Anda di halaman 1dari 34

JURNAL PREFORMULASI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI III

SEDIAAN TETES MATA PREDNISOLONE ASETAT

Dosen Pengampu : Tim Dosen Praktikum Teknologi Sediaan Farmasi III

Disusun oleh :

Dery Akmal 11171020000017

Kelas A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

MEI/2020
1. Sediaan yang Beredar Dipasaran

(Sumber: https://www.klikdokter.com/obat/cendo-p-pred)

Merk Dagang Cendo P-Pred

Pabrik Pembuat Cendo.

Obat ini diindikasikan sebagai pengobatan inflamasi atau


pembengkakan pada mata. Cendo P-Pred atau Prednisolon
Indikasi Obat bekerja mengurangi respons sistem kekebalan tubuh Anda
terhadap berbagai penyakit untuk mengurangi gejala seperti rasa
sakit, pembengkakan dan reaksi tipe alergi.

2. Studi Preformulasi Zat Aktif

Rumus Molekul C23H30O6 (Pubchem)

Prednisolone Acetate 52-21-1 Omnipred Pricortin Pred Forte


Nama Kimia
(Pubchem)

Struktur Kimia

(Pubchem)
Bobot Molekul 402.5 g/mol9(Pubchem)

Densitas 504.4 g/mol (Pubchem)

Serbuk hablur, putih atau praktis putih; tidak berbau. Melebur pada
Pemerian
suhu 235° disertai peruraian. (FI V)

Praktis tidak larut dalam air; sukar 1âIut dalam aseton, dalam etanol
Kelarutan
dan dalam kioroform. . (FI V)

pH Kelarutan Antara 5,0 dan 6,0. . (FI V)

Cara Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat. . (FI V)

Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis

Cara Analisis
(FI V)
kualitatif

Susut pengeringan

Cara Analisis
(FI V)
Kuantitatif

Stabilitas -
Inkompatibilitas -

Penggunaan Terapi antiinflamasi hidrokortison(daily Med)

3. Formula Standar

(Sumber : United States Patent Application Publication)

Nama Bahan Jumlah


Prednisolone acetate 1,0%
Cavasol W8 HP 21%
Hypromellose (HPMC F4M) 0,1%
Sodium Citrate Dihydrate 0,1%
EDTA 0,05%
Benzalkonium Chloride 0,02%
HCl 1 N (pH) Quantity sufficient to pH 4-6
Purified Water Quantity suffient to required volume

4. Monografi Eksipien

Cavasol W8 HP
Berupa serbuk putih turunan Y-siklodekstrin yang memiliki berat
molekulnya sekitar 1500-1600, dan memiliki sekitar 0,5 hingga
Pemerian sekitar 0,7 unit propilena oksida per unit glukosa. Bahan ini tersedia
dari Wacker Fine Chemicals sebagai CAVASOL® W8 HP Pharma.
(United States Patent Application Publication)
- Larut dalam air : > 150 g dalam 100 ml pada suhu 25°C
- Good solubility pada : methanol, ethanol, pyridine, dimethyl
Kelarutan sulfoxide, dimethyl formamide

(Wacker Chemical Corporation)


Stabil terhadap panas, oksidasi, atau cahaya UV, dapat
Stabilitas didispersikan dalam air dan mudah untuk dititrasi. (Wacker
Chemical Corporation)
Fungsi Solubilization agent (Wacker Chemical Corporation)

Hypromellose (HPMC F4M)

Serbuk atau granul putih atau putih krem, tidak berasa, tidak berbau.
Pemerian
(HoPE 6th Hal.327)
Larut dalam air dingin, membentuk koloid kental; praktis tidak larut
dalam air panas, kloroform, etanol (95%), dan eter, tetapi larut
Kelarutan
dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan
diklorometana, dan campuran air dan alkohol. (HoPE 6th Hal.327)
HPMC merupakan bahan yang stabil meskipun higroskopis setelah
Stabilitas
pengeringan. Larutan stabil pada pH 3 – 11. Peningkatan temperatur
dapat menurunkan viskositas dari larutan. HPMC tidak dapat
bercampur dengan beberapa bahan pengoksidasi. (HoPE 6th
Hal.328)
Suspending agent dan thickening agent pada ophthalmic
Fungsi
(HoPE 6th Hal.327)

Sodium Citrate Dihydrate

Kristal atau bubuk kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau (HoPE
Pemerian
6th Hal.641)
Larut dalam1.5 bagian air, dalam 0.6 bagian air mendidih; praktis
Kelarutan
tidak larut dalam etanol (95%). (HoPE 6th Hal.641)
Sodium sitrat dihidrat merupakan bahan yang stabil. (HoPE 6 th
Stabilitas
Hal.641)
Fungsi Ophthalmic solution (HoPE 6th Hal.641)

EDTA

Pemerian Serbuk Kristal berwarna putih (HoPE 6th Hal.247)


Larut dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam 1:500 bagian air
Kelarutan
(HoPE 6th Hal.247)
Garam edetate lebih stabil daripada asam bebas, yang mengalami
Stabilitas dekarboksilat saat dipanaskan di atas suhu 150℃, kehilangan air
kristalisasi saat dipanaskan hingga suhu 120℃ (HoPE 6th Hal.248)
Fungsi Chelating agent (HoPE 6th Hal.247)

