Anda di halaman 1dari 9

Review Jurnal Tentang Infeksi Luka Perineum

Dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus wanita yang mengalami robekan perineum ketika
bersalin yaitu mencapai 90 % dari seluruh wanita bersalin mengalami robekan perineum dan 6
dari 10 wanita tidak mengetahui cara perawatan luka perineum serta 2 mengalami infeksi di
BPM Dince Safrina, Risa Pitriani dan Rita Afni tertarik melakukan pengabdian masyarakat
tentang Pencegahan Infeksi Perineum Dengan Perawatan Luka Perineum Pada Ibu Hamil
Trimester Iii – Nifas. Pengabdian ini dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan pada
kader tentang cara perawatan luka perineum yang berada di wilayah kerja Puskesmas Rumbai
Pesisir. Dalam kegiatan ini diawali dengan pelatihan, penyuluhan dan pembinaan pemantauan
dan evaluasi. Penyuluhan tersebut diikuti oleh 18 ibu hamil trimester III. Dari hasil kegiatan
yang telah dilakukan sudah terlihat bahwa ibu-ibu hamil cukup berperan dalam kegiatan ini yaitu
terbukti pada saat pelaksanaan kegiatan tersebut ada 18 orang ibu-ibu hamil yang hadir dan
membantu pelaksanaan kegiatan ini. Dari pemantau yang dilakukan awalnya 18 ibu nifas yang
mengikuti penyuluhan namun dilapangan hanya 12 ibu nifas yang bersedia dilakukan observasi.
dari 12 ibu nifas yang telah dilakukan observasi 10 ibu nifas yang penyembuhan luka
perineumnya memenuhi kriteria baik yaitu luka kering rata-rata 7 hari, perineum menutup dan
tidak ada tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa). 2 ibu nifas yang
kategorinya sedangpenyembuhannya pada hari ke 11 dan hari ke 13 yaitu luka basah, perineum
menutup, tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas,nyeri, fungsioleosa). Hal ini
dikarenakan ibu tersebut masih enggan mengganti pakaian dalam dan pembalut pada saat selesai
BAB dan BAK. Dari kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa kader yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir yang juga telah mendapatkan pelatihan
tentang perawatan luka perineun dapat mendemonstrasikan tentang cara perawatan luka
perineum kepada ibu hamil Trimester III dan nifas, selain itu juga dapat melakukan pembinaan
melalui kunjungan rumah,melakukan pemantauan kepada ibu nifas melalui kunjungan rumah,
serta mengevaluasi tentang hasil yang telah dicapai. Pengetahuan ibu hamil trimester III dan
nifas tentang pentingnya perawatan luka perineum terlihat meningkat, ibu nifas juga dapat
melakukan perawatan luka perineum dengan sangat baik dan benar serta mengerti tentang cara
perawatan luka perineum sehingga penyembuhannya lebih cepat.

Dilatarbelakangi oleh masih adanya kasus infeksi bekas jahitan perineum yaitu sebanyak 11
% dan terjadi 10 kasus infeksi bekas jahitan perineum di BPM Murtini Amd.Keb, Erna
Rahmawati dan Nining Tyas Triatmaja tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan
Pemenuhan Gizi Ibu Nifas Dengan Pemulihan Luka Perineum dengan sampel sejumlah 24 orang
nifas di BPM Murtini Amd.Keb dan menggunakan metode penelitian cross sectional study.
Semua ibu nifas yang kebutuhan gizinya terpenuhi mempunyai luka perineum yang sembuh
sedangkan semua ibu nifas yang kebutuhan gizinya tidak terpenuhi mempunyai luka perineum
yang tidak sembuh. Kedua variabel tersebut kemudian dilakukan uji Chi-Square. Berdasarkan
hasil uji Chi-Square diperoleh nilai pvalue = 0,00. Oleh karena nilai p<0.05 maka dapat
dismpulkan terdapat hubungan pemenuhan gizi terhadap pemulihan luka perineum responden.
Makanan yang bergizi dan sesuai porsi menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan akan
mempercepat penyembuhan luka perineum. Status gizi mempengaruhi kecepatan penyembuhan
luka. Status gizi yang buruk mempengaruhi sistem kekebalan tubuh yang memberi perlindungan
terhadap penyakit infeksi5 . Beberapa zat gizi, baik zat gizi makro maupun mikro berperan
penting dalam pemulihan luka. Penurunan cadangan protein dalam tubuh pada kasus gizi kurang
atau buruk menyebabkan penurunan fungsi sel T, penurunan aktivitas fagositik dan penurunan
level antibodi sehingga memicu terjadinya infeksi. Kekurangan protein juga dapat menyebabkan
kegagalan sintesis kolagen dan penurunan kekuatan kulit. Karbohidrat dan lemak juga
dibutuhkan dalam sintesis kolagen. Defisiensi asam lemak bebas dapat menyebabkan gagalnya
pemulihan luka karena fosfolipid merupakan bahan dasar pembentukan membran sedangkan
prostaglandin yang disintesis oleh asam lemak bebas berperan dalam metabolime sel dan
inflamasi. Vitamin C dan vitamin A juga berperan dalam sintesis kolagen. Defisiensi vitamin C
akan menyebabkan kerentanan terjadinya infeksi. Zat gizi mikro, seperti zink, zat besi, dan
magnesium juga berperan dalam pemulihan luka. Defisiensi zink akan menyebabkan penurunan
proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen. Peran magnesium dalam pemulihan luka adalah
sebagai kofaktor enzim dalam sintesi kolagen16. Zat gizi mikro laiinya yang berperan dalam
penyembuhan luka antara lain vitamin B, vitamin E, vitamin K, kalsium, dan selenium. Air juga
berperan dalam mendukung terjadinya proliferasi sel. Dehidrasi menyebabkan pengerasan
epidermis yang akan memperlama penyembuhan luka.
Dilatarbelakangi oleh hasil penelitian suningsih pada tahun 2013 yaitu berdasarkan
pengetahuan ibu post partum didapati ibu berpengetahuan cukup sebanyak 14 orang (38,89%)
dan berdasarkan hasil penelitian dari 36 responden ibu hamil berdasarkan cara perawatan
didapati mayoritas ibu berpengetahuan cukup sebanyak 18 orang (50%), Nurrahmaton dan Dewi
Sartika tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang
Perawatan Luka Perineum Dengan Proses Penyembuhan Luka Di Klinik Bersalin Hj. Nirmala
Sapni Medan dengan sampel sejumlah 32 responden dan menggunakan metode penelitian survei
analitik dengan pendekatan cross sectional. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu tentang
perawatan luka perineum di Klinik Bersalin Hj. Nirmala Sapni, Am.Keb Medan Tahun 2017
menunjukkan bahwa mayoritas berpengetahuan cukup sebanyak 15 orang (46,9%) dan minoritas
berpengetahuan baik sebanyak 9 orang (28,1%). Hal ini menunjukkan pengetahuan ibu tentang
perawatan luka perineum perlu ditingkatkan lagi agar proses penyembuhan luka normal atau
cepat sehingga ibu dapat mengurus bayinya. Faktor yang memengaruhi perawatan perineum
adalah antara lain adalah gizi, obatobatan, keturunan, sarana dan prasarana, budaya dan
keyakinan. Perilaku kebersihan (hygiene) dalam perawatan luka perineum untuk mencegah agar
luka tidak mengalam infeksi. Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pengetahuan ibu
post partum tentang perawatan luka perineum dengan proses penyembuhan luka di Klinik
Bersalin Hj. Nirmala Sapni, Am.Keb Medan Tahun 2017 dengan nilai p 0,000 < 0,05 artinya ada
hubungan pengetahuan ibu post partum tentang perawatan luka perineum dengan proses
penyembuhan luka. Hal ini berarti semakin baik pengetahuan ibu tentang perawatan luka
perineum menyebabkan proses penyembuhan luka akan semakin cepat (normal). Hasil ini
menyimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
tentang perawatan luka perineum dengan proses penyembuhan luka di KLinik Bersalin Hj.
Nirmala Sapni,Am.Keb. Sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian ini, diharapkan bagi Klinik
Bersalin Hj. Nirmala Sapni, Am.Keb Medan dan kepada tenaga kesehatan kiranya dapat
memberikan pendidikan kesehatan saat ibu post partum memeriksa kehamilan tentang teknik
atau cara penyembukan luka perineum sehingga kondisi ibu lebih cepat puliah dan dapat
melaksanakan aktivitas seperti mengurus bayinya dan anggota keluarga lainnya.

Dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya kasus infeksi bekas jahitan perineum di klinik
Siti Kholijah Hasibuan yaitu tahun 2015 bahwa dari 130 ibu postpartum terdapat 20 orang
(0,15%) yang mengalami infeksi, sedangkan pada tahun 2016 bahwa dari 132 ibu postpartum
terdapat 16 orang (0,13%) yang mengalami infeksi dan pada tahun 2017 dari 143 ibu postpartum
terdapat 30 orang, Rumini dan Tria Julita tertarik melakukan penelitian tentang Pengetahuan Ibu
Postpartum tentang Perawatan Luka Perineum dengan Pencegahan Infeksi dengan sampel
sejumlah 31 responden dan menggunakan metode penelitian cross-sectional. Dari 12 responden
yang berpengetahuan kurang, responden yang melakukan pencegahan infeksi kurang yaitu
sebanyak 9 orang (75,0%) dan responden yang melakukan pencegahan infeksi baik sebanyak 3
orang (25,0%). Dari 6 responden yang berpengatahuan cukup, responden yang melakukan
pencegahan infeksi kurang sebnayak 5 orang (83,3%) dan responden yang melaukan pencegahan
infeksi baik sebanyak 1 orang (16,7%). Dari 13 responden yang berpengetahuan baik, responden
yang melakukan pencegahan infeksi kurang sebanyak 2 orang (15,6%) dan responden yang
melakukan pencegahan infeksi baik sebanyak 11 orang (84,6%). Hasil uji chi square
menunjukkan nilai p=0.003, yang artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
perawatan luka dengan pencegahan infeksi. responden yang memiliki pengetahuan baik, maka ia
mampu melakukan perawatan luka dengan baik, begitu sebaliknya. Seseorang yang dapat
melakukan perawatan luka dengan baik maka tindakan tersebut dapat mencegah infeksi pada
luka perineum yang sering dialami oleh ibu postpartum. Pengetahuan ibu tentang perawatan luka
yang benar perlu ditingkatkan. Adapun caranya dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya.
informasi ini berasal dari internet, bidan dan keluarga sendiri. Bidan sebaiknya memberikan
konseling mengenai cara perawatan luka yang benar pada Kala IV (selama pengawasan 2 jam
pertama setelah persalinan) atau tepatnya sebelum bidan meninggalkan ibu. pencegahan infeksi
di tentukan juga oleh pengetahuan sseseorang, dimana mayoritas responden yang
berpengetahuan baik akan selalu melakukan pencegahan infeksi yang baik selama masa
postpartum. Hal ini disebabkan karena responden yang berpendidikan rendah berpendapat bahwa
infeksi organ reproduksi yang timbul merupakan hal biasa yang mengalami masa postpartum,
karena tidak didukung oleh pengetahuan yang memadai tentang perawatan luka perenium. Ibu
postpartum belum pernah mendapat informasi tentang perawatan luka perenium untuk mencegah
terjadinya infeksi dari tenaga kesehatan. Responden yang masih berusia muda dan hanya
berpendidikan dasar tidak siap dalam melakukan perawatan luka perenium yang terjadi. Ibu
postpartum, belum pernah mendapat informasi tentang perawatan luka perenium dari tenaga
kesehatan.
Dilatarbelakangi oleh tingginya angka kematian ibu di Indonesia yang disebabkan oleh
infeksi yaitu pada tahun 2016 sebesar 23,5% dari 1.015 kasus infeksi post partum dan 17,9%
kasus meninggal duni dengan infeksi post partum pada tahun 2017, Agustin Dwi Syalfina , Dian
Irawati , Sari Priyanti , dan Ainul Churotin tertarik melakukan penelitian tentang Studi Kasus:
Ibu Nifas Dengan Infeksi Luka Perineum dengan Subyek penelitiannya adalah Ny “K” usia 23
tahun di Desa Randugenengan wilayah kerja UPT Puskesmas Dlanggu Kabupaten Mojokerto
pada bulan 5 Maret 2019 – 2 April 2019 dan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan studi kasus. Kunjungan nifas pertama pada 24 jam post partum pada Ny “K”
didapatkan hasil pemeriksaan menunjukkan keadaan umum (KU) baik, kesadaran composmentis,
TD 120/70 mmHg, Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, Suhu=36,7oC, tampak luka jahitan pada
perineum derajat 2 yang masih basah dan dari vagina keluar lochea rubra. Penatalaksanaan yang
diberikan dengan mengajurkan ibu untuk mengkonsumsi menu seimbang dengan menambah
menu makan yang tinggi protein seperti ikan laut, telur, daging untuk mempercepat kesembukan
jahitan pada perineum, mengajarkan cara menjaga hygiene daerah genetalia dan perawatan
payudara, mengajurkan untuk sering mengganti pembalut, menganjurkan untuk memberikan ASI
eksklusif dan menginformasikan tentang deteksi tanda bahaya masa nifas.
Kunjungan ke dua dilakukan pada hari ke 6 masa nifas. Pemeriksaan data obyektif yaitu KU
baik, TD 120/70 mmHG, nadi 84 kali/menit, RR 20 kali/menit, Suhu 36,6 o C, pada genetalia
tampak jahitan perineum terlepas dan luka perineum terbuka, luka jahitan berwarna merah
bengkak dan mengelurakan secret dan darah, tampak di pembalut lochea rubra, anus kelihatan
kotor , Asuhan kebidanan yang diberikan antara lain memberitahukan bahwa luka jahitan
mengalami infeksi, menganjurkan ibu untuk tidak pantang makanan dengan menambah menu
tinggi protein, menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan anogenital terutama setelah BAB
dan BAK disertai sering mengganti pembalut dan melakukan perawatan luka pereineum dan
vulva hygiene secara rutin setiap hari, melakukan kolaborasi dengan bidan desa untuk pemberian
terapi. Kunjungan ke III hari ke 14 post partum, Hasil pemeriksaan tentang data obyektif yaitu
tanda-tanda vital (TTV) dalam batas nomal, tampak luka perineum sudah mulai menutup, tidak
berbau, tidak kemerahan, tidak bengkak namum masih mengeluarkan seckret berwarna kuning,
lochea sanguilenta, area anus masih kotor. Tindakan yang dilakukan peneliti yaitu menjelaskan
kepada Ny ”K” bahwa keadaannya sudah lebih baik dari sebelumnya, mengajarkan ibu tentang
cara menjaga kebersihan daerah anus dan genetalia dan memotivasi pasien supaya tidak takut
untuk memegang daerah tersebut ketika cebok, menganjurkan ibu untuk tidak tarak makan dan
diit tinggi protein, melakukan perawatan luka perineum dan membersihkan daerah genetalia satu
kali setiap hari. Kunjungan ke IV (hari ke 29 post partum dengan hasil KU baik, luka jahitan
sudah tertutup, tidak mengeluarkan nanah, tidak berwarna kemerahan, lochea alba, daerah anus
bersih. Asuhan kebidanan yang diberikan antara lain memberitahukan kepad ibu bahwa kondisi
luka jahitan sudah baik, menganjurkan tetap menjaga kebersihan daerah anus dan alat kelamin,
menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat dan tinggi protein, meenganjurkan
ibu untuk segera merencanakan program pemakaian kontrasepsi karen sudah menunjukkan tanda
Kembali mendapatkan menstruasi, mengajarkan tentang senam nifas.
Infeksi pada luka perineum pada Ny “K” disebabkan vulva hygiene yang kurang baik dan
pola makan kurang tinggi protein. Kebersihan diri pada ibu nifas akan mencegah bakteri masuk
ke sumber luka dan memberikan kenyamanan. Perawatan pada daerah genetalia dengan luka
jahitan pada perineum dengan menjaga daerah tersebut tetap bersih dan kering, membersihkan
daerah tersebut dari arah depan ke belakang. Cara membersihkan yang salah menyebabkan
lochea mengenai luka perineum, meningkatkan kelembaban yang menunjang pertumbuhan
bakteri penyebab terjadinya infeksi. Tahapan fase penyembuhan luka perineum yaitu: tahap
pertama adalah fase inflamasi yang terjadi pada 1-2 hari, tahap kedua yaitu proliferasi dalam
waktu 2–5 hari, Agustin Dwi Syalfina1* , Dian Irawati2, Sari Priyanti3, Ainul Churotin4| Studi
Kasus: Ibu Nifas dengan Infeksi Luka Perineum 5 dan tahap ketiga disebut Fase maturasi pada 5
hari sampai dengan berbulan-bulan.

Anda mungkin juga menyukai