Keyword : Anion, endapan, warna, kemikalia cair, reaksi spesifik, reaksi selektif.
DATA PENGAMATAN
I. TUJUAN
1.1 Dapat mengidentifikasi anion-anion dalam larutan dan padatan „unknown‟
dengan menggunakan metode „kemikalia cair‟ uang didasarkan pada kelakuan
ion-ion yang berbeda ketika direksikan dengan reagen-reagen tertentu.
2.8.1 Klorida
(Svehla, 1985)
2.8.2. Bromida
Sifat Kimia : Kelarutan Ag, Hg, Cu, tak larut dalam air. Timbel
bromide sangat sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih
larut dalam air mendidih.
(Svehla, 1985)
2.8.3. Iodida
(Svehla, 1985)
2.8.4. Nitrat
(Svehla, 1985)
2.8.5. Sulfat
Sifat Kimia : Sulfat dari barium, stronsium dan timbale praktis tidak
larut dalam air. Sulfat dari merkurium (II) dan kalsium
larut sedikit dan kebanyakan sulfat dari logam-logam
sisanya larut
(Svehla, 1985).
2.8.6. Kromat
(Svehla, 1985)
Sifat fisik: Padatan kristal tidak berwarna, titik leleh: 59C, titik didih:
97C, densitas: 1,82.
(Daintith, 1994)
2.9.2 H2SO4
Sifat fisik: cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, agak kental, titik
leleh: -10C, titik didih 315-338C, densitas: 1,8.
Sifat kimia: digunakan sebagai katalis, merupakan asam kuat, bersifat
korosif.
(Basri, 1996)
2.9.3 HNO3
Sifat fisik: Tidak berwarna, tidak berbau, agak kekuningan, densitas:
1,89, titik leleh: -4,1C, titik didih: 83C.
Sifat kimia: sebagai oksidator, asam anorganik, bersifat korosif.
(Basri, 1996)
2.9.4 HCl
Sifat fisik : tidak berwarna, berbau tajam, titik didih: 84,9C
Sifat kimia: larut dalam pelarut air, termasuk asam kuat.
(Basri, 1996)
2.9.5 Aquades
Sifat fisik: berat molekul l18 gr/mol, Densitas 1,08 , titik leleh 0C,
titik didih 100C.
Sifat kimia: bersifat polar dan sebagai pelarut universal.
(Basri, 1996)
2.9.6 FeSO4
Sifat fisik : berbentuk kristal berwarna putih atau biru/hijau, tidak
berbau, masa molar 151,9 g/mol
Sifat kimia : tidak larut dalam alkohol, menyebabkan iritasi atau
bersifat korosif.
(Basri, 1996).
2.9.7 Ba(C2H3O2)2
Sifat fisik : masa molarb255,415 g/mol, berbentuk padatan berwarna
putih yang tidak berbau, struktur kristal tetragonal
Sifat kimia : sedikit larut dalam etanol, beracun dan berbahaya
(Basri, 1996)
III. METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
1. Pipet tetes
2. Tabung reaksi
3. Penjepit
4. Pemasas spirtus
III.2 Bahan
1. H2SO4 pekat,
2. AgNO3,
3. HNO3,
4. Ba(C2H3O2)2,
5. HCl dan
6. FeSO4
Anion Cl-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Anion Br-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Anion I-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Anion SO32-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Anion SO42-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Anion AsO43-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Anion PO43-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Anion NO3-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
- Uji khusus nitrat
Hasil
Anion CrO42-
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Larutan unknow
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
Larutan unknow
tabung reaksi
- Pengamatan kenampakan padatan seperti
warna, bau
- Pengujian dengan H2SO4 pekat
- Pengujian dengan AgNO3
- Pengujian dengan HNO3
- Pengujian dengan Ba(C2H3O2)2
- Pengujian dengan HCl
Hasil
IV. PEMBAHASAN
(Svehla, 1985)
Endapan terbentuk akibat Qc > Ksp yaitu hasil kali kelarutan lebih
besar darihasil kali konsentrasi ion-ionnya. Larutan dikatakan jenuh
dikarenakan terbentuk endapan. Setelah itu ditambahkan HNO3 untuk
melarutkan AgCl dan dihasilkan larutan menjadi keruh dan ada endapan putih,
hal ini menunjukkan AgCl tetap ada sebagai endapan akibat penambahan
HNO3. AgCl stabil pada kondisi ini sehingga sulit diputuskan ikatannya akibat
penambahan reagen HNO3 yang berkonsentrasi rendah. Penambahan HNO3
berfungsi sebagai penguat adanya endapan Cl- karena tidak larut. Reaksinya :
(Svehla, 1985)
(Svehla, 1985)
Endapan terbentuk akibat Qc > Ksp yaitu hasil kali kelarutan lebih
besar dari hasil kali konsentrasi ion-ionnya. Larutan dikatakan jenuh
dikarenakan terbentuk endapan. Setelah itu ditambahkan HNO3 yang
bertujuan melarutkan endapan AgBr. Diperoleh hasil yang sama yaitu larutan
menjadi keruh dan ada endapan putih. Ini disebabkan karena senyawa AgBr
sudah cukup stabil dan memiliki kerapatan yang tinggi maka sulit untuk
memutuskan dengan penambahan HNO3 encer. Selain itu AgBr memiliki Ksp
sangat kecil (4x10-13) maka tidak larut dengan penambahan HNO3 yang
memiliki konsentrasi rendah. Jadi, pada uji ini penambahan HNO3 bertujuan
untuk menguatkan identifikasi bahwa adanya ion Br-, dimana terbentuknya
endapan AgBr yang tidak larut dengan HNO3 encer. AgBr dapat larut dalam
ammonia encer yang menunjukkan sampel mengandung ion Br-.Reaksinya:
AgBr (s) + HNO3 (aq) AgBr(s)[endapan putih] + H2O(l) + NO3- (aq)
(Svehla, 1985)
(Svehla, 1985)
Endapan terbentuk akibat Qc > Ksp yaitu hasil kali kelarutan lebih
besar darihasil kali konsentrasi ion-ionnya. Ksp dari AgI yaitu sebesar0.9 x 10-
16
(Svehla, 1985). Larutan dikatakan jenuh dikarenakan terbentuk endapan.
Setelah itu ditambahkan HNO3 untuk melarutkan AgI dan diperoleh larutan
tidak mengaalami perubahan atau tetap keruh dan terdapat endpab putih. . Ini
disebabkan karena senyawa AgI cukup stabil dan memiliki kerapatan yang
tinggi maka sulit untuk memutuskan dengan penambahan HNO3 encer. Selain
itu AgI memiliki Ksp sangat kecil (0.9x10-16) maka tidak larut dengan
penambahan HNO3 yang memiliki konsentrasi rendah. Jadi, pada uji ini
penambahan HNO3 bertujuan untuk menguatkan identifikasi bahwa adanya
ion I-, dimana terbentuknya endapan AgI yang tidak larut dengan HNO3 encer.
AgI dapat larut dalam ammonia encer yang menunjukkan sampel mengandung
ion I-.Reaksinya:
AgI (s) + HNO3 AgI (s) [endapan putih]+ H2O(l)+ NO3-(aq)
(Svehla, 1985)
Putih
(Svehla, 1985)
(Svehla,1985)
V.1 Kesimpulan
V.1.1 Hasil dari uji anion Klorida adalah berwarna bening pada uji kenampakan
dann menghasilkan panas saat penambahan asam sulfat pekat, berwarna
keruh setelah ditambahkan AgNO3, berwarna keruh dan muncul endapan
putih saat penamabahan HNO3, berwarna putih keruh saaat penambahan
Ba(C2H3O2)2 dan HCl, dan pada uji khusus nitrat menghasilkan perubahan
warna menjadi kuning dan terdapat endapan coklat.
V.1.2 Hasil dari uji anion Bromida adalah berwarna bening pada uji
kenampakan dan menghasilkan panas berupa uap coklat saat
penambahan asam sulfat pekat, berwarna keruh dan terdapat endapan
putih setelah ditambahkan AgNO3, berwarna keruh dan muncul endapan
putih saat penamabahan HNO3, berwarna bening keruh saaat penambahan
Ba(C2H3O2)2 dan HCl, dan pada uji khusus nitrat menghasilkan perubahan
terdapat endapan putih.
V.1.3 Hasil dari uji anion Iodidia adalah berwarna bening pada uji kenampakan
dan menghasilkan panas berupa uap ungu saat penambahan asam sulfat
pekat, berwarna keruh dan terdapat endapan putih setelah ditambahkan
AgNO3, berwarna keruh dan muncul endapan putih saat penamabahan
HNO3, berwarna putih keruh saaat penambahan Ba(C2H3O2)2 dan HCl,
dan pada uji khusus nitrat menghasilkan perubahan terdapat endapan
kuning.
V.1.4 Hasil dari uji anion Sulfit adalah berwarna bening pada uji kenampakan
dan menghasilkan panas saat penambahan asam sulfat pekat, berwarna
bening setelah ditambahkan AgNO3 dan HNO3, berwarna keruh dan
terdapat endapan putih saaat penambahan Ba(C2H3O2)2 dan HCl, dan
pada uji khusus nitrat menghasilkan perubahan terdapat endapan coklat.
V.1.5 Hasil dari uji anion Sulfat adalah berwarna bening pada uji kenampakan
dan menghasilkan panas saat penambahan asam sulfat pekat, berwarna
bening setelah ditambahkan AgNO3, dan HNO3, berwarna keruh dan
terdapat endapan putih saaat penambahan Ba(C2H3O2)2 dan HCl, dan
pada uji khusus nitrat menghasilkan perubahan terdapat endapan coklat.
V.1.6 Hasil dari uji anion Fosfat adalah berwarna bening pada uji kenampakan
dan menghasilkan panas saat penambahan asam sulfat pekat, berwarna
bening setelah ditambahkan AgNO3, dan HNO3, berwarna keruh dan
terbentuk endapan putih saaat penambahan Ba(C2H3O2)2 dan HCl, dan
pada uji khusus nitrat menghasilkan perubahan terdapat endapan coklat.
V.1.7 Hasil dari uji anion Nitrat adalah berwarna bening pada uji kenampakan
dan menghasilkan panas dan endapan putih saat penambahan asam sulfat
pekat, berwarna putih keruh setelah ditambahkan AgNO3, berwarna
bening saat penamabahan HNO3, berwarna bening saaat penambahan
Ba(C2H3O2)2 dan HCl, dan pada uji khusus nitrat menghasilkan perubahan
terdapat endapan coklat.
V.1.8 Hasil dari uji anion Kromat adalah berwarna kuning pada uji
kenampakan dan menghasilkan panas dan larutan berubah warna menjadi
jingga saat penambahan asam sulfat pekat, berwarna keruh setelah
ditambahkan AgNO3, dan HNO3, berwarna kuning keruh saaat
penambahan Ba(C2H3O2)2 dan berwarna kuning bening saat penambahan
HCl, dan pada uji khusus nitrat menghasilkan perubahan terdapat endapan
kuning.
V.1.9 Hasil dari uji anion larutan unknow 1 adalah berwarna bening pada uji
kenampakan dan menghasilkan panas saat penambahan asam sulfat pekat,
berwarna keruh setelah ditambahkan AgNO3, dan HNO3, berwarna keruh
saaat penambahan Ba(C2H3O2)2 dan HCl, dan pada uji khusus nitrat
menghasilkan perubahan terdapat endapan kuning sehingga dapat
disimpulkan bahwa larutan unknow 1 adalah iodida.
V.1.10 Hasil dari uji anion larutan unknow 2 adalah berwarna bening pada uji
kenampakan dan menghasilkan panas saat penambahan asam sulfat pekat,
berwarna bening setelah ditambahkan AgNO3, dan HNO3, berwarna keruh
saaat penambahan Ba(C2H3O2)2 dan berwarna keruh terdaopat endapan
putih saat penamabhaan HCl, dan pada uji khusus nitrat menghasilkan
perubahan terdapat endapan coklat sehingga dapat diismpulkan bahwa
larutan unknow 2 adalah sulfat.
V.2 Saran
V.2.1 Sebaiknya praktikan saat melakukan analisis anion memastikan suhu dan
tekanan ruangan sesuai sehingga tidakada kekeliruan terhadap hasil uji
V.2.2 Sebelum melakukan uji, memastikan anion tidak terkandung zat pengotor.
V.2.3 Praktikan diharap selalu memperhatikan kebersihan laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Uji 1 Uji 2
- Uji Br-
- Uji I-
Uji 1 Uji 2
Uji 3 Uji 4
Uji Nitrat
- Uji Cl-„
Uji 1 Uji 2
- Uji Br-
- Uji I-
Uji 1 Uji 2
Uji 3 Uji 4
Uji Nitrat
- Uji SO32-
- Uji SO42-
Uji 1 Uji 2
Uji 3 Uji 4
Uji Nitrat
- Uji PO43-
Uji 1 Uji 2
Uji 3 Uji 4
Uji nitrat
- Uji NO3-
- Uji CrO42-
Uji 1 Uji 2
- Larutan Unknown I
Uji 1 dan 2 Uji 3 dan 4
Uji Nitrat
- Larutan Unknown II
Teramati bahwa sol silika dengan viskositas tinggi menghasilkan lapisan silika yang
tebal, yang mudah retak setelah dikeringkan. Membran Si-1 yang terbuat dari sol koloid Si-1
yang memiliki viskositas tinggi (6,97 cP) menghasilkan membran yang retak. Pengenceran
sol dengan menambahkan lebih banyak air mengakibatkan membran Si-2 dan Si-3 tidak retak
Sol polimerik silika diperoleh dengan menambahkan etanol dengan komposisi seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 3. Mirip dengan sol koloid, sol yang sangat kental seperti sol Si-4
menghasilkan membran yang retak. Tidak ada retakan yang diamati pada membran Si-5 dan
Si-6 karena sol diencerkan dengan etanol. Karena tujuannya adalah untuk menghasilkan
membran bebas retak, maka sol Si-1 dan Si-4 yang keduanya memiliki viskositas tinggi tidak
digunakan untuk karakterisasi membran. Ukuran partikel rata-rata dari membran Si-2 adalah
sekitar 25 nm, sedangkan pada membran Si-3 menunjukkan ukuran partikel rata-rata sekitar
10 nm, Fenomena yang sama juga terjadi pada Si-5 dan Si-6. membran yang masing-masing
terbuat dari polimer silika sols Si-5 dan Si-6. Citra AFM menunjukkan ukuran partikel sekitar
15 nm untuk membran Si-5 dan ukuran partikel yang lebih kecil sekitar 10 nm untuk
membran Si-6, yang memiliki viskositas lebih rendah. Terlihat bahwa sol Si-2 yang memiliki
viskositas sedang dan ukuran partikel yang besar mudah mengendap pada membran alumina
berpori. Sebaliknya, jika sol dengan viskositas rendah dan ukuran partikel yang lebih kecil
(seperti Si-3, Si-5 dan Si-6) digunakan, proses dip-coating, pengeringan dan sintering harus
diulangi berkali-kali untuk mendapatkan kepadatan. lapisan yang menutupi seluruh
permukaan membran alumina berpori. Oleh karena itu, sol Si-2 digunakan sebagai lapisan
perantara dan di atas lapisan ini diendapkan lapisan tipis yang terbuat dari sol Si-3, Si-5 atau
Si-6 sebagai lapisan aktif.
Membran Si-2 menunjukkan fluks yang tinggi sebesar 0,91 kg / (m2h), namun faktor
pemisahannya hanya 3,7 yang menunjukkan bahwa selektivitas membran tersebut rendah.
Menariknya, kinerja pervaporasi membran Si-3, yang dibuat dengan mengendapkan lapisan
Si-3 di atas lapisan antara Si-2, berbeda dibandingkan dengan membran Si-2. Dibandingkan
dengan membran Si-2, membran Si-3 menunjukkan fluks permeat yang lebih rendah sebesar
0,03 kg / (m2h), tetapi faktor pemisahan yang lebih tinggi diperoleh sebesar 46,9. Fenomena
serupa diamati untuk membran Si-5 dan Si-6. Membran Si-5 dan Si-6 dibuat dengan melapisi
lapisan antara Si-2 dengan sol Si-5 dan Si- 6 sol, masing-masing, dan menunjukkan fluks
permeat yang lebih rendah dan faktor pemisahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
membran Si-2. Faktor pemisahan tertinggi 324 dicapai dengan menggunakan membran Si-6.
Ukuran partikel yang lebih kecil mengakibatkan penurunan ukuran pori membran, yang
sangat mempengaruhi kinerja pervaporasi. Karena tidak mudah untuk mengukur ukuran pori
membran mikropori karena ukuran pori-pori yang sangat kecil, dalam pekerjaan ini kami
mengukur fluks permeat dari berbagai cairan murni dengan diameter molekul yang diketahui.
Estimasi ukuran pori dengan metode ini didasarkan pada teori difusivitas Knudsen yang
menjelaskan ketergantungan difusivitas pada berat molekul spesies yang menyebar. Jadi,
dengan asumsi spesies yang menyebar adalah sebuah bola dengan diameter tertentu, kami
dapat menyarankan bahwa semakin besar diameter molekul spesies tersebut, semakin kecil
fluks permeatnya. Jika spesies memiliki diameter molekul lebih besar dari ukuran pori, fluks
permeat akan menjadi nol. Dalam pekerjaan ini, kami menggunakan air, metanol, asam
asetat, etanol, dan 1-3 butanediol, yang diketahui memiliki diameter molekul rata-rata 3,5 Å,
4,6 Å, 5,1 Å, 5,2 Å, dan 7,0 Å.
Kesimpulan
Membran anorganik yang terdiri dari alumina sebagai lapisan pendukung dan silika sebagai
lapisan aktif dibuat dengan metode sol-gel menggunakan sol silika koloid dan polimer
dengan komposisi berbeda. Ditemukan bahwa larutan sol yang diencerkan diperlukan untuk
mendapatkan membran silika bebas retak. Ukuran partikel membran silika, seperti yang
diamati menggunakan AFM, sangat dipengaruhi oleh komposisi sol. Ini menentukan ukuran
pori membran dan dengan demikian kinerja pervaporasi membran. Percobaan pervaporasi
menunjukkan bahwa selektivitas membran ditingkatkan dengan lapisan ganda yang terdiri
dari lapisan silika perantara yang terbuat dari sol Si-2 dan lapisan silika kulit yang dibuat dari
larutan encer Si-3, Si-5 atau Si-6. . Untuk konsentrasi umpan asam asetat 90% berat,
membran Si-6 menunjukkan faktor pemisahan tertinggi yaitu 324 dengan fluks permeat 0,016
kg / (m2h). Pekerjaan ini menunjukkan bahwa membran silika memiliki potensi tinggi untuk
dehidrasi asam organik.
REFERENSI :
Kusumocahyo, Samuel P., and Masao Sudoh. 2016. “Pervaporation of Acetic Acid-Water
Mixture Using Silica Membrane Prepared by Sol-Gel Method.” Journal of Engineering
and Technological Sciences 48(1): 99–110.