). CPNS
sebagai salah satu bagian dari Aparatur sipil Negara (ASN) merupakan penerus
pelayan masyarakat di masa yang akan datang. Pelatihan Dasar menjadi wadah awal
untuk menanamkan nilai-nilai ANEKA yang salah satunya nilai anti korupsi bagi calon
CPNS. Nilai Anti Korupsi menjadi sesuatu yang penting di tengah maraknya kepala
daerah dan oknum ASN yang terjerat dalam korupsi. Penyampaian materi
pembelajaran Anti Korupsi pada Latsar CPNS Golongan III Tahun 2018 dilakukan
dengan berbagai metode untuk menginternalisasi nilai anti korupsi. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode observasi yang dilakukan oleh penulis sebagai
seorang Widyaisawara. Hasil kajian terhadap hasil pengamatan kondisi pembelajaran
dikelas menunjukan dengan menggunakan beberapa metode pembelajaran yang
bervariasi mulai dari berdiskusi, menonton film, membuat film, menyusun kolase, studi
kasus, dan labeling menjadi usaha Widyaiswara untuk menginternaliasi nilai anti
korupsi kepada peserta CPNS. Rangkaian metode pembelajaran disusun untuk
membentuk area afektif peserta CPNS untuk berkomitmen dan selalu berusaha
menjaga integritas anti korupsi.
306
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar dan berlimpah, potensi sumber
daya manusia, potensi peluang pasar yang menjanjikan. Sangat dibutuhkan orang yang
memiliki kompetensi dan intergritas dalam mengelola kekayaan ini. Potensi dari
kekayaan Indonesia ini masih belum dapat dikelola secara efektif dan efisien, ini di
tandai Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju, kita
masih dalam kelompok negara berkembang belum masuk kelompok negara maju.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki peranan besar dalam mengelola kekayaan yang
besar ini. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam
Undang-Undang Nomor 5 tentang Aparatur Sipil Negara pada pasal 5 disebutkan
memiliki fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik; pelayan publik; dan perekat dan
pemersatu bangsa. Ini artinya PNS merumuskan kebijakan sampai pada implementasi
kebijakan dalam berbagai sektor pembangunan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan sosok PNS yang profesional, yaitu
PNS yang mampu memenuhi standar kompetensi jabatannya sehingga mampu
melaksanakan tugas jabatannya secara efektif dan efisien. Dalam membentuk sosok
PNS profesional perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur pelatihan. Selama ini
pelatihan pembentukan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dilakukan melalui
Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan (Diklat Prajabatan), dimana praktik
penyelenggaraan Pelatihan yang pembelajarannya didominasi oleh ceramah sulit
membentuk karakter PNS yang kuat dan profesional.
PNS juga dihadapkan kepada kenyataan masih tingginya tingkat korupsi yang tinggi
yang terjadi di hampir semua lini. Menurut data yang dirilis The World Economic
Forum, Indonesia berada pada peringkat ke-80 dunia (diurutkan dari negara paling
bersih ke negara paling korup), dengan skor indeks 37. Ini menunjukan kondisi
Indonesia dalam hal korupsi yang masih cukup tinggi. Berbagai data menyajikan hampir
di semua lembaga pemerintahan terpapar bahaya korupsi. Berangkat dari kondisi
tersebut, salah satu upayanya dengan memasukkan materi Anti Korupsi dalam
Kurikulum Diklat Latsar CPNS Golongan III. Tulisan ini menyajikan pemaparan
mengenai bagaimana nilai-nilai Anti Korupsi dapat terinternalisasi kepada CPNS
melalui metode pembelajaran yang dilakukan di ruangan kelas.
KAJIAN LITERATUR
Konsep Korupsi
Kondisi saat ini korupsi yang terjadi di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi berpotensi
menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum,
sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Pada
kenyataannya upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan belum menunjukkan
hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai aspek kehidupan tetap saja banyak terjadi
dan harus diakui tindakan korupsi menjadi sesuatu yang biasa, dan cenderung permisif.
307
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Jika kondisi ini tetap dibiarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan
menghancurkan negeri ini.
308
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tujuan dan sasaran dari pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III diselenggarakan
untuk membentuk PNS profesional yang berkarakter yaitu PNS yang karakternya
dibentuk oleh sikap dan perilaku displin PNS, nilai-nilai dasar PNS, dan pengetahuan
tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI, serta menguasai bidang tugasnya
sehingga mampu melaksanakan tugas dan perannya secara profesional sebagai
pelayan masyarakat. Sasaran penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS bagi
CPNS Golongan III adalah terwujudnya PNS profesional yang berkarakter sebagai
pelayan masyarakat.
Kompetensi yang dibangun dalam Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III adalah
kompetensi PNS sebagai pelayan masyarakat yang profesional, yang diindikasikan
dengan kemampuan:
1. menunjukkan sikap perilaku dan disiplin pns;
2. mengaktualisasikan nilai-nilai dasar pns dalam pelaksanaan tugas jabatannya
3. mengaktualisasikan kedudukan dan peran pns dalam kerangka NKRI; dan
4. menunjukkan penguasaan kompetensi teknis yang dibutuhkan sesuai bidang
tugas
Salah satu bagian dari kurikulum Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III adalah
agenda nilai-nilai Dasar PNS. Nilai-nilai Dasar PNS ini terdiri dari 5 mata pelatihan :
Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen mutu dan Anti Korupsi.
Nilai-nilai anti korupsi yang tedapat dalam materi ini terdiri dari :
a. jujur
b. bertanggung jawab
c. disiplin
d. mandiri
e. kerja keras
f. sederhana
309
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
g. berani
h. peduli
i. adil
METODE
Penelitian ini dilakukan melalui penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
menjadi instrument dan pengumpulan data dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan
pada saat penelitian di lapangan. Oleh karena itu analisis data yang dilakukan bersifat
induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan selanjutnya dikontruksikan
menjadi hipotesis atau teori. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna disini merupakan data yang
sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang nampak.
Oleh karena itu penelitian tidak menekankan pada generalisasi namun lebih kepada
makna yang muncul.
Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas
data, analisis data, menafsirkan data dan kesimpulan atas temuannya
(Sugiyono,2007).
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi partisipatif, yaitu peneliti terlibat dengan
kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian yang sedang diamati . Sambil melakukan
pengamatan, peneliti ikut merasakan perasaan yang dirasakan objek penelitian.
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Pusdiklat Perdagangan Kementerian
Perdagangan untuk Latsar CPNS Golongan III Tahun 2018 sebanyak 60 orang
310
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ANALISIS/PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan selama kegiatan pembelajaran di ruang kelas untuk materi Anti
Korupsi pada Latsar CPNS Golongan III Tahun 2018. Peneliti menyiapkan beberapa
metode pembelajaran untuk dilakukan dalam kegiatan kelas. Metode pembelajaran ini
diantaranya adalah :
1. in-class discussion : tujuan dari metode ini menumbuhkan kepekaan
(awareness) dan membangun kerangka berfikir (framework of thinking). Peneliti
menyampaikan konsep-konsep terkait korupsi dan anti-korupsi, mulai dati
kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, bagaimana bila Indonesia behas korupsi,
biaya yang sudah dikeluarkan akibat korupsi, tindakan pidana korupsi dan juga
nilai-nilai anti korupsi.
2. studi kasus : tujuannya untuk meningkatkan kepekaan peserta mengenai kasus
korupsi terutama di lingkungan birokrasi dengan menganalisis sesuai dengan
konsep-konsep yang telah disampaikan sebelumnya dan juga mencari referensi
lain sebanyak-banyaknya dari internet.
3. Skenario perbaikan sistem : tujuannya adalah peserta dipancing untuk
memikirkan penyelesaian masalah atau solusi dari permasalahan nyata
mengenai potensi anti korupsi yang dihadapi sehari-hari dari lingkungan
perkerjaannya selama bergabung dalam pemerintahan
4. Membuat video : peserta dalam berkelompok berdiskusi untuk menentukan
tema dengan ide segar mengenai korupsi atau anti korupsi apa yang akan di
angkat dan ditampilkan dalam bentuk film pendek. Peneliti membebaskan
peserta untuk membangun setting dimanapun, di ruang kelas, di area sekitar
kampus.
5. Menanyangkan beberapa video diantaranya dengan tema : potensi kekayaan
Indonesia, dampak korupsi bagi Indonesia, kasus korupsi, film pendek anti
korupsi, dan video mengenai labelling.
6. Menyusun kolase dari media surat kabar dengan Tema Indonesia bebas korupsi
Dari metode pembelajaran yang telah disiapkan peneliti dan dilakukan dalam proses
pembelajaran dalam kelas materi Anti korupsi dengan Jumlah jam pelajaran (JP)
materi anti korupsi sebanyak 24 JP. Jumlah JP yang panjang ini memerlukan banyak
kegiatan yang dipersiapakan oleh peneliti ketika menyampaikan materi anti korupsi.
Dan bagaimana membangun suasana kelas agar tetap hidup dengan memastikan
tujuan pembelajaran dapat tercapai di akhir sesi.
KESIMPULAN
Dari hasil observasi peneliti selama mengikuti pembelajaran materi anti korupsi, minat
peserta latsar dalam mengikuti pembelajaran cukup baik. Dari beberapa metode
pembelajaran yang telah dilakukan ada beberapa catatan menarik yang dapat
dicermati. Minat peserta yang tinggi ditandai salah satunya pada metode pembelajaran
studi kasus, peserta dengan mencari informasi selengkap-lengkapnya mengenai tema
311
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dari kasus korupsi yang baru saja terjadi di lingkungan pemerintahan. Peserta dalam
kelompok masing-masing membahas secara komprehensif dengan tools 5W 1H dan
analisa lainnya yang dikuasai.
Dalam kegiatan membuat video, banyak ide-ide segar yang muncul mengenai korupsi
dan anti korupsi. Alokasi waktu selama 3 JP di akhir pembelajaran di hari pertama, dan
dilanjutkan setelah pembelajaran, memberikan waktu yang cukup untuk peserta
berkreasi menampilkan film pendek yang menarik dengan aplikasi movie maker yang
sangat mudah untuk di install di smart phone atau di laptop.
Metode pembelajaran terakhir yang menjadi catatan menarik peneliti adalah ketika
diakhir pembelajaran, peneliti menayangkan mengenai percobaan Masaru Emoto.
Percobaan ini mengenai nasi yang dimasukan ke dalam toples yang berbeda, dan
masing-masing dilabeli kata ―hate‖ dan ―love‖. Dalam video ini diperagakan tiap label
disebutkan sesuai kata yang tertempel pada label. Setelah beberapa hari maka, nasi
pada toples dengan kata ―love‖ akan tetap putih, sedang kan di toples dengan kata
―hate‖ didapati nasi menjadi hitam. Makna dalam percobaan itu, bahwa kuasa
perkataan dan pikiran dapat mempengaruhi lingkungan. Selanjutnya peserta di berikan
post it, untuk menuliskan apa komitmen yang akan mereka lakukan sebagai CPNS
dalam berkontribusi kepada negara. Dengan menyebutkan satu per satu, peneliti
meminta peserta untuk memfoto dan meng-upload pada social media yang dimiliki
untuk menjadi pengingat.
Dari metode pembelajaran yang telah dilakukan, perencanan jenis metode
pembelajaran sangat penting, untuk tetap menjaga minat peserta dalam mengikuti
pembelajaran mengingat jumlah jam pelajaran yang cukup panjang sebanyak 24 jp
dua setengah hari pembelajaran) dan yang terpenting bagaimana tujuan pembelajaran
materi anti korupsi yaitu mampu mengaktualisasikan sikap dan perilaku yang amanah,
jujur, dan mampu mencegah terjadinya korupsi di lingkungannya dapat tercapai.
Dengan indikator pembelajaran terdiri dari :
a. menyadari dampak perilaku dan tindak pidana korupsi bagi kehidupan diri pribadi,
keluarga, masyarakat, dan bangsa;
b. menjelaskan cara-cara menghindari perilaku dan tindak pidana korupsi;
c. menjelaskan pembangunan sistem integritas untuk mencegah terjadinya korupsi di
lingkungannya;
d. membiasakan nilai dasar anti korupsi bagi kehidupan diri pribadi, keluarga,
masyarakat, dan bangsa; dan
e. menganalisis kasus nilai anti korupsi.
SARAN
Untuk pembelajaran semakin menarik dan tidak monoton, dapat mengundang
pembicara tamu dari tokoh-tokoh yang dikenal sebagai corrupter-fighter di bidangnya
masing-masing, seperti tokoh KPK, pengusaha, politisi, pejabat pemerintah dan lain
sebagainya yang dapat membagikan pengalaman hidupnya dalam memberantas dan
mencegah korupsi dalam dunia kerjanya. Visitasi ke tempat-tempat yang terkait dengan
312
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
anti korupsi, seperti ke KPK atau ke lapas untuk narapidana kasus korupsi dapat
menjadi pilihan lain dalam metode pembelajaran.
Pustaka:
Ali, Muhammad (1993), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta : Pustaka
Amani
Dr. M. Sobry Sutikno , (2009). Belajar dan Pembelajaran , Prospect. Bandung, 2009
Prof.Dr.Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta. Bandung.
Stephen P. Robbins, dan Judge. 2002. Perilaku Organisasi, Buku 2, Jakarta:Salemba
Empat.
Sudjana, Nana. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru
Algensindo.
Undang-Undang Nomor 5 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan.
Perkalan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan
Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil Golongan III
313
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Wartiningsih
ASN merupakan profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah yang
bekerja pada lembaga pemerintah dengan perjanjian kerja. Amanah Undang-undang
No. 5 tahun 2014, menjadi tantangan untuk meningkatkan kualitas kinerja aparatur
yang lebih profesional, berkualitas, berjiwa melayani dan kompeten. Banyak terjadi
aparatur tidak dapat melakukan tupoksinya secara optimal karena terbatasnya
pengetahuan atau keterampilan. Pelatihan dianggap dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kesenjangan tersebut sesuai kebutuhan peserta. Aparatur berhak
mendapatkan pendidikan dan pelatihan minimal 20 jam. Lembaga diklat sebagai tempat
pengembangan kualitas SDM aparatur tentu harus mendesain pelatihan agar lebih
inovatif, menyenangkan, dan tercapai tujuan. Kegiatan pelatihan tidak hanya sekedar
dilaksankan dan peserta mendapatkan sertifikat kelulusan, namun pelatihan harus
tercapai tujuan dengan ouput yang memiliki kualitas profesional. Metode dalam
penulisan ini menggunakan kajian mendalam dari literatur-literatur. Pelatihan aktif
(active training) menjadi salah satu metode pelatihan yang inovatif. Active training
mengharuskan semua peserta aktif melakukan kegiatan. Pelatihan ini ditujukan bagi
yang memiliki kebebasan dalam memodifikasi pelatihan. Pelatih dapat mengubah
urutan sub materi pelatihan, format, dan metode pembelajaran. Active training ini dapat
menyegarkan pengalaman bagi peserta. Pelatih dapat mendesain ulang pelatihan yang
diajarkan dan menambahkan ide-ide baru yang inovatif dalam kelas. Active training ini
dapat direkomendasikan sebagai metode pembelajaran pelatihan ASN.
314
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
ASN merupakan profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah yang
bekerja pada lembaga pemerintah dengan perjanjian kerja. Amanah Undang-undang
No. 5 tahun 2014, menjadi tantangan untuk meningkatkan kualitas kinerja aparatur
yang lebih profesional, berkualitas, dan berdaya saing. ASN yang profesional dapat
tercermin pada integritas, kompetensi, dan kemampuan melayani. Sementara ASN
yang berkompeten dapat tercermin dari menguasi bidang tugasnya, fokus, inovatif,
kreatif, responsif, komunikatif, berpengalaman, berorientasi hasil, dan dapat dipercaya.
(Asman, 2018). Banyak terjadi aparatur tidak dapat melakukan tupoksinya secara
optimal karena terbatasnya pengetahuan atau keterampilan. Pelatihan dianggap dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan tersebut sesuai kebutuhan peserta.
Apalagi amanat UU, Menpan mengambil kebijakan Aparatur berhak mendapatkan
peningakatan kompetensi minimal 20 jam. Hal ini tentu disambut baik kepada lembaga
diklat sebagai penyelenggaran kegiatan pendidikan dan pelatihan. Tantangan bagi
lembaga diklat untuk mengemban tugas menjadikan kompetensi lulusan diklat yang
kompeten, berjiwa melayani, dan profesional.
KAJIAN LITERATUR
Tinjauan Diklat Aparatur Sipil Negara
Pendidikan dan Pelatihan (diklat) merupakan komponen penting dalam pengembangan
sumber daya manusia (SDM) pada semuah lembaga/institusi. Penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan (diklat) diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap positif. Peningkatan tersebt akibat dari pelaksanaan program
diklat yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja lembaga dalam menghadapi
perubahan dan persaingan eksternal (Pribadi,Benny, 2014). Smith dan Ragan (2008)
mengungkapkan bahwa program pelatihan dapat dimaknai sebagai pengalaman
pembelajaran yang memfokuskan pada upaya individu untuk memperoleh keterampilan
spesifik yang dapat digunakan.
Menurut Hamalik (2001: 10), pelatihan merupakan suatu proses yang meliputi
serangkaian tindakan atau upaya yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk
pemberian bantuan kepada calon tenaga kerja oleh tenaga professional kepelatihan
dalam satuan waktu tertentu yang bertujan untuk meningkatkan kemampuan kerja
peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan
produktivitas dalam suatu organisasi.
Pusdiklat yang dimiliki suatu institusi harus mampu mendesain dan mengembangkan
program-program diklat yang sejalan dengan visi misi institusu tersebut. Selain itu,
desain, pengembangan, dan evaluasi program diklat perlu didasarkan pada
permaslaahan kinerja dan tuntutan dinamika yang dihadapi lembaga tersebut. Sebuah
pelatihan yang dilaksanakan secara efektif dan efisien akan memberikan kontribusi
positif pada pengembangan dan kemajuan lembaga. Kontribusi tersebut mencakup
aspek: 1) Membuat lembaga dapat hidup (survive) dan berkembang; 2) Mengatasi
kesenjangan atau diskrepansi kinerja pegawai; 3) Mendalami tujuan pokok core
lembaga; 4) Menyeragamkan pandangan pegawai terhadap visi dan misi lembaga; 5)
315
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
316
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
317
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
318
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
a. Kegiatan Terstruktur
1) Memotivasi Partisipasi, dapat dilakukan dengan menjelaskan sasaran Anda,
Jualah manfaat, ungkapkan antusiasme, kaitkan kegiatan dengan kegiatan
sebelumnya, keukakan pendapat pribadi kepada peserta, dan ekspresikan
keyakinan anda kepada peserta.
2) Mengarahkan kegiatan peserta, dapat dilakukan dengan cara: Bicaralah
perlahan, gunakan bantuan visual, definisikan istilah penting, dan
demonstrasikan kegiatan.
3) Menangani proses kelompok, dapat dilakukan dengan cara: bentuklah
kelompok dengan beraneka cara, baurkan tim dan teman duduk, variasikan
jumlah orang dalam kegiatan berdasarkan ketentuan khusus, bagilah peserta
menjadi beberapa tim sebelum memberikan petunjuk lebih lanjut, mintalah
kelompok untuk memilih fasilitator atau pencatat waktu, berikan kepada para
kelompok instruksi terpisah bila aktivitas banyak kegiatan, usahan pesera
tetap sibuk, dan beritahu kepada subkelompok berapa banyak waktu
mereka.
4) Menjaga keterlibatan peserta. Mengubah desain pelatihan agar sesuai
dengan waktu dan suasana hati peserta membantu menjaga kadar energi
kelompok pelatihan tetap tinggi dan aktif. Panduannya dengan cara: Jagalah
agar aktivitas terus bergerak, Tantanglah para peserta, Dukung peserta atas
keterlibatan mereka dalam kegiatan, Sertakan gerakan fisik ke dalam
aktivitas, dan 5) Perlihatkan antusiasme Anda.
5) Pemrosesan kegiatan. Kiatnya meliputi: Ajukan pertanyaan yang relevan,
Dengan hati-hati bangunlah pengalaman pemrosesan yang pertama, Amati
bagaimana para peserta bereaksi selama proses tersebut, Bantulah
subkelompok yang kesulitan dalam memproses kegiatan, dan Simpan reaksi
Anda sendiri sampai Anda mendengar reaksi para peserta.
b. Pembelajaran Tim
1) Menyusun Tim Belajar. Pertimbangan pertama dalam memicu pembelajaran
tim adalah ukuran dan komposisi tim. Ada beberapa kaidah lugas terkait
penyusunan tim belajar. Hal-hal berikut bisa dipertimbangkan:Penetapan
acak, keanekaragaman, keseragaman, dan berdasar kenalan sebelumnya.
2) Mengembangkan tim belajar. Menetapkan peraturan dasar Spesifik
membantu tim belajar untuk mengejawantahkan bagaimana mereka harus
bekerja guna mencapai tujuan mereka.
3) Melibatkan peserta dalam pembelajaran tim.
Entah tim belajar Anda kecil atau besar, sangat penting untuk menyusun tim
belajar ketika pertama kali diperkenalkan dalam program pelatihan. Gunakan
kegiatan pendek dan kolaboratif.
METODE
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori
yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang
diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat
utama bagi praktek penelitian.
319
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ANALISIS/PEMBAHASAN
Model pembelajaran active training ini melibatkan pelatih dan peserta untuk aktif.
Desain ini dirancang dengan konsep learning by doing. Peserta disibukkan dengan
berbagai aktivitas yang positif. Tahapan menurut Melvin Siberman ini, meliputi:
Persiapan dalam memulai pembelajaran aktif. Berbagai upaya yang dapat dilakukan
dalam memulai program pelatihan aktif, yaitu mempersiapkan diri secara mental,
menata lingkungan fisik, serta menyambut para peserta didik dan menjalin hubungan
baik. Selain itu, memanfaatkan sebaik-baiknya 30 menit pertama pelatihan, mengulas
kembali agenda, dan meminta tanggapan untuk agenda sangat diperlukan untuk
mendukung keberhasilan pelaksanaan awal program pelatihan. Memegang
kepemimpinan atas kelompok pelatihan dapat dilakukan dengan memperhatikan
beberapa hal, seperti menetapkan norma kelompok, mengendalikan waktu dan
kecepatan, dan mendapatkan perhatian kelompok. Selain itu, dari segi meningkatkan
penerimaan kepemimpinan dan menangani situasi bermasalah juga merupakan segi
pokok dalam keberhasilan memegang kepemimpinan atas kelompok pelatihan. Dalam
memberikan presentasi adalah bagaimana mengenal peserta pelatihan, menata
presentasi, mengawasi bahasa tubuh, menambahkan faktor visual serta membuat
peralihan yang baik. Sedangkan untuk dapat memimpin diskusi, beberapa hal yang
dapat dilakukan yaitu dengan mengucapkan kembali pertanyaan, memerikasa
pemahaman peserta, memuji tanggapan peserta, menjabarkan penyataan, memberikan
semangat, mengungkapkan ketidaksetujuan, menengahi perbedaan pendapat,
menggalang ide-ide baru, memvariasikan metode diskusi yang digunakan serta
merangkum proses diskusi untuk diungkapkan kepada peserta pelatihan. Memfasilitasi
kegiatan terstruktur dapat dilakukan dengan memotivasi partisipasi, mengarahkan
kegiatan peserta, menangani proses kelompok, menjaga keterlibatan peserta dan
memproses kegiatan. Sedangkan mendorong pembelajaran tim, dapat dilakukan
dengan menyusun tim belajar, mengembangkan tim belajar, dan melibatkan peserta
dalam pembelajaran tim.
KESIMPULAN
Upaya diklat dalam mendesain kelas menjadi lebih variatif dan menyenangkan dapat
menggunakan pembelajaran active training. Model pembelajaran ini membutuhkan
keterlibatan aktif dari semua peserta dan pelatih. Dibutuhkan kreatif dan inovatif dalam
proses active training itu. Ini tentunya menjadi tantangan bagi lembaga diklat agar
pelaksanaan diklat benar-benar dapat tercapai tujuan. Sehingga mewujudkan ASN
kompoten, profesional, dan berjiwa melayani.
SARAN
Active training ini dapat direkomendasikan sebagai metode pembelajaran pelatihan
ASN karena proses pembelajarannya yang variatif, menyenangkan, dan melibatkan
semua peserta.
Pustaka:
Akbar, Norvan.2018. Tingkatkan Kompetensi, ASN Ikut Diklat 20 Jam/Tahun.
320
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
https://jpp.go.id/nasional/pemerintahan/306395-tingkatkan-kompetensi-asn-wajib-ikut-
diklat-20-jam-tahun (diakses 10 Desember 2018)
Basri, Hasan dan Rusdiana,A. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Choky dan Budiprayitno.2018. Sosialisasi Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN
http://lan.go.id/id/berita-lan/sosialisasi-kebijakan-pengembangan-kompetensi-
asn-2 (diakses 10 Desember 2018)
Hamalik, Oemar. 2001. Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Pribadi, Benny A. 2014. Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Prenada Media Group.
Silberman, Melvin L. 2013. Active Training: Panduan Praktis tentang Teknik, Desain,
Contoh Kasus, dan Kiat (Terjemahan). Bandung: Nusa Media.
Siberman, Melvin L.and Muttaqien, Raisul. 2016. Active Learning: 101 Cara Belajar
Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia.
Siberman, Melvin L dan Sarjuli. 2007. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran
Aktif.Yogyakarta: Pustaka Insani Madani.
Silberman, Melvin. 2006. A Handbook of Techniques, Designs, Case Examples, and
Tips 3ed. San Francisco: Pfeiffer.
Undang-undang Republik Indonesia No 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Widoyoko, S Eko dan Sukirno . 2017. Evaluasi Program Pelatihan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
321
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
SUMIATI
(Widyaiswara Ahli Madya,UPT LATKESMAS MURNAJATI JATIM
HP 081331397307 email :miakoko69fidan@gmail.com )
322
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
KAJIAN LITERATUR
323
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
324
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
325
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dalam periode tertentu bahwa prestasi belajar merupakan kemampuan aktual yang
dapat diukur dan berwujud penguasaan ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan, dan
nilai-nilai yang dicapai oleh pembelajar sebagai hasil dari proses belajar mengajar di
sekolah. Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai pembelajar
dari perbuatan dan usaha belajar dan merupakan ukuran sejauh mana pembelajar telah
menguasai bahan yang dipelajari atau diajarkan.
Prestasi belajar dalam penelitian ini secara konseptual diartikan sebagai hasil kegiatan
belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka yang mencerminkan hasil yang sudah
dicapai oleh setiap pembelajar baik berupa kemampuan kognitif, afektif, maupun
psikomotor yang dapat diukur dari tes atau hasil ujian komprehensif. Pada penelitian ini
prestasi belajar berfokus pada nilai atau angka yang dicapai dalam proses
pembelajaran ujian komprehensif .
Hubungan antar variabel
Motivasi belajar adalah dorongan yang ada pada seseorang untuk melakukan kegiatan
belajar. Motivasi belajar sangat penting peranannya bagi pembelajar dalam usaha
mencapai prestasi belajar yang tinggi. Seseorang yang memiliki motivasi belajar yang
tinggi, cenderung menunjukkan semangat dan kegairahan dalam mengikuti
pembelajaran, mereka biasanya kelihatan lebih menaruh perhatian bersungguh-
sungguh dalam belajar dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, baik di
kelas maupun di luar kelas.
Fasilitator yang menguasai materi dengan baik, menggunakan metode dan media
pembelajaran yang tepat, mampu mengelola kelas dengan baik dan memiliki
kemampuan untuk menumbuhkembangkan motivasi belajar akan memberi pengaruh
yang positif terhadap prestasi belajar .
METODE
326
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ANALISIS/PEMBAHASAN
Hasil penilaian responden rata-rata variabel motivasi adalah. 80.95 dan Standart
deviasi 10.90. motivasinya tinggi yakni 39,10% , Motivasi dibawah rata-rata 15,54%,
Metode pembelajaran rata rata 82,33 dan standart deviasi 5,71. metode pembelajaran
sangat efektif 75,00 % . Variabel prestasi pembelajar rata rata adalah.. 89.05 dan
standart deviasi 9.57. Sebagian kecil tidak lulus langsung/remidial yakni 30,00%,
prestasi pembelajar dikarenakan faktor –faktor personal, motivasi yang tinggi
terutama motivasi internal yang mendorong komitmen individu untuk mengemban
amanah pelaksanaan tugas menciptakan peluang dan ide kreatif sehingga
menciptakan untuk berusaha mencapai standart lulus, setidaknya untuk kepuasaan diri
sendiri,namun hasil wawancara responden yang tidak lulus terungkap bahwa Hal ini
karena motivasi pembelajar pelatihan yang datang hanya sekedar melaksanakan tugas
pimpinan tanpa tujuan target yang jelas , sulit memahami materi akibat rendahnya
motivasi belajar , waktu pelatihan sangat melelahkan mulai jam 08.00 – 21.15, lokasi
praktek yang jauh, standart nilai kelulusan yang tinggi yakni nilai ujian komprehensif >
80 , metode pembelajarannya sebagian fasilitator hanya ceramah ,tanya jawab, role
play, sedikit praktek, diskusi kelompok berdasar peminatan namun ujian komprehensif
327
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Berdasar teori harapan faktor utama yang mendorong kekuatan motivasi adalah
keyakinan individu yakni keyakinan dapat mengerjakan tugas yang diharapkan,
keyakinan memperoleh imbalan dan keyakinan imbalan yang diperoleh sesuai
preferensinya. Dalam proses pemilihan tujuan seorang akan melakukan kalkulasi
internal terlebih dulu terhadap 3 fungsi subyektifnya yang saling terkait yaitu :
1. Fungsi upaya utilitas (effort utility function) yakni fungsi yang menjelaskan
seberapa besar sumber daya (waktu dan usaha) yang seharusnya dicurahkan
untuk mencapai suatu manfaat atau nilai imbalan sesuai dengan preferensinya.
Fungsi subyektif ini dipengaruhi oleh faktor personal pegawai, seperti pegawai
yang berorientasi prestasi tinggi.
2. Fungsi kinerja utilitas (performance utility function), fungsi yang menjelaskan
hubungan antara berbagai tingkat pencapaian tujuan /prestasi dengan nilai
imbalan yang akan diterima oleh setiap individu. Fungsi ini di pengaruhi oleh
kebijakan imbalan.
3. Fungsi upaya kinerja (effort performance function), fungsi yang menjelaskan
hubungan antara upaya dengan pencapaian prestasi. Karakteristik tugas dan
personalitas seperti tingkat kesulitan dan tingkat kepercayaan diri pegawai
sangat berpengaruh terhadap fungsi upaya kinerja.
328
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN SARAN
Hasil penelitian ada pengaruh yang signifikan antara motivasi dan metode
pembelajaran secara simultan terhadap prestasi pembelajar pelatihan pendamping
akreditasi FKTP.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan guna mengkaji faktor –faktor lain yang
mempengaruhi prestasi pembelajar pelatihan pendamping akreditasi FKTP karena ada
63,60% yang mempengaruhi prestasi pembelajar disebabkan variabel lain yang belum
diteliti.
Perlu peningkatan kualitas pelatihan dengan memperhatikan sistem input ,proses dan
out put dengan menambah struktur penjaminan mutu serta pengawasan dan
pengendalian secara terus menerus dan berkesinambungan dengan melibatkan
stackholder.
Penting merancang metode pembelajaran yang efektif dan efisien dengan
memperhatikan tupoksi lembaga pelatihan agar hasil pelatihan implementatif.
PUSTAKA
Agus Nurhuda,2015 Motivasi belajar berpengaruh positif dan signifikan terhadap
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran agama islam Kelas VIII di SMP N 2
Sumbergempol Kabupaten Tulungagung semester genap tahun pelajaran
2014/2015. .di unduh 6 agustus 2016
329
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Aji Prasetio Putranto
(Widyaiswara Ahli Pertama, Pusdiklat Kementerian Sekretariat Negara, HP:
085640745111,
Email: aji.putranto@setneg.go.id)
Yudhi Ardinal
(Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda, Pusdiklat Kementerian Sekretariat
Negara, HP: 08111268777,
Email: yudhi@setneg.go.id)
330
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Undang-undang nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN (Aparatur Sipil Negara),
mengamanatkan bahwa setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi. Salah satu pengembangan kompetensi ASN adalah
melalui pendidikan dan pelatihan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian
Sekretariat Negara (Pusdiklat Kemensetneg), sebagai lembaga diklat pemerintah,
menyelenggarakan pelatihan teknis, manajerial maupun sosiokultural untuk
pengembangan kompetensi pegawai di lingkungan Kemensetneg. Salah satu pelatihan
teknis yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Kemensetneg yaitu Pelatihan English
Proficiency Test Preparation (EPT Prep).
Pelatihan yang hanya menerapkan pembelajaran klasikal (tatap muka antara
widyaiswara dan peserta pelatihan di dalam kelas) secara umum memiliki keterbatasan
ruang dan waktu dalam pelaksanaan pelatihan. Penggunaan teknologi merupakan
salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. teknologi mampu
memberikan alternatif pembelajaran yang lebih murah dan lebih efisien, karena bukan
hanya pengalaman peserta ketika belajar akan lebih bervariasi tetapi juga efektivitas
dan efisiensi dari penyelenggaraan pelatihan dapat dicapai.
Model pembelajaran pada Pelatihan EPT Preparation menggunakan perpaduan
antara elearning dan tatap muka atau yang sering disebut sebagai blended learning.
Elearning merupakan sistem pembelajaran yang berbasis teknologi, dan kegiatan
belajar mengajar yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja (Koohang, Riley,
Smith, & Schreurs, 2009). Oleh karena itu, teknologi memiliki peranan yang sangat
penting dalam sistem pembelajaran elearning, karena sifat elearning yang memiliki
kemampuan untuk memberikan materi pembelajaran dalam berbagai bentuk format
yang bervariasi, misalnya video, presentasi menggunakan scorm, dokumen digital
maupun e-book.
Media untuk melaksanakan elearning juga tidak kalah penting. Penggunaan
Learning Management System (LMS), sebagai contoh. LMS dapat membantu
penyelenggara dan pengajar menghantarkan media belajar kehadapan peserta dimana
pun dan kapan pun. Pusdiklat Kemsetneg pun menggunakan LMS untuk dapat
mengaplikasikan model pembelajaran blended learning. LMS yang dipilih adalah
Moodle. Moodle merupakan LMS gratis yang mampu mewujudkan pembelajaran yang
fleksibel, dan membuat pengalaman yang berbeda bagi yang belajar menggunakannya
(Rice, 2006).
Makalah ini akan menggunakan metode komparasi terhadap hasil rata-rata nilai
pre dan post test Pelatihan English Proficiency Test Preparation (EPT Prep) Angkatan I
dan II yang belum menggunakan metode blended learning. Hasil tersebut akan
dianallisis menggunakan unsur behaviorisme, cognitivisme, dan konstruktivisme
pembelajaran.
331
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Terdapat banyak terminologi yang menggambarkan tentang pembelajaran daring
(online learning). Istilah yang sering digunakan mengacu pada online learning
diantaranya adalah elearning, internet learning, virtual learning dan distance learning.
Istilah-istilah tersebut mengindikasikan bahwa pembelajar berada pada jarak yang jauh
dengan pengajar, dan pembelajar dapat menggunakan teknologi dari komputer untuk
mengakses materi pembelajaran dan berinteraksi dengan pengajar maupun dengan
sesama pembelajar.
Elearning adalah sistem pembelajaran yang melibatkan berbagai media
elektronik dalam aktivitas belajar dan mengajar (Koohang et al., 2009). Salah satu
platform dalam media pembelajaran elearning adalah LMS (Learning Management
System). Istilah LMS mengacu pada sistem komputer yang dikembangkan secara
khusus untuk mengelola pelatihan secara daring dan menyediakan materi pelatihan,
yang memungkinkan kolaborasi antara widyaiswara dan peserta pelatihan. Manfaat dari
LMS dalam kegiatan elearning sangat besar, karena widyaiswara atau penyelenggara
diklat dapat mengelola banyak aspek dari suatu pelatihan, mulai dari pendaftaran
peserta, pelaksanaan tes secara daring, penyimpanan nilai hasil tes dari peserta,
sampai dengan sarana diskusi antara peserta pelatihan dengan widyaiswara.
Meskipun terdapat banyak manfaat yang diperoleh dari pembelajaran berbasis
teknologi, penggunaan teknologi hanyalah sebatas sebagai ―kendaraan‖ dalam
penyampaian pembelajaran, dan tidak mempengaruhi hasil belajar dari peserta
pelatihan. Lebih lanjut, penelitian pada kajian meta-analisis media menunjukan bahwa
pembelajar mendapatkan manfaat dari belajar menggunakan media komputer dan
audio-visual (Clark, 1983). Tetapi penelitian yang sama menunjukan bahwa manfaat
yang didapat oleh pembelajar tersebut bukan bersumber dari media pembelajaran,
tetapi dari strategi pengajaran yang dilekatkan pada materi pembelajaran tersebut.
Strategi pembelajaranlah yang mempengaruhi kualitas dari pembelajaran itu sendiri,
bukan dari teknologi yang diterapkan dalam pembelajaran tersebut (Bonk & Reynolds,
1997). Oleh karena itu, disain pembelajaran memiliki peran yang tak kalah penting
dalam menerapkan elearning atau pembelajaran yang berbasis teknologi. Lebih lanjut,
elearning memungkinkan pembelajar untuk belajar tanpa dibatasi ruang dan waktu,
tetapi syarat yang mutlak dipenuhi adalah materi pembelajaran tersebut harus didisain
dengan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal bagi pembelajar.
Dalam mendisain materi elearning agar bermanfaat bagi pembelajar, maka
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Disain dari materi elearning dapat
terdiri dari unsur behaviorisme, cognitivisme, dan konstruktivisme. Oleh karena itu,
ketiga unsur tersebut dapat digunakan sebagai taksonomi dalam pembelajaran,
misalnya strategi behaviorisme dapat digunakan untuk mengajarkan tentang Apa
(fakta); strategi kognitivisme dapat digunakan untuk mengajarkan tentang Bagaimana
(proses dan prinsip); dan strategi konstruktivisme dapat digunakan untuk mengajarkan
Kenapa (tingkat berpikir yang lebih tinggi) (Cole, 2000)
Pandangan behaviorisme melihat bahwa otak manusia dapat diamati secara
qualitatif, dan mengesampingkan proses dari cara berpikir dari individu tersebut,
332
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pembelajaran (Good & Brophy, 1990). Oleh
karena itu, strategi yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran ini adalah
sebagai berikut:
1. pembelajar harus diberitahukan apakah mereka telah mencapai hasil yang
diharapkan atau tidak dalam suatu pelatihan;
2. pembelajar harus diberikan tes untuk mengukur tingkat keberhasilan dari
pembelajaran tersebut; dan
3. pembelajar harus diberikan umpan balik atau diberikan koreksi terkait dengan
pembelajaran tersebut.
Sedangkan pandangan kognitivisme melihat pembelajaran sebagai proses
internal yang melibatkan ingatan, pikiran dan motivasi. Ilmu psikologi cognitive melihat
pembelajaran dari sudut pandang cara memproses suatu informasi, dimana pembelajar
menggunakan jenis ingatan yang berbeda dalam proses pembelajaran, yaitu short-term
memory dan long-term memory. Durasi yang diperlukan oleh short-term memory dalam
mengingat informasi adalah sekitar 20 detik, dan apabila tidak diproses secara efisien,
maka informasi tersebut tidak akan disimpan dalam long-term memory (Kalat, 2016).
Oleh karena itu, strategi yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran ini
adalah sebagai berikut:
1. informasi yang sangat penting harus terletak di tengah-tengah;
2. informasi yang sangat penting harus digarisbawahi agar diperhatikan oleh
pembelajar supaya dapat fokus pada informasi tersebut; dan
3. tingkat kesulitan dari materi pembelajaran harus sesuai dengan tingkat kognitif dari
pembelajar, berurutan dari yang paling mudah ke yang paling rumit.
Pandangan konstruktivisme melihat pembelajar sebagai individu yang aktif,
bukannya pasif. Ilmu pengetahuan tidak diterima dari seseorang, tetapi ilmu
pengetahuan diperoleh melalui penafsiran dan proses dari informasi yang telah diterima
melalui skema berpikir. Oleh karena itu, dalam sudut pandang konstruktivisme
pembelajar harus diperbolehkan untuk menggagas atau menyimpulkan informasi yang
diberikan menjadi pengetahuan, tidak dijejali informasi dan dipaksa menyimpulkan
informasi tersebut menjadi pengetahuan melalui instruksi pembelajaran (Duffy &
Cunningham, 2001). Oleh karena itu, strategi yang tepat untuk digunakan dalam proses
pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. proses belajar harus bersifat aktif;
2. pembelajar harus menggagas dan menyimpulkan sendiri materi yang diberikan
sehingga menjadi pengetahuan bagi mereka, bukannya menjejali mereka dengan
pengetahuan yang secara mentah diberikan oleh pengajar; dan
proses pembelajaran harus bersifat interaktif untuk mewujudkan proses berpikir yang
lebih tinggi.
METODE
Makalah ini akan membahas model pembelajaran blended learning yang diterapkan
pada pelatihan EPT Prep di Pusdiklat Kemensetneg dari sudut pandang behaviorisme,
kognitivisme dan konstruktivisme. Perbandingan antara kurikulum pelatihan EPT Prep
333
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sebelum Sesudah
1. Listening 16 JP 22 JP
2. Structure 20 JP 26 JP
3. Reading 17 JP 20 JP
4. Excercise 20 JP 20 JP
Total 73 JP 88 JP
Dari table di atas diketahui bahwa terdapat perbedaan sebesar 15 JP antara sebelum
dan sesudah elearning diselenggarakan. Penyelenggaraan pelatihan EPT Prep
diselenggarakan selama 5 hari on-class kemudian 5 hari off-class dimana elearning
dilaksanakan dan setelah itu 5 hari on-class kembali. Tahapan off-class terdiri dari 3
sesi yang terdiri dari:
1. Sesi tutorial dimana peserta akan menerima materi menggunakan media
pembelajaran pdf book dan audio book.
2. Sesi kedua, peserta akan melakukan exercise setelah mendapatkan materi di sesi
pertama menggunakan media pembelajaran PINTAR.
3. Sesi ketiga, widyaiswara (pengajar) akan memonitor hasil exercise peserta dan
sekaligus memberikan feedback PINTAR secara asinkronus dimana pemberian
feedback dilakukan secara tidak langsung (tidak real time).
Seluruh exercise menggunakan modul quiz yang terdapat di PINTAR. Quiz tersebut
terdiri dari 16 quiz, yakni 1). Quiz Appostives; 2). Quiz Campuran; 3). Quiz countable
and uncountable noun; 4). Quiz degree of comparison; 5). Quiz inverted verb; 6). Quiz
kalimat aktif dan pasif; 7). Quiz klasifikasi kata; 8). Quiz konektor; 9). Quiz parallel
structure; 10). Quiz past participle; 11). Quiz pembentukan kalimat sempurna; 13). Quiz
334
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
preposition; 14). Quiz present participles; 15). Quiz subject and verb agreement; 16).
Quiz tenses.
Berikut ini adalah table rekapitulasi nilai quiz yang dikerjakan oleh peserta pada
pelatihan EPT Prep Angkatan III dan IV
No Materi off Class jumlah peserta nilai Rata-Rata
yang
mengerjakan
335
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Berikut ini adalah perbandingan pre dan post test pelatihan EPT Prep Angkatan I & II
dan III & IV
Jenis Ujian Rata-rata Angkatan I & II Angkatan III & IV
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
pelatihan EPT Prep yang diselenggarakan tanpa menggunakan elearning dan yang
menggunakan elearning.
KESIMPULAN
Kesimpulannya adalah elearning dapat meningkatkan nilai dari peserta pelatihan.
Peserta akan mendapatkan pengalaman belajar yang bervariasi dan tidak terbatas oleh
ruang dan waktu. Selain itu, elearning membuat peserta mendapatkan materi belajar
yang lebih daripada peserta yang belum menggunakan elearning
SARAN
1. Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar Terdapat beberapa soal yang
tidak memiliki feed back.
2. Pada saat off class hanya skill structure sedangkan untuk skill listening dan reading belum
diakomodasi di PINTAR dikarenakan keterbatasan waktu dalam mempersiapkan media
pembelajaran pada saat off class.
3. Jumlah soal yang terbatas pada saat off class sehingga peserta merasa tidak optimal pasa
saat melakukan belajar mandiri.
4. Awareness peserta terhadap pembelajaran menggunakan e-learning pada saat off
class.
5. Kendala jaringan internet dikarenakan penggunaan server internal Kemensetneg sehingga
menyebabkan kesulitan peserta untuk mengakses PINTAR di luar kantor.
Pustaka:
Bonk, C. J., & Reynolds, T. H. (1997). Learner-centered Web instruction for higher-
order thinking, teamwork, and apprenticeship. Web-Based Instruction, 8(11), 167–178.
Clark, R. E. (1983). Reconsidering research on learning from media. Review of
Educational Research, 53(4), 445–459.
Cole, R. A. (2000). Issues in Web-based pedagogy: A critical primer. Greenwood
Publishing Group.
Duffy, M., & Cunningham, D. J. (2001). Constructivism: Implications for the Design and
Delivery of Instruction, The Association of Educational Communications and
336
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
337
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Dr. Hj. DINA INDRIYANTI, MKM
(Widyaiswara Ahli Muda, Balai Pelatihan Kesehatan Cikarang Kementerian Kesehatan RI)
338
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi
Negara Nomor 13 Tahun 2013 bahwa Diklat Kepemimpinan Tingkat IV diarahkan
untuk menghasilkan Pemimpin Perubahan, yaitu pemimpin yang berhasil
membawa perubahan pada unit organisasi (eselon IV) yang dipimpinnya.
Selama pembelajaran Tahap Merancang Perubahan dan Membangun Tim,
peserta Diklat telah dibekali dengan kompetensi untuk membuat Rancangan
Proyek Perubahan dan telah menerapkan kompetensi tersebut selama proses
pembelajaran. Hasilnya adalah sebuah dokumen Rancangan Proyek Perubahan
yang akan diimplementasikan oleh peserta Diklat dengan bimbingan coach dan
mentor . Kemampuan memimpin perubahan ini yang menjadi tolok ukur dalam
menentukan keberhasilan peserta Diklatpim
Pada kenyataanya masih dijumpai kenyataan dan keluhan peserta diklat
terkait coach yang tidak berperan sebagai pembimbing peserta diklat. Artikel ini
berusaha melihat seberapa besar peran coach dalam pembimbingan terhadap
peserta terutama pada masa breaktrough 2 pada peserta DIKLAT PIM Tk. IV
angkatan XXVIII Kabupaten Bogor di BPSDM Propinsi Jabar tahun 2018..
1.2. Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberikan gambaran peran coach
dalam melakukan pembimbingan pada peserta DIKLAT PIM Tk.IV.
b. Tujuan Khusus
1. mendiskipsikan karakteristik peserta diklat
2. mendiskripsikan karakteristik coach
3. mendiskripsikan peran coach dalam membimbing peserta DIKLAT PIM
Tk.IV melalui model pembImbIngan proyek perubahan yang
mengembangkan inovasi pemerintahan
1.3. Manfaat
1. Sebagai referensi bagi penyelenggara diklat untuk menyiapkan coach agar
dapat berperan lebih baik
2. Sebagai referensi bagi instansi pemerintahan terkait dalam mempercepat
proses pengembangan inovasi pelayanan publik melalui proyek perubahan;
2. Sebagai referensi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang
pengembangan inovasi pemerintahan di Indonesia . melalui proyek perubahan
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
2.1.1. Pemimpin
Menurut Ishak Arep dan Tanjung (2003) bahwa kepemimpinan (leadership)
adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau
masyarakat yang berbeda-beda menuju pencapaian tertentu.Jadi kepemimpinan atau
leadership ini merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (leader),
yang dalam penerapannya mengandung konsekuensi terhadap diri si pemimpin, antara
lain sebagai berikut:
339
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
a. Harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision
making)
b. Harus berani menerima resiko sendiri
c. Harus berani menerima tanggung jawab sendiri (The Principle of Absolutenes of
Responsibility).
2.1.2. Perubahan
Perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda, perubahan merupakan
pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang
diinginkan di masa depan (Wibowo, 2006 : 56). Perubahan dalam pengelolaan
organisasi dapat meliputi perubahan : kepemimpinan, komunikasi, hubungan internal
dan eksternal organisasi.
2.1.3. Pemimpin Perubahan.
Pemimpin perubahan adalah orang tidak hanya mampu melakukan perubahan,
tetapi mampu memimpin terjadinya perubahan di dalam organisasinya. Perubahan,
bagi seorang pemimpin adalah tujuan utama yang mendorong ia bersedia mengambil
tanggung jawab kepemimpinannya, bukan yang lain. Tidak semua orang yang
memegang puncak kekuasaan dan wewenang dapat menjadi pemimpin perubahan.
(Machasin, 2014).
2.1.4. Peran
Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto (2002:243), yaitu merupakan
aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.
2.2. Diklat PIM IV
2.2.1 Penjelasan Diklat PIM IV
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara nomor 20 tahun 2015 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV
menyebutkan bahwa Diklat Kepemimpinan Tingkat IV diarahkan untuk menghasilkan
Pemimpin Perubahan, yaitu pemimpin yang berhasil membawa perubahan pada unit
organisasi (eselon IV) yang dipimpinnya. Kompetensi yang dibangun pada Diklatpim
Tingkat IV adalah kompetensi kepemimpinan operasional yaitu kemampuan membuat
perencanaan kegiatan instansi dan memimpin keberhasilan implementasi pelaksanaan
kegiatan tersebut, yang diindikasikan dengan kemampuan :
1. membangun karakter dan sikap perilaku integritas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan kemampuan untuk menjunjung tinggi etika publik, taat
pada nilai-nilai, norma, moralitas dan bertanggungjawab dalam memimpin unit
instansinya;
2. membuat perencanaan pelaksanaan kegiatan instansi;
3. melakukan kolaborasi secara internal dan eksternal dalam mengelola tugas-
tugas organisasi ke arah efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan instansi;
4. melakukan inovasi sesuai bidang tugasnya guna mewujudkan pelaksanaan
kegiatan yang lebih efektif dan efisien;
5. mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya internal dan eksternal organisasi
dalam implementasi kegiatan unit instansinya.
Selama pembelajaran Tahap Merancang Perubahan dan Membangun Tim,
peserta Diklat telah dibekali dengan kompetensi untuk membuat Rancangan Proyek
Perubahan dan telah menerapkan kompetensi tersebut selama proses pembelajaran.
340
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
341
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PEMBAHASAN
3.1. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan
crossectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 responden peserta Diklat PIM
IV angkatan XXVIII Kab. Bogor tahun 2018, dengan menggunakan teknik sampel total.
Peserta diklat didefinisikan sebagai orang sedang atau pernah menempuh Diklat PIM
IV. Instrumen menggunakan daftar tilik terkait peran coach dalam pembimbingan Diklat
PIM IV, dengan data sekunder diambil dari membedah laporan proyek perubahan
peserta diklat pim IV. Jumlah coach 7 orang untuk jumlah peserta diklat berjumlah 30
orang.
Variabel penelitian ini adalah peran coach terhadap proses implementasi proyek
perubahan pada agenda breaktrough 2 Diklat PIM IV menurut peserta diklat dan
berdasar bukti fisik yang ada
342
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Karakteristik Responden
Tabel 1.0. Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi Prosentase (%)
Umur
15 - 30 tahun 0 0
31 - 46 tahun 17 56,6
47 - 62 tahun 13 43,3
Jumlah 30 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 19 63,3
perempuan 11 36,6
Jumlah 30 100
Pendidikan Terakhir
SLTA
D3
D4 - S1 27 90
S2 3 10
Jumlah 30 100
Jabatan
Kepala Seksi 10 30
Kepala Sub Bag 16 53,3
Ka UPT 2 6,66
Lainnya 2 6,66
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel 1.0 distribusi frekuensi karakteristik responden peserta DIKLAT PIM
IV menunjukan sebagian besar usia responden adalah 31– 46 tahun yaitu 17 orang
(56,6%), sedangkan yang berusia antara 47 - 62 tahun yaitu 13 orang (43,3%). Jenis
kelamin sebagian besar responden adalah laki-laki 19 orang (63,3%) dan perempuan
11 orang (36,6%). Sebagian besar peserta dengan pendidikan terakhir S1 sebanyak 27
orang (90%) dan 3 orang lainnya (10%) berpendidikan S2. Berdasarkan jabatan maka
peserta terbanyak dengan jabatan sebagai Kepala Sub Bagian sebanyak 16 orang
(53,3%), Kepala Seksi 10 orang (10%), Kepala UPT 2 orang (6,6%) dan lainnya 2 orang
(6,6%)
343
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Karakteristik Coach
Tabel 1.1. Karakteristik Coach
Karakteristik Frekuensi Prosentase (%)
Umur
15 - 30 tahun 0 0
31 - 46 tahun 1 14,28
47 - 62 tahun 6 85,71
Jumlah 7 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 5 71,42
perempuan 2 28,57
Jumlah 7 100
Pendidikan Terakhir
S1 0 0
S2 7 100
S3 0 0
Jumlah 7 100
Berdasarkan tabel 1.1 distribusi frekuensi karakteristik responden coach DIKLAT PIM IV
menunjukan sebagian besar usia responden adalah 47 - 62 tahun yaitu 6 responden
(85,71 %). Jenis kelamin sebagian besar adalah laki-laki yaitu 5 responden (71,42%).
Pendidikan terakhir semua responden coach adalah S2 (100%)
3. Karakteristik Pembimbingan
Tabel 1.2. Karakteristik Pembimbingan
No Karakteristik Frekuensi Prosentase
(%)
1 Ada bukti pembimbing memperkenalkan diri kepada peserta Diklat
sebagai coach/pembimbing
ya 0 0
tidak 30 100
Jumlah 30 100
2 Ada bukti pembimbingan pada Tahap Identifikasi Perubahan
Organisasi,
ya 30 100
tidak 0 0
Jumlah 30 100
3 Ada bukti pembimbingan pada Tahap Merancang Perubahan
ya 18 60
tidak 12 40
Jumlah 30 100
344
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
345
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
346
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Distribusi frekuensi karakteristik responden peserta DIKLAT PIM IV
menunjukan sebagian besar usia responden adalah 31– 46 tahun yaitu 17 orang
(56,6%), sedangkan yang berusia antara 47 - 62 tahun yaitu 13 orang (43,3%). Jenis
kelamin sebagian besar responden adalah laki-laki 19 orang (63,3%) dan perempuan
11 orang (36,6%). Sebagian besar peserta dengan pendidikan terakhir S1 sebanyak 27
orang (90%) dan 3 orang lainnya (10%) berpendidikan S2. Berdasarkan jabatan maka
peserta terbanyak dengan jabatan sebagai Kepala Sub Bagian sebanyak 16 orang
(53,3%), Kepala Seksi 10 orang (10%), Kepala UPT 2 orang (6,6%) dan lainnya 2 orang
(6,6%).
Distribusi frekuensi karakteristik responden coach DIKLAT PIM IV menunjukan
sebagian besar usia responden adalah 47 - 62 tahun yaitu 6 responden (85,71 %).
Jenis kelamin sebagian besar adalah laki-laki yaitu 5 responden (71,42%). Pendidikan
terakhir semua responden coach adalah S2 (100%).
Peran coach peserta diklat PIM IV angkatan XXVIII Kab. Bogor tahun 2018
pada tahap Laboratorium Kepemimpinan belum sepenuhnya sesuai .
4.2. Saran
Bagi penyelenggara diklat agar menyiapkan coach yang dapat berperan dan dapat
membuktikan perannya sebagai pembimbing, konseling, motivator dan pengawas.
Bagi widyaiswara/coach agar mengetahui perannya sebagai coach dan dapat
membuktikannya pada bukti fisik proses coaching
Bagi peserta diklat kepemimpinan agar mengetahui peran coach, sehingga bisa lbih
proaktif dan lengkap pada saat menyampaikan bukti coaching.
347
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pustaka:
Perka LAN No.20 tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggarakan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV
348
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Ir. Christian Tobing
(Widyaiswara Ahli Madya BPSDM Kalimantan Barat)
Diklat prajabatan adalah salah satu diklat strategis dalam upaya membentuk ASN yang
kompenten dan profesional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014. Namum pola pelaksanaan diklat yang klasikal dan didominansi oleh ceramah ditenggarai
sebagai factor penyebab diklat ini belum optimal membentuk karaktek PNS. Oleh karena itu,
berdasarkan Peraturan Kepala LAN Nomor 16 Tahun 2015, perlu diadakan inovasi dalam
penyelenggaraan diklat prajabatan. Salah satu. Bentuk Inovasi adalah melalui pola
penyelenggaraan diklat yang dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap Internalisasi dan
Aktualisasi. Tahap Internalisasi proses penghayatan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
menjelaskan bahwa Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai
sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yg diwujudkan
dalam sikap dan perilaku. Pengalaman belajar yang dalam tahap Internalisasi antara lain
didapat dari membaca, ceramah, diskusi, dan pemutaran film.Pengunaan metode/pendekatan
pengajaran tergantung dari pengalaman belajar yang didesain bagi peserta diklat (Kolb, 1984),
menjelaskan bahwa belajar adalah transformasi dari pengalaman. Oleh karena itu, sangat
penting bagi seorang fasilitator untuk mendesain pengalaman apa yang dirasakan oleh peserta
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selama ini pola pembelajaran yang dilakukan pada
pelaksanaan diklat prajabatan cenderung konvesional, sehingga kurang dapat memerikan
pengalaman belajar yang memadai bagi peserta diklat. Strategi pembelajaran Active Learning
merupakan salah satu alternative dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran.
Pembelajaran active klearning adalah pembelajaran yang dilakukan secara aktif dengan
melibatkan semua potensi yang dimiliki oleh peserta baik secara fisik, mental maupun emosional.
Pembelajaran active learning dari awalnya dirancang guna memberikan kesempatan peserta
untuk aktif dalam pembelajaran, dimulai dari rancangan kelas, pembagian kelompok, diskusi,
simulasi , role play dan sebagainya.
Keywords:
349
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Permasalahan
Kurang optimalnya proses internalisasi nilai-nilai dasar pada
pelaksanaan diklat Dasar bagi CPNS antara lain dapat dilihat dari
kekurangmampuan peserta diklat untuk memberi “pemaknaan” pada kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan pada rancangan aktualisasi. Salah satu faktor
penyebab kondisi tersebut adalah kurang inovatifnya metode yang diterapkan
oleh para pengampu diklat, yang pada umumnya masih menggunakan metode
ceramah, diskusi ataupun menonton film-film pendek , sehingga kurang optimal
dalam memberikan pengalaman belajar bagi peserta diklat. Salah upaya untuk
mengatasi persoalan tersebut adalah dengan mengembangkan metode
pembelajaran ―active learnng‖. Oleh karena itu, dalam penulisan KTI ada
beberapa permasalahan yang akan dibahas, yaitu :
1. Bagaimana mengembangkan Strategi pembelajaran Active Learning pada
proses Internalisasi pada diklat Dasar CPNS
350
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peranan strategi pembelajaran active learning pada proses
Internalisasi diklat Dasar CPNS
2. Memberikan pilihan-pilihan strategi pembelajaran active learning yang dapat
digunakan dalam kegiatan diklat Dasar CPNS
D. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan KTI adalah metode Deskriptif berdasarkan
studi kepustakaan dan hasil pengamatan selama kegiatan diklat Dasar CPNS di
BPSDM Provinsi Kalimantan Barat.
TINJAUAN PUSTAKA
Kata active diadopsi dari bahasa Inggris yang artinya ―aktif, gesit,giat, bersemangat‖,
sedangkan learning berasal dari kata learn yang artinya ―mempelajari‖. Dari kedua kata
tersebut yaitu active dan learning dapat diartikan mempelajari sesuatu dengan aktif atau
bersemangat dalam hal belajar. Active learning adalah sebuah pembelajaran yang
berusaha agar peserta menjadi aktif, banyak mengerjakan tugas, memaksimalkan otak,
mempelajari gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang
dipelajarnyai. gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Keterlibatan
peserta didik secara aktif dalam proses pengajaran yang diharapkan adalah keterlibatan
secara mental (intelektual dan emosional) yang dalam beberapa hal diikuti dengan
sebuah keaktifan fisik.Sehingga peserta benar-benar berperan serta dan berpartisipasi
aktif dalam proses pengajaran, dengan menempatkan kedudukan peserta sebagai
subyek dan sebagai pihak yang penting dan menerapkan inti dalam kegiatan belajar
mengajar. Active learning merupakan sebuah strategi yang dirancang untuk membuat
peserta didik belajar secara aktif, pada intinya dalam strategi ini pembelajaran lebih
ditekankan pada pengalaman belajar yang melibatkan seluruh indera.
351
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Penelitian yang dilakukan oleh Fowlie (2005) yang menggunakan metode pelatihan yang
melibatkan aktifitas-aktifitas yang bersifat participant-centered (berpusat pada peserta)
seperti role-play, observasi, diskusi, dan brainstorming dapat meningkatkan rasa
percaya diri para pesertanya. Penelitian yang dilakukan oleh Achmad (2005), juga
menunjukkan hasil yang serupa. Pelatihan yang dirancangnya dengan menggunakan
pendekatan participant-centered terbukti efektif dalam meningkatkan kepercayaan diri
para pesertanya. Terjadinya peningkatan kepercayaan diri tersebut karena dalam proses
pembelajarannya peserta pelatihan memang benar-benar dituntut untuk berpartisipasi
aktif melalui metode games, role play, case study, simulasi, maupun focused group
discussion. Metode-metode tersebut memang hanya bisa dijalankan jika para
pesertanya mau terlibat secara aktif.
352
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
optimal. Untuk itu perlu dibina dan dikembangkan kemampuan professional untuk
mengelola program pengajaran dengan ―Strategi Pembelajaran”yang kaya dengan
variasi. Subject Expert dan Transfer Expert.
353
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
orang untuk berbagi informasi d). biskusi Panel,Mintalah kelompok kecil untuk
mempresentasikan pandangan mereka. Sebuah panel informal dapat dilakukan
guna meminta pandangan dari sejumlah peserta ; e) Fishbowl,Suruhlah sebagain
peserta untuk membentuk lingkaran diskusi, dan suruhlah peserta sisanya
membetuk lingkaran pendengar mengelilingi mereka.f). Games,Gunakan game atau
permainan kuis untuk mendapatkan ide-ide . Gunakan game untuk
membangkitkan energi dan keterlibatan, h). Pelajaran Teman Sebaya (Peer
Teaching)Sebuah strategi yang mengembangkan ―peer teaching‖ yang
menempatkan seluruh tanggung jawab untuk mengajar peserta sebagai anggota
kelas. i). Studi Kasus yang dibuat peserta (Participant-create case studies), Studi
kasus merupakan metode belajar terbaik. Prosedur strategi ini dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut : 1).Bagilah kelas menjadi pasangan-pasangan
atau trio. Ajaklah mereka mengembankaan studi kasus dan sisa kelas dapat
menganalisa dan mendiskusikannya‘ 2).Nyatakan bahwa tujuan studi kasus adalah
mempelajari topic dengan menguji situasi nyata atau contoh yang merefleksikan
topic yang dibahas.3).Mintalah kelompok-kelompkm agar mempresentasikan
kepada kelas. ; j). Metode Simulasi,Ruminiati (2007:2.6) metode simulasi adalah
metode yang diberikan kepada peserta , agar peserta dapat menggunakan
sekumpulan fakta, konsep, dan strategi tertentu. Penggunaan metode tersebut
memberi kesempatan kepada peserta untuk berinteraksi sehingga dapat
mengurangi rasa takut. Metode simulasi cenderung lebih dinamis dalam
menanggapi gejala fisik dan sosial, karena melalui metode ini seolah-olah
peserta melakukan hal-hal yang nyata ada..
Pembelajaran dengan metode simulasi memungkinkan peserta mampu
menghadapi kenyataan yang sesungguhnya atau mempunyai kecakapan
bersikap dan bertindak sesuai dengan situasi sebenarnya. Dengan melakukan
simulasi berarti peserta menghayati sebuah peran dan watak yang ia perankan,
sehingga pemahaman terhadap konsep akan mudah dipahami dan tertanam
kuat dalam ingatannya.
PENUTUP
Dari hasil pembahasan sebagaimana diuraikan dalam Bab III, maka dapat
disimpulkan beberap hal sebagai berikut :
1. Strategi pembelajaran Active Learning adalah salah satu alternative metode
pembelajaran yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan mutu hasil
pembelajaran pada pelaksanaan diklat Dasar CPNS. Strategi pembelajaran
Active Learning dari awal dirancang guna melibatkan peserta secara aktif dalam
proses pembelajaran dengan memanfaatkan semua potensi yang dimiliki.
Menjadi tantangan tersendiri bagi fasiliatator untuk mendesain pembelajaran
yang memungkinakan peserta memperoleh pengalaman belajar yang lebih baik
sehingga pada gilirannya akan mampu meningkatkan proses internalisasi pada
pelaksanaan diklat Dasar CPNS
354
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Nomo 101 Tahun 2000, tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS.
Sri Suko Puji Lestari. Pengalaman Belajar. HtML. Diundah tanggal 20 November 2018.
Pollio, H.R., ―What Students Think About and Do in College Lecture Classes” dalam Teaching-
Learning Issues No. 53, Knoxville, Learning Research Centre, University of Tennesse,
1984
Silberman, Mel, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (terjemahan Sarjuli
et al.) Yogyakarta, YAPPENDIS, 2004.
355
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan
bahwa ASN sebagai profesi harus memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas. Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk
pendidikan dan/atau pelatihan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pelaksanaan kegiatan
kemetrologian yang semula dilakukan oleh Provinsi beralih ke Kabutapen/Kota.
Sejalan dengan adanya pelimpahan kegiatan kemetrologian tersebut, maka
perubahan kurikulum pelatihan kemetrologian bukan hanya sebagai bentuk adaptasi
terhadap pemenuhan kebutuhan kuantitas SDM Penera, tetapi juga sebagai bentuk
penyesuaian terhadap kebutuhan pemenuhan kompetensi SDM Metrologi legal.
Perancangan kurikulum untuk pelatihan kemetrologian mengadaptasi sistem pelatihan
berbasis kompetensi dan dilakukan dengan menggunakan metode ADDIE
digabungkan dengan metode pengembangan pelatihan berbasis kompetensi dari Dan
Hill. Perancangan ini menghasilkan desain kurikulum yang sangat berbeda dengan
pelatihan yang sebelumnya, selain berhasil mereduksi waktu pembelajaran yang
asalnya 800 jp menjadi 440 jp pembelajaran juga berhasil merancang pembelajaran
dengan metode yang lebih bervariasi. Metode pembelajaran menggabungkan
pembelajaran online sebagai pengayaan dengan tatap muka (Adjunct Learning)
kemudian tiap mata pelatihan diampu secara tim teaching untuk menjamin kualitas
dari hasil pembelajaran, sehingga dengan lebih efisiennya waktu pembelajaran
kompetensi SDM metrologi legal tetap tercapai.
356
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan
bahwa ASN sebagai profesi harus memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas. Pengembangan karier PNS sebagai ASN dilakukan berdasarkan
kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja dan kebutuhan Instansi Pemerintah. Peraturan
Pemerintah No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS)
menyatakan bahwa kompetensi PNS merupakan informasi mengenai kemampuan PNS
dalam melakukan tugas jabatan. Dalam rangka menyediakan informasi kompetensi
dalam profil PNS maka setiap PNS harus dinilai melalui uji kompetensi yang dapat
dilakukan oleh assessor internal pemerintah atau bekerjasama dengan assessor
independen.
Tulisan ini akan fokus pada perancangan pelatihan fungsional kemetrologian berbasis
kompetensi berdasarkan model instruksional ADDIE digabungkan dengan metode
pengembangan pelatihan berbasis kompetensi dari Dan Hill. Pembahasan akan
dibatasi sampai tahapan desain kurikulum.
357
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Model instruksional ADDIE dikembangkan oleh Dick dan Cary pada tahun 1978 dan
direvisi pada tahun 1981 oleh Russell Watson. Model ini banyak digunakan dalam
pengembangan program pendidikan dan pelatihan. Pada dasarnya model desain
pembelajaran ADDIE memiliki komponen-komponen atau tahapan utama yang terdiri
dari (Suryadi, 2013):
a. Analisis (Analyze)
Eksplorasi secara sistematis sebagai langkah untuk mendapatkan gambaran
mengenai kondisi saat ini serta merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan.
b. Desain (Design)
Pada tahap ini dilakukan perumusan mengenai tujuan pembelajaran serta
menentukan kinerja yang ingin dicapai.
c. Pengembangan (Development)
Pada tahap ini dilakukan perancangan mengenai solusi untuk menyelaraskan
kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diharapkan.
d. Implementasi (Implementation)
Tahap implementasi merupakan pelaksanaan dari hasil yang dirumuskan pada
tahapan-tahapan sebelumnya.
e. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari rancangan yang telah
dirumuskan dari tahapan-tahapan sebelumnya.
Model ADDIE telah banyak digunakan, model ADDIE digunakan untuk mendesain
interface bagi web-based training juga digunakan untuk mendesain second-life activities
untuk peserta pembelajaran daring (Ling Yu, 2010)
358
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Gambar. 2. Dan Hill, Terry Hill dan Lee Perlitz, Vocational Training and Assessment, A
Complete Course for TAE 10 Certiface IV in Training and Assessment, The McGraw-Hill
Companies, Sydney
METODE
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode ADDIE
(Analize, Design, Development, Implementation and Evaluation) dengan metode yang
digunakan dalam buku Dan Hill. Metode yang digunakan langsung berkaitan dengan
input proses yaitu standar kompetensi. Proses Learning design merupakan tahapan
ketiga yang dilakukan setelah pengembangan standar kompetensi dan pemetaan
kompetensi yang akan dicapai.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Perancangan pelatihan kemetrologian berbasis kompetensi dengan metode ADDIE
terdiri dari lima tahapan, yaitu analisis, desain, develop, implementasi dan evaluasi.
Metode ini digabungkan dengan metode pengembangan pelatihan berbasis
kompetensi dari Dan Hill. Pembahasan akan dibatasi sampai dengan tahapan desain
kurikulum.
Tahapan Analisis
Sumber Daya Manusia Metrologi Legal (SDM Metrologi Legal) yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan peneraan adalah penera. Dengan diberlakukannya Undang-
Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pelaksanaan
kegiatan kemetrologian yang semula dilakukan oleh Provinsi beralih ke
359
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tahapan Desain
Jika kita cermati kurikulum yang tertuang dalam SK Sekjen Kementerian Perdagangan
No. 422/SJ-DAG/Kep/10/2013 tentang kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional
kemetrologian. Pelatihan fungsional untuk penera tingkat keahlian diselenggarakan
sebanyak 800 JP. Jumlah jam pelajaran (JP) yang cukup besar ini disebabkan dalam
kurikulum tersebut, materi yang disampaikan mencakup sebagian besar UTTP wajib
tera/tera ulang. Struktur kurikulum ini di desain dengan analisa kewenangan kegiatan
360
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
peneraan di Provinsi, sehingga menjadi kurang cocok jika kita terapkan di era Kab/Kota.
Hal ini dikarenakan keberagaman UTTP kab/kota yang berbeda-beda. Struktur
kurikulum menjadi terlalu gemuk untuk pelatihan fungsional penera yang bertugas di
UML Kab/Kota.
Sebagai contoh, jika Kab/Kota A tidak memiliki potensi UTTP Tangki Ukur Mobil (TUM),
maka dalam prakteknya Kab/Kota A tidak akan melakukan pengujian TUM. Akan tetapi,
karena Peneraan TUM ada dalam struktur kurikulum 2013 maka saat pelatihan
fungsional akan tetap mendapatkan materi peneraan TUM. Hal ini yang akan dirubah
pada desain kurikulum yang baru.
Tabel 1. Perbandingan kurikulum 2013 dan kurikulum 2018 untuk beberapa mata
pelatihan teknis.
a. Mistar Ukur
b. Ban Ukur
c. Jangka Sorong
d. Mikrometer
e. Meter Taksi
361
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dari tabel perbandingan diatas dapat kita lihat perbandingan antara jumlah jam
pelajaran yang diberikan dengan beban materi pelatihan yang harus disampaikan. Mata
pelatihan pada kurikulum 2018 fokus pada UTTP yang umum dimiliki oleh Kab/Kota.
Sebagai contoh, Pada peneraan UTTP Volume Statis. Pada Kurikulum 2013, Peneraan
UTTP Volume Statis dengan total JP 120, materi yang disampaikan meliputi pengujian
6 jenis UTTP. Sedangkan dalam kurikulum 2018, materi di fokuskan pada Bejana Ukur
(55 JP) dan Takaran (25 JP). Pada materi peneraan volume dinamis, difokuskan pada
peneraan pompa ukur BBM, dari sebelumnya 5 jenis UTTP yang harus dikuasai dalam
kurun waktu 100 JP menjadi fokus pada 1 jenis UTTP dalam 55 JP.
Dilihat dari sisi psikologis, jumlah materi yang terlalu banyak dalam satu waktu
pelatihan akan menurunkan tingkat ketahanan belajar dalam mengikuti pelatihan.
Motivasi dalam mempelajari sesuatu hal yang memang langsung diterapkan dalam
pekerjaan akan lebih tinggi daripada mempelajari suatu materi yang sifatnya hanya
pengetahuan ―just to know‖. Untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran, pada
perancangan kurikulum berbasis kompetensi ini akan diterapkan metode pembelajaran
yang menggabungkan pembelajaran online sebagai pengayaan dengan tatap muka
(adjunct learning) dan setiap mata pelatihan akan diampu secara tim teaching untuk
menjamin kualitas hasil pembelajaran.
362
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan kompetensi penera
melalui pelatihan berbasis kompetensi dimaksudkan agar penera mencapai kompetensi
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas jabatannya. Durasi pelatihan yang lebih
singkat, tidak mengurangi kualitas pendalaman materi yang disampaikan. Durasi
pelatihan yang lebih singkat ini disebabkan karena unit kompetensi yang diajarkan
fokus pada 8 unit kompetensi inti yang disesuaikan dengan persyaratan minimal
mendirikan unit metrologi legal Kab/Kota. Penguasaan unit kompetensi lainnya,
disesuaikan dengan potensi UTTP dimasing-masing Kab/Kota melalui pelatihan teknis
kemetrologian. Hal ini sesuai dengan amanat peraturan mengenai manajemen PNS,
bahwa peningkatan kompetensi teknis dapat dilakukan secara berjenjang.
Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) fokus pada apa yang perlu untuk ―diketahui‖ dan
―dilakukan‖ dalam melaksanakan tugasnya (what people need to know and to do in their
job), Standar performa apa yang diperlukan (what standar performa needed) dan
bagaimana proses asesmen dilakukan. PBK memberikan harapan yang lebih baik
dalam pengembangan dan peningkatan kompetensi SDM, karena seseorang akan
dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan benar jika telah mencapai kompetensi
tertentu. PBK merupakan pelatihan yang menitikberatkan pada penguasaan
kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai
dengan standar yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja.
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar melanjutakn tahap analisa
berikutnya yaitu tahapan pengembangan, implementasi dan evaluasi dari rancangan
kurikulum yang sudah dilakukan.
Pustaka:
Dan Hill, Terry Hill dan Lee Perlit. 2011. Vocational Training and Assessment, A Complete
Course for TAE 10 Certiface IV in Training and Assessment, the McGraw-Hill Companies,
Sydney
Kementerian Perdagangan. 2012. Peraturan Menteri Perdaangan No. 69 tentang Pengelolaan
SDM Kemetrologian.
Kementerian Perdagangan. 2016. Peraturan Menteri Perdaangan No. 78 tentang Unit Metrologi
Legal.
Kementerian Perdagangan. 2013. Surat Keputusan Sekretaris Jenderal No. 422 Tentang
kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional kemetrologian.
Ling-Yu, Wen. (2010) : Application of Blended E-learning Method in Designing Training Program
for Developing Profesional Competences of University Teachers : e-CBT Model, ICENT.
363
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
364
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
BUDIMAN TAHIR
ABSTRAK
Kata kunci: Pembelajaran, Orang Dewasa, Model OA, Pendidikan dan Pelatihan
365
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Alasan lain yang menjadi masalah pembelajaran orang dewasa karena dari peserta
orang dewasa itu sendiri. Mulai dari daya ingat yang kurang, lemahnya motivasi belajar,
menolak perubahan, sampai sulitnya melupakan kebiasaan. Daya ingat yang kurang
merupakan alamiah bagi orang dewasa karena pengaruh usia, dan hambatan karena faktor fisik
(penglihatan, pendengaran, dan tenaga). Lemahnya motivasi belajar karena diakui bahwa
mereka sukar untuk dilatih dan terlalu tua untuk belajar, sehingga berdampak motivasi rendah
untuk mengukuti pembelajaran. Kecendernunag ornag dewasa asalah sulait menerima
gagasan, konsep, metode dan prinsip baru. Seolah-olah mereka sudah yakin apa yang mereka
ketahui dan alami telah baik dan benar, sehingga sering menolak sesuatu yang baru. Orang
dewasa sering mempunyai kesulitan untuk memperbaiki kesalahan yang telah menjadi
kebiasaan. Mereka cenderung mengulangi terus menerus walaupun tahu bahwa mereka
berbuat salah.
Kondisi di atas menyatakan bahwa proses pembelajaran orang dewasa berbeda dengan
pembelajaran anak-anak dan remaja. Kegiatan pembelajaran orang dewasa dipandang sebagai
proses transformasi, yakni mengubah, mempelajari kembali, memperbarui, dan mengamati;
sedangkan pembelajaran pada anak dipandang sebagai proses pembentukan, perolehan,
pengumpulan, skills, strategi dan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman.
Karena pendekatan pembelajaran antara orang dewasa dan anak/remaja itu berbeda,
maka dipandang tepat apabila widyaiswara/fasilitator di lembaga pendidikan dan pelatihan
dapat memahami dan mampu mengimplementasikan pendekatan pembelajaran orang dewasa
pada peserta pendidikan dan pelatihan atau bimbingan teknis.
366
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pelatihan atau bimbingan teknis yakni dengan menggunakan model OA Observation to Action).
OA sebagai model pembelajaran nantinya diharapkan dapat memfasilitasi narasumber untuk
untuk melakukan pengamatan (Observation), selanjutnya memberdayakan peserta untuk
melakukan tindakan nyata (Action).
Berdasarkan latar belakang dan pemikiran penulis di atas, maka rumusan masalah yang
diangkapt pada makalah ini adalah, ―Bagaimana pembelajaran orang dewasa model OA pada
pendidikan dan pelatihan atau bimbingan teknis?‖
KAJIAN LITERATUR
Andragogi berasal dari bahasa Yunani, aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya
memimpin. Istilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang
ditarik dari kata paid artinya anak dan agogus artinya memimpin. Secara harfiah pedagogi
berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau
pengetahuan mengajar anak maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas
kurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut Kartini
Kartono (1997), bahwa pedagogi (lebih baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu
menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia; agoo= menuntun, mendidik) adalah ilmu
membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di
tengah lingkungan sosialnya.
Menurut Knowles (1977:38), ― Andragogy is therefore, the art and science of helping
adults learn‖. Andragogi adalah suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar.
Dilihat dari segi epistemologi, andragogi berasal dari bahasa Yunani dengan akar kata ‖aner‖
yang artinya orang untuk membedakannya dengan ―paed‖ yang artinya anak. Knowles dalam
bukunya ―The modern practice of Adult Education‖, mengatakan bahwa semula ia
mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar.
Kemudian setelah melihat hasil eksperimen banyak pendidik yang menerapkan konsep
andragogi pada pendidikan anak-anak dan menemukan bahwa dalam situasi-situasi tertentu
memberikan hasil yang lebih baik, Knowles melihat bahwa andragogi sebenarnya merupakan
model asumsi yang lain mengenai pembelajaran yang dapat digunakan di samping model
asumsi pedagogi. Ia juga mengatakan model-model itu berguna apabila tidak dilihat sebagai
dikhotomi, tetapi sebagai dua ujung dari suatu spektrum, dimana suatu asumsi yang realistik
pada situasi yang berada di antara dua ujung tersebut.
367
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Knowles menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang dewasa dengan
belajar anak-anak/remaja dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka. Menurut Knowles
dalam www.delivery.com (2002) ada empat asumsi utama yang membedakan andragogi dan
pedagogi. Perbedaan dimaksud, yaitu:
1. Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa memiliki konsep diri yang mandiri dan tidak
bergantung, bersifat pengarahan diri;
2. Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman yang makin meluas,
yang menjadi sumber daya dalam ketika belajar;
3. Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang permasalahan yang kini
mereka hadapi dan dianggap relevan; dan
4. Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya berpusat
pada masalah (obyek) dan kurang berpusat pada subyek.
Dari empat asumsi utama yang membedakan andragogi dan pedagogi tersebut,
menurut Sujarwo (2018), bahwa untuk konsep diri orang dewasa tidak lagi bergantung pada
orang lain, sehingga memiliki kemampuan dan pengalaman secara mandiri dalam pengambilan
keputusan. Implikasi dari konsep diri ini, maka dalam pembelajaran hendaknya didesain: 1)
iklim belajar yang diciptakan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik warga belajar melalui
kerjasama dalam pembelajaran; Suasana belajar memungkinkan orang dewasa untuk leluasa
bergerak dan berinisiatif dalam belajar; 2) Warga belajar ikut dilibatkan dalam mendiagnosis
kebutuhan belajar yang akan dirumuskan dalam tujuan pembelajaran; 3) Kegiatan
pembelajaran dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif warga belajar; dan 4) Evaluasi
pembelajaran dilakukan lebih banyak menggunakan evaluasi diri.
1. Empati; menyatu dalam pengalaman peserta, merenungi makna pengalaman tersebut dan
menekan penilaian pribadi fasilitator.
2. Kewajaran; bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus terang, konsisten, dan terbuka.
3. Respek; mempunyai pandangan positif terhadap peserta, menerima orang lain dengan
penghargaan penuh, menghargai perasaan, pengalaman dan kemampuan peserta.
4. Komitmen dan kehadiran; menghadirkan diri secara penuh, siap menyertai kelompok dalam
368
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
segala keadaan.
5. Membuka diri; menerima keterbukaan orang lain, tanpa menilai dari ukuran, konsep dan
pengalaman pribadi fasilitator.
6. Tidak menggurui.
7. Tidak menjadi ahli; tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan peserta, seakan-
akan fasilitator ahli dalam segala bidang.
8. Tidak berdebat; coba untuk mengalihkan untuk menjadi diskusi umum, dan
9. Tidak diskriminatif; karena peserta orang dewasa sifatnya heterogen, fasilitator hendaknya
memberikan perhatian pada semua peserta.
369
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
satu sama lain. Tekanan di sini ialah pada konsekuensi strategi tertentu. Analisis ini berusaha
membantu peserta belajar lebih terarah dalam mengajukan pertanyaan dan mengikuti rencana:
Pengadaan fakta, Menentukan apa yang relevan, dan Menyiapkan konsep penjelasan atau
hubungan.
4. Model Pembelajaran Advance Organizer
Advance Organizer ialah materi pengenalan yang disajikan lebih dahulu dari tugas
pembelajaran yang tingkat abstraksinya lebih tinggi dibandingkan dengan tugas pembelajaran
itu sendiri. Tujuannya ialah untuk menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi
dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari lebih dahulu, disamping juga
untuk membantu peserta belajar membedakan materi baru dari materi pembelajaran yang telah
diberikan. Tugas pembelajaran bagi peserta belajar ialah untuk menghayati informasi, untuk
mengingat gagasan sentral dan mungkin juga fakta kunci.Sebelum memperkenalkan materi
pembelajaran kepada peserta belajar hendaknya fasilitator menyiapkan materi perkenalan
dalam bentuk Advance Organizer berupa lampiran yang dapat digunakan untk mengaitkan data
baru yang relevan.
5. Model Pembelajaran Pemerolehan Konsep
Pembelajaran model pemerolehan konsep mencakup penganalisisan proses berpikir
dan diskusi mengenai atribut perolehan konsep. Selanjutnya, terhadap variasi pada model
dasar yang melibatkan lebih banyak peserta belajar berpartisipasi dan mengendalikan diskusi
serta lebih banyak materi yang kompleks. Kelaziman diantara materi ini merupakan aplikasi dari
teori tentang konsep. Inilah yang membedakan antara model perolehan konsep yang asli
dengan perlombaan menebak.
Dari beberapa model pembelajaran orang dewasa di atas, model pembelajaran berbasis
masalah yang sering diterapkan oleh widyaiswara/fasilitator. Hal ini terkait dengan investigasi
mendalam tentang dunia nyata peserta dan berharga bagi atensi dan usaha dari peserta itu
sendiri. Manfaat yang dihasilkan, antara lain:
Meningkatkan motivasi belajar peserta untuk belajar, mendorong kemampuan mereka
untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai;
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah;
Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem
yang kompleks;
Meningkatkan kolaborasi;
Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
komunikasi;
370
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Salah satu model pembelajaran orang dewasa yang diharapkan dapat menjawab
permasalahan orang dewasa ketika mengikuti pembelajaran, baik dalan kegiatan pendidikan
dan pelatihan (diklat) maupun bimbingan teknis (bimtek) adalah model OA. Kepanjangan dari
OA adalah Observation to Action. Pengertian sederhana dari model pembelaaran OA adalah
setelah melakukan pengamatan, baik sebelum memulai pembelajaran atau awal mulai
pemelajaran, langsung melakukan tindakan (aksi). Tindakan dimaksud sebagai jawaban dari
hasil observasi yang telah dilakukan. Belajar sambil melakukan sangat nyata diperlihatkan oleh
medel pembelajaran ini. Siklus yang diperlihatkan hanya dua, sebagai berikut:
Observation
Action
371
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Setiap penyajian materi dalam pendidikan dan pelatihan (diklat) atau bimbingan teknis
(bimtek) diharapkan widyaiswara/fasilitator sedapat-dapatnya menggunakan pola urut OA
(Observation to Action) secara berulang-ulang sampai didapatkan hasil yang maksimal. OA
berbentuk siklus yang semakin lama akan semakin mendalam dan semakin menunjukkan hasil
yang sempurnya. Siklus itu seperti yang terlihat pada gambar di atas. Model OA yang dimaksud
adalah:
1. Observation (Observasi)
Widyaiswara/fasilitator mengamati peserta secara mendalam, baik sebelum
memulai pembelajaran atau awal mulai pemelajaran. Observasi yang dilakukan meliputi
KSA (knowledge, skill, and attitude). Observasi nyata terhadap tingkah laku dan isi materi
ditunjukkan oleh peserta saat berlangsung proses pembelajaran. Sebaiknya,
Widyaiswara/fasilitator menggunakan instrumen observasi saat melakukan observasi.
Widyaiswara/fasilitator mencatat informasi yang dipandang perlu sebagai bahan pada
langkah selanjutnya.
2. Action (Tindakan)
Pada tahap Action ini, widyaiswara/fasilitator memberikan tindakan terhadap hasil
observasi yang telah dilakukan, termasuk evaluasi atas kompetensi yang ditunjukkan
peserta. Widyaiswara/fasilitator menunjukkan hasil kinerja peserta yang baik dan yang
perlu diperbaiki. Kemudian, widyaiswara/fasilitator menyajikan materi yang tepat sesuai
dengan kompetensi dasar sebuah pendidikan dan pelatihan (diklat) atau bimbingan teknis
(bimtek), baik melalui power point, flip chart, kartu materi, atau yang lainnya sesuai dengan
konteks dan media pembelajaran yang diinginkan.
372
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Observation
Generalize,
Experience,
Apply
Sharing,
Action
373
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
tentu dapat memantik peserta untuk beraktivitas melalui berbagai kemasan yang buatan
maupun alamiah. Sehingga nantinya terjadi proses interaksi edukaktif melibatkan intelek-
emosional peserta dalam meningkatkan aktivitas dan motivasi.
3. Menghargai Perbedaan Individual
Belajar sambil melakukan sangat bermanfaat untuk menghargai perbedaan individual
yang tampak saat peserta melangsungkan aktivitas praktik. Jika orang dewasa sebagai
peserta berdiam diri saja, widyaiswara/fasilitator akan sulit mengetahui perbedaan
individual. Namun, jika peserta senantiasa belajar sambil melakukan, widyaiswara/
fasilitator akan dengan cepat mengetahui perbedaan individual yang sangat bermanfaat
untuk melakukan tindakan pembelajaran selanjutnya. Widyaiswara/fasilitator harus
memahami kondisi masing-masing peserta. Sangat tidak tepat jika widyaiswara/fasilitator
menyamakan semua peserta karena setiap peserta memunyai bakat yang berlainan dan
kecepatan belajar yang bervariasi.
4. Mengajar dengan umpan balik
Dengan belajar, widyaiswara/fasilitator akan dapat segera melakukan umpan balik
terhadap tindakan peserta karena langsung mengenali. Umpan balik dapat dilakukan dalam
hal perilaku dan daya serap peserta. Bukankah pola perilaku yang kuat dapat diperoleh
melalui partisipasi dalam memainkan peran (role play) secara langsung. Umpan balik yang
demikian itu diperlukan untuk melakukan tindakan berikutnya bagi seorang widyaiswara/
fasilitator.
5. Memudahkan Transfer Konsep
Saat orang dewasa melakukan praktik langsung, kemungkinan kesalahan demi
kesalahan akan muncul dengan sendirinya dan tanpa disadari. Saat itulah,
widyaiswara/fasilitator dapat menstransfer konsep yang benar dalam tindakan langsung.
Widyaiswara/fasilitator dapat mengamati dengan seksama tindakan peserta dalam
pembelajaran. Hasil amatan itu digunakan sebagai bekal untuk perbaikan.
Widyaiswara/fasilitator dapat mentransfer tujuan belajar ke dalam situasi-situasi nyata.
widyaiswara/fasilitator dapat langsung mendapatkan hasil perilaku peserta untuk
direfleksikan sebagai masukan belajar peserta dalam pembelajaran.
6. Menanamkan Pemahaman yang Logis dan Psikologis
Dalam belajar, orang dewasa sebagai peserta dapat secara langsung menerapkan
berpikir logis maupun bertindak psikologis. Saat itulah widyaiswara/fasilitator langsung
dapat mengenali logika peserta dalam proses pembelajaran. Urutan presentasi mewakili
kelompok akan cepat dikenali oleh peserta ketika mereka praktik langsung. Pengenalan
374
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
urutan presentasi mewakili kelompok itu akan membangun kekuatan berpikir logis orang
dewasa. Begitu pula, urutan presentasi kelas, menyimpulkan hasil brainstorming,
menyimpulkan hasil diskusi kelompok, dan seterusnya akan membantu orang dewasa
dalam suatu diklat/bimtek bertindak logis dan menguatkan psikologisnya. Belajar sambil
melakukan pada akhirnya dapat mempercepat peserta dalam berpikir logis dan bertindak
psikologis.
Belajar sambil melakukan memunculkan kondisi peserta untuk selalu mengingat.
Apalagi kegiatan praktik nyata dikemas secara menarik dan menantang sehingga
memunculkan kesan mendalam. Orang dewasa tentu akan ingat terus sampai berusia tua
kelak. Belajar yang demikian itulah yang dikatakan sebagai belajar yang mendongkrak hasil
belajar yang paling baik. Agar kegiatan nyata berkesan, widyaiswara/fasilitator perlu
mengemas dengan baik pula. Mereka harus memperhatikan tujuan pembelajaran, siapa
yang terlibat dalam pembelajaran, di mana, kapan, pembelajaran apa, mengapa begitu,
dan bagaimana melakukannya dalam setiap kemasan kegiatan.
7. Belajar Selalu Berlangsung Secara Segmentatif dan Bertahap
Belajar senantiasa melibatkan kegiatan berpikir. Berpikir dimaksudkan dari mudah ke
sulit, dari dekat ke yang jauh, dari konkret ke abstrak, umum ke khusus, dari awal ke akhir.
Berproses diartikan dengan bergerak, bertahap, bersistem, terintegrasi, dan terfokus.
Berlatih diarahkan untuk mengidentifikasi, menyerap, mengolah, menerapkan,
mengevaluasi, meyakini, dan mengkreasikan dengan kondisi terbaru. Kemudian, belajar
dengan segmentatif akan memudahkan orang dewasa dalam suatu pembelajaran untuk
berpikir metakognisi, kritis, kreatif, proses, representasi, dan konten. Pembelajaran model
OA diharapkan akan mengurangi gangguan belajar orang dewasa dalam pembelajaran
yang diakibatkan oleh perpindahan informasi, memori jangka pendek, memori jangka
panjang, transfer belajar, kejenuhan belajar, dan kesulitan belajar.
KESIMPULAN
375
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pada tahap Action, widyaiswara/fasilitator memberikan tindakan terhadap hasil observasi yang
telah dilakukan, termasuk evaluasi atas kompetensi yang ditunjukkan peserta.
Widyaiswara/fasilitator menyajikan materi yang tepat sesuai dengan kompetensi dasar sebuah
pendidikan dan pelatihan (diklat) atau bimbingan teknis (bimtek), baik melalui power point, flip
chart, kartu materi, atau yang lainnya sesuai dengan konteks dan media pembelajaran yang
diinginkan. Model pembelajaran ini memuat beberapa metode pembelajaran yang diminati oleh
widyaiswara/fasilitator karena bebas menentukan jenis metode yang akan digunakan, seperti:
experiential learning, active learning, progresif, induktif, permainan, projek, dan kinerja dan
hasil.
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari gagasan ini, disarankan agar dapat diterapkan dalam
pembelajaran orang dewasa. OA sebagai model pembelajaran diharapkan dapat memberikan
andil untuk memecahkan permasalahan pembelajaran orang dewasa, baik di suatu pendidikan
dan pelatihan (diklat) maupun di kegiatan bimbingan teknis (bimtek).
PUSTAKA
Asmin. 2018. Konsep dan Metode Pembelajaran Untuk Orang Dewasa (Andragogi). Makalah.
[Online]. Tersedia: psikologinet.com
Hamid. 2012. Pembelajaran Orang Dewasa. Makalah. [Online]. Tersedia:
http://hamiddarmadi.blogspot.com/2012/11/pembelajaran-orang-dewasa.html
Hotbin. 2013. Andragogi (Pendidikan Orang Dewasa). [Online]. Tersedia:
http://kangebink.blogspot.com/2013/08/andragogi-pendidikan-orang-dewasa.html
Kartono, Kartini. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional: Beberapa Kritik
dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramtra.
Knowles. 1977. The modern practice of Adult Education.
Lunandi. 1987. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia Pustaka.
376
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Reformasi Birokrasi
377
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh:
Keseriusan upaya pemerintah dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja PNS semakin
terlihat sejak diberlakukannya Perlan 10 Tahun 2018 Tentang Pengembangan Kompetensi
PNS. Kebijakan ini mengamanatkan agar pengembangan kompetensi berangkat dari kebutuhan
PNS setiap individu tanpa terkecuali. Dengan menggunakan aplikasi berbasis offline,
kesenjangan kompetensi setiap PNS diukur oleh setiap atasan langsung di unit kerjanya secara
berjejanjang yang kemudian ditentukan bentuk dan jenis pengembangan kompetensi yang
sesuai. Kebijakan ini di Jawa Barat mulai diterapkan secara efektif oleh BPSDM Provinsi Jawa
Barat pada Bulan November 2018. Pada tahap awal, sebanyak 54 perangkat daerah di
lingkungan Provinsi Jawa Barat dilibatkan untuk berpartisipasi dalam salah satu tahapan
pengembangan kompetensi yaitu inventarisasi kebutuhan pengembangan kompetensi atau
penyusunan rencana pengembangan kompetensi tahunan. Keberhasilan atau kegagalan
Implementasi Kebijakan Pengembangan Kompetensi yang mengandalkan partisipasi aktif dari
perangkat daerah ini tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukung dan penghambat yang
perlu diteliti.
378
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Pendahuluan
Beberapa regulasi terkait PNS yang terbit empat tahun terakhir telah menggiring PNS
pada sebuah kondisi yaitu tidak ada pilihan selain ―kompeten‖ bagi PNS. Pada satu sisi
Pemerintah mewajibkan pengembangan karir dan promosi untuk didasarkan pada kompetensi.
Pada sisi yang lain Pemerintah juga memberikan hak dan kesempatan kepada PNS untuk
mengembangkan kompetensinya. Tanpa memberikan celah kepada PNS untuk bisa beralasan,
Pemerintah juga mewajibkan setiap instansi untuk memfasilitasi pengembangan kompetensi
setiap pegawainya.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap PNS menurut Undang-undang Nomor 5
Tahun 2014 terdiri dari 3 jenis kompetensi yaitu, kompetensi Manajerial, kompetensi
Sosiokultural dan kompetensi teknis. Bahkan menurut Undang-undang nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah bahwa selain ketiga kompetensi tersebut, setiap PNS juga harus
memiliki kompetensi Pemerintahan.
379
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Setelah satu bulan kebijakan ini disosialisasikan kepada Sekretaris Perangkat Daerah
dan Lima belas hari setelah aplikasi penyusunan rencana pengembangan kompetensi
dilatihkan kepada petugas simpeg, belum ada satupun perangkat daerah yang sudah
menyelesaikan input data rencana pengembangan kompetensi hingga selesai.
2. Pada tahapan pedampingan (tahap ke- 3 setelah sosialisasi dan workshop
pengembangan kompetensi), seluruh peserta pendampingan yang hadir meminta
penjelasan dari awal sampai akhir tentang aplikasi pengembangan kompetensi. Hal ini
berarti informasi tentang aplikasi pengembangan kompetensi belum sampai kepada
sebagain besar pegawai. sementara, perwakilan perangkat daerah yang hadir dalam 2
tahapan sebelumnya diminta untuk mensosialisasikan dan menerapkan kebijakan
beserta aplikasinya kepada setiap pegawai
3. Banyak pengaduan dari pic perangkat daerag tentang aplikasi pengembangan
kompetensi yang tidak berfungsi
Olehkarena fenomena-fenomena tersebut, perlu diteliti factor-faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan pengembangan kompetensi di Provinsi Jawa
Barat.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini, penulis
menentukan permasalah penelitian pada sejauhmana Implementasi Kebijakan penyusunan
rencana pengembangan kompetensi di Provinsi Jawa Barat dan Faktor-faktor apa saja yang
mendukung atau menghambat Implementasi Kebijakan penyusunan rencana penngembangan
kompetensi tahunan di Provinsi Jawa Barat hingga triwulan III tahun 2019.
1.1.4. Tujuan Penulisan
380
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Kajian Literatur
2.1. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Winarno (2002 :17) ―kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari para
pembuat keputusan kepada para pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan
cara–cara mencapai tujuan tersebut‖.
Van Meter dan Van Horn dalam Subasono dalam Mulyadi (2015:72), bahwa :
Ada 6 varibel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu Pertama Standard dan
sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur, sehingga
tidak menimbulkan interpretasi yang menyebabkan terjadinya konflik di antara para
agen implementasi. Yang kedua adalah Sumber daya. Kebijakan perlu didukung oleh
sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Yang
ketiga adalah komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas. Dalam berbagai
kasus, implementasi sebuah program kadang perlu didukung da dikoordinasikan
dengan instansi lain agar ercapai keberhasilan yang diinginkan. Yang keempat yatu
Karakteristik agen pelaksana. Sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan
memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan. Termasuk di dalamnya
karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, kemudian bagaimana
juga sifat opini public yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung
implementasi kebijakan yang keenam yaitu Kondisi social, ekonomi dan politik.
Kondisi ssosial, ekonomi, dan politik mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang
dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Yang keenam adalah
Disposisi implementor. Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu:
Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhikemauannya untuk
melaksanakan kebijakan; Kognisi, pemahamannya terhadap kebijakan; dan Intensitas
diposisi impelementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
2.2.1. Latar Belakang, Dasar Hukum dan Tujuan Kebijakan Pengembangan Kompetensi
Seiring dengan adanya regulasi-regulasi tersebut, maka BPSDM Provinsi Jawa Barat
berinisiatif melaksanakan Perlan 10 Tahun 2018 dengan menggulirkan tahapan-tahapan
kegiatan sebagai berikut:
381
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pengembangan kompetensi di tingkat instansi terdiri dari instansi pusat dan instansi
daerah. Pengembangan kompetensi instansi pusat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
kompetensi internal instansi pusat seperti kementerian, non kementerian dan instansi pusat
lainnya yang sejajar. Sedangkan pengembangan kompetensi di level instansi daerah meliputi
instansi provinsi dan kabupaten/kota. Pengembangan kompetensi di level instansi untuk
memenuhi kebutuhan kompetensi internal provinsi dan kabupaten/kota. Pengembangan
kompetensi di level instansi dilaksanakan oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) masing-
masing seperti Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota.
Gubernur sebagai PPK berperan dalam langkah validasi yaitu menetapkan rencana
pengembangan kompetensi. Sedangkan yang melaksanakan verifikasi dalam proses
penyusunan rencana pengembangan kompetensi ini adalah sekretaris daerah yang dikenal
dengan istilah pejabat yang berwenang (PyB). PyB dibantu oleh tim yang terdiri dari perangkat
daerah yang menangani sumber daya manusia, perencanaan, keuangan dan para pimpinan
perangkat daerah. Adapun yang terlibat dalam inventarisasi kebutuhan pengembangan
kompetensi adalah setiap pegawai, atasan langsung, dan pimpinan perangkat daerah.
Kompetensi
382
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Bagi instansi yang belum melaksanakan uji kompetensi, pencarian gap kompetensi ini
direkomedasikan menggunakan pendekatan dialog atasan bawahan. Dialog atasan bawah ini
merupakan sebuah komunikasi antara pegawai dengan atasan langsung untuk mencari gap
kompetensi bawahan. Dialog atasan bawahan ini dilakukan oleh seluruh pegawai secara
berjenjang.
Pencarian gap kompetensi dilakukan dengan menggunakan aplikasi off line yang alurnya dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1
3. Metode Penelitian
383
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Informan awal
a. Kepala Bidang Pengembangan Diklat Teknis dan Fungsional pada Pusat
pengembangan Program dan Pembinaan Diklat LAN RI
b. PIC aplikasi perangkat daerah
2. Informan lanjutan
a. Pyb : Sekretaris Daerah
b. Tim Pyb : Kepala BPSDM Prov.jabar
c. Kepala Bidang 1 BPSDM Provinsi Jawa Barat
d. Pengawas pada Bidang 1 BPSDM Provinsi Jawa Barat
e. Pelaksana (Petugas) Bidang 1 BPSDM Provinsi Jawa Barat
f. Pic penanggungjawab aplikasi seluruh perangkat daerah
g. Pegawai di lingkungan Provinsi Jawa Barat
h. Pejabat Struktural di lingkungan Provinsi Jawa Barat
Tabel 3.
384
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu Person, Place dan Paper.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Pengamatan
(Observation), Wawancara dan Dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
melalui pemrosesan satuan, kategorisasi, pemeriksaan keabsahan data dan penafsiran data.
Penelitian ini berlokasi di seluruh perangkat daerah di lingkungan Provinsi Jawa Barat mulai
Bulan November 2018 sampai dengan Triwulan III tahun 2019.
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU-BUKU
Winarno, Budi (2002) Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Medpress
385
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
III Lain-lain
www.jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1369
386
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
Novi Soviyanti
Generasi Y atau lebih dikenal sebagai generasi milenial, merupakan sumber daya
manusia yang lahir antara tahun 1982 sampai dengan 2000, menurut Howe & Strauss
(2000). Generasi Y lahir dan tumbuh pada saat mulai dikenal teknologi informasi dan
komunikasi seperti sms, email, facebook, twitter. Generasi inilah yang sekarang ini
menjadi angkatan kerja di berbagai sektor baik sektor swasta maupun Pemerintahan.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa generasi Y yang bekerja, tingkat turn over nya
cukup tinggi. Salah satunya adalah hasil riset yang dilakukan oleh Chief Product Officer
Jobplanet, Kemas Antonius, yang memaparkan hasil riset terkait generasi millenial
pada kurun Agustus 2015 hingga Januari 2017. Salah satu hasilnya memperkuat
stigma negatif bahwa generasi Y doyan pindah kerja. Sebanyak 76,8 persen dari
Generasi Y dengan total lebih 90 ribu responden, ternyata memilih keluar kerja setelah
bekerja satu tahun dan dua tahun (Kompas.com dengan judul "Generasi Y Doyan
Pindah-pindah Kerja?.
Penulis : Mawar Kusuma Wulan). Lalu bagaimana dengan generasi Y yang bekerja di
sektor pemerintahan? Penulis akan melaksanakan penelitian mengenai komitmen kerja
Generasi Y di lingkungan pemerintahan. Penelitian akan dilakukan di Sekretariat
Daerah Provinsi Jawa Barat, dengan pertimbangan jumlah Generai Y cukup banyak
dan penulis pernah bertugas di Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, sehingga
diharapkan dapat memudahkan penelitian.
Kata kunci: Generasi Y,Komitmen Kerja
387
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Saat ini Indonesai sedang dihadapi oleh tantangan Revolusi Industri 4.0.
Menurut The World Economic Forum (WEF), revolusi industri 4.0 bercirikan adanya
pembauran teknologi yang mampu menghapus batas-batas aktifitas penggerak
ekonomi baik dari perspektif fisik, digital maupun biologi. Dengan kata lain, dengan
menggunakan teknologi maka manusia mampu mengintegrasikan dan meningkatkan
interaksi serta konektivitas antara manusia, mesin dan sumber daya lainnya. Oleh
sebab itu, pada era ini sangat diperlukan sumber daya manusia yang mampu
berinteraksi dengan teknologi.
Generasi Y atau lebih dikenal sebagai generasi milenial, merupakan sumber
daya manusia yang lahir antara tahun 1982 sampai dengan 2000, menurut Howe &
Strauss (2000). Generasi Y lahir dan tumbuh pada saat mulai dikenal teknologi
informasi dan komunikasi seperti sms, email, facebook, twitter. Generasi inilah yang
sekarang ini menjadi angkatan kerja di berbagai sektor baik sektor swasta maupun
Pemerintahan.
Namun banyak stigma negatif dilekatkan pada Generasi Y. Generasi Y dianggap
individualistik dan tidak loyal dalam bekerja. Bahkan menurut Princetone White Paper
(2012), terdapat mitos bahwa generasi X adalah pemalas, menginginkan hal yang
instan, tidak loyal, egois dan manja.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa generasi Y yang bekerja, tingkat turn
over nya cukup tinggi. Salah satunya adalah hasil riset yang dilakukan oleh Chief
Product Officer Jobplanet, Kemas Antonius, yang memaparkan hasil riset terkait
generasi millenial pada kurun Agustus 2015 hingga Januari 2017. Salah satu hasilnya
memperkuat stigma negatif bahwa generasi Y doyan pindah kerja. Sebanyak 76,8
persen dari Generasi Y dengan total lebih 90 ribu responden, ternyata memilih keluar
kerja setelah bekerja satu tahun dan dua tahun (Kompas.com dengan judul "Generasi Y
Doyan Pindah-pindah Kerja?.
Penulis : Mawar Kusuma Wulan).
Lalu bagaimana dengan generasi Y yang bekerja di sektor pemerintahan?
Banyak diberitakan bahwa minat generasi Y untuk menjadi PNS masih tinggi. Badan
kepegawaian Negara mencatat bahwa pada tahun 2018, pendaftar CPNS berjumlah 4
juta orang. Padahal Pemerintah hanya mengalokasikan sebanyak 238.015
formasi CPNS yang terbagi atas formasi untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah
(Kompas.com dengan judul "CPNS 2018 Capai 4 Juta Pelamar, Ini Jumlah Pendaftar
dari Tiap Formasi",
Penulis : Mela Arnani, Editor : Bayu Galih).
Hal ini tentu saja harus disambut positif. Dengan tuntutan masyarakat terhadap
pelayanan pemerintah yang semakin tinggi dan cepat, maka dengan teknologilah
tuntutan tersebut dapat dipenuhi. Generasi Y yang dikenal dengan melek teknologi,
diharapkan dapat mewujudkan pelayanan pemerintah yang cepat, tepat, efektif dan
efisien.
Selanjutnya, Generasi Y dimasa yang akan datang, akan bekerja bersama-sama
dengan generasi baby boomers dan generasi X, yang jumlahnya relatif lebih banyak.
388
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Data menunjukan bahwa di lingkungan Setda Provinsi Jawa Barat, dari jumlah pegawai
sebanyak 734 pegawai, sebanyak 117 adalah generasi Y. Hal ini tampak pada data di
bawah ini :
Gen Y
16%
Baby Boomers
dan Gen X
84%
389
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Berbagai teori dan pendapat mengenai Generasi Y yang dikemukakan oleh para
ahli. Yanuar Surya Putra dalam Theoritical Review : Teori Perbedaan Generasi,
merangkumnya dalam bentuk tabel berikut ini :
Sumber Label
Generasi Y merupakan sumber daya manusia yang lahir antara tahun 1980
sampai dengan 2000, menurut Bencsik, Csikos dan Juhez(2016). Generasi Y lahir dan
tumbuh pada saat mulai dikenal teknologi informasi dan komunikasi seperti sms, email,
facebook, twitter. Generasi inilah yang sekarang ini menjadi angkatan kerja diberbagai
sektor baik sektor swasta maupun sektor pemerintahan.
Menurut hasil penelitian Bencsik & Machova (2016), yang penulis sadur dari
Theoritical Review : Teori Perbedaan Generasi, yang disusun oleh Yanuar Surya Putra,
bahwa karakteristik Generasi Y adalah sebagai berikut :
FACTORS GENERATION Y
Other Possible Desire for independence, no respect for tradition, quest for new
Characteristics forms of knowledge, inverse socialization, arrogant, home
office and parttime work, interim management, undervalue soft
skills and EQ
(Bencsik & Machova 2016; Yanuar Surya Putra, 2016, Theoritical Review : Teori
Perbedaan Generasi,)
Pada definisi lain komitmen kerja adalah derajat dimana karyawan mau percaya
sepenuhnya, mau menerima tujuan-tujuan perusahaan serta mau untuk tetap tinggal
dan tidak akan meninggalkan perusahaan dalam jangka waktu yang lama (Mathis dan
Jackson:2008; http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-komitmen-kerja).
Dari dua definisi tersebut, terdapat kesamaan bahwa komitmen kerja pada
intinya adalah karyawan menerima dan memelihara nilai atau tujuan organisasi
sehingga tidak meninggalkan organisasi.
391
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pada pengertian lain, komitmen kerja karyawan adalah suatu keadaan yang
mana seorang karyawan mempunyai keinginan yang kuat untuk mempertahankan
keanggotaan dalam perusahaan tersebut. Hal ini bukan mengenai jenjang karier, gaji
dan sebagainya melainkan kenyamanan dan perasaan yang begitu mendalam untuk
bekerja di perusahaan tersebut. (Robbins & Judge 2008 :
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-komitmen-kerja).
METODE
Metode penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kuantitatif non
eksperimental, dengan metode deskriptif, dimana penelitian mencoba untuk
mendeskripsikan sebuah fenomena, kejadian, atau situasi (Christensen, 2011) yang
bertujuan untuk menggambarkan faktual, sistematis dan akurat mengenai fakta dan
hubungan antara fenomena yang diteliti. Sedangkan partisipan subjek penelitian ini
adalah pegawai Generasi Y yang bekerja di Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat.
392
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pustaka:
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-komitmen-kerja/ diunduh tanggal 10
Desember 2018
393
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
oleh
Teten AM Engkun, Ph.D
ABSTRAK
Fenomena cyberspace dan desain global yang ditandai dengan lahirnya era revolusi
industry ke-4 atau lebih dikenal dengan revolusi industry 4.0. Revolusi industri 4.0
memiliki karaker khas yakni pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial
intelligence dengan revolusi digital proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di
semua bidang. Kenyataan ini sangat mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan.
Pemerintahan harus menghadapi perubahan ini dengan terobosan kebijakan yang
mengimbangi revolusi industry 4.0. Penulis menggunakan data data sekunder diperoleh
melalui buku, jurnal, surat kabar, hasil kajian lepas, dan laporan-laporan organisasi
pemerintah. Merujuk kepada New Public Governance (NPG) oleh Stephen P. Osborne
(2005) dan berkaitan dengan fenomena revolusi industri 4.0, penulis mendapati tiga
peran penting pemerintah dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Pertama, peranan
pemerintah dalam mengeluarkan dan menerapkan regulasi pembangunan berdasarkan
paradigma revolusi industri 4.0; Kedua, peningkatan kompetensi aparatur dalam
menghadapi revolusi industri. Ketiga, pengembangan ekosistem inovasi di lingkungan
pemerintahan. Berdasarkan penemuan tersebut, tulisan ini bertujuan untuk
memperkayakan khazanah ilmu politik khususnya bidang administrasi pemerintahan
dalam dua aspek yakni (i) kebijakan New Public Governance (NPG) yang didukung oleh
ekosistem inovasi daerah menjadi solusi alternatif menghadapi revolusi industri 4.0; dan
(ii) Peningkatan kompetensi aparatur sebagai aktor pelaksana kebijakan publik
memegang peranan penting untuk menyokong kelancaran keberhasilan pemerintah
dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Kata kunci: Revolusi Industri 4.0, Government 4.0, New Public Governance.
394
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Perubahan pola kerja global yang telah berubah secara drastis dalam waktu tiga puluh
tahun terakhir mengakibatkan gangguan baru (a new wave of disruption) yang saat ini
melanda dunia. Fenomena Ojeg Online, Online shop, tiket online dan fenomena daring
lainnya menjadikan sebuah fenomena yang tidak terprediksi dan terantisipasi oleh
pemerintah. Perubahan fenomena ini merupakan dampak dari revolusi Industri ke-4
yang sekarang dikenal dengan revolusi industri 4.0.
Revolusi industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktifitas
manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman
hidup sebelumnya. Manusia bahkan akan hidup dalam ketidakpastian (uncertainty)
global. Perubahan paradigm ini menjadikan manusia harus memiliki kemampuan untuk
memprediksi masa depan yang berubah sangat cepat. Perubahan fenomena ini mau
tidak mau harus dijawab oleh pemerintah dengan mengimbangi dengan metamorphosis
tata kelola pemerintahan menjadi Government 4.0. Perubahan tata kelola pemerintahan
secara terintegrasi dan komprehensif menjadi sebuah alternative jawaban dalam
menghadapi tantangan fenomena revolusi industry ke-4. Respon tersebut dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik,
swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil sehingga tantangan revolusi industri 4.0
dapat dikelola menjadi peluang.
Sejarah kelam pemerintahan yang tidak mengantisipasi era revolusi Industri pertama
atau yang lebih dikenal dengan dengan revolusi Perancis pada Februari 1848
menjadikan Dutch East Indies hanya sebagai follower dari perubahan itu. Kesalahan
dan keterlambatan dalam melakukan antisipasi perubahan tersebut menjadikan tata
kelola pemerintahan yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam
era revolusi industry pertama menjadi sebuah fenomena cultuuurstelsel gaya
pemerintah colonial Dutch East Indies (Hindia Belanda). Lahirnya era revolusi Industri
kedua pada sekitar tahun 1850 mencoba dijawab Belanda pada 1870 dengan
menghentikan cultuuurstelsel dan diubah menjadi Politik Etis (etiche politiek) pada
tahun 1901. Keterlambatan mengantisipasi perubahan revolusi Industri pertama dan
kedua ini tetap menjadikan Pemerintah colonial Belanda hanya supporting terhadap
Perancis apalagi rakyat Indonesia sebagai negara jajahan. Antisipasi revolusi industry
kedua dengan tiga cara yang dikenal dengan trilogi van deventer (irigasi, Emigrasi, dan
Edukasi) tidak banyak menolong Pemerintah Belanda dalam bersaing di persaingan
global bahkan hutang Belanda pasca kebangkrutan era Verenigde Oostindische
Compagnie (VoC) belum mampu dibayar oleh Pemerintah Belanda. Keengganan
Belanda merubah system tata kelola pemerintahan dalam mengantisipasi perubahan
global menjadikan negara ini tetap carut marut meski sudah lama dimerdekaan oleh
Napoléon Bonaparte.
Sejarah kelam keterlambatan pemerintah dalam mengantisipasi revolusi industry ke-3
juga kembali terulang masa Pemerintah Indonesia terlambat mengantisipasi
kemunculan era ini yang ditandai dengan kemunculan pengontrol logika terprogram
pertama (PLC) atau system komputerisasi. Era ini mengembangkan sistem otomatisasi
berbasis komputer sehingga mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia. Masa
revolusi industry 3.0, pemerintah masih berkutat dengan system tradisional dengan
395
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pengerahan daya angkut masal tanpa meningkatkan kualitas dan kapasitas manusia
untuk dapat mengantisipasi perubahan global. Dampak dari keterlambatan antisipasi
menjadikan Indonesia hanya sebagai konsumen permanen dari perubahan jaman.
Belajar dari era kelam revolusi industry 1 s.d 3 mau tidak mau harus segera membuat
sebuah lompatan antisipasi tata kelola pemerintahan agar lebih mampu bersaing.
Sistem administrasi public harus segera switching menuju era government 4.0 atau
dalam istilah keilmuan dikenal dengan konsep New Public Governance (NPG).
Mengapa New Public Governance?
Pergeseran era Old Public Administration (OPA/Government 1.0), New Public
Management (NPM/Government 2.0), New Public Service (NPS/Government 3.0)
menuju New Public Governance (NPG/Government 4.0) menurpakan sebuah
keniscayaan, hal ini mngacu pada pendapat Kagermann dkk (2013) dan Zhou dkk
(2015) bahwa tantangan menghadapi revolusi industry ke-4 yakni aspek pengetahuan,
teknologi, ekonomi, social, dan politik harus diimbangi dengan perubahan tata kelola
yang baik (good governance). Kenyataan ini membawa pada perubahan public service
menuju New Public Governance (NPG).
NPG merupakan metamorphosis dalam administrasi public dari Genarasi pertama yakni
Old Public Administration/OPA (Confusius, Plato, Aristoteles, Niccolo Machiavelli,
Montesqueiu, JJ. Rousseau, John Stuart Mill, Woodrow Wilson, dsb). OPA merupakan
sebuah konsep administrasi public yang sangat legalistic,dengan berbagai macam
aturan yang mengikat, struktur organisasi yang hirakis yang kurang memungkinkan
adanya koordinasi dari berbagai fungsi sangat sentralistik dan betapa besarnya
dominasi pemerintah dalam berbagai hal termasuk pemberian pelayanan public;
Generasi Kedua yakni New Public Management (NPM) yang diperkenalkan oleh David
Osborne dan Ted Gaebler (1992) dalam konsep ‖Reinventing Government‖. NPM
menekankan ada control atas output kebijakan pemerintah,desentralisasi otoritas
manajement,penganalan pada dasar kuasimekanisme pasar,serta layanan yang
berorientasi customer. Paradigma NPM pada dasarnya berprinsip bahwa menjalankan
administrasi negara layaknya sebagaimana menggerakkan sektor bisnis, yang berbasis
pada ideologi liberalisme (run government like a business atau market as solution to the
ills in public sector); Generasi Ketiga yakni New Public Service (NPS) yang
diperkenalkan oleh Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart berjudul ―The New Public
Service : Serving, not Steering‖ (2003). Paradigma NPS memandang bahwa birokrasi
adalah alat rakyat dan harus tunduk kepada apapun suara rakyat, sepanjang suara itu
rasional dan legimate secara normative dan konstitusional, seorang pimpinan dalam
birokrasi bukanlah semata – mata makhluk ekonomi seperti yang diungkapan dalam
teori NPM, melainkan juga makhluk yang berdimensi social,politik dan menjalankan
tugas sebagai pelayan public. Inti dari konsep ini bagaimana pemerintah bersama
dengan pihak swasta dan masyarakat memberikan pelayanan public, tetapi
pengambilan kebijakan tetap berada pada pihak pemerintah; dan Generasi Keempat
yakni New Public Governance/NPG yang diperkenalkan oleh Stephen P. Osborne
tahun 2005. Paradigma the New Public Governance menekankan pada koordinasi dan
kolaborasi multistakeholders yang dapat mendorong Good Governance guna
menghadapi era revolusi industry. 4.0.
396
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
NPG merupakan sebuah konsep pemerintahan yang sejalan dengan era revolusi
industry 4.0. Dalam konsep NPG, pemerintah dituntut untuk selalu menyesuaikan
dengan perkembangan lingkungan. Penyesuaian tersebut sebagai upaya untuk
merespon perkembangan global. Perkembangan lingkungan tersebut diantaranya
secara internal maupun lingkungan eksternal. Perubahan internal diantaranya
kompleksitas beban kerja organisasi publik. Faktor eksternal menuntut organisasi publik
menjadi lebih fleksibel dalam penyelenggaraan pemerintahan. Reformasi dan
revitalisasi peran-peran organisasi publik dilakukan secara internal organisasi untuk
meningkatkan profesionalisme. Metamorfosis organisasi publik dalam merespon tututan
internal dan eksternal diwujudkan dalam bentuk reformasi, revitalisasi dan
pembentukan jejaring pemerintahan. Jejaring pemerintahan merupakan bagian dari
paradigma new public governance dimana berupaya mengoptimalkan peran-peran
pemerintah dalam implementasi kebijakan publik dan penyelenggaraan pelayanan
publik.
Fenomena disrupsi Revolusi Industri 4.0 mau tidak mau akan membawa kita pada
kondisi transisi revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara hidup,
bekerja, dan relasi organisasi dalam berhubungan satu sama lain. Perubahan lanskap
ekonomi politik dan relasi organisasi merupakan sebuah konsekuensi Revolusi Industri
4.0. Transformasi ala Government 4.0 mencakup skala ruang lingkup, dan
kompleksitasnya. Transformasi organisasi pemerintah ini menjadi kata kunci yang harus
terus diupayakan sebagai instrumen bagi aparat pemerintah agar responsif terhadap
perubahan. Tuntutan akuntabilitas dan transparansi dari organisasi pemerintah serta
responsif yang tinggi dan cepat, hal ini membawa perubahan paradigma desain
organisasi. Transformasi organisasi pemerintah tersebut tidak hanya
sekedar downsizing dan prosedural semata, namun lebih fundamental pada pola kerja,
budaya organisasi dan nilai-nilai strategis yang dikembangkan. Pengembangan
kelembagaan organisasi birokrasi harus dilakukan melalui transformasi yang terencana
dan terukur.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil permasalahan kajian: (i)
Bagaimana pengaruh Government 4.0 menghadapi Revolusi Industri 4.0? (ii)
Bagaimana strategi Government 4.0 dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Guna menjawab permasalahan kajian diatas, penulis melakukan penelitian dengan
pendekatan study literature dengan mengkaji teori dan regulasi yang ada sehingga
dapat mendukung mendukung analisis yang komprehensip. Pengorganisasian tulisan
ini dengan terlebih dulu melakukan kajian literature yang membahas mengenai Grand
theory Administrasi Publik, Middle Range Theory Good Governance serta Applied
Theory New Public Governance sebagai perwujudan Government 4.0 yang dikaitkan
dengan perubahan revolusi industry 4.0; selanjutnya kajian ini akan membahas
mengenai metodologi penulisan kajian dini untuk dilakukan analisis dan dilakukan
penyimpulan pada tahap akhir.
KAJIAN LITERATUR
Kajian literatur Government 4.0 diturunkan dari teori utama (grand theory) administrasi
publik yang kemudian diturunkan ke dalam teori Good governance, sedangkan teori
397
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
yang bersifat operasional yang menunjang dalam kegiatan kajian ini adalah teori yang
berhubungan dengan New Public Governance sebagai perwujudan Government 4.0.
Mengambil pengertian teori adminisrasi publik dari Gerald Caiden (1982) yang
menyatakan bahwa administrasi publik melingkupi segala kegiatan yang berhubungan
dengan penyelenggaraan urusan publik atau kebutuhan publik. Administrasi public
memiliki filosofi bagaimana orang mengorganisir diri mereka sebagai publik secara
kolektif dan dengan tugas dan kewajiban masing-masing memecahkan masalah publik
untuk mencapai tujuan bersama. Pendapat ini diperkuat oleh Nigro dan Nigro (1984)
yang menyatakan bahwa administrasi publik secara lebih khusus dapat dijelaskan
sebagai apa yg dilakukan oleh pemerintah, terutama lembaga eksekutif (dengan sarana
birokrasi), di dalam memecahkan masalah kemasyarakatan/publik. Dua pendapat
diatas dipertegas oleh Harmon dan Mayer yang menjelaskan bahwa pelaku utama
dalam penyelenggaraan administrasi publik adalah administrator publik, birokrat atau
pegawai negeri.
Pendapat diatas menegaskan bahwa administrasi public merupakan upaya bagaimana
sekelompok orang dalam organisasi merencanakan, dan melaksanakan sebuah
kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dua poin penting yang diambil
dari grand theory diatas adalah manusia dan strategi kebijakan, apabila diturunkan
dalam middle range theory bahwa factor tata kelola yang baik atau good governance
menjadi pemicu dari lahirnya sebuah produk kebijakan menjadi hal yang tepat dalam
kajian ini. Mengambil pengertian dari World Bank (1990) yang mendefinisikan Good
Governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik
maupun administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan political
framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Good Governance disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen
lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu
dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor
lain adalah private sector (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani).
Karenanya memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran
antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main
yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan
ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif.
Dalam menghadapi tantangan era revolusi industry 4.0 diperlukan sebuah strategi yang
tepat. Strategi pemerintah menghadapi perubahan peradaban tersebut adalah dengan
new public government atau dalam istilah penulis government 4.0. Oleh karena itu
penulis menurunkan teori New Public Governance (government 4.0) sebagai Applied
Theory. Mengapa demikian? Terdapat persinggungan strategis antara government 4.0
dengan revolusi industry 4.0. Mengikut Stephen P. Osborne (2010) bahwa paradigma
new public governance mengandung lima prinsip utama: (a) social-political governance,
(b) public policy governance, (c) administrative governance, (d) contract governance,
(e) network governance. Dari kelima prinsip tersebut terkandung tiga pilar utama dalam
prinsif new public governance yakni government, civil society dan private sector. Ketiga
unsur tersebut membentuk jejaring dalam forum bersama dalam kelembagaan dan
398
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
399
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan meliputi data teks / tulisan baik kajian teoritis
maupun peraturan perundang-undangan.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data yang dikumpulkan secara langsung melalui observasi.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung, misalnya buku, artikel, dokumen
yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan yang dilakukan untuk memperoleh data-data, peneliti
menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
b. Dokumentasi
c. Studi kepustakaan
5. Analisis dan Interpretasi Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
pengumpulan informasi, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Perubahan pola kerja global yang telah berubah secara drastis dalam waktu tiga puluh
tahun terakhir mengakibatkan gangguan baru (a new wave of disruption) yang saat ini
melanda dunia. Fenomena Ojeg Online, Online shop, tiket online dan fenomena daring
lainnya menjadikan sebuah fenomena yang tidak terprediksi dan terantisipasi oleh
pemerintah. Perubahan fenomena ini merupakan dampak dari revolusi Industri ke-4
yang sekarang dikenal dengan revolusi industri 4.0. Fenomena revolusi industri 4.0 atau
revolusi digital secara resmi lahir di Jerman tepatnya saat diadakan Hannover Fair pada
tahun 2011 (Kagermann dkk, 2011). Kemudian Kanselir Jerman Angela Merkel
mengemukakan istilah Revolusi Industri 4.0 dalam pertemuan World Economic Forum
2015, di Jerman, Merkel menjelaskan, revolusi industri 4.0 merupakan sistem yang
mengintegrasikan dunia online dengan produksi industri. Sejarah revolusi industri
dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Fase industri merupakan real
change dari perubahan yang ada. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi
untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh
produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian
massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya
hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi
manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017).
Lee et al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi
manufaktur yang didorong oleh empat factor (i) peningkatan volume data, kekuatan
komputasi, dan konektivitas; (ii) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan
bisnis; (iii) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan (iv)
400
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Lifter
dan Tschiener (2013) menambahkan, prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan
mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai
dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri.
Hermann et al (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama,
interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk
terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau
Internet of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar.
Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk
menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data
sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis
yang meliputi; (a) kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan
menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan
yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat; (b) kemampuan
sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai tugas yang tidak
menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman; (c) meliputi bantuan visual dan
fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem fisik
maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin.
Revolusi industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel
(Kagermann et al, 2013). Mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi
dengan manusia (Sung, 2017). Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk
mengontrol proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan
penyatuan dan penyesuaian produksi (Kohler & Weisz, 2016). Selanjutnya, Zesulka et
al (2016) menambahkan, revolusi industri 4.0 digunakan pada tiga faktor yang saling
terkait yaitu; (i) digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana menuju
jaringan ekonomi dengan teknik kompleks; (ii) digitalisasi produk dan layanan; dan (iii)
model pasar baru.
Pemetaan tantangan dan peluang revolusi industri 4.0 untuk mencegah berbagai
dampak dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah permasalahan pelayanan
terhadap masyarakat. Pemerintah dituntut untuk selalu menyesuaikan dengan
perkembangan lingkungan. Penyesuaian tersebut sebagai upaya untuk merespon
perkembangan global. Perkembangan lingkungan tersebut diantaranya secara internal
maupun lingkungan eksternal. Perubahan internal diantaranya kompleksitas beban
kerja organisasi publik. Faktor eksternal menuntut organisasi publik menjadi lebih
fleksibel dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini disebabkan karena dunia usaha
yang semakin global menuntut peran-peran organisasi publik bisa mewadahi semua
kepentingan dalam kerangka demokrasi.
Metamorfosis organisasi publik dalam merespon tututan internal dan eksternal
diwujudkan dalam bentuk reformasi, revitalisasi dan pembentukan jejaring
pemerintahan (Suwitri, 2011:1). Reformasi dan revitalisasi peran-peran organisasi
publik dilakukan secara internal organisasi untuk meningkatkan profesionalisme. Grand
desain reformasi birokrasi Indonesia 2010-2025 diatur dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 dimana tata kelola pemerintahan mencapai
penguatan dalam beberapa hal berikut: (a) penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
bersih, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme; (b) kualitas pelayanan publik; (c).
401
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; (d) profesionalisme SDM aparatur yang
didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi,
transparan, dan mampu mendorong mobilitas aparatur antardaerah, antarpusat, dan
antara pusat dengan daerah, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan
yang sepadan.
Revitalisasi birokrasi untu dapat berubah dari negara berkembang menjadi negara
industri baru mendudukkan reformasi birokrasi sebagai langkah awal dalam
pembangunan. Bentuk reformasi tersebut dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: (a)
revitalisasi kedudukan, peran dan fungsi kelembagaan yang menjadi motor penggerak
reformasi administrasi, (b) menata kembali sistem administrasi negara baik dalam hal
struktur, proses, sumberdaya serta relasi negara dan masyarakat (Prasojo dan
Kurniawan, 2008).
Problem birokrasi Indonesia seperti halnya negara-negara berkembang lain sangatlah
komplek. Apabila diidentifikasi, problem birokrasi tersebut diantaranya adalah: (a)
organisasi: organisasi pemerintahan belum tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing);
(b) peraturan perundang-undangan: beberapa peraturan perundang-undangan di
bidang aparatur negara masih ada yang tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, dan
multitafsir; (c) SDM Aparatur: SDM aparatur negara Indonesia (PNS) saat ini yang
alokasi dalam hal kuantitas, kualitas, dan distribusi PNS menurut teritorial (daerah) tidak
seimbang, serta tingkat produktivitas PNS masih rendah; (d) kewenangan: masih
adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan belum mantapnya akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah; (e) pelayanan publik: pelayanan publik belum dapat mengakomodasi
kepentingan seluruh lapisan masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga
negara/penduduk. Penyelenggaraan pelayanan publik belum sesuai dengan harapan
bangsa berpendapatan menengah yang semakin maju dan persaingan global yang
semakin ketat; (f) pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set): pola pikir (mind-
set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi
yang efisien, efektif dan produktif, dan profesional. Selain itu, birokrat belum benar-
benar memiliki pola pikir yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih
baik (better performance), dan belum berorientasi pada hasil (outcomes) (PP No 81 Th
2010, hal 9-10).
Fenomena ini sebenarnya bisa dijawab apabila pemerintah konsisten menerapkan tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance). Penerapan tata pemerintahan yang
baik, akan berimplikasi pula terhadap birokrasi dan pelayanan publik (public service)
yang lebih baik kepada masyarakat (Muari, 2017). Problematik dalam birokrasi dan
tingginya tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang berkualitas membutuhkan
model pemerintahan baru. Bentuk birokrasi pemerintah yang hirarkhi (hierarchical
government bureaucracy) yang saat ini menjadi model dalam menjalankan layanan
publik dan upaya mencapai tujuan kebijakan publik perlu bertransformasi dalam pada
jejaring pemerintahan sebagai bentuk baru dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal
ini sejalan dengan, meningkatnya kompleksitas kekuatan masyarakat dalam
menuntutkan kepentingan-kepentingannya dalam kerangka demokrasi dimana perlu
mengembangkan bentuk baru pemerintahan. Pada tulisan ini akan menitik beratkan
pada pemerintah dengan jejaring (government by network) sebagai bentuk baru
402
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pemerintahan sektor publik. Tujuan penulisan artikel ini adalah memberikan penjelasan
dalam jejaring pemerintahan yang merupakan bentuk kolaborasi sektor publik.
Kolaborasi adalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait
baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak
langsung yang menerima akibat dan manfaat. Nilai-nilai yang mendasari sebuah
kolaborasi adalah tujuan yang sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses,
saling memberikan manfaat, kejujuran, kasih sayang serta berbasis masyarakat.
(CIFOR/PILI, 2005). Konsep kolaborasi didefinisikan juga digunakan untuk
menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Kolaborasi
didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas,
kesetaraan, dan tanggung jawab.
Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berfikir dimana
pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta
menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan mereka
terhadap apa yang dapat dilakukan. Pada artikel ini kolaborasi dimaknai sebagai
kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, dan tanggung jawab dimana
pihak-pihak yang berkolaborasi memiliki tujuan yang sama, kesamaan persepsi,
kemauan untuk berproses, saling memberikan manfaat, kejujuran, kasih sayang serta
berbasis masyarakat.
Kenyataan ini sebenarnya tercantum dalam konsep New Public Governance (NPG)
atau Government 4.0. NPG merupakan sebuah konsep pemerintahan yang sejalan
dengan era revolusi industry 4.0. Dalam konsep NPG, pemerintah dituntut untuk selalu
menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Terdapat lima konsep kunci dalam
NPG, pertama adalah konsep co-production. Sulit terbangunnya hubungan antar-aktor
dalam governance menyebabkan masih sering memanipulasi antar aktor memunculkan
sebuah konsep penyediaan layanan publik yang kemudian diberi nama sebagai co-
production. Di sini, pelakunya bukan lagi pemerintah dan pihak swasta secara berdiri
sendiri, namun juga melibatkan warga negara. Asumsi dari pendekatan co-production
ialah bahwa layanan publik yang dinikmati oleh warga negara akan semakin lebih baik
mutunya manakala warga negara, terutama yang terhimpun dalam organisasi-organisai
milik warga negara, turut serta di dalam proses layanan public; Kedua adalah konsep
hybrid-organization.Organisasi pemerintahan dituntut untuk menjadi organisasi yang
tangguh. Inilah yang merupakan tujuan besar di balik konsep 'organisasi hibrid'. Kunci
untuk mencapai itu ialah dengan menciptakan organisasi yang sangat produktif,
terutama sekali produktif dalam hal inovasi. Jadi, produktivitas produk pertama-tama
harus dimulai dari produktivitas ide-ide inovatif, dan produktivitas ini hanya mungkin jika
terdapat produktivitas hubungan antar individu di dalam organisasi. Bahkan jika
mungkin setiap kontak antar individu di dalam organisasi selalu merupakan kontak yang
bersifat produktif, terutama dalam hal ide-ide inovatif. Persoalannya ialah bagaiaman
membangun struktur organisasi yang memungkinkan terciptanya hubungan antar
personal yang bersifat produktif tersebut? Inilah yang berusaha dijawab oleh konsep
organisasi hybrid; Ketiga adalah konsep kompetensi kunci. Komptensi kunci seorang
403
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
manajer publik jelas identik dengan kompetensi kunci dari seorang entrepreneur. Ada
banyak kompetensi yang tercakup di dalam konsep 'entreprenur', namun barangkali
yang terutama ialah: mampu menjadikan organisasi birokrasi yang dikelolanya menjadi
kompetitif dan efisien dalam memproduksi layanan publik, sehingga menghasilkan laba
bagi organisasi yang dikelolanya; Keempat adalah konsep akuntabilitas. Akuntabilitas
dalam konteks NPG dipahami sebagai suatu relasi, sebagai sesuatu yang bersifat dua
arah. Dalam sudut pandang ini, akuntabilitas adalah bagaimana membangun relasi, dan
bukan sekedar bagaimana memberikan laporan pertanggungjawaban atau membuka
akses informasi atau bahkan membuka akses kewenangan; Kelima adalah konsep
Evaluasi. NPG terhadap laporan-laporan evaluasi yang ada selama ini adalah bahwa
apa yang dimuat di dalam laporan evaluasi oleh kamum profesional merupakan laporan
yang valid dengan sendirinya. Rendahnya inovasi di bidang layanan memperlihatkan
bukan saja tak adaptasinya organisasi birokrasi, namun juga mencerminkan proses
evaluasi yang dilakukan di dalam organisasi terhadap layanan-layanan yang
disediakannya. Proses evaluasi tidak dilihat dalam konteks yang lebih luas, namun
semata-mata berdasarkan kerangka yang dibuat secara eksklusif oleh kaum
profesional. Ini menghasilkan produk evaluasi yang sama sekali tak membantu sistem
untuk mengingkatkan kinerjanya dalam layanan publik.
Sektor publik adalah bidang kajian yang berkaitan dengan publik/masyarakat. Kajian
sektor publik bisa diidentifikasi terdapat tiga elemen didalamnya yaitu government, civil
society, dan privat sector. Mardiasmo mendefinisikan sektor publik sebagai suatu
entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan
pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,
2004:2). Domain publik memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan
dengan sektor swasta. Keluasan wilayah publik ini tidak hanya disebabkan luasnya
jenis dan bentuk organisasi yang berada didalamnya, akan tetapi juga karena
kompleksnya lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan
(pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara
(BUMN dan BUMD), yayasan, organisasi politik dan organisasi massa, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), universitas dan organisasi nirlaba lainnya. Jika dilihat dari
variabel lingkungan, sektor publik dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya faktor
ekonomi semata, akan tetapi faktor politik, sosial, budaya, dan historis juga memiliki
pengaruh yang signifikan. Sektor publik tidak seragam dan sangat heterogen
(Mardiasmo, 2004:1).
Organisasi sektor publik tidak menekankan tujuan organisasi pada pencarian laba tetapi
lebih pada pelayanan. Menurut Anthony dan Young dalam Salusu (2003) penekanan
organisasi sektor publik dapat diklasifikasikan ke dalam 7 hal yaitu: (1) Tidak bermotif
mencari keuntungan; (2) Adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan pajak; (3)
Ada kecenderungan berorientasi semata – mata pada pelayanan; (4) Banyak
404
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi; (5) Kurang banyak
menggantungkan diri pada kliennya untuk mendapatkan bantuan keuangan; (6)
Dominasi profesional; (7) Pengaruh politik biasanya memainkan peranan yang sangat
penting. Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial,
budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang,
dan definisi. Kolaborasi sektor publik dengan demikian dipahami sebagai kebersamaan,
kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, dan tanggung jawab antara beberapa entitas
yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan
pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik dimana pihak-
pihak yang berkolaborasi memiliki tujuan yang sama, kesamaan persepsi, kemauan
untuk berproses, saling memberikan manfaat, kejujuran, serta berbasis masyarakat.
Pihak-pihak entitas yang berkolaborasi bisa dari government, civil society, dan privat
sector. Tujuan utama dalam kolaborasi sektor publik diperuntukkan pada peningkatan
pelayanan pada masyarakat.
Lemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan yang
disebabkan terbatasnya anggaran menyebabkan pemerintah harus melaksanakan pola
kemitraan muti stakeholders sebagaimana dihujahkan oleh Osborne (2010), bahwa
dalam mendukung tata pemerintahan yang baik pemerintah harus berkolaborasi
dengan pihak-pihak berkepentingan dalam pembangunan (stakeholders).
Ketidakmampuan pemerintah tersebut biasanya berkaitan dengan alih teknologi;
infrastruktur teknologi dan pengembangan kapasitas dalam mendukung revolusi
industry 4.0.
Menurut Max Weber, konsepsi birokrasi adalah sistem kerja yang memberi wewenang
untuk menjalankan kekuasaan. Birokrasi berasal dari dua konsep (bureau + cracy).
Bureau adalah office table yang menjadi alat manusia untuk menghasilkan kekuasaan
dan berujud aturan-aturan. Cracy adalah power yang kemudian menghasilkan
kewibawaan (authority) yang berwujud ‗power and legitimation‘ (Wikipedia, 2017). Jadi
hakikatnya, birokrasi dibuat untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat. Akan
tetapi beberapa kasus yang terjadi di Indonesia sangat kontradiktif dengan konsep
birokrasi itu sendiri. Pelayanan kepada masyarakat malah semakin panjang dan melalui
banyak meja serta memerlukan biaya yang cukup tinggi. Akhir-akhir ini perombakan
terhadap sistem birokrasi yang ada ternyata sudah cukup ampuh dalam membuat tipe
ideal birokrasi, salah satunya melalui penggunaan aplikasi teknologi di dalam birokrasi.
Alih teknologi dalam system pemerintahan menjadi sebuah kewajiban mutlak yang
harus dilakukan oleh pemerintah. Dalam era revolusi industry 4.0 teknologi merupakan
salah satu solusi untuk memberikan pelayanan yang prima antar pemerintah, dan dari
pemerintah untuk masyarakat. Teknologi akan membawa perubahan. Perubahan tidak
dapat dihindari. Perubahan hanyalah soal waktu. Perubahan itu membutuhkan sebuah
upaya transformasi. Transformasi teknologi merupakan sesuatu yang penting untuk
405
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
406
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
407
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
408
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
409
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
410
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
411
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
tiga literasi utama yaitu, 1) literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi
manusia (Aoun, 2017). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan
yang sangat dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0.
Literasi digital diarahkan pada tujuan peningkatan kemampuan membaca,
menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), literasi
teknologi bertujuan untuk memberikan pemahaman pada cara kerja mesin dan
aplikasi teknologi, dan literasi manusia diarahkan pada peningkatan kemampuan
berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017). Literasi baru yang
diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan
menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan
kemampuan membaca, menulis, dan matematika. Adaptasi gerakan literasi baru
dapat diintegrasi dengan melakukan penyesuaian kurikulum dan sistem
pembelajaran sebagai respon terhadap era industri 4.0.
Hal terpenting terakhir adalah rekrutmen fasilitator harus betul betul faham
tentang perkembangan jaman. Fasilitator bukan hanya pengalaman secara
kinerja tetapi berpengatahuan ortodok, namun fasilitator harus mampu
melahirkan ide-ide baru, memahami konsep dasar, tidak ortodok, menerima
perubahan, mampu sebagai motivator dan mengerti dan mampu menjalankan
teknologi informasi terbaru. Hal ini berkaitan erat dengan psikologi generasi
pembelajar yang lebih menyukai kebaharuan dan orisinalitas pemikiran.
Kenyataan ini akan menafikan lembaga pengembangan kompetensi merupakan
Lembaga ―talawengkar‖. Hal ini didasari dengan analogi bahwa tidak mungkin
Volkswagen 1302 bisa bersaing, mengajar balap bahkan mengalahkan Ferrari
Scuderia SF16-H. Sehingga pada akhirnya semua fasilitator merupakan orang
ekspert, melek literasi baru dan inovatif.
c. Pengembangan Ekosistem Inovasi di Lingkungan Pemerintahan
Kelemahan mendasar dari kesiapan pemerintah dalam menghadapi revolusi
industry 4.0 adalah masih kurangnya inovasi pemerintah dalam melakukan
akselerasi pelayanan masyarakat dan pembangunan. Hal ini ditandai dengan
hasil pengukuran Global Innovation Index (GII) dalam 5 tahun terakhir Indonesia
berada pada urutan bawah. Tercatat pada tahun 2017 peringkat negara kita
stagnan pada urutan 87, peringkat ini masih berada di bawah negara serumpun
lainnya seperti Singapura (7), Malaysia (34), Thailand (48), dan Brunei
Darussalam (72). Bahkan untuk ukuran Asia Tenggara, Indonesia masih berada
di peringkat 3 terbawah versus Negara-negara di ASEAN dalam 5 tahun
terakhir. Hal ini semakin mencerminkan bahwa pemerintah masih belum
menjadikan inovasi sebagai budaya kerja.
Rendahnya budaya Inovasi pada lingkungan pemerintahan merupakan paradox
dari grand design reformasi birokrasi Indonesia. Disatu sisi pemerintah
menginginkan birokrasi bertaraf internasional sedangkan disisi lain inovasi
412
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
413
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
eksekusi yang cepat, dan kemampuan untuk melihat peluang yang unik. Untuk
membangun sistem yang inovatif, lingkungan yang dedikatif dibutuhkan untuk
mendorong pendekatan ini.
Tiga pola pendekatan diatas merupakan cara strategis government 4.0 dalam
menghadapi era revolusi industry 4.0 Sehingga diharapkan pola kolaborasi multi
stakeholders dapat berjalan dengan optimal.
KESIMPULAN
Sebagai sintesis, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah inovatif dan strategis yang
diawali dengan pembuatan regulasi serta peningkatan kapasitas aparatur merupakan
sebuah strategi dalam menjabarkan government 4.0. Strategi ini perlu dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan kinerja dalam menghadapi era revolusi industry 4.0.
New public governance atau yang oleh penulis disebut government 4.0 yang
menekankan pada kolaborasi pemerintah dengan seluruh jejaring yang ada diharapkan
mampu melakukan perbaikan sistem dalam governance maka upaya untuk menhadapi
era revolusi industry 4.0. Melalui identifikasi pada aspek-aspek pembangunan
pemerintahan dengan jejaring perlu dilakukan langkah nyata penyelenggaraan
pemerintahan. Dimulai dengan pembuatan regulasi, peningkatan kompetensi aparatur
serta menciptakan ekosistem inovasi menjadi sebuah solusi jitu pemerintahan dalam
menghadapi revolusi industry 4.0. Sehingga melalui sinergi semua stekeholder baik
government, civil society dan private sector tujuan pembangunan dapat tercapai.
Pustaka:
Agus Dwiyanto. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik,
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Allison, Graham & Zelikow, Philip. 1971. Essence of Decision: Explaining the Cuban
Missle Crisis. Boston, Mass: Little, Brown
Alfia Rahmi. 2015 Good Governance Alfia. Dari
http://alfiarahmistai27.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pkn-good-
governance.html
Aoun, J.E.2017. Robot-proof: higher education in the age of artificial intelligence. US:
MIT Press.
Averson. Paul.2004. ―Building a. Government Balanced Scorecard: Phase 2 –
Implementation and Automation”. http://www.balancedscorecard.org
Baur, C. & Wee, D. 2015. Manufacturing's Next Act? McKinsey & Company.
Buckley and Caple, (1900), Performance Appraisal: Questions and Answers,
Occasional Papers, 9, Canberra: Australian Government Publishing Service
Denhardt,J.V and R.B.Denhardt. The New Public Service : Serving Rather Than
Steering. Public Administration, Nov/Dec, 60, 6, 549-559,2000.
414
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
415
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Tati Iriani
Widyaiswara Ahli Utama, BPSDM Provinsi Jawa Barat HP : 087824888802 e-mail :
irianitati@gmail.com
Kata Kunci :
Hubungan relasional; Tata Kelola Kolaboratif, Jejaring kerja, Kepemimpina.
416
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Pendahuluan
Konsep penyelenggaraan reformasi birokrasi di Jawa Barat telah mengalami
perubahan orientasi dalam berbagai aspek penyelenggaraan pembuatan maupun
implementasi Kebijakan publik. Konsep utama tentang reformasi birokrasi dalam
pembuatan kebijakan dan pelayanan publik di Jawa Barat yang tertuang dalam
―Road Map Reformasi Birokrasi Jawa Barat 2016-2020 adalah dalam era
globalisasi sekarang ini, menyebutkan bahwa pemerintah termasuk pemerintah
daerah tidak dapat lagi menjadi pemain tunggal utama dalam membangun bangsa
dan negara, ada aktor-aktor lain yang dikenal dengan ―Penta Helix Model‖ yakni
keterlibatan dari sektor publik, dunia usaha, masyarakat sipil, Akademisi dan para
Diaspora atau warga negara perantau yang telah sukses.
Walaupun Konsep yang diadopsi tersebut ditujukan bagi pembangunan ekonomi,
namun keterangan selanjutnya secara implisit menyebutkan bahwa para aktor
tersebut dalam era reformasi memiliki peranan sangat penting dalam perubahan
sosial sehingga diperlukan perubahan sikap dan perilaku para birokrat agar
mampu melayani dengan baik dan maksimal (Bappeda, 2015)
Seiring dengan konsep reformasi birokrasi tersebut di atas, terutama di negara-
negara Anglo Saxon dan Skandinavia terjadi perubahan paradigma di bidang
Administrasi publik yaitu dari paradigma Administrasi publik tradisional ke
paradigma New Public Management (NPM) yang dianut pada masanya, dan
karena Paradigma NPM dianggap gagal, membuka peluang lahirnya paradigma
New Public Governance (NPG) yang dianggap sebagai paradigma terbaik untuk
memahami proses penanganan masalah yang semakin kompleks diabad ke
duapuluh satu. Untuk lebih memahami perbedaan dari ketiga perspektif paradigma
tersebut dapat dilihat pada dalam tabel sebagai berikut :
417
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
418
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Kajian Literatur
Berdasarkan keterangan yang disebutkan didalam paradigma NPG, Kompleksitas
hubungan triple helix membutuhkan interaksi & hubungan jaringan yang
memberikan interdependensi/saling ketergantungan, mengambil bagian dalam
419
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
420
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dalam tugas pokok dan fungsinya harus menjadi inisiator dalam membangun
jaringan kerja berbasis tata kelola kolaboratif ini.
421
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
3. Metoda Penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan uji validitas
trianggulasi. Pendekatan kualitatif ini digunakan oleh peneliti karena objek
penelitian adalah fenomena sosial yang berkaitan dengan perilaku manusia dan
proses kerja dalam hal ini proses kerja dalam jejaring kolaboratif. Guna mencari
hubungan relasional yang paling tepat dalam membangun dan memelihara tata
kelola kolaboratif lintas sektor, penulis mengambil model penangananan
Penyandang Masalah Sosial (PMKS) anak terlantar yang melibatkan Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota (Dinas sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan), Panti Sosial anak, Kecamatan, Desa,
RT/RW :
Sumber data primer yang langsung didapat dari hasil observasi lapangan
dan wawancara dengan informan, ditambah dengan data sekunder yang terdiri
dari data dan informasi dari berbagai buku, jurnal-jurnal internasional dan
nasional dan dokumen serta Jenis data sekunder seperti Peraturan Perundang-
undangan (UUD 1945, Undang-undang, PP, Peraturan Menteri, Peraturan
422
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
423
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
424
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
5. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan teori dan temuan lapangan, penanganan anak
terlantar merupakan masalah lintas sektor yang penanganannya tidak bisa
dilakukan oleh satu organisasi secara terpisah, terutama jika dikaitkan dengan
domisili anak terlantar yang tersebar sehingga penangannya menjadi multi sektor
dan multi actor, Dinas sosial sebagai lembaga yang mendapat mandat harus
dapat membangun hubungan relasional yang tepat dan efektif dengan berbagai
pihak terkait agar dapat melindungi dan memenuhi hak anak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Kompetensi dalam membangun hubungan relasional jejaring kerja sangat
dibutuhkan bukan saja kewenangan, konsep dan disain penanganan yang
matang, juga harus ditunjang dengan kemahiran berkomunikasi interpersonal
yang tepat agar tujuan yang telah ditetapkan mendapatkan dukungan dan
disetujui untuk dicapai bersama-sama dengan kontribusi tertentu dan dalam
wadah interaktif dan legitimasinya jelas sebagai dasar kerjasama kolaboratif
Daftar Pustaka
Ansell, C., & Gash, A. (2008). Collaborative governance in theory and practice. Journal
of Public Administration Research and Theory, 18(4), 543–571.
https://doi.org/10.1093/jopart/mum032
Bappeda, P. J. (2015). Road Map Reformasi Birokrasi Provinsi Jawa Barat 2016-2020.
Bryson, J. M., Crosby, B. C., & Stone, M. M. (2015). Designing and Implementing
Cross-Sector Collaborations: Needed, 75, 647–663.
https://doi.org/10.1111/puar.12432.Designing
Chen, B. (2010). Antecedents or processes? Determinants of perceived effectiveness of
interorganizational collaborations for public service delivery. International Public
Management Journal, 13(4), 381–407.
https://doi.org/10.1080/10967494.2010.524836
Emerson, K., Nabatchi, T., & Balogh, S. (2012). An integrative framework for
collaborative governance. Journal of Public Administration Research and Theory,
22(1), 1–29. https://doi.org/10.1093/jopart/mur011
Hans Klijn, E., & Koppenjan, J. (2016). Governance Networks in the Public Sector.
https://doi.org/10.1080/14719030802263954
Lenart-Gansiniec, R. (2016). Relational Capital and Open Innovation – in Search of
Interdependencies. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 220(March), 236–
242. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.05.495
O‘Toole, L. J. (2015). Networks and Networking: The Public Administrative Agendas, xx,
1–11. https://doi.org/10.1111/puar.12281.Networks
Osborne, S. (2006). The New Public Governance? Public Management Review, 8(3),
337–387. https://doi.org/10.1080/14719030600853022
Ruffini, R., Tucă, M., Sancino, A., Andreani, M., & London, D. (2014). The Search of a
New Logic of Public Administration Reforms: The Case of Metropolitan Areas in
Italy (Vol. 9).
425
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
426
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Andri Tri Kuncoro
427
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Tingginya jumlah keluhan dan permohonan informasi pelayanan administrasi
kependudukan (adminduk) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Brebes patut menjadi perhatian. Berdasarkan rekapitulasi data pengaduan pada
semester 1 tahun 2018, jumlah pengaduan yang masuk dalam layanan pengaduan dan
informasi adminduk berjumlah 6176 permohonan informasi dan pengaduan.
Permohonan informasi dan pengaduan tersebut disampaikan melalui berbagai media
yang telah disediakan yaitu telepon/faksimili, website, akun facebook, akun twitter,
whatsApp, Instagram, SMS center, Blackberry Massanger (BBM) dan e-mail.
Jumlah permohonan informasi dan pengaduan tersebut terklasifikasi dalam
beberapa jenis. Klasifikasi dan jumlah nya diuraikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.
Klasifikasi Jenis Pengaduan pada Layanan Pengaduan Adminduk
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Brebes
Semester I Tahun 2018
No Jenis Pengaduan Jumlah Persentase (%)
1 Prosedur dan Tata Cara Pelayanan 766 12
Adminduk
2 Persediaan Blangko KTP Elektronik 1427 23
3 Kondisi Jaringan 1200 19
4 Pengecekan status data kependudukan 2041 33
5 Kinerja Pelayanan Adminduk 598 10
6 Lain – lain 144 2
Jumlah 6176 100
Sumber: Data Layanan Pengaduan Adminduk Semester I Tahun 2018
Dari data di atas dapat diketahui bahwa sepertiga (33%) permohonan informasi dan
keluhan berkaitan dengan pengecekan status data kependudukan yang berarti bahwa
pelayanan informasi mengenai status data kependudukan belum optimal. DisadarI
bahwa pemberian layanan pengaduan dan informasi yang berjalan selama ini
menghadapi dua hambatan. Hambatan pertama adalah data mengenai status data
kependudukan, ketersediaan blangko KTP elektronik dan kondisi jaringan dikelola oleh
aplikasi yang dikembangkan unit lain lain dan belum ada keterpaduan di antara mereka.
Hambatan kedua, data yang berkaitan dengan pelayanan kependudukan belum
terintegrasi. Status data kependudukan penduduk. data tentang ketersediaan blangko
KTP elektronik dan data mengenai kondisi jaringan masing-masing dikelola oleh unit
yang berbeda dan masih menjadi konsumsi publik internal saja.
Kedua hambatan di atas bukan hanya berimplikasi pada kinerja pelayanan namun
juga berdampak langsung kepada pemohon. Inefiensi waktu terjadi dalam pelayanan
pengaduan dan informasi adminduk, karena harus melalui proses permohonan data
lintas unit. Pemohon juga tidak bisa melakukan pengecekan layanan informasi
administrasi kependudukan secara mandiri melalui website Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil. Karena ketiadaan informasi layanan yang pasti mengharuskan mereka
428
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Pelayanan publik di Indonesia telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pada pasal 4 UU ini disebutkan agar pemberian
pelayanan publik berkualitas, maka penyelenggaraan pelayanan publik harus
berasaskan pada: (a) kepentingan umum; (b) kepastian hukum; (c) kesamaan hak; (d)
keseimbangan hak dan kewajiban; (e) keprofesionalan; (f) partisipatif; (g) persarnaan
perlakuan/ tidak diskriminatif; (h) keterbukaan; (i) akuntabilitas; (j) fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan; (k) ketepatan waktu; dan (l) kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan. Namun demikian masyarakat masih banyak
menjumpai penyelenggaraan pelayanan yang tidak memuaskan.
Suryokusumo (dalam Mulyadi, 2016) menyebutkan beberapa kelemahan
penyelenggara yang menyebabkan ketidakmampuan mereka memberikan pelayanan
yang berkualitas. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain: (1) Kurang responsif
terhadap berbagai keluhan pengguna layanan; (2) Kurang informatif sehingga informasi
yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat diterima lambat atau bahkan tidak
sampai; (3) Kurang accesible (jauh dari jangkauan masyarakat); (4) Kurang koordinasi
antar unit layanan terkait sehingga sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan
kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain; (5) Pelayanan
yang terlalu birokratis yang menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama;
(6) Kurang mau mendengar keluhan/saran/ aspirasi/masyarakat; (7) Berbagai
persyaratan yang diperlukan seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang
diinginkan.
Administrator publik jelas memegang peranan penting dalam implementasi
program-program pelayanan publik di bidang apapun. Para administrator publik jelas
tidak hanya dituntut untuk kian mampu bekerja secara lebih profesional, efisien,
ekonomis dan efektif, tetapi juga mampu mengembangkan pendekatan-pendekatan
yang lebih inovatif guna menjawab tantangan-tantangan baru yang timbul pada aras
429
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
global yang, langsung atau tidak langsung, berpengaruh pada lingkungan tugasnya (De
Leon dalam Malau, 2009).
Inovasi menurut Galbraith (1973); Schon (1967) yang dikutip oleh Lukas dan Ferrel
(2000: 240) dalam Handayani (2016) merupakan suatu proses dari penggunaan
teknologi baru kedalam suatu produk sehingga produk tersebut mempunyai nilai
tambah. Bentuk inovasi pemerintahan di Indonesia yang relevan dengan definisi ini
adalah penerapan teknologi informasi dalam pelayanan publik yang telah banyak
dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Praktek inovasi berbasis IT di
Indonesia hingga saat ini menurut catatan Yogi (2008) banyak menghadapi kendala.
Kendala yang dimaksud antara lain masalah kepercayaan (trust) dan legitimasi;
masalah kemauan (willingness) dan akuntabilitas, masalah Infrastruktur; masalah
literasi dan gagap teknologi (Digital Divide); dan masalah biaya akses dan daya beli.
Di lain sisi sebagai pengguna layanan, peran masyarakat juga harus diperhatikan
terutama berkaitan dengan partisipasi. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk mewujudkan
penyelenggaraan pelayanan publik yang bersih. Secara umum partisipasi masyarakat
dijabarkan dalam empat hal mendasar dan penting yaitu: (1) Hak mencari, memperoleh,
dan memberikan informasi mengenai penyelengggaraan pelayanan publik; (2) Hak
untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara layanan; (3) Hak
menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap
penyelenggara pelayanan publik; dan (4) Hak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan.
Hak masyarakat untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai
penyelengggaraan pelayanan public mendorong penyelenggara pelayanan publik untuk
menerapkan asas keterbukaan atau transparansi. Konsep transparansi menunjuk pada
suatu keadaan dimana segala aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan bersifat
terbuka dan dapat diketahui dengan mudah oleh para pengguna dan stakeholder yang
membutuhkan (Maani, 2009).
Menurut Dwiyanto (dalam Maani, 2009), ada tiga indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur transparansi pelayanan publik. Indikator pertama adalah mengukur
tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik. Penilaian terhadap
tingkat keterbukaan disini meliputi seluruh proses pelayanan publik, termasuk di
dalamnya adalah persyaratan, biaya dan waktu yang dibutuhkan serta mekanisme atau
prosedur pelayanan yang harusdipenuhi. Persyaratan pelayanan harus dipublikasikan
secara terbuka dan mudah diketahui oleh para pengguna. Penyelenggara layanan
harus berusaha menjelaskan kepada para pengguna mengenai persyaratan yang harus
dipenuhi beserta alasan diperlukannya persyaratan itu dalam proses pelayanan.
Indikator kedua dari transparansi menunjuk pada seberapa mudah peraturan dan
prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholder yang lain. Maksud
dari dipahami di sini bukan hanya dalam arti literal semata tetapi juga makna dibalik
semua prosedur dan peraturan itu. Penjelasan mengenai persyaratan, prosedur, biaya
dan waktu yang diperlukan sebagaimana adanya merupakan hal yang sangat penting
bagi pengguna. Sedangkan Indikator ketiga adalah kemudahan untuk memperoleh
informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Semakin
430
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskriptif. Hal ini dengan
harapan peneliti dapat menggali data lebih mendalam sehingga dapat mengidentifikasi
sejumlah fakta mengenai penerapan aplikasi Blakasuta dan dukungannya terhadap
transparansi pelayaanan adminduk pada rentang waktu 26 Oktober 2018 hingga 3
Desember 2018.
Sumber data yang dimanfaatkan terdiri atas sumber data primer yaitu melalui
wawancara dengan Sekretaris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Kepala
Seksi Kerjasama dan Inovasi Pelayanan sebagai informan kunci. Melalui wawancara ini
diperoleh data mengenai proses, alur dan dampak penerapan aplikasi Blakasuta.
Sedangkan sumber data skunder terdiri atas dokumen laporan dan media massa dan
kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan telaah dokumen dan wawancara.
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara deskriptif kualitatif.
PEMBAHASAN
Penamaan aplikasi dengan nama Blakasuta memiliki maksud tertentu. Istilah
Blakasuta berasal dari bahasa sansekerta yang berarti terus terang atau jujur
(www.glosarium.org). Dari sumber lain, blakasuta disebut juga dengan cablaka yaitu
salah satu karakter khas masyarakat Banyumasan yang bermakna berterus terang/ apa
adanya /apa mestinya/ tanpa basa basi/ blak-blakan (id.wikipedia.org/wiki/Cablaka).
Dengan nama aplikasi Blakasuta sesuai dengan maksud dan tujuannya yaitu untuk
mewujudkan keterbukaan atau transparansi dalam pelayanan adminsuk di kabupaten
Brebes.
Alur Kerja Aplikasi Blakasuta
Prinsip kerja aplikasi Blakasuta adalah memangkas alur birokrasi dalam pelayanan
informasi data adminduk dengan mengintegrasikan tiga jenis data dan tiga aplikasi
yang semula berada dan dikelola oleh unit yang berbeda. Status data kependudukan
penduduk berada dalam base data aplikasi SIAK (Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan) yang dibuat oleh Direktorat Administrasi Kependudukan Kementerian
Dalam Negeri. Data tentang ketersediaan blangko KTP elektronik dikelola oleh.
Aplikasi kedua adalah aplikasi RIS (Report Information Sytem) dibuat oleh Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil dan dikelola oleh Bidang Pengelola Informasi
Administrasi Kependudukan. Aplikasi ini bekerja untuk mengawasi kondisi jaringan
setiap kecamatan dan ditampilkan dalam layar monitor yang hanya bisa dilihat oleh
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Brebes.
Aplikasi berikutnya aplikasi Sinergitas Data Dan Informasi (SIDASI) dibuat oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan dikelola oleh Sub Bagian Umum Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil. Aplikasi SIDASI ini mengolah dan menampilkan
ketersediaan blangko KTP Elektronik, berupa laporan harian yang diolah berdasarkan
431
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pencetakan KTP Elektronik yang dilakukan oleh operator Unit Pelayanan Adminduk
Kecamatan, baik yang berhasil tercetak dan di-encode maupun pencetakkan KTP
Elektronik yang gagal dan rusak
Penerapan aplikasi Blakasuta merubah alur pelayanan menjadi lebih sederhana.
Alur kerja aplikasi Blakasuta dapat digambarkan melalui Gambar 1. di bawah ini.
Gambar 1.
Alur Kerja Aplikasi Blakasuta
SIAK Administrator
layanan
Alur di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: data yang berasal SIAK, SIDASI dan
Aplikasi RIS diolah dan diintegrasikan dalam aplikasi Blakasuta. Administrator layanan
pengaduan dan informasi adminduk dapat mengakses data untuk memberikan jawaban
seketika kepada pemohon tanpa harus melalui permohonan data ke pengolah aplikasi
lain. Data juga dapat ditampilkan dalam menu di website Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Brebes (dindukcapil.brebeskab.go.id/blakasuta).
Di halaman utama Blakasuta tersedia enam jenis menu yaitu website DInas, cek
KTPel Tercetak, Cek Blanko KTPel, Cek Status KTPel, Cek Kondisi Jaringan, dan
Infotmasi. Dengan tersedianya menu di atas, maka masyarakat dan pemohon dapat
mengecek secara mandiri menggunakan finding tool by NIK (Nomor Induk
Kependudukan) untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam satu langkah
mudah.
Kolaborasi Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Dukungan dan komitmen pemangku kepentingan diperlukan untuk membangun
database dan aplikasi yang memiliki manfaat jangka panjang dengan penyajian
informasi yang tidak menyalahi aturan penyajian data kependudukan. Keberhasilan
dalam penerapan aplikasi Blakasuta tidak terlepas dari dukungan yang diberikan oleh
para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan internal terdiri dari pejabat di
lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil termasuk di dalamnya Support
Partner yang terdiri dari administrator Database SIAK, Aplikasi RIS, Aplikasi SIDASI,
Aplikasi SIMPELCAPIL, PROGAMMER Bidang Pemanfaatan Data dan Inovasi
Pelayanan dan Petugas Layanan Informasi dan Pengaduan Adminduk.
432
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
433
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Aplikasi Blakasuta setelah diterapkan dan dievaluasi dalam waktu satu bulan telah
menjadi pengungkit (laverage) dalam pelayanan adminduk di Kabupaten Brebes.
Blakasuta mampu memangkas alur layanan menjadi lebih sederhana (debirokratisasi).
Dampak yang ditimbulkan adalah meningkatkan transparansi pelayanan administrasi
kependudukan, dan kinerja penyelenggara layanan serta menutup celah adanya praktik
percaloan dalam pengurusan adminduk. Pelayanan terintegrasi melalui aplikasi
Blakasuta dengan pendekatan whole of government dalam penerapan aplikasi
Blakasuta dengan prinsip kolaborasi dan satu tujuan terbukti mampu mendorong
pencapaian hasil secara efektif dan efisien.
SARAN
Diperlukan pengembangan aplikasi Blakasuta menjadi aplikasi berbasis android
dan dapat diunduh secara gratis dalam playstore agar penduduk memperoleh akses
yang lebih baik. Dengan hasil yang memuaskan ini aplikasi Blakasuta dapat diadopsi
oleh Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri untuk
diterapkan secara nasional. Alternatif lainnya, aplikasi Blakasuta dapat direplikasi oleh
daerah lain mengingat permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan adminduk relatif
sama.
434
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pustaka:
Handayani, Sri. 2016, Inovasi Layanan (Studi Kasus Emergency Call 115 sebagai
Inovasi Layanan pada Kantor Basarnas Kelas A Biak). Administrasi Publik, 6(1).
Hasbullah Malau, Menyoal Pelayanan Publik yang Berkualitas di Era Otonomi Daerah,
Demokrasi Vol. VIII No. 1 Th. 2009.
Maani, Karjuni Dt. 2009. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pelayananan Publik.
Demokrasi, 8 (1): 47-67.
Mulyadi, Asal Wahyuni Erlin. 2016. Supeltas Dan Pelican Crossing: Ragam Inovasi
Pelayanan Publik di Kota Surakarta. Analisis dan Pelayanan Publik, 2(1).
Suwarno, Yogi. 2008. Inovasi di Sektor Publik. STIA-LAN Press.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Wibowo, Agus, dan Purnomo, Aris. 2007. Mekanisme Komplain agar Pelayanan Publik
Lebih Memihak Masyarakat Miskin, PATTIRO dan ACCESS.
www.glosarium.org
id.wikipedia.org
435
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
Herru Widiatmanti
Kata Kunci : Reformasi Birokrasi, Zona Intergitas, Wilayah Bebas dari Korupsi, Wilayah
Birokrasi Bersih Melayani
436
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Reformasi birokrasi sebagai salah satu kajian administrasi selalu menarik untuk
diteliti karena berkaitan dengan pergeseran ilmu administrasi yang begitu adaptif
dengan perkembangan masyarakat. Betapa tidak, setiap gejala perkembangan
masyarakat memaksa semua pihak untuk merespon dan menyesuaikan diri dengan
perkembangan tersebut, demikian juga pemerintah (Julizar, 2016).
Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal untuk melakukan penataan
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien. Dengan
reformasi birokrasi, pemerintahan dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan
profesional, sebagaimana tercermin dalam tiga sasaran hasil utama program Reformasi
Birokrasi yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintahan yang
bersih dan bebas dari praktik-praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), serta
peningkatan pelayanan publik.
Refomasi Birokrasi (RB) di Kementerian Keuangan telah meletakkan dasar yang
kokoh bagi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melanjutkan dan memperdalam
proses Reformasi Birokrasi melalui program Transformasi Kelembagaan (RBTK). Sejak
Tahun 2002-2006 telah banyak perbaikan-perbaikan yang dilakukan Kemenkeu, hingga
pelaksanaan RB secara masif (2007-2009) Kemenkeu terus berbenah diri. Tantangan
kedepan, Indonesia dinilai berpotensi menjadi negara dengan perekonomian terbesar
ketujuh di dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris dan hanya berada di bawah China,
Amerika Serikat, India, Jepang, Brasil dan Rusia (McKinsey, 2014).
Sebagai pelaku utama penggerak pertumbuhan perekonomian, Kemenkeu tidak
tinggal diam. Kemenkeu menilai tantangan ini hanya dapat dilakukan dengan terobosan
yang lebih besar. Untuk itu Kemenkeu meluncurkan program RBTK (Tahun 2013-2025).
Program RBTK direncanakan dan dilaksanakan dengan hipotesis bahwa proses
perubahan organisasi Kemenkeu yang telah dilaksanakan selama ini perlu dan harus
terus ditingkatkan kualitas dan konsistensinya dalam rangka mencapai visi Kemenkeu,
yaitu menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di
abad ke-21.
Momentumnya dimulai dari perubahan fundamental dalam pengelolaan keuangan
negara, melalui lahirnya Undang-Undang Keuangan Negara dan Perbendaharaan
Negara. Cita-citanya agar Kemenkeu RI menjadi institusi yang dipercaya baik oleh
masyarakat dalam negeri maupun manca negara. Demi mewujudkan kepercayaan dari
para pemangku kepentingan, maka Kemenkeu mengaplikasikan lima nilai organisasi
yaitu integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan dan kesempurnaan.
Dari kelima nilai tersebut diterjemahkan menjadi reformasi organisasi, reformasi
sumber daya manusia, dan reformasi pengukuran kinerja. Perjalanan RBTK di
Kemenkeu sudah melalui empat tahap yaitu periode I (2002-2006) terkait reformasi
pengelolaan keuangan negara dan moderenisasi administrasi perpajakan; periode II
(2007-2012) terkait integrasi 3 (tiga) pilar RB Kemenkeu dengan integrasi 8 (delapan)
area perubahan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
periode III (2012-2016) terkait penetapan dan implementasi Cetak Biru RBTK mengenai
437
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
1. Dasar Hukum
Aturan hukum yang melatarbelakangi RB adalah Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme. Selain itu terdapat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81
Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, Peraturan Presiden
RI Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi, dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB)
juga telah membuat pedoman pelaksanaan berupa Peraturan Menteri PAN dan RB
Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju
Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan
Instansi Pemerintah. Di Kementerian Keuangan dirumuskan dalam Keputusan Menteri
438
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
439
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
oleh pimpinan instansi serta seluruh pimpinan dan seluruh atau sebagian besar
pegawainya telah menandatangani Dokumen Pakta Integritas.
b. Selanjutnya dilakukan pemilihan terhadap unit-unit kerja untuk dijadikan
percontohan sebagai unit kerja menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/Wilayah
Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) dengan memperhatikan beberapa hal,
diantaranya: 1) Dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam melakukan
pelayanan publik; 2) Mengelola sumber daya yang cukup besar, serta 3) Memiliki
tingkat keberhasilan Reformasi Birokrasi yang cukup tinggi di unit tersebut yang
diindikasikan dengan tingginya komitmen pimpinan dan jajarannya dalam
melakukan reformasi birokrasi.
c. Kemudian setiap unit kerja yang telah dipilih sebagai percontohan melakukan
langkah-langkah kongkrit pembangunan ZI menuju WBK/WBBM, yaitu dengan: 1)
menyusun rencana aksi Pembangunan ZI menuju WBK/WBBM yang mengacu pada
pemenuhan kriteria indikator WBK/WBBM; 2) melaksanakan Rencana Aksi
Pembangunan yang telah ditetapkan; 3) melakukan monitoring dan evaluasi berkala
atas capaian pelaksanaan Rencana Aksi Pembangunan.
d. Setelah dipastikan bahwa rencana aksi pembangunan yang telah ditetapkan telah
dilaksanakan oleh unit kerja, maka selanjutnya dilakukan penilaian mandiri (self
assessment) oleh Tim Penilai Internal (TPI). Hasil penilaian TPI dilaporkan kepada
Pimpinan instansi. Unit kerja yang menurut TPI berhasil memenuhi kriteria diusulkan
kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
selaku Tim Penilai Nasional (TPN) sebagai unit kerja berpredikat Menuju
WBK/WBBM.
e. Apabila unit kerja yang diusulkan tersebut menurut TPN memenuhi syarat sebagai
Zona Integritas Menuju WBK/WBBM, maka langkah selanjutnya adalah penetapan.
Urutan proses pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM dapat
diilustrasikan dalam gambar berikut:
Gambar
Proses Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM
440
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan yuridis-normatif. Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu prosedur
penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dan
peraturan yang berlaku. Tipe penelitian administrasi publik yang dilakukan dengan
pendekatan yuridis normatif mempertimbangkan bahwa titik tolak penelitian adalah
analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang membuka peluang terjadinya
praktik pelaksanaan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM. Adapun pendekatan-
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang
(statute approach) dilakukan dengan menelaah semua regulasi yang bersangkut paut
dengan pembangunan ZI menuju WBK/WBBM.
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan data
dengan menggunakan studi dokumentasi. Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan
evaluasi dari Kementerian PAN dan RB terhadap Kementerian/Lembaga dan Pemda
atas penerapan ZI menuju WBK/WBBM dan sumber-sumber lain yang relevan dengan
kajian ini. Penulis menggunakan dokumen resmi baik internal maupun eksternal dalam
melakukan analisis. Dokumen internal berupa peraturan-peraturan, hasil focus group
discussion, konvensi atau kebiasaan-kebiasaan yang berlangsung dalam objek
penelitian (Bungin, 2013). Dokumen eksternal berupa bahan-bahan informasi yang
dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, seperti pidato Menteri Keuangan, majalah,
bulletin, berita-berita yang disiarkan ke media massa, pengumuman atau
pemberitahuan dan juga laporan-laporan dari Kementerian PAN dan RB.
PEMBAHASAN
1. Implementasi Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM
Struktur organisasi Kementerian Keuangan terdiri dari 11 unit Eselon 1 yang
memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda. Apabila dianalogikan dengan
sebuah perusahaan besar, Kementerian Keuangan merupakan sebuah holding
company yang setiap unit eselon 1 memiliki tugas dan fungsi yang sama sekali
berbeda. Ada yang berfungsi sebagai pembuat dan perumus kebijakan keuangan
negara, ada yang secara operasional mengelola; penerimaan negara, belanja dan
pengeluaran negara, aset negara, perimbangan keuangan pusat dan daerah, utang dan
pembiayaan negara serta ada yang berfungsi dalam pengembangan human capital
aparatur keuangan negara dan melaksanakan fungsi pengawasan internal. Sangat
beragam tugas dan fungsi yang diemban oleh masing-masing unit eselon 1 sehingga
budaya kerjanya juga sangat tergantung pada kebutuhan pemangku kepentingannya
masing-masing.
Reformasi Birokrasi (RB) telah berjalan di Kemenkeu sejak awal tahun 2002. Hal itu
ditandai dengan perubahan tata laksana di sektor perpajakan dengan modernisasi
administrasi perpajakan. Sedangkan pencanangan Zona Integritas (ZI) di Kementerian
Keuangan dideklarasikan pertama kali pada tanggal 31 Oktober 2012. Sejak adanya
kebijakan pemerintah tentang pembangunan ZI, Kementerian Keuangan tahun 2013
telah mengusulkan beberapa unit kerja yang telah mencanangkan ZI tersebut menuju
pembangunan WBK-WBBM kepada KemenPAN-RB.
441
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 52 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah, Kementerian
Keuangan termasuk instansi pemerintah yang pertama kali menerapkan ZI. Dari data
laporan KemenPAN-RB tentang Penerapan Pembangunan ZI di Lingkungan
Kementerian/Lembaga, pada tahun 2013 hanya satu Kementerian yang mengajukan ZI
Menuju WBK/WBBM yaitu Kementerian Keuangan. Pada tahap-tahap awal ZI menuju
WBK-WBBM ini dicanangkan, Kemenkeu berfokus pada pembangunan unit kerja yang
berdampak langsung kepada masyarakat. Tahun 2013, Kementerian Keuangan
mengajukan 5 unit kerja dan semuanya lulus sebagai unit kerja instansi pemerintah ZI
menuju WBK WBBM.
Sejak berlakunya PermenPAN-RB Nomor 52 Tahun 2014, analisis data laporan
perkembangan unit kerja Kementerian Keuangan yang telah membangun ZI Menuju
WBK/WBBM dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel
Perkembangan Unit Kerja Kemenkeu yang Telah Membangun ZI
Menuju WBK/WBBM
No Unit Eselon I Usulan Unit Kerja WBK/WBBM Unit Kerja yang Lulus Jumlah
Kemenkeu WBK/WBBM
Tahun Tahun
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017
1 DJP 3 1 1 3 32 3 1 4
2 DJBC 3 1 1 5 14 3 1 2 6
3 DJPb 3 1 2 5 23 3 1 2 4 10
4 DJKN 3 1 2 2 11 3 3
5 DJPK 1 1 2 1 1 2
6 BPPK 1 1 5 1 1
7 DJPPR 1 2 1 1
8 BKF 1
9 DJA 2 1 1
10 Setjen 1 1 2 6 1 1 1 3
11 Itjen 1
Kementerian Keuangan 17 4 7 21 98 14 1 4 11 30
Sumber Data : Laporan Evaluasi ZI Menuju WBK/WBBM yang telah diolah (KemenPAN-RB, 2018)
Dari tabel diatas, sampai dengan tahun 2014 Kementerian Keuangan telah
mengusulkan 17 unit kerja ZI menuju WBK/WBBM dan 14 di antaranya lulus sebagai
442
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
unit kerja WBK/WBBM atau prosentase kelulusannya sekitar 82%. Tahun 2015
bertambah usulan baru sebanyak 4 unit kerja dan yang lulus pada tahun tersebut hanya
1 unit kerja atau sekitar 20%. Pada tahun 2016, unit kerja yang membangun
WBK/WBBM sebanyak 7 unit kerja termasuk diantaranya adalah unit yang pernah
diusulkan tahun sebelumnya yang kemudian berbenah diri dan diusulkan kembali pada
tahun berikutnya. Tahun 2016 yang lulus 4 unit kerja dari yang diusulkan atau 57%.
Pada tahun 2017 tambahan unit kerja yang mengajukan pembangunan WBK/WBBM
bertambah 21 unit termasuk di antaranya unit kerja yang telah diusulkan tahun-tahun
sebelumnya namun belum lulus. Jumlahnya meningkat cukup tajam, dan yang lulus
pada tahun 2017 bertambah sebanyak 11 unit kerja atau sekitar 52%. Pada tahun 2018
ini, jumlah tambahan unit kerja yang mengajukan pembangunan WBK/WBBM sebanyak
98 unit kerja. Sedangkan penetapan WBK-WBBM oleh Kementerian PAN-RB baru akan
diumumkan pada akhir tahun 2018 ini. Tambahan unit kerja yang diusulkan dari tahun
ke tahun merupakan unit-unit kerja baru maupun unit kerja yang sebelumnya telah
diusulkan namun belum lulus dalam penilaian WBK/WBBM. Hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadi peningkatan dalam pembangunan unit kerja WBK/WBBM baik secara
kuantitas maupun pemerataan pada setiap unit eselon 1. Kenaikan yang sangat besar
terlihat tahun 2018 dan telah mewakili seluruh unit kerja eselon 1 di Kementerian
Keuangan. Berdasarkan data tersebut, Kementerian Keuangan terus melakukan upaya
agar semua unit kerjanya dapat masuk menjadi unit kerja yang termasuk dalam WBK
dan WBBM.
Berdasarkan laporan perkembangan pembangunan ZI menuju WBK/WBBM dari
KemenPAN-RB, rata-rata unit instansi Kementerian/Lembaga lainnya yang
mengusulkan ZI menuju WBK/WBBM yang lulus hanya berkisar 10% dari yang
diusulkan. Unsur yang menyebabkan ketidaklulusan adalah standar hasil Survey Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) harus di atas 90%. Hal itulah yang menyebabkan unit-unit kerja
ZI yang diusulkan menjadi WBK/WBBM tidak lulus, karena IPK yang masih jauh di
bawah standar. Sementara Kementerian Keuangan sejak tahun 2014 sampai dengan
2017 prosentase unit kerja yang diusulkan dengan yang lulus di atas 20% sampai
dengan 82%. Dari data tersebut gap antara unit kerja yang diusulkan dengan yang lulus
di atas rata-rata Kementerian/Lembaga lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa RB yang
dijalankan dan proses pengusulan unit kerja ZI menuju WBK/WBBM di Kementerian
Keuangan telah sejalan dengan arah kebijakan RB yang dicanangkan pemerintah.
Berdasarkan analisis data tersebut ada tiga hal yang menggembirakan, yaitu: 1)
Unit Kerja berpredikat WBK/WBBM keberadaannya semakin menyebar di lingkungan
Kementerian Keuangan serta jenis unit fungsinya juga makin bervariasi. Hal ini tentunya
akan semakin banyak unit kerja yang dapat menjadi role model penyelenggaraan
tatakelola pemerintahan yang bersih dan melayani; 2) meski belum semuanya berhasil
mencapai predikat WBK/WBBM, namun semakin banyak unit kerja yang sudah
berupaya keras melakukan berbagai perubahan perbaikan internal untuk menegakkan
birokrasi yang bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme serta memberikan pelayanan
terbaik bagi masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya dalam pemerintahan; 3) unit
kerja yang diusulkan telah memaknai pembangunan ZI menuju WBK/WBBM bukan
sekedar event atau predikat semata, akan tetapi sebuah pembangunan budaya
integritas, budaya berkinerja baik serta budaya melayani publik dengan baik sesuai
443
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
444
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Sebagai sintesis, dapat disimpulkan bahwa Reformasi Birokrasi di Kementerian
Keuangan telah berjalan dengan baik. Perkembangan implementasi dari pembangunan
ZI menuju WBK dan WBBM keberadaanya semakin menyebar di lingkungan
Kementerian Keuangan pada seluruh unit eselon 1 Kementerian Keuangan. Hal ini
ditunjukkan dengan semakin banyak unit kerja yang dapat menjadi role model
penyelenggaraan tatakelola pemerintahan yang bersih dan melayani. Semakin banyak
unit kerja yang sudah berupaya keras melakukan berbagai perubahan perbaikan
internal untuk menegakkan integritas dan mendorong peningkatan kualitas pelayanan
publik. Unit kerja WBK-WBBM tidak akan melekat selamanya apabila unit kerja tersebut
tidak melakukan pembenahan yang terus menerus dan berkesinambungan dengan
membangun tiga budaya yaitu, budaya kerja yang berintegritas, budaya kinerja yang
baik dan budaya melayani dengan baik dan benar sesuai dengan karakteristik tugas
dan fungsinya masing-masing.
SARAN
Sebagai lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar akselerasi implementasi
Reformasi Birokrasi dapat berjalan dengan baik di seluruh Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah di Indonesia, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Reformasi birokrasi membutuhkan komitmen yang kuat dari pimpinan dan seluruh
anggota institusi untuk berubah.
2. Reformasi birokrasi memerlukan tujuan yang jelas dan fokus, sehingga dapat
diterjemahkan dalam rencana-rencana implementasi yang dapat dimonitor serta
diukur hasilnya.
3. Reformasi Birokrasi pada sebuah institusi harus punya jiwa, artinya dalam reformasi
sebuah institusi tidak cukup hanya mengikuti institusi lain, tetapi juga harus memiliki
jiwa sendiri. Sehingga institusi tersebut tidak hanya ―mengadopsi‖ tetapi juga ikut
―menggerakkan‖ sesuai dengan budaya organisasi yang merupakan jiwanya.
4. Untuk mengatasi kendala dalam melakukan percepatan reformasi birokrasi pada
seluruh instansi, maka perlu dilakukan langkah-langkah konkrit, antara lain:
a. Meningkatkan coaching dan mentoring pembangunan ZI kepada Instansi
K/L/Pemda yang telah mencanangkan ZI. Peran ini dapat dilakukan oleh institusi
yang melakukan pengawasan/pengendalian mutu baik internal maupun
eksternal.
445
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PUSTAKA
Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Pertama. Depok: PT Raja Grafindo
Persada.
Berg, B.L. 2001. Qualitative Research Methods for Social Sciences. Boston: Allyn and
Bacon.
Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Edisi Pertama.
Jakarta: Kencana.
Idris. Julizar. 2016. Reformasi Administrasi Publik dan Good Governance.
http://ubpublicadmin.blogspot.com/2016/06/reformasi-administrasi-publik-
dan-good.html.
Kementerian Keuangan. 2016. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 974/KMK.01/2016
tentang Implementasi Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan
Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan (IS RBTK).
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2017. Laporan
Tahunan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Tahun 2017
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2014.
Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah.
McKinsey. 2014. The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia‘s Potential.
446
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
447
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
HADI ARNOWO
(Widyaiswara Ahli Madya, Pusat Pendidikan dan Pelatinan Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, HP: 085883398841, Email:
h_arnowo@yahoo.com
Kata kunci : pemerintahan yang baik (good governance), Reformasi Birokrasi, Reward
and Punishment, Quick Wins
448
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Era reformasi yang bergulir pada tahun 1998 membawa perubahan yang signifikan di
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pada masa Orde Baru melekat stigma
penyelenggara pemerintah yang penuh KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Pemerintah identik dengan penyelenggaraan birokrasi yang lamban, tidak transparan,
mahal dan berbelit – belit. Kesan yang buruk tersebut melanda sebagian besar instansi
pemerintah baik di tingkat pusat maupun pusat terutama yang menyangkut pelayanan
masyarakat.
Masyarakat yang semakin sadar akan hak – haknya dan kritis terhadap
penyelenggaraan birokrasi menuntut perbaikan yang signifikan dan terus menerus dari
birokrasi pemerintahan. Sebagai contoh dalam bidang pelayanan masyarakat harus
semakin baik, bersih dan jelas yang dicirikan dengan biaya, waktu dan prosedur yang
jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam penyelenggaraan
program kegiatan harus sesuai dengan ketentuan seperti pengadaan barang dan jasa
dan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
449
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
yang terkait. Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik maka perlu
dilakukan pembenahan atau lebih dikenal dengan reformasi birokrasi
Tindak lanjut dari penetapan undang – undang tersebut adalah Peraturan Presiden
Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025. Inti dari
peraturan tersebut adalah pelaksanaan reformasi birokrasi di seluruh lembaga negara
di pusat maupun di daerah yang diharapkan membawa perubahan besar dalam
paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia yang lebih baik.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional sebagai bagian dari
penyelenggara negara di bidang pertanahan mempunyai misi yang selaras dengan
peraturan perundang – undangan terkait penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Dengan cakupan wilayah birokrasi yang menjangkau hingga tingkat kabupaten/ kota
dan tingkat kompleksitas kegiatan yang tinggi masih belum memberikan kepuasan
pelanggan. Dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, maka perlu
dilakukan langkah – langkah memeperbaiki layanan. Upaya memperbaiki layanan
adalah dalam rangka pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang telah dicanangkan oleh
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Rumusan masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah langkah – langkah apa saja
yang perlu dilaksanaan dalam rangka Reformasi Birokrasi di Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional terkait dengan layanan pertanahan.
KAJIAN LITERATUR
Literatur yang digunakan dalam tulisan mengenai reformsi birokrasi berasal dari
disiplin ilmu sosial dengan berbagai tema yang terkait dengan penyelenggaraan
birokrasi, tata pemerintahan dan manajemen sumberdaya manusia.
450
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
451
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada
yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk
didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah
kemajuan.Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development
(Pramusindo dan Purwanto, 2009).
Reformasi birokrasi harus dipandang sebagai suatu proses bukan semata hasil.
Sebagai suatu proses, reformasi birokrasi membutuhkan sejumlah komponen yang
mendukungnya agar dapat mencapai hasil yang diharapkan (Banga,2018).
Landasan hukum Grand Design Reformasi Birokrasi adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Grand
452
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sasaran yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah telah terwujudnya tata
pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang profesional, berintegrasi
tinggi, menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara. Sebagai suatu rencana strategis,
Grand Design Reformasi Birokrasi mempunyai tujuan untuk memberikan arah kebijakan
pelaksanaan reformasi birokrasi nasional selama kurun waktu 2010 – 2025 agar
reformasi birokrasi di Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah dapat berjalan
secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan.
METODE
Pembahasan mengenai penyelenggaraaan reformasi birokrasi di bidang layanan
pertanahan menggunakan metode kajian peraturan terkait dengan reformasi birokrasi
dan studi empiris pelayanan pertanahan di beberapa Kantor Pertanahan. Selanjutnya
hasil dari kajian dan studi empiris tersebut dibahas mengenai tujuan dari peraturan
dengan fakta yang terdapat di Kantor Pertanahan.
ANALISIS/ PEMBAHASAN
Reformasi birokrasi yang diharapkan adalah terjadinya perubahan perilaku seluruh
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai birokrat instansi dalam hal ini di lingkungan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.. Untuk
mencapainya perlu dikembangkan suatu strategi dan rencana aksi program manajemen
perubahan yang komprehensif dan melibatkan seluruh tingkat birokrasi baik di pusat
maupun daerah. Rencana aksi tersebut merupakan bagian dari grand design yang
453
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sebagai tindak lanjut dari Grand Design Reformasi Birokrasi, lembaga yang masih
bernama Badan Pertanahan Nasional RI (BPN RI) telah melakukan penataan
organisasi dan sumber daya manusia aparatur yang bersih, profesional dan
bertanggung jawab dalam rangka menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif
sehingga dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Berkaitan
dengan hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Keputusan Kepala BPN RI Nomor:
96/KEP-100.3.43/III/2010 telah dibentuk Tim Kerja Reformasi Birokrasi (RB) BPN RI.
Selanjutnya dibentuk Tim Manajemen Perubahan BPN RI berdasarkan Keputusan
Kepala BPN RI No. 572/KEP-3.43/VIII/2013 tentang Perubahan Keputusan Kepala BPN
RI No. 99/KEP-3.43/II/2013 tentang Tim Manajemen Perubahan dalam rangka
Reformasi Birokrasi di Lingkungan BPN RI.
454
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
455
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
456
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
457
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
458
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
setiap berkas permohonan diberikan tanda khusus (stempel One Day Service). One
Day Service LARASITA dilaksanakan oleh Tim LARASITA pada lokasi tertentu sesuai
jadwal penugasan tim yang telah ditetapkan dan diinformasikan kepada masyarakat.
One Day Service telah dilaksanakan di banyak Kantor Pertanahan antara lain Kantor
Pertanahan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi,
Kabupaten Serang, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kubu Raya, Kota Padang, Kota
Makasar dan Kantor Pertanahan lainnya.
Pelaksanaan One Day Service hanya untuk beberapa jenis layanan pertanahan
tertentu. Jenis layanan pertanahan dalam One Day Service tidak diseragamkan untuk
setiap Kantor Pertanahan, melainkan berdasarkan ketersediaan data pertanahan,
sumber daya manusia serta infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang
tersedia. Jenis layanan pertanahan dalam One Day Service antara lain:
1. Pengecekan Sertipikat
2. Penghapusan Hak Tanggungan (Roya)
3. Pendaftaran Hak Milik Berdasarkan Surat Keputusan
4. Peningkatan Hak / Perubahan Hak
5. Peralihan Hak
6. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
7. Perpanjangan Hak Tanpa Ganti Blanko
8. Pencatatan Sita
9. Pencatatan Blokir
459
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dengan biaya yang sama dengan pelayanan di hari biasa serta selesai dalam hari
yang sama (dapat ditunggu), layanan ini dimaksudkan agar masyarakat mendapat
waktu lebih banyak untuk mendapatkan pelayanan. Selanjutnya masyarakat terdorong
untuk melakukan pengurusan administrasi pertanahan secara langsung tanpa
perantara, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang lebih cepat dan lebih baik,
mendorong peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta mendukung
terwujudnya reformasi birokrasi di BPN RI.
Kegiatan pelayanan pertanahan selain Standar Pelayanan Pertanahan dan Quick
Wins adalah :
a. Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran
Tanah.
b. Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan BPN RI.
c. Penanganan Laporan Adanya Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan BPN
RI.
d. Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
e. Penanganan Pengaduan Masyarakat.
f. Loket Pelayanan Pertanahan.
KESIMPULAN
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dimulai pada fase I pada tahun 2007 – 2009 terbatas
pada instansi percontohan yaitu Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung (MA) dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Fase berikutnya yang dikenal dengan Reformasi
Birokrasi Gelombang II (2010 – 2014) bersifat instansional dan nasional yang
melibatkan seluruh kelembagaan di pusat dan daerah. Reformasi birokrasi pada tahap
nasional kemudian dikembangkan menjadi suatu sistem yang dikenal dengan Grand
Design Reformasi Birokrasi berdasarkan Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025.
460
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) harus
secara konsisten dan terbuka melaksanakan reformasi birokrasi di semua level
birokrasi serta berlaku untuk pusat dan daerah. Selain itu Kementerian ATR/ BPN harus
melakukan pengawasan dan monitoring untuk memastikan kelanjutan program
reformasi birokrasi serta secara berkala melaporkan pelaksanaan reformasi birokrasi
kepada instansi yang berwenang melakukan evaluasi. Pelaksanaan reformasi birokrasi
juga harus diketahui masyarakat dalam bentuk pemuatan pelaksanaan kegiatan
tersebut di situs resmi Kementerian ATR/BPN.
Pustaka
Banga, W. 2018. Kajian Administrasi Publik Kontemporer; Konsep, Teori dan Aplikasi. Penerbit
Gava Media, Yogyakarta
Indroharto. 1993. Usaha memahami undang-undang tentang peradilan tata usaha negara: Buku
1. Beberapa pengertian dasar hukum tata usaha negara. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2010. Reformasi
Birokrasi. Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung 10 –14 Oktober 2010, Balikpapan.
Pramusinto, Agus dan Purwanto, Erwan Agus. 2009. Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan
Pelayanan Publik. Grava Media, Yogyakarta
Purbopranoto, Kuncoro. 1978. Beberapa catatan hukum tata pemerintahan dan peradilan
administrasi negara. Penerbit Alumni, Jakarta
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan
Bebas Dari KKN
461
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 –
2025
Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan
Pertanahan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 507/KEP-
3.43/XI/2012 tentang Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia
Keputusan Kepala BPN RI Nomor: 96/KEP-100.3.43/III/2010 tentang Pembentukan Tim Kerja
Reformasi Birokrasi (RB) BPN RI
Keputusan Kepala BPN RI Nomor 277/KEP-7.1/ VI/ 2012 tentang Sapta Tertib Pertanahan
Keputusan Kepala BPN RI No. 572/KEP-3.43/VIII/2013 tentang Perubahan
Keputusan Kepala BPN RI No. 99/KEP-3.43/II/2013 tentang Tim Manajemen
Perubahan dalam rangka Reformasi Birokrasi di Lingkungan BPN RI.
462
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Posmaria Sianturi
(Widyaiswara Ahli Madya, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil, HP: 081320607031,
Email: riaposma@gmail.com)
463
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Dinamika kehidupan bangsa Indonesia terjadi silih berganti, termasuk momentum krisis
ekonomi tahun 1998. Efek dari kejadian tersebut adalah munculnya krisis kepercayaan.
Krisis kepercayaan menjadi tajuk utama yang membuat ketidakteraturan sistem
pemerintahan dan pelayanan. Setiap mendengar kata birokrasi masyarakat umum
langsung terpikir mengenai urusan yang memiliki berbagai prosedur dan formalitas.
Birokrasi sering diistilahkan sebagai sebuah organisasi yang kualitas kerjanya rendah,
biaya mahal dan boros, miskin informasi dan mementingkan diri sendiri. Masih
rendahnya kualitas kerja birokrasi merupakan permasalahan yang harus dicarikan
solusinya. Untuk meningkatkan kualitas kerja birokrasi sehingga citra pemerintahan
Indonesia baik di mata masyarakat, segera dilakukan pembaharuan melalui reformasi
birokrasi.
464
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
bagaimana reformasi birokrasi dilakukan dan apa saja peran strategis pemimpin dalam
mengelola pemerintahan dengan baik secara dinamis.
KAJIAN LITERATUR
METODE
Disain penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam pada suatu permasalahan
dengan temuan bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan terlaksananya reformasi
birokrasi adalah peran strategis dari seorang pemimpin.
ANALISIS/PEMBAHASAN
ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Dalam menjalankan tugasnya,
ASN wajib mengedepankan prinsip kejujuran dan konsistensi yang merupakan bentuk
integritas sebagai seorang civil servant atau pelayan masyarakat dalam melaksanakan
fungsi sebagai abdi negara. Dalam hal ini ASN diperkenalkan dengan tata tertib atau
peraturan untuk dilaksanakan. Jika tidak bisa mematuhi aturan yang ada, ASN harus
bisa memperbaikinya ataupun diberikan hukuman jika diperlukan untuk menyadarkan
pada hak dan kewajibannya sebagai abdi negara dan pelayan serta pengayom
masyarakat. Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, konprehensif,
ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik (Good Governance).
Birokrasi adalah keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang
bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima
gaji dari pemerintah karena statusnya itu.
465
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Persyaratan (WTP), untuk birokrasi yang efektif dan efisien antara lain yaitu
menggunakan indeks profesionalitas ASN, sedangkan indikator untuk birokrasi yang
memiliki pelayanan publik berkualitas adalah survei kepuasan masyarakat (SKM). Isi
reformasi birokrasi yang tercantum dalam lembaran Grand Design Reformasi Birokrasi
Indonesia adalah ―terwujudnya pemerintahan kelas dunia‖.
Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019 melalui PERMENPAN No. 11 Tahun 2015
menetapkan 3 (tiga) sasaran dan 8 (delapan) area perubahan reformasi birokrasi 2015-
2019. Ketiga sasaran Reformasi Birokrasi adalah 1. Birokrasi yang bersih dan
akuntabel; 2. Birokrasi yang efektif dan efisien; serta 3. Birokrasi yang memiliki
pelayanan publik berkualitas. Sedangkan 8 (delapan) area perubahan reformasi
birokrasi yaitu 1. Mental Aparatur (pelayanan berkualitas: bersih, akuntabel, efektif dan
efisien); 2. Pengawasan (penguatan sistem pengawasan); 3. Akuntabilitas (mampu
mempertanggungjawabkan kinerjanya); 4. Kelembagaan (tidak banyak hirarki,
pelayanan cepat, efektif dan efisien); 5. Tata Laksana (perubahan pada sistem
tatalaksana yang mendorong efisiensi penyelenggaraan pemerintahan); 6. SDM
Aparatur (perubahan dalam pengelolaan SDM hingga mendapatkan SDM yang
profesional); 7. Peraturan Perundang-Undangan (perubahan terhadap sistem peraturan
perundang-undangan yang lebih efektif dan menyentuh); 8. Pelayanan Publik
(penguatan terhadap sistem manajemen pelayanan publik). Dalam mendukung
reformasi birokrasi diperlukan pengawasan yang ketat dari berbagai pihak supaya
dapat terwujud disiplin diri yang kuat dan melaksanakan tugasnya dengan komitmen
yang tinggi. ASN adalah garda terdepan dan penentu keberhasilan implementasi
perbaikan tata kelola pemerintahan guna mencapai good governance.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN pemimpin berperan sangat
strategis yaitu dengan memberikan keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN
dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN (pasal 19). Jika seorang pimpinan
memberikan keteladanan yang baik, maka keberhasilan organisasi adalah suatu
keniscayaan karena roda kegiatan sehari-hari dilaksanakan oleh para ASN yang
memiliki integritas kerja yang tinggi. Interaksi yang terjadi antara pemimpin dan ASN
akan menentukan karakteristik yang nantinya akan membentuk mindset budaya kerja
dari ASN yang bersangkutan. Sebagai pimpinan tinggi, yang juga ditopang oleh jabatan
administrasi (pejabat administrator serta pejabat pengawas) pemimpin berperan
meletakkan dasar-dasar budaya kerja yang berdasar pada prinsip-prinsip kebangsaan
sehingga nantinya semua hal yang dilakukan oleh para ASN selalu berlandaskan pada
kejujuran serta semata-mata demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Sikap,
perilaku, dan kebiasaan pimpinan selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh para ASN yang
kemudian secara sadar atau tidak sadar akan diresapi dan kemudian menjadi
kebiasaan sehari-hari. Hal itu dikarenakan ASN mengidentifikasi diri pada pimpinannya
sebelum mengadakan identifikasi pada orang lain. Dengan demikian secara tidak
langsung muncul keadaan saling mempengaruhi antara pimpinan dengan bawahan.
Begitu pula dengan halnya kedisiplinan, pemimpin yang menanamkan kedisiplinan
dengan baik pasti para ASN akan mencontoh dan akan membawa pada habitatnya
sehari-hari. Dengan demikian semakin sering dan berhasil pimpinan menanamkan
keteladanan yang baik, maka semakin kecil kemungkinan ASN akan bertindak negatif.
466
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dalam era persaingan global ini peranan pemimpin sangat dominan untuk dapat
menjembatani masalah masalah kronis yang dihadapi oleh organisasinya. Peranan
pimpinan tersebut selain mampu menanamkan keteladan yang baik juga harus
mampu menjalankan peranan sebagai berikut:
3. Peranan Sebagai Pengambil Keputusan artinya pemimpin yang harus bisa berperan
sebagai entrepreneure (menciptakan ide/gagasan baru), sebagai disturbances
handler (mampu mengatasi hambatan tantangan yg dihadapinya) dan sebagai
pengatur (mengatur SDM, dana, waktu dan prasarana).
Good governance adalah proses pengelolaan berbagai bidang kehidupan dalam suatu
negara dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, serta menggunakan
sumber daya alam dan manusia dengan cara yang sesuai dengan prinsip partisipasi
masyarakat, rule of law, transparansi, responsiveness, dan akutabilitas publik. Dalam
menjalankan pemerintah diperlukan orang yang mampu membawa masyarakat (able
people). Able people akan mampu menjalankan agile process yang mana dijelaskan
sebagai proses yang transparan, dinamis, dan menggunakan prinsip 3T: thinking
ahead, thinking again, dan thinking across. Thinking ahead artinya berpikir untuk
memikirkan rencana masa depan yang membawa manfaat yang besar bagi masyarakat
dengan memanfaatkan potensi-potensi masyarakat. Thinking again sangat berkaitan
dengan pengulasan ulang kebijakan yang ada di Indonesia. Terkadang kebijakan yang
dibuat tidak menguntungkan masyarakat, pola pikir thinking again yang digunakan
adalah ke lapangan untuk dievaluasi dan dicarikan solusi. Karena terkadang terdapat
pihak-pihak yang ngotot dengan kondisi yang ada padahal tidak memberikan
keuntungan bersama. Thinking across adalah kemampuan diri untuk berpikir tentang
cara-cara yang mungkin tidak pernah dipakai dalam membangun.
Able people ini bisa kita figurkan dalam beberapa orang berpengaruh di Indonesia saat
ini, seperti Ibu Risma pada Surabaya, dr. Hasto pada Kulonprogo, Ridwan Kamil pada
Bandung, hingga Bupati Kabupaten Tarakan yang ada nun jauh di sana. Para
pemimpin ini memiliki keberanian yang kuat untuk mengambil risiko dalam setiap
aksinya, melakukan perubahan, dan tetap memegang teguh pada prinsip integritas.
467
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Selain itu, able people juga digambarkan oleh ―para bawahan‖ orang-orang
berpengaruh tadi yang terhindari dari korupsi, kolusi, serta nepotime, dan dapat
melakukan pekerjaannya secara professional tanpa dipengaruhi oleh keinginan/nafsu
pribadi yang dapat merugikan Negara.
Ketiga pola pikir itu harus dipadukan dalam diri pemimpin maupun personel birokrasi
yang ada di bawahnya dan juga sistem yang sedang berjalan di Indonesia. Tentu pula
masyarakat juga harus turut ambil andil dalam membangun. Ibaratnya, kebaikan yang
dibangun oleh 100 orang berbeda dengan 10.000 orang, semakin banyak maka
semakin baik. Mengambil teori tadi thinking ahead, again dan across dapat diartikan
dalam pola pikir perencanaan yang baik, evaluasi yang menyeluruh, dan inovasi out of
the box. Dalam sistem pun harus diberlakukan demikian. Orang yang baik tanpa sistem
yang mendukung, maka Indonesia akan kembali pada lingkaran setan keruntuhan
peradabannya. Kesuksesan sebuah negara dapat diukur melalui kualitas
pemerintahannya
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
2. Unsur pimpinan dan pelaksana harus bersinergi dinamis dalam upaya ‗kolaborasi‘
menciptakan tata kelola pelayanan pemerintahan yang cepat, responsive dan efisien
sehingga masyarakat sejahtera makmur lahir dan batin dapat terwujud dan Indonesia
kembali eksis menuju negara maju dan beradab.
SARAN
Dibutuhkan pemimpin yang dapat menjadi suri tauladan (role model) dan mampu
berpikir ke depan dan antisipatif (think ahead), pemimpin yang mampu mengkaji ulang
hasil pemikiran (think again), dan pemimpin yang mampu berpikir secara lateral,
horizontal serta lintas disiplin (think across).
PUSTAKA
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Gava
Media. Yogyakarta.
468
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Prof. Dr. Azhar Kasim, 2015. Merekonstruksi Indonesia: Sebuah Perjalanan Menuju
Dynamic Governance. Buku Kompas.
Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 11, 2015. Road Map Reformasi
Birokrasi Tahun 2015-2019
469
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Abdul Rasyid Sahar & Roy Valiant Salomo
(Mahasiswa Pasca Sarjana FIA UI & Ketua Program FIA UI, HP: 082291874721
Email: sahar_abdulrasyid@yahoo.co.id)
470
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Collaborative Governance atau tata kelola kolaboratif adalah suatu proses dan struktur
perumusan kebijakan publik, pengambilan keputusan dan manajemen publik yang
melibatkan antara masyarakat dan badan pubilk, tingkatan pemerintahan, swasta, dan
ranah publik untuk mencapai tujuan publik yang belum terselesaikan. (Emerson dan
Nabatchi, 2015). Pasca diterbitkannya draft Transforming Our World: The 2030 Agenda
for Sustainable Developement yang telah disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi
negara anggota PBB, momentum pendekatan tata kelola kolaboratif untuk menunjang
pembangunan berkelanjutan pada aras internasional dan nasional menemukan
momentumnya. Diskursus ini mengemuka karena persoalan dan tantangan pemerintah
semakin dinamis dan kompleks. Oleh karenanya, dibutuhkan keterlibatan berbagai
jenjang organisasi, multidispilin, dan lintas yurisdiksi.
Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah yang menggunakan pendekatan
kolaborasi untuk mempercapat laju pembangunan daerahnya, khusunya pada penata
kelolaan pengentasan kemiskinan. Dari tinjaun lapangan, peneliti menemukan tiga
tantangan dan kendala yang yang menyebabkan lambannya penanggulangan
kemiskinan di Kabupaten Pinrang. Pertama, kinerja TKPKD yang dibentuk pada Tahun
2010 untuk mendorong proses perencanaan dan penganggaran agar mampu
menghasilkan perumusan anggaran yang efektif serta melakukan koordinasi dan
pemantauan program penanggulangan kemiskinan tahunan di daerah belum maksimal.
Indikasinya, masih adanya kecenderungan ego sektoral baik dalam perencanaan
maupun pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan daerah. Selain itu,
kontekstualisasi program dan indikator penerima manfaat disusun berdasarkan
persepsi dan indikator masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kedua,
program penanggulangan kemiskinan tidak terintegrasi. Selama ini, penerima manfaat
dihadapkan pada akses program penanggulangan kemiskinan yang panjang dan
tentunya membutuhkan biaya transportasi yang tidak sedikit. Terakhir, adanya kendala
di tingkat penerima manfaat program yaitu perbedaan data dan rendahnya tingkat
validitas basis data terkait jumlah penduduk miskin dan Rumah Tangga Miskin (RTM)
yang kemudian menjadi acuan angka kemiskinan daerah.
Ketiga permasalahan diatas memiliki hubungan kausal terhadap fluktuasi persentase
kemiskinan di Kabuapaten Pinrang. Berdasarkan data BPS, persentase angka
kemiskinan di Kabupaten Pinrang meningkat di tiap tahunnya. Tercatat, angka
kemiskinan pada Tahun 2017-2018 sebesar 8,5%. Oleh karenanya, pada 2016,
pemerintah membentuk Bagian Penanggulangan Kemiskinan (B-PK) berdasarkan
Perbub No. 37 Tahun 2016. Inisiatif pembentukan institusi ini adalah sebagai wujud
inovasi serta komitmen reformasi birokrasi oleh pemerintah daerah.
Pengorganisasian tulisan ini adalah sebagai berikut; Pertama, penulis akan
menjelaskan kondisi faktual yang menjadi tantangan dan kendala tata kelola
penanggulangan kemiskinan yang mendorong collaborative governance diterapkan di
Kabupaten Pinrang, Kedua, dipaparkan tinjauan literatur terkait collaborative
governance yang dikembangkan oleh para pakar, khususnya Emerson dan Nabatchi
(2015). Ketiga, dijelaskan metode dan teknik penelitian. Keempat, dielaborasi tata
kelola kolaboratif dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang. Terakhir,
471
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Literatur mengenai studi dan praktik tata kelola kolaboratif merupakan kajian yang
banyak dibahas para scholars dari berbagai disiplin ilmu dan bidang profesional satu
dekade terakhir. Dalam perkembangannya, kajian tata kelola kolaboratif tidak hanya
menjadi tujuan penelitian dalam konteks administrasi publik, tetapi mencakup semua
cabang dan disiplin ilmu. Oleh karenanya, perlu membahas beberapa perspektif dan
pendekatan kunci untuk pemahaman yang lebih komprehensif pada kajian tata kelola
kolaboratif. Adapun beberapa pendekatannya sebagai berikut. Pertama, Collaborative
Governance as Institutional Arrangements. Pada perspektif kelembagaan, proses
kolaborasi yang dilakukan para aktor harus memiliki ketentuan, ketetapan, dan
pemantauan terhadap aturan yang telah disepakati bersama, mengembangkan norma-
norma informal, membangun kesepahaman dan kepercayaan bersama, serta
merumuskan strategi dan konsep dalam pelaksanaannya (McGinnis,2011). Kedua,
Collaborative Governance as Structural Relations. Pada pendekatan ini, kolaborasi
ditekankan pada pola interaksi dan konektivitas. Proses kolaborasi dilihat sebagai
proses interdependensi antar aktor dan organisasi baik secara formal maupun informal.
Gagasan yang mendasari yaitu kecenderungan individu yang terpengaruh dalam pola
interaksi sosial yang berulang dalam konektivitas dan jejaring sosial tersebut. Selain itu,
partisipasi dalam jejaring interpersonal akan mempengaruhi para aktor dalam
membangun modal sosial dan pengaruh (kekuasaan) dalam masyarakat (Provan dkk,
2017). Ketiga, Pada awalnya, kerangka advocacy coalition ini berawal dari hipotesis
yang disusun Sabatier dan Smith (1993) yang menjelaskan bahwa dalam implementasi
kebijakan, terdapat sub sistem yang saling berlawanan. Oleh karenanya, advocacy
coalition ini dibutuhkan dalam mempengaruhi sub sistem yang memiliki kesamaan
untuk berkoordinasi dalam pelbagai jenjang lembaga publik maupun swasta. Dalam
konteks tata kelola kolaboratif, perspektif ini juga diperlukan mengingat muatan prinsip
pelibatan pelbagai aktor yang bertujuan menghasilkan konsensus sebagai sebuah
keniscayaan dalam kolaborasi. Terakhir, Collaborative Governance Menurut Emerson
dan Nabatchi. Berangkat dari semua pendekatan diatas, menuntun Emerson dan
Nabatchi (2015), mengembangkan teori kolaboratif (dia mulai menawarkan pada
jurnalnya yang terbit 2012). Untuk memenuhi ekspektasi tersebut, mereka mencoba
menghubungkan semua pendekatan dan dimensi kolaboratif kedalam satu kerangka
integratif. Kerangka integratif yang dikembangkan tersebut tidak ditujukan untuk
menjadi ―korespondensi‖ terhadap pelbagai kasus yang memiliki karakter atau gejala
kolaboratif. Namun demikian, kerangka yang dibangun Emerson setidaknya dapat
membantu mengidentifikasi dimensi, baik yang sifatnya lazim maupun hal hal yang unik
dalam kasus tata kelola kolaboratif. Selain itu, kerangka tersebut juga dapat membantu
dalam menguji dan memetakan bagaimana kasus-kasus tata kelola kolaboratif yang
berhasil dan sukses dilakukan serta mengukur kasus yang tidak berhasil dan sukses
dalam pendekatan tata kelola kolaboratif.
472
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODE
Disain penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu menggambarkan tata kelola
kolaboratif dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang. Adapun sumber
data yang menjadi objek kajian adalah hasil wawancara informan kunci di Kabupaten
Pinrang serta telaah dokumen resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang serta
dokumentasi dari berbagai media online dan offline. Teknik pengumpulan data berupa
wawancara mendalam dan telaah dokumentasi kemudian dianalisis menjadi temuan
penelitian.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Dari analisis terhadap data kualitatif pada kasus studi tata kelola kolaboratif dalam
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang, ditemukan bahwa kebijakan
pembentukan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang khusus menangani
kemiskinan merupakan wujud inovasi daerah karena hanya terdapat di Kabupaten
Pinrang untuk lingkup pemerintah lokal di Sulawesi Selatan. Sementara, unit
penanggulangan kemiskinan daerah dan kota lain yang ada di Sulawesi Selatan masih
berada dibawah naungan organisasi perangkat daerah yang berbentuk Unit Pelayanan
dibawah OPD yang memiliki keterkaitan dengan basis kemiskinan itu sendiri. Pasca
pembentukan B-PK, model dan alur tata kelola dalam penanggulangan kemiskinan di
Kabupaten Pinrang cenderung lebih integratif, koordinatif, dan kolaboratif. Indikasinya,
dapat ditelusuri melalui proses dan alur pemberian bantuan yang sifatnya
pemberdayaan maupun bantuan langsung dalam kucuran dana sosial kepada
masyarakat. Secara spesifik, masyarakat yang ingin mengakses dan menerima
manfaat program tidak lagi harus melewati berbagai jenjang birokrasi, mereka cukup
mendatangi kantor bagian penanggulangan kemiskinan yang nantinya diakomodir
secara responsif. Adapaun alur teknisnya, pertama, bagian penanggulangan
kemiskinan menerima pengaduan data yang nantinya akan divalidasi pada basis utama
yang telah dipadukan oleh BPS dan TNP2K. Kedua, setelah proses validasi dilakukan,
Bagian Penanggulangan Kemiskinan menugaskan Tim Verifikasi Kabupaten yang
melibatkan pihak SKPD berdasarkan basis kemiskinan yang akan dituju. Terakhir,
setelah verifikasi dilakukan, pihak SKPD terkait akan melaksanakan tugas dan
fungsinya masing-masing sesuai bidang dan basis kemiskinan yang telah
dikategorikan. Hal tersebut dapat diwujudkan karena dialog dan diseminasi secara
iteratif digalakkan oleh pemerintah agar masing-masing pihak dapat menjelaskan
kepentingan dan nilai dari lembaga dan organisasinya terkait bagaimana mengentaskan
kemiskinan. Berdasarkan tinjauan notulensi pertemuan rapat formal dan informal pada
kantor Bagian Organisasi dan Tata Laksana, terdapat pertemuan formal dan informal
secara iteratif yang merupakan komponen kunci pada dimensi prinsip pelibatan dalam
mengawali proses kolaborasi. Selain itu, dalam proses dialog yang sedang
berlangsung, masing-masing pihak yang hadir pada forum formal tersebut telah
menemukan penyelesaian dan perspektif masing-masing dalam penyelesaian tata
kelola penanggulangan yang selama ini bersifat sektoral dan tidak terintegrasi.
Adapun wujud pembangunan trust yang dilakukan antara Sekertariat Daerah
khususnya Bagian Organisasi dan Tata Laksana dan B-PK dengan SKPD terkait
473
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
maupun YBM PT PLN, MUI, dan BAZNAS serta masyarakat adalah menggalakkan
pertemuan rapat secara rutin baik yang sifatnya fokus grup diskusi, rapat terbatas, dan
juga melalui platform interaksi ―Halo Bumi Lasinrang‖. Tujuan pertemuan semacam ini
digelar untuk membicarakan dan mendiskusikan bagaimana kondisi objektif kemiskinan
daerah pada tahun-tahun sebelumnya, kendala tata kelola yang dihadapi masing-
masing pihak, serta bagaimana model pendekatan pengentasan kemiskinan yang
dipakai selama ini. Juga, menjalin komunikasi antar institusi sering digalakkan oleh
pemerintah. sehingga mendorong masing-masing pihak untuk saling memahami dan
mengkombinasikan hal-hal yang tidak dapat dilakukan secara personal oleh suatu
lembaga tertentu dalam kegiatan dan program penanggulangan kemiskinan daerah.
Pada tataran prosedur dan distribusi kewenangan, telah dirancang sistematika
kerangka kerja kolaboratif dengan menggunakan alur yang sistematis dan mekanistis
untuk memberikan ruang dan momentum bagi peserta kolaborasi untuk terlibat aktif
berdasarkan kapasitas kelembagaan yang diwakili. Dalam proses ini, pihak-pihak yang
terlibat kolaborasi akan diatur ruang gerak dan kewenangannya baik pada tataran
formal maupun informal, sehingga proses kolaborasi dapat berjalan secara transparan
dan terbuka. Juga, telah dilakukan pembagian tanggung jawab secara rinci dan jelas
kepada masing-masing institusi dan pihak yang terlibat. Selain itu, aturan main tersebut
begitu esensial guna menjaga keberlanjutan aksi bersama dalam kolaborasi. Adapun
wujud dari pengaturan tersebut diejawantahkan secara rinci keladam nota
kesepahaman atau MoU No. 28 tahun 2018 tentang kerjasama dalam program
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang.
Namun demikian, tidak berarti proses kolaborasi yang telah berlangsung dalam
menanggulangi isu kemiskinan dapat dengan mudah mencapai tahap yang konsisten
dan berkelanjutan (collaborative dynamics). Ada dua kendala yang ditemukan, pertama
dalam proses pembangunan elemen trust dan mutual understanding antar masing-
masing pihak yang diwadahi oleh B-PK masih cenderung parsial. Meskipun mayoritas
peserta kolaborasi berasal dari jenjang pemerintah yaitu SKPD, tapi tidak secara
simultan elemen tersebut mewujud. Dikatakan parsial, karena yang dominan
mempengaruhi elemen tersebut terbentuk adalah figur Bupati Pinrang. Oleh karenanya,
diperlukan upaya komunikasi dan koordinasi secara intens dan evaluasi secara berkala
terkait progres kolaborasi yang telah berlangsung agar masing-masing pihak mampu
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan untuk mencapai tujuan dan aksi bersama.
Kedua, temuan tentang kendala pembangunan trust dan mutual understanding diatas
secara simultan mempengaruhi legitimasi internal kepada organisasi dan institusi
masing-masing untuk melakukan koordinasi dan rapat. Selama tahun 2017
(berdasarkan notulensi rapat pada kantor B-PK) rapat dan koordinasi relatif minim dan
terbatas digelar dibandingkan pada Tahun 2016, dimana B-PK belum terbentuk.
Indikasinya, Tren persentase angka kemiskinan justeru meningkat pada angka 8,5%
pada Tahun 2017 yang sebelumnya di angka 8,48% pada Tahun 2016
474
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Sebagai sintesis, dapat disimpulkan bahwa tata kelola kolaboratif dalam
penanggulangan kemiskinan diwujudkan dalam pembentukan instansi yang
diperuntukkan khusus untuk menata kelola penanggulangan kemiskinan yaitu Bagian
Penanggulangan Kemiskinan Sekertariat Daerah Kabupaten Pinrang. Pembentukan
bagian ini merupakan inisiatif dari pemerintah daerah untuk mengkoordinir program
kemiskinan yang tidak terintegrasi dan menekan angka kemiskian yang meningkat tiap
tahun di Kabupaten Pinrang melalui instrumen kerja secara kolektif. Secara spesifik,
dimensi collaborative dynamics pada penerapa tata kelola kolaboratif dalam
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang telah terpenuhi namun belum
optimal. Pada komponen principled engagement, adanya pertemuan formal maupun
informal secara iteratif sebelum dan setelah B-PK dibentuk dapat diwujudkan oleh
semua stakeholders. Juga, dalam proses deliberasi pada forum formal dan diskusi telah
diarus utamakan khususnya melalui platform talkshow ―Halo Bumi Lasinrang‖. Di sisi
lain, pada komponen shared motivation belum mewujud secara inklusif. Belum
optimalnya pembangunan trust dan mutual understanding menjadikan trajektori untuk
berkomitmen terhadap proses kolaborasi. Hal ini disebabkan karena latar belakang
kepangkatan pemimpin kolaboratif (eselon III) lebih rendah diantara stakeholders dari
jenjang pemerintahan yang memiliki kepangkatan lebih tinggi (eselon II). Tren tersebut
juga mempengaruhi komponen principled engagement dan capacity for joint action.
Lebih lanjut, kurangnya follow up dari mekanisme procedural/institutional arrangement
yang disepakati dalam skema kolaborasi antar stakeholders dan MoU disebabkan oleh
permasalahan trust dan mutual understanding diatas.
SARAN
Merujuk pada kesimpulan diatas, peneliti memberikan rekomendasi sebagai diskursus
dan tawaran dialektis terkait penerapan tata kelola kolaboratif secara akademis.
Pertama, memperkuat otonomi dan legitimasi kepada pemimpin kolaboratif yang di
emban oleh Bagian Penanggulangan Kemiskinan Sekertariat Daerah Kabupaten
Pinrang baik secara kepangkatan maupun secara aturan hukum yang didefiinisikan
dalam peraturan daerah yang mampu mengikat semua stakeholders. Kedua,
memberikan pedoman secara komprehensif kepada para stakeholders terkait model
ideal dan pengetahuan tata kelola kolaboratif khususnya dalam pengentasan
kemiskinan di kabupaten Pinrang dengan memanfaatkan dan mendayagunakan tenaga
profesional dan para pakar agar praktik tata kelola kolaboratif dapat terarah secara
inklusif.
Pustaka:
Emerson, Kirk, and Tina Nabatchi. 2015. Collaborative Governance Regime. Georgetown
University Press: Washington, DC.
McGinnis, Michael D. 2011. ―An Introduction to IAD and the Language of the Ostrom Workshop:
A Simple Guide to a Complex Framework for the Analysis of Institutions and Their
Development.‖ Policy Studies Journal 39 (1): 169–82.
475
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Provan, Keith G, Amy Fish, and Joerg Sydow. 2007. ―Interorganizational Networks at the
Network Level: A Review of the Empirical Literature on Whole Networks.‖ Journal of
Management 33 (3): 479–516.
Sabatier, Paul A., and Hank Jenkins-Smith, eds. 1993. Policy Change and Learning: An Advo-
cacy Coalition Approach. Boulder, CO: Westview Press.
United Nations 2015. Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable
Development. General Assembly, 70(1): 1-2.
476
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Caterin Magdalena Simamora
(Widyaiswara Ahli Muda, Pusdiklat Perdagangan Kementerian Perdagangan,
HP: 081324795108, Email : catherine_simamora@yahoo.com)
Perubahan muncul ketika keadaan menjadi berbeda dengan situasi biasa. Perubahan
juga dihadapi di lingkup birokrasi. Perubahan dapat datang dari internal dan eksternal.
Perubahan internal birokrasi yaitu tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
publik yang lebih baik. Sedangkan perubahan yang datang dari ekternal yaitu
bagaimana kualitas birokrasi Indonesia dapat bersaing menghadapi negara lain (daya
saing bangsa). Gerakan reformasi birokrasi sebagai upaya pemerintah untuk
menghadapi perubahan yang cepat dengan menciptakan good governance dengan
melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar pada sistem penyelenggaraan
pemerintahan, terutama menyangkut aspek organisasi, ketatalaksanaan dan sumber
daya manusia aparatur. Dalam hal menciptakan dan mengembangkan SDM aparatur
yang siap dengan perubahan salah satunya dengan diadakannya Diklat Kepemimpinan
Pola Baru.
Metodologi yang dilalukan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur.
Hasil kajian terhadap beberapa literatur berupa perundang-undangan dan teori-teori
yang terkait menunjukan bahwa seorang pemimpin dalam organisasi birokrasi harus
adaptif dalam menghadapi perubahan yang cepat. Seorang adaptive leader harus
mampu melihat perubahan disekitar dan dituntut untuk menyelesaikan persoalan yang
terkait dengan kewenangannya. Penyelesaian persoalan dilakukan dimulai dengan
kemampuan untuk mengobservasi, lalu menterjemahkan hasil observasi dan yang
akhirnya mampu mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kata kunci : Adaptive Leader, perubahan, reformasi birokrasi
477
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Perubahan muncul ketika keadaan menjadi berbeda dengan situasi biasa. Sejatinya
perubahan terjadi hampir di semua aspek kehidupan. Itu yang menjadi alasan manusia
untuk selalu beradaptasi untuk menghadapi perubahan. Perubahan juga dihadapi di
lingkup birokrasi. Perubahan dapat datang dari internal dan eksternal. Perubahan
internal birokrasi yaitu tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang
lebih baik. Sedangkan perubahan yang datang dari eksternal yaitu bagaimana kualitas
birokrasi Indonesia dapat bersaing menghadapi negara lain (daya saing bangsa).
Adaptasi menjadi satu-satunya pilihan untuk menghadapi perubahan tersebut. Yang
harus dilakukan selanjutnya bentuk adaptasi apa yang akan dilakukan untuk
menghadapi perubahan tersebut. Setiap lembaga/instansi memiliki tujuan dan
menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam proses menuju tujuan perlu perangkat sebagai penggerak yaitu terdiri dari
kepemimpinan, manajemen dan organisasi. Peran pemimpin sangat penting dalam
mencapai tujuan karena seorang pemimpin adalah ―mercusuar‖ yang mengarahkan dan
menggendalikan proses menuju tujuan. Seorang pemimpin juga harus ―aware‖ melihat
perubahan yang berdampak pada instansi atau lembaga yang dipimpinnya. Perubahan
yang datang dari ekternal internal tersebut merupakan peluang untuk organisasi
semakin berkembang. Pemimpin yang tanggap dengan perubahan dimaknai sebagai
pemimpin perubahan (adaptive leader). Adaptive leader sebagai komponen penting
dalam menghadapi perubahan. Dalam birokrasi, aparatur yang menjadi agen of change
dididik dalam program Diklat struktural sesuai jenjang jabatan dengan kurikulum yang
susun oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Untuk menghadapi perubahan itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor
81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014
merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara (Permenpan) Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum
Reformasi Birokrasi dan Permenpan Nomor: PER/04/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman
Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/Lembaga/
Pemerintah Daerah.
Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional
dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN,
mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai
dasar dan kode etik aparatur negara.
Berangkat dari kondisi tersebut, tulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai peran
adaptive leader (pemimpin perubahan) dalam birokrasi pemerintahan melalui diklat
kepemimpinan pola baru dalam mendukung program reformasi birokrasi.
478
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Konsep Kepemimpinan
Dwight D. Einshower mengatakan ―The art of getting someone else to do something
you want done because he wants to do it‖. Jadi kepemimpinan adalah seni seseorang
dalam mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu bukan karena paksaan,
namun karena dia ingin melakukannya.
Ada juga pendapat yang mengatakan “Leadership becomes important and needed only
in times when you require some kind changes, some kind of innovation. In a stable
environment, all you need is the authority of expertise‖ (Heifetz, 2009). Heifets
mengatakan fungsi kepemimpinan menjadi penting ketika seseorang dihadapkan pada
suatu keadaan yang memerlukan perubahan. Perubahan ini menuntut suatu inovasi.
Dalam keadaan yang stabil dan tidak ada perubahan maka yang diperlukan adalah
seseorang yang memiliki kewenangan atau keahlian.
Seseorang yang pemimpin harus siap dalam menghadapi perubahan (adaptive leader).
Kompetensi yang dimiliki oleh adaptive leader terdiri dari tiga, yaitu : kemampuan untuk
mengamati (observe), kemampuan untuk menginterpretasi/mengartikan (interpret) dan
yang terakhir kemampuan untuk bertindak/mengintervensi (intervene).
1. Observe : adaptive leader harus bisa mengobservasi keadaan dalam
organisasinya. Dapat membedakan mana yang menjadi masalah dan persoalan.
Masalah adalah keadaan yang tidak sesuai namun tidak ada kewenangan
seseorang tersebut untuk menyelesaikan. Sedangkan persoalan adalah keadaan
yang tidak sesuai yang merupakan tanggung jawab pemimpin tersebut untuk
menyelesaikannya. Adaptive leader harus dapat mengamati persoalan yang
muncul.
2. Interpret : setelah mampu membedakan apa yang menjadi persoalan dalam
lingkup pekerjaannya, seorang adaptive leader harus mampu menterjemahkan
atau memaknai persoalan tersebut. Menterjemahkan disini adalah menganalisa
persoalan. Banyak metode untuk mengupas suatu persoalan. Cara mudah dan
umum bisa dilakukan dengan metode pertanyaan 5W 1H (What, Why, When,
Where, Who dan How).
3. Intervene : adalah kemampuan seorang pemimpin untuk dapat mengambil
tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tindakan tersebut terdiri dari
bagaimana mengelola sumberdaya yang dimiliki. Sumberdaya disini diantaranya
adalah waktu, manusia (stakeholder), kebijakan , anggaran dan sebagainya.
Konsep Pendidikan dan Pelatihan
Ada beberapa definisi diklat yang disampaikan oleh beberapa ahli. Menurut Sondang
P. Siagian (1983) memberikan pengertian pada masing-masing istilah pendidikan dan
pelatihan. Pendidikan adalah keseluruhan proses, teknik dan metode mengajar dalam
rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari seseorang kepada orang yang lain
479
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pelatihan adalah juga
proses belajar mengajar dengan menggunakan teknik dan metode tertentu.
Reformasi Birokrasi
Tata Laksana Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif,
efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance
480
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Peraturan Perundang-undangan Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan
kondusif
Pola Pikir (mind set) dan Budaya yarakat Pola pikir (mind set) dan Budaya Kerja (culture
Kerja (culture set) Aparatur set) Aparatur Birokrasi dengan integritas dan kinerja
yang tinggi
METODE
Metode penelitian ini mengunakan metode kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitian
riset kepustakaan. Penelitian pustaka atau riset pustaka adalah serangkaian kegiatan
yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat
serta mengolah bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.
(Mestika,2004). Penelitian ini menampilkan argumen penalaran keilmuan dari hasil
kajian pustaka dan hasil olah pikir peneliti mengenai suatu masalah atau topik kajian
ANALISIS/PEMBAHASAN
Tulisan ini menekankan kepada Diklatpim Pola Baru tingkat IV. Kebijakan mengenai
Diklatpim Pola Baru tingkat IV diterbitkan melalui PerkaLAN nomor 19 Tahun 2015
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat
IV. Tujuan penyelenggaraan Diklatpim Tingkat IV adalah membentuk kompetensi
kepemimpinan operasional dan membentuk pemimpin perubahan pada pejabat
struktural eselon IV yang akan berperan dan melaksanakan tugas dan fungsi
kepemerintahan di instansinya masing-masing.
Adapun Agenda Pembelajaran untuk mencapai kompetensi kepemimpinan operasional,
struktur kurikulum Diklatpim Tingkat IV terdiri dan 5 (lima) agenda pembelajaran yang
diuraikan sebagai berikut:
1. Agenda Penguasaan Diri
2. Agenda Diagnosa Perubahan Organisasi
3. Agenda Inovasi
4. Agenda Tim Efektif
5. Agenda Proyek Perubahan
481
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sumber : Bahan Tayang TOT Substansi PIM III&IV Agenda Tim Efektif (Mochamad Fatwadi,
Widyaiswara Muda BKPSDM Kota Tangerang)
Semua agenda tersebut menjadi tool peserta diklat untuk menyelesaikan proyek
perubahan. Alur berpikir dari peranan agenda dalam proyek perubahan pada Diklat
Kepemimpinan Pola Baru adalah yang pertama langkah untuk menentukan tujuan
perubahan yang akan diharapkan. Tujuan perubahan ini termasuk didalamnya area
perubahan yang terdampak. Penentuan tujuan ini tidak keluar dari tupoksi yang menjadi
tanggung jawab seorang pemimpin (who) tersebut. Selanjutnya menentukan gambaran
kondisi saat ini (existing condition) dan kondisi yang akan diharapkan (expected
condition). Bila existing condition dibiarkan apa akibat yang muncul yang menghambat
kinerja organisasi. Sebaliknya bila akan ditangani maka proses yang dilalui adalah
membaca gejala-gejala perubahan (DIAGNOSTIC READING) yang muncul yang
termasuk proses OBSERVE.
Dari diagnostic reading (diagnosa kebutuhan perubahan organisasi) akan didapatkan
persoalan (why) yang mengakibatkan existing condition tidak maksimal. Penentuan
persoalan ini seorang pemimpin harus dapat menempatkan diri seobjektif mungkin.
Seorang pemimpin sebagai bagian dari ASN harus tahu yang menjadi tugas ASN yang
tertera pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara pasal 11 yaitu melaksanakan
kebijakan publik; memberikan pelayan publik yang professional dan berkualitas dan
482
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
483
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Untuk dapat memastikan peserta Diklatpim ini, perlu dilakukan monitor dari lembaga
diklat untuk memastikan peserta menyelesaikan Proyek Perubahannya sampai jangka
panjang. Dan dapat juga dilakukan secara sampling kepada peserta yang sudah
kembali ke unitnya masing-masing bagaimana perkembangan dari proyek perubahan
yang dilakukan, apakah ada kendala yang dihadapi dalam melanjutkan proyek
perubahan. Hal ini untuk menjadi masukan kepada lembaga diklat dan juga LAN dalam
mengevaluasi Diklat Kepemimpinan Pola Baru ini agar tujuan Diklatpim pola baru dalam
membentuk kompetensi kepemimpinan operasional dan membentuk pemimpin
perubahan pada pejabat struktural eselon IV yang akan berperan dan melaksanakan
tugas dan fungsi kepemerintahan di instansinya masing-masing, dapat berkontribusi
pada agenda Reformasi Birokrasi.
Pustaka:
Heifetz, R., and A. Grashow.2009.The Practice of Adaptive Leadership : Tools and
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan.
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor:
PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi
Permenpan Nomor: PER/04/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen
Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah
484
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Oleh
Taufiq Firdaus Al Muzaky
(Pelaksana, BKPP I Prov. Jabar, HP: 081673518560,
Email: taufiq.firdaus@jabarprov.go.id )
ABSTRAK
Penelitian ini menguji keterkaitan antara kapasitas kelembagaan BKPP Wilayah I Jawa
Barat terhadap tingkat kepercayaan terhadap institusi BKPP Wilayah I Jawa Barat.
Metode yang digunakan yakni pendekatan campuran (Mixed Method) di mana
pendekatan berbasis kuantitatif diperdalam melalui berbagai data yang bersifat
kualitatif. Cross-sectional dataset dihimpun melalui penyebaran kuesioner dengan total
sampel 98 responden. Hasil diperoleh sebagai berikut: “Kapasitas jejaring BKPP
Wilayah I Jawa Barat mendorong tingkat kepercayaan stakeholder untuk bermitra
dengan BKPP Wilayah I Jawa Barat”, “Kapasitas jejaring BKPP Wilayah I Jawa Barat
tidak secara signifikan mendorong tingkat kepercayaan stakeholder terhadap output
kegiatan BKPP Wilayah I Jawa Barat”. Terdapat variabel kapasitas kelembagaan lain
yang secara signifikan berkontibusi terhadap tingkat kepercayaan output kegiatan
BKPP Wilayah I Jawa Barat yaitu, kapasitas individu dan otoritas kelembagaan,
“Kapasitas jejaring BKPP Wilayah I Jawa Barat mendorong tingkat kepercayaan
stakeholder terhadap eksistensi kelembagaan BKPP Wilayah I Jawa Barat”, Adanya
Perbedaan tingkat kepercayaan kelembagaan antara Stakeholder PNS Provinsi Jawa
Barat dengan Stakeholder non PNS Provinsi Jawa Barat. Rekomendasi penelitan ini
diantaranya: Kapasitas jejaring ketegasan pengambilan keputusan terkait pertimbangan
politis dan teknokratis harus segera ditempuh untuk keberlanjutan lembaga ini dalam
waktu dekat. Apabila hendak dipertahankan maka segera perkuat kapasitas
kelembagaannya sekurangnya untuk beberapa kapasitas kunci sebagaimana diulas
dalam studi ini. Namun, apabila tidak, likuidasi diperlukan untuk segera dilakukan.
485
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam madzhab teori birokrasi, keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 (dan turunannya yakni PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah)
memiliki kecenderungan menganut paradigma New Public Management (NPM).
Peraturan ini diatur lebih lanjut dalam Perda Provinsi Jawa Barat, Nomor 6 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat serta
Pergub No. 45 Tahun 2016 Tentang Kedudukan dan Susunan Organisasi Perangkat
Daerah Provinsi Jawa Barat. Berbeda dengan era sebelumnya yang menganut prinsip-
prinsip Weberian perubahan kentara dari pemerintahan yang hierarkis bergeser
menjadi tuntutan pemerintahan yang berjejaring (Goldsmith & Eggers 2004).
Konsekuensi hal tersebut dalam konteks kelembagaan pemerintah sebagai
implikasi dari PP 18 Tahun 2016, adalah rasionalisasi jumlah dan struktur organisasi
perangkat daerah berdasarkan peran dan manfaatnya secara strategis bagi kualitas
pelayanan publik. Salah satu organisasi perangkat daerah yang mulai terdampak
implementasi peraturan ini di Provinsi Jawa Barat adalah keberadaan Badan Koordinasi
Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah (BKPPW) baik Wilayah I, II, III, maupun IV.
Dalam Perda no. 6 tahun 2016 tersebut, pembahasan mengenai BKPPW tidak
dicantumkan dalam Bab II mengenai pembentukan dan susunan perangkat daerah,
melainkan diakomodir dalam Bab VII Ketentuan Peralihan, Pasal (13) yang berbunyi,
―Perangkat daerah tetap melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan umum
teknis atas penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah kabupaten/kota sampai
dengan terbentuknya perangkat gubernur sebagai wakil pemerintah pusat".
BKPPW diakomodir dalam ketentuan peralihan dijelaskan pada penjelasan
pasal 13 bahwa yang dimaksud dengan perangkat daerah yang melaksanakan urusan
pemerintahan umum, pembinaan dan pengawasan umum dan teknis kepada
pemerintah daerah Kabupaten/Kota adalah Badan Koordinasi Pemerintahan dan
Pembangunan Wilayah (BKPPW) I, II, III, IV Provinsi Jawa Barat, sampai dengan
ditetapkannya peraturan pemerintah tentang susunan organisasi, tugas dan fungsi
perangkat gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Menindaklanjuti Perda No. 6 Tahun 2016 tersebut, diterbitkanlah Surat Edaran
Gubernur Jawa Barat Nomor 061/14/Org. Tahun 2016 yang salah satunya
mengamanatkan apabila Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Barat akan menyelenggarakan kegiatan dengan melibatkan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, agar melakukan koordinasi dan kerja sama dengan BKPPW di Jawa
Barat. Namun pada pelaksanaanya, hal ini tidak menjadi jaminan untuk dilakukan
dengan berbagai factor. Salah satu factor utama yang memungkinkan mempengaruhi
implementasinya adalah tingkat kepercayaan untuk bekerjasama, kepercayaan
terhadap output kegiatan, dan kepercayaan terhadap eksistensi kelembagaan BKPP itu
sendiri dari masing-masing individu stakeholder mitra BKPP.
1.1. Masalah penelitian
Pertama, apakah kapasitas kelembagaan terutama kapasitas jejaring yang
merupakan tuntutan core business BKPP Wilayah I Jawa Barat sebagai koordinator
kewilayahan berkontribusi signifikan terhadap tingkat kepercayaan stakeholder mitra
BKPP Wilayah I Jawa Barat untuk bermitra secara kelembagaan? Kedua, apakah
486
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
kapasitas jejaring aparatur BKPP Wilayah I Jawa Barat dapat berkontribusi terhadap
tingkat kepercayaan stakeholder terhadap output kegiatan BKPP? Dan apabila tidak,
kapasitas apa saja yang dianggap signifikan terhadap tingkat kepercayaan akan output
kegiatan tersebut? Ketiga, merupakan pertanyaan yang dianggap sangat krusial dalam
status ad hoc BKPP yaitu, apakah kapasitas jejaring yang dimiliki aparatur BKPP dapat
berkontribusi pada tingkat kepercayaan mitra BKPP terhadap eksistensi kelembagaan
BKPP dalam kasus ini BKPP Wilayah I Jawa Barat? Keempat, adakah perebedaan
tingkat kepercayaan stakeholder mitra BKPP Wilayah I Jawa Barat terhadap institusi
tersebut yang dilihat dari 3 jenis kepercayaan sebagaimana dibahas dalam pertanyaan
sebelumnya (kepercayaan untuk bermitra, kepercayaan terhadap output kegiatan, dan
kepercayaan terhadap eksistensi kelembagaan).
2. KAJIAN LITERATUR
Secara terminologi, kapasitas dapat didefinisikan sebagai "Kemampuan untuk
melakukan fungsi, memecahkan masalah dan menetapkannya dan mencapai tujuan"
(Fukuda-Parr & al., 2002). Sementara Institusi/kelembagaan dapat didefinisikan
sebagai sistem peraturan sosial yang mapan dan lazim yang menyusun interaksi
sosial misalnya uang, hukum, tata kerama, perusahaan dan organisasi lainnya dapat
diidentifikasi sebagai institusi (Hodgson 2006). UNDP (2011:271) Menyebutan pula
konteks institusi sebagai organisasi formal dari pemerintah dan pelayanan publik, hal ini
termasuk kementrian, badan, pemerintah daerah dan organisasi lainnya dari
pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik,
desain dan implementasi kebijakan, serta urusan-urusan administrasi yang menjadi
fungsi pemerintah (UNDP 2011). Atas penjelasan tersebut, dalam studi ini kapasitas
kelembagaan dapat diartikan sebagai kemampuan BKPP Wilayah I sebagai institusi
formal Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menjalankan fungsi organisasi, untuk
mengkoordinasikan berbagai stakeholders terkait dalam pemecahan permasalahan-
permasalahan pembagunan dan pememerintahan di Wilayah I sebagaimana diatur
dalam Pergub 53 Tahun 2009 tentang Tupoksi BKPP.
Kapasitas minimum yang dibutuhkan oleh suatu lembaga (khususnya lembaga
koordinasi) terdiri dari: Personel yang cukup untuk meyusun desain dan strategi
koordinasi, Pengenalan dan pemahaman tentang peta koordinasi dalam stuktur
organiasi pemerintahan, susunan tata kelembagaan yang mumpuni untuk
mengkoordinasikan berbagai stakeholders di wilayah tersebut, kepemimpinan
kelembagaan, dan tingkat kepedulian terhadap permasalahan public (Tudela et al.
2004).
Beberapa permasalahan kapasitas kelembagaan BKPPW menurut Sadu
Wasistiono (2017) sebagai berikut: (1) BKPP tidak memilikikewenangan desisif, dan
hanya bersifat koordinatif, (2) ASN yang ditugaskan di BKPP tidak memiliki kejelasan
jenjang karier, (3) Tanpa BKPPW, dengan adanya teknologi informatika dan
komunikasi, koordinasi antar unit, antar wilayah dapat digantikan dengan TIK yang lebih
cepat, murah, dan efektif, (4) peran-peran seremonial mewakili Gubernur dipandang
perlu dikurangi dengan mengajarkan pada masyarakat agar tidak ―government
oriented,‖, (5) dengan penajaman prinsip ―money follow funtion‖ menjadi ―money follow
program,‖ maka BKPP yang belum jelas kedudukan kelembagaannya akan kesulitan
487
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
488
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
489
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
kelembagaan BKPP Wilayah I Jawa Barat, rata-rata stakeholder BKPP Wilayah I Jawa
Barat memberikan penilaian cukup tinggi yakni 61.89. Namun kepercayaan terhadap
output kegiatan rata-rata rendah yaitu 33.5%. Dalam panel B (Uji korelasi), diprediksi
bahwa variable kapasitas jejaring memiliki korelasi positif terhadap semua variable
dependen.
Panel B. Korelasi
Eksistensi 1
Kapasitas
0.0228 0.4502 0.4392 1
Individual
Kapasitas
-0.0034 0.4072 0.4376 0.5929 1
Manajerial
3
Klasifikasi interval mean: Sangat tinggi (µ>80), Tinggi (60< µ ≥80), Sedang (40< µ ≥60), Rendah (20< µ ≥40), Sangat Rendah
(µ≤20)
490
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Jejaring
491
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
trust trust
Jumlah Observasi 97 97 97 97 82 82
492
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
5. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 1, 3, dan 4 diterima. sedangkan hipotesis 2
ditolak.Lebih lanjut, kapasitas kelembagaan BKPP Wilayah I Jawa Barat berkontribusi
terhadap tingkat kepercayaan institusi BKPP Wilayah I Jawa Barat dari para
stakeholder mitra BKPP. Semakin tinggi kapasitas kelembagaan tersebut akan semakin
tinggi pula tingkat kepercayaannya. Dari tingkat kepercayaan yang dinilai dalam hal ini,
yaitu kepercayaan untuk bermitra, kepercayaan terhadap output kegiatan, dan
kepercayaan terhadap eksistensi kelembagaan, kepercayaan terhadap eksistensi
kelembagaan inilah yang memiliki peran vital dalam menentukan masa depan BKPP
pasca Implementasi PP 18 Tahun 2016. Hal ini dikarenakan, eksistensi kelembagaan
BKPP sangat bergantung pada seberapa dibutuhkannya institusi tersebut di Provinsi
Jawa Barat. Hal ini karena memang tidak ada dasar secara eksplisit yang menyatakan
keberadaan lembaga sejenis dalam peraturan tersebut.
6. SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar: Pertama, perlu
dilakukan upaya-upaya peningkatan Kapasitas jejaring yang merupakan hal yang
penting bagi lembaga koordinator seperti BKPP karena kapasitas ini terbukti secara
signifikan berkontribusi positif baik terhadap kepercayaan stakeholder untuk bermitra
maupun kepercayaan terhadap eksistensi kelembagaan. Kedua, perlunya peningkatan
493
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
kapasitas individu aparatur BKPP secara merata karena dapat memainkan peranan
penting terhadap tingkat kepercayaan stakeholder mengenai output kegiatan BKPP
Wilayah I Jawa Barat. Ketiga, perlunya peningkatan otoritas/kewenangan sebagai
kapasitas kelembagaan BKPP Wilayah I Jawa Barat karena memegang peranan
penting yang berkontribusi positif pada kepercayaan stakeholder akan output kegiatan
dan eksistensi kelelmbagaan. Keempat, karena adanya perbedaan pandangan yang
cukup signifikan kepercayaan terhadap eksistensi kelembagaan antara stakeholder
PNS Provinsi dengan Non PNS Provinsi Jawa Barat, berbagai koordinasi yang
dilakukan BKPP ke perangkat daerah Provinsi Jawa Barat dipandang perlu untuk
ditingkatkan.
Keputusan terkait masadepan BKPPW harus segera diambil. Meskipun sejatinya
peluang untuk peningkatan kepercayaan publik terhadap lembaga ini ada, namun
membutuhkan waktu dan upaya besar dan langkah langkah ekstreme dalam
peningkatan kapasitas-kapasitas sebagaimana dijelaskan diatas. Dan hal tersebut perlu
dilakukan bersama-sama baik dari internal BKPP maupun eksternal terutama
pemerintah Provinsi Jawa Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Goldsmith, S. & Eggers, W.D., 2004. Governing by network: The new shape of the
public sector. Brookings Institution Press, pp.3–24.
Hodgson, G.M., 2006. What are institutions? Journal of Economic Issues, XL(1), pp.1–
25.
Hutchison, M.L. & Johnson, K., 2005. CAPACITY TO TRUST? INSTITUTIONAL
CAPACITY, CONFLICT, AND POLITICAL TRUST IN AFRICA, 2000-2005. ,
pp.2000–2005.
Kroeger, F., 2012. Trusting organizations: The institutionalization of trust in
interorganizational relationships. Organization, 19(6), pp.743–763.
Muñoz, J., Torcal, M. & Bonet, E., 2011. Institutional trust and multilevel government in
the European Union: Congruence or compensation? European Union Politics,
12(4), pp.551–574.
Nyhan, R.C., 2000. Changing The Paradigm: Trust and Its Role in Public Sector
Organizations. American Review of Public Administration, 30(1), pp.87–109.
Oomsels, P. & Bouckaert, G., 2014. Studying Interorganizational Trust in Public
Administration. Public Performance & Management Review, 37(4), pp.577–604.
Available at: http://www.tandfonline.com/doi/full/10.2753/PMR1530-9576370403.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
Roscoe, 1975. Fundamental research statistics for the behavioral sciences
Tudela, F., Gupta, S. & Peeva, V., 2004. Institutional Capacity and Climate Actions.
OECD Papers, 4(2), pp.1–36. Available at:
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=buh&AN=12965466&site=
ehost-live.
UNDP, 2011. Governance Principles, Institutional Capacity and Quality. Towards
Human Resilience: Sustaining MDG Progress in an Age of Economic Uncertainty,
p.292. Available at: http://www.undp.org/content/dam/undp/library/Poverty
Reduction/Inclusive development/Towards Human
494
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Resilience/Towards_SustainingMDGProgress_Ch8.pdf.
Vangen, S. & Huxham, C., 2003. Nurturing Collaborative Relations: Building Trust in
Interorganizational Collaboration. The Journal of Applied Behavioral Science, 5(39),
pp.5–31.
Wasistiono, S., 2017. Paparan Analisis Eksistensi Bkpp Pada Saat Berlakunya UU
Nomor 23 Tahun 2014. Dipaparkan pada Rapat Kerja BKPP Se Jawa Barat 20
Februari 2017.
Wooldridge, J.M., 2013. Introductory Econometrics, South-Western, USA: Cengage
Learning.
495
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
DESWAN SYAM
(Widyaiswara Ahli Muda, Pusat PSDM Kemendagri Regional Bukittinggi,
HP.08116691505, Email: bgd.desyamko@gmail.com)
496
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban
dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk,
pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta
pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Pelayanan administrasi kependudukan adalah pelayanan administrasi dasar yang
dibutuhkan oleh setiap warga negara di Republik Indonesia. Pelayanan administrasi
kependudukan memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan
status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh
Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pelayanan administrasi kependudukan memberikan
kepastian hukum bagi setiap warga negara tentang penetapan tempat dan tanggal lahir,
status kewarganegaraan, status pernikahan, orang tua, anak, agama, kematian dan
informasi lainnya yang berkaitan dengan diri seorang warga negara. Dokumen-
dokumen produk pelayanan administrasi kependudukan seperti Akta Kelahiran, Kartu
Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akta Kematian, dan dokumen lainnya.
Jika seorang warga negara tidak mempunyai dokumen-dokumen tersebut di atas, maka
akan kesulitan untuk mendapatkan pelayanan publik lainnya yang dibutuhkan oleh
warga negara tersebut, termasuk perlindungan hukum.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dinas Dukcapil) Kabupaten Padang
Pariaman telah berhasil melaksanakan inovasi-inovasi pelayanan untuk memberikan
pelayanan administrasi kependudukan yang terbaik atau prima (excellent service)
kepada masyarakat Kabupaten Padang Pariaman khususnya,. Pada saat penelitian ini
dilakukan telah ada sebanyak 21 (dua puluh satu) buah inovasi yang berhasil
dilaksanakan di Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman. Keberhasilan ini telah
menjadikan Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman menjadi organisasi perangkat
daerah yang paling produktif menciptakan inovasi-inovasi di Kabupaten Padang
Pariaman. Oleh sebab itu, Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman telah banyak
mendapatkan apresiasi positif dan penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Padang
Pariaman, Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dan kementerian pemerintah pusat.
Beberapa penghargaan tersebut diantaranya adalah Juara I (pertama) ―Citra Pelayanan
Prima‖ dari Gubernur Sumatera pada tahun 2012. Pada tahun yang sama mendapatkan
penghargaan Menteri Dalam Negeri sebagai Dinas Dukcapil terbaik II (kedua) dalam
pemberian pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Pada Tahun 2016 dan Tahun
2018 mendapatkan Juara I (pertama) ―Inovasi Pelayanan Publik‖ tingkat Propinsi
Sumatera Barat. Mendapatkan kunjungan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara pada Tahun 2017. Sampai saat sekarang, Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten
Padang Pariaman (Informan kunci) sering diundang menjadi narasumber di berbagai
daerah di seluruh Indonesia dalam seminar inovasi daerah dan inovasi-inovasi
pelayanan administrasi kependudukan.
Sehubungan penjelasan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
proses implementasi kebijakan pelayanan prima administrasi kependudukan melalui
inovasi-inovasi pelayanan di Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman beserta
faktor-faktor pengaruhnya.
497
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Implementasi Kebijakan Publik
Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2005) mengemukakan implementasi
sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu, pejabat atau kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan. Sementara menurut Parsons (2005:15) kebijakan adalah seperangkat
aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik. Jadi, kebijakan publik merupakan
rangkaian kegiatan bernegara yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah
dalam mencapai tujuan politik tertentu. Implementasi kebijakan publik menurut Van
Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2005) adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
berdasarkan keputusan yang dibuat sebelumnya. Tindakan tersebut mencakup usaha
untuk mengubah keputusan menjadi tindakan yang operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan
besar maupun perubahan kecil yang ditetapkan oleh keputusan kebijakan. George C.
Edward III dalam Tahir (2011:96-109) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu
communication, resources, disposition, dan beureaucratic structure.
Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 mendefinisikan pelayanan publik sebagai
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.
Berkaitan dengan pelayanan publik dalam paradigma New Public service, Denhart
& Denhart dalam Bandu (2013) menegaskan bahwa ―public servants do not deliver
customer service, they deliver democracy‖. New Public Service lebih mengedepankan
partisipasi masyarakat dalam administrasi publik (pelayanan administrasi publik).
Masyarakat berada pada posisi warga negara (citizens) atau dapat diterjemahkan
sebagai pemilik negara yang harus dilayani oleh penyedia pelayanan (service
providers) yaitu institusi pemerintahan.
Inovasi
Inovasi (innovation) menurut kamus New Oxford American adalah ―membuat
perubahan pada suatu hal yang sudah ada, terutama dengan cara memperkenalkan
metode-metode baru‖. Scott D. Anthony (2016) dalam buku kecilnya ―The Little Black
Book of Innovation‖ memberikan pemahaman lebih sederhana tentang pengertian
inovasi yaitu ―something different that has impact‖ (sesuatu yang berbeda yang
mempunyai dampak). Menurut penjelasannya, makna kata ―berbeda‖ dipahami menurut
masing-masing orang, apakah itu seorang pelanggan, atasan, partner kerja atau teman
yang memandang dan merasakan perbedaan itu. Makna kata ―dampak‖ adalah suatu
hasil yang dapat diukur, apakah itu keuntungan, kinerja yang baik, pengaruh dalam
kehidupan seseorang atau justru hal yang sama sekali berbeda. Ia memberikan tips
atau kunci perbedaan yang membedakan ―seorang kreatif‖ dengan ―seorang innovator‖
adalah melaksanakannya.
498
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk melihat permasalahan
bagaimana implementasi kebijakan inovasi-inovasi pelayanan administrasi
kependudukan di Dinas Dukcapil Kabapaten Padang Pariaman. Metode kualitatif.
Bogman dan Taylor (dalam Moleong, 2005: 3) melihat bahwa metode kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan secara intensif
(observation), wawancara yang dilakukan mendalam (indepth interview) dan teknik
dokumentasi serta telaah kepustakaan. Wawancara dilakukan secara terbuka terhadap
Informan kunci (key informan) yaitu Muhammad Fadly, AP., M.M., kepala Dinas
Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman, dan juga wawancara kepada beberapa
pegawai Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman, serta beberapa masyarakat
yang membutuhkan pelayanan.
Teknik analisis data yang digunakan yaitu melalui tahapan reduksi data, dan
penyajian data dalam bentuk yang mudah dipahami. Data yang dikumpulkan
selanjutnya diproses dan disajikan dalam bentuk tulisan yang tersusun secara
sistematis. Dengan demikian data tersebut mudah dipahami dan memudahkan pula
dalam penarikan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Analisis interaktif
menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2008) yaitu: Collection, Reduction,
Display, dan Conclusion Drawing.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Kondisi Existing Organisasi Sebelum Perubahan
Pada akhir Tahun 2010, Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman berada
pada kondisi sistem darn mekanisme pelayanan administrasi kependudukan yang
sangat tidak teratur. Ruangan pelayanan sangat sibuk dan ribut pada waktu tertentu,
hampir menyamai kondisi pasar tradisional. Masyarakat pemohon selalu mengeluh
dengan hasil pelayanan yang diberikan oleh petugas pelayanan. Berdasarkan hasil
identifikasi informan kunci penyebab permasalahan dirumuskan sebagai berikut:
1. Sistem Antrian Masih Konvensional
Sistem antrian yang ada sangat konvensional, dimana masyarakat pemohon
menumpukkan berkas permohonannya di atas meja petugas pelayanan. Urutan
antrian adalah siapa yang datang pertama berkas permohonannya berada paling
atas, yang datang kedua berada dibawah dan seterusnya. Masyarakat berdiri dan
berdesakan di depan meja petugas pelayanan atau di sekitar berkas permohonan
yang ditumpuk. Hal ini terjadi karena masyarakat pemohon tidak ingin berkas
permohonannya ditimpa atau berada di bawah berkas permohonan yang baru
datang.
499
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
4
Rhenald Kasali, 2005, Change, hal 113, mengatakan bahwa untuk menghasilkan perubahan, pertama-tama
dibutuhkan kemampuan untuk melihat “seeing is believing”.
5
Ibid, “seeing but not believing”… Sebagian orang yang melihat ternyata tidak bergerak.
500
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Proses perubahan dimulai dengan melakukan internalisasi visi, misi dan nilai-nilai
pelayanan kepada seluruh pegawai Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman.
Kepala dinas menggambarkan visinya ke seluruh pegawai bahwa Dinas Dukcapil
Kabupaten Padang Pariaman harus lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Kepala dinas memberikan tantangan kepada seluruh pegawai untuk dapat
menciptakan 1 (satu) orang 1 (satu) inovasi pelayanan, sebagaimana tantangan Bupati
Padang Pariaman kepada seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk
dapat menciptakan 1 (satu) inovasi dalam 1 (satu) tahun di OPD-nya masing-masing.
Setelah delapan tahun berjalan, Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman
telah berhasil menciptakan inovasi pelayanan hingga mencapai 21 (dua puluh satu)
buah inovasi6. Bahkan, 3 (tiga) buah inovasi pelayanan akan dilakukan lounching pada
bulan Desember 2018. Sebagian besar inovasi pelayanan yang diciptakan berbasis
Information Technologi (IT), yang menjadi trend masyarakat kontemporer. Seluruh
inovasi pelayanan tersebut dikuatkan dengan sebuah Surat Keputusan Kepala Dinas
Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman.
2. Sumber Daya
Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman telah melakukan penataan sistem
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), untuk mendukung operasional inovasi
pelayanan yang sebagian besar berbasis IT. Mulai dari perencanaan dan
6
Nama-nama inovasi dapat dilihat dalam website : www.dukcapil.padangpariamankab.go.id
501
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
4. Struktur Birokrasi
Inovasi pelayanan administrasi kependudukan berbasis Information Technologi (IT),
hakikatnya telah memangkas jalur birokrasi pelayanan. Contohnya, masyarakat
mengadukan permasalahan pelayanan administrasi kependudukan melalui aplikasi
―Dukcapilceria Mobile‖, secara langsung permasalahan diterima oleh kepala dinas
dan beberapa pejabat melalui dashboard back office. Respon terhadap
permasalahan dilakukan dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam. Dinas Dukcapil
Kabupaten Padang Pariaman juga telah menyediakan Ruang Konsultasi dan
7
Ibid.
502
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Proses implementasi kebijakan pelayanan prima administrasi kependudukan
melalui inovasi-inovasi pelayanan di Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman telah
berjalan dengan baik. Proses yang cukup panjang untuk menciptakan inovasi
pelayanan hingga mencapai 21 (dua puluh satu) buah inovasi. Hal ini, tidak lepas dari
gaya kepemimpinan kepala dinas (informan kunci) yang visioner dan simpatik dalam
mengelola Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman, sehingga berhasil merubah
kondisi pelayanan administrasi kependudukan yang bermasalah menjadi kondisi
pelayanan prima.
Proses implementasi kebijakan inovasi-inovasi pelayanan mempunyai faktor-faktor
pendorong. Adapun faktor-faktor pendorong tersebut adalah
1. Komunikasi
Komunikasi yang dibangun dalam internal organisasi sangat efektif dan efisien
menggunakan teknologi android dengan inovasi aplikasi diciptakan sendiri. Rapat
evaluasi kinerja diselenggarakan hanya selama 15 menit setiap minggunya,
termasuk rapat pengambilan keputusan oleh Kepala Dinas. Publikasi dan informasi
inovasi pelayanan kepada masyarakat umum dilakukan dalam acara launching
inovasi pelayanan dan website resmi www.dukcapilpadangpariamankab.go.id.
Sistem informasi pelayanan publik juga didukung media sosial WhatsApp (WA),
Twiter, Facebook, Istagram dan Youtube, serta aplikasi ―Dukcapilceria Mobile‖.
2. Sumber Daya
Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman memiliki Sumber Daya Manusia
(SDM), yang kompeten dalam mendukung operasional inovasi pelayanan berbasis
IT. Publikasi kompetensi pegawai dilakukan agar masyarakat mengetahui bahwa
pegawai yang sedang melayaninya sangat kompeten di bidangnya.
Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pelayanan dalam membantu
implementasi inovasi-inovasi pelayanan mendapat dukungan dari Bupati Padang
Pariaman. Hal ini disebabkan pelayanan yang dilakukan Dinas Dukcapil Kabupaten
Padang Pariaman menunjukkan pada posisi mutu pelayanan A (terbaik) di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman.
503
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
mentaati aturan disiplin dan melanggar komitmen pegawai, nilai-nilai budaya kerja
secara tegas diberlakukan. Sebaliknya, pemberian penghargaan kepada pegawai
yang dianggap melakukan pelayanan terbaik juga dipublikasikan.
4. Struktur Birokrasi
Inovasi pelayanan administrasi kependudukan berbasis Information Technologi (IT)
dengan media sosial WhatsApp (WA), Twiter, Facebook, Istagram dan Youtube,
serta aplikasi ―Dukcapilceria Mobile‖, hakikatnya telah memangkas jalur birokrasi
pelayanan. Selain itu, Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman telah
membentuk 5 (lima) unit kerja pelayanan ―Gerai Dukcapil‖ untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. 3 (tiga) ―Gerai Dukcapil‖ ditempatkan di 3 (tiga)
wilayah kecamatan terjauh. 2 (dua) ―Gerai Dukcapil‖ khusus dibuka di Bangsal
Kebidanan Rusah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pariaman dan Rumah Sakit Islam
Asyiah Pariaman untuk memberikan pelayanan ―Anak Lahir, Pulang Membawa Akta
Kelahiran‖ (ALPABETA).
SARAN
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti merekomendasikan sebagai
berikut :
1. Meningkatkan jejaring kerja dengan Nagari-nagari (desa) dalam pendataan
penduduk sehingga masing-masing nagari mempunyai data base kependudukan
warga masyarakatnya. Selanjutnya, data base ini diolah untuk melengkapi data
base digital di Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman. Sehingga, pelayanan
administrasi kependudukan semakin lebih baik.
2. Menciptakan inovasi pelayanan administrasi kependudukan menggunakan teknologi
4.0. Menurut pendapat peneliti, jika data base digital warga telah sempurna maka
memungkinkan penggunaan teknologi 4.0 dalam pelayanan administrasi
kependudukan di Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman.
PUSTAKA
1. Anthony, D. Scott, The Little Black Book of Innovation, 2016, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
2. Freeman R. Edward, Strategic Management : Stakeholders Approach, 1984,
Pitman, Boston.
3. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, 2005, PT Remaja
Rosda Karya, Bandung.
4. Nugroho, Riant., Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, 2003,
Elex Media Komputindo, Jakarta.
5. Subarsono, AG., Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi, 2010,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
6. Wibawa, Samodra, Yuyun Purbokusumo, dan Agus Pramusinto., Evaluasi
Kebijakan Publik, 1994, PT Raja Grafindo, Jakarta.
7. Winarno, Budi, Teori dan Proses Kebijakan Publik, 2002, Media Pressindo,
Yogyakarta.
8. _____. Kebijakan Publik Teori dan Proses, 2007, Media Pressindo, Yogyakarta.
9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
504
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
505
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Ir. BAMBANG SUBAGIO, M.Si.
(Widyaiswara Ahli Utama, Pusat Kajian Dan Pendidikan Dan Pelatihan Aparatur
(PKP2A) I Bandung, HP.-, Email : aisbams@gmail.com)
Pengaruh partisipasi dan diskresi terhadap kualitas pelayanan publik pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bandung Barat
(DPMPTSP KBB). Permasalahan, meliputi: (1) pengaruh partisipasi terhadap kualitas
pelayanan publik, (2) pengaruh diskresi terhadap kualitas pelayanan publik, serta (3)
pengaruh partisipasi dan diskresi secara bersama-sama terhadap kualitas pelayanan
publik.
Fokus kajian, Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada DPMPTSP KBB, khusus izin lokasi
dan izin mendirikan bangunan, sebagai pelaksanaan program reformasi birokrasi,
diharapkan menjadi pengungkit (leverage) dalam penyelenggaraan implementasi
kebijakan pelayanan publik di daerah secara prima.
Kajian, dengan metode kuantitatif, memakai pendekatan explanatory. Sample populasi;
pegawai DPMPTSP KBB (aparatur birokrasi pelayan perizinan) dan stakeholders
penerima layanan, dengan teknik penarikan acak sederhana (sample random
sampling), berstrata proporsional untuk responden. Teknik analisis, untuk menjawab
hipotesis penelitian, dengan uji hubungan kausalitas. Data primer, dikumpul memakai
teknik survey (kuesioner) dan observasi.
Pengujian parsial, diharapkan dapat diketahui setiap variabel, pengaruhnya terhadap
kualitas pelayanan publik. Korelasi antara partisipasi dan diskresi terhadap kualitas
pelayanan publik. Dari kajian, diharapkan ada saran/rekomendasi agar implementasi
kebijakan PTSP dapat berkualitas, untuk meningkatkan kepuasan stakeholders,
sebagai pelaksanaan reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang
baik dan bersih, khususnya dalam pelayanan izin lokasi dan izin mendirikan bangunan.
506
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
A. PENDAHULUAN
Perubahan paradigma dalam lingkungan stratejik nasional dan internasional
yang dihadapi dewasa ini, mengisyaratkan adanya pembaharuan Sistem Kelembagaan
dan Ketatalaksanaan yang diikuti oleh tuntutan Peningkatan Kompetensi Sumber Daya
Manusia Aparatur Sipil Negara, dalam Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
yang Integritas, Inovatif, Profesional dan Peduli. Penyelenggaraan Pemerintahan dalam
program Reformasi Birokrasi, termasuk pelaksanaan Otonomi Daerah, mengacu pada
terselenggaranya Pelayanan Publik Berkualitas (Public Service Excellence),
Kepemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Governance) serta bebas dari
praktek KKN.
Pentingnya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat secara
partisipatif, akomodatif, transparan, akuntabel, adil, terpadu dan komprehensif,
pemerintah menerbitkan UU 20/2009 (Pelayanan Publik). Dalam hal ini, pemerintah
telah melakukan perubahan mendasar di bidang kelembagaan dan kepegawaian negeri
sipil, sebagai upaya memenuhi tuntutan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
(aparatur) dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Perubahan paradigma
yang terjadi, jika dahulu pemerintah adalah pihak yang dilayani, saat ini pemerintah
berfungsi sebagai yang melayani (Pelayan Publik).
Upaya peningkatan Kualitas Pelayanan Publik harus dilaksanakan oleh aparatur
pemerintah pada semua tingkatan (Pemerintah Pusat dan Daerah), secara konsisten
dan berkelanjutan, dengan memperhatikan kebutuhan, harapan dan kepuasan
masyarakat. Yaitu, pelayanan secara cepat, tepat, murah, terbuka, sederhana, mudah
serta tidak diskriminatif, dikenal dengan Pelayanan Prima (Excellence Service).
Ketentuan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sesuai Per-Pres 27/2009 dan
PerKa. BKPM-RI 12/2009 (Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal)
serta Per-Ka BKPM-RI 1/2009 (Tata Cara Pelaksanaan Pembinaan dan Pelaporan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal), namun Penyelenggaraan
Pelayanan Publik hingga saat ini belum berjalan sebagaimana diharapkan. Hal ini
terlihat dari masih adanya keluhan dan pengaduan masyarakat, baik secara langsung
kepada pemberi layanan, ombudsman maupun melalui media massa. Untuk
mengatasinya, diperlukan komitmen dan konsisten yang tegas serta jelas dari aktor
aparatur birokrat (pejabat dan staf), sebagai pelaksana pelayanan di garda depan
(Front Linner/Front Office) dalam Organisasi Pelayanan Publik (DPM-PTSP), untuk
lebih mengerti dan memahami Konsep Pelayanan Publik secara umum dan spesifik
teknis.
Suparmoko (2002:106)8, menjelaskan bahwa kinerja birokrasi, khususnya dalam
aspek pelayanan publik, menjadi isu yang sangat strategis, karena mempunyai
implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Dalam kehidupan ekonomi,
selain karena faktor kepastian hukum dan keamanan nasional, sumber daya aparatur
yang berkualitas dan diikuti dengan perbaikan kinerja birokrasi, dapat memperbaiki iklim
investasi. Sedangkan dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi, dapat
memberikan implikasi terhadap meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah (Trush). Dengan demikian, faktor yang menentukan keberhasilan
8
Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan Dan Pembangunan Daerah Ed 1. Yogyakarta:
Andi.
507
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pembangunan, bukan hanya pada ketersediaan faktor produksi, melainkan juga terletak
pada sumber daya aparaturnya.
Berkaitan pelayanan publik, sejak UU 25/2009 (Psl. 9 a.1) mengenai
penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu dan peraturan pelaksanaannya, serta Kep-
Men PAN 63/KEP/MPAN/ 2003 (Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik),
Per-MenDagri 24/2006 (Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu),
serta Surat Kep-Men PAN 81/ 1993 (Pelayanan Prima). Maka, sesuai data empirik hasil
survei/pengamatan di lapangan, masih terdapat pujian dan keluhan
masyarakat/pelanggan yang belum puas mendapatkan pelayanan publik. Ruang
lingkup pembahasan/kajian dibatasi pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Menurut Luthfi J.K. dan Mustafa L. (2017:171)9, tentang pelayanan publik:
Penyelenggaraan pelayanan publik hingga saat ini masih banyak mendapat
penilaian buruk dari rakyat penggunanya. Banyak kritikan ditujukan namun perbaikan
tak kunjung dilakukan. Adalah kewajiban pejabat-pejabat pemerintahan untuk
mereformasi mekanisme dalam memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan warga. Namun, pada Kenyataannya perubahan-perubahan yang terjadi
sepanjang era reformasi ini ternyata belum sepenuhnya mengubah tatanan kehidupan
masyarakat di bidang pelayanan publik. Harapan bahwa warga masyarakat bisa
memperoleh akses yang lapang ke arah pelayanan yang baik dan berkualitas masih
sangat jauh. Keluhan yang selama ini dilontarkan terkait dengan buruknya kinerja
pelayanan publik antara lain adalah lemahnya pelayanan dan kebijakan yang terkesan
tambal sulam. Regulasi kebijakan yang tersebar dalam banyak peraturan masih bersifat
sektoral, sehingga pelayanan publik di Indonesia berada pada kondisi yang belum
mudah dikelola (managable).
Berdasarkan hal di atas, maka permasalahan yang menarik untuk diteliti, terkait
pelayanan terpadu satu pintu. Baik dikalangan birokrasi/eksekutif (pembuat kebijakan),
legislatif, kaum intelektual di perguruan tinggi, lembaga Diklat Aparatur, LSM dan
swasta/dunia usaha. Masalah ini diperbincangkan mulai tingkat dunia (internasional)
dan nasional (pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan
desa/kelurahan), sampai ke forum/kelompok masyarakat bawah (grass roots).
Posisi ini terus memuncak, sejak diluncurkannya program di awal Pembangunan
Jangka Panjang Tahap Kedua, dikenal Pelayanan Terpadu Satu Atap (One Stop
Service), menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Stop Integrated Service),
bahkan Pelayanan Terpadu Satu Loket dan Mall Pelayanan Terpadu. Banyaknya
aturan tentang pelayanan publik, tapi kualitas pelayanan publik tidak bergerak kearah
yang lebih baik.
B. KAJIAN LITERATUR
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, pada dasarnya seluruh
proses pelayanan publik di bidang pelayanan administrasi publik, harus dilakukan
secara: baik, jujur, menyeluruh, terbuka, bertanggung jawab, pemberdayaan/partisipasi
masyarakat, efisien, efektif, tidak kaku namun lentur/luwes, bebas KKN dan
9
Luthfi J.K., Mustafa L. 2017. Hukum dan Kebijakan Publik (Perihal Negara, Masyarakat Sipil, dan
Kearifan Lokal dalam Perspektif Kesejahteraan). Cet. II. Malang: Citra Intrans Selaras.
508
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
berkelanjutan. Oleh para pejabat dan staf birokrat pelaksana teknis/garda depan, untuk
meningkatkan optimalisasi kualitas proses pelayanan publik yang dapat memberikan
manfaat dan kepuasan pelanggan (customers). Dalam pelayanan prima (memenuhi
kriteria indeks/survei kepuasan masyarakat), termasuk dalam menggunakan Sistem
Pelayanan Perizinan Secara Elektronik, sebagai sarana pelayanan publik yang efektif.
Berbagai teori/konsep/pendapat ahli tentang partisipasi, sebagai variabel
penelitian, adalah pendapat Arnstein (1969:216-223)10, yaitu Tingkat Partisipasi
meliputi: Manipulation (Memanipulasi), Therapy (Memulihkan), Informing
(Menginformasikan), Consultation (Merundingkan), Placation (Mendiamkan),
Partnership (Bekerjasama), Delegated Power (Pendelegasian Wewenang), dan Citizen
Control (Publik Mengontrol). Dengan pertimbangan bahwa dalam pengertian tersebut,
terdapat beberapa tingkatan partisipasi yang menurut peneliti cukup relevan dengan
situasi dan kondisi obyek penelitian.
Sedangkan berkaitan variabel diskresi, dari beberapa pendapat para ahli, adalah
menurut Sjachran Basah (1997:3)11, yaitu:
Tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai, melibatkan administrasi
negara di dalam melaksanakan tugas-tugas servis publiknya yang sangat
kompleks, luas lingkupnya, dan memasuki semua sektor kehidupan. Dalam hal
administrasi negara memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijakan-
kebijakan walaupun demikian sikap tindaknya itu haruslah dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun hukum.
Syachran Basah (1997:9)12, digunakan dalam variabel penelitian dengan
pertimbangan bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu diskresi adalah:
a. Ada karena adanya tugas-tugas public service (pelayanan publik) yang
diemban oleh administatur negara;
b. Dalam menjalankan tugas tersebut, para administratur negara diberikan
keleluasaan dalam menentukan berbagai kebijakan publik;
c. Berbagai kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral
maupun hukum, sesuai Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik.
Dengan adanya diskresi, produk hukum yang sudah ada dapat dikesampingkan,
namun hal ini bukan berarti dikesampingkannya sama sekali asas legalitas, karena
10
Arnstein, Sherry R. 1969. A Ladder Of Participation. Journal of the American Institute of Planners.
Volume 35, Issue 4 1969:216-223.
11
Sjachran Basah, 1997, Eksistensi dan Tolok Ukur Peradilan Administrasi Negara di Indonesia,
Bandung, Alumni.
12
Ibid
13
Muchsan, 1981, Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi
Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
509
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
asas legalitas tetap digunakan, hanya saja dalam pengertian yang lebih luas dan
fleksibel, serta tidak saja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang tertulis,
tetapi juga berdasarkan pada ketentuan hukum yang tidak tertulis.
Dengan diskresi (freies ermessen), maka administrasi negara dapat menjalankan
fungsinya secara dinamis dalam menyelenggarakan kepentingan umum, sehingga
dalam menghadapi hal-hal yang sifatnya penting dan mendesak yang aturannya belum
tersedia, administrasi negara atas inisiatifnya sendiri dapat langsung bertindak tanpa
menunggu instruksi lagi, sehingga administrasi negara dapat langsung dengan berpijak
kepada asas kebijaksanaan dan sifatnya spontan.
Dalam memperlancar implementasi kebijakan publik, ternyata kebijakan tersebut
dapat terjadi ―diskresi‖ berupa ―kebijaksanaan‖, seperti dijelaskan oleh Purwanto
(2012:179-180)14 sebagai berikut:
Diskresi yang diberikan kepada para birokrat garda depan merupakan
elemen penting untuk memberikan keleluasaan para birokrat tersebut dalam
menyesuaikan panduan implementasi kebijakan dengan realitas yang mereka
temui di lapangan. Diskresi diberikan dengan asumsi bahwa para pembuat
kebijakan memiliki informasi yang terbatas dan tidak lengkap tentang berbagai
hal yang berkaitan dengan: persoalan kebijakan yang akan dipecahkan,
karakteristik kelompok sasaran, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik di
masing-masing lokasi dimana kebijakan akan dimplementasikan. Berbagai
keterbatasan yang dimiliki oleh para pembuat kebijakan tersebut akan membuat
setiap kebijakan yang disusun menjadi tidak pernah sempurna. Artinya sebagus
apapun kebijakan tersebut coba dirumuskan akan tetapi ketika diimplementasi-
kan pasti akan menghadapi persoalan karena keterbatasan informasi
sebagaimana disebutkan tadi.
Ketidaksempurnaan kebijakan tersebut dapat termanifestasikan dalam
berbagai bentuk, seperti: petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis
(juknis) yang tidak sesuai dengan realitas yang dihadapi oleh pelaksana di
lapangan, asumsi-asumsi kebijakan yang tidak akurat, dampak negatif yang tidak
pernah diperkirakan apabila implementasi dilakukan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan (protap), dan berbagai persoalan lain yang muncul karena
panduan kebijakan dibuat dengan tidak sempurna. Dengan realitas yang
demikian, diskresi diberikan agar para birokrat garda depan mampu menambal
berbagai kelemahan bawaan suatu kebijakan.
14
Purwanto, Agus Erwan dan Dyah R. S. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta:
Gava Media. hal. 179-180.
15
Purwanto, Agus Erwan dan Dyah R. S. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya
di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
16
McDonald & Lawton, 1977. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
510
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
17
Salim & Woodward. 1992. Analisis Pelayanan Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
18
Gibson, James L. 1997. Organisasi. Jakarta: Erlangga.
19
Zeithaml, Valerie A., Parasuraman, A. & Berry, Leonard L.(1990) Delivering Quality Service, The Free
Press, New York, N.Y.
20
Bovaird, Tony dan Löffler, Elke. 2007. Understanding Public Management and Governance. New York:
Taylor and Francis Group.
21
Fenwick dan Mc Millan (2012). Research in Publik Service USA: Pearson Education. Governance.
New York: Taylor and Francis Group.
511
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
menjelaskan dalam konsep birokrasi terdapat istilah Street Level Bureaucracy (SLB).
Konsep SLB (birokrasi di level paling bawah/lapangan), berhubungan langsung di front
line dalam pelayanan kepada masyarakat, perannya sangat penting. Oleh karena itu,
praktik diskresi merupakan hal yang biasa dilakukan untuk mempermudah pemberian
layanan kepada masyarakat. Henderson, et all menyatakan bahwa:
Pemeriksaan saat ini dari dampak faktor-faktor tingkat individu pada kebijakan
yang dirasakan diskresi adalah satu langkah ke depan dalam proses itu.
Menyediakan layanan yang efisien dan efektif di garis depan pemerintah
(aparatur garda depan) bergantung pada komponen manusia dari organisasi,
dan cara dimana mereka memahami pilihan dan kerajinan perilaku berikutnya,
adalah yang paling penting bagi para sarjana dan praktisi pelayanan publik.
22
Henderson, Keith M, and Dwivedi,O.P, 1999, Bureaucracy and The Alternatives in World
Perspective, London : Macmilland Press Ltd.
23
Gouscos Dimitris, 2007, e-Government Laboratory, University of Athens, TYPA Buildings
Panepistimiopolis Ilission, GR-15784, Athens, Greece.
512
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
C. METODOLOGI
Metode yang dipakai, adalah kuantitatif dengan pendekatan exsplanatory dan
survey deskriptif. Soehartono (1995:33)24, menjelaskan bahwa metode eksplanatoris,
adalah suatu penelitian yang mempunyai tujuan untuk menguji hipotesis, yang
menyatakan hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih, dengan bias relatif
kecil dan meningkatkan kepercayaan. Sementara menurut Nazir (1985:63)25, survey
deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, dengan tujuan untuk
membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sebab-
sebab serta hubungan antar fenomena yang diteliti.
Sugiyono (2006:75)26, penggunaan desain kuantitatif berkaitan dengan tujuan
penelitian yang menganalisis dan menjelaskan pengaruh variabel bebas (independent
variables) terhadap variabel terikat (dependent variables). Penggunaan metode
exsplanatory, dikarena-kan penelitian ini menjelaskan keterpengaruhan antar variabel
pengujian hipotesis.
Sugiyono (2000:112)27, menerangkan bahwa statistik deskriptif, adalah statistik
yang digunakan untuk menganalisa data, dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul, sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi penelitian yang
dilakukan pada populasi (tanpa diambil sampelnya), jelas akan menggunakan statistik
deskripsi dan analisisnya. Tetapi bila penelitian dilakukan pada sampel, maka
analisisnya dapat menggunakan statistik deskriptif maupun internal. Statistik deskriptif,
dapat digunakan bila penelitian hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak
ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil.
Metode penelitian: 1). Pengumpulan data/informasi objektif yang
valid/sahih/akurat, aktual dan reliabel, dengan cara; a) Survey/observasi/pengamatan
lapangan (Field Research), pengumpulan data primer responden dengan kuesioner, b)
Data skunder berbagai dinas/ instansi terkait dan berbagai mass media/jaringan
internet/wibe site. 2) Analisis deskriptif masalah (pengolahan data), sesuai teori/konsep
dasar penelitian. 3) Tinjauan kepustakaan, mempelajari/review kajian
terdahulu/sebelumnya dan berbagai perpu yang relevan dengan pembahasan materi
penelitian. Pendalaman dengan analisis, interpretasi dan pembahasan.
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kompilasi data hasil kuesioner para responden, diperoleh
beberapa data informasi sebagai berikut:
24
Soehartono, Irawan. 1995. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan
Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
25
Moh. Nazir, 1985, Metode Penelitian, Cetakan ke-1, Jakarta : Ghalia Indonesia.
26
Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh, Bandung: CV. Alfabeta.
27
Sugiyono, 2000. Metoda Penelitian Administrasi. CV ALFABETA, Bandung.
513
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
3. CUKUP
Validitas. 65,99
BAIK
4. CUKUP
Validitas. 65,99
BAIK
514
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
representasi sedang, dimensi dasar pijakan sebesar 73.05% memiliki representasi baik,
dan dimensi validitas sebesar 65.99% memiliki representasi sedang.
CUKUP
Nilai Rata-rata Skor = 67,79
Sumber: Analisis Data, 2018 BAIK
Kualitas pelayanan memiliki nilai rata-rata 67.79%. Hal ini menunjukan bahwa
kualitas pelayanan publik memiliki representasi yang cukup baik. Dimensi dari kualitas
pelayanan publik dengan kategori yang cukup baik yaitu Tangibles, Responsiveness
dan Assurance. Dimensi lainnya kualitas pelayanan publik dengan kategori baik, yaitu
Reliability dan Empathy. Hal tersebut dapat terlihat dari persentase yang diperoleh dari
setiap dimensi.
Sesuai hal di atas, dalam meningkatkan investasi di Kabupaten Bandung Barat,
sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Diperlukan pelayanan perizinan
secara terpadu satu pintu pada DPMPTSP, yang mampu mengakomodir pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi, penyelenggaraan PTSP. Penulis tertarik, mengkaji kondisi
tersebut, secara mendalam dan berkelanjutan, sesuai beberapa konsep/teori dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga dapat memberi masukan untuk
peningkatan kualitas pelayanan publik oleh DPMP-TSP KBB di bidang Izin Lokasi dan
IMB.
515
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Rekomendasi
a. Diperlukan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, sesuai PerMenPAN
13/ 2009 Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi
Masyarakat. Masyarakat diikutsertakan sejak Pembahasan dan Penetapan
Kebijakan Standard Pelayanan, Maklumat/Janji Pelayanan dan Evaluasi
Pelayanan oleh DPMPTSP KBB.
b. Perlu dilengkapi dengan kebijakan/ketentuan peraturan teknis operasional, untuk
kelancaran dan efektifitas pelaksanaan diskresi, sesuai UU No. 30/2014
(Administrasi Pemerintahan). Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat
Pemerintahan yang berwenang. Setiap penggunaan Diskresi Pejabat
Pemerintahan, bertujuan: a). Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; b).
Mengisi kekosongan hukum; c). Memberikan kepastian hukum; dan d. Mengatasi
stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan
kepentingan umum.
c. Untuk pelaksanaan diskresi yang berkualitas, perlu dilengkapi ketentuan
peraturan, seperti: Peraturan daerah tentang Penataan Ruang (Review RTRWK,
RDTRK dan RTRK, Kawasan Strategis Perkotaan/Perdesaan/Lainnya), sebagai
pedoman/acuan dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang aplikatif,
akomodatif, dan efektif, dalam mempertimbangkan pemberian izin lokasi dan
IMB, untuk kegiatan penanaman modal.
d. Peningkatan kualitas teknologi informasi dan komunikasi, untuk mendukung
tugas pokok dan fungsi DPMPTSP. Sehingga tercipta asas, prinsip dan
pemenuhan standar pelayanan publik sesuai Kep-MenPAN No.
63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik. Termasuk transparansi komunikasi informasi pelayanan sesuai UU
14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
e. Peningkatan kualitas SDM aparatur pendukung lembaga pelayanan terpadu,
sebagai pelaksanaan reformasi birokrasi. SDM aparatur harus kompeten dan
profesional, diterapkan sistem ‖reward/insentif and punishment/disinsentif‖. Untuk
meningkatkan kompetensi SDM aparatur, dapat mengikuti Diklat Teknis sesuai
Perka LAN RI No. 10/ 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat
Pelayanan Publik.
516
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
F. REFERENSI:
1. Arnstein, Sherry R. 1969. A Ladder Of Participation. Journal of the American
Institute of Planners. Volume 35, Issue 4 1969:216-223.
2. Bovaird, Tony dan Löffler, Elke. 2007. Understanding Public Management and
3. Fenwick dan Mc Millan (2012). Research in Publik Service USA: Pearson
Education.
Governance. New York: Taylor and Francis Group.
4. Gibson, James L. 1997. Organisasi. Jakarta: Erlangga.
5. Gouscos Dimitris, 2007, e-Government Laboratory, University of Athens, TYPA
Buildings Panepistimiopolis Ilission, GR-15784, Athens, Greece.
6. Henderson, Keith M, and Dwivedi,O.P, 1999, Bureaucracy and The
Alternatives in World Perspective, London: Macmilland Press Ltd.
7. Luthfi J.K., Mustafa L. 2017. Hukum dan Kebijakan Publik (Perihal Negara,
Masyarakat Sipil, dan Kearifan Lokal dalam Perspektif Kesejahteraan). Cet. II.
Malang: Citra Intrans Selaras.
8. Mc Donald & Lawton, 1977. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
9. Moh. Nazir, 1985, Metode Penelitian, Cetakan ke-1, Jakarta: Ghalia Indonesia.
10. Muchsan. Beberapa catatan penting hukum administrasi negara dan peradilan
administrasi negara di Indonesia. Liberty. Yogyakarta. 1981.
11. Purwanto, Agus Erwan dan Dyah R. S. 2012. Implementasi Kebijakan Publik:
Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media. hal. 179-180.
12. Salim & Woodward. 1992. Analisis Pelayanan Publik. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
13. Sjachran Basah. 1997. Ilmu Negara: Pengantar, Metode, dan Sejarah
Perkembangan. Jakarta: Citra Aditya.
14. Soehartono, Irawan. 1995. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian
Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
15. Sugiyono, 2000. Metoda Penelitian Administrasi. CV ALFABETA, Bandung.
16. Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh, Bandung: CV.
Alfabeta.
17. Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan Dan Pembangunan
Daerah Ed 1. Yogyakarta: Andi.
Zeithaml, Valerie A., Parasuraman, A. & Berry, Leonard L. (1990) Delivering Quality
Service, The Free Press, New York, N.Y.
517
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Rusdiana Yuliarti
Kinerja lembaga pemerintah pada era Reformasi Birokrasi sangat penting untuk
mencapai pemerintahan yang baik di sektor publik. Peningkatan kinerja lembaga
pemerintah akan berdampak pada peningkatan kinerja suatu negara sehingga
pemerintah terus mendorong berbagai upaya dalam meningkatkan kinerja pegawai
dalam rangka mewujudkan pemerintahan berbasis kinerja. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Data dan informasi dikumpulkan dari berbagai sumber
menggunakan studi literatur, dokumen, wawancara dan metode observasi di lokasi
penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah para pegawai di
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang berjumlah
1823 orang. Penentuan jumlah sampel mengacu pada pendekatan formula Slovin,
dimana yang dianjurkan sebanyak 326 orang responden. Metode yang digunakan
dalam pengambilan sampel adalah metode purposive sampling. Analisis data
menggunakan metode analisis deskriptif. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kepemimpinan etis, kepemimpinan partisipatif, modal psikologis, kinerja
pegawai, kepercayaan organisasi, dan komitmen organisasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua variabel penting untuk mengembangkan kinerja pegawai
pemerintah di Indonesia. Selain itu, para aparatur pemerintah harus diberikan
peningkatan melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan profesionalisme
mereka.
518
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Kinerja pegawai yang berkualitas merupakan suatu kebutuhan untuk mendorong tata
pemerintahan yang baik. Pegawai yang berkinerja baik akan berdampak pada
peningkatan kinerja institusi. Peningkatan kinerja institusi pemerintah akan berdampak
pada peningkatan kinerja pemerintah. Kinerja pemerintah yang baik akan dapat
memberikan layanan kepada masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan
dalam penyelenggaraan pemerintah.
Kinerja pegawai negeri sipil sering menjadi fokus berbagai pihak. Faktor penyebabnya
adalah kinerja yang masih rendah. Masalah kinerja pegawai pemerintah tidak akan
pernah membaik jika masalah yang ada tidak pernah sepenuhnya diselesaikan.
Masalah lain di sektor publik juga masih banyak ditemukan pegawai yang sudah lama
bekerja dan sudah menjelang pensiun masih minim mengikuti perkembangan
kompetensi. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan kompetensi masih sangat
minim dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas aparatur (Lembaga
Administrasi Negara, 2017).
Kualitas tata kelola pemerintahan Indonesia di kancah global masih tergolong rendah,
bahkan tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga di ASEAN, seperti Thailand,
Malaysia, dan Singapura. Kualitas tata kelola tersebut, salah satunya dipengaruhi oleh
kualitas aparaturnya, seperti integritas, kompetensi, kinerja, netralitas, dan budaya
melayani. Tabel 1 di bawah ini menyajikan perbandingan kinerja pemerintah Indonesia
dengan beberapa negara di kawasan ASEAN.
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa kinerja pemerintah Indonesia adalah yang keempat
di negara ASEAN setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Indeks kemudahan
berusaha Indonesia pada tahun 2016 berada pada ranking 91 dengan skor 61,52,
kemudian indeks daya saing nasional periode 2016-2017 berada pada rangking 41
dengan skor 4,52, serta indeks persepsi korupsi tahun 2015 berada pada rangking 88
dengan skor 36.
519
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
No. Target Indikator 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Target
Baseline 2014
2. Peningkatan Integritas Pusat 6,64 6,2 7,1 6,86 7,37 7,22 8,0
kualitas Pelayanan
pelayanan Publik Daerah 6,46 5,3 6,0 6,3 6,82 n.a. 8,0
publik
kepada Peringkat Kemudahan 122 121 129 116 120 114 75
masyarakat Berusaha
3. Peningkatan Indeks Efektivitas -0,29 -0,20 -0,25 -0,29 n.a. n.a. 0,5
kapasitas Pemerintahan
dan
akuntabilitas Instansi Pusat 47,40 63,3 82,9 95,1 94,05 98,76 100
kinerja Pemerintah
birokrasi yang Provinsi 3,8 31 63,3 75,8 84,85 87,88 80
Akuntabel
(%) Kab/ 5,1 8,8 12,8 24,4 30,3 44,90 60
Kota
520
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
*) mulai tahun 2012 skor indeks persepsi korupsi berubah dari skala 1-10 menjadi 1-100
Sumber : Road Map Reformasi Birokrasi RI 2015-2019
No. Target Indikator 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Target
Baseline 2014
2. Peningkatan Integritas Pusat 6,64 6,2 7,1 6,86 7,37 7,22 8,0
kualitas Pelayanan
pelayanan Publik Daerah 6,46 5,3 6,0 6,3 6,82 n.a. 8,0
publik
kepada Peringkat 122 121 129 116 120 114 75
masyarakat Kemudahan
Berusaha
521
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Akuntabel
Kab/ 5,1 8,8 12,8 24,4 30,3 44,90 60
(%)
Kota
*) mulai tahun 2012 skor indeks persepsi korupsi berubah dari skala 1-10 menjadi 1-100
Sumber : Road Map Reformasi Birokrasi RI 2015-2019
Berdasarkan Tabel 3, pembangunan bidang aparatur negara diarahkan pada tiga
sasaran reformasi birokrasi, yaitu birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang
efektif dan efisien, dan birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas. Arah
kebijakan dari sasaran pertama meliputi indikator opini WTP atas lapotan keuangan
baik di tingkat kementerian/lembaga dengan target 95 persen, provinsi dengan target
85 persen, kabupaten dengan target 60 persen, dan kota dengan target 65 persen.
Selanjutnya, tingkat kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah/APIP dan tingkat
kematangan implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah/SPIP dengan target
skor 3. Instansi pemerintah yang akuntabel (skor Baik/B atas Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintahan/SAKIP) pada level kementerian/lembaga dengan target
85 persen, pada level provinsi dengan target 75 persen, dan kabupaten/kota dengan
target 50 persen.
Selanjutnya, penggunaan e-Procurement terhadap belanja pengadaan dengan target
30 persen. Sasaran kedua dari reformasi birokrasi ini memiliki indikator indeks
reformasi birokrasi rata-rata nasional dengan target skor 75 untuk
kementerian/lembaga, 60 untuk provinsi, dan 45 untuk kabupaten/kota. Kemudian,
indeks profesionalitas ASN dengan target skor 86, dan indeks e-Government nasional
dengan target skor 3,4 untuk kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota.
Sasaran ketiga dari reformasi birokrasi ini mempuyai indikator indeks integritas nasional
dengan target skor 9 untuk integritas pelayanan publik di pusat dan target skor 8,5
untuk untuk integritas pelayanan publik di daerah. Selanjutnya, survei kepuasan
masyarakat (SKM) dengan target 95 persen dan kepatuhan pelaksanaan UU
Pelayanan Publik (predikat kepatuhan tinggi/zona hijau) dengan target 100 persen
untuk kementerian/lembaga dan provinsi, 80 persen untuk kabupaten/kota. Semua hal
itu merupakan target pencapaian kinerja pemerintah untuk periode 2015-2019.
Menurut Menpan RB Asman Abnur, masalah mendasar aparatur sipil negara adalah
kinerja mereka yang masih rendah. Untuk meningkatkan kinerja birokrasi Indonesia,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mulai
mengambil langkah konkrit. Langkah-langkah konkrit termasuk sistem manajemen
pekerja berdasarkan performance base manajemen dan kelembagaan. Melalui
performance base, Kemenpan RB mendorong nilai hasil evaluasi instansi pemerintah
dengan nilai minimal B dengan skor 65-75. Fakta saat ini bahwa nilai evaluasi masih
didominasi oleh nilai C dengan skor 30-50. Sementara melalui kelembagaan adalah
menyederhanakan kelembagaan. Organisasi diatur sesuai dengan beban kerja untuk
menciptakan organisasi yang berdayaguna. (Sugiyanto, 2017).
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan penerapan
manajemen kinerja pada sektor publik yang sejalan dan konsisten dengan penerapan
reformasi birokrasi, yang berorientasi pada pencapaian outcomes dan upaya untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
522
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
523
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pegawai juga diharuskan untuk bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang
melekat pada mereka di kantor. Faktor-faktor ini akan mendorong kinerja pegawai.
Park, Miao, Kim (2015) mendefinisikan bahwa kinerja pegawai sebagai perilaku yang
dikendalikan oleh sistem penghargaan formal dan merupakan bagian dari persyaratan
yang dijelaskan dalam deskripsi pekerjaan. Perilaku kinerja pegawai mengacu pada
kinerja pegawai dalam hal pekerjaan mereka. Perilaku kinerja pegawai dipengaruhi oleh
faktor psikologis pegawai. Kinerja pegawai dipengaruhi secara positif oleh pemenuhan
kontrak psikologis mereka. Ketika pegawai merasa bahwa mereka terlalu khawatir
tentang kontrak psikologis, mereka akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik.
Secara garis besar berdasarkan penelitian sebelumnya, berbagai gaya kepemimpinan
terlihat memiliki dampak pada kinerja pegawai. Penelitian ini berfokus pada gaya
kepemimpinan etis dan kepemimpinan partisipatif. Brown, Trevino dan Harrison (2005)
mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan etis adalah perilaku pemimpin sesuai
dengan norma yang berlaku dalam berbagai tindakan baik sebagai pribadi maupun
sebagai pemimpin dalam organisasi. Gaya kepemimpinan etis membangun hubungan
interpersonal dengan para pegawai dan mempromosikan perilaku tersebut kepada
pegawai lainnya melalui komunikasi dua arah, penguatan, dan pengambilan keputusan.
Pimpinan mendorong pegawai untuk meniru sikap dan perilakunya dalam melakukan
berbagai tugas dalam organisasi.
Avey, Wernsing dan Palanski (2012) berpendapat bahwa faktor-faktor kepemimpinan
tidak hanya dilihat sebagai serangkaian perilaku peran yang dibutuhkan pemimpin
dalam suatu organisasi, tetapi juga sebagai proses positif di mana pengikut mereka
menciptakan nilai, sikap, dan perilaku. Gaya kepemimpinan etis berhubungan positif
dengan psikologi pegawai di tempat kerja, seperti kepuasan kerja, motivasi, dan
komitmen organisasi, melalui pemberdayaan. Ketika pegawai melihat tindakan
pemimpin mereka sebagai tindakan yang adil dan berintegritas, pegawai akan
menerapkan nilai-nilai yang dipegang oleh para pemimpin tersebut dalam kehidupan
pribadi mereka.
Park, Kim dan Song (2015) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan etis semakin
meningkat dan menonjol dalam penelitian kepemimpinan. Beberapa studi
mengungkapkan bahwa pemimpin adalah kepemimpinan yang berdasarkan nilai dan
etika. Gaya kepemimpinan etis membangun kepercayaan dan mendorong kredibilitas
pegawai dan rasa hormat pegawai terhadap pimpinan dan organisasi. Faktor-faktor ini
akan mendorong pertumbuhan iklim yang baik dalam organisasi dan berdampak pada
kinerja pegawai.
Gaya kepemimpinan partisipatif juga mendorong peningkatan kinerja pegawai. Miao,
Newman, Schwarz dan Xu (2013) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan partisipatif
mengacu pada gaya yang melibatkan bawahan dalam proses pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan dalam organisasi. Gaya kepemimpinan partisipatif menciptakan
partisipasi pegawai yang positif di sektor publik. Para pegawai memiliki sikap positif
terhadap perencanaan kerja dan pencapaian kinerja yang ingin dicapai. Pada akhirnya
mereka akan menggunakan berbagai kemampuan yang mereka miliki untuk mencapai
kinerja tersebut.
524
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Park, Miao dan Kim (2015) berpendapat bahwa kepemimpinan partisipatif bertujuan
untuk meningkatkan keterlibatan aktif pegawai dengan memberi mereka sejumlah besar
kebijaksanaan, perhatian, pengaruh, dukungan, informasi, dan sumber daya lainnya,
dan untuk berbagi masalah dengan berkonsultasi terlebih dahulu sebelum membuat
keputusan. Gaya kepemimpinan partisipatif juga akan memberi ruang kepada pegawai
untuk mengekspresikan dan menyalurkan ide maupun pendapat dalam perencanaan
awal. Kondisi ini mendorong pegawai untuk lebih aktif dalam bekerja. Pegawai juga
memiliki wadah untuk menyampaikan berbagai kendala yang mungkin menjadi
tantangan dalam bekerja.
Faktor lain yang mendorong peningkatan kinerja pegawai adalah modal psikologis.
Probst, Gailey, Jiang dan Bohle (2017) mendefinisikan modal psikologis sebagai
kekuatan pribadi yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugasnya saat bekerja.
Empat komponen kekuatan tersebut terdiri dari self-efficacy, harapan, daya tahan, dan
optimisme. Self-efficacy berarti bahwa keyakinan pegawai dimana dirinya mampu
melaksanakan tugas yang diemban. Kombinasi dari keempat komponen ini membentuk
modal psikologis bagi pegawai dalam bekerja. Modal psikologis memiliki implikasi
penting bagi organisasi karena secara langsung berkaitan dengan cara pekerja
bertindak dan berpikir dalam organisasi mereka. Pada akhirnya akan mempengaruhi
efektivitas pegawai dalam peran mereka dan seberapa sukses mereka dapat
berkontribusi pada organisasinya.
Polatci dan Akdogan (2014) menyebutkan bahwa ada hubungan positif antara modal
psikologis dengan kinerja pegawai. Pegawai yang memiliki modal psikologis yang tinggi
akan melakukan upaya lebih besar untuk mencapai kesuksesan dan biasanya
berkinerja lebih baik. Pegawai yang mempunyai modal psikologis secara khusus
memiliki tekad dan menghasilkan banyak solusi untuk masalah (harapan), memiliki
referensi internal dan harapan positif terhadap hasil (optimisme), dan menanggapi
secara konsisten dan positif terhadap kesulitan dan hambatan (ketahanan). Dengan
demikian, modal psikologis dapat meningkatkan upaya pegawai untuk berhasil dan
mencapai tujuan serta berkinerja lebih baik.
Faktor kepercayaan organisasi juga mempengaruhi kinerja pegawai. Biswas dan Kapil
(2017) berpendapat bahwa kepercayaan organisasi sebagai pengakuan atas bantuan
yang diterima oleh pegawai dari organisasinya yang pada gilirannya mengarah pada
keyakinan yang diharapkan akan menyenangkan di masa depan. Penelitian yang
dilakukan oleh Park, Miao dan Kim (2015) menunjukkan bahwa kepercayaan organisasi
memiliki dampak pada peningkatan kinerja pegawai. Demikian pula, penelitian yang
dilakukan oleh Bouckenooghe, Zafar dan Raja (2015) juga menegaskan bahwa ada
pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pegawai yang memiliki komitmen organisasi akan mengarahkan berbagai upaya
untuk mencapai kinerja maksimal saat bekerja.
Faktor komitmen organisasi juga akan berdampak pada peningkatan kinerja pegawai.
Patiar dan Wang (2016) mendefinisikan komitmen organisasi dibangun berdasarkan
asumsi bahwa individu dapat membentuk keterikatan dengan organisasi tempat mereka
bekerja. Keterikatan ini dicirikan oleh niat untuk tetap berada di dalam organisasi
dengan cara mengidentifikasi nilai dan tujuan serta kemauannya untuk memberikan
upaya dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi
525
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
526
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Dalam bab ini, penulis menjelaskan tentang variabel yang diamati dalam penelitian ini.
Variabel tersebut yaitu kepemimpinan etis, kepemimpinan partisipatif, modal psikologis,
kinerja pegawai, kepercayaan organisasi dan komitmen organisasi. Kepemimpinan etis
dan kepemimpinan partisipatif sebagai gaya kepemimpinan yang mungkin untuk
diimplementasikan di sektor publik.
1. Kepemimpinan Etis
Park, Miao dan Kim (2015) berpendapat bahwa perbedaan kunci dari kepemimpinan
etis adalah penekanannya pada perspektif moral yang diinternalisasi, orang yang
bermoral, dan manajer moral, dan pada pengaruh yang diidealkan. Karakteristik ini
sangat penting untuk menginternalisasi nilai pegawai di sektor publik. Gaya
kepemimpinan ini juga akan meningkatkan kualitas kinerja pegawai. Para pemimpin
memberikan contoh yang benar tentang bagaimana menyelesaikan pekerjaan kepada
bawahannya dengan cara yang etis
Butts and Rich (2008) berpendapat bahwa etika adalah masalah penting bagi
organisasi, dan seorang pemimpin etis akan memperjuangkan etika dan memotivasi
orang lain untuk bertindak secara etis. Dalam hal ini, para pemimpin etis dapat menjadi
model peran dan menggunakan kekuatan mereka secara positif untuk mempengaruhi
bawahannya di tempat kerja. Pemimpin harus menciptakan lingkungan kerja yang etis
dan ramah bagi semua pegawai, mengkomunikasikan masalah etika, bertanggung
jawab, dan menjadi teladan bagi para pegawai, kepemimpinan etis melibatkan
memimpin dengan cara yang menghormati hak dan martabat orang lain. Para
pemimpin juga akan menghormati bawahannya di tempat kerja.
Park, Miao dan Kim (2015) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan etis terdiri dari dua
dimensi, yaitu moral person dan moral manajer. Moral manajer secara sadar berusaha
untuk menumbuhkan perilaku moral para pengikut mereka dengan menetapkan standar
moral dan harapan yang jelas dan dengan menciptakan aturan dasar untuk perilaku
moral. Pimpinan melakukan penyebaran nilai-nilai yang dianut kepada para
pegawainya. Sedangkan dimensi moral person adalah perilaku pimpinan yang
527
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
528
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
dalam proses pengambilan keputusan. Mereka lebih suka konsultasi tentang arah, dan
berusaha untuk membangun konsensus di antara anggota tim. Berdasarkan hal teoritis
tersebut, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kepemimpinan partisipatif
akan berdampak positif terhadap kinerja pegawai.
3. Modal Psikologis
Modal psikologis sangat penting bagi pegawai di tempat kerja. Probst, Gailey, Jiang,
dan Bohle (2017) berpendapat bahwa modal psikologis adalah konstruksi multifaset
yang terdiri dari empat kekuatan kepribadian positif, yaitu self-efficacy, harapan,
ketahanan dan dan optimisme. Modal psikologis penting karena secara langsung
berkaitan dengan cara di mana pegawai bertindak dan berpikir dalam organisasi
mereka. Ini, pada gilirannya, berdampak pada efektivitas pegawai dalam peran mereka
dan seberapa sukses mereka dapat berkontribusi pada organisasi mereka
Harapan adalah keadaan motivasi positif yang didasarkan pada rasa sukses yang
diperoleh secara interaktif. Pegawai yang memiliki harapan untuk bekerja akan
melakukan lebih banyak upaya untuk mencapai tujuannya dalam bekerja. Akibatnya,
harapan bisa menjadi bantuan yang efektif bagi pegawai di tempat kerjanya. Self-
efficacy didefinisikan sebagai keyakinan pegawai terhadap kemampuannya untuk
berhasil mengatur dan melaksanakan tanggung jawabnya di kantor. Self-efficacy yang
tinggi dapat menyangga efek negatif dari ketidakamanan pekerjaan terhadap kinerja,
karena individu yang tinggi dalam self-efficacy dapat merasakan bahwa mereka
memiliki kapasitas untuk berhasil mengatasi tantangan potensial kehilangan pekerjaan.
Ketangguhan adalah kapasitas psikologis positif untuk bangkit kembali atau bangkit
kembali dari kesulitan, konflik, dan kegagalan atau bahkan peristiwa positif, kemajuan,
dan tanggung jawab yang meningkat. Dimensi optimisme/optimism adalah keyakinan
para pegawai untuk mampu mencapai hasil yang positif dalam bekerja dan mencapai
tujuan yang diinginkan.
Rabenu, Yaniv dan Elizur (2016) menemukan bahwa hubungan positif antara modal
psikologis dan kinerja pegawai. Modal psikologis pegawai mempromosikan upaya untuk
berhasil dan mencapai tujuan, yang pada gilirannya mungkin mengarah pada kinerja
yang lebih baik. Modal psikologis yang tinggi akan berdampak pada kinerja pegawai
yang tinggi. Tho, Phong dan Quan (2014) menemukan bukti dalam penelitiannya bahwa
modal psikologis meningkatkan kinerja pegawai. Berdasarkan hal teoritis tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa modal psikologis akan berdampak
positif pada kinerja pegawai.
4. Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai didefinisikan sebagai aktivitas spesifik dan dituangkan ke dalam
deskripsi kerja pegawai, yang kemudian dimandatkan, dinilai, dan diberikan oleh
organisasi. Sejumlah aturan dan prosedur membuat perilaku kerja dapat diprediksi,
sehingga kegiatan utama organisasi dapat dikoordinasikan dan dikendalikan untuk
mencapai tujuan organisasi. Keterampilan pegawai dan keahlian untuk mengelola
kegiatan dan aturan kerja merupakan komponen penting dari variasi dalam kinerja
organisasi (Onne dan Nicco, 2004).
529
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kinerja pegawai sangat penting untuk memastikan kualitas layanan publik dalam satu
lembaga pemerintah. Saat ini, permintaan publik untuk kinerja organisasi sektor publik
yang profesional dan akuntabel semakin meningkat. Salah satunya adalah layanan
publik sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Layanan yang transparan
dan bertanggung jawab. Untuk mengetahui apakah organisasi publik dikelola dengan
baik adalah untuk menilai kinerja pegawai. Hal ini penting bagi organisasi sektor publik
untuk meningkatkan kualitas layanan publik. Pengukuran kinerja juga dapat berfungsi
sebagai patokan untuk keberhasilan kualitas layanan publik yang tersedia.
Park, Kim and Song (2015) menemukan bahwa kepemimpinan etis ditemukan memiliki
hubungan positif yang signifikan dengan kinerja pegawai. Persepsi pegawai tentang
kepemimpinan etis secara positif memengaruhi kinerja mereka. Kepemimpinan etis
meningkatkan kinerja pegawai dengan memotivasi mereka secara psikologis. Dalam
hal ini, kepemimpinan etis memainkan peran penting dalam mempromosikan
kepemilikan psikologis dan pada gilirannya mempengaruhi kinerja pegawai
5. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi terdiri dari tiga dimensi, yaitu afektif, berkelanjutan, dan normatif.
Pemimpin yang berorientasi pada integrasi meningkatkan harga diri dan aktualisasi diri,
dan memenuhi kebutuhan tingkat tinggi mereka, yang juga akan meningkatkan tingkat
komitmen pegawai. Pemimpin integratif meningkatkan komitmen organisasi dengan
mendelegasikan tugas dan tugas untuk memberdayakan pegawai mereka, yang
merupakan anteseden penting dari komitmen.
Indarti, Solimun, Fernandes dan Hakim (2017) berpendapat bahwa komitmen
organisasi adalah komitmen seseorang terhadap pegawai di organisasinya di mana dia
bekerja. Komitmen seseorang terhadap organisasi adalah salah satu aspek utama yang
menjaga kelangsungan organisasi. Komitmen organisasi pegawai yang tinggi mengarah
pada tingkat kinerja yang tinggi. Selain itu, seseorang yang memiliki komitmen tinggi
terhadap organisasi cenderung tetap menjadi anggota untuk waktu yang relatif lama.
Komitmen organisasi pegawai akan berdampak pada kinerja pegawai yang tinggi di
tempat kerja.
Gelderen dan Bik (2015) berpendapat bahwa ada dukungan pengembangan komitmen
tiga dimensi. Mereka adalah komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen
normatif. Komitmen yang efektif adalah daya tarik emosional pegawai, identifikasi dan
keterlibatan dalam organisasi. Dimensi kedua adalah komitmen keberlanjutan adalah
komitmen berdasarkan kerugian yang terkait dengan pelepasan pegawai organisasi. Ini
karena hilangnya senioritas pada promosi atau manfaat. Dimensi ketiga adalah
komitmen normatif adalah perasaan kewajiban untuk tetap berada di dalam organisasi
sebagaimana mestinya; tindakan seperti itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.
Komitmen organisasi afektif pegawai berkorelasi positif dengan hasil seperti kinerja
pekerjaan dan perilaku kewargaan organisasional dan secara negatif dengan
perputaran, ketidakhadiran, stres, dan konflik kerja-keluarga. Pegawai yang memiliki
komitmen organisasi terhadap organisasinya akan meningkatkan kinerjanya.
Selanjutnya, penelitian oleh Malhotra dan Mukherjee (2004) mengungkapkan bahwa
komitmen afektif adalah penting dalam menentukan kualitas layanan yang diberikan
oleh pegawai kepada para pemangku kepentingan mereka.
530
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
6. Kepercayaan Organisasi
Kepercayaan organisasi adalah deskripsi kemampuan yang ditunjukkan oleh organisasi
untuk memenuhi komitmen organisasi kepada pegawainya (Pasewark dan Stawser,
1996). Kepercayaan didefinisikan sebagai komponen kognitif dari sikap. Kepercayaan
dapat didasarkan pada bukti ilmiah, berdasarkan prasangka, atau oleh intuisi. Apakah
seseorang percaya atau tidak pada fakta tertentu tidak mempengaruhi potensi
kepercayaan untuk membentuk sikap atau mempengaruhi perilaku.
Teori ini menunjukkan bahwa ketika anggota organisasi lebih diperlakukan secara adil,
diberi lebih banyak otonomi, dan lebih didukung secara emosional, mereka akan
bereaksi dengan mengembangkan sikap organisasi yang positif dan memberikan
kinerja yang lebih baik (Miao, Newman, Schwarz dan Xu, 2013). Kepercayaan
meningkatkan komunikasi dan akuntabilitas di antara anggota organisasi dengan
meningkatkan kualitas hubungan, mengurangi jarak psikologis, meningkatkan kinerja
organisasi, dan membuat interaksi positif menjadi mungkin. Pembentukan jaringan
kepercayaan telah dianggap sebagai faktor inti untuk kelangsungan hidup dan
kelangsungan hidup organisasi (Jones dan George, 1998).
Kepercayaan organisasional adalah harapan para operator suatu organisasi
kompetensi, keadilan, niat baik, dan perilaku rasional dari pihak lain dalam organisasi
(Robbins, 2010). Kepercayaan adalah konsep multidimensi dan memiliki dimensi yang
berbeda. Makna yang berbeda dikutip untuk kepercayaan dalam teks yang berbeda.
Kepercayaan mencakup makna seperti keandalan, prediktabilitas, kapasitas,
kompetensi, keahlian, niat baik, manajemen terbuka, minat, penerimaan, dan
sebagainya. Perhatian pada konsep kepercayaan mulai tumbuh selama tahun 1980-an,
dan konsep ini dipelajari dari perspektif yang berbeda. Kepercayaan didefinisikan
sebagai mempercayai orang lain karena kita bergantung pada orang lain untuk
mencapai tuntutan kita. Kepercayaan adalah fenomena dinamis yang bergantung pada
interaksi berbagai faktor yang dapat efektif dalam membangun kepercayaan. Dalam
definisi kepercayaan interpersonal, tiga elemen harus dipertimbangkan, yaitu potensi
efek kognitif, ketergantungan, dan rasa aman.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dan informasi dikumpulkan dari
berbagai sumber menggunakan studi literatur, dokumen, wawancara dan metode
observasi di lokasi penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kepemimpinan etis, kepemimpinan partisipatif, modal psikologis, kinerja pegawai,
kepercayaan organisasi dan komitmen organisasi.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan berdasarkan kajian literatur, observasi dan wawancara
beberapa pegawai di sektor publik yang telah bekerja lebih dari 10 tahun dan menjadi
pegawai struktural minimal eselon IV. Berdasarkan wawancara dengan beberapa
pegawai di sektor publik. Umumnya, pegawai menyukai gaya kepemimpinan di sektor
publik yang mempromosikan nilai dan etika di tempat kerja. Menurut pendapat mereka,
531
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
gaya kepemimpinan yang mempromosikan nilai dan etika di ruang kerja akan
berdampak pada iklim kerja yang dinamis dan saling menghormati di antara pegawai.
Di sisi lain, pegawai juga menyukai gaya kepemimpinan yang melibatkan partisipasi
pegawai dalam pekerjaan. Berdasarkan pendapat mereka, partisipasi pegawai sangat
penting untuk meningkatkan tanggung jawab mereka di tempat kerja.
Gaya kepemimpinan yang baik juga akan berdampak pada peningkatan kinerja
pegawai. Gaya kepemimpinan yang baik akan berdampak pada peningkatan hubungan
pegawai dengan pemimpin mereka. Hubungan yang baik akan berdampak pada saling
percaya antara pemimpin dan bawahannya. Saling percaya dan hubungan timbal balik
akan berdampak pada kinerja pegawai. Pemimpin akan akan membantu bawahannya
untuk memecahkan masalah di tempat kerja.
Berdasarkan teori dan hasil observasi, kami menyarankan bahwa, kepemimpinan etis
akan berdampak pada kinerja pegawai. Pemimpin perlu memberdayakan pegawai
untuk meningkatkan komitmen organisasi pegawai. Komitmen organisasi juga akan
berdampak pada kinerja pegawai. Selain itu, pemberdayaan organisasi juga berdampak
positif terhadap kinerja pegawai. Model konseptual dapat ditunjukkan pada gambar di
bawah ini.
Kepemimpinan
Modal
Etis
Psikologis
Kepercayaan Kinerja
Organisasi Pegawai
Kepemimpinan Komitmen
Partisipatif Organisasi
KESIMPULAN
Gaya kepemimpinan etis berdasarkan beberapa penelitian berpengaruh pada kinerja
pegawai. Penelitian ini dilakukan untuk menguji lebih lanjut pengaruh kepemimpinan
etis terhadap kinerja pegawai, menggunakan kepercayaan organisasi, modal psikologis,
dan komitmen organisasi di Indonesia. Penelitian ini melahirkan rekomendasi di bidang
teoritis untuk menambah literatur penelitian tentang kepemimpinan etis, kepercayaan
organisasi, modal psikologis, komitmen organisasi, dan kinerja pegawai. Gaya
532
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Gaya kepemimpinan partisipatif juga penting untuk menyatukan partisipasi pegawai di
tempat kerja. Parsipasi pegawai dalam perencanaan dan implementasi sangat penting
untuk meningkatkan pegawai secara bertanggung jawab dan rasa memiliki terhadap
pekerjaan mereka. Bentuk penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
sangat penting dalam sektor publik untuk meningkatkan kinerja pegawai di tempat
kerja. Implikasi dari penelitian ini adalah pelatihan tentang gaya kepemimpinan baik
kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan etis merupakan kebutuhan sektor publik
Indonesia saat ini
Pustaka:
Avey, J. B., Wernsing, T. S., & Palanski, M. E. (2012). Exploring the process of ethical
leadership: the mediating role of employee voice and psychological ownership. Journal
of Business Ethics, 107, 21–34.
Biswas, S., & Kapil, K. (2017). Linking perceived organizational support and organizational
justice to employees‘ in-role performance and organizational cynicism through
organizational trust: a field investigation in India. Journal of Management Development,
36 (5), 696-711.
Bouckenooghe, D., Zafar, A., & Raja, U. (2015). How ethical leadership shapes employees‘ job
performance: the mediating roles of goal congruence and psychological capital. Journal
Business Ethics, 129, 251–264.
Brown, M. E., Treviño, L. K., & Harrison, D. (2005). Ethical leadership: A social learning
perspective for construct development and testing. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 97(2), 117–134.
Butts, J. B., & Rich, K. L (2008). Nursing ethics: across the curriculum and into practice second
edition. UK: Jones and Bartlett Publisher.
Gelderen, B. R. V., & Bik, L. W. (2015). Affective organizational commitment, work engagement
and service performance among police officers. Policing: An International Journal of
Police Strategies and Management, 39 (1), 206-221.
Indarti, S., Solimun, S., Fernandes, A. A. R., & Hakim, W. (2017). The effect of OCB in
relationship between personality, organizational commitment and job satisfaction to
performance. Journal of Management Development, 1-12.
Jones, G. R., & George, J. M. (1998). The experience and evolution of trust: implications for
cooperation and teamwork. Academy of Management Review, 23 (3), 531–546.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. (2017). Road map
reformasi birokrasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi 2017-2019. Jakarta: Kemendesa.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2015). Road map
reformasi birokrasi 2015-2019. Jakarta: Kemenpan RB.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2015). Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun
2015 tentang Pedoman evaluasi atas implementasi sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah. Jakarta: Kemenpan RB.
533
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Lembaga Administrasi Negara (2017). Reformasi ASN Sebagai Tuntutan Global. Seri
Reformasi Birokrasi. Nomor: 008/DKK.PN/2017.
Malhotra, N. and Mukherjee, A. (2004), The relative influence of organisational commitment and
job satisfaction on service quality of customer-contact employees in banking call-
centers, Journal of Services Marketing, 18 (3), 162-174.
Miao, Q., Newman, A., & Huang, X. (2014). The impact of participative leadership on job
performance and organizational citizenship behavior: distinguishing between the
mediating effects of affective and cognitive trust. International Journal of Human
Resource Management, 25 (20), 2796–2810.
Miao, Q., Newman, A., Schwarz, G., & Xu, L. (2013). Participative leadership and the
organizational commitment of civil servants in China: The mediating effects of trust in
supervisor. British Journal of Management, 24 (1), 76–92.
Onne, J. & Nico W. V. Y. (2004). Employee‘s goal orientations, the quality of leader – member
exchange, and the outcomes of job performance and job satisfaction. Academy of
Management Journal, 47 (3), 368–384.
Park, C. H., Kim, W., & Song, J. H. (2015). The impact of ethical leadership on employees‘ in-
role performance: The mediating effect of employees‘ psychological ownership. Human
Resource Development Quarterly, 26 (4), 385-408.
Park, S. M., Miao, Q., & Kim, M. Y. (2015). The role of leadership behaviors for enhancing
organizational effectiveness in the Chinese public sector. International Review of Public
Administration, 20 (2), 153–176.
Pasewark, W.R., & Stawser, J.R. (1996). The determinants and Outcomes Associated with Job
Insecurity in a Professional Acounting Environment, Behavioral Research in Accounting,
8, 91-113.
Patiar, A., & Wang, Y. (2016). The effects of transformational leadership and organizational
commitment on hotel departmental performance. International Journal of Contemporary
Hospitality Management, 28 (3), 586-608.
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
Piccolo, R. F., Greenbaum, R., Hartog, D. N. D., & Folger, R. (2010). The relationship between
ethical leadership and core job characteristics. Journal of Organizational Behavior, 31,
259–278.
Polatci, S., & Akdogan, A. (2014). Psychological capital and performance: the mediating role of
work family spillover and psychological well-being. Business and Economics Research
Journal, 5(1), 1–15.
Probst, T. M., Gailey, N. J., Jiang, L., & Bohle, S. L. (2017). Psychological capital: buffering the
longitudinal curvilinear effects of job insecurity on performance. Safety Science, 30, 1-9.
Rabenu, E., Yaniv, E., & Elizur, D. (2016). The relationship between psychological capital,
coping with stress, well-being, and performance. Current Psychology.
Rehman, S., Qingren, C., Latif, Y., & Iqbal, P. (2017). Impact of psychological capital on
occupational burnout and performance of faculty members. International Journal of
Educational Management, 31 (4), 1-12.
Robbins, S. (2010). Principles of organizational behavior (Danaeefard & Alvani, Trans.). Termeh
Publications.
Sugianto, Danang (2017). Blak-blakan MenPAN RB soal kinerja PNS.
https://finance.detik.com/wawancara/3522331/blak-blakan-menpan-rb-soal-kinerja-pns.
Januari 3, 2018.
Tho, N. D., Phong, N. D., & Quang, T. H. M. (2014). Marketers' psychological
capital and performance: the mediating role of quality of work life, job effort and job
attractiveness. Asia-Pacific Journal of Business Administration, 6 (1), 36–48.
534
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Cucu Supriyatna
ABSTRAK
535
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Salah satu konsep birokrasi yang tidak tepat lagi dipraktekkan pada era
pemerintahan modern adalah sistem hirarki yang memberikan otoritas tanpa batas
kepada organisasi atau pejabat birokrasi untuk mengatur bawahannya dan keharusan
bawahan untuk mematuhi secara non reserve kepada atasannya (feodalisme). Di lain
pihak, ketidak seimbangan antara kewenangan, hak dan tanggung jawab PNS juga
merupakan salah satu faktor penyebab tindakan praktek pada berbagai organisasi
pemerintah yang berakibat pada menurunnya kinerja birokrasi yang mengakibatkan
kredibilitas birokrasi dipertaruhkan. Di antara berbagai isu yang paling dirasakan oleh
masyarakat adalah rendahnya kualitas pelayanan publik, Sejumlah PNS masih banyak
kebingungan dalam pekerjaan akibat tidak ada perincian tugas yang menjadi tugasnya
sehingga justru memperburuk citra PNS (PR, 29 Agustus 2017), Rendahnya perhatian
dan pembinaan pimpinan kepada pegawai sehingga pegawai bekerja seadanya tanpa
kreatifitas dan inovasi, rendahnya tingkat disiplin yang ditandai dengan tingginya tingkat
absensi dan mangkir. Karena itu tidak mengherankan apabila dikatakan bahwa kualitas
PNS di Indonesia tertinggal di negara ASEAN lain dibawah Filipina, Thailand, Malaysia,
dan Singapure. Bahkan Singapore menjadi Negara dengan kualitas dan kinerja PNS
terbaik ke dua dunia. Data World Economic Forum dalam Global Human Capital Refort
2017 menunjukan Indonesia berada di peringkat ke tujuh besar dari sepuluh Negara
ASEAN. termasuk terburuk bersama Vietnam dan India, sebagaimana diindikasikan
oleh hasil survai Political and Economic Risk Consultancy 2003 dan The World
Competitiveness 2003, yang dikeluarkan oleh Institute for Management Development
(IMD), (Kwik Kian Gie, 2003;21).
Paradigma profesionalisme PNS saat ini menuntut Pegawai Negeri Sipil untuk
mampu melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Hal ini hanya bisa ditempuh dengan melaksanakan
learning organization (organisasi pembelajaran), yaitu peningkatan kemampuan literasi,
kualitas system pendidikan, training, dan pendidikan vocation
Masalah relevansi pendidikan dan pelatihan (Diklat) sebagai cerminan dari mutu
pelayanan diklat yang rendah setidaknya disebabkan oleh dua alasan, yaitu:
Pertama, praktek diklat yang dirasakan selama ini terlalu teoritis dan kurang
sinergis. diklat kurang membumi dalam praktek kehidupan kerja nyata. Diklat tidak
mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat (aspek sosiologis), falsafah bangsa
(aspek filosofis), hakikat peserta diklat (aspek psikologis), dan hakikat pengetahuan
(aspek bidang ilmu) kurang sinergis. Seharusnya keempat aspek tersebut harus
dipadukan secara sinergis dalam satu sistem kehidupan nyata (real life system) yang
lebih bermakna (meaningful), sehingga dapat mengembangkan manusia yang tidak
hanya mempunyai pola pikir yang tinggi, tetapi diikuti pula oleh daya rohani, fisik dan
sosial yang tinggi pula.
Kedua, terjadinya mismatch implementasi diklat dengan kebutuhan kehidupan
Lembaga kediklatan formal seperti unit/bagian dan kekaryaan yang tinggi berjalan
pragmatis. Bahkan cenderung paradok di mana alat kontrol yang tidak jelas terutama
pada system pembiyaan yang bersumber pada APPBN atau APBD hanya sebatas
536
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
537
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
538
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
disebabkan rekruitmen pendidikan dan pelatihan pimpinan III dan IV belum didasarkan
kepada research and development, fit and propertest, seleksi jenjang karir yang benar.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kontribusi Budaya organisasi, Diklat,
serta Kompetensi aparatur terhadap peningkatan kinerja pimpinan. Kinerja pegawai
dalam jabatan merupakan hal yang harus segera dibenahi. Perlunya sinergi
penanganan antara peningkatan kualitas SDM Aparatur dengan mengadakan Diklat
yang tepat dengan melalui penelitian dan pengembangan agar kompetensinya
meningkat, perbaikan Budaya Organisasi dengan terwujudnya kebijakan yang kondusif,
serta kinerja pimpinan dalam pegawai dalan jabatan yang tepat (the right man in the
right job) untuk peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.
KAJIAN LITERATUR
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Quality Management
(TQM) salah satu kaidah dalam metode humanistik adalah belajar dan berubah
(learning to Change) maknanya adalah berusaha belajar untuk melakukan perubahan
artinya diperlukan perbaikan terus menerus. kaidah tersebut merupakan landasan
utama dalam TQM. Sebab TQM atau total manajemen mutu, merupakan pendekatan
praktis dan strategis dalam menjalankan roda organisasi dengan memfokuskan pada
kepuasan pelanggan.
Total Quality Management (TQM) dapat dianggap sebagai metode alternatif
dalam peningkatan mutu kinerja Pendidikan dan pelatihan. Rowley (1995)
mengartaikan TQM sebagai a management phylosopy embracing all activities through
which the needs and expectations of the customers and the community, and the
objective of organization are satisfied in the most efficient and cost-effective way by
maximing the potential of all employees in a continuiting driver for improvement.
Berpedoman pada Total uality Management (TQM) dalam pendidikan dan
pelatihan beberapa hal pokok yang perlu mendapat perhatian. Pertama perbaikan terus
menerus (continous Improvement) yaitu pihak pengelola lembaga diklat harus
mengadakan perbaikan-perbaikan secara kontinyu terhadap komponen diklat. Kedua
menentukan standar mutu (quality assure) yaitu standar mutu lulusan yang memiliki
standar dipersyaratkan, meliputi standar kurikulum, standar evaluasi sebagai alat ukur
mencapai standar kemampuan dasar. Ketiga perubahan kultur (change of culture),
menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen oprasional. Keempat perubahan
organisasi (upside-down organization) yaitu perubahan sistem atau struktur yang
melambangkan hubungan-hubungan kerja struktur organisasi. Misalnya struktur
tradisional dari atas kebawah ; senior manager, middle manager, teacher manager dan
support staf. sedang struktur baru, kedaanya terbalik dari atas kebawah berturut-turut;
learner, team,teacher, adn support, staf dan leader.
Relevansi Qality Manajemen (TQM) dengan pendidikan dan pelatihan pada
diklat penjenjangan pada pemerintahan daerah memiliki ciri-ciri ideal suatu birokrasi
pemerintahan dapat dikategorikan dalam enam kelompok, yaitu : pengembangan
sistem, pengembangan kelembagaan, peningkatan kinerja dan penciptaan citra positif
dengan sorotan khusus pada pendekatan struktural, perubahan budaya organisasi,
peningkatan kemampuan, perubahan orientasi dan prilaku (Sondang P. Siagian,
2000;22).
539
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
540
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
541
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu penelitian yang
mengambil sampel dan populasi dengan menggunakan kuesioner dan wawancara
sebagai alat pengumpul data utama. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan,
manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas tetapi individual atau
kelompok dan menggunakan angka-angka. Beberapa pertanyaan yang mengarah pada
penelitian deskriptif (Sukmadinata, 2007).
Selanjutnya dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada masalah pendidikan dan
pelatihan, kompetensi, budaya organisasi dan kinerja pimpinan III.
1) korelasi antara Diklat dan kompetensi budaya organisasi terhadap peningkatan
kinerja pimpinan III di Pemda Kabupaten Bandung.
2) Dampak Diklat, kompetensi dan budaya organisasi terhadap peningkatan kinerja
pimpinan III di Pemda Kabupaten Bandung.
3) Dampak kompetensi terhadap peningkatan kinerja pimpinan III di Pemda
Kabupaten Bandung.
4) Dampak kompetensi, budaya organisasi dan Diklat pada peningkatan kinerja
pimpinan III di Pemda Kabupaten Bandung.
Populasi dalam penelitian ini adalah Pejabat Esselon III Pemda Kabupaten
Bandung berjumlah 63 orang dengan yang tersebar di beberapa SKPD pemerintahan
Kabupaten Bandung. Dengan berbagai. Sedangkan Teknik sampling yang digunakan
berupa Simple Random Sampling (SRS ), yaitu teknik pengambilan sampel dari semua
responden yang memiliki peluang sama. Jumlah sampel yang digunakan adalah
seluruh sampel lokal local sampling random yaitu berjumlah 63 orang atau responden
pada Pemda kabupaten Bandung.
1. Analisis Data
Untuk mengukur variable yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
penyebaran kuesioner kepada responden. Kepada setiap jawaban diberi skor, dengan
tingkat pengukuran ordinal. Adapun konversi skor jawaban positif : sangat setuju 5,
setuju 4, tidak ada tanggapan 3, tidak stuju 2 dan sangat tidak setuju 1. Dan jawaban
negative adalah sebaliknya
Statistic yang akan digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah analisis jalur (inferiental statistics) yang mensyaratkan skala
pengukuran interval. Oleh karena itu, sebelum dilakukan analisis skala ordinal akan
dinaikan terlebih dahulu ke dalam skala interval. Untuk menaikan skala digunakan
Method of Successive interval ( Rasyid, 1994:131).
1. Perhatikan banyaknya responden yang memberikan respon yang ada (f)
2. Membagi setiap bilangan pada frekuensi dengan jumlah responden sehingga
diperoleh proporsi.
3. Menjumlahkan proporsi secra berurutan sehingga diperoleh proporsi kumulatif.
4. Dari proporsi komulatif dicari nilai Z, dengan menggunakan table distribusi normal.
5. Dari nilai Z, dicari nilai density dengan menggunakan table ordinal distribusi normal.
6. Menghitung Scala Value (SV) dengan rumus :
542
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Keterangan :
Density at Lower Limmit : Kepadatan Batas Bawah
Density at Upper Limit : Kepadatan Batas Atas
Area Under Upper Limit : Daerah di Bawah Batas Atas
Area Under Lower Limit : Daerah di Bawah Batas Bawah
7. SV yang dinilai kecil diubah menjadi sama dengan satu (1), kemudian SV yang lain
ditambah dengan nilai pengubah tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukan SV yang
baru (skala interval ) dengan rumus
Y = SV + SV min +
1
Keterangan :
SV = Scale Value
Y = hasil perhitungan dalam ukuran interval
Di dalam proses penghitungannya penulis menggunakan program excel.
2. Pengujian Hipotesis
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa penelitian ini digunakan analisis statistic
untuk menguji pengaruh pendidikan dan pelatihan, kompetensi, dan budaya
organisasi terhadap kinerja pimpinan III di lingkungan Pemda Kabupaten
Bandung.adapun model hubungan antar variabel yang akan dianalisis Nampak
pada diagram jalur berikut
X1
€
r x1 Pyx1
x2
r x1 x3
Pyx2 Y
X2
r x2
Pyx3
x3
X3
543
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
544
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: 1) secara simultan pengaruh
pendidikan dan pelatihan kompetensi aparatur memberikan sumbangan pengaruh
terhadap budaya organisasi, sedangkan secara parsial pendidikan dan pelatihan
memberikan sumbangan pengaruh signifikan dan kompetensi aparatur terhadap
budaya organisasi. 2) secara simultan pendidikan dan pelatihan kompetensi aparatur
dan budaya organisasi memberikan sumbangan pengaruh signifikan, sedangkan
secara parsial pendidikan dan pelatihan memberikan sumbangan pengaruh signifikan,
kompetensi aparatur dan budaya organisasi memberikan sumbangan pengaruh
signifikan terhadap kinerja pimpinan III pada Pemda Kabupaten Bandung. Sebagai
konsekuensi logis dari simpulan maka penulis mengemukakan implikasi sebagai
berikut:
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung seharusnya lebih mengutamakan
kompetensi yang dimiliki oleh setiap pegawai dalam menentukan kinerja
pimpinan III agar didasarkan pada research and development, test and property,
rekruitmen, seleksi dan penempatan calon pejabat secara terencana, terbuka,
terintegrasi secara prosedural, komitmen dari para pejabat pembuat keputusan
dan tetap memperhatikan efektivitas dan efisiensi sehingga akan tercapai
produktivitas yang tinggi guna meningkatkan pelayanan prima yang
mengutamakan kepentingan dan kepuaan bagi masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat sesuai dengan visi, misi dan tujuan pembangunan pada pemerintah
Kabupaten Bandung.
545
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat diajukan rekomendasi-
rekomendasi penelitian sebagai berikut:
1. Bahwa idealnya pendidikan dan pelatihan, seharusnya berpengaruh positif
terhadap peningkatan kinerja pimpinan, tetapi demikian dari hasil peneilitian
menunjukan kontribusi pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja pimpinan III
menunjukan tingkat signifikansi kecil. Untuk itu maka pendidikan dan pelatihan
diperlukan perencanaan, analisis kebutuhan, analisis spesifikasi tugas, melalui
research and development, fit and propertest, rekuitment, seleksi dan placement
yang jelas dalam penetapan calon pejabat khusus pada eselon III dengan cara
terbuka,akuntabel, profesional, produktif (efektif dan efisien) sehingga
mendorong dan menghasilkan para lulusan yang yang produktif, kompeten, dan
mampu berdaya saing pada masa akan datang. Selain dari pada itu isi kurikulum
perlu penyesuaian antara teori dengan praktek dimana secara teori lebih banyak
memfokuskan pada kemampuan kognitif kurang memperhatikan aspek praktek,
serta aspek pengajar atau widyaiswara harus benar-benar yang memiliki
spesifikasi standar yang ditetapkan, kecenderungan banyak para pejabat
struktural mengajar padahaal itu bukan kewenangan dan tanggung jawabnya.
2. Kondisi kompetensi kerja pegawai sangat mempengaruhi kinerja pejabat
pimpinan III. Tetapi kenyataan, hasil penelitian menunjukan adanya kontribusi
kompetensi pegawai yang masih rendah. Berdasarkan temuan bahwa tingkat
pelayanan pada masyarakat yang belum memuaskan. Hal ini nampak dari
pengetahuan, ketrampilan, disiplin, motivasi upaya peningkatan kerja kurang
baik, manajemen dan metode kerja yang kurang profesioanl, penggunaan biaya
yang besar, keterlambatan waktu penyelesian pekerjaan , dan rendahnya
penguasaan sistem dan teknologi
3. Kondisi budaya organisasi sebagai penentu keberhasilan organisasi sangat
mempengaruhi kinerja pimpinan III. Tetapi kenyataan hasil penelitian
546
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
547
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
DAFTAR PUSTKA
Akdon, Hadi Sahlan. (2005). Aplikasi Statistik Metode Penelitian untuk Administrasi &
Manajemen. Bandung. Dewa Ruchi.
Bernadin, H.J. dan Russel J.EA. (1993). Human Resource Management. Singapore :
McGraw Hill, Inc
Certo, Samuel. C. Modern Management. New Jersey : rentice-Hall International, Inc
Covey, Stephen R., (1997). 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif (The Seven
Habbits Of Highly Effective People). Jakarta. Binarupa Aksara.
Creswell, J.W (1994). Research Design, Qualitative and Quantitative Approach.
California – London-New Delhi : Sage Publication , Inc.
Departemen Dalam Negeri. (1974), Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999, tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian. Jakarta : Depdagri.
Departemen Dalam Negeri. (2004). Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta : 2004
Departemen Dalam Negeri. (2002 b). Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000
Tentang Pengangkatan Jabatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
StrukturalPendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. . Jakarta,
Depdagri
Departemen Dalam Negeri. (2002, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah Nomor 893.3/268/sj. Pedoman Penyelengaraan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan . Jakarta. Depdagri
Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Pendidikan dan Pelatihan. (2007). Prinsip-
Prinsip Manajemen Pelatihan. Jakarta :Depdiknas
Dessler Gary. (1997). Human Resource Management. Edition. CaliforniaPrentice
Hall International. Inc.
Dharma, A. (1992). Manajemen Perilaku Organisasi : Pendayagunaan Sumber Daya
Manusia Jakarta : Erlangga.
Flippo, Edwin. B. (1984) Personnel Management, Six Edition. Singapore : McGraw-Hill
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, (1996), Perilaku, Struktur, Proses Organisasi, alih
Bahasa Jilid 1 dan 2 Andrian Nunuk, Jakarta, Binarupa Aksara
Hasibuan, Malayu, (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara..
Lembaga Administrasi Negara. (2004), Keputusan Lembaga Administrasi Negara No. I
tahun 2004 : Tentang Pedoman Seleksi Calon Peserta Pendidikan Dan Pelatihan
Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat I, II, III, dan IV. Jakarta. LAN
Mudhyaharjo, Redja. (2002). Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Moekijat. (1991). Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja. Bandung. Pionir
Jaya.
Mulyasana, Dedy, (2011), Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Bandung. Rosda
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I, LAN RI. (2006), Analisis
Kebutuhan Diklat Di Daerah, Bandung
548
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I, LAN RI . (2008). Diklat Aparatur.
Menuju Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Aparatur, Bandung :
P2PkP1 LAN RI
Rivai, Veithzal. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari
Teori ke Praktek. Jakarta :Murai Kencana
Rowe Alan. J, Dickel, Karl. E. (1989). Strategic Management A. Methodological
Approach. California : Addition-Wesley Publishing Company
Schuler Randal, S.Jackson Susan E. (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia
Menghadapi Abad ke 21, Alih Bahasa. Jakarta. Erlangga
Sedarmayanti. (2004). Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan
Produktivitas Menuju Good Governance (kepemrintahan Yang Baik), Bandung.
Mandar Maju
Siagian, Sondang, P. (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta. Reineka
Cipta
Siagian, Sondang, P. (2003). Filsafat Administrasi. Jakarta. Bumi Aksara
Sinungan, Muchdarsyah. (2000). Produktivitas Apa Dan Bagaimana. Jakarta. Bumi
Aksara
Soleh, Chabib (2011). Menilai Kinerja Pemerintah Daerah. Bandung. Fokusmedia
Sudjana, (1982). Metoda Statistika. Bandung. Tarsito.
Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
R&D. Bandung. Alfabet
Sutermeister, Robert A. (1976). People and Productivity. New York. McGraw-Hill Book
Company
Sutrisno Edy. (2010). Budaya Organisasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
549
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
550
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Budi Setiawan dan Iwan Kurniawan
Penelitian ini mengkaji tentang kesiapan dari sisi kapasitas dan kapabilitas kepala desa
dan hambatan dalam pengelolaan perangkat desa yang memiliki peranan sebagai
salah satu pelaksana teknis ADPD di desa bersangkutan. Tujuan dari penelitian ini ingin
mengetahui kapasitas dan kapabilitas bagaimana kepala desa dan perangkat desa
mengelola dan mengatur kebijakan pemerintahan di wiayahnya dan hambatan yang
dihadapi serta upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
serta mengatasi hambatan yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode campuran yaitu gabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kapasitas dan kapabilitas kepala desa di enam
kecamatan di Kabupaten Bandung cukup baik dan beberapa hambatan yang terjadi
terdapat pada bahan baku yaitu kurangnya kemampuan pembuatan dokumen
perencanaan dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Alokasi Dana Perimbangan
Desa (ADPD). Upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan kompetensi dan
mengatasi hambatan perangkat desa dalam pengelolaan ADPD yaitu melibatkan
semua elemen dari Tim Pendamping ADPD Kabupaten, Kecamatan, dan Desa untuk
memotivasi, membina, berkoordinasi, serta mengevaluasi terhadap peningkatan
kapasitas dan kapabilitas kepala desa dalam menjalankan kebijakan pemerintahan
desa.
Kata kunci: kapasitas dan kapabilitas, kompetensi, kepala desa dan perangkat desa
551
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Pemerintah menyadari bahwa pembangunan yang telah dilakukan tidak merata dan
hanya berpusat di wilayah perkotaan saja. Kesadaran ini melahirkan pemikiran bahwa
desa harus diberikan kewenangan untuk menentukan arah pembangunannya sendiri.
Berkenaan dengan penting dan mendesaknya pelaksanaan pembangunan di desa
maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang
memberikan keleluasaan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Salah
satu kebijakan yang diatur dalam Undang-undang tersebut adalah berkenaan
keleluasaan anggaran bagi desa dimana telah ada pengaturan anggaran yang akan
dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat untuk Pemerintah Desa. Dalam rangka percepatan
pembangunan Pemerintah Desa bebas memilih dan menentukan prioritas
pembangunan yang akan dilaksanakan di wilayahnya masing-masing.
Alokasi Dana Desa merupakan dana perimbangan yang diterima Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam APBD Kabupaten/Kota dan diberikan minimal 10% kepada
Desa setelah dikurangi Belanja Pegawai pada peraturan lama berdasarkan Undang-
undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku sampai dengan
tahun 2014. Pada peraturan baru berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa untuk anggaran ADD mulai tahun 2015 terdapat perbedaan yaitu tidak
dikurangi terlebih dahulu oleh belanja pegawai. ADD memiliki peran yang sangat
penting dalam upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desa, terlebih
bagi desa yang minim Pendapatan Asli Desa atau pendapatan lain yang sah sebagai
sumber pemasukan selain ADD. Pasca disahkannya Undang-Undang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa, pos anggaran untuk ADD yang nantiya diterima oleh desa
direncanakan akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan tahun anggaran
sebelumnya. Pemerintah Pusat sendiri bahkan menargetkan setiap desa mendapatkan
anggaran untuk bidang penyelenggaraan pemerintah, bidang pembangunan, bidang
pembinaan kemasyarakatan dan desa pemberdayaan masyakarat desa hingga
mencapai 1 Milyar rupiah per desa per tahun. Untuk menjamin percepatan
pembangunan perdesaan di wilayah Kabupaten Bandung, Pemerintah Kabupaten
Bandung pada tahun 2015 telah meningkatkan anggaran Alokasi Dana Perimbangan
Desa (ADPD). Dana tersebut bersumber dari Alokasi Dana Desa (Dana Perimbangan
Pusat), Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagi Hasil Retribusi Daerah.
Lahirnya Undang-Undang baru mengenai desa ini memberikan konsekuensi
kepada Pemerintah khususnya Kepala Desa dalam pengelolaan perangkat desa yang
memiliki peranan sebagai salah satu pelaksana teknis ADPD di desa bersangkutan.
Karena ADPD yang dikeluarkan setiap tahunnya sangatlah besar diperlukan perangkat
desa yang mumpuni untuk mengelola dana tersebut. Kemungkinan besar akan menjadi
masalah bagi kepala desa dan perangkatnya apabila belum memiliki kompetensi yang
cukup dari segi pengetahuan, kemampuan, keterampilan maupun sikap.
Selain hal berkenaan kompetensi perangkat desa, terdapat beberapa hal diluar
kompetensi perangkat desa yang juga dapat mempengaruhi pengelolaan ADPD seperti
ketersediaan sarana prasarana, jarak tempuh, tim pendamping kecamatan yang kurang
aktif, kurangnya motivasi karena minimnya penghasilan serta suasana kerja yang
kurang kondusif.
552
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KAJIAN LITERATUR
Kompetensi
Kapasitas dan kapabilitas seseorang merupakan dua hal yang saling terikat dan
merujuk pada suatu kompetensi seseorang. Kompetensi berdasarkan pendapat
Spencer (1993) adalah bagian dari karakterstik seseorang yang berkaitan efektivitas
kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki
hubungan sebab-akibat dengan kriteria yang menjadi acuan, efektif dan atau berkinerja
superior di tempat kerja atau situasi tertentu. Hal tersebut senada diutarakan oleh
Darsono dan Siswandoko (2011) kompetensi ialah perpaduan keterampilan,
pengetahuan, kreativitas, dan sikap positif terhadap pekerjaan tertentu yang
diwujudakan dalam kinerja.
Gambar 1
Ciri Manusia Kompeten
Standar kompetensi ini dapat dijadikan standar penilaian kompetensi seseorang.
Standar kompetensi menurut Darsono dan Siswandoko (2011) mencangkup
553
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
kompetensi yang bersifat internal seperti karakter dan watak seseorang serta
kompetensi yang bersifat eksternal seperti penyelesaian tugas dan pekerjaan. Dalam
standar penilaian tersebut hal yang yang perlu diperhatikan adalah mengenai kinerja
yang melebihi rata-rata orang lain serta harus bersifat objektif.
Menurut Bernardin & Russel (1998) kompetensi adalah “Competencies represent
an individual’s knowledge, skills, abilities, and activies performed.” Adapun berdasarkan
pengertian tersebut dapat diartikan kompetensi adalah representasi dari seorang
individu berkenaan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), kemampuan
(ability) dan aktivitas yang diperlihatkan. Lebih lanjut Bernardin dan Russel
mengemukakan pengertian indikator kompetensi sebagai berikut:
1) Pengetahuan (knowledge) adalah pengetahuan yang mengacu pada sekumpulan
informasi yang diterapkan pada kinerja suatu fungsi.
2) Kemampuan (ability) adalah kemampuan yang memperlihatkan kompetensi dalam
melakukan perilaku yang dapat diamati atau suatu perilaku yang merupakan hasil
dari pengamatan.
3) Keterampilan(skills) adalah kompetensi untuk memperlihatkan apa yang sudah
dipelajari, tindakan psikomotorik termasuk manipulasi lisan/tulisan dari orang atau
sesuatu benda.
4) Serta karakteristik lain yaitu faktor kepribadian sikap (attitude), bakat atau
fisik/mental yang dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan.
Pengelolaan ADPD
Kajian terkait pengelolaan tidak akan terlepas dari konsep manajemen. Pengertian
manajamen menurut Terry (2012): ―Manajemen merupakan sebuah proses yang khas,
yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakan dan
pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang
telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain.‖
Dalam melakukan proses manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,
menggerakan dan pengawasan, menurut Terry akan memanfaatkan sumber-sumber
pengelolaan yang terdiri dari enam ―M‖ (Man, Materials, Machines, Methods, Money
dan Markets) yang dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga mampu mencapai tujuan.
Dalam pencapaian tujuan hambatan seringkali muncul dari keenam faktor tersebut.
Pengelolaan ADPD tidak terlepas dari hal tersebut karena keenam ―M‖ tersebut saling
berkaitan.
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian ini
menggunakan strategi rancangan survei dengan menyebarkan angket. Tujuan survei ini
adalah ingin mengetahui gambaran berkenaan kapasitas dan kapanbilitas Kepala Desa
dan Perangkat Desa dan indikasi hambatan yang akan muncul dari pengalaman
perangkat desa dalam pengelolaan Alokasi Dana Perimbangan Desa. Selain itu,
penelitian ini menggunakan strategi studi kasus yaitu mengkaji dokumen-dokumen dari
Pemerintah Desa dan Kecamatan dan rekaman hasil wawancara baik terhadap
informan kunci maupun informan lain yang berada di lingkungan Pemerintah Desa dan
Kecamatan.
554
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Gambar 2
Model Penelitian
ANALISIS/PEMBAHASAN
Dari analisis terhadap data kualitatif dari penelitian ini diperoleh kondisi kapasitas
dan kapabilitas kepala desa yang ada saat ini di Kabupaten Bandung. Secara lengkap
dapat dilihat dari gambaran secara keseluruhan untuk 4 (empat) aspek kapasitas dan
kapabilitas kepala desa yang dinilai dapat terlihat dari gambaran hasil rekapitulasi
sebagai berikut:
555
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tabel 1
Rata-Rata Rekapitulasi Tanggapan Responden Untuk
Kapasitas Dan Kapabilitas Kepala Desa
No. Aspek Yang Di Nilai Skor Penilaian Kriteria
1 Pengetahuan 84,79% Baik
2 Kemampuan 80,04% Cukup Baik
3 Ketrampilan 73,83% Cukup Baik
4 Kepribadian/Sikap 80,77% Cukup Baik
Rata-Rata Capaian Skor Cukup Baik
Selain itu, hasil analisis hambatan pengelolaan Alokasi Dana Perimbangan Desa
(ADPD) yang mempengaruhi kinerja perangkat desa dalam mengelola Alokasi Dana
Perimbangan Desa adalah sebagai berikut.
Tabel 2
Hasil Analisis Hambatan
No. Faktor Hasil Analisis
1 Manusia (Man) Pembinaan dan pelatihan teknis pengelolaan ADPD
belum optimal.
2 Uang (Money) Perangkat desa cukup memiliki semangat dalam
pengelolaan ADPD karena mendapatkan imbalan yang
jelas.
3 Bahan Baku Perangkat desa yang kurang mengetahui proses
(Materials) pembuatan Laporan Pertanggungjawban Keuangan
ADPD.
4 Metode (Methods) Perangkat desa yang tidak terlibat dalam proses
perencanaan kegiatan yang didanai ADPD.
5 Mesin (Machines) Perangkat desa sudah cukup mendukung jalannya
pengelolaan ADPD.
6 Pasar (Markets) Kepala Desa dan perangkat desa sudah merasa cukup
nyaman dengan kondisi tempat kerjanya di lingkungan
Kantor Desa.
Hasil analisis terhadap upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan Kapabilitas
dan Kapasitas Kepala Desa dan mengatasi hambatan dalam pengelolaan Alokasi Dana
Perimbangan Desa dan disajikan pada tabel di bawah ini.:
Tabel 3
Hasil Analisis Upaya Peningkatan dan Mengatasi Hambatan
No. Bagi Upaya yang dilakukan
1 Tim Pendamping 1. Membentuk tim pendamping ADPD tingkat kecamatan
ADPD Tingkat dengan didukung pemberian honor tiap bulannya.
Kabupaten 2. Melakukan pembinaan kepada kepala desa beserta
perangkatnya.
3. Perlu ada pemeriksaan rutin dari Inspektorat Daerah
atau badan pengawas independen lain.
4. Perlu ada koordinasi yang baik antara BPMPD,
Inspektorat dan OPD (Organisasi Perangkat Desa) lain
556
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, kesimpulan
yang dapat diambil dari hasil penelitian tentang kapasitas dan kapabilitas Kepala Desa
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas dan Kapabilitas Kepala Desa dalam menyelenggrakan pemrintahan desa
di 6 (enam) Kecamatan di Kabupaten Bandung dapat dikatakan cukup baik.
2. Hambatan Kepala Desa dan Perangkat Desa dalam Pengelolaan ADPD di 6
(enam) Kecamatan di Kabupaten Bandung dapat dikatakan mengalami kendala
untuk beberapa sub variabel. Hal ini terlihat dari hasil analisis untuk variabel
hambatan yang terdiri dari sub variabel manusia, uang, bahan baku, metode,
mesin, dan pasar setelah di lakukan analisis berada pada kecenderungan posisi
cukup baik. Sub variabel yang memiliki nilai paling rendah adalah pada bahan baku.
3. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi dan mengatasi
hambatan perangkat desa dalam pengelolaan Alokasi Dana Perimbangan Desa
(ADPD) sebagaimana hasil wawancara dengan informan adalah melibatkan semua
elemen dari Tim Pendamping ADPD Kabupaten, Kecamatan, dan Desa untuk
memotivasi, membina, berkoordinasi, serta mengevaluasi terhadap peningkatan
kapasitas dan kapabilitas kepala desa dalam menjalankan kebijakan pemerintahan
desa.
557
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar melakukan kajian
terhadap upaya pengembangan strategi pembangunan desa menjadi desa mandiri
yang dilakukan oleh kepala dan perangkat desa sebagai perwujudan kapabilitas dan
kapasitas kinerja pemerintahan desa .
Pustaka:
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Yogyakarta : Rineka Cipta.
Bernardin, H. John and Russel, Yoyce E. A.1998. Human Resources Management : An
Experiental Approach Second Edition. Singapore : McGraw-Hill Book Co
Darsono dan Siswandoko, Tjatjuk. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Abad 21. Jakarta :
Penerbit Nusantara Consulting.
Republik Indonesia. 2004. Undang-undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Jakarta. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014.
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jakarta.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014.
Spencer, Lyle M dan Spencer, Signe M. 1993. Competence Work Modeld For Superior
Performance. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Terry, George R, Alih Bahasa DR.Winardi, SE. 2012. Asas-Asas Menejemen.
Bandung : PT. Alumni.
558
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Wangsih dan Nur Handayani
Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Email: ibuwangsih99@gmail.com, handayani.ipdn@gmail.com
Pesatnya perkembangan zaman pada era modernisasi secara perlahan telah memengaruhi
aspek sosial budaya yang bersifat kedaerahan . Arus globalisasi yang berjalan dengan
cepat menjadi ancaman bagi eksistensi budaya lokal. Salah satu peran pemerintah adalah
menetapkan strategi guna melestarikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Untuk mengetahui
ketepatan strategi yang telah dijalankan diperlukan analisis terhadap strategi dimaksud.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai Budaya dan Kearifan Lokal yang
Dilestarikan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang serta untuk menganalisis
strategi yang digunakan Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang dalam upaya melestarikan
nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis yang
dilengkapi dengan teknik wawancara, observasi dan kajian pustaka. Hasilnya dianalisis melalui
kegiatan editing, klasifikasi data, tabulasi data dan interpretasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang dilestarikan oleh
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang meliputi nilai-nilai sejarah, nilai
kearifan dan potensi lokal, nilai-nilai tradisi, religiusitas, nilai-nilai etika,;nilai-nilai kesenian.
Strategi yang digunakan Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang dalam upaya melestarikan
nilai-nilai budaya dan kearifan lokal di dalam menghadapi arus globalisasi adalah (1)
Pelestarian dan pengembangan seni budaya melalui revitalisasi budaya; (2)Pengembangan
daya tarik pariwisata melalui pemanfaatan obyek-obyek wisata daerah; (3)Pembinaan dan
pelatihan kepariwisataan; dan (4)Penyediaan informasi pariwisata, seni dan budaya.
Demi kesempurnaan ke depannya alangkah baiknya jika Dinas Pariwisata Kabupaten
Karawang melakukan hal-hal sebagai berikut : (1)Perlunya dijadwal ulang program-program
yang tertunda karena pelaksanaan festival Goyang karawang Nasional; (2) Perlunya
penanganan serius terputusnya regenerasi dan pewarisan kesenian daerah baik melalui
program revitalisasi, penampilan melalui event-event tertentu maupun festival; (3)Perlunya
dibangun budaya dan etos kerja yang menampilkan jatidiri sebagai kearifan lokal Karawang,
baik melalui tata cara, pakaian, sikap dan perilaku melalui upaya habituasi (pembiasaan),
sehingga terbentuk budaya dan etos kerja yang unggul secara baku. (4) Perlunya peningkatan
koordinasi dan kerjasama antarbagian maupun seksi dalam organisasi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan sehingga menghasilkan kinerja yang unggul. (5) Untuk mengantisipasi serbuan
urbanisasi dan arus globalisasi, dengan kondisi zaman yang serba rentan, penuh
ketidakpastian, kompleks dan takterprediksi sebaiknya Dinas Pariwisata banyak melakukan
perubahan positif dengan terobosan-terobosan yang mampu menjawab tantangan zaman
secara bijak.
Kata kunci : strategi ,pelestarian nilai budaya dan kearifan lokal
559
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Salah satu warisan budaya Indonesia yang telah berkembang sejak lama adalah
kearifan lokal yang keberadaannya diakui oleh negara sebagaimana ditegaskan pada
Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945, bahwa ―Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang‖. Hal ini juga ditegaskan pada
Pasal 28 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa ―Identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban.‖ Kearifan lokal tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan masyarakat
pendukungnya. Oleh karena itu, kearifan lokal di setiap daerah berbeda-beda.
Pesatnya perkembangan zaman pada era modernisasi secara perlahan telah
memengaruhi aspek sosial budaya yang bersifat kedaerahan. Globalisasi juga memberi
ruang adanya pertukaran barang kebudayaan dan mempercepat konstelasi budaya
yang mengarah pada munculnya industri kebudayaan. Serangkaian gejala sosial yang
muncul akibat globalisasi mengamanatkan pengambil keputusan untuk mengubah arah
kebijakan dalam pengelolaan sumber daya budaya. Namun akar budaya yang tumbuh
dari nenek moyang kini tinggal kenangan. Kebijakan pemerintah yang mengutamakan
pertumbuhan ekonomi kadang mengabaikan kearifan lokal.
Tidak dapat dibantah bahwa globalisasi menjadi sebuah fenomena yang tidak
terelakkan (Scholte 2001) dalam (Safril, 2011). Lebih lanjut Safril menyatakan bahwa
semua golongan, suka atau tidak, harus menerima kenyataan bahwa globalisasi
merupakan sebuah virus mematikan yang bisa berpengaruh buruk pada pudarnya
eksistensi budaya-budaya lokal atau sebuah obat mujarab yang dapat menyembuhkan
penyakit-penyakit tradisional yang berakar pada kemalasan, kejumudan (kemandegan),
dan ketertinggalan. Karena globalisasi diusung oleh negara-negara maju (baca: Barat)
yang memiliki budaya berbeda dengan negara-negara berkembang, maka nilai-nilai
barat bisa menjadi ancaman bagi kelestarian nilai-nilai lokal di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia.
Arus globalisasi yang berjalan dengan cepat menjadi ancaman bagi eksistensi
budaya lokal. Budaya lokal perlu diperkuat daya tahannya dalam menghadapi
globalisasi budaya asing. Ketidakberdayaan dalam menghadapinya sama dengan
membiarkan pelenyapan atas sumber identitas lokal yang diawali dengan krisis
identitas lokal. Akibatnya budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa
semakin sulit ditemukan. Untuk itu menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini
kepada generasi muda sangat diharapkan. Maka, diperlukan peran pemerintah dan
pemerintah daerah dalam mempertahankan nilai-nilai budaya lokal.
Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan budaya
lokal antara lain : 1) Pembangunan jati diri bangsa; 2) Pemahanan falsafah budaya; 3)
Penerbitan Peraturan Daerah, dan 4) Pemanfaatan teknologi informasi (Safril, 2011
:302-308). Keempat strategi tersebut, diharapkan dapat mengangkat kembali nilai-nilai
dan jati diri bangsa sebagai kearifan lokal bangsa Indonesia di tengah pengaruh arus
globalisasi.
560
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Untuk menjaga dan mempertahankan budaya lokal dan nilai-nilai kearifan lokal,
Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang memasukkan ke dalam Rencana Strategis
Pembangunan Kabupaten Karawang tahun 2016-2021, yakni‖ Pelestarian nilai-nilai
sejarah, kearifan dan potensi lokal dalam mendukung pengembangan destinasi wisata‖.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak potensi lokal yang belum dikelola
dengan baik bahkan seolah dibiarkan terbengkalai. Di samping itu ada kesenian-
kesenian yang mulai ditinggalkan peminatnya.
Kabupaten Karawang selain mendapat julukan ―sebagai Lumbung Padi Nasional‖,
juga dikenal sebagai ―Kota Perjuangan‖, karena Kabupaten Karawang tercatat dalam
sejarah perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dan masuk dalam sejarah
kerajaan Tarumanegara. Bukti simbol perjuangan ada di Kecamatan Rengasdengklok,
Tugu Proklamasi, Tugu kebulatan tekad dan Rumah bekas persinggahan Soekarno.
Namun sayangnya simbol tersebut kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah
setempat. Keberadaannya dibiarkan terlantar, penataan dan pemeliharaannya tidak
jelas seakan meniadakan simbol perjuangan. Simbol-simbol tersebut jika ditata dan
dipelihara dengan baik dapat menjadi daya tarik wisata sehingga akan menaikkan
perekonomian masyarakat. Di samping itu juga ada peninggalan di zaman prasejarah
yang terdapat di komplek percandian Batujaya yang perlu dilestarikan dan dijaga
keasliannya yang akan menjadi daya tarik tersendiri.
Daya tarik wisata lain yang berada di Kabupaten Karawang yang juga perlu
perhatian pemerintah adalah Stone Garden, Curug Cipanunda, Situ Cibayat yang
berada Desa Kutamaneuh, komplek batu purba di kaki gunung gong Desa Cipurwasari
Kecamatan Tegalwaru, Bendungan Cibeet di Desa Wanajaya Kecamatan Telukjambe
Barat, Situ Cipule di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel dan Goa Dayeuh yang berada
di Desa TamansariKecamatan pangkalan http://www.pepelingkarawang.org/2017/04/7-
potensi-wisata-kabupaten-karawang.html .
Saat ini Kabupaten Karawang masuk dalam kategori modern yang menjadikan
Karawang sebagai pusat pengembangan industri dan jasa bahkan disebut sebagai kota
industri. Pembangunan fisik menjadi daya tarik kota sehingga banyak pendatang yang
mencari kerja akan berpengaruh terhadap nilai-nilai sosial budaya lokal. Sistem agraris
berubah menjadi kapitalis (pemilik modal). Budaya gotong royang yang menjadi
cerminan masyarakat Kabupaten Karawang mulai berubah menjadi budaya konsumtif.
Seiring berjalannya waktu budaya daerah khususnya kesenian daerah tergerus
juga oleh arus globalisasi. Berbagai kesenian daerah di Kabupaten Karawang nyaris
punah seperti Topeng Banjet dan Anjeng. Hal tersebut terjadi karena kurangnya
kaderisasi dari seniman sebelumnya terhadap generasi berikutnya, meskipun pada era
80-an kesenian yang menampilkan lawakan ini sempat beberapa kali tampil di televisi.
Akibatnya jika tidak diselamatkan kesenian tersebut tidak bisa ditonton dimasa yang
akan datang. Hal tersebut diperparah dengan makin kecilnya minat generasi muda
terhadap kesenian tersebut. Mereka lebih menyukai musik, orgen tunggal atau dangdut.
Matisurinya sejumlah kesenian di Kabupaten Karawang juga disebabkan adanya krisis
seniman. Saat ini jumlah sinden dan nayaga semakin langka. Sinden dan nayaga yang
terkenal saat megiringi Jaipongan sudah meninggal sementara untuk membentuk
sinden dan nayaga diperlukan waktu yang relatif lama ditambah dengan kurangnya
peminat.
561
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
(http://www.pikiran-rakyat.com/seni-budaya/2013/02/27/224912/sejumlah-kesenian-
khas-karawang-nyaris-punah 7 Februari, 2013 - 07:32).
KAJIAN LITERATUR
Literatur mengenai strategi cukup banyak seperti yang mengacu pada jenderal
militer (Tjiptono, 2015: 5), seni memanfaatkan kemampuan dan kekuatan untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada (Suradinata, 2014: 59), proses adaptasi
(Murray dalam Suradinata, 2014:59), rencana kerja untuk melaksanakan kekuatan
dalam menghadapi berbagai kegiatan usaha (Ohmal dalam Salusu, 1999:91), yang
menyoroti dari dua aspek yang berbeda yaitu dari perspektif program dan perspektif
tanggapan organisasi terhadap lingkungan (Stoner dan Wanber, 1993:161), plan, play,
pattern, position dan perspective (Minzberg, 1987 dalam Tjiptono (2015)), pengambilan
keputusan yang menyangkut tiga parameter utama who, what dan how (Markides
(2004) dalam Tjiptono, (2015 : 4)), berdasarkan tingkat agregasi level fungsional dan
bisnis (Tjiptono, 2015:5), rumus strategi dan petunjuk pembuatan strategi sukses (Hax
dan Magluf dalam Salusu, 1999:100), manajemen (J. David Hunger dan Thomas L.
Wheelen (2003:4).
Teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teorinya J. David Hunger
dan Thomas L. Wheelen (2003:4) bahwa proses manajemen strategis meliputi empat
elemen dasar (1) pengamatan lingkungan, (2) perumusan strategi, (3) implementasi
strategi, dan (4) evaluasi dan pengendalian. Keempat elemen dasar tersebut dijabarkan
dalam model manajemen stratejik berikut.
Model Manajemen Stratejik
562
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODE
Pemilihan suatu desain penelitian yang sesuai sangat penting untuk keberhasilan
proyek suatu penelitian. Melihat kesesuaian dengan permasalahan penelitian yang
diambil, maka penulis menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud
untuk memperoleh gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta berhubungan fenomena yang diselidiki sehingga
tujuan penelitian dapat tercapai.
Dengan metode deskriptif dan pendekatan induktif ini, penulis dapat melukiskan
dan juga menguraikan keadaan atau kenyataan yang sebenarnya terjadi di daerah atau
lokasi penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor dan
hubungan antar- fenomena yang diteliti untuk ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
Secara keseluruhan data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder.
Teknik pengumpulan data yaitu observasi, dokumentasi dan wawancara terstruktur.
Wawancara dilakukan kepada 16 orang yang terdiri dari 16 orangmeliputi Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang, Sekretariat, Bidang Kebudayaan,
Bidang Pariwisata, Bidang Promosi dan Perfilman, UPTD, Budayawan/seniman, Tokoh
Agama, Ketua Adat, LKMD masing-masing 1 orang dan , Sanggar Seni (2 orang),
Tokoh pemuda pemudi (2 orang). Kemudian data dianalisis melalui kegiatan editing,
klasifikasi data, tabulasi data, dan interpretasi data.
Tabel 1.
Data Nilai Budaya Aspek Benda dan Takbenda di Kabupaten Karawang Tahun
2018
563
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1 2 3
3. Seni Patung Kebulatan Tekad Rengasdengklok
4. Seni Lukis, gambar Logo Pangkal Rengasdengklok
Perjuangan, foto-foto
5. Pantai Samudera Baru,
Tanjung Pakis
6. Danau, Bendungan Danau Cipule,
Bendungan Parisdo
Walahar
B. Aspek Takbenda:
1. Keyakinan dalam beragama
2. Tata Kehidupan bergotong royong
3. Ngaruat Bumi
4. Bahasa Sunda
5. Seni Pertunjukan
6. Seni Teater Sunda
7. Seni Tari:
a. Seni Tari Tradisional:
a) Seni Tari Pencugan
b) Seni Tari Topeng Banjet
c) Seni Tari Goyang Karawang
b. Seni Tari Modern:
a) Seni Tari Jaipongan
b) Dansa
c) Degung Kreasi
d) Band Akustik
Nilai budaya yang berupa takbenda yaitu dalam bentuk kearifan lokal, serta aktivitas
budaya seperti:
564
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
565
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tujuan
Berdasatrkan visi dan misi serta faktor kunci sukses dan berhasil guna dalam
merealisasikan program dan kegiatan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Karawang, maka ditetapkan tujuan sebagai berikut.
1. Melestarikan nilai-nilai sejarah dan kearifan dan potensi lokal dalam mendukung
pengembangan destinasi wisata.
2. Menjadikan Kabupaten Karawang sebagai daerah tujuan wisata nasional dan
mancanegara.
3. Menciptakan peluang investasi di bidang kepariwisataan
4. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor kepariwisataan
5. Memberdayakan masyarakat lokal.
6. Membentuk badan promosi daerah.
Dari tujuan tersebut, diketahui sasaran yang merupakan tindakan nyata untuk
menapat tujuan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang memiliki
sasaran dalan rencana strategisnya sebagai berikut.
1. Terlaksananya pelestarian dan pengembangan seni budaya daerah dalam
mendukung pengembangan kepariwisataan.
2. Terwujudnya daya Tarik wisata di Kabupaten Karawang yang berdaya saing
dengan membangun prasarana umum, fasilitas umum, dan fasilitas pariwisata.
3. Terciptanya peluang investasi di bidang kepariwisataan.
4. Tercapainya PAD di seckor pariwisata.
5. Tercapainya pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal
6. Terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Strategi
Dalam rangka merealisasikan sasaran tersebut, maka strategi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Karawang yang mengacu pada Visi dan Misi, ditetapkan
strategi sebagai berikut.
1. Pelestarian dan pengembangan seni budaya melalui revitalisasi budaya.
2. Pengembangan daya Tarik periwisata melalui pemanfaatan objek wisata
daerah.
3. Pembinaan dan pelatihan kepariwisataan
4. Penyediaan informasai pariwisata , seni, dan budaya
Kebijakan
Arah kebijakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang seperti
tercantum di dalam LAKIP ada enam kebijakan untuk RPJMD Kabupaten Karawang
2016–2021 serta merujuk pada pencapaian misi Kedua yaitu ―Mewujudkan Kabupaten
Karawang yang Berdaya Saing‖ sebagai berikut.
1. Pengembangan dan Pengelolaan potensi sumber daya seni, budaya, dan
pariwisata.
566
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
567
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
b. Implementasi Strategi
1) Program
Program merupakan penjabaran dari tujuan dan sasaran berupa kegiatan nyata
yang akan dilakukan dalam rangka implementasi strategi. Ada sebelas program yang
tercantum pada strategi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang.
Namun, ada program 3 dan 4 tertulis sama sehingga sebenarnya hanya ada sepuluh
program saja. Adapun program kegiatan tersebut berdsarkan dokumen LAKIP sebagai
berikut.
Tabel 3
Program Kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang
No. Program dan Kegiatan Indikatif
1 2
1. Program Pelayanan Administrasi
568
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
569
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
570
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
571
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pelatihan Tenaga
Kerja
Kepariwisataan
3. Sosialisasi Sapta 157.500.000,00 157.500.000,00 100
Pesona Sadar
Wisata dan Usaha
Kepariwisataan di
setiap objek
wisata
4. Penyediaan 300.000.000,00 287.954.000,00 96
Souvenir/Cindram
ata Khas
Karawang
5. Penyelenggaraan 250.000.000,00 250.000.000,00 100
Rakerda PHRI
dan Lembaga
Kepariwisataan
Tingkat Provinsi
Jawa Barat dan
Kabupaten
Karawang.
6. Workshop Bina 100.000.000,00 100.000.000,00 100
Usaha
Kepariwisataan
7. Inventarisasi dan 100.000.000,00 100.000.000,00 100
Klasifikasi Hotel,
Restoran, dan
Usaha
Kepariwisataan.
3. Pengembangan 1.525.000.000,00 1.511.807.500,00 99
Pemasaran
Pariwisata dan
Budaya
1. Promosi potensi 925.000.000,00 916. 717.500.00 99
wisata seni dan
budaya melalui
pameran tingkat
kabupaten,
provinsi, nasional,
dan internasional.
572
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
573
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kabupaten
Karawang
8. Pewarisan Seni 500.000.000,00 499.300.000,00 100
Buadaya Lokal
9. Ngaruat Budaya 600.000.000,00 600.000.000,00 100
10. Pelestarian 1.685.000.000,00 1.684.300.000,00 100
Budaya pada
Event tertentu
dan hari-hari
besar
11. Pengiriman Tim 1.350.000.000,00 1.253.500.000,00 93
Kesenian
Unggulan
Tingkat
Kabupaten,
Provinsi,
Nasional, dan
Internasional
5. Pengembangan 700.000.000,00 700.000.000,00 100
Pengelolaan
Kekayaan dan
Keragaman Budaya
1. Pelestarian dan 700.000.000,00 700.000.000,00 100
perlindungan
Cagar
Budaya/Situs
Sumber: LAKIP Kabupaten Karawang 2017
574
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
2) Anggaran
Besaran anggaran di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang
untuk tiga bidang yaitu Bidang Pariwisata, Bidang Seni Budaya, dan Bidang Pemasaran
berjumlah Rp 10.672.054.000,00 dengan realisasi Rp 10.484.520.500,00 atau 98 %.
Ada beberapa analisis kesenjangan antara target dan realisasi anggaran yang hanya
terserap 98% yaitu sebagai beikut.
(1) Kunjungan wisatawan
(2) Proses pengajuan
Catatan:
1. Kunjungan wisatawan ke Kabupaten karawang tidak mencapai target
dikarenakan infrastruktur menuju OTDW belum memadai,
2. Factor cuaca kurang mendukung, sarana dan prasarana di OTDW masih
minim.
Proses pengajuan berkas ke BPN kabupaten Karawang sampai dengan bulan
Desember 2017 baru selesai untuk tahap pengukuran.
3) Prosedur
Berdasarkan LAKIP 2017, prosedur pencapaian tujuan dan sasaran
pengembangan pariwisata dan kebudayaan di Kabupaten Karawang, dijabarkan dalam
kebijakan Pemeritah Daerah. Kebijakan yang ditetapkan berdasarkan RPJMD
Kabupaten Karawang 2016 – 2021, berdasarkan misi kedua : ―Mewujudkan Kabupaten
Karawang yang berdaya saing‖, dikaitkan dengan arah kebijakan Disbudpar Kabupaten
Karawang.
Arah kebijakan tersebut adalah sebagai berikut.
Pengembangan dan pengelolaan potensi sumber daya seni, budaya dan pariwisata.
Membangun dan mengembangkan Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kabupaten
Karawang.
Mempermudah pemberian izin usaha kepariwisataan dan memromosikan wisata
seni dan budaya melalui MICE (Meeting, Incentive, Convention/Conference,
Exhibition).
Mendorong peran serta pengelola usaha kepariwisataan dalam meningkatkan
pendapatan daerah.
Menciptakan pelatihan di bidang usaha kepariwisataan kepada masyarakat local.
Memfasilitasi terbentuknya Badan Promosi Daerah.
575
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Berdasarka ketiga aspek kinerja tersebut, maka ada 10 indikator yang ditetapkan
sebagai acuan untuk mengukur keberhasilan kinerja sebagai berikut.
Tabel 5
Indikator Capaian Kinerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Karawang Tahun 2018
576
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
577
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, kiranya dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut.
a. Kearifan lokal sebagai pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat
Karawang dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan
mereka. Adapun nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang dilestarikan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang mencakup:
nilai-nilai sejarah: sejarah perjuangan bangsa, sejarah proklamasi kemerdekaan;
nilai kearifan dan potensi lokal yang mencakup: tata nilai dalam berinteraksi,
kebersamaan, kegotongroyongan, sikap dan pandangan hidup;
nilai-nilai tradisi, religiusitas: tata cara atau upacara /seremonial sebelum
melakukan kegiatan;
nilai-nilai etika, sopan santun dalam aktivitas / kegiatan pemertahanan
penggunaan bahasa Indung, bahasa Sunda, berikut pakaian adatnya;
nilai-nilai kesenian, seni tari, drama/teater, pedalangan untuk membangun
karakter bangsa;
Semua nilai-nilai itu diupayakan untuk mendukung pengembangan destinasi wisata
di Kabupaten Karawang.
b. Strategi yang dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang
diawali dari visi dan misi Disparbud Kabupaten Karawang. Dengan visi
―Terwujudnya Kabupaten Karawang sebagai Daerah Tujuan Wisata Nasional dan
Internasional Berbasis Wisata Alam dan Budaya Lokal‖; Disparbud Kabupaten
Karawang menerapkan misi: (1) membangun dan mengembangkan destinasi wisata
daerah berbasis wisata alam dan budaya lokal; (2) mendorong peran serta
masyarakat, dunia usaha dan pemerintah daerah untuk pemasaran pariwisata di
tingkat nasional dan internasional yang berdaya saing; (3) membangun dan
mengembangkan industri pariwisata yang berciri khas budaya lokal serta
menggerakkan kemitraan usaha dengan menitikberatkan pada pemberdayaan
masyarakat lokal; (4) membangun kelembagaan kepariwisataan daerah.
Berdasarkan visi dan misi tersebut strategi pembangunan Disparbud Kabupaten
Karawang menetapkan strategi:
Pelestarian dan pengembangan seni budaya melalui revitalisasi budaya;
Pengembangan daya tarik pariwisata melalui pemanfaatan obyek-obyek wisata
daerah;
Pembinaan dan pelatihan kepariwisataan;
Penyediaan informasi pariwisata, seni dan budaya.
Strategi tersebut dilengkapi dengan arah kebijakan yang ditetapkan berdasarkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang
2016 – 2021 berdasarkan misi kedua yaitu ―Mewujudkan Kabupaten Karawang yang
Berdaya Saing‖ dikaitkan dengan arah kebijakn Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Karawang sebagai berikut:
578
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
David Hunger,J dan Thomas L. Wheelen, 2003, Manajemen Strategis, Yogyakarta,
Andi
Francis, Wahono (2005. Pangan, Kearifan Lokal, Keanekaragaman Hayati. Yogyakarta.
CPRC Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas
Greetz, C. 1992. Tafsir Kebudayaan (Refleksi Budaya). Yogyakarta. Kanisius
Hadi, Sutrisno. 1991. Methodology Research. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartini, Sri. 2014. Kompas 24 Juni 2014
Koentjaraningrat, 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta,Rineka Cipta.
Nazir, Moh. 2005. Metodologi Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.
579
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
580
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Maya Septiani
(Mahasiswa Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Padjadjaran, HP: 085319687193,
Email: maya12001@mail.unpad.ac.id)
Makalah ini akan membahas tentang pendekatan baru yang muncul dari perencanaan
pembangunan berbasis teknologi, yakni E-Musrenbang dalam mengatasi masalah
pembangunan di perkotaan pasca Orde Baru. Pada masa reformasi, paradigma
pembangunan mulai berubah dari sentralistis menuju desentralistis. Sehingga praktik
perencanaan partisipatif mulai diterapkan. Adapun pada makalah ini secara khusus
akan melihat praktik perencanaan partisipatif di Kota Bandung dalam konteks
administrasi publik kontemporer. Pertanyaannya adalah sejauh mana perencanaan E-
partisipatif memungkinkan partisipasi publik di Kota Bandung. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dan studi literatur dalam menjelaskan
berbagai temuan E-Musrenbang di Kota Bandung. Penelitian ini menemukan bahwa
proses perencanaan E-Musrenbang dapat menghasilkan dampak positif pada isu
transparansi dan akuntabilitas. Namun, dalam hal partisipasi publik, E-Musrenbang sulit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat karena berbagai kepentingan yang dimiliki oleh
pihak-pihak pembangunan yang terlibat. Sehingga perlu adanya solusi dalam
meminimalisasi permasalahan tersebut.
Kata kunci: Implementasi, Perencanaan e-Partisipatif Indonesia Pasca Orde Lama,
Pemerintah Kota
581
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
582
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
seperti yang dibahas oleh Angeline, Evalina & Siregar (2016) yang mana melakukan
perbandingan tingkat keberhasilan penggunaan Government Digital Public Service
antara DKI Jakarta dengan Kota Surabaya sebagai ibukota dan kota terbesar di
Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa dilihat dari kesiapan,
keterampilan, dan kompetensi sumber daya manusia bahwa respon maupun
keterlibatan masyarakat belum maksimal pada layanan tersebut. Selanjutnya, penelitian
lain yang dilakukan oleh Masrizal (2016) dalam kaitannya dengan keberhasilan
musrenbang adalah sangat positif dalam memberikan edukasi kepada kelompok
perempuan di Aceh yang mengadakan musyawarah rencana aksi perempuan dan
hubungannya dengan rencana pembangunan kampung di daerah tersebut.
Sehingga berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai implementasi E-Musrenbang, khususnya di Kota Bandung
apakah penerapannya sesuai dengan harapan atau ada beberapa kekurangan yang
nantinya dapat dicarikan solusi dalam menyelesaikannya. Sehingga pada makalah ini
akan dibahas secara mendalam mengenai penerapan e-government dalam era
desentralisasi dengan studi kasus implementasi Elektronik Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (E-Musrenbang) di Kota Bandung.
Adapun pengorganisasian tulisan ini adalah sebagai berikut: pendahuluan, kajian
literatur, metode penelitian, analisis atau pembahasan, kesimpulan, dan saran.
KAJIAN LITERATUR
Literatur mengenai kebijakan publik seperti yang dikemukakan oleh Peterson
mendefinisikan bahwa kebijakan sebagai ―government action to address some problem‖
(dalam Nugroho, 2014 : 125). Tindakan pemerintah tidak hanya untuk memecahkan
satu masalah, tapi tindakan pemerintah tersebut dilakukan untuk memecahkan
berbagai masalah. Setiap kebijakan diarahkan pada bidang-bidang yang spesifik.
Kemudian, kebijakan publik sejatinya memiliki beberapa tahapan, salah satunya adalah
implementasi yang menjadi penentu dalam penerapan kebijakan tersebut. Implementasi
merupakan tahapan pelaksanaan tindakan setelah tahap formulasi. Implementasi ini
tahap yang paling penting dalam kebijakan karena tanpa adanya implementasi, maka
kebijakan tersebut tidak dapat direalisasikan sehingga tidak dapat mencapai tujuan
yang ditetapkan. Implementasi kebijakan dapat diartikan pula sebagai tugas dari
birokrasi untuk melaksanakan keputusan menjadi praktik. Gerston mendeskripsikan
―implementation is the means by which decisions are converted into application. In the
other words, it is the effort that carries out what policy makers decide should be done‖
(Gerston, 2002 : 109). Implementasi adalah mengaplikasikan keputusan melalui upaya-
upaya yang dilakukan oleh pemerintah.
Menurut Gerston keberhasilan implementasi yaitu ―for successful implementation, there
must be an enitity with sufficient resources, which is able to translate the policy
objectives into an operational framework and that is accountable for its actions‖ (dalam
Knill and Tosun, 2008 : 18). Keberhasilan implementasi ditentukan oleh adanya sumber
daya yang memadai, adanya pemahaman yang sama terhadap kebijakan tersebut, dan
pertanggungjawaban atas tindakan dalam mengimplementasikan kebijakan.
583
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Terdapat empat elemen penting yang harus dipenuhi dalam implementasi yaitu
translation ability, resources, limited number of players, accountability. Translation
ability merupakan kemampuan implementor dalam memahami dan menginterpretasi
program. Maka harus ada kejelasan tujuan dan standar yang jelas dari program serta
perlu adanya komunikasi kepada implementor. Resources merupakan sumber daya
yang diperlukan untuk mengimplementasikan program yaitu sumber daya manusia,
sumber daya anggaran, sumber daya teknologi dan peralatan, dan kekuatan pemimpin
yang dilihat secara kuantitas dan kualitas. Limited number of players yaitu membatasi
jumlah pelaksana untuk menghindari adanya ambiguitas dan persaingan tidak sehat.
Accountability yaitu pertanggungjawaban dari pelaksana terhadap pekerjaan yang telah
dikerjakan dalam implementasi program tersebut. Untuk mendukung keberhasilan
implementasi program, maka elemen-elemen tersebut harus terpenuhi agar program
mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Gerston, 2002 ; 113-116).
METODE
Desain penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif,
yakni untuk menggambarkan implementasi Electronic Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (E-Musrenbang) di Kota Bandung. Selain itu, penelitian ini
menggunakan studi pustaka yang berkaitan dengan E-Musrenbang. Adapun sumber
informasinya berasal dari publikasi ilmiah, penelitian terdahulu, atau sumber tertulis lain
yang mendukung. Kemudian, teknik penentuan informan menggunakan teknik
purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan
dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan peneliti dengan reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan serta teknik keabsahan data dalam penelitian
ini menggunakan triangulasi.
ANALISIS/PEMBAHASAN
Dari analisis terhadap data kualitatif dari kasus studi,
Apabila dianalisis kemampuan menangkap aspirasi, keterwakilan dalam akses E-
Musrenbang belum cukup menjamin aspirasi dari bawah tersampaikan atau menjadi
bagian dari pengambilan keputusan di tahap selanjutnya. Perlu dilihat sejauh mana
wakil masyarakat merepresentasikan kelompoknya dan mempunyai kekuatan serta
kemampuan menyampaikan aspirasi dengan dukungan suasana yang kondusif. Pada
proses penjaringan aspirasi, peluang untuk menyampaikan aspirasi belum sepenuhnya
diberikan secara luas kepada masyarakat. Aspirasi atau usulan hanya diberikan kepada
beberapa pihak saja dalam hal ini elite di tingkat RW atau Kelurahan. Selain itu,
perubahan sistem pemerintahan dan penyempurnaan mekanisme serta proses
penjaringan usulan melalui sistem teknologi dan informasi seperti E-Musrenbang ini
tampaknya belum mengurangi peluang terjadinya penyimpangan dalam perencanaan
pembangunan. Elite capture sebagai suatu fenomena masih terjadi dalam setiap proses
musrenbang. Dalam hal ini elite capture dipahami sebagai suatu sikap atau tindakan
yang dilakukan orang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi pembuatan
kebijakan atau keputusan agar hasilnya memberikan keuntungan bagi mereka sendiri.
Secara lebih luas, fenomena ini tidak hanya terkait pada sistem tetapi juga manfaat
584
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
pembangunan, yang bentuknya dapat berupa materi ataupun non materi, seperti
informasi dan bantuan pembangunan lainnnya (Komarudin & Siagian, 2007). Bagian
yang seharusnya sampai kepada masyarakat yang paling bawah dan yang paling
berhak (umumnya yang miskin) tidak lagi utuh diterima. Sekalipun diakui cukup sulit
untuk membuktikan secara jelas adanya penyimpangan dalam proses E-Musrenbang,
misalnya, sekalipun usulan bersumber dari RW dan kelurahan, tetapi yang memberikan
validasi usulan kepada pemerintah kota adalah kecamatan. Ada indikasi bahwa banyak
usulan dari tingkat RW dan kelurahan yang tidak divalidasi oleh pihak kecamatan
meskipun usulan tersebut sangat dibutuhkan masyarakat.
Meski terlepas dari berbagai kekurangan yang ada, sistem E-Musrenbang setidaknya
menjadi inovasi dalam sistem perencanaan pembangunan di negara ini dimana selama
ini masyarakat menginginkan sebuah forum atau kontak sosial antara warga dengan
pemerintah dalam perencanaan pembangunan daerah. Sistem yang berpijak pada
transparansi dan partisipasi masyarakat yang luas telah mampu meringkas serta
mempermudah proses penjaringan usulan masyarakat dalam proses perencanaan
pembangunan selama ini.
Dalam hal transparansi, ada sisi positif dimana usulan-usulan yang disetujui oleh
pemerintah pun dibuka kepada publik agar masyarakat dapat mengawal proses
pembangunan di daerahnya. Sisi positif lain dari E-Musrenbang antara lain, mampu
menjamin keakuratan data rencana program dan kegiatan pembangunan daerah,
mampu memastikan ketepatan sasaran kegiatan, mampu mempermudah
pengelompokan jenis usulan pekerjaan, lebih mudah memperkirakan kebutuhan
anggaran yang dibutuhkan atas usulan kegiatan yang diajukan masyarakat dengan
cepat dan tepat.
Adapun perbedaan antara Musrenbang konvensional dengan E-Musrenbang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan Musrenbang Konvensional dengan E-Musrenbang
585
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
586
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
banyak yang bersifat fisik daripada non-fisik. Selain itu, tidak ada buku panduan
khusus tentang Musrenbang tersebut yang menjadi acuan dalam pelaksanaan E-
Musrenbang.
587
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Sebagai sintesis, dapat disimpulkan bahwa implementasi E-Musrenbang di Kota
Bandung belum optimal meskipun transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan E-
Musrenbang sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan :
1. Standard Operational Procedure (SOP) belum mampu dipahami oleh aktor-aktor
kunci, seperti Ketua RW karena pelaksanaan waktu sosialisasi yang terbatas;
2. Kualitas sumber daya manusia yang masih minim karena tidak dilaksanakannya
bimbingan teknis (bimtek) kepada aktor-aktor yang menerapkan E-Musrenbang;
3. Sarana dan prasarana yang masih minim sehingga pelaksanaan E-Musrenbang
belum optimal.
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, saran akademis yang disarankan untuk
peneliti selanjutnya adalah meneliti lebih dalam mengenai E-Musrenbang, seperti
melakukan perbandingan dengan sistem serupa maupun meneliti dalam konteks yang
berbeda dari penelitian ini. Sedangkan saran praktis yang disarankan agar
implementasi E-Musrenbang di Kota Bandung lebih efektif, yaitu :
1. Meningkatkan pemberdayaan, monitoring, dan pengawasan dalam pelaksanaan
E-Musrenbang terutama dalam pelaksanaan diskusi usulan program, baik di
tingkat RW, kelurahan, maupun kecamatan;
2. Meningkatkan intensitas pada sosialisasi E-Musrenbang agar masyarakat
maupun aktor-aktor kunci, seperti Ketua RW dapat lebih paham dalam
mengoperasikan aplikasi E-Musrenbang;
3. Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
seperti Ketua RW sehingga dapat mengoperasikan aplikasi E-Musrenbang dan
mengisi kamus usulan dengan optimal;
4. Meningkatkan kuantitas sarana dan prasarana dalam menunjang E-Musrenbang,
seperti komputer, printer, dan sebagainya.
588
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Pustaka:
Angeline, M., Evelina, L., & Siregar, V. M. (2016). Towards Cyber City: DKI Jakarta and
Surabaya Provincial Government Digital Public Services. Humaniora, 7(4),
441-451.
Gerston, Larry N. 2002. Public Policymaking In A Democratic Society : A Guide To
Civic Engagement. New York : M.E. Sharpe.
Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government.
Knill, Christoph and Jale Tosun. 2008. Policy Making. German : Departement of Politics
and Management, University of Konstanz.
Masrizal, M. (2016). Tinjauan Sosiologis Perencanaan Pembangunan Berbasis Kamus
E-Musrenbang. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis, 1(1), 29-39.
Nugroho, Riant. 2014. Public Policy. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
589
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
oleh
Enny Habibah
Widyaiswara Ahli Madya BKPSDM Daerah Prov.Kep.Bangka Belitung,
email : ennyhabibah@gmail.com
590
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan Diklat kepemimpinan Tingkat III adalah membentuk kompetensi
kepemimpinan Visioner , yaitu kemempuan berkolaborasi dengan pemangku
kepentingan strategis untuk menangani isu Nasional Srategis dan memimpin
peningkatan kinerja instansinya, melalui penetapan Visi arah kebijakan yang tepat
(Perkalan Nomor 19 Tahun 2015) Diklat kepemimpinan diharapkan mampu
meningkatkan kinerja individu dan organisasi. Alumni diharapkan mampu menunjukkan
peningkatan kinerja dengan mengimplementasikan pengetahuan yang didapat selama
diklat, kompetensi lain yang diharapkan adalah munculnya kompetensi Adaptif
Leadership , pemimpin mampu memobilasasi sumber daya yang ada untuk mencapai
tujuan organisasi
Proyek perubahan adalah suatu Inovasi yang dilakukan peserta diklat
kepemimpinan untuk mengadakan perubahan / perbaikan pada unit kerjanya,
kompetensi ini juga di harapkan dapat meningkatkan kemampuan untuk membangun
dan mendorong inovasi di instansinya sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik
bahkan peningkatan kesejahtraan masyarakat, akan tetapi inovasi yang dibangun
sering mengalami hambatan, beberapa inovasi tidak mampu mencapai target jangkah
menengah dan panjang, bahkan beberapa inovasi tidak lagi digunakan/ di hentikan.
―Babel sejahtra ― Provinsi maju dan unggul di bidang Inovasi Agropolitan dan
bahari dengan tatakelola pemerintahan dan pelayanan publik yang efisien dan cepat
berbasis tehnologi‖ adalah visi Gubernur dan wakil Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
terpilih tahun 2017-2022.
Sejalan dengan Visi diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahi dan
dipetakan capaian,hambatan, dan pendorong serta manfaat dan dampak dari inovasi
yang dibuat oleh peserta diklat kepemimpinan guna disusun langkah strategis agar
inovasi yang dibuat oleh peserta diklat dapat berlanjut dan mengalami pengembangan
sehingga menjadi Inovasi daerah.
KAJIAN LITERATUR
591
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif, dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh dengan
menggunakan trianggulasi data yaitu dengan tehnik wawancara, observasi dan
dokumentasi kepada 105 proyek perubahan pasca diklat yang terdiri dari 5 angkatan,
penelitian dilakukan dari tanggal 09 Juli sd.t 27 September2018
ANALISIS/PEMBAHASAN
Penelitian dan analisis ini mengahasilkan data dan informasi mengenai capaian
proyek perubahan peserta pasca Diklat Kepemimpinan Tingkat III yang bertugas di
organisasi perangkat daerah (OPD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari Tahun
2015 sd.2017. faktor penghambat dan pendukung , manfaat dan dampak serta strategi
pengembangannya.
Grafik. I
Rekapitulasi Peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat III Prov.Kep.BangkaBelitung
Tahun 2015 s/d 2017
30
25
20
15
28 27
10 20
16
14
5
0
2015 2016/1 2016/2 2016/3 2017
592
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
1. Capaian
Dari hasil evaluasi terhadap 105 (seratus lima) peserta Diklat Kepemimpinan
Tingkat III di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan .Bangka Belitung 25 alumni (
23,809%) implementasi proyek perubahannya mencapai jangka panjang, 34 alumni
(32,380%) jangka menengah dan 44 alumni ( 41,905%) jangka pendek , dan ada 2
peserta diklat (1,905%) tidak terimplementasi (terlihat pada tabel
Tabel.I
Rekapitulasi Implementasi Proyek Perubahan Diklatpim Tingkat III
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2015 sd.2017
Tahun Persentase
N %
Uraian 2015 2016/ 2016/ 2016/ 2017 Jumlah
o
1 2 3
Tidak
01 - - - 2 - 2 1,90
terimplementasi
Jangka 32,38
03 2 3 7 11 11 34
Menengah
23,81
04 Jangka panjang 4 7 4 3 7 25
100
Jumlah 14 20 16 28 27 105
593
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
mutasi jabatan, tersedianya anggaran, adanya dukungan fasilitas sarana dan prasarana
yang menunjang dan yang paling penting adanya komitmen dari alumni.( dapat di lihat
pada Tabel. dibawah ini.
Tabel II.
Faktor Penghambat Implementasi Proyek Perubahan
Tahun Persentasi
No. Uraian Jumlah
2015 2016 2017 (%)
01 Mutasi 6 23 3 32 30,48
02 Kebijakan 1 11 2 14 13,33
03 SOTK - 8 - 8 7,62
04 Lain-lain 3 8 15 26 24,76
Tanpa
05 4 14 7 25 23,81
hambatan
3. Dampak
Menurut pada ahli dampak adalah : akibat atau imbas /pengaruh yang terjadi (baik
itu negatif maupun positif) dari sebuah tindakan yang dilakukan oleh satu atau
sekelompok orang yang melakukan kegiatan tertentu.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proyek perubahan yang mencapai
tahap jangka panjang sudah jelas memberikan maanfaat bagi individu dan organisasi,
terutama adanya efektivitas dan efesiensi waktu, tenaga dan biaya, penguatan
lembaga, peningkatan pelayanan, kepercayaan masyarakat, peningkatan Pendapatan
daerah dan tertib administrasi.Sedangakan dampak negatif bagi proyek perubahan
yang tidak berlanjut kemungkinan menyebabkan terhambatnya inovasi pada organisasi
perangkat daerah tersebut, Namun untuk membuktikanya perlu penelitian lebih lanjut.
4. Strategi pengembangan
Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Strategi adalah cara
/kerangka kerja untuk mencapai tujuan dalam hal ini pengembangan inovasi diklat
kepemimpinan tingkat III di Provinsi kepulauan Bangka Belitung:
594
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
1. Capaian
Dari 105 proyek perubahan alumni diklat kepemimpinan Tingkat III 23,809 %
yang dapat mengimplementasikan sampai ke jangka panjang, 33,333 % jangka
menengah dan , 40,952% jangka pendek serta 1,905 % tidak dapat
diimplementasikan.
595
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
SARAN
Pustaka
Surat Edaran Kepala Lembaga Admnistrasi Negara Nomor 108/ k.1/KHM.02.3, tentang
Pernyataan komitmen implementasi proyek perubahan pasca diklat Tahun 2017.
Supono,Drs.MM, 2016 Strategi pengembangan kapasitas pejabat fungsional
widyaiswara
dalam penyeusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI)
596
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Luh Gede Sri Artini1
Ni Kadek Tina Rasminiati2
1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia
2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia
1
Email: lg_artini@unud.ac.id/ Telp : 081558030970
597
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Krisis global tahun 2008 ini membuat Indonesia turut mengalami perlambatan
ekonomi dan hanya mampu tumbuh sebesar 5,2 persen pada triwulan IV pada tahun
2008 dari target awal yang diperkirakan akan mampu tumbuh sebesar 6 persen. Hal ini
juga tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bulan Desember 2008
ditutup pada level 1.355,4 terpangkas hampir separuhnya dari level pada awal tahun
2008 sebesar 2.627,3 bersamaan dengan jatuhnya nilai kapitalisasi pasar dan
penurunan tajam volume perdagangan saham. Hingga akhir Desember 2008 posisi
asing di SUN tercatat Rp 87,4 triliun menurun dibandingkan posisi September 2008
yang sempat mencapai Rp104,3 triliun. Sementara posisi asing di SBI tercatat Rp 8,4
triliun yang menurun tajam dibandingkan posisi Agustus 2008 sebesar Rp 68,4 triliun.
Kondisi keuangan merupakan suatu keadaan yang menunjukkan tingkat
kesehatan perusahaan yang sesungguhnya. Perusahaan dengan kondisi keuangan
yang tidak sehat pada umumnya dapat dilihat dari adanya masalah pada perusahaan
dalam menjaga keberlangsungan usaha (Ramadhany, 2004). Menurut Petronela (2004)
kondisi keuangan perusahaan dapat terlihat dari laporan keuangan yang dibuat oleh
perusahaan yang dapat memberikan indikasi apakah perusahaan tersebut mengalami
kerugian maupun dalam kondisi yang sehat (menghasilkan laba). Kondisi keuangan
diukur dengan mengkategorikan perusahaan yang mengalami financial distress
(mengalami kesulitan keuangan) dan perusahaan yang tidak mengalami financial
distress (perusahaan dalam kondisi keuangan sehat).
Kondisi keuangan yang mengalami financial distress menjadi salah satu hal yang
harus diperhatikan oleh perusahaan. Perusahaan yang mengalmi financial distress
akan dapat menyebabkan perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk tetap menjaga
keberlangsungan usahanya, dan apabila hal ini tidak ditanggulangi dengan tepat maka
perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Menurut Hanafi (2016:654) menyatakan
bahwa kebangkrutan merupakan persoalan yang serius dan memakan biaya, jika ada
suatu early warning system yang dapat memprediksi adanya tanda-tanda bahwa
perusahaan akan mengalami financial distress maka hal ini akan dapat sangat
membantu perusahaan untuk melakukan pencegahan sedini mungkin dan
meminimalisir kemungkinan perusahaan menuju kearah kebangktutan.
Perusahaan yang sedang mengalami financial distress dapat dilihat dengan
berbagai cara dan salah satunya yaitu dari rasio Earning per Share (EPS). Menurut
Sastriana (2013) EPS pada dasarnya digunakan sebagai proksi dari financial distress
karena rasio ini banyak digunakan oleh pemegang saham dalam menilai bagaimana
prospek perusahaan di masa mendatang dibandingkan dengan rasio-rasio keuangan
lainnya. Suatu perusahaan memiliki pertumbuhan yang baik di masa mendatang
apabila memiliki EPS yang positif secara terus-menerus pada setiap periodenya.
Perusahaan yang dapat dikategorikan mengalami kondisi financial distress adalah
perusahaan yang memiliki nilai EPS negatif karena ini menandakan bahwa perusahaan
sedang mengalami rugi usaha akibat dari pendapatan yang diterima perusahaan pada
periode tersebut lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan. Pada umumnya rasio-
rasio keuangan digunakan sebagai variabel bebas dalam meneliti financial distress
perusahaan karena rasio keuangan mencerminkan kinerja perusahaan pada peridode
tersebut.
598
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Menurut Ong et al. (2011) menemukan bahwa current asset turnover yang tinggi
menyebabkan probabilitas perusahaan mengalami financial distress semakin rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Indri (2014) menemukan bahwa perputaran aktiva lancar
berpengaruh positif dan sangat kuat terhadap laba perusahaan. Hasil penelitian serupa
juga ditemukan oleh Low et al. (2001) dan Yunus et al. (2017). Perbedaan hasil
penelitian menurut Septian Dwi Prastyo (2014) menunjukkan bahwa current asset
turnover tidak berpengaruh signifikan secara statistik dalam memprediksi kondisi
financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian lain yang mendukung penelitian ini juga ditemukan oleh Charitou et al. (2004)
dan Bhunia et al. (2011).
Penelitian oleh Jiming dan Weiwei (2011), Hanifah dan Purwanto (2013), Widhiari
dan Merkusiwati (2015), Noviandri (2014), serta Yudiawati dan Indriani (2016)
menemukan bahwa total asset turnover berpengaruh signifikan terhadap financial
distress. Hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya oleh Karas dan Reznakova
(2017) menemukan bahwa total asset turnover tidak berpengaruh signifikan dalam
memprediksi kebangkrutan pada taraf signifikansi 0,05. Penelitian lain yang mendukung
penelitian ini adalah Yap et al. (2012), Yunus et al. (2017), Widarjo dan Setiawan
(2009), serta Charitou et al. (2004) menyatakan bahwa total asset turnover tidak
signifikan dalam memprediksi financial distress.
Menurut Bhunia et al. (2011), serta Ong et al. (2011) dalam penelitian yang
dilakukan menemukan bahwa days sales in receivable adalah variabel yang memiliki
hubungan yang positif dan signifikan untuk memprediksi financial distress, dimana days
sales in receivable yang rendah akan menyebabkan kesempatan perusahaan dalam
mengalami kegagalan juga semakin rendah. Penelitian lain oleh Yunus et al. (2017)
serta Zeytinoglu dan Akarim (2013) menemukan bahwa days sales in receivable tidak
signifikan dalam memprediksi financial distress.
Penelitian yang dilakukan oleh Yap et al. (2012), Astuti dan Pamudji (2015), Ong
et al. (2011), Platt dan Platt (2002), Almilia dan Kristijadi (2003), serta Bhimani et al.
(2009) menemukan bahwa cash flow to total debt memiliki hubungan negatif dan
signifikan dalam memprediksi financial distress. Ini berarti bahwa cash flow to total debt
yang tinggi akan membuat probabilitas perusahaan mengalami financial ditress
semakin menurun. Rashid dan Abbas (2011), Yunus et al. (2017), serta Bhunia et al.
(2011) menemukan bahwa cash flow to total debt tidak signifikan dalam meprediksi
perusahaan yang mengalami financial distress.
Charitou et al. (2004), Jiming dan Weiwei (2011), Triwahyuningtias dan Muharam
(2012), Kusumawardana dan Aisjah (2012), Yap et al. (2012), Andre (2013), Hanifah
dan Purwanto (2013), Yudiawati dan Indriani (2016), Yunus et al. (2017), serta Fahd
and Benabdellah (2017) menemukan bahwa debt to asset merupakan rasio keuangan
yang secara signifikan mampu memprediksi terjadinya financial distress. Perbedaan
penelitian menurut Widarjo dan Setiawan (2009) meneliti pengaruh rasio keuangan
terhadap kondisi financial distress menemukan bahwa debt to asset tidak berpengaruh
terhadap financial distress perusahaan.
599
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tabel 1.1
Indeks Harga Saham Sektoral (IHSS) Perusahaan Pertambangan
600
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Almilia (2006) menyatakan bahwa financial distress ini sebagai tahap penurunan
kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.
Menurut Shaari et al. (2013) menyatakan bahwa financial distress disebabkan oleh
rendahnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari proses operasinya.
Financial distress perusahaan mengacu pada keadaan keuangan yang genting akibat
dari adanya kemunduran eksternal atau kegagalan pengendalian keuangan secara
internal (Zhang et al., 2013). Sebuah perusahaan dianggap mengalami financial
distress apabila terjadi hal-hal seperti: mengalami laba operasi bersih negatif selama
beberapa tahun, penghentian pembayaran deviden, restrukturisasi keuangan atau PHK
missal (Wongsosudono dan Chrissa, 2013).
Yayanti dan Yanti (2015) menyatakan bahwa financial distress juga dapat diukur
dengan menggunakan salah satu rasio keuangan yaitu Earning per Share (EPS). EPS
merupakan ukuran dari laba bersih pada setiap lembar saham yang dapat
menggambarkan seberapa besar perusahaan dapat menghasilkan keuntungan per
lembar saham yang akan dibagikan kepada pemilik saham (Krisnayanti dan
Merkusiwati, 2014). Menurut Sastriana (2013) EPS pada dasarnya digunakan sebagai
proksi dari financial distress karena rasio ini banyak digunakan oleh pemegang saham
dalam menilai bagaimana prospek perusahaan di masa mendatang dibandingkan
dengan rasio-rasio keuangan lainnya. Suatu perusahaan memiliki pertumbuhan yang
baik di masa mendatang apabila memiliki EPS yang positif secara terus-menerus pada
setiap periodenya. Perusahaan yang dapat dikategorikan mengalami kondisi financial
distress yang memiliki nilai EPS negatif karena ini menandakan bahwa perusahaan
sedang mengalami rugi usaha akibat dari pendapatan yang diterima perusahaan pada
periode tersebut lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.
Kondisi financial distress merupakan salah satu indikator awal yang bisa
menunjukkan bahwa perusahaan bisa menuju ke arah kegagalan atau kebangkrutan.
Kebangkrutan disini mempunyai definisi suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan
gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena
perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau
melanjutkan usahanya sehingga perusahaan tidak dapat mencapai tujuan seperti
memperoleh profit untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahan, dan
kewajiban-kewajiban yang seharusnya bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang
dimiliki (Ramadhani dan Lukviarman, 2009).
Model prediksi financial distress sangat penting bagi perusahaan, investor,
kreditor maupun pemerintah. Pihak-pihak tersebut biasanya bereaksi terhadap sinyal
distress (Subagyo, 2007). Foster menjelaskan ada beberapa pihak yang
berkepentingan terhadap informasi tentang prediksi financial distress perusahaan, yaitu
:
a. Pemberi pinjaman
Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi
terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan
memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman
yang telah diberikan.
602
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
b. Investor
Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai
kemungkinan masalah suatu perushaan dalam melakukan pembayaran kembali
pokok dan bunga.
c. Pembuat peraturan
Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan
membayar utang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan
perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan
membayar utang dan menilai stabilitas perusahaan.
d. Auditor
Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor
dalam membuat penilaian suatu perusahaan.
e. Manajemen
Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan menanggung
biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian
penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan), sehingga dengan
adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari
kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak
langsung dari kebangkrutan.
Low et al. (2001) menguji beberapa rasio keuangan dalam memprediksi
kemungkinan kesulitan keuangan dengan menggunakan model logit pada perusahaan
di Malaysia, dimana kategori perusahaan-perusahaan yang bermasalah secara
keuangan adalah mereka yang telah memperoleh perlindungan pengadilan terhadap
kreditor mereka di bawah UU Perusahaan Malaysia (1965) Bagian 176. Menggunakan
sampel 26 perusahaan bermasalah dan 42 perusahaan sehat, menemukan bahwa
current asset turnover dapat mengindikasikan kesulitan keuangan pada perusahaan di
Malaysia. Yunus et al. (2017) menemukan bahwa current asset turnover memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan dalam memprediksi perusahaan yang mengalami
financial distress di Malaysia periode tahun 2008-2012. Jumlah sampel dalam penelitian
ini adalah sebanyak 10 perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan 17
perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan pada perusahaan pada industri
manufaktur di Bursa Efek Malaysia. Hasil penelitian menemukan bahwa current asset
turnover memiliki nilai P-value sebesar 0,0090 dan standard error sebesar 0,3924.
METODE
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model
Regresi Logistik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif berbentuk asosiatif, yaitu untuk mengetahui pengaruh current asset turnover,
total asset turnover, days sales in receivable, cash flow to total debt, dan debt to asset
dalam memprediksi kondisi kondisi financial distress perusahaan pertambangan di BEI.
Populasi adalah orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik
tertentu berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dijadikan objek penelitian. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perusahaan sektor pertambangan di
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2012-2016. Berdasarkan data yang diperoleh
dari website www.idx.co.id diperoleh jumlah populasi sebanyak 43 perusahaan
603
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Jumlah sampel dari penelitian ini adalah sebanyak 8 perusahaan yang masuk kedalam
kategori mengalami financial distress dan sebanyak 16 perusahaan yang masuk
kedalam kategori tidak mengalami financial distress. Total ada sebanyak 24
perusahaan pada sektor pertambangan di BEI yang menjadi sampel penelitian pada
tahun 2012-2016 dengan tahun basis 2015 dan 2016
Teknis analisi data dalam penelitian ini menggunakan analisi regresi logistik dan
pengolahan data akan menggunakan alat bantu yaitu berupa program SPSS ( statistical
package for social science).
604
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ANALISIS/PEMBAHASAN
Statistik deskriptif berkaitan dengan pengumpulan dan peringkat data yang
menggambarkan karakteristik sampel yang digunakan dalam sebuah penelitian.
Analisis ini berguna untuk menjelaskan karakteristik sampel terutama mencakup nilai
rata-rata (mean), nilai ektrim yaitu nilai minimum dan nilai maksimum, serta standar
deviasi. Berdasarkan hasil olahan SPSS, maka didapatkan nilai minimum, nilai
maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi dari masing-masing variabel bebas
yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel Bebas
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
CATO 120 .064 5.593 1.79339 1.160076
TATO 120 .002 2.070 .71651 .495541
DSR 120 8.250 3644.246 128.68497 366.301378
CFD 120 -112.442 222.987 33.61362 43.427089
DAR 120 7.667 106.749 46.48206 18.681606
Valid N
120
(listwise)
Sumber: Lampiran 8
Nilai minimum dari variabel CATO adalah 0,064 yang terdapat pada PT. Bara
Jaya Internasional Tbk. pada tahun 2016, sedangkan nilai maksimum CATO yakni
sebesar 5,593 terdapat pada PT. Baramulti Suksessarana Tbk. tahun 2015. Nilai rata-
rata (mean) variabel CATO yakni 1,79339 dengan standar deviasi sebesar 1,160076.
Nilai minimum dari variabel TATO yakni 0,002 yang terdapat pada PT. Benakat
Integra Tbk. di tahun 2016, sedangkan nilai maksimum TATO adalah sebesar 2,070
yang terdapat pada PT. Resource Alam Indonesia Tbk. di tahun 2012. Nilai rata-rata
(mean) variabel TATO yakni 0,71651 dengan standar deviasi sebesar 0,495541.
Nilai minimum dari variabel DSR yakni 8,250 yang terdapat pada PT. Toba Bara
Sejahtra Tbk. pada tahun 2014, sedangkan nilai maksimum DSR adalah sebesar
3.644,246 yang terdapat pada PT. Bara Jaya Internasional Tbk. pada tahun 2016. Nilai
rata-rata (mean) variabel DSR yakni 128,68497 dengan standar deviasi sebesar
366,301378.
Nilai minimum dari variabel CFD adalah -112,442 yang terdapat pada PT. SMR
Utama Tbk. pada tahun 2013, sedangkan nilai maksimum CFD adalah sebesar 222,987
yang terdapat pada PT. Golden Energy Mines Tbk. pada tahun 2013. Nilai rata-rata
(mean) variabel CFD yakni 33,61362 dengan standar deviasi sebesar 43,427089.
Nilai minimum dari variabel DAR yakni 7,667 yang terdapat pada PT. SMR
Utama Tbk. pada tahun 2013, sedangkan nilai maksimum DAR adalah sebesar 106,749
yang terdapat pada PT. Energi Mega Persada Tbk. pada tahun 2016. Nilai rata-rata
(mean) variabel DAR adalah 46,48206 dengan standar deviasi sebesar 18,681606.
Tabel 4.9
Variables in the Equation
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
a
Step 1 CATO -.291 .479 .370 1 .543 .747
605
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
606
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa current asset turnover memiliki
pengaruh negatif namun tidak signifikan secara statistik terhadap financial distress.
Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Charitou et al. (2004) yang melakukan
penelitian pada perusahaan industri publik di UK dengan jumlah sampel penelitian yaitu
sebanyak 51 perusahaan dengan kategori mengalami kebangkrutan dan 51
perusahaan dengan kategori sehat. Hasil penelitian Charitou et al. (2004) menunjukkan
bahwa current asset turnover tidak signifikan dalam memprediksi terjadinya financial
distress. Hasil yang tidak signifikan ini karena nilai current asset turnover yang terlalu
tinggi akan dapat mengganggu likuiditas perusahaan. Besarnya nilai aktiva lancar yang
digunakan untuk menghasilkan barang yang akan diproduksi mengindikasikan bahwa
manajemen perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk mengelola aktiva lancar
yang dimiliki untuk menghasilkan laba bagi perusahaan, namun belum dilakukan secara
maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Charitou et al. (2004) didukung oleh hasil
penelitian lain yang sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Septian Dwi Prastyo
(2014) dan Bhunia et al. (2011).
607
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
4.3.3 Pengaruh cash flow to total debt (CFD) terhadap financial distress.
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa cash flow to total debt memiliki
pengaruh negatif dan tidak signifikan secara statistik dalam memprediksi financial
distress.
Hasil pengujian ini sesuai dengan temuan Yunus et al. (2017) dalam
penelitiannya menemukan bahwa cash flow to total debt tidak signifikan secara statistik
dalam memprediksi financial distress pada perusahaan industri manufaktur di Malaysia
periode tahun 2008-2012. Terdapat 185 sampel yang menjadi objek observasi terdiri
dari 85 perusahaan yang sehat dan 50 perusahaan yang mengalami kebangkrutan.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh Rashid dan Abbas (2011) yang menemukan
bahwa cash flow to total debt tidak signifikan secara statistik dalam memprediksi
perusahaan yang mengalami financial distress di Pakistan.
608
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa dari lima variabel yang diteli hanya terdapat dua variabel yang
signifikan terhadap financial distress. Variabel tersebut adalah total asset turnover dan
debt to asset, sedangkan tiga variabel lainya seperti current asset turnover, days sales
in receivable, dan cash flow to total debt tidak signifikan terhadap financial distress.
Total asset turnover menunjukkan seberapa besar perputaran total aktiva
digunakan untuk menghasilkan penjualan. Total asset turnover tinggi ini menunjukkan
bahwa perusahaan telah mengelola aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan
secara optimal sehingga hal tersebut akan dapat meningkatkan laba yang diperoleh
oleh perusahaan dan adanya kemungkinan perusahaan mengalami suatu kondisi
financial distress akan menurun.
Debt to asset menunjukkan bahwa sejauh mana perusahaan tersebut dibayai
oleh utang. Debt to asset yang tinggi berarti bahwa proporsi pembiayaan utang yang
tinggi dibandingkan pembiayaan ekuitas. Apabila suatu perusahaan lebih banyak
dibiayai oleh utang atau memiliki utang yang lebih besar daripada asetnya, maka
perusahaan akan berisiko mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Debt to
asset memiliki pengaruh positif menunjukkan apabila nilai utang terhadap aset yang
dimiliki perusahaan semakin tinggi maka probabilitas perusahaan tersebut mengalami
financial distress akan semakin tinggi.
609
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi pihak perusahaan hendaknya memperhatikan faktor yang memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap financial distress seperti variabel total asset turnover dan
debt to asset karena pengelolaan total aktiva yang efektif untuk menghasilkan
penjualan akan dapat memberikan laba yang optimal bagi perusahaan sehingga
kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress akan dapat dihindari.
Rasio lainnya yang harus diperhatikan oleh pihak perusahaan yaitu debt to asset
dimana perusahaan harus memperhatikan pengelolaan utang yang dimiliki karena
apabila suatu perusahaan memiliki utang yang lebih besar daripada asetnya maka
akan berisiko bagi perusahaan mengalami kondisi financial distress.
2. Bagi para investor dan calon investor yang ingin berinvestasi pada perusahaan
pertambangan di BEI sebaiknya memperhatikan rasio keuangan perusahaan seperti
total asset turnover dan debt to asset yang berpengaruh signifikan dalam
memprediksi kondisi perusahaan yang mengalami financial distress, sehingga akan
dapat meminimalkan risiko mengalami kerugian.
Pustaka:
Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi. 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa
Efek Jakarta. JAAI, 7 (2), hal.183-210.
Almilia, L.S. 2006. ―Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Gopublic dengan
Menggunakan Analisis Multinomial Logit‖, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. XII
No.
Andre, Orina. 2013. Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, dan Leverage Dalam
Memprediksi Financial Dstress. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Padang.
Astuti, Puji dan Sugeng Pamudji. 2015. Analisis Pengaruh Opini Going Concern,
Likuiditas, Solvabilitas, Arus Kas, Umur Perusahaan dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Kemungkinan Financial distress. Diponegoro Journal Of Accounting,
4 (1), hal. 1-11.
Bank Indonesia. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bhimani, A., Gulamhussen, M. A., & Lopes, S. 2009. The Effectiveness of The Auditor's
Going Concern Evaluation as an External Governance Mechanism: Evidence
From Loan Default. The International Journal of Accounting 44.
Bhunia, Amalendu, Sri Islam Uddin Khan, dan Somnath Mukhuti. 2011. Prediction of
Financial Distress-A Case Study of Indian Companies. Asian Journal of
Business Management, 3 (3), hal. 210-218.
Bursa Efek Indonesia. 2016. IDX Yearly Statistics 2012-2016. Jakarta: IDX.
Cahyono, Wijaya Adi. 2013. Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan
Batubara yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 – 2012 dengan
Menggunakan Analisis Model Z‘score Altman. Skripsi Universitas Brawijaya.
610
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Indri. 2014. Pengaruh Perputaran Aktiva Lancar Terhadap Laba Perusahaan Pada
Industri Consumer Goods Industry. Jurnal Akuntansi, 2(2), h: 56.
Jiming, Li dan Du Weiwei. 2011. An Empirical Study on the Corporate Financial Distress
Predicton Based on Logistic Model : Evidence from China‘s Manufacturing
Industry. International Journal of Digital Content Technology, 5 (6), hal. 368-37.
Juniarti. 2013. Good Corporate Governance and Predicting Financial Distress Using
Logistic and Probit Regression Model. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 15 (1),
hal. 43-50.
Karas, Michal dan Maria Reznakova. 2017. The Potential Of Dynamic Indicator In
Development Of The Bankruptcy Prediction Models: The Case Of Construction
Companies. Acta Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae
Brunensis, 65 (2), hal.641–652.
Krisnayanti Arwinda Putri, Ni Wayan dan Ni Kt. Lely A. Merkusiwati. 2014. Pengaruh
Mekanisme Corporate Governance, Likuiditas, Leverage, Dan Ukuran
PerusahaanPada Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana,
7 (1), hal. 93-106.
Kusumawardana, Furqon dan Siti Aisjah. 2012. Analisis Rasio Keuangan Untuk
Memprediksi Financial Distress (Studi Pada Indeks LQ45 yang Terdaftar di BEI
Periode 2009-2011). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 1
(2).
Low, Soo-Wah, Fauzias Mat Nor, and Puan Yatim. 2001. Predicting Corporate Financial
Distress Using The Logit Model: The Case of Malaysia. Asian Academy Of
Management Journal, 6 (1), hal 49-61.
Murhadi, Werner R. 2013. Analisis Laporan Keuangan Proyeksi dan Valuasi Saham.
Jakarta: Salemba Empat.
Noviandri, Tio. 2014. Peranan Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi
Financial Distress Perusahaan Sektor Perdagangan. Jurnal Ilmu Manajemen, 2
(4), hal. 16-55.
Ong, Shuk-Wern, Voon Choong Yap, and Roy W.L. Khong.2011. Corporate failure
prediction: a study of public listed companies in Malaysia. Emerald Group
Publishing Limited, 37 (6), hal. 553-564.
Petronela,Thio. 2004. Perkembangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian
Opini Audit. Jurnal Balance.
611
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Platt, Harlan D. dan Marjorie B. Platt. 2002. Predicting Corporate Financial Distress:
Reflections on Choice Based Sample Bias. Journal of Economics and Finance,
26 (2), hal. 184-199.
Ramadhany, Alexander. 2004. Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ.
Thesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Ramadhani, Ayu Suci dan Niki Lukviarman. 2009. Perbandingan Analisis Prediksi
Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan
Altman Modifikasi Dengan Ukuran Dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel
Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia). Jurnal Siasat Bisnis, 13 (1), hal. 15-28.
Rashid, Abdul dan Qaiser Abbas. 2011. Predicting Bankruptcy in Pakistan. Theoretical
and Applied Economics, 18 (9), hal. 103-128.
Sastriana, Dian. 2013. Pengaruh Corporate Governance dan Firm Size Terhadap
Perusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan (Financial Distress). Skripsi.
Universitas Diponogoro, Semarang.
Septian Dwi Prastyo. 2014. Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur dengan
Pendekatan Multinomial Logit. Naskah Publikasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Shaari, Noor Azizah, Nurfadhilah Abu Hasan, Yamuna Rani Palanimally, dan Rames
Kumar Moona Haji Mohamed. 2013. The Determinants of Derivative Usage: A
Study on Mallaysian Firms. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research
in Business, 5 (2), pp: 300-316.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Manajemen. Bandung:Alfabeta.
Utama, Made Suyana. 2016. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: CV. Sastra Utama.
Triwahyuningtias, Meilinda dan Harjum Muharam. 2012. Analisis Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas dan Leverage
Terhadap Terjadinya Kondisi Financial Distress (Studi Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010).
Diponegoro Journal of Management, 1 (1), hal. 1-14.
Werastuti, Desak Nyoman Sri. 2013. Pengaruh Auditor Client Tenure, Debt Default,
Reputasi Auditor, Ukuran Klien dan Kondisi Keuangan Terhadap Kualitas Audit
Melalui Opini Audit Going Concern. VOKASI Jurnal Riset Akuntans, 2 (1), hal.
99-116.
Wiagustini, Ni Luh Putu. 2013. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Denpasar:
Udayana University Pres.
Widarjo, W. dan Setiawan D. 2009. The Influence of Financial Ratio on Financial
Distress in Autumotive Companies. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 11 (2), hal.
107-119.
Widhiari, Ni Luh Made Ayu dan Ni K. Lely Aryani Merkusiwati. 2015. Pengaruh Rasio
Likuiditas, Leverage, Operating Capacity dan Sales Growth Terhadap Financial
Distress. E-Jurnal Akuntansi Udayana, 11 (2), hal. 456-469.
Wongsosudono, Corinna dan Chrissa. 2013 Analisis Rasio Keuangan Untuk
Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bina Akuntansi. 19 (2), hal. 1-14.
612
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Yap, Ben Chin Fook, Shanmugam Munuswamy, and Zulkifflee Bin Mohamed. 2012.
Evaluating Company Failure in Malaysia Using Financial Ratios and Logistic
Regression. Asian Journal of Finance & Accounting, 4 (1), hal. 330-344.
Yayanti, Vivian dan Yanti. 2015. Analisis Pengaruh Likuiditas, Efisiensi Operasi, dan
Corporate Governance Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Buersa Efek Indonesia Pada Periode 2012-2014.
Jurnal Ekonomi, 20 (1), hal. 154-173.
Yudiawati, Rike dan Astiwi Indriani. 2016. Analisis Pengaruh Current Ratio, Rasio Debt
to Total Asset, Total asset turnover, dan Sales Growth Ratio Terhadap Kondisi
Financial Distress (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
Di BEI Tahun 2012-2014). Diponegoro Journal of Management, 5 (2), hal. 1-
13.
Yunus, Fauziah Mohamad, Nurain Farahana Zainal Abidin, dan Norashikin Nasaruddin.
2017. Predicting Financial Distress Companies in Malaysia Manufacturing
Industry Using Logistic Regression and Decision Tree Analysis. Journal of
Business Management and Economic Studies, 2 (2), hal. 91-101.
Zeytinoglu, Emin dan Yasemin Deniz Akarim. 2013. Financial Failure Prediction Using
Financial Ratios: An Empirical Application on Istanbul Stock Exchange. Journal
of Applied Finance & Banking, 3 (3), hal. 107-116.
Zeytinoglu, Emin dan Yazemin Deniz Akarim. 2013. Financial Failure Prediction Using
Financial Ratios: An Empirical Application on Istanbul Stock Exchange. Journal
of Applied Finance & Banking, 3 (3), hal.107-116.
Zhang, Ying, Chong Wu, dan Xin-ying Zhang. 2013. Enterprise Financial Distress
Prediction Based on BPNN: A Case Study of Chinese Listed Companies. Information
Technology Journal, 12 (23), pp: 7684-7690.
613
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
Oleh
Muhammad Nur Affandi1, Fandi Ahmad2
614
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Siklus pengelolaan keuangan daerah yang awalnya dipegang penuh oleh pemerintah
pusat kini diserahkan kepada daerah untuk mengelola keuangannya sendiri dalam
bentuk anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).hal ini dapat dilihat dalam
pembangunan daerah adalah perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintahan yang
telah diserahkan ke Daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional (Pasal
258 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014.
Kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan pengendalian dan evaluasi terhadap
rencana pembangunan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, diamanatkan bahwa Bupati maupun
Walikota dalam melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah
lingkup kabupaten/kota, meliputi evaluasi terhadap: (1) kebijakan perencanaan
pembangunan daerah; (2) pelaksanaan rencana pembangunan daerah; dan (3) hasil
rencana pembangunan daerah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa evaluasi terhadap
perencanaan pembangunan daerah oleh Bupati/Walikota dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh Bappeda untuk keseluruhan perencanaan pembangunan daerah, dan
oleh Kepala SKPD untuk capaian kinerja pelaksanaan program dan kegiatan SKPD
periode sebelumnya. Evaluasi oleh Bappeda meliputi: (1) penilaian terhadap
pelaksanaan proses perumusan dokumen rencana pembangunan daerah, dan
pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah; dan (2) menghimpun,
menganalisis dan menyusun hasil evaluasi Kepala SKPD dalam rangka pencapaian
rencana pembangunan daerah. Hasil evaluasi menjadi bahan bagi penyusunan
rencana pembangunan daerah untuk periode berikutnya.
Namun, yang terjadi saat ini berbagai kendala mengenai realisasi anggaran oleh
SKPD masih terjadi, hal ini mencerminkan lemahnya perencanaan penerapan rencana
strategis anggaran serta realisasi anggaran pada kurun waktu satu tahun anggaran
yang telah diputuskan dalam RPJMD. Perkembangan penyerapan anggaran yang tidak
optimal di beberapa SKPD khususnya di Kota Bandung nampaknya sudah menjadi
permasalahan yang sukar untuk di pecahkan, terlihat dari capaian anggaran yang
masih belum mencapai 100% dari target.
KAJIAN LITERATUR
Kajian penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah, diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Riswan dan Viani dalam jurnalnya yang berjudul
―Analisis Efisiensi Anggaran Belanja Dinas Pendidikan Kabupaten Kapuas‖ Vol 13 no.1/
April 2012.
Perbedaan penelitian Riswan dan Viani dengan penulis yakni, penelitian Inayah lebih
kepada untuk menganalisis angaran dan realisasi belanja pada SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi anggaran SKPD Kota Kapuas
615
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Penelitian ketiga dilakukan oleh Addina Marizka pada tahun 2009 yang berjudul
―Analisis Kinerja Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah
Kota Medan‖. Penelitian Addina lebih kepada analisis kinerja pengelolaan anggaran
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi anggaran pada SKPD di Kota Bandung.
METODE
Untuk menidentifikasi ataupun mengendalikan agar tidak terjadi masalah pada sistem,
setiap komponen yang ada perlu memahami pentingnya keterlibatan. Salah satu
pendekatan yang dapat dilakukan adalah pemahaman mengenai Driver-Pressure-
State-Impacts-Response (DPSIR) (Gambar 1). Pendekatan ini dikembangkan oleh
United National Environment Programme (UNEP) untuk memetakan kapasitas
pengelolaan dan kualitas pada lingkungan. (Arsanti et al. 2012).
ANALISIS/PEMBAHASAN
Teknik analisis yang digunakan dalam evaluasi RKPD tahun 2014 ini adalah analisis
perbandingan, yaitu membandingkan antara realisasi hasil kinerja dengan target kinerja
yang telah ditetapkan dalam RKPD dan membandingkan antara realisasi anggaran
dengan anggaran yang dicapai dalam LKPJ.
Di dalam pembangunan daerah adalah perwujudan dari pelaksanaan urusan
pemerintahan yang telah diserahkan ke Daerah sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional (Pasal 258 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014. Memperhatikan
data yang disajikan di atas, perlu kiranya dilakukan evaluasi secara menyeluruh tentang
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah, mengingat banyak bidang
urusan yang masih belum menyentuh 100% dari target. Dan berdasarkan data dalam
SKPD Tahun 2014 hingga 2016 pada 32 SKPD kota Bandung, diperoleh gambaran
realisasi anggaran beberapa urusan pemerintahan sebagai berikut:
616
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Data: diolah
617
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Data: diolah
Dan dapat diketahui juga dari tabel di atas menunjukkan hasil capaian dari setiap
target penyerapan anggaran pada setiap urusan SKPD pada kota bandung dalam
periode tahun 2014 sampai 2016 masih belum ada cenederung jauh dari target yang
mencapai 100% dari target, dan dapat di temukan masih ada beberapa grafik
pencapaian yang tidak stabil seperti dapat di lihat ada SKPD yang cenderung naik dari
tahun ke tahun dan juga ada beberapa SKPD yang cenderung fluktuatif serta yang lebih
buruk adalah penyerapan anggaran yang cenderung turun pada setiap periode.
Capaian realisasi anggaran SKPD tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang
nantinya akan dibahas lebih lanjut dan mendalam oleh penulis dalam pembahasan
permasalahan yang timbul dalam realisasi urusan wajib dan urusan pilihan dan untuk
lebih mengetahui penyebab turunnya performance pada setiap SKPD maka peneliti
memakai metode DPSIR utuk dapat mengetahui apa sumber penyebab dari urusan
SKPD yang tidak berjalan sesuai dengan target.
Meskipun secra keseluruhan dari tahun ke tahun sudah dapat peningkatan namun
masih belum ada SKPD yang mencapai 100% dari target, kemudian dari fenomena
tersebut penulis mencoba untuk mencari akar penyebab masalah dan hal hal yang
618
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
mempengaruhi dari masalah yang terjadi dengan menggunakan metode DPSIR, dan
untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar di bawah ini
Data: diolah
Dari gambar di atas dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi capaian realisasi
dari target urusan yang ada pada SKPD utuk itu penulis mencoba mengambarkan lebih
lanjut dari konsep DPSIR yang di pakai untuk mengidentifikasi masalah dan untuk
penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini.
1. Urusan Pendidikan
Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih belum sesuai dengan
harapan masyarakat.
Fasilitas dan Infrastruktur pendidikan SMP dan dan Pendidikan Menengah
Negeri belum merata:
Kinerja Tenaga pendidik penerima tunjangan profesi masih perlu ditingkatkan
Masih terdapat tenaga pendidik yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan
minimal
619
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Mahalnya biaya pendidikan tinggi salah satu kendala bagi masyarakat untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggI
Program pembangunan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kota
belum bersinergi secara optimal
2. Urusan Kesehatan
Keterbatasan jumlah tenaga pengelola akreditasi
Puskesmas sedang dalam kondisi rehabilitasi berat
Semua sarana kesehatan swasta memberikan laporan Adanya penduduk yang
berpindah-pindah sehingga tidak terdata dan tidak melanjutkan pemeriksaan
Implementasi regulasi masih lemah
Tingkat kunjungan pasien yang selalu meningkat dari tahun ke tahun,
membutuhkan sarana pelayanan kesehatan yang memadai baik dari jenis
pelayanan dan peralatan kesehatan kedokteran yang modern seiring kemajuan
teknologi saat ini.
Masih banyaknya masyarakat yang belum menjadi peserta JKN ditandai
dengan masih tingginya pasien yang menjadi pasien umum dibandingkan
dengan pasien dengan kepesertaan JKN.
4. Urusan Perumahan
Keterbatasan sarana prasarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran
dan bencana lainnya.
Masih kurangnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap pencegahan dan
penanggulangan kebakaran,
Masih kurangnya pemilik bangunan dalam melengkapi gedung dengan sistem
proteksi kebakaran,
Kurangnya sumber air dengamn banyaknya hidrant kota yang tidak berfungsi
serta kecilnya debit air sungai pada musim kemarau
6. Urusan Perhubungan
Masih ada beberapa titik parkir liar kendaraan bermotor yang berpotensi
menimbulkan rawan kemacetan.
Masih banyak pengemudi angkutan umum yang sering melakukan pelanggaran
dan tertib lalu lintas di jalan.
620
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
8. Urusan Pertanahan
Target yang tercantum dalam RPJMD tidak memperhatikan alokasi anggaran
yang tersedia. Misal, di dalam RPJMD, target pembebasan lahan adalah 150
bidang, namun anggaran yang tersedia hanya 34 bidang.
Permasalahan sengketa tanah yang menghabiskan waktu, karena kita harus
mengahdiri siding-sidang di pengadilan
621
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
622
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
623
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
624
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
625
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
626
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Dampak(Impact)
Berbagai dampak akibat realisasi urusan antar SKPD yang tidak tercapai di kota
bandung teridentifikasi sebagai berikut.
1) Banyak program kerja yang terhenti di tengah jalan, ini di akibatkan karena
tumpang tindihnya kebijakan akibat adanya pergantian dankepentingan penjabat
daerah.
2) Belum adanya sinergitas antar unit per-SKPD sehingg kebijakan kebijakan yang
diambil tidak dapat sepenuhnya terasa ke SKPD lainnya.
3) Kerjasama luar negeri masih belum bisa secara optimal segera ditindaklanjuti,
karena kewenangan kerjasama dengan luar negeri masih merupakan kewenangan
pusat yang tidak di desentralisasikan ke daerah sehingga harus senantiasa
melibatkan Pemerintah Pusat
4) Adanya keraguan dalam pengambilan keputusan karena dikhawatirkan berbenturan
dengan aturan lain.
5) Lemahnya pengawasan teradap program kerja yang berjalan di setiap SKPD.
6) Kurangnya tenaga ahli dalam analisis data terkait gangguan ketertiban umum;
Akibat dari tidak optimalnya program urusan di setiap SKPD di Kota bandung
berdampak pada pertumbuhan ekonomi lokal yang kurang aktif. Dan kaeran ahal
tersebut berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi yang lambat di Kota Bandung
yang berakibat semakin banyaknya masyarakat yang masuk dalam golongan miskin
dan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini juga akan menyebabkan pembangunan
secara keseluruhan di Provinsi Bandung akan terhambat sehingga Kota Bandung akan
tertinggal dengan provinsi lainnya.
627
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Tanggapan (Reasoaning)
Dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi terkait
Perkembangan program berbagai urusan SKPD di Kota Bandung, beberapa pihak baik
dari pemerintah pusat, pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat, kota bandung telah
berusaha melakukan beberapa tindakan tanggapan. Salah satunya melalui kebijakan
dan strategi baik dari sisi eksternal maupun internal untuk menyelesaikan isu terkait
dengan pengembangan program kerja berjalan melambat.
Selain itu, pemerintah kota juga pernah melakukan kerjasama dengan Departemen
terkait dalam upaya untuk meninjau keberlanjutan dari dalam proses implementasi
program kerja yang ada. Adapun dalam upaya mendukung perkembangan program
kerja di kota bandung, pemerintah memiliki berbagai program seperti:
KESIMPULAN
Sebagai sintesis, dapat disimpulkan bahwa masalah kompetensi dari SDM
menjadi salah satu penghambat dalam realisasi RPJMD
Kedepan di harapkan adanya koordinasi yang lebih baik antar SKPD
Mengkonfersi tingkat proses pekerjaan dan pelayanan manual untuk lebih
memanfaatkan teknologi informasi.
Keterlambatan penyusunan anggaran
628
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Kedepan beberapa program yang ada harus lebih meningkatkan peran serta
masyarakat.
SARAN
Sebagai studi lanjutan dari penelitian ini, disarankan agar dapat menganalisis hubungan
antara kompetensi pegawai kemudian di analisa dari sisi efesiensi dengan tingkat
realisasi anggaran dari setiap SKPD kemudian dapat dianalisa kembali dari sisi
hambatan dalam integrasi dan kebaharuan data pada setiap SKPD.
Pustaka:
Fahrianta, R. Y., & Carolina, V. 2016. Analisis Efisiensi Anggaran Belanja Dinas Pendidikan
Kabupaten Kapuas. Jurnal Manajemen dan Akuntansi, 13.
Undang undang Nomor 23 Tahun 2014
Inayah, R. N., & Yulianti, R. (2 Karageorgis, A. P., Kapsimalis, V., Kontogianni, A., Skourtos, M.,
Turner, K. R., & Salomons, W. (2006). Impact of 100-year human interventions on the
deltaic coastal zone of the Inner Thermaikos Gulf (Greece): a DPSIR framework
analysis. Environmental Management, 38(2), 304-315. 010). Implementasi E-Government di
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten (Doctoral dissertation, Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa).
Marizka, A. (2009). Analisis Kinerja Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
Pemerintah Kota Medan. Analisis Kinerja Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah Pemerintah Kota Medan.
Karageorgis, A. P., Kapsimalis, V., Kontogianni, A., Skourtos, M., Turner, K. R., &
Salomons, W. (2006). Impact of 100-year human interventions on the deltaic coastal
zone of the Inner Thermaikos Gulf (Greece): a DPSIR framework analysis.
Environmental Management, 38(2), 304-315.
629
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRAK
630
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
ABSTRACT
This research aims to clarify the influence of life style toward a buying decision is
mediated by the variable perception. This research was conducted on a martial arts
class Muay Thai in Bali, where the branch of Denpasar and Badung who has the most
members. The sample size of this study as many as 70 people respondents, with
purposive sampling method. The collection of data obtained with the now spreading
methods based on the questionnaire. Data analysis using path analysis and test sobel.
The results showed that the lifestyle of positive and significant effect against the
purchasing decision. A positive and influential lifestyle significantly to perceptions. The
perception of a positive and significant effect against the purchasing decision. The
perception was able to partially mediate the influence of lifestyle against the purchasing
decision. The implication of this research is the management of the martial arts of Muay
Thai in Bali make use of lifestyle as a leading choice in order to be able to create the
perception of the good to the customer that ultimately cause the decision to be a
member of the martial arts of Muay Thai in Bali. Thus, it is advisable to stakeholders
Muay Thai martial arts in Bali in order to continue to improve the quality of sports
techniques Muay Thai martial arts, in addition to considering the competitive package
price, quality of service, and promotional intensity to improve organizational
performance.
631
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
PENDAHULUAN
Muay Thai merupakan kelas seni beladiri kombinasi dengan gym yang sedang
berkembang di Indonesia, termasuk Bali di mana anggota terbanyak berada di
Denpasar dan Badung. Banyak peminat dari berbagai kalangan, terutama remaja dan
dewasa yang tertarik terhadap seni beladiri Muay Thai. Hal ini, menimbulkan keinginan
untuk membeli jasa atau menjadi anggota beladiri tersebut. Dalam memenuhi keinginan
tersebut, diawali proses pengambilan keputusan pembelian jasa atau menjadi sebagai
anggota.
Dalam tahapan proses pembelian, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku ataupun keputusan pembelian konsumen (Kotler dan Keller,
2009: 166). Faktor psikologis dibagi menjadi motivasi, persepsi, pengetahuan,
keyakinan, dan sikap (Setiadi, 2003). Salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi
keputusan pembelian adalah persepsi, khususnya pada nilai. Dalam pembelian jasa,
terdapat perbedaan dalam nilai-nilai yang dirasakan atau dipersepsikan oleh
pelanggan, karena konsumen tersebut memiliki gaya hidup dan kebutuhan yang
berbeda pula (Hur et al., 2010).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketika memutuskan melakukan
pembelian suatu jasa, konsumen dipengaruhi oleh persepsi nilai ataupun nilai yang
dirasakan (Wu dan Chen, 2014). Keputusan pembelian konsumen tergantung pada
persepsi nilai mereka pada jasa, yang menunjukkan hubungan positif antara persepsi
nilai dengan keputusan pembelian (Zeithaml, 1988). Persepsi nilai juga dapat
digunakan dalam mengarahkan konsumen dalam menemukan keinginan, permintaan,
dan keputusan membeli pada sebuah jasa (Wu dan Chen, 2014). Terdapat penelitian
yang menyatakan bahwa gaya hidup berpengaruh dalam pengambilan keputusan
pembelian (Ardi, 2013). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa gaya hidup
berpengaruh terhadap persepsi nilai pada suatu jasa (Liu et al., 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan penelitian ini adalah: (1)
Untuk menjelaskan pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian jasa kelas
seni beladiri Muay Thai di Bali, (2) Untuk menjelaskan pengaruh gaya hidup terhadap
persepsi jasa kelas seni beladiri Muay Thai di Bali, (3) Untuk menjelaskan pengaruh
persepsi terhadap keputusan pembelian jasa kelas seni beladiri Muay Thai di Bali, dan
(4) Untuk menjelaskan peran persepsi dalam memediasi pengaruh gaya hidup terhadap
keputusan pembelian jasa kelas seni beladiri Muay Thai di Bali.
KAJIAN LITERATUR
Kotler dan Keller (2009: 184) menyatakan bahwa keputusan pembelian adalah
suatu proses mulai dari konsumen mengetahui kebutuhan atau keinginannya, sampai
kemudian memutuskan untuk membeli suatu jasa. Schiffman dan Kanuk (2007: 96)
mendefinisikan suatu keputusan pembelian ―sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua
atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia
harus memliki pilihan alternatif‖. Schiffman dan Kanuk (2007: 485) juga menyatakan
bahwa konsumen biasanya mencari informasi yang relevan tentang kebutuhan yang
ditentukan terkait konsumsi dari pengalaman masa lalu mereka sebelum mencari
informasi eksternal. Dengan kata lain, pengalaman pembelian di masa lalu dianggap
sebagai informasi internal yang bergantung pada konsumen sebelum membuat
keputusan.
632
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Persepsi H3
H2
H4
Gaya Hidup Keputusan
Pembelian
H1
Sumber : Ardi, Nouraei et al., He et al., Guoxin et al., Linda, Liu et al., Fleith et al., Sun
& Huang, Rizky, Rahayu dkk.
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
633
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi nilai pelanggan pada produk
Samsung Galaxy di Kota Denpasar. Terdapat pula penelitian Liu et al., (2012) yang
menyatakan bahwa consumer lifestyle berpengaruh positif dan signifikan terhadap
consumer perceived value pada pasar gelap di Tiongkok. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya, hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
H2 : Gaya hidup berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi
Fleith et al. (2015) menjelaskan pengaruh positif dan signifikan pada perceived
value terhadap purchasing decision pada green product di Brazil. Sun dan Huang
(2012) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa perceived value berpengaruh
positif dan signifikan terhadap consumer decision-making style di Tiongkok. Hasil
penelitian Rizky (2013) juga menemukan persepsi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian konsumen produk ATBM Pekalongan. Berdasarkan
pemikiran diatas, hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
H3 : Persepsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian
Ardi (2013) menyatakan bahwa persepsi nilai mampu memediasi pengaruh gaya
hidup terhadap keputusan pembelian secara positif dan signifikan. Liu et al. (2012)
dalam penelitiannya menemukan bahwa gaya hidup berpengaruh positif dan signifikan
terhadap consumer perceived value yang dimediasi oleh persepsi nilai pada suatu jasa.
Terdapat pula penelitian oleh Rahayu dkk., (2014) yang menyatakan adanya peran
persepsi nilai dalam memediasi consumer lifestyle dan purchasing decision secara
positif dan signifikan. Berdasarkan pemikiran tersebut, hipotesis pada penelitian ini
yaitu:
H4 : Persepsi mampu memediasi pengaruh gaya hidup terhadap keputusan
pembelian
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian asosiatif, yaitu menganalisis peran
persepsi dalam memediasi pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian.
Penelitian ini dilakukan pada jasa kelas seni beladiri Muay Thai di Bali, di mana Cabang
Denpasar dan Badung yang memiliki anggota terbanyak. Objek dalam penelitian ini
adalah (1) gaya hidup, (2) persepsi, dan (3) keputusan pembelian.
Populasi penelitian ini adalah mereka yang menjadi anggota (member) kelas
seni beladiri Muay Thai dalam kurun waktu enam bulan terakhir di Cabang Denpasar
dan Badung. Metode penentuan sampel adalah non-probability sampling, khususnya
purposive sampling. Penelitian ini menggunakan 14 indikator sehingga menggunakan
estimasi ukuran 5 kali indikator, sehingga diperoleh ukuran sampel sebesar 5 x 14 = 70
responden. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu data
kuantitatif secara terbatas dan data kualitatif.
Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini berupa analisis jalur (path
analysis). Setelah melakukan analisis jalur, dilakukan uji sobel yang bertujuan menguji
peran persepsi sebagai variabel mediator pengaruh gaya hidup terhadap keputusan
pembelian. Kemudian dilakukan Uji VAF yang menjadi ukuran seberapa besar variabel
634
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Frekuensi Jawaban
Responden Rata-
No Pernyataan Kriteria
Rata
STS TS N S SS
Berolahraga berperan
Sangat
1 penting dalam menjaga 0 0 5 28 37 4,46
Baik
kesehatan
Saya mengikuti tren
2 1 0 28 32 9 3,69 Baik
berolahraga saat ini
Saya termasuk orang
yang tertarik untuk
3 0 1 15 33 21 4,06 Baik
mencoba olahraga
baru
Saya menyukai teknik-
Sangat
4 teknik olahraga Muay 0 0 11 30 29 4,26
Baik
Thai
635
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
yang dikeluarkan
637
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
638
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
sebesar 4,04. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada responden yang
mempertimbangkan alternatif seni beladiri lain selain seni beladiri Muay Thai.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas struktural 1, dapat dilihat bahwa
nilai Kolmogorov Smirnov (K-S) sebesar 0,054, di mana hasil tersebut mengindikasikan
bahwa model persamaan regresi tersebut berdistribusi normal karena nilai Kolmogorov-
Smirnov lebih besar dari nilai alpha 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas
struktural 2, Kolmogorov Smirnov (K-S) sebesar 0,062 di mana hasil tersebut
mengindikasikan model persamaan regresi tersebut berdistribusi normal karena nilai
Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari nilai alpha 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan
uji multikoleniaritas, variabel gaya hidup dan persepsi memiliki nilai tolerance yang lebih
besar dari sepuluh persen dan nilai VIF lebih kecil dari sepuluh. Artinya, model
persamaan regresi pada penelitian ini terbebas dari adanya multikoleniaritas.
Berdasarkan hasil perhitungan uji heteroskedastisitas struktur 1, dihasilkan nilai
signifikansi dari variabel gaya hidup sebesar 0,078 yang lebih besar dibandingkan 0,05.
Artinya, model yang dibuat tidak mengandung gejala heteroskedastisitas. Berdasarkan
hasil perhitungan uji heteroskedastisitas struktur 2, dihasilkan nilai signifikansi dari
variabel gaya hidup dan persepsi, masing-masing sebesar 0,176 dan 0,735 yang lebih
besar dibandingkan 0,05. Artinya, model yang dibuat tidak mengandung gejala
heteroskedastisitas.
Analisis jalur pada penelitian ini menggunakan dasar perhitungan analisis
korelasi dan regresi yang menggunakan software SPSS 25.0 for windows. Hasil
perhitungan disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan hasil analisis jalur substruktur 1 seperti yang disajikan pada Tabel
4, maka dapat dibuat persamaan struktural sebagai berikut :
M = α + β₁X+
e1…………………………………………………………………..……...(1)
M = 6,482 + 0,676 X + 0,065
Tabel 5 Hasil Analisis Jalur 2
Unstandardized Standardized t Sig. uji
Variabel
Coefficients Coefficients hitung t
Std.
B Beta
Error
639
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan hasil analisis jalur substruktur 2 seperti yang disajikan pada Tabel
5, maka dapat dibuat persamaan struktural sebagai berikut :
Y = α + β2X+β3M+ e₂………………………………………………………………...(2)
Y = 1,722 + 0,662 X + 0,297 M + 0,098
Berdasarkan model substruktur 1 dan substruktur 2, maka dapat disusun model
diagram jalur akhir. Sebelum menyusun model diagram jalur akhir, terlebih dahulu
dihitung nilai standar error sebagai berikut :
Pei =
√ …………………………………………………………………………....(3)
Pe1 = √ =√ = 0,736
Pe2 = √ =√ = 0,456
Berdasarkan perhitungan pengaruh error (Pei), didapatkan hasil pengaruh error
(Pe1) sebesar 0,736 dan pengaruh error (Pe2) sebesar 0,456. Hasil koefisien determinasi
total adalah sebagai berikut :
R²m = 1 – (Pe1)2 (Pe2)2…………………………………………………………....(4)
= 1 – 0,113 = 0,887
Nilai determinasi total sebesar 0,887 berarti bahwa sebesar 88,7 persen variasi
keputusan pembelian dipengaruhi oleh variasi gaya hidup dan persepsi, sedangkan
sisanya sebesar 11,3 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke
dalam model. Perhitungan pengaruh antar variabel dirangkum dalam Tabel 6 sebagai
berikut.
Tabel 6 Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung serta Pengaruh
Total Gaya Hidup (X), Persepsi (M), dan Keputusan Pembelian (Y)
Pengaru Pengaruh Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh
h Langsun Melalui Perceived Value
Total
Variabel g (M) ( 1 x 3)
X→M 0,676 - 0,676
X→Y 0,662 0,201 0,863
M→ Y 0,297 - 0,297
Sumber : Data diolah), 2018 (Lampiran 9).
640
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Uji sobel digunakan untuk menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel
Gaya Hidup (X) terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y) melalui variabel Persepsi
(M). Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung maka nilai z dari koefisien ab
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
=√
= 0,0237
Keterangan :
0,065 = Standard error koefisien a
0,098 = Standard error koefisien b
0,0237 = Besarnya standard error tidak langsung
0,676 = Koefisien jalur X terhadap M
0,297 = Koefisien jalur M terhadap Y
Z=
= 5,617
Oleh karena Zhitung sebesar 8,471 > 1,96 maka persepsi mampu memediasi
pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian. Pengujian hipotesis mediasi
dilakukan dengan metode variance accounted for (VAF). Apabila nilai VAF di atas 80
persen, maka peran M sebagai pemediasi penuh (full mediation). Apabila nilai VAF di
antara 20 persen hingga 80 persen, maka dapat dikategorikan sebagai pemediasi
parsial (partial mediation).
VAF = (0,676 x 0,297)/(0,676 + 0,297 x 0,863)
= 0,201/0,932
= 0,216 atau 21,6 persen.
Oleh karena nilai VAF (21,6 persen) lebih dari 20 persen, maka dapat
dijelaskan bahwa ada efek mediasi atau dengan kata lain persepsi sebagai pemediasi
parsial (partial mediation). Berdasarkan hasil analisis pengaruh gaya hidup terhadap
keputusan pembelian diperoleh nilai koefisien β1 sebesar 0,662 dengan tingkat
signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa gaya hidup berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil pada penelitian pengaruh gaya hidup
terhadap keputusan pembelian pada Muay Thai juga didukung oleh penelitian Ardi
(2013) yang mengemukakan gaya hidup memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nouraei et al.
(2017) mengemukakan bahwa lifestyle berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap customer’s purchasing decision. He et al. (2010) menyatakan dalam
penelitiannya lifestyle berpengaruh positif dan signifikan terhadap purchasing decision,
serta pengujian hipotesis pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian pada
641
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Muay Thai. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis pengaruh gaya hidup terhadap
keputusan pembelian dapat diterima.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh gaya hidup terhadap persepsi, diperoleh
nilai koefisien β2 sebesar 0,676 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti
bahwa gaya hidup berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gaya hidup berpengaruh terhadap persepsi pada Muay Thai, juga
didukung oleh Guoxin et al. (2011) yang menyatakan bahwa fashion lifestyle
berpengaruh positif dan signifikan terhadap consumer perceived value. Linda (2014)
mengemukakan bahwa gaya hidup berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
persepsi konsumen. Liu et al. (2012) menyatakan bahwa consumer lifestyle
berpengaruh positif dan signifikan terhadap consumer perceived value, serta pengujian
hipotesis pengaruh gaya hidup terhadap persepsi pada kelas seni beladiri Muay Thai.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis pengaruh gaya hidup terhadap persepsi dapat
diterima.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh persepsi terhadap keputusan pembelian
diperoleh nilai koefisien β3 sebesar 0,297 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 yang
berarti bahwa persepsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian. Hasil penelitian pengaruh persepsi terhadap keputusan pembelian pada
kelas seni beladiri Muay Thai, juga didukung oleh Sun dan Huang (2012) yang
menyatakan perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap consumer
decision-making style. Fleith et al. (2015) menyatakan bahwa perceived value
berpengaruh secara positif dan signifikan purchasing decision. Rizki (2013) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa persepsi memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian pada konsumen, serta pengujian hipotesis
pengaruh persepsi terhadap keputusan pembelian pada kelas seni beladiri Muay Thai.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis pengaruh persepsi terhadap keputusan
pembelian dapat diterima.
Hasil uji sobel menunjukkan bahwa persepsi secara positif dan signifikan
mampu memediasi pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian. Nilai uji sobel
melalui persepsi adalah sebesar Z = 8,471 > 1,96 dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05.
Nilai uji sobel menunjukkan bahwa persepsi mampu memediasi pengaruh gaya hidup
terhadap keputusan pembelian secara positif dan signifikan. Hasil penelitian ini
didukung oleh Ardi (2013) yang menyatakan bahwa gaya hidup dan persepsi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Liu et al. (2012)
mengemukakan bahwa perceived value memediasi pengaruh consumer lifestyle
terhadap purchase decision. Rahayu dkk. (2014) menjelaskan bahwa gaya hidup
berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian, serta pengujian
hipotesis peran persepsi memediasi pengaruh gaya hidup terhadap keputusan
pembelian pada kelas seni beladiri Muay Thai. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis
peran persepsi memediasi pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian dapat
diterima.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa, gaya hidup
berpengaruh positif dan signfikan terhadap keputusan pembelian. Artinya, jika semakin
meningkat gaya hidup maka semakin meningkatkan pula keputusan pembelian. Gaya
642
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
hidup berpengaruh positif dan signfikan terhadap persepsi. Hal ini juga menunjukkan
bahwa jika semakin meningkat gaya hidup maka semakin meningkatkan pula persepsi.
Persepsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi maka dapat meningkatkan keputusan
pembelian. Persepsi mampu memediasi secara parsial pengaruh gaya hidup terhadap
keputusan pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup memberikan dampak
yang signifikan terhadap keputusan pembelian jika di mediasi oleh persepsi, yang
berarti bahwa keputusan pembelian tergantung pada tingkat persepsi tersebut dan juga
tingkat gaya hidup.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan untuk dipertimbangan bagi pihak
manajemen kelas seni beladiri Muay Thai di Bali untuk tidak bergantung pada tren
olahraga semata, karena banyak anggota memilih seni beladiri Muay Thai tidak hanya
berdasarkan tren olahraga, melainkan karena tertarik dengan teknik-teknik seni beladiri
Muay Thai. Pihak manajemen kelas seni beladiri Muay Thai disarankan tetap
mempertimbangkan harga paket menjadi anggota kelas seni beladiri Muay Thai yang
ditawarkan guna mempertahankan anggota lama, bahkan bisa meningkatkan anggota
baru. Pihak manajemen kelas seni beladiri Muay Thai disarankan juga dapat
meningkatkan kinerja melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada anggota kelas
seni beladiri Muay Thai dan juga meningkatkan promosi agar tetap menjadi pilihan
utama pelanggan dibandingkan seni beladiri alternatif-alternatif lainnya.
PUSTAKA
Aaker, D.A. 1996. Building Strong Brands. New York: Free Press.
Adri, W., Kamener, D., dan Rosha, Z. 2013. Pengaruh Kualitas Produk Persepsi Harga
Dan Gaya Hidup Terhadap Keputusan Pembelian Pakaian Merek Levis Di Kota
Padang. eJurnal Manajemen Bunghatta, 1 (2), hal.36-44.
Alana, A. Y., Hidayat, W., dan Handoyo, J.W. 2013. Pengaruh Citra Merek, Desain, dan
Fitur Produk terhadap Keputusan Pembelian Handphone Nokia (Studi pada
Mahasiswa Universitas Diponegoro). Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis, 2 (2), hal.69-
77.
Ali, F., Omar, R. and Amin, M. .2013. An Examination Of The Relationships Between
Physical Environment, Perceived Value, Image And Behavioral Intentions: A SEM
Approach Towards Malaysian Resort Hotels. Journal of Hotel and Tourism
Management, 27 (2), hal.9-26.
Anwar, I dan Satrio, B. 2015. Pengaruh Harga Dan Kualitas Produk Terhadap
Keputusan Pembelian. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 4 (12), hal.1-15.
Ardi, D.A.P. 2013. Pengaruh Gaya Hidup, Fitur, dan Harga Terhadap Keputusan
Pembelian Blackberry. Jurnal Ilmu Manajemen, 1 (1), hal.223-233.
643
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Fleith, J.M., Ribeiro, J.L.D., dan Cortimiglia, M.N. 2015. Influence of Perceived Value on
Purchasing Decisions of Green Products in Brazil. Journal of Cleaner Production,
1 (1), hal.1-34.
Foedjiwati dan Hatane, S. 2007. Pengaruh Sikap, Persepsi Nilai, dan Persepsi Peluang
Keberhasilan Terhadap Niat Menyampaikan Keluhan (Studi Kasus pada
Perusahaan Asuransi AIG Lippo Surabaya). Jurnal Manajemen Pemasaran, 2 (1),
hal.43-58.
Gantara, G., Kumadji, S., dan Yulianto, E. 2013. Analisis Pengaruh Kualitas Layanan
dan Perceived Value Terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi Empiris pada
Mahasiswa Brawijaya Malang Pengguna Kartu Selular IM3). Jurnal Administrasi
Bisnis, 1 (1), hal.40-48.
Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi Ketujuh.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hanaysha, J.R. 2017. An Examination of The Factors Affecting Consumer‘s Purchase
Decision in The Malaysian Retail Market. American Journal of Marketing
Research, 3 (1), hal.1-7.
He, Y., Zou, D., dan Jin, L. 2010. A Lifestyle Analysis of Affluent Chinese Consumers.
Journal of Consumer Marketing, 27 (7), hal.615–628.
Hennigs, N.K., Wiedmann, P., Klarmann, C., dan Behrens, S. 2015. The Complexity Of
Value In The Luxury Industry: From Consumers' Individual Value Perception To
Luxury Consumption. International Journal of Retail & Distribution Management,
43 (10), hal.1-27.
Huang, S.S.J dan Sun, C. 2012. Cultural Value, Perceived Value, And Consumer
Decision-Making Style In China :A Comparison Based On An Urbanization
Dimension. Nankai Business Review International, 4 (3), hal.248-262.
Hur, W.M., Kim, H.K., dan Park, J.K. 2010. Food-and Situation Specific Lifestyle
Segmentation of Kitchen Appliance Market. British Food Journal, 112 (3), hal.294-
305.
Indrayani, L. dan Nurcaya, N. 2014. Peran Persepsi Kualitas Produk Dalam Memediasi
Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Niat Beli Handphone Samsung Galaxy Di Kota
Denpasar. Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 3 (4), hal.885-901.
644
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Iryanita, R dan Sugiarto, Y. 2013. Analisis Pengaruh Citra Merek, Persepsi Harga dan
Persepsi Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian (Studi pada Konsumen
Produk ATBM Pekalongan). Journal of Manajemen, 2 (2), hal.1-9.
Jaafar, S.N. 2012. Consumers‘ Perceptions, Attitudes and Purchase Intention towards
Private Label Food Products in Malaysia. Asian Journal of Business Management
and Sciences, 2 (8), hal.73-90.
Kaparang, M.O. 2013. Analisa Gaya Hidup Remaja Dalam Mengitimasi Budaya Pop
Korea Melalui Televisi. Journal Acta Diurna, 2 (2), hal. 32-46.
Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13. Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, M. 2009. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Kusdyah, I. 2012. Persepsi Harga, Persepsi Merek, Persepsi Nilai, dan Keinginan
Pembelian Ulang Jasa Clinic Kesehatan (Studi Kasus Erha Clinic Surabaya).
Jurnal Manajemen Pemasaran, 7 (1), hal.25-32.
Kusuma, I.B.S dan Suparna, G. 2015. Peran Gaya Hidup Dalam Memediasi Pengaruh
Demografi Terhadap Niat Beli Sepeda Motor Vespa Piaggio. E-Jurnal Manajemen
Unud, 4 (8), hal.2110-2124.
Kusumawardhana, V., Anantadjaya, S.P.D., dan Manurung, S.P. 2012. Gaya Hidup,
Persepsi, dan Intention to Buy : Studi Perilaku Mahasiswa Terhadap Pemilihan
Jasa Perbankan. Finance & Accounting Journal, 1 (1), hal.50-66.
Li, G., Guofeng, L., dan Kambele, Z. 2011. Luxury Fashion Brand Consumers in China:
Perceived Value, Fashion Lifestyle, and Willingness to Pay. Journal of Business
Research, 65, hal.1516–1522.
Lie, G dan Wenas, R.S. 2017. Pengaruh Bauran Promosi Dan Persepsi Harga
Terhadap Keputusan Pembelian Pada Sparkle The Organizer Manado. Jurnal
EMBA, 5 (3), hal.3694-3703.
Liu, W., Chang, L.Y., dan Lin, J.R. 2012. Consumer Lifestyle Matters: Evidence from
Gray Marker in China. Journal of Service Science and Management, 5, hal.196-
205.
645
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Mehmood, K.K dan Hanaysha, J. 2016. The Strategic Role of Hedonic Value and
Utilitarian Value in Building Brand Loyalty: Mediating Effect of Customer
Satisfaction. Pakistan Journal of Social Sciences (PJSS), 35 (2), hal.1025-1036.
Mowen, J.C dan Minor, M. 2002. Perilaku Konsumen. Jilid II. Edisi ke 5. Jakarta :
Erlangga.
Musay, F.P. 2013. Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian: Survei
pada Konsumen KFC Kawi Malang. Jurnal Administrasi Bisnis, 3 (2), hal.114-120.
Nouraie, M., Moorineh, H.Y., dan Kordi, J. 2017. Investigating The Effect of Personal
Factors on The Customers‘ Purchasing Decision. Kuwait Chapter of Arabian
Journal of Business and Management Review, 6 (7), hal.8-16.
Onozaka, Y., Hansen, H., dan Sørvig, A. 2014. Consumer Product Perceptions and
Salmon Consumption Frequency: The Role of Heterogeneity Based on Food
Lifestyle Segments. Marine Resource Economics Chicago, 29 (4), hal.351-374.
Pangestu, S.D. dan Suryoko, S. 2016. Pengaruh Gaya Hidup (Lifestyle) dan Harga
Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Kasus pada Pelanggan Peacockoffie
Semarang). Jurnal Administrasi Bisnis, 5 (1), hal.63-70.
Rahayu, S., Zuhriyah, dan Bonita, S. 2015. Pengaruh Gaya Hidup Dan Persepsi
Mahasiswa Terhadap Keputusan Pembelian Secara Online. Jurnal Manajemen
dan Bisnis Sriwijaya, 13 (3), hal.284-299.
Rarun, W. 2013. Persepsi Kualitas, Persepsi Nilai, Dan Niat Pembelian Terhadap Harga
Telepon Genggam Samsung Pada PT. Megamitra Makmur Sejahtera. Jurnal
EMBA, 1 (3), hal.1111-1119.
Riduwan dan Kuncoro, E.A. 2011. Cara Menggunakan dan Memakai Path Analysis
(Analisis Jalur). Bandung: Alfabeta
Ristania, N. dan Justianto, J.S. 2012. Analisa Pengaruh Harga, Promosi Dan Viral
Marketing Terhadap Keputusan Pembelian Pada "Online Shop" S-Nexian Melalui
Facebook. Journal of Business Strategy and Execution, 5 (2), hal.131-161.
Rizky, V. dan Aziz, A. 2015. Pengaruh Persepsi Risiko Dan Gaya Hidup Terhadap
Keputusan Pembelian Pakaian Secara Online Melalui Blackberry Messenger
(BBM). eJurnal Psikologi, 4 (1), hal.95-106.
Sangadji, E.M dan Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen, Pendekatan Praktis Disertai
Himpunan Jurnal Penelitian. Yogyakarta : ANDI.
646
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Sari, A.K. 2013. Pengaruh Citra Merek dan Keluarga Terhadap Keputusan Pembelian
Honda Beat. Jurnal Ilmu Manajemen, 1 (1), hal.285-296.
Sciffman dan Kanuk. 2007. Perilaku Konsumen : Edisi Kedua. Jakarta : PT. Indeks
Gramedia.
Semuel, H. dan Wijaya, N. 2009. Service Quality, Perceived Value, Satisfaction, Trust,
dan Loyalty pada PT. Kereta Api Indonesia Menurut Penilaian Pelanggan
Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran Universitas Kristen Petra, 4 (1), hal.23-
37.
Setiadi, J.N. 2003. Perilaku Konsumen, Konsep dan implikasi untuk strategi dan
Penelitian pemasaran. Jakarta: Kencana.
Sholihin, M. dan Ratmono, D. 2013. Analisis SEM-PLS dengan Wrap PLS 3.0 Untuk
Hubungan Nonlinear dalam Penelitian Sosial dan Bisnis. Yogyakarta : ANDI.
Sriyanto, A. dan Kuncoro, A.W. 2015. Pengaruh Kualitas Layanan, Ekuitas Merek dan
Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Produk Lion Star di Modern Market di
Jakarta. Jurnal Ekonomi dan Manajemen, 4 (2), hal.41-60.
Sudhir, K. dan Talukdar, D. 2004. Does Store Brand Patronage Improve Store
Patronage. Review of Industrial organization, 24 (2), hal.143-160.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Suria, N.N., Kusumawati, A., dan Pangestuti, E. 2016. Pengaruh Country of Origin
Terhadap Citra Merek dan Dampaknya Bagi Keputusan Pembelian. Jurnal
Administrasi Bisnis, 38 (1), hal.148-156.
Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
647
Prosiding Seminar Nasional “INOVASI MENUJU CORPORATE UNIVERSITY”
13 Desember 2018 – BPSDM Provinsi Jawa Barat
Wibowo, S.F., Sarih, I.P., dan Kresnamurti, A. 2014. Pengaruh Persepsi Kualitas
Pelayanan Dan Persepsi Nilai Terhadap Kepuasan Pelanggan (Survei Pada
Indomaret Palmerah). Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI), 5 (2),
hal.304-324.
Wijaya, P.S.M., dan Herdioko, J. 2010. Pengaruh Kualitas, Persepsi Nilai, Citra, dan
Kepuasan Terhadap Loyalitas atau Keinginan Berpindah Penumpang Bus
Transjogja. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis, 5 (2), hal.121-151.
Wu, S.I. dan Chen, Y.J. 2014. The Impact of Green Marketing and Perceived Innovation
on Purchase Intention for Green Products. International Journal of Marketing
Studies, 6 (5), hal.84-87.
Yamin, R. 2013. Persepsi Nilai, Persepsi Kualitas, Dan Citra Terhadap Kepuasan
Konsumen Pada PT. Astra International Daihatsu di Manado. Jurnal EMBA, 1 (3),
hal.1231-1240.
Silitonga, L.T. 2015. Hasil Survei : Kesadaran Hidup Sehat Masyarakat Meningkat.
http://lifestyle.bisnis.com/read/20151113/220/491709/hasil-survei-kesadaran-
hidup-sehat masyarakat-meningkat. Diakses 2 Maret 2018.
Desi. 2017. Muay Thai, Olahraga Asal Thailand yang digemari di Indonesia.
http://www.seratus.id/news/olahraga/muay-thai-olahraga-asal-thailand-yang-
digemari-di-indonesia/. Diakses 2 Maret 2018.
Hatmoko, W. 2017. MPI Kampanyekan Beladiri Muay Thai Untuk Sarana Membentuk
Tubuh. https://merahputih.com/post/read/mpi-kampanyekan-bela-diri-muay-thai-
untuk-sarana-membentuk-tubuh. Diakses 2 Maret 2018.
648