Anda di halaman 1dari 30

ILMU TEKNOLOGI PANGAN

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU


TINGGI

Dosen Pembimbing : Meilinasari, SKM, M.Kes

Disusun Oleh : Agustina Pungki Astuti (P2.31.31.1.13.002)

Rafida Mardhatila (P2.31.31.1.13.019)

Kelas/Semester : D4-A/IV

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


JAKARTA II

TAHUN AJARAN 2013 – 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya


sehingga makalah Ilmu Teknologi Pangan tentang “Pengolahan Dan Pengawetan
Pangan Dengan Suhu Tinggi”” ini dapat kami selesaikan.Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas dalam melengkapi bahan materi untuk mata kuliah Ilmu
Teknologi Pangan.

Makalah ini berisi tentang pengolahan pangan dengan suhu tinggi


sehingga melaui salah satu proses pengolahan/pengawetan ini masa simpan
makanan dapat diperpanjang, ulasan yang kami sediakan ini semoga dapat
menambah wawasan sehingga memperjelas pembahasan materi.Kami mengambil
sumber dari buku-buku, internet, serta dan lain-lain.

Dengan tersusunnya makalah ini kami harap, makalah ini dapat


memberikan manfaat bagi kita semua.Tidak lupa kami sampaikan terima kasih
kepada Ibu Meilinasari,SKM,M.Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah
Teknologi Pangan atas bimbingannya selama ini dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan serta saran demi terselesaikannya makalah ini. Makalah
kami masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun akan sangat
membantu kami dalam memperbaiki makalah selanjutnya.

Jakarta, 19 Februari 2015

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1. Latar Belakang...................................................................................................4
1.2. Tujuan................................................................................................................4
1.3. Rumusan Masalah..............................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1 Pengolahan dan Pengawetan Suhu Tinggi..........................................................6
2.2 Prinsip Pengolahan dan Penawetan Dengan Suhu Tinggi...................................7
2.3 Syarat Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi..................................7
2.4 Faktor Yang Memengaruhi Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi. 7
2.5 Cara Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi....................................8
2.5.1. Blanching.........................................................................................................8
2.5.2. Pasteurisasi.......................................................................................................9
2.5.3. Sterilisasi Komersial.......................................................................................11
2.5.4.Pengalengan (Canning)....................................................................................14
2.5.5.Penggorengan.................................................................................................16
2.5.6. Penyangraian............................................................................................17
2.5.7. Aplikasi dalam pengalengan pangan........................................................22
2.5.8. Peralatan yang Digunakan untuk Pengolahan dengan Suhu Tinggi..........25
2.6 Hasil Produk Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi.....................25
BAB III............................................................................................................................26
PENUTUP.......................................................................................................................26
3.1 Kesimpulan............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sudah sejak lama , manusia sudah dapat memanfaatkan panasnya api untuk
memasak bahan pangan. Dengan pemanasan, makanan menjadi bertambah lezat ,
mudah dikunyah, dan mudah dicerna. Manfaat pemanasan dalam mengawetkan
pemanasan sudah sejak 1810. Sejak saat itu, pengawetan makanan dengan suhu
termal berkembang dengan pesat.

Pada mulanya proses termal dalam pengolahan dan pengawetan bahan pangan
dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis yang tidak
diinginkan dalam bahan pangan seperti aktivitas enzim dan mikrobiologis.
Ternyata selama proses termal , terjadi juga secara simultan kerusakan –
kerusakan zat-zat gizi seperti vitamin serta faktor-faktor yang memengaruhi mutu
pangan seperti warna, tekstur, dan cita rasa.

Adanya kenyataan ini menyebabkan proses termal berkembang menjadi suatu


proses optimasi yang bertujuan bukan hanya untuk memperpanjang masa simpan
bahan pangan dalam bahan tertutup , tetapi juga sedapat mungkin berusaha agar
proses ini masih dapat mempertahankan zat nutrisi serta mutu bahan pangan
semaksimal mungkin.

1.2. Tujuan
 Mengetahui prinsip pengawetan dengan suhu tinggi.
 Mengetahui syarat pengolahan dan pengawetan dengan suhu tinggi.
 Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengawetan dengan
suhu tinggi.

4
 Mengetahui berbagai macam pengolahandan pengawetan bahan pangan
dengan suhu tinggi.
 Mngetahui berbagai hasil produk dari pengolahan dan pengawetan dengan
suhu tinggi.

1.3. Rumusan Masalah


1. Apa saja prinsip yang digunakan dalam mengiolah bahan pangan dengan
suhu tinggi?
2. Apa saja syarat-syarat dalam mengolah bahan pangan dengan suhu tinggi?
3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi dalam mengolah dan
mengawetkan bahan pangan dengan suhu tinggi?
4. Bagaimana cara mengolah dan mengawetkan bahan pangan menggunakan
suhu tinggi?
5. Apa saja hasil produk dari proses pengolahan dan pengawetan dengan
suhu tinggi?
6.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengolahan dan Pengawetan Suhu Tinggi


Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan
pangan.Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara
pengolahan yang menggunakan panas.Proses-proses tersebut membuat makanan
menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet.Pemberian suhu tinggi pada
pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa
pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan
menginaktifkan enzim.Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun
tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium
botulinum.

Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun
disimpan dalam wadah tertutup.Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu
pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari
prosesnya.Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan yang berbeda untuk
mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya.

Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba.Efek yang


ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan.Makin
tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan
untuk mematikan mikroba.Pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak
mencakup pemasakan, penggorengan, maupun pemanggangan. Yang dimaksud
dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah proses-proses komersial
dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi,
pasteurisasi , dan blansing.