Benzalkonium Chloride
Bubuk amorf atau serpihan agar-agar berwarna putih atau putih
Pemerian kekuningan, higroskopis, memiliki bau aromatic, rasa yang sangat
pahit, dan licin bila disentuh. (HoPE 6th Hal.56)
Praktis tidak larut dalam eter; sangat larut dalam aseton, etanol
Kelarutan
(95%), metanol, propanol, dan air. (HoPE 6th Hal.57)
Benzalkonium klorida bersifat higroskopi, dapat dipengaruhi oleh
Stabilitas
cahaya, udara, dan logam. (HoPE 6th Hal.57)
Fungsi Antimikroba pada ophthalmic (HoPE 6th Hal.56)

HCl

Jernih, tidak berwarna, berasap, larutan hidrogen klorida, dengan


Pemerian
bau menyengat. (HoPE 6th Hal.308)
Larut dalam air; larut dalam dietil eter, etanol (95%), dan metanol.
Kelarutan
(HoPE 6th Hal.308)
Stabilitas HCl merupakan bahan yang stabil. (HoPE 6th Hal.308)
Fungsi Acidifying agent (HoPE 6th Hal.308)

Purified Water
Pemerian Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa (USP 30)
Kelarutan Bercampur dengan banyak pelarut polar (USP 30)
- Panas : tahan panas hingga suhu 804 ᵒC
Stabilitas - Hidrolisis : ph 6,7 – 7,3 pada larutan jenuh
- Cahaya : harus terlindung cahaya (USP 30)
Fungsi Pelarut (USP 30)

5. Penetapan Ukuran Partikel

Pada sediaan suspensi untuk mata, ukuran partikel disesuaikan antara 1-3 mikron, pada
penampilan makroskopis tidak lebih dari 10 aglomerat/ml. Ukuran partikel akan mempengaruhi
efektivitas obat di permukaan mata, partikel yang besar akan mengurangi efektivitas obat.
Ukuran partikel dapat diperkecil pada saat pembuatan yaitu dengan menggunakan eksipien.
Seperti di dalam jurnal yang ditulis Akram, Muhammad dkk, tahun 2010, penggunaan dimetil
sulfoksida dan larutan PVP K-30 dapat mengurangi ukuran partikel zat aktif. Sehingga dalam
jurnal tersebut formulasi untuk sediaan mata suspensi prednisolone asetat dikembangkan formula
dengan ukuran partikel 1-3μm untuk meningkatkan paparan obat ke permukaan mata. Metode
untuk mengukur ukuran partikel dalam suspensi yaitu:

 Dynamic Imaging Analysis (Analisis Pencitraan Dinamis), yaitu pemeriksaan ukuran


dan bentuk partikel dalam larutan/suspense yang melibatkan perekaman gambar digital
partikel yang tersuspensi dalam fluida bergerak. Kisaran ukuran partikel yang lebih
rendah dapat terdeteksi oleh mikroskop optic yang digunakan dalam pencitraan yaitu 1
μm-1000 μm. (Baranowski, Przemyslaw et al, 2014)
 Laser Diffraction Particle Analyzers (Laser Difraksi Partikel Analisis). Pemeriksaan
melibatkan sinar laser yang melalui sampel yang mengandung partikel dari berbagai
bentuk, yang menyebarkan cahaya, arah dan intensitas cahaya yang tersebar berkaitan
erat dengan ukuran partikel dalam sampel yang diperiksa. Alat ini mampu mengukur
partikel hingga 0,5-2000 μm. Kelemahan dari alat ini adalah volume sampel yang besar,
sering membutuhkan pengenceran sampel yang besar. (Baranowski, Przemyslaw et al,
2014)
 Mikroskopi electron. Metode ini seperti electron transmisi mikroskopi (TEM),
pemindaian mikroskop electron (SEM), dan mikroskop kekuatan atom (AFM),
memungkinkan pencitraan partikel berkualitas tinggi dalam resolusi nanometer. TEM
dan SEM membutuhkan pengolahan sampel yang kuat. (Baranowski, Przemyslaw et al,
2014)
 DLS (Dynamic Light Scattering) atau Photon correlation spektroskopi. Metode ini
menggunakan fluktuasi cahaya yang tersebar yang disebabkan oleh gerakan molekul
Brown dalam suatu larutan terkait dengan koefisien difusi.DLS memungkinkan
pengukuran ukuran partikel yang sederhana dan cepat dalam kisaran dari <1 nm hingga
10 μm. (Baranowski, Przemyslaw et al, 2014)
 Coulter Counter (Penghitung Coulter). Metode ini menggunakan aturan yang mana
bahwa partikel ditempatkan di medan listrik dengan memodifikasi aliran muatan. Untuk
mendeteksi partikel menggunakan teknik zona listrik pengindera. Rentang ukuran
partikel yang terdeteksi sekitar 0,4- 1600 μm. Keuntungan utama metode ini bahwa sifat
partikel (warna, bentuk, komposisi, indeks bias), tidak mempengaruhi pengukuran.
(Baranowski, Przemyslaw et al, 2014)
 Analisis Pelacakan Nanopartikel. Teknik ini merupakan teknik baru dalam mengukur
ukuran partikel dalam kisaran sekitar 30-1000 nm. Dengan menggabungkan hamburan
cahaya laser mikroskop dengan kamera CCD, memungkinkan visualisasi dan merekam
partikel dalam larutan. (Baranowski, Przemyslaw et al, 2014)

