Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Peranan Gizi Dalam Sistem Imun dan Infeksi

DISUSUN OLEH :

Nisrina Endang Gayatri

1910064

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TAMALATEA

YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA

MAKASSAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh suatu kondisi untuk bisa menolak yang
penyakit tertentu terutama melalui pencegahan pengembangan mikroorganisme
patogen atau dengan menangkal efek produknya. Sistem imun terdiri atas dua yaitu
innate immune dan adaptive immune. Innate immune merupakan sistem pertahanan
awal (first defense), tidak fleksibel yang terdiri dari hambatan fisik, faktor terlarut dan
fagositosis sel. Sementara itu, adaptive immune memiliki sifat fungsional limfosit B
(sel- B) dan limfosit T (Sel-T) yang pada saat bersamaan, diatur dan fleksibel.
Perkembangan dan pematangan sel B dan T lebih lanjut terjadi di masing-masing
sumsum tulang dan timus.

Ketika tubuh mengalami infeksi, yang terjadi adalah sistem pertahanan pertama atau
Innate Immune didalam tubuh telah bersedia atau bergegas menyiapkan pasukan
perangnya untuk melawan patogen yang masuk. Patogen adalah mikroorganisme
yang menyebabkan penyakit, berupa virus, bakteri, parasit maupun jamur.

Gizi merupakan hal yang menjadi perhatian penting dalam menjaga sistem
kekebalan tubuh. Gizi yang memadai dan tepat diperlukan agar sel berfungsi
optimal. Sistem kekebalan tubuh yang memungkinkan mereka untuk memulai
respons yang efektif terhadap patogen tetapi juga untuk menyelesaikan respon
dengan cepat bila perlu dan untuk menghibdari peradangan kronis yang
mendasarinya.

Oleh karenanya, gizi optimal diperlukan untuk hasil imunologis terbaik, yang
mendukung fungsi sel kekebalan tubuh yang memungkinkan mereka untuk memulai
respons yang efektif terhadap patogen tetapi juga untuk menyelesaikan respon
dengan cepat bila perlu dan untuk menghindari peradangan kronis yang
mendasarinya.
Tuntutan sistem kekebalan tubuh untuk energi dan zat gizi lainnya dapat dipenuhi
dari sumber eksogen yaitu, makanan, atau jika sumber makanan tidak mencukupi,
dari sumber endogen seperti cadangan di dalam tubuh.

Beberapa zat gizi mikro dan komponen makanan memiliki peran yang sangat
spesifik dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem kekebalan tubuh yang
efektif sepanjang hidup atau dalam mengurangi peradangan kronis.

Misalnya, asam amino, arginin sangat penting untuk pembentukan nitric oxide oleh
makrofag, dan zat gizi mikro vitamin A dan seng mengatur pembelahan sel dan
sangat penting untuk respon proliferasi yang sukses dalam sistem kekebalan tubuh.

Kekurangan gizi dapat merusak fungsi kekebalan tubuh, baik sebagai akibat dari
kekurangan makanan atau kelaparan di negara-negara berkembang, atau sebagai
akibat malnutrisi yang timbul karena menstruasi, rawat inap di negara maju.Tingkat
kekurangan bergantung pada tingkat keparahan yang dilihat dari adanya interaksi
zat gizi yang perlu dipertimbangkan, kehadiran infeksi, dan usia subjek.

Zat gizi tunggal dapat mengerahkan beragam efek imunologis, seperti dalam kasus
vitamin E, di mana ia memiliki peran sebagai antioksidan, penghambat aktivitas
protein kinase C, dan berpotensi berinteraksi dengan enzim dan mengangkut
protein.

B. Rumusan Masalah

Apa peranan gizi dalam sistem imun dan infeksi

C. Tujuan

Untuk mengetahui peranan gizi dalam sistem imun dan infeksi


BAB II

PEMBAHASAN

Sistem imun tubuh kita terdiri dari sistem imun alami dan didapat. Sistem imun non
spesifik / alami telah berfungsi sejak lahir, merupakan perlindungan terdepan dari
sistem imun, meliputi fisik / mekanik (kulit, selaput lendir dan silia), biokimia
(komplemen, interferon), seluler ( makrofag, polimorfonuklear, natular killer cell, mast
cell) dan larutan (asam lambung, enzim). Sistem imun spesifik berkembang
kemudian setelah kontak dengan lingkungan, terlebih dahulu membutuhkan
perkenalan, waktu untuk berkembang, sehingga tidak efektif untuk mencegah
serangan awal, namun umumnya mampu mencegah infeksi lanjutan serta
membantu menghilangkan infeksi yang berkepanjangan, sistem imun ini meliputi sel
B (humoral) yang membentuk sel T (seluler) yang terdiri dari sel T cytotoxic /CTL ,
sel T helper, sel T delayed hypersensitivity /TDH.

Kedua sistem imun ini bekerja sama saling melegkapi, kekebalan tubuh kita
ditangani secara humoral, seluler dan bekerja melalui berbagai sitokin. Mekanisme
kerja kekebalan tubuh sangat kompleks dan rumit. Peningkatan kekebalan tubuh
dapat dilakukan antara lain dengan mengkonsumsi zat gizi yang mampu
meningkatakan respon imun yang umumnya berupa vitamin dan mineral yang
seimbang. Beberapa vitamin yang mampu meningkatkan respon imun yaitu, vitamin
A, B6, B12, C, D dan E, asam folat dan mineral yang mampu meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap penyakit antara lain zinc (Zn), selenium (Se), tembaga (Cu)
dan besi (Fe).

Gizi merupakan faktor penentu yang penting dari respon imun tubuh dan
kekurangan gizi merupakan penyebab kurangnya kekebalan tubuh
(immunodeficiency). Bukti menunjukan pada saat kekurangan zat gizi mikro: Zn, Se,
Fe, Cu, Vitamin A, C, E dan Vitamin B6 serta asam folat, memiliki pengaruh penting
terhadap respon imun. Misalnya kekurangan vitamin A dapat menyebabkan
“impaired defence” dipermukaan epithelial yang disebabkan oleh rusaknnya struktur
epitel, selain itu juga terjadi perubahan mucous dan menurunnya sekretori IgA serta
menurunkan fungsi neutrofil, makrofag dan natural killer. Kondisi defisiensi vitamin A
akan merubah sel B dan proliferasi sel T.
Zat gizi, merupakan faktor utama dalam pengaturan respon imun. Turunan zat gizi
makro dan mikro pada makanan mempengaruhi fungsi imun tubuh melalui beberapa
kegiatan dalam saluran cerna, timus, limfa. Pengaruh dari jenis zat gizi tergantung
pada konsentrasi, interaksi zat gizi, genetika inang dan kondisi lingkungan internal.

Secara umum, zat gizi mempengaruhi sistem imun melalui mekanisme pengaturan
ekspresi dan produksi sitokin. Karena pola produksi sitokin merupakan hal penting
dalam merespon infeksi, ketidakseimbangan gizi yang serius pada akhirnya akan
mempengaruhi perkembangan respon imun dimasa yang akan datang.

Infeksi menyebabkan kematian jutaan anak dan hampir jutaan ibu di dunia setiap
harinya. Dengan strain baru patogen dan perkembangan resistensi terhadap
antibiotika, dibutuhkan strategi baru untuk mengontrol infeksi. Perlu aturan baru bagi
intervensi gizi untuk menurunkan tingkat kematian dan kesakitan pada ibu dan anak.
Penelitian gizi dan teknologi pangan dapat berperan mengaplikasikan ilmu pada
berbagai tahap kebijakan.

Pentingnya pencegahan serta mengeliminasi malnutrisi sebagai strategi untuk


menurunkan prevalensi, keparahan dan kematian oleh penyakit infeksi. WHO dan
UNICEF memperkirakan hampir 60% anak meninggal kerena dihubungkan
dengan malnutrisi.

1. Zat Gizi Makro

Zat Gizi makro yang erat kaitannya dengan status gizi dan imunitas adalah energi
dan protein. Energi itu sendiri didapatkan dari sumbangan besar dari protein,
karbohidrat dan lemak disamping sumbangan kecil dari vitamin dan mineral.
Dampak nyata kekurangan energi dan protein adalah timbulnya penyakit infeksi,
terutama pada bayi dan anak-anak berdasarkan penelitian secara luas. Intervensi
gizi (energi dan protein) pada bayi dan anak-anak dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian di Asia dan Amerika Latin. Berbagai penelitian juga telah
secara meyakinkan menunjukkan bahwa peranan gizi pada penurunan angka
kematian dan kematian ini adalah melalui perbaikan pada fungsi imunitas.
Kekurangan energi protein, misalnya berkaitan dengan gangguan imunitas
berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi
antibodi imunoglobulin A dan produksi sitokin.
2. Zat Gizi Mikro

Seperti telah disebutkan di depan bahwa zat gizi mikro meliputi vitamin dan mineral.
Vitamin adalah komponen organik yang diperlukan dalam jumlah kecil, namun
sangat penting untuk reaksi-reaksi metabolik di dalam tubuh dan sel, serta
diperlukan untuk pertumbuhan normal dan pemeliharaan kesehatan. Beberapa
vitamin berfungsi sebagai koenzim yang bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang esensial atau penting di dalam tubuh.
Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat
dengan protein.

Mineral terutama mineral mikro terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh,
namun mempunyai peranan penting untuk kehidupan dan kesehatan. Salah satu
peranan penting dari vitamin dan mineral tersebut yaitu dalam mempertahankan
sistem kekebalan tubuh yang sehat. Contoh zat gizi mikro di antaranya adalah
beragam jenis vitamin mulai dari vitamin A, B, C, D, E, K dan berbagai jenis mineral
seperti zat besi, yodium, seng, dsb.

Perlu diketahui bahwa sebagian besar vitamin dan seluruh mineral tidak dapat
disintesa oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan terutama buah, sayur
dan pangan hewani. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral ini maka
diperlukan konsumsi makanan yang seimbang dan beragam. Dalam kenyataannya
pada kondisi tertentu tidak semua vitamin dan mineral yang berasal dari makanan
dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan, maka pada kondisi seperti ini dapat
dipenuhi dengan konsumsi suplementasi vitamin dan mineral. Kelompok dengan
kondisi tersebut di atas disebut juga kelompok rawan meliputi kelompok lansia,
anak-anak, kelompok individu dengan kondisi sosial ekonomi rendah, pengungsi,
penduduk dalam kondisi darurat dan wanita hamil serta wanita usia subur (WUS).
Kelompok lain yang memerlukan tambahan vitamin dan mineral adalah perokok,
orang yang terpapar stres oksidatif, terpapar polusi dan pengkonsumsi alkohol berat.
3. Sistem Imun Tubuh

Secara singkat, imunitas dapat diartikan sebagai pertahanan tubuh terhadap


penyakit infeksi. Pertahanan tubuh (imun) ini memiliki dua sistem, yaitu sistem
pertahanan tubuh bawaan (innate immune system) yang bersifat nonspesifik dan
sistem pertahanan tubuh adaptif (adaptive immune system) yang lebih spesifik.

a. Sistem imun bawaan (innate immune system) atau sistem imun nonspesifik

Secara alami, manusia telah dianugerahi sistem pertahanan tubuh untuk melawan
penyakit sejak dilahirkan. Sistem tersebut dikenal dengan sistem pertahanan tubuh
bawaan (innate immune system). Sistem imunitas bawaan ini berada di garis depan
(front liner) perlawanan terhadap penyakit dan reaksinya sangat cepat (dalam
hitungan menit).

Sistem imunitas bawaan memiliki empat komponen yang akan bekerja saat ada
serangan patogen, yaitu :

1. Pembatas alami (natural barrier), seperti kulit dan mukus membran.

2. Pertahanan sel, seperti neutrofil, makrofag, natural killer (NK) cells, dan mast cell.

3. Zat mediator terlarut yang segera diaktivasi begitu tubuh mengetahui ada patogen
yang masuk. Zat tersebut antara lain kinin, sitokin, dan interferon.

4. Pattern recognition molecule, yang memiliki reseptor terhadap keberadaan


patogen seperti toll-like-receptors TLRs, retinoic acid-inducible gene I (RIG-I; also
known as DDX58), dan NOD-like receptors (NLRs)

Sistem imunitas bawaan ini bersifat tidak spesifik terhadap patogen yang masuk ke
dalam tubuh dan tidak memiliki memori jangka panjang mengenai patogen apa yang
pernah dilawan.

b. Sistem imun adaptif

Jika ada patogen (benda asing yang dapat masuk ke dalam tubuh dan
menyebabkan penyakit infeksi seperti jamur, virus, bakteri, atau parasit), maka
sistem imun bawaan (innate) selanjutnya akan mengirimkan sinyal kepada sistem
imun adaptif untuk bekerja sama. Tidak seperti sistem imun bawaan, sistem imun
adaptif ini memiliki memori jangka panjang terhadap patogen spesifik yang pernah ia
lawan. Oleh sebab itu, seseorang yang pernah sembuh dari penyakit cacar, maka
seumur hidupnya dia akan terlindungi sepanjang hidupnya dari penyakit yang sama
karena adanya sistem imunitas adaptif.

Seorang bayi yang terlahir dengan gangguan sistem imun adaptif yang parah,
berisiko mengalami kematian oleh infeksi patogen. Oleh sebab itu, bayi tersebut
memerlukan isolasi dan perawatan intensif untuk mencegah penularan penyakit.

Zat asing yang mampu memicu respon sistem imun adaptif disebut sebagai antigen
(antibody generator). Berkat kemajuan IPTEK, kini sistem pertahanan tubuh adaptif
dapat diperoleh secara buatan dengan proses memasukkan zat asing yang tidak
berbahaya ke dalam tubuh. Proses ini kita kenal dengan imunisasi.

Garis besarnya, respon sistem imun adaptif ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
respon antibodi dan respon imun yang dimediasi sel (cell-mediated immune
response). Kedua respon tersebut dibawa oleh limfosit untuk membunuh patogen
sasaran.

a. Respon antibodi, dibawa oleh limfosit yang bernama B-cell. Jika diaktifkan, B-cell
ini dapat mengeluarkan antibodi yang dikenal dengan nama imunoglobulin.
Imunoglobulin dapat beredar di dalam aliran darah dan dapat masuk ke dalam
cairan tubuh lainnya, berfungsi untuk menonaktifkan virus dan racun mikroba
dengan cara menghalangi mereka untuk berikatan dengan sel inang. Selain itu,
antibodi juga dapat merusak patogen sehingga memudahkan sistem imun bawaan
(innate), terutama sel fagosit, untuk melahap patogen yang telah dilumpuhkan
tersebut.

b. Respon imun yang dimediasi sel, dibawa oleh limfosit yang bernama T-cell. T-
cell dapat diaktifkan dan secara langsung akan menyerang sel inang yang memiliki
antigen asing. Jadi, fungsi dari T-cell ini utamanya adalah untuk mengeliminasi sel
yang terinfeksi sebelum si virus dapat bereplikasi menjadi banyak. Selain itu, T-cell
juga dapat menghasilkan molekul sebagai sebuah sinyal untuk mengaktifkan
makrofag yang dapat memusnahkan fagosit yang telah mengikat mikroba asing.
Limfosit akan bereaksi dengan adanya infeksi virus, dengan 2 cara:

1) B-cell akan mengeluarkan antibodi yang menetralkan virus dengan cara


mencegah virus bersatu dengan sel inang.

2) T-cell akan membunuh sel inang yang terinfeksi virus untuk mencegah virus
bereplikasi.

4. Zat Gizi

Zat gizi merupakan determinan penting bagi respons imunitas. Perbaikan pada
fungsi imunitas merupakan faktor antara peran gizi pada pencegahan penyakit
infeksi. Gizi dan penyakti infeksi berkaitan secara sinergistis. Penelitian banyak yang
menghasilkan paradigma baru kaitan antara gizi (diet) dan patogen (agen), yaitu diet
diketahui mempengaruhi agen (misalnya terjadi mutasi virus) seperti Covid seperti
sekarang ini.

1. Protein

Ketika sedang sakit dan imunitas atau daya tahan tubuh menurun, disarankan untuk
mengonsumsi makanan yang mengandung protein. Protein mampu mendongkrak
pembentukan sel-sel imun yang dibutuhkan untuk melawan penyakit. Untuk
pencegahan maka hendaknya protein hewani maupun nabati harus selalu ada
dalam makanan kita. Protein yang berasal dari hewani seperti telur, daging ayam,
ikan laut maupun ikan tawar, daging sapi, daging kerbau dan lain-lain. Sedangkan
pangan yang berasal dari protein nabati adalah dari kacang-kacangan dan
olahannya seperti kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai, tahu dan tempe.

Pangan hewani mempunyai asam amino yang lebih lengkap dan mempunyai mutu
zat gizi yaitu protein, vitamin dan mineral lebih baik, karena kandungan zat-zat gizi
tersebut lebih banyak dan mudah diserap tubuh. Tetapi pangan hewani
mengandung tinggi kolesterol (kecuali ikan) dan lemak. Lemak dari daging dan
unggas lebih banyak mengandung lemak jenuh. Kolesterol dan lemak jenuh
diperlukan tubuh terutama pada anak-anak tetapi perlu dibatasai asupannya pada
orang dewasa.
Pangan protein nabati mempunyai keunggulan mengandung proporsi lemak tidak
jenuh yang lebih banyak dibanding pangan hewani. Juga mengandung isoflavon,
yaitu kandungan fitokimia sebagai antioksidan serta anti-kolesterol. Konsumsi
kedelai dan tempe telah terbukti dapat menurunkan kolesterol dan mampu
menangkal racun racun dan radikal bebas dalam tubuh

2. Vitamin A

Dalam kaitannya dengan fungsi imunitas vitamin yang menarik perhