Soal :
1. Coba analisis bagaimana jika sumber hukum Islam hanya al Qur`an tanpa ada Hadits.
2. Apa saja fungsi Hadits terhadap al-Quran? Sebutkan dan Jelasan!
3. Coba jelaskan sejarah penghimpunan Hadits
4. Coba jelaskan perbedaan Hadits dan Sunnah dan berikan contohnya
5. Jelaksan apa yang dimaksud dengan Rawi, Sanad dan matan! Beri contoh dalam
sebuah hadits
===================selamat bekerja=================
1. Apabila
2. Al Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran agama
Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Al-Quran merupakan
sumber pertama dan utama banyak memuat ajaranajaran yang bersifat umum dan
global. Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk
menjelaskan keumuman isi al Qu’ran tersebut.3 Hal ini sesuai dengan firman Allah
Ta’ala dalam surat an Nahl(16): 44:4
Imam Malik bin Anas menyebutkan lima fungsi hadits, yaitu bayan altaqrir, bayan al
Tafsir, bayan al tafsil, bayan al ba’ts, bayan al tasyri’. Imamm Syafi’i menyebutkan bayan
al-tafsil, bayan at takhshih, bayan al ta’yin, bayan al tasyri’, bayan al nasakh. Dalam ar
risalah ia menambahkan dengan bayan al Isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal
menyebutkan empat fungsi hadits yaitu: bayan al ta’kid, bayan al tafsir, bayan al tasyri’
dan bayan al takhshish. Dr. Muthafa As Siba’iy menjelaskan, bahwa fungsi hadits
terhadap al Qur’an, ada 3(tiga) macam, yakni: (1) Memperkuat hukum yang terkandung
dalam al Qur’an, baik yang global maupun yang detail; (2) Menjelaskan hukum-hukum
yang terkandung dalam al Qur’an yakni mentaqyidkan yang mutlak quran, mentafsilkan
yang mujmal dan mentakhsishkan yang ‘am; (3) Menetapkan hukum yang tidak
disebutkan oleh al Qur’an. Adapun fungsi hadist terhadap al Qur’an yang dikemukaan
berfungsi sebagai dikemukakan Muhammad Abu Zahw antara lain: (1) hadist sebagai
bayan at Tafsil; (2) hadist berfungsi sebagai bayan at ta’kid; (3) hadist berfungsi sebagai
bayan al muthlaq atau bayan at taqyid; (5) Hadist berfungsi sebagai bayan at takhsis;
hadist berfungsi sebagai bayan at tasyri; (6) hadist berfungsi sebagai bayan an nasakh.
Fungsi hadist terhadap al-Qur’an secara umum adalah menjelaskan makna kandungan al
Al-Qur’an atau lil bayan (menjelaskan). Hanya saja penjelasan tersebut diperinci oleh
para ulama ke berbagai bentuk penjelasan.
Secara garis besar ada empat makna fungsi penjelasan (bayan) hadist terhadap al-
Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1. Bayan at-Taqrir
Bayan at Taqrir disebut dengan bayan at-ta’kid dan bayan alitsbat, yang dimaksud
dengan bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di
dalam al Qur’an.11 Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al
Qur’an.12 Sehingga dalam hal ini, hadist hanya seperti mengulangi apa yang disebutkan
dalam al-Qur’an.13 Sebagai contoh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan
Ibnu Umar, sebagai berikut:14
رواه ا لِمسلم, َوإِذ ا َرأَ ْيتُ ُموهُ فَأ َ ْف ِط ُروا,)فَإ ِ َذا َرأَ ْيتُ ُم ال ِهاَل َل فَصُو ُموا
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah)
itu maka berbukalah”.(H.R Muslim)
2. Bayan At-Tafsir
Bayan al Tafsir adalah bahwa kehadiran hadits berfungsi untuk memberikan rincian dan
tafsiran terhadap ayat-ayat al Qur’an yang masih bersifat global(mujmal), memberikan
persyaratan/batasan(taqyid) ayat-ayat al Qur’an yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan (takhsish) terhadap al Qur’an yang masih bersifat umum17.18 Diantara
contoh tentang ayat-ayat al Qur’an yang masih mujmal, baik adalah perintah
mengerjakan shalat, puasa, zakat, disyariatkan jual beli, nikah, qhisas, hudud, dan
sebagainya. Ayatayat al Qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik
mengenai cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syaratnya, atau
halanganhalangannya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw, melalui hadistnya menafsirkan
dan menjelaskan seperti disebutkan dalam hadist-hadist berikut:19
Bukhari)
3. Bayan at Tasyri’
Bayan at tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang dapat tidak
didapati dalam al-Qur’an atau dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokonya saja.21
Dalam hal ini seolah-olah Nabi menetapkan hukum sendiri. Namun sebenarnya bila
diperhatikan apa yang ditetapka oleh Nabi hakikatnya adalah penjelasan apa yang
ditetapkan atau disinggung dalam al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Allah
secara terbatas. Dalam hal ini sebagai contoh adalah sebuah hadits yang menyatakan
melarang seorang suami memadu istrinya dengan dua wanita bersaudara.
Hadist ini secara dhahir berbeda dengan Q.S an-Nisa’ (4): 24, maka pada hakikatnya
hadist tersebut adalah penambahan atau penjelasan dari apa yang dimaksud oleh Allah
dalam firman tersebut.23 Contoh lain yang adalah menghukum yang tidak bersandar
kepada saksi dan sumpah apabila tidak mempunyai dua orang saksi dan seperti radha’ah
(saudara sepersusuan) mengharamkan pernikahan keduanya, mengingat ada hadist
yang menyatakan.24
3. jawaban nomer 3
Periode pertama
Periode pertama berlangsung selama rentang hidup Nabi Muhammad SAW hingga
sepanjang abad pertama Hijriah. Pada masa ini, Rasulullah hidup, bergaul dan berbicara
dengan masyarakat dan para sahabat, baik di masjid, rumah, pasar, maupun saat berjumpa
dengan musafir. Apa yang disampaikan oleh Nabi SAW senantiasaa diperhatikan secara
saksama oleh para sahabat yang menjadi periwayat hadis kendati masih berupa hafalan.
Beberapa penghafal hadis terkenal pada periode ini adalah Abu Hurairah, Abdullah bin
‘Abbas, Aisyah ash-Shiddiqah, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, Anas bin Malik, dan
lain-lain.
Periode Kedua
Periode ini dimulai sekitar pertengahan abad kedua Hijriah. Selama periode ini, sejumlah
besar tabi’in menghimpun karya mereka dalam bentuk buku. Beberapa penghimpun hadis
pada periode ini adalah Muhammad bin Syihab az-Zuhri (ia dianggap sebagai ulama hadis
terbesar di zamannya), Abdul Malik bin Juraij, Mu’ammar bin Rasyid, Imam Sufyan ats-
Tsauri, Imam Hammad bin Salamah, Abdullah bin al- Mubarak, dan Malik bin Anas (w. 179
H). Di antara karya tulis pada periode ini adalah Al- Muwaththa’ karya Imam Malik.
Periode Ketiga
Dimulai pada abad ke-2 H hingga akhir abad ke-4 H, ketika hadis-hadis Nabi, atsar sahabat,
dan aqwal (ucapan) tabi’in dikategorisasikan, dipisahkan, dan dibedakan. Selain itu, riwayat-
riwayat yang maqbulah (diterima) dihimpun secara terpisah dan buku-buku dari periode
kedua diperiksa kembali untuk diautentifikasi.
Pada periode ini pula, hadis-hadis dipelihara dan dijaga. Hal itu diwujudkan para ulama
dengan memformulasikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadis (lebih dari 100 ilmu)
hingga menghasilkan ribuan buku mengenai hadis. Salah satu penyusun hadis yang berasal
dari periode ini adalah Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H). Ia menyusun kitab Musnad
Ahmad yang berisi 30 ribu hadis dalam 24 juz.
Periode Keempat
Periode ini dimulai pada abad kelima hingga hari ini. Karya-karya yang dihasilkan dalam
periode ini, antara lain penjelasan (syarh), catatan kaki (hasyiah), dan penerjemahan buku-
buku hadis ke dalam berbagai bahasa. Pada periode ini pula, para ulama menyusun kitab
hadis dengan mencuplik dari kitab-kitab yang pernah ditulis dan disusun pada abad ketiga.
Ulama hadis selanjutnya lalu menyusun syarh atau penjelasan dari buku-buku penjelasan
hadis di atas. Misalnya, Muhammad Ismail ash- Shon’ani (wafat 1182 H) menulis kitab
Subulus Salam Syarh Bulughul Maram yang berisi penjelasan kitab karya Ibnu Hajar al-
Asqolani itu, atau Nailul Awthar karya Qadhi asy-Syaukani yang memuat penjelasan dari
kitab Muntaqa al-Akhbar.
4. JAwaban nomer 4
5. JWaban nomer 5
Berikut ini kita bahas bersama pengertian sanad, matan dan rawi beserta contohnya
dalam hadits.
1. Sanad
Secara bahasa sanad ( )السندberarti sandaran. Adapun secara istilah adalah :
Rangkaian para periwayat hadits yang menghubungkan sampai kepada redaksi hadits.[1]
Dengan kata lain sanad adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits dari tingkatan sahabat
hingga hadits itu sampai kepada kita.
Berikut ini contoh-contoh sanad dalam hadits yang dituliskan dalam kitab hadits shahih
Bukhari yang ditandai dengan cetak tebal :
Contoh Pertama :
Beliau menjawab : “Memberikan makanan, dan membaca salam pada orang yang engkau
kenal dan yang tidak engkau kenal.”
(HR. Bukhari)
Dari contoh di atas yang disebut sanad adalah : Abul Khair, Umar bin Khalid, Al-Laits,
Yazid, Abul Khair, dan Abdullah bin ‘Amr.
Artinya Abdullah bin ‘Amr mendapatkan hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Lalu hadits itu disampaikan kepada Abul Khair lalu kepada Yazid lalu kepada Al-Laits lalu
kepada Umar bin Khalid lalu kepada penulis hadits yakni imam Al-Bukhari.
Contoh Kedua :
،ِ سالِ ِم ْب ِن َع ْب ِد هَّللاَ ع َْن،ب ٍ ش َهاِ ا ْب ِن َع ِن،س ٍ َ َمالِ ُك بْنُ أَن أَ ْخبَ َرنَا:ال
َ َ ق، َسف ُ َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ يُو َح َّدثَنَا
َوهُ َو يَ ِعظُ أَخَاهُ فِي،ار ِ ص َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم َّر َعلَى َر ُج ٍل ِمنَ األَ ْن َ ِ أَ َّن َرسُو َل هَّللا،هMِ أَبِي ع َْن
َد ْعهُ فَإ ِ َّن ال َحيَا َء ِمنَ ا ِإلي َما ِن:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ ِ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا،ال َحيَا ِء
Abdullah bin Yusuf telah menceritakan hadits kepadaku (imam Bukhari), ia berkata : Malik
bin Anas mengabarkan padaku (Abdullah bin Yusuf), dari Ibnu Syihab, dari Salim bin
Abdullah, dari bapaknya, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melewati
seorang lelaki dari anshar yang sedang memberikan nasehat pada saudaranya tentang rasa
mali
Dari contoh di atas yang disebut sanad adalah : Abdullah bin Yusuf, Malik bin Anas, Ibnu
Syihab, Salim bin Abdullah, dan bapaknya Salim (Abdullah bin Umar).
Sanad berfungsi untuk mengetahui derajat kesahihan suatu hadits. Apabila ada cacat dalam
sanadnya baik itu karena kefasikannya, lemahnya hafalan, tertuduh dusta atau selainnya maka
hadits tersebut tidak dapat mencapai derajat sahih.
2. Matan
Secara bahasa, matan ( )المتنberarti tanah yang keras dan tinggi. Sedangkan secara istilah
adalah :
Berikut contoh-contoh matan dalam hadits yang dituliskan dalam kitab hadits shahih Bukhari
yang ditandai dengan cetak tebal :
Contoh Pertama :
،ُ َح َّدثَنَا ُش ْعبَة: قَا َل،َح ال َح َر ِم ُّي ب ُْن ُع َما َرة ٍ ْ َح َّدثَنَا أَبُو َرو:الَ َ ق، َُّح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ ب ُْن ُم َح َّم ٍد ال ُم ْسنَ ِدي
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِهَ ِ أَ َّن َرسُو َل هَّللا، ع َِن اب ِْن ُع َم َر،ِّث ُ ْت أَبِي يُ َحد ُ َس ِمع: قَا َل،ع َْن َواقِ ِد ب ِْن ُم َح َّم ٍد
ُ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َر،ُ ش َهدُوا أَنْ الَ إِلَهَ إِاَّل هَّللا
،ِ سو ُل هَّللا ْ َاس َحتَّى ي َ َّأُ ِم ْرتُ أَنْ أُقَاتِ َل الن :ال َ ََو َسلَّ َم ق
ِّ َص ُموا ِمنِّي ِد َما َء ُه ْم َوأَ ْم َوالَ ُه ْم إِاَّل بِ َح
ق َ فَإ ِ َذا فَ َعلُوا َذلِ َك ع،َ َويُ ْؤتُوا ال َّز َكاة،َصالَة َّ َويُقِي ُموا ال
ِ سابُ ُه ْم َعلَى هَّللا
َ َو ِح،سالَ ِم ْ ا ِإل
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al Musnadi dia berkata, Telah
menceritakan kepada kami Abu Rauh Al Harami bin Umarah berkata, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Waqid bin Muhammad berkata; aku mendengar bapakku
menceritakan dari Ibnu Umar,
Contoh Kedua :
ك ب ِْن أَبِيِ ِ َح َّدثَنَا نَافِ ُع ب ُْن َمال: قَا َل،اعي ُل ب ُْن َج ْعفَ ٍر
ِ َح َّدثَنَا إِ ْس َم:ال
َ َ ق،يعِ ِان أَبُو ال َّرب
ُ َح َّدثَنَا ُسلَ ْي َم
ِ ِآيَةُ ال ُمنَاف :صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل
ق َ َع ِن النَّبِ ِّي،َ ع َْن أَبِي هُ َري َْرة، ع َْن أَبِي ِه،عَا ِم ٍر أَبُو ُسهَ ْي ٍل
َاؤتُ ِمنَ َخان ْ َوإِ َذا، َ َوإِ َذا َو َع َد أَ ْخلَف،بَ َّث َك َذ َ إِ َذا َحد:ث
ٌ َثَال
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Abu ar Rabi' berkata, telah menceritakan kepada
kami Isma'il bin Ja'far berkata, telah menceritakan kepada kami Nafi' bin Malik bin Abu
'Amir Abu Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tanda-tanda munafik ada tiga;
jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanat dia khianat.”
(HR. Bukhari)
3. Rawi
Rawi (راويMM )الadalah penyampai hadits atau periwayat hadits, baik itu ia meriwayatkan
melalui lisan maupun tulisan yang ia dengar langsung dari gurunya.
Berikut ini contoh rawi atau periwayat hadits dari beberapa tingkatan :
Periwayat hadits dari tingkatan sahabat : Abu Hurairah, Aisyah, Anas bin Malik dll.
Periwayat hadits dari tingkatan tabiin : Umayyah bin Abdullah bin Khalid, Sa’id bin
Al-Musayyab, dll.
Periwayat hadits dari tingkatan mudawwin : Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam An-
Nasa’iy, Imam Ahmad, dll