6. Penetapan Volume Batch

- Diperintahkan untuk membuat 100 pcs prednisolone suspensi tetes mata dengan
volume 5 ml/kemasan
- Berdasarkan sediaan yang beredar volume sediaan suspense tetes mata adalah 5
ml/kemasan, oleh karena itu dibuat volume 5 ml/kemasan
- Berdasarkan FI V untuk sediaan cairan kental dengan volume 5 ml, kelebihan
volume yang dianjurkan yaitu 0,5 ml
- Volume sediaan perkemasan adalah 5,5 ml
- Maka volume batch 100 x 5,5 = 550 ml

7. Perhitungan Bahan

No Nama bahan Jumlah Perhitungan

1 Prednisolone acetat 1,0% 1


𝑥 5,5 𝑚𝑙 = 0,055 𝑚𝑙
100
2 Cavasol W & HP 21% 21
𝑥 5,5 𝑚𝑙 = 1,155 𝑚𝑙
100
3 Hypromellose (HPMC F4M) 0,1% 0,1
𝑥 5,5 𝑚𝑙 = 0,0055 𝑚𝑙
100
4 Sodium citrate, Dihydrate 0,1% 0,1
𝑥 5,5 𝑚𝑙 = 0,0055 𝑚𝑙
100
5 EDTA 0,05% 0,05
𝑥 5,5 𝑚𝑙 = 0,00275 𝑚𝑙
100
6 Benzalkonium Chloride 0,02% 0,02
𝑥 5,5 𝑚𝑙 = 0,0011𝑚𝑙
100
7 HCl 1 N (pH) Qs hingga Ph 4-6 Qs hingga Ph 4-6
8 Purified Water Qs Qs

Jumlah 100 pcs sediaan prednisolone suspensi = 100 x 5,5 ml = 550 ml


Sehingga untuk membuat sediaan dibulatkan menjadi 600 ml

Sehingga bahan yang harus ditimbang:

No Nama Bahan Jumlah Perhitungan (untuk 600 ml)

1 Prednisolone acetat 1,0% 1


𝑥 600 𝑚𝑙 = 6 𝑚𝑙
100
2 Cavasol W & HP 21% 21
𝑥 600 𝑚𝑙 = 126 𝑚𝑙
100
3 Hypromellose (HPMC F4M) 0,1% 0,1
𝑥 600 𝑚𝑙 = 0,6 𝑚𝑙
100
4 Sodium citrate, Dihydrate 0,1% 0,1
𝑥 600 𝑚𝑙 = 0,6 𝑚𝑙
100
5 EDTA 0,05% 0,05
𝑥 600 𝑚𝑙 = 0,3 𝑚𝑙
100
6 Benzalkonium Chloride 0,02% 0,02
𝑥 600 𝑚𝑙 = 0,12 𝑚𝑙
100
7 HCl 1 N (pH) Qs hingga Ph 4-6 Qs hingga Ph 4-6
8 Purified Water Qs Add hingga 600 ml

8. Alat dan cara sterilisasi bahan


- Alat

NO Nama Alat Jumlah Metode Sterilisasi Durasi

Gelas ukur 1 L 1

Gelas ukur 200 ml 1


1. Autoklaf 121℃ 20 menit
Gelas ukur 10 ml 1

Gelas ukur 5 ml 4
Rendam dengan alkohol
2. Mechanical Stirrer 2 30 menit
70%
3. Water Bath 1 - -
Rendam dengan alkohol
4. Thermometer 1 30 menit
70%
Semprot dengan alkohol
5. Mixer stainless steel 1 30 menit
70%
6. Homogenizer 1 - -
7. Laminar Air Flow 1 Sinar UV 1 jam
8. Autoklaf 1 - -
9. Botol kemasan tetes mata 100 Autoklaf 121℃ 15 menit
Tutup botol kemasan
10. 100 Rebus dengan air mendidih 30 menit
tetes mata
Beaker Glass 1 L 1
11. Autoklaf 121℃ 20 menit
Beaker Glass 500 ml 1
Batang pengaduk 2

Spatula 6
Rendam dengan alkohol 30 menit
12. kaca arloji 6
70%
penjepit besi 1

pipet tetes 2

- Bahan

No. Nama Bahan Metode Sterilisasi

1 Prednisolone acetat Autoklaf 121℃

2 Cavasol W & HP Autoklaf 121℃

3 Hypromellose (HPMC F4M) Autoklaf 121℃


4 Sodium citrate, Dihydrate Autoklaf 121℃

5 EDTA Autoklaf 121℃

6 Benzalkonium Chloride Autoklaf 121℃

7 HCl 1 N (pH) Autoklaf 121℃

8 Purified Water Autoklaf 121℃

- Pencucian Alat

(Sumber : Januarti, Ika Buana, dkk. 2018. Modul 19 (Fr2415) Sterile Pharmaceutical
Products Buku Petunjuk Praktikum. Semarang : Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung)

No. Jenis Alat Langkah Pencucian


1. Rendam dalam larutan tepol panas,sebaiknya
semalam
2. Sikat dengan sikap yang keras
3. Bilas dengan air kran (panas/dingin), bagian
1 Alat terbuat dari Gelas
luar dan dalam
4. Bilas dengan aquadest bebas pirogen sebanyak
3x

1. Didihkan dengan detergent 10 menit


2. Bila perlu rendam dalam Na2CO3 5% selama 5
menit (tidak boleh lebih 5 menit, sebab Al akan
larut)
2 Alat yang terbuat dari Aluminium
3. Bilas dengan air panas mengalir
4. Didihkan dalam air kran 15 menit kemudian
bilas
5. Didihkan dalam Aquadest 15 menit kemudian
bilas dengan aquadest 3x

1. Rendam dalam larutan NaCl 2% selama 2 hari


2. Rendam dalam larutan tepol dan Na2CO3 0,5%
selama 1 hari
3. Didihkan 15 menit dengan larutan tersebut
4. Diulang dengan larutan baru
5. Diulang sampai larutan jernih
6. Rendam dalam otoklaf 110ºC – 20 menit (1x
3 Alat terbuat dari Karet atau 2x) sampai air rendaman jernih
7. Bilas dengan Spiritus dil-air sama banyak,
sampai jernih
8. Masukkan kantong kering dan disterilkan
dengan otoklaf

Catatan : Karet dengan kualitas baik tidak


memerlukan langkah i dan ii

- Pengeringan Alat

a) Keringkan dalam keadaan terbalik pada oven dengan suhu 100 – 105º C selama 10
menit
b) Bisa ditutup dengan kertas tembus uap air
c) Wadah kecil harus kering betul
d) Periksa : bila ada noda bekas cuci
e) Bila rusak/retak : buang

- Pembungkusan Alat

Alat yang kering dibungkus dengan kertas tembus uap air untuk alat yang akan
disterilkan dengan autoklaf dan aluminium foil untuk alat yang akan disterilkan dengan
oven. Masing-masing alat dibungkus sebanyak rangkap dua. Jangan lupa tandai alat yang
di bungkus pada bungkus paling luar.
No. Jenis Alat Langkah Pencucian
1. Tahap Pengusiran : mengusir udara dari ruang otoklaf
2. Tahap Pemanasan : sampai suhu pembinasaan yang
diinginkan
3. Tahap Keseimbangan : pemerataan panas
4. Tahap pembinasaan : pembinasaan mikroorganisme
1 Sterilisai dengan Autoklaf
5. Tahap penjaminan : 50% dari waktu keseimbangan
6. Tahap Jatuh : sampai uap habis
7. Tahap pendinginan : Otoklaf sampai dengan suhu
80ºC

Sama seperti tahapan sterilisasi dengan autoklaf tanpa


2 Sterilisasi dengan Oven tahap pengusiran dan tahap jatuh. Sedangkan tahap
pendinginan dengan oven sampai dengan suhu 40ºC

- Penyimpanan Alat

Setelah disterilkan, tanpa membuka bungkus, alat disimpan dalam satu wadah dan
diletakkan pada rak sesuai kelompok masing-masing

9 Prosedur Pembuatan
(sumber: US Patent publication)

1. Prosedur kerja dilakukan dalam kondisi yang aseptis.


2. Dipanaskan air untuk injeksi (purrified water) sebanyak 70% hingga suhu 650C.
3. Ditambahkan hyhypromellose (HPMC F4M) dan didispersikan dalam air untuk
injeksi yang sudah dipanaskan, kemudian dinginkan pada suhu ruang.
4. Ditambahkan cavasol W8 HP dan dilarutkan.
5. Ditambahkan prednisolone asetat dan dispersikan.
6. Ditambahkan air untuk injeksi hingga 95% volume akhir.
7. Kemudian campuran disterilisasi dengan autoklav pada suhu 120 0C selama 20 menit.
8. Campuran diangkat selagi panas, kemudian diaduk semalaman.
9. Ditambahkan natrium sitrat dihidrat dan dilarutkan.
10. Ditambahkan EDTA dilarutkan, ditambahkan benzalkonium klorida dan dicampur.
11. Adjust pH hingga 4,7 dengan HCl 1N.
12. Ditambahkan air untuk injeksi hingga volume yang ditetapkan.

10 Wadah

(sumber: https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2018/017100s045lbl.pdf)

Sediaan disimpan pada wadah plastic botol berbahan HDPE (High Density
Polyethylene) berwarna putih tidak tembus cahaya, dengan pipet untuk meneteskan sediaan
berbahan polystiren high impact (HIPS) berwarna putih. Uji integritas wadah untuk botol
plastic meliputi uji kekencangan tutup botol agar terjaga sterilitasnya dengan menggunakan
mesin torque.

11. Pengujian Mutu

a) Uji Strerilitas
(Sumber : Farmakope Indonesia Edisi V)
Jumlah minimum yang digunakan untuk tiap Gunakan isi tiap wadah yang sebanding dengan
media tidak kurang dari 200 mg

Sediaan yang tidak larut, krim dan salep,


yang tersuspensi atau teremulsi

Jumlah minimum bahan yang diuji sesuai


dengan jumlah bets
5% x 100 wadah = 5 wadah

Tidak lebih dari 200 wadah


- Jumlah minimum bahan yang diuji sesuai dengan jumlah bets : 5 wadah
- Jumlah minimum bahan yang digunakan untuk tiap media : Isi tiap wadah isi tiap wadah
yang sebanding dengan tidak kurang dari 200 mg

Prosedur uji :

- Inokulum Langsung

Media :
Media cair tioglikolat untuk bakteri aerob dan anaerob, suhu inkubasi: 30-35˚C

untuk jamur / kapang dan beberapa bakteri aerob, suhu


Soybean-casein Digest Medium
inkubasi: 20-25˚C

Syarat media :

1. Dapat menumbuhkan bakteri, jamur, dan kapang


2. Diinkubasi sebagian dari media yang sesuai selama 14 hari dan tidak boleh ada
mikroba

- Prosedur :

Pindahkan sejumlah sediaan uji langsung ke dalam media hingga volume sediaan
tidak lebih dan 10% volume media, kecuali dinyatakan lain.

- Pengamatan dan penafsiran hasil uji :

Jika bahan uji menimbulkan kekeruhan padamedia sehingga tidak dapat


ditetapkan secara visual adaatau tidaknya pertumbuhan mikroba, 14 hari sejak mulai
inkubasi, pindahkan sejumlah media (tiap tabung tidak kurang dari 1 ml) ke dalam media
segar yang sama, kemudian inkubasi bersama-sama tabung awal selama tidak kurang dari
4 hari.

Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat
sterilitas. Jika terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak memenuhi
isyarat sterilitas, kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah disebabkan oleh hal
yang tidak berhubungandengan bahan uji.

Uji dikatakan tidak absah jika :

1. Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas menunjukkan


ketidaksesuaian
2. Pengkajian perosedur uji yang digunakan selama pengujian menunjukkan
ketidaksesuaian
3. Pertumbuhan mikroba ditemukan pada kontrol negatif
4. Setelah dilakukan identifikasi mikroba yang diisolasi dari hasil uji, pertumbuhan
mikroba (beberapa mikroba) dapat dianggap berasal dari kesalahan pada bahan uji,
atau teknik pengujian yang digunakan pada prosedur uji sterilitas

Jika pengujian tidak absah, lakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama
dengan uji awal. Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka contoh
memenuhi syarat uji sterilitas. Jika ditemukan pertumbuhan mikroba pada uji ulang,
maka contoh tidak memenuhi syarat uji sterilitas.

b) Uji Kefektifan Pengawet


(Sumber : Farmakope Indonesia Edisi V)

Siapkan 5 wadah bakteriologi bertutup steril dengan ukuran mampu menutupi


seluruh bagian wadah. Inokulasi tiap wadah dengan satu inokula baku yang telah
disiapkan dan diaduk. Volume suspensi inokula yang digunakan antara 0,5% - 1,0% dari
volume sediaan. Kadar mikroba uji yang ditambahkan pada sebanyak antara 1 x 10 5 dan 1
x 106.

Inkubasi wadah yang sudah diinokulasikan pada suhu 22,5 0C ± 2,50C. Ambil
sampel dari setiap wadah pada interval yang sesuai pada kriteria efektivitas antimikroba.
Catat setiap perubahan penampilan yang diamati pada interval tersebut. Tetapkan dengan
prosedur angka lempeng, Hitung perubahan dalam nilai log jumlah koloni/ml untuk
setiap mikroba yang digunakan pada setiap interval uji dan nyatakan sebagai log reduksi.
Kriteria efektivitas antimikroba : Sediaan Kategori I

Koloni tidak kurang dari 1,0 log reduksi dari jumlah hitungan awal
Bakteri pada hari ke-7, tidak kurang dari 3,0 log reduksi dari hitungan awal
pada hari ke-14 dan tidak meningkat sampai hari ke-28

Koloni tidak meningkat dari jumlah hitungan awal sampai hari ke-7,
Kapang dan khamir
14, dan 28

Kondisi biakan Pentuk Penyiapan Inokula :

Waktu Waktu Inkubasi


Mikroba Media yang Sesuai Suhu Inkubasi Inkubasi Rekonversi
Inokulasi Mikroba

Eschericia coli Soybean-Casein

(ATCC No. 8739) Digest Broth; 32,50C ±


18 - 24 jam 3 - 5 hari
Soybean-Casein 2,50C
Digest Agar

Pseudomonas Soybean-Casein
aeruginosa Digest Broth; 32,50C ±
18 - 24 jam 3 - 5 hari
(ATCC No. 9027) Soybean-Casein 2,50C
Digest Agar

Staphylococcus aureus Soybean-Casein

(ATCC No. 6538) Digest Broth; 32,50C ±


18 - 24 jam 3 - 5 hari
Soybean-Casein 2,50C
Digest Agar

Candida albicans Sabouraud Dextrose 22,50C ±


44 - 52 jam 3 - 5 hari
(ATCC No. 10231) Agar; Sabouraud 2,50C
Dextrose Broth

Aspergilus niger Sabouraud Dextrose


22,50C ±
(ATCC No. 16404) Agar; Sabouraud 6 - 10 hari 3 - 7 hari
2,50C
Dextrose Broth

c) Uji Penetapan Kadar


(Sumber : Farmakope Indonesia Edisi V)

Mengandung prednisolon asetat C23H30O6 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 1150% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Melakukan penetapan kadar dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi :

- Fase gerak :
Campuran asetonitril P-air (2:3), saring dan awaudarakan. Jika perlu lakukan
penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti tertera pada Farmakope Indonesia Edisi V
bagian Kromatografi.
- Larutan baku :
Timbang seksama prednisolon asetat BPFI, larutkan dan encerkan secara
kuantitatif dengan campuran larutan asetonitril P-air (1:1) hingga diperoleh kadar lebih
kurang 0,1 mg per ml.
- Larutan Uji :
Ukur saksama sejumlah volume suspensi tetes mata setara dengan 5 mg
prednisolon asetat, masukkan ke dalam labu tentukur 50-ml. Encerkan dengan larutan
campuran asetonitril P-air (1:1) sampai tanda
- Prosedur :
1. Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (kurang lebih 10 μg) larutan
baku dan larutan uji ke dalam kromatograf
2. Rekam kromatogram dan ukur respons puncak utama
3. Hitung jumlah dalam mg C23H30O6 per ml suspensi tetes mata dengan rumus :
Keterangan:

= Kadar prednisolon asetat BPFI dalam mg per ml dalam larutan baku

= Volume suspensi tetes mata dalam ml

= Respons puncak dari larutan uji

= Respons puncak dari larutan baku

d) Uji Penetapan pH
(Sumber : Farmakope Indonesia Edisi V)

pH Suspensi tetes mata predniosolon asetat harus berada pada rentang 5,0 - 6,0.
pH diukur dengan pH meter yang sudah dikalibrasi. Sampel dimasukkan ke dalam wadah
hingga menyentuh bagian pendeteksi pH tepat letaknya di tengah sampel.

e) Uji Penetapan Bobot Jenis


(Sumber : Farmakope Indonesia Edisi V)

Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat
dengan bobot air dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya
ditetapkan pada suhu 250C.

Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang (a). Kemudian aquadest
bersuhu 250C dimasukkan ke dalam piknometer yang telah dikalibrasi dan ditimbang
beratnya (b). Piknometer dibersihkan dan dikeringkan. Suspensi tetes mata predniosolon
asetat dimasukkan ke dalam piknometer denga suhunya diatur hingga lebih kurang 250C,
kemudian ditimbang beratnya (c). Massa jenis suspensi tetes mata predniosolon asetat
ditentukan menggunakan persamaan :
Keterangan :

: Bobot jenis (g/cm3)

a : Bobot piknometer kosong

b : Bobot piknometer dengan air

c : Bobot piknometer dengan suspensi

f) Uji Distribusi Partikel


(Sumber: Emilia, dkk. 2013. Formulasi Dan Evaluasi Stabilitas Fisiksuspensi Ibuprofen
Dengan Menggunakan Natrosol Hbr Sebagaibahan Pensuspensi. Jurnal Mahasiswa
Farmasi Kedokteran UNTAN, 1)
Suspensi diencerkan dengan purified water dan dibuat sediaan yang cukup antara
3-5 sediaan diatas objek glass. Kemudian objek glass yang berisi preparat yang akan
diamati diletakkan di tengah-tengah meja benda. Lensa objektif diturunkan sampai
berjarak kira-kira 3mm dengan benda yang akan diamati. Sambil melihat melalui lensa
okuler, pengatur kasar diputar keatas sehingga partikel yang akan diamati terlihat jelas.
Kemudian dihitung nilai antilog SD diameter dari 20 partikel suspensi tersebut. Jika nilai
antilog SD<1,2, maka jumlah partikel yang diukur ≥500. Sedangkan jika nilai antilog
SD>1,2 maka jumlah partikel yang harus diukur adalah ≥1000. Selanjutnya dilakukan
pengelompokkan dengan menentukan ukuran partikel yang terkecil yang tersebar. Dibuat
grafik distribusi ukuran partikel dan ditentukan harga diameternya.
g) Uji Viskositas
(Sumber : Praktikum Teknologi Sediaan Steril KEMENKES RI)
Sampel dimasukkan ke dalam wadah. Sampel dinaikkan hingga tanda batas
spindel tepat letaknya di tengah sampel. Pengukuran dilakukan pada beberapa kecepatan
geser.

Viskositas dihitung dengan mengalikan angka pembacaan dengan suatu faktor


yang dapat diambil dari tabel yang terdapat pada brosur alat. Untuk mengetahui sifat
aliran, dibuat kurva antara ppm dengan usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindle .

h) Uji Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi


(Sumber: Emilia, dkk. 2013. Formulasi Dan Evaluasi Stabilitas Fisiksuspensi Ibuprofen
Dengan Menggunakan Natrosol Hbr Sebagaibahan Pensuspensi. Jurnal Mahasiswa
Farmasi Kedokteran UNTAN, 1)

Suspensi tetes mata predniosolon asetat dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL


dan disimpn pada suhu kaSmar serta terlindung dari cahaya langsung. Volume suspensi
tetes mata predniosolon asetat yang diisikan merupakan volume awal (V 0). Perubahan
volume diukur dan dicatat setiap hari selama 30 hari tanpa pengadukan hingga tinggi
sedimentasi konstan. Volume tersebut adalah volume akhir (V u). Volume sedimentasi
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

Uji Redispersi dilakukan setelah evaluasi volume sedimentasi selesai dilakukan.


Tabung reaksi berisi suspensi tetes mata predniosolon asetat suspensi ibuprofen yang
telah dievaluasi volume sedimentasinya diputar 180 derajat dan dibalikan ke posisi
semula. Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna selama 30
detik dan diberi nilai 100%. Setiap pengulangan uji redispersi pada sampel yang sama,
maka akan menurunkan nilai redispersi sebesar 5%.

i) Uji Homogenitas
(Sumber : Praktikum Teknologi Sediaan Steril KEMENKES RI)
Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi ukuran
partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat menggunakan mikroskop
untuk hasil yang lebih akurat atau jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yg lama,
homogenitas dapat ditentukan secara visual. Suspensi yang homogen akan memperlihatkan
jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat
pengambilan sampel.

12. Data Farmakologi pada Label dan Brosur

Sumber: https://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/fda/fdaDrugXsl.cfm?setid=1474d1df-
70b6-4b1e-86d1-3349aa6d42fb&type=display

Nama Sediaan Prednisolon asetat 1 % suspenso optalmik

Komposisi Tiap ml mengandung prednisolone asetat 1 ml sebagai zat aktif

Prednisolon asetat adalah glukokortikoid yang, berdasarkan berat,

memiliki 3 hingga 5 kali potensi antiinflamasi hidrokortison.

Farmakologi Glukokortikoid menghambat edema, deposisi fibrin, pelebaran

kapiler, dan migrasi fagositik dari respon inflamasi akut, serta

proliferasi kapiler, deposisi kolagen, dan pembentukan parut.

Suspensi ophthalmic prednisolon asetat 1% diindikasikan untuk

pengobatan inflamasi responsif steroid pada konjungtiva palpebral


Indikasi
dan bulbar, kornea, dan segmen anterior bola mata.

Suspensi ophthalmic prednisolon asetat 1% dikontraindikasikan pada

Kontraindikasi infeksi mata purulen purulen yang tidak diobati, pada sebagian besar

penyakit virus kornea dan konjungtiva termasuk keratitis herpes


simpleks epitel (dendritik keratitis), vaksin, dan variela, dan juga

infeksi bakteri mikobakteri pada mata dan penyakit jamur. struktur

mata.

Suspensi ophthalmik prednisolon asetat 1% juga dikontraindikasikan

pada individu dengan hipersensitivitas yang diketahui atau dicurigai

terhadap salah satu bahan dari sediaan ini dan kortikosteroid lain.

5. Penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan pembentukan katarak subkapsular posterior dan

dapat meningkatkan tekanan intraokular pada individu yang

rentan, sehingga menyebabkan glaukoma dengan kerusakan

pada saraf optik, cacat pada ketajaman visual dan bidang

penglihatan. Penggunaan jangka panjang juga dapat menekan

respon imun inang dan dengan demikian meningkatkan

bahaya infeksi mata sekunder.


Efek samping
6. Jika produk ini digunakan selama 10 hari atau lebih, tekanan

intraokular harus dipantau secara rutin meskipun mungkin

sulit pada anak-anak dan pasien yang tidak kooperatif. Steroid

harus digunakan dengan hati-hati di hadapan glaukoma.

Tekanan intraokular harus sering diperiksa.

7. Berbagai penyakit mata dan penggunaan jangka panjang

kortikosteroid topikal telah diketahui menyebabkan penipisan

kornea dan skleral. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan


adanya jaringan kornea atau skleral yang tipis dapat

menyebabkan perforasi.

8. Infeksi purulen akut mata dapat ditutup atau aktivitas

ditingkatkan dengan adanya obat kortikosteroid.

9. Penggunaan steroid setelah operasi katarak dapat menunda

penyembuhan dan meningkatkan insiden pembentukan bleb.

10. Penggunaan steroid okular dapat memperpanjang perjalanan

dan dapat memperburuk keparahan banyak infeksi virus pada

mata (termasuk herpes simpleks). Penggunaan obat

kortikosteroid dalam pengobatan pasien dengan riwayat

herpes simpleks membutuhkan kehati-hatian; mikroskopi

celah sering direkomendasikan.

11. Suspensi ophthalmik prednisolon asetat 1% mengandung

natrium bisulfit, sulfit yang dapat menyebabkan reaksi tipe

alergi, termasuk gejala anafilaksis dan episode asma yang

mengancam jiwa atau kurang parah pada orang yang rentan.

Prevalensi keseluruhan sensitivitas sulfit pada populasi umum

tidak diketahui dan mungkin rendah. Sensitivitas sulfit terlihat

lebih sering pada penderita asma daripada pada orang yang

tidak menderita asma.

Peringatan dan 12. Penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama dapat

perhatian menyebabkan pembentukan katarak subkapsular posterior dan


dapat meningkatkan tekanan intraokular pada individu yang

rentan, sehingga menyebabkan glaukoma dengan kerusakan

pada saraf optik, cacat pada ketajaman visual dan bidang

penglihatan. Penggunaan jangka panjang juga dapat menekan

respon imun inang dan dengan demikian meningkatkan

bahaya infeksi mata sekunder.

13. Jika produk ini digunakan selama 10 hari atau lebih, tekanan

intraokular harus dipantau secara rutin meskipun mungkin

sulit pada anak-anak dan pasien yang tidak kooperatif. Steroid

harus digunakan dengan hati-hati di hadapan glaukoma.

Tekanan intraokular harus sering diperiksa.

14. Berbagai penyakit mata dan penggunaan jangka panjang

kortikosteroid topikal telah diketahui menyebabkan penipisan

kornea dan skleral. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan

adanya jaringan kornea atau skleral yang tipis dapat

menyebabkan perforasi.

15. Infeksi purulen akut mata dapat ditutup atau aktivitas

ditingkatkan dengan adanya obat kortikosteroid.

16. Penggunaan steroid setelah operasi katarak dapat menunda

penyembuhan dan meningkatkan insiden pembentukan bleb.

17. Penggunaan steroid okular dapat memperpanjang perjalanan

dan dapat memperburuk keparahan banyak infeksi virus pada

mata (termasuk herpes simpleks). Penggunaan obat


kortikosteroid dalam pengobatan pasien dengan riwayat

herpes simpleks membutuhkan kehati-hatian; mikroskopi

celah sering direkomendasikan.

18. Suspensi ophthalmik prednisolon asetat 1% mengandung

natrium bisulfit, sulfit yang dapat menyebabkan reaksi tipe

alergi, termasuk gejala anafilaksis dan episode asma yang

mengancam jiwa atau kurang parah pada orang yang rentan.

Prevalensi keseluruhan sensitivitas sulfit pada populasi umum

tidak diketahui dan mungkin rendah. Sensitivitas sulfit terlihat

lebih sering pada penderita asma daripada pada orang yang

tidak menderita asma.

19. Kocok sebelum digunakan. Tanamkan satu atau dua tetes ke

dalam kantung konjungtiva dua hingga empat kali sehari.

Selama 24 hingga 48 jam awal, frekuensi dosis dapat

ditingkatkan jika perlu. Perawatan harus diambil untuk tidak


Aturan pakai
menghentikan terapi sebelum waktunya.

20. Jika tanda dan gejala gagal membaik setelah 2 hari, pasien

harus dievaluasi kembali (lihat PERHATIAN).

Penyimpanan Pada suhu 25°C,lindungi dari pembekuan,simpan pada posisi tegak ,

13. Label dan Kemasan


Sumber : Peraturan Kepala Badan POM Nomer 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria dan
Tata Laksana Obat

Menurut Peraturan Kepala Badan POM Nomer 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria dan
Tata Laksana Obat, berikut ini yang harus tertera pada label dan kemasan :

NO Informasi Yang Dicantumkan Keterangan


1 Nama obat √
2 Bentuk sediaan √
3 Besar kemasan √
4 Nama dan kekuatan zat aktif √
5 Nama dan alamat produsen √
6 Cara pemberian √
7 Nomor izin edar √
8 Nomor bets √
9 Tanggal produksi √
10 Batas kedaluwarsa √
11 Indikasi √
12 Kontraindikasi √
13 Efek samping √
14 Interaksi obat √
15 Peringatan – perhatian √
16 Peringatan khusus √
17 Cara penyimpanan obat √
18 HET √
19 Logo golongan obat √
20 Logo generik -
Informasi yang mampu telusur untuk menjamin keabsahan
21 -
produk

- Kemasan Primer
21.
- Kemasan Sekunder
- Brosur
DAFTAR PUSTAKA

Akram, Muhammad., Naqvi, Syed Baqir Shyum., Gauhar, Shahnaz. 2010. Development of New
Opthalmic Suspension Prednisolone Acetate 1%. Pak. J. Pharm. Sci., Vol. 23, No. 2.

Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe R. C., Sheskey,
P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Assosiation, 697-699.

Ayuhastuti, Anggreni. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril KEMENKES RI. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI

Baranowski, Przemyslaw., Karolewcz, Bozena., Gajda, Maciej., Pluta, Janusz. 2014. Ophthalmic
Drug Dosage Forms: Characterisation and Researsh Methods. The Scientific World
Journal. Volume 2014. Hindawi Publishing Corporation.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

Emilia, dkk. 2013. Formulasi Dan Evaluasi Stabilitas Fisiksuspensi Ibuprofen Dengan
Menggunakan Natrosol Hbr Sebagaibahan Pensuspensi. Jurnal Mahasiswa Farmasi
Kedokteran UNTAN, 1)

Januarti, Ika Buana, dkk. 2018. Modul 19 (Fr2415) Sterile Pharmaceutical Products Buku
Petunjuk Praktikum. Semarang : Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sultan Agung

United States Patent Application Publication Chang et al, 2007, Prednisolone Acetate
Compositions, ALLERGAN, INC. 2525 DUPONT DRIVE, T2-7H IRVINE, CA 92.612-
1599 (US)
U.S. Pharmacopeia. The United States Pharmacopeia, USP 30/The National Formulary, NF 25.
2007 Rockville, MD: U.S. Pharmacopeial Convention, Inc.,

Wacker. Chemical Corporation. Bersumber dari https://www.wacker.com/h/en-us/cyclodextrins-


complexes/derivatives/cavasol-w8-hp-pharma/p/000000145. Diakes pada 15 Mei 2020

Anda mungkin juga menyukai