Fenomenologi memberikan pemahaman yang mendalam menganai fenomena sebagaimana yang dialami oleh beberapa individu. Mengetahui beberapa pengalaman umum dapat bermanfaat bagi beberapa kelompok, khususnya bagi terapis, guru, tenaga kesehatan, dan pembuat kebijakan. Fenomenologi dapat melibatkan satu bentuk teknik pengumpulan data yang efisien dengan memasukkan satu atau lebih wawancara dengan para partisipan. Menggunakan pendekatan Moustakas (1994) untuk menganalisis data dapat membantu menyediakan pendekatan terstruktur bagi peneliti pemula. Di sisi lain, fenomenologi membutuhkan setidaknya beberapa pemahaman tentang asumsi filosofis yang lebih luas, dan hal tersebut harus diidentifikasi oleh peneliti. Selain itu, para partisipan yang terlibat harus dipilih secara cermat, hati-hati, dan penuh pertimbangan apakah individu-individu tersebut benar- benar mengalami fenomena yang dimaksud. Hal tersebut dilakukan agar peneliti dapat menjalin pemahaman yang sama dengan partisipan. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, mengurung pengalaman pribadi dapat dilakukan oleh peneliti karena penafsiran terhadap data yang dikumpulkan melibatkan asumsi-asumsi yang dibawa oleh peneliti ke dalam topik tersebut. Pemaparan di atas sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Abdul Manab. Tantangan dalam riset fenomenologi dibagi menjadi empat poin utama, di antaranya: 1. Peneliti membutuhkan landasan yang solid darlam ajaran filosofis dari fenomenologi. 2. Partisispan dalam penelitian perlu dipilih secara hati-hati untuk menjadi para individu yang telah mengalami fenomena yang dimaksud oleh peneliti. 3. Mengurung pengalaman-pengalaman pribadi bagi peneliti mungkin hal yang sulit dan penuh pertimbangan serta pemikiran yang mendalam. 4. Peneliti harus memutuskan bagaimana dan dengan cara apa pengalaman- pengalaman personalnya akan diperkenalkan dalam pendidikan.1
1 Abdul Manab. Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 60.