6
2.2 Prinsip Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi

Pada pengolahan/pengawetan pada suhu tinggi, ada beberapa prinsip yang


perlu diperhatikan, yaitu :

1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan


manusia harus dimatikan.
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan

2.3 Syarat Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi


Beberapa syarat pengawetan pangan dengan panas sebagai berikut :

a. Jumlah panas harus cukup untuk mematikan miroba pembusuk dan mikroba
patogen yang paling resisten.
b. Jumlah panas tidak menyebabkan kerusakan citarasa.
c. Menghasilkan produk yang aman dikonsumsi
Tabel.1. Ketahanan Panas Beberapa Bakteri yang penting dalam sterilisasi
komersial

Ketahanan Panas
Golongan Bakeri
D Z
Bahan Pangan Berasam Rendah (pH>4,5)
Termofilik(spora)
Golongan Flat sour
4.0-5.0 14-22
(B.stearothermophilus)
Golongan Pembusuk/Produksi Gas
3.0-4.0 16-22
(C.thermosaccharolyticum)
Golongan Pembentuk Bau Sulfida
2.0-3.0 16-22
(C.nigrificans)
Meshofilik (spora)
PA (Putrefactive Anaerob) (Clostridium
0.10-0.20 14-18
botulinum) type A dan B
Clostridum sporogenes (termasuk PA.367a) 0.10-1.50 14-18
Bahan Pangan Asam (ph 4.0-4.5)
Thermofil(spora)
Bacillus coagulant 0.01-0.07 14-18

7
Mesofil
B,polymyxa dan B.macerans 0.10-0.50 12-16
Anaerob Butirat (C.pasteurianu) 0.10-0.50 12-16
Bahan Pangan Berasam Tinggi(pH<4)
Lactobacillus sp, Leukonostoc sp., dan kapang
0.50-1.00 8-10
serta khamir
Ket : D = waktu (menit) yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk memusnahkan

90% dari spora atau sel vegetatif mikroba tertentu.

Z = Jumlah ⁰F yang dibutuhkan untuk menurunkan 1 siklus log dari kurva


destruksi panas

Tabel.2. Ketahanan panas beberapa komponen bahan pangan

Komponen Z (⁰F) D (menit)


Vitamin 45-55 100-1000
Warna ,tekstur, citarasa 45-80 5-500
Enzim 12-100 1-10
Sel vegetatif 8-12 0.002-0.02
Spora Bakteri 12-22 0.1-5.0

2.4 Faktor Yang Memengaruhi Pengolahan dan Pengawetan Dengan


Suhu Tinggi
Faktor yang menentukan tinggi suhu dan lama processing, yaitu :
1. Macam makanan (cair, padat, kombinasi). Perpindahan panas yang lambat
merupakan faktor pembatas dan sterilisasi. Bahan berbentuk cairan atau bahan
yang dicampur dengan cairan memiliki sifat pindah panas yang baik. Hal
sebaliknya jika berbentuk padatan memiliki perpindahan panas yang kurang
baik.
2. Cara mengisikan makanan dalam kaleng
3. Bawah wadah. Panas akan cepat menetrasi ke dalamk bahan bila ukuran
kemasan adalah kecil
4. Besar kaleng
5. Ketebalan irisan makanan

8
6. Suhu retort dan suhu awal makanan. Perbedaan suhu yang tinggi akan
pemanas dan produk akan disterilisasi akan mempercepat penetrasi panas.
7. Rotasi/agitasi (continue, diskontinue)
8. Letak kaleng dalam retort
9. Bentuk kemasan, wadah yang ramping tinggi meningkatkan arus konveksi.
10. Jenis kemasan, penetrasi panas akan lebih cepat terjadi pada kemasan yang
terbuat dari logam daripada gelas atau plastik.

2.5 Cara Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi

2.5.1. Blanching
Blanching adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap air panas secara
langsung pada suhu kurang dari 100⁰C selama kurang dari 10 menit. Meskipun
bukan untuk tujuan pengawetan pada umumnya , proses termal ini merupakan
suatu tahap proses yang sering dilakukan pada bahan pangan sebelum
dikalengkan, dikeringkan, atau dibekukan.

Tergantung dari proses selanjutnya, tujuan blanching dapat berbeda-beda.


Dalam proses pengeringan dan pembekuan, blanching dilakukan untuk
meninaktifkan enzim yang tidak diinginlan yang mungkin dapat merubah warna,
tekstur, citarasa, maupun nilai nutrisisnya selama penyimpanan. Di dalam
pengalengan fungsi blanchingadalah untuk melayukan jaringan tanaman agar
supaya mudah di pak, menghilangkan gas dari dalam, jaringan, menginaktifkan
enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelum diserilisasi.

Berdasarkan atas proses yang akan dilakukan selanjutnya maka blanching


dapat dibedakan menjadi dua,y aitu:
Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan
pengeringan.
a. Blanching sebagapi erlakuanp endahuluanu ntuk prosesp engalengan.
b. Adapun tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk masing-
masing

9
c. adalah berbeda. Tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk
proses
d. pembekuan dan pengeringan adalah:
e. Mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan.
f. Menginaktifkan enzim yang dapatm enyebabkanp enurunank ualitas bahan
pangan.
g. Menghilangkan beberapa substansi pada bahan pangan yang dapat
menyebabkan adanya offflavor (flavor yang tidak diinginkan).
h. Mempertahankanw arna alami dari bahanp angan.

Sebagai contoh, biasanya Aspeigillus glaucus tumbuh pada buah-buahan yang


dikeringkan dan berkadar gula tinggi, seperti sale pisang dan kurma. Tumbuhnya
mikroba pada bahan pangan yang dikeringkan dapat dikurangi apabila sebelum
pengeringan terlebih dulu dilakukan blanching. Suhu dan lamanya waktu
blanching berbedar urtuk masing-masing bahan pangan.
Proses blanching dapat dioptimasi hanya melalui faktor-faktor diluar suhu dan
waktu proses. Faktor yang harus diperhatikan tersebut misalnya kehilangan karena
terlarut dalam medium dan kerusakan karena teroksidasi.

2.5.2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari 100⁰C,
akan tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai
beberapa menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. Makin tinggi suhu
pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi umumnya suatu
proses termal yang dikontaminasikan dengan proses pengawetan lainnya seperti
proses fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah (refrigasi).Tujuan utama
proses termal pada pasteuisasi adalah untuk menginaktifkan sel –sel vegetatif dari
mikroba patogen.

Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan


cara lain misalnya penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan. Uniknya,
pada beberapa bahan pasteurisasi justru dapat memperbaiki cita rasa produk.

10
Pengusaha pengolahan pangan memandang pasteurisasi sebagai upaya
memperpanjang masa simpan pangan dengan mempergunakan panas untuk
mengurangi organisme perusak yang terdapat dalam bahan. Untuk beberapa
produk, perlakuan pasteurisasi memberikan keuntungan lain, karena perlakuan
panas dapat menghilangkan bakteri patogen. Sebagai contoh dalam hal susu,
persyaratan undang-undang menyebutkan bahwa proses pasteurisasi harus cukup
untuk membunuh Mycobacterium tuberculosis dan Brucella abortus. Menurut
buku Teknolohi Pengawetan Pangan, Norman W, pada peraturan yang yang
sekarang, ada dua proses yang direkomendasikan :

1. “The Holder Process”, susu dibiarkan pada suhu 62,8oC (145oF) untuk paling
sedikit 30 menit, kemudian didinginkan dengan cepat sampai suhu 10oC
(50oF).
2. Proses HTST (High Temperature Short Time), susu dipanaskan pada suhu
71,7oC (161oF) untuk paling sedikit 15 detik dan didinginkan dengan segera
sampai suhu 10oC (50oF).
Metode pasteurisasi yang umum digunakan yaitu

1. HTST/High Temperature Short Time, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi


sekitar 75⁰C dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat
Plate Exchanger.
2. LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pemanasan dengan suhu
rendah sekitar 60⁰C dalam waktu 30 menit.
3. UHT/Ultra High Temperature, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130⁰C
selama hanya 0,5 detik saja, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan
tinggi. Dalam proses ini semua MIKROBA mati , sehingga susunya
biasanya disebut susu steril.

Prinsip pasteurisasi yaitu :

11
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan
pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan
masyarakat.
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan
menginaktifkan enzim.

Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang
digunakan di bawah 100 oC. Contohnya :

• pasterurisasi susu umumnya dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit

• pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit.

2.5.3. Sterilisasi Komersial


Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta spora-
sporanya hingga menadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan
memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora
mikroba bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15
menit pada suhu 121 oC. Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan sangat
efektif untuk sterilisasi karena menggunakan suhu jauh diatas titik didih. Proses
ini dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat. Contoh dari sterilisasi
adalah produk-produk olahan dalam kaleng seperti sarden, kornet, buah dalam
kaleng, dan lainnya. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu :

1. Sterilisasi biologis
Sterilisasi biologis adalah suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan
musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan.
2. Sterilisasi komersial
Sterilisasi komersial adalah suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba
yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati. Pada produk yang
steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan suhu
tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak

12
dapat berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi
tertentu, maka spora akan tumbuh dan berkembang biak.
Dari ketiga proses termal jelas bahwa karakteristik utama masing-masing
proses berbeda-beda. Blansing mempunyai karakteristik menginaktifkan
enzim, pasteurisasi untuk menginaktifkan sel vegetative mikroba pathogen
atau pembusuk, sedangkan sterilisasi komersial untuk menginaktifkan spora
mikroba pembusuk khususnya yang anaerobic. Sterilisasi dengan pemanasan
dibedakan atas :
a. Sterilisasi dengan pemijaran, digunakan untuk sterilisasi alat-alat
laboratorium seperti jarum ose dan lain-lain. Caranya dipanaskan dengan
membakar alat-alat tersebut di atas lampu spirtus sampai pijar.
b. Sterilisasi dengan udara panas, sering disebut sterilisasi kering, dilakukan
untuk mensterilkan alat-alat yang terbuat dari gelas. Pemanasan dilakukan
pada suhu 170-180⁰C selama 1,5-2 jam menggunakan oven.
c. Sterilisasi dengan uap air bertekanan, digunakan untuk mensterilkan alat-
alat atau bahan-bahan yang tidak rusak karena pemanasan dengan tekanan
tinggi. Sterilisasi dilakukan dengan autoklaf.
d. Sterilisasi dengan uap air panas, tidak dilakukan pada bahan-bahan yang
bukan cairan. Bahan-bahan yang disterilkan dengan cara ini umumnya
adalah media kultur yang tidak tahan dengan panas tinggi.

Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta


sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan
pemanasan selama 15 menit pada suhu 121⁰C atau ekivalennya , artinya semua
partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas.
Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng,
gelas) dan bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan
dalam autoklaf akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama
pemanasan dapat terjadi perubahanperubahan kualitas yang tidak
diinginkan.Untungnya makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna
agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan

13
kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril
komersial .Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah
kira-kira 2 tahun.Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat
pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat
organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan
pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang
tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu,
telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan
pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium
botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam
makanan kaleng.Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan
pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu
121,1⁰C selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan
dalam autoklaf.
Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri
patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum.Produk yang sudah diproses dengan
sterilisasi komersial sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal,
yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi
(sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang
sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang
biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus
stearothermophillus.
Susu dapat disterilkan dengan 2 cara baik dengan proses sterilisasi dalam
botol atau dengan proses perlakuan pemanasan ultra (Ultra Heat Treatment), yaitu

1. Proses sterilisasi di dalam botol (The in bottle sterilisation process)


Pada proses ini susu dipanaskan untuk membunuh sel mikroorganisme dan
sebagian besar sporanya susu ini dapat disimpan selama paling tidak seminggu
(biasanya lebih lama) tanpa pendingin. Mula-mula susu dihomogenisasi, ukuran
globula lemak diperkecil sedemikian rupa sehingga terdistribusi merata dan tidak

14
membentuk lapisan krim dipermukaan. Ini bisa dicapai dengan memanaskan suhu
sampai sekitar 60oC dan memaksanya lewat sebuah lubang kecil dengan tekanan
yang tinggi. Susu kemudian disaring, dimasukkan kedalam botol kaca dan ditutup
rapat. Peraturan yang sekarang berlaku diInggris ialah bahwa susu harus
dipanaskan sampai minimal 100oC dan diuji kekeruhannya harus negatif. Hasil
negatif pada uji kekeruhan ini membuktikan bahwa perlakuan pemanasan telah
cukup untuk mendenaturasi protein yang latur dalam air, yaitu laktalbumin. Suatu
perlakuan pemanasan seperti tersebut diatas terlalu ringan untuk dapat mencapai
sterilitas yang diinginkan, dan dalam prakteknya susu dapat dipanaskan sampai
suhu antara 105oC sampai 110oC selama 20-40 menit.
Kerugian-kerugian utama dari susu yang disrerilkan adalah :
1. Flavour berubah dan susu memiliki rasa masak (cooked taste)
2. Warna susu berubah, disebabkan karena karamelisasi senyawa gula dan reaksi
pencoklatan Maillard yang terjadi antara gula dan asam-asam amino.
3. Proses mengalami denaturasi dan nilai biologik protein susu sedikit berkurang.
4. Kandungan vitamin berkurang, tiamin dan asam askorbat adalah vitamin-
vitamin yang paling terpengaruh. Namun demikian kehilangan asam askorbat
tidak begitu berarti, sebab susu bukan merupakan sumber yang penting bagi
vitamin C.
2. Proses “UHT”
Pada proses ini, dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi dengan waktu yang
sangat pendek. Proses semacam ini akan membunuh semua organisme dan
sporanya tanpa memberikan pengaruh yang berarti terhadap flavour, warna dan
nilai gizi pangan. Ini adalah suatu proses dengan aliran kontinyu, dengan
memanaskan susu pada suhu antara 135oC hingga 150oC selama 1 sampai 3 detik
dalam alat penukar panas berlempeng banyak. Kemudian dituangkan pada kondisi
aseptis ke dalam wadah steril yang kemudian ditutup. Susu ini bebas bakteri dan
akan tahan disimpan dalam keadaan tertutup selama 6 bulan atau lebih.

15
2.5.4.Pengalengan (Canning)

Pengalengan atau canning adalah suatu metode pengawetan bahan pangan


yang siap untuk dimakan dalam wadah-wadah yang tertutup rapat (hermetis) yang
telah diberi perlakuan dengan suhu tinggi untuk mencegah kerusakan. Prinsip
pengalengan adalah membunuh mikroba dengan menggunakan panas dan
mencegah masuknya mikroba ke dalam wadah .

Sebetulnya orang yang menemukan proses yang sekarang kita kenal


dengan pengalengan ialah Spallanzani pada tahun 1765. Dalam percobaannya ia
membuktikan, bahwa makanan yang ditaruh dalam botol terutup dengan gabus
rapat-ra pat dapat dicegah dari kebusukan apabila botol tersebut dipanasi cukup
lama. Sebagai pelopor atau disebut sebagai “ Bapak industri pengalengan “ ialah
Nicolas Appert (1810) dari Perancis. Tetapi baru populer setelah penemuan Louis
Pasteur (1860). Kemajuan pesat dalam industri pengalengan baru terjadi setelah
tahun 1900, yaitu dengan didapatkannya botol-botol dan kaleng-kaleng yang
dapat ditutup rapat serta cara-cara yang lebih baik untuk membunuh mikroba.

Proses pengalengan
Proses pengalengan modern biasanya melibatkan operasi-operasi sebagai berikut :

1. Pembersihan dan preparasi


Semua bagian yang tidak dapat dimakan dihilangkan dari bahan makanan
yang akan dikalengkan, kemudian dipotong-potong dan dicuci.
1. Blansing
Hampir semua pangan yang berupa sayuran diblansing, dengan cara dicelup
dalam air mendidih atau diuapi. Ini sering kali dikerjakan dalam proses
kontinyu dengan cara melewatkan bahan dalam suatu lorong dengan injeksi
uap ke dalam. Lama kontaknya bervariasi dari 2 sampai 10 menit. Blansing
akan menginaktifkan enzim yang dapat mempengaruhi stabilitas bahan pangan
selama bahan tersebut menunggu proses berikutnya. Selain itu, proses
blansing membantu pengusiran gelembung-gelembung udara yang tertangkap

16
di dalam bahan, membantu memperbaiki “pengisian”nya. Jika terlalu banyak
udara yang tertinggal di dalam kaleng, suhu yang diinginkan mungkin tidak
tercapai selama proses sterilisasai dan kemungkinan mikroorganisme masih
hidup di dalam beberapa kaleng.
2. Pengisian dan echausting
Kaleng terbuka yang telah dicuci diisi secara otomatik dengan sejumlah berat
makanan. Untuk sayuran, buah-buahan dan beberapa jenis makanan yang lain,
kaleng dituangi cairan sampai 1 cm dari bibir atas. Jika bahannya sayuran
umumnya digunakan cairan larutan garam, dan sirup jika bahannya buah-
buahan. Setelah pengisian, biasanya kaleng dipindahkan ke kotak pengeluaran
gas (exhaust box) dan dilakukan kontak dengan panas atau uap, sehingga pada
saat tutup dipasang, keadaan vakum sebagian akan terbentuk di dalam kaleng.
3. Penutupan
Tutup dipasang pada kaleng, dan dilewatkan pada mesin penutup otomatis,
yang membengkokkan bagian pinggir tutup dan mulut kaleng dalam bentuk
gulungan. Gulungan tersebut kemudian dipipihkan membentuk suatu segel
tutup yang rapat, kedap udara.
4. Sterilisasi
Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai tergantung pada
beberapa factor sebagai berikut :
a. Ukuran kaleng dan keadaan isinya. Panas memerlukan waktu lebih lama untuk
menerobos masuk ke dalam kaleng yang lebih besar. Demikian juga penetrasi
panas akan lebih cepat pada medium konveksi, seperti sup, daripada medium
konduksi, seperti “corned beef”.
b. pH bahan makanan
Proses sterilisasi dirancang untuk mematikan Clostridium botulinum dan
sporanya, sebab mikroorganisme ini paling berbahaya dan sporanya paling
tahan terhadap pemanasan, yang biasanya mengkontaminasi makanan kaleng.
Oleh karenanya, makanan diklasifikasikan mennjadi kelompok-kelompok,
tergantung pada perlakuan pemanasan yang diperlukan untuk mematikan
mikroorganisme tersebut.

17
5. Pendinginan
Kaleng harus didinginkan perlahan-lahan, dengan pengurangan bertahap atas
tekanan uap pemanasnya yang dengan sendirinya akan menurunkan suhu
secara bertahap.

2.5.5.Penggorengan
1. Penggorengan Minyak dengan Pemanasan Uap
Penggorengan minyak dengan pemanasan uap ini biasanya ada pada pabrik
pengawetan ikan biasanya terdiri dari penggorengan ikan dengan minyak tumbuh-
tumbuhan. Peralatan yang pada umumnya dipergunakan untuk menangani
perkerjaan ini terdiri dari berbagai macam penggoreng minyak yang dipanaskan
dengan uap, dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang mendasar diantaranya
: hasilan, kualitas dari penggorengan, boros tidaknya minyak dan bahan baku,
kebutuhan minyak per produk, koefisien perpindahan panas uap/minyak, tingakat
mekanisasi dan otomatisasi dari proses penggorengan, fasilitas dari operasi dan
keamanan.
Penggorengan minyak uap panas dipakai pada pabrik pengawetan ikan
mempunyai pengubah panas jenis tabung (satu, dua atau lebih dari deretan tabung
boleh dipakai) yang mudah dioperasikan dan dilayani adalah pengubah panas dua
deret dengan tabung-tabung berbentuk oval. Biasanya suhu yang digunakan
adalah sekitar 1500C dengan lama waktu sekitar 8 menit.
2. Penggoreng Panas Gas dan Listrik
Penggoreng-penggoreng listrik dan gas dipakai untuk menggoreng ikan dan
hasil pangan lainnya, pada pabrik kecil misalnya pabrik pengawetan ikan. Body
penggoreng di las dari baja tahan karat dan lembaran pelat tahn panas. Body
memiliki suatu bungkus yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian belakang dbuat
kaku dan tetap, sedangkan sebagian, depan dibuat disesuaikan dengan produk.
Penggorengan listrik dipanaskan dengan elemen listrik dan penggorengan gas
dipanaskan dengan gas. Penggorengan diisi dengan minyak pada tingkat
ketinggian tertentu dan dipanaskan dengan peningkatan suhu.
Bahan pangan diletakkan didalam keranjang kerangka segi empat pada bagian
bawahnya terbuat dari kawat baja tahan karat dengan diameter sekitar 2 mm,

18
keranjang dan bahannya ditempatkan secara manual didalam penggorengan,
sedang hasil dari penggorengan bisa dipindah gerakkan secara manual keluar dari
minyak mendidih. Penggorengan dipasang dengan sensor pengukur suhu dengan
sendirinya dengan mengamati setiap detik perubahan suhu yang terjadi pada
minyak.

2.5.6. Penyangraian
Penyangraian menurut bahasa berasal dari kata sangrai yang artinya
menggoreng tanpa minyak. Sehingga penyangraian dapat di artikan sebagai proses
menggoreng bahan tanpa menggunakan minyak. Bahan yang diolah menggunakan
penyangraian adalah biji kopi, kakao, dan biji kacang-kacangan. Menurut
Mawaddah (2012) penyangraian adalah Definisi : proses pindah panas baik tanpa
media maupun mengunakan pasir dengan tujuan  mendapatkan cita rasa
tertentu.Contoh : penyangraian kerupuk, kopi, biji kakao, dan kacang.
Penyangraian kopi adalah proses yang tergantung waktu dan temperature,
dimana senyawa-senyawa kimia di dalam kopi akan berubah dengan hilangnya
massa kering kopi yang sebagian besar adalah karbondioksida dan gas-gas volatile
lainnya sebagai produk dari pirolisis. Sekitar setengah dari karbondioksida yang
dihasilkan akan tertahan dalam kopi yang telah disangrai bersama-sama dengan
senyawa flavor penting yang bersifat volatile (Anonim, 2011).
Proses Penyangraian dan Alat yang Digunakan
Pengolahan bahan pangan dengan cara penyangraian dapat dilakukan baik
secara manual maupun menggunakan mesin. Penyangraian secara manual
menggunakan wajan baik yang terbuat dari besi maupun wajan yang terbentuk
dari tanah. Proses penyangraian dengan menggunakan wajan yaitu terjadi
perpindahan panas dari permukaan pemanas ke dalam bahan. Panas yang masuk
ke bahan menyebabkan perubahan suhu dalam bahan. Panas yang menyebabkan
perubahan trmperatur tersebut disebut dengan panas sensible. Kondisi ini akan
berakhir ketika keadaan mulai jenuh yaitu bila suhu bahan semakin meningkat
sampai mendekati suhu penyangraian. Keadaan seperti ini diakibatkan oleh
adanya panas latent penguapan yang menyebabkan terjadinya proses perubahan
massa air yang terkandung dalam bahan.

19
Penyangraian juga dapat dilakukan menggunakan mesin penyangrai. Salah
satu alat penyangrai yang berbasiskan teknologi  adalah alat sangrai yang telah
dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang
dinamakanRoaster. Prinsip kerja Roaster ini adalah suatu silinder (tempat
penyangrai) yang dipanaskan dengan kompor bertekanan minyak tanah (burner),
dan diputar dengan motor listrik, setelah suhu ruang sangrai  siap untuk proses
penyangraian, motor penghisap biji, akan bekerja untuk memasukkan biji kopi ke
dalam ruang penyangrai, dan proses penyangraian berlangsung, kemudian setelah
kopi matang, kopi akan jatuh ke alat pendingin (tempering). Pada alat pendingin
ini terdapat motor untuk mengaduk kopi dan blower untuk menghisap suhu panas
kopi.  Semua proses diatas berlangsung secara manual dengan cara menekan
tombolON/OFF pada panel kontrol untuk mengendalikan motor-motor pada alat
tersebut.
Pada tahun 2008, dilakukan sebuah penelitian merancang dan membuat
kontrol  untuk motor-motor pada mesin sangrai, sehingga  motor-motor  tersebut
dapat bekerja secara otomatis, berdasarkan timer dan sensor-sensor yang dipasang
pada roaster. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mekatronika, Divisi
Industri Hilir dan Rekayasa Alat-Mesin,  Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia.

Sistem kerja dari timer, sensor dan motor pada Roaster ini dikendalikan


dengan Smart Relay Zelio Logic SR3 B261BD. Prinsip kerja disain kontrol ini
adalah sebagai berikut: saat tombol start ditekan motor penggerak silinder akan
berputar, pintu sangrai  dan tempering akan menutup secara otomatis, pada proses
ini sensor suhu akan mendeteksi  suhu  ruang sangrai untuk proses penyangraian
(±150˚C), jika kondisi tersebut terpenuhi, mesin penghisap biji kopi akan bekerja
untuk memasukkan biji kopi ke dalam ruang penyangrai, setelah  proses ini
selesai, timer untuk durasi penyangraian akan  bekerja, setelah timermencapai set
waktu yang ditentukan (proses penyangraian selesai) motor penggerak akan
membuka tutup sangrai, dan biji kopi akan jatuh ke tempat pendingin (tempering),
pada waktu yang bersamaan dengan bekerjanya motor penggerak pintu sangrai,

20
motor pemutar alat pengaduk biji kopi dan blower akan berkerja, proses ini akan
terus berlangsung sampai pada suhu biji kopi yang sudah ditentukan(± 30˚C).
Selanjutnya  sensor suhu pada tempering akan memerintahkan smart relay untuk
mengerakkan motor pembuka tutup tempering, sehingga biji kopi jatuh ke tempat
yang sudah disediakan. Setelah proses ini selesai  sistem akan berhenti. Selama
proses berlangsung, sistem kerja sensor-sensor  dan motor-motor
pada Roaster dapat dimonitoring melalui computer (Pristianto,2008)
Proses Penyangraian Kopi
Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji
kopi. Apabila kopi memiliki keseragaman dalam ukuran, specific grafity, tekstur,
kadar air, dan struktur kimia, maka proses penyangraian relative lebih mudah
untuk dikendalikan. Kenyataannya, biji kopi memiliki perbedaan yang sangat
besar, sehingga proses penyangraian merupakan seni dan memerlukan
keterampilan dalam mengolahnya.
Proses penyangraian dilakukan dengan mengunakan suhu tinggi. Biji kopi
disangrai pada suhu 180- 240 derajat Celcuis, biasanya memrlukan waktu 15-20
menit. Selama penyangraian biji kopi diaduk agar uap air cepat terbawa kelua dan
panas terdistribusi secara seragam serta keseluruhan. Ketika penyangraioan selesai
maka biji kopi harus segera dikeluarkan dari mesin dan didinginkan secara cepat.
Menurut Ciptati dan Nasuiton (1981) dalam  Sari (2001), selama proses
penyangraian terjadi pengurangan bobot hingga 16 %. Dua tahap yang terpenting
didalam proses penyangraian adalah tahap penguapan air pada suhu 100 derajat
Celsius dan tahap pyrolitas pada sushu 180 derajat Celsius. Pada pyrolisis ini
terjadi berbagai perubahan komposisi kimia dan terjadi pengurangan bobot
sebanyak 10 %. Tingkat perubahan makin meningkat sejalan dengan peningkatan
suhu penyangraian. Perubahan-perubahan yang terjadi selama proses
penyangraian secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Perubahan Sifat Fisik Biji Kopi

21
Perubahan sifat fisik terdiri dari perubahan kadar air, tekstur (kekerasan), dan
warna.
1. Perubahan kadar air.
Joko Nugroho dkk (2009) menyatakan selama proses penyangraian
berlangsung terjadi perpindahan panas dari media penyangraian ke bahan dann
juga perpindahan massa air. Panas yang mengakibatkan terjadinya perubahan
massa air dari bahan dikarenakan adanya panas laten penguapan. Perubahan
massa air ini terjadi ketika kandungan air pada bahan telah sampai pada
kondisi jenuh, sehingga menyebabkan air yang terkandung dalam bahan
berubah dari fase cair menjadi uap. Perubahan kadar air yang terjadi selama
penyangraian mengakibatkan terjadinya prubahan berat kopi hasil
penyangraian. Perubahan berat tersebut sebanding dengan perubahan kadar
airnya.
Sivetz dan Foote (1973) dalam Joko Nugroho dkk (2009) menyatakan
bahwa pada tahap awal proses, energi panas yang tersedia dalam ruang sangrai
digunakan untuk menguapkan air. Kadar air biji kopi turun cepat pada awal
penyangraian dan kemudian akan berlangsung relative lambat pada akhir
penyangraian. Fenomena ini berkaitan dengan kecepatan rambat air (difusi)
didalam jaringan sel biji kopi. Makin rendah kandungan air dalam biji kopi,
kecepatan penguapan menurun karena posisi molekul air terleetak makin jauh
dari permukaan biji.

2. Perubahan Tekstur
Perubahan tekstur bekaitan dengan adanya perubahan kadar air dalam biji
kopi dan variasi suhu serta waktu/lama penyangraian. Semakin tinggi suhu
maka kekerasan biji kopi akan semakin kecil. Dimana suhu mempengaruhi
laju penguapan kadar air dalam biji yag selanjutnya kan berpengaruh pula
terhadap laju perubahan kekerasan biji. Ketika suhu lebih tinggi, kadar air
bahan akan lebih cepat turun sehingga menyebabkan kopi menjadi empuk
(Nugroho dkk,2009).
3. Perubahan Warna

22
Warna suatu komoditi hasil pertanian ditentukan oleh pigmen alami
tanaman yang mudah mengalami perubahan kimia. Pigemn sangat peka
terhadap pengaruh kimia dan fisik selama pengolahan terutaman panas.
Perubahan warna menjadi coklat tua disebabkan karena karamelisasi gula
menjadi warna cokelat tua. Selain itu perubahan warna dapat ditimbulkan dari
reaksi kimia antara gula dan asam amino dari protein yang dikenal sebagai
reaksi pencoklatan non-enzimatik atau reaksi Maillard (Sari, 2001).
Menurut Joko Nugroho (2009), pada penyangraian dengan suhu tinggi
sekitar 200 dan 220 derajat Celsius menyebabkan terjadinya perubahan warna
biji kopi menjadi kecoklatan dan makin gelap. Hal ini terjadi karena adanya
reaksi Maillard yang mengakibatkan munculnya senyawa bergugus karbonis
(gugus reduksi) dan bergugus amini. Reaksi Maillard adalah reaksi browning
non-enzimatik yang menghasilkan senyawa kompleks dengan berat molekul
tinggi. Ketidakseragaman warna biji kopi sebelum penyangraian warna yang
diperoleh tidak seragam. Hal ini mengakibatkan tingkat pencerahan (lightness)
yang diperoleh tidak stabil. Namun secara umum data yang diperoleh dapat
menggambarkan adanya perubahan warna kecerahan padda biji kopi selama
penyangraian.
4. Perubahan Sifat Kimia Biji Kopi
Perubahan sifat kimia biji kopi berkaitan dengan rasa kopi. Rasa pada kopi
dipengaruhi oleh hasil degradasi senyawa seperti: karbohidrat, alkaloid, asam
klorogenat, senyawa volatile dan trigonellin. Pada penyngraian terjadi banyak
kehilangan (losses) akibat terdegredasi. Karbohidrat terdegredasi membentuk
sukrosa dan gula-gula sederhanayang menghasilkan rasa manis. Alkaloid yaitu
kafein yang mengalami sublimasi kafeol. Kafein meiliki rasa pahit yang kuat
selain assam klorogenat dan trigonellin. Kafein memberikan kontribusi
sebanyak 10 % dalam pembentukan rasa pahit. Asam klorogenat
terdekomposisi sebanyak 50 % selama penyangraian dan akan hilang pada
derajat penyangraian “heavy roast”. Sedangkan trigonellin hanya 15 %
terdekomposisi untuk setiap penyangraian. Pembentukan senyawa folatil
terjadi pada menit-menit terakhir penyangraian. Pembentukan senyawa

23
volatile terjadi pada tahap pyrolisis. Phyrolisis terjadi pada suhu 200 derajat
Celsius (Sari, 2001).
Menurut Ciptati dan Nasution (1981) dalam Sari (2001) menyatakan
pembentukan senyawa volatil terjadi pada menit-menit terakhir proses
penyangraian, yaitu tenrjadinya phyrolisis gula, karbohidrat dan protein di
dalam struktur sel biji. Selama proses phyrolisis terbentuk karamelisasi gula
dan karbohidrat, asetat, dan berbagai jenis asam lainnya, aldehida, dan keton,
furfural, ester, asam lemak, CO2, sulfida, dan lain-lain.

24
2.5.7. Aplikasi dalam pengalengan pangan
a. Retort
Retort ini digunakan dalam proses sterilisasi dan pasteurisasi. Pada
keduanya enzim mikroba diinaktifkan.
- 3 cans processing
1. Letakkan kaleng-kaleng kedalam retort, tutuplah penutupnya
dengan menegencangkan beberapa “wings screw” yang
berlawanan , sehingga cukup untuk mencegah lolosnya uap.
2. Dengan klep “pet cock” dan “ drain” terbuka, perlahan lahan
masukkan uap . sesudah 5-10 menit ketika kondensasi berhenti dan
hanya uap yang keluar , tutuplah klep drain .. tetapi jangan
menutup “pet cock” keduanya biarkan terbuka selama proses
berlangsung.
3. Ketika suhu yang diinginkan tercapai,mulailah mengukur waktu
proses dan pertahankan suhu terus-menerus selama waktu proses.
“pet cock “ boleh setengah tertutup selama waktu proses untuk
menghemat uap.
4. Setelah proses selesai , tutuplah keran uap melalui pet cock yang
telah tertutup sampai pengukur tekanan menunjukkan angka nol,
kemudian bukalah keran drain.
5. Ketika kondisi pengukur sudah nol, pindahkan kaleng –kaleng dan
tempatkan di air dingin dengan segra kira-kira 95⁰F (35⁰C). Lalu
pindahkan ditempat yang sejuk dan kering.
- 10 cans retort
1. Ikutilah langkah 1,2, dan 3.
2. Setelah waktu proses tercapai, tutuplah pipa pet cockdipipa drain.
Perlahan-lahan bukalah keran air dingin untuk memasukkan air-air
dingin ke dasar retort. Aturlah keran air dan uap untuk
mempertahankan tekanan proses selama pengisian air dingin.
Ketika retort penuh dengan air , tutuplah keran uap kemudian

25
denag hati-hati bukalah keran over flow dan biarkan air pendingin
bersirkulasi sampai kaleng didinginkan.
3. Bukalah retort dan simpanlah kaleng ditempat yang sejuk.
- Glass jars retort
1. Ikutilah langkah 1,2, dan 3 kecuali untuk venting lebih lambat
sekitar 10-15 menit untuk menuju 212⁰F. Ketika mencapai suhu
tersebut tutuplah keran drain dan biarkan suhu perlahan naik ke
240⁰F.
2. Setelah waktu proses tercapai , tutuplah pet cock dipipa drain
kemudian dengan hati-hati tutup keran uap sambil membuka keran
udara. Tekanan udara diatur 0,14 kg lebih tiggi daripada proses.
Setelah konversi selesai dilanjutkan ke pendinginan.
3. Secara hati-hati kuranginsuhu retort. Pastikan udara dipertahankan
selama penurunan suhu sampai 190⁰F (88⁰C) kemudian bukalah
keran air yang lain pada penutup retort untuk memasukkan air
melewati cooling spray nozzle. Kemudian lanjutkan pendinginan
sampai 140⁰F. Untuk produk seperti cream style corn, pumpkin,
dan ayam serta daging didinginkan lebih perlahan sampai 120⁰F.
4. Ketika suhu pendingin tercapai , tutuplah keran udara dan buka pet
cock di pipa drain . retort boleh dikeringkan ketika tekanan
mendekati nol.
5. Glass diperbolehkan didalam retort dan dilanjutkan hingga suhu
95-100⁰F atau retort dibuka. Bila sudah dingin ambil jars dan
simpan di tempat sejuk.
b. Penetrasi Panas

Jumlah energi panas yang diberikan dalam suatu proses tidak boleh lebih dari
jumlah minimal panas yang diperlukan untuk menghacurkan mikroba. Tetapi
tidak dikehendaki jika mengakibatkan penurunan citarasa maupun nilai gizi
produk. Pengawasan yang kurang baik selama pemanasan dapat mengkibatkan

26
dua kemungkinan , yaitu terlalu banyak atau terlalu sedikit energi panas yang
diperoleh, sehingga keduanya akan mengakibatkan kerugian.

2.5.8. Peralatan yang Digunakan untuk Pengolahan dengan Suhu Tinggi


Alat pemanas yang umum digunakan adalah ketel pateurisasi dan ketel
sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari
misalnya alat pemasak nasi (dandang/kukusan) dan panic bertekanan atau pressure
cooker. Sedangkan di pabrik pengolahan menggunakan autoklaf.
Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pateurisasi dan
sterilisasi. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama
dibandingkan dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang
dapat dicapai oleh alat-alat sederhana hanya sekitar 100-105⁰C.
Beberapa jenis autoklaf yang sering digunakan :
a. Autoklaf statis/jenis vertical
Suhu maksimum yang biasa digunakan adalah 121⁰C, bila digunakan suhu
lebih tinggi maka makanan akan rusak karena kontak dengan dinding kaleng
yang panas. Hal ini terjadi terutama pada makanan yang bersifat padat, tetapi
juga pada makanan yang bersifat cair.
b. Autoklaf agitasi/jenis horizontal
Pada autoklaf jenis ini waktu pemanasan lebih singkat, karena itu terutama
digunakan pada bahan yang bersifat cair atau semi cair. Kualitas bahan yang
dihasilkan lebih baik. Head space mempengaruhi agitasi di dalam kaleng,
maka suhu dinding kaleng atau gelas lebih rendah. Dengan demikian suhu
pengolahan dapat lebih tinggi dari 121⁰C, dan waktu pengolahan menjadi
lebih singkat.

2.6 Hasil Produk Pengolahan dan Pengawetan Dengan Suhu Tinggi


a. Sayur dan buah kaleng
Sayur dan buah tersebut ditempatkan
dalam suatu wadah atau kaleng yang
ditutup secara hermetis sehingga kedap
udara. Dipanaskan sampai suhu untuk

27
membunuh mikroba pembusuk dan patogen dalam bahan. Lalu didinginkan
dengan cepat untuk membunuh bakteri termofilik dan mencegah
overcooking.
b. Susu UHT
Kemudian dituangkan pada kondisi aseptis ke dalam
wadah steril yang kemudian ditutup. Susu ini bebas
bakteri dan akan tahan disimpan dalam keadaan tertutup
selama 6 bulan atau lebih
c. Susu Pasteurisasi
Susu pasteurisasi adalah susu yang mengalami
pemanasan untuk membunuh bakteri patogen saja.
d. Beef Corned
Daging yang dikalengkan dengan suhu tinggi.
Untuk membunuh kuman yang dapat
membusukkan daging dan mengawetkan daging.
e. Nozaki
Ikan yang diawetkan dengan minyuak panas dan
dikalengkan.Hal ini merupakan hal yang dilakukan
untuk pengawetan selain mengabonkan ikan.

28
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Prinsip pengolahan/pengawetan pangan dengan suhu tinggi Mikroba penyebab


kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan,
panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan, faktor-
faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan. Cara
pengolahan/pengawetan pangan dengan suhu tinggi yaitu sterilisasi, pasteurisasi,
blansing, pengalengan (canning), penggorengan dan penyangraian. Contoh produk
yaitu susu, sari buah, sarden, sayuran beku, buah-buahan beku, ikan yang
diawetkan,corned beef, kopi.

29
DAFTAR PUSTAKA

Gaman,P.M.Sherington,K.B.1994.Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan


Mikrobiologi.Yogyakarta :Universitas Gajah Mada.

http://www.gagaspertanian.com/2011/02/pengawetan-dengan-suhu
tinggi.html#ixzz3SF5oDitj

http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian/__xtblog_entry/96
05033-makalah-penggunaan-suhu-tinggi?__xtblog_block_id=1

Koeswardhani,M.M.,dkk. 2006.Pengantar Teknologi Pangan.Jakarta : Universitas


Terbuka.

Muchtadi.,Tien R.1999.Teknologi Proses Pengolahan Pangan.Bogor :


Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Dirjend Pendididkkan Tinggi Pusat
Institut Pertanian Bogor

Tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2014/04/Pengolahan-pangan-dengan-
suhu-tinggi.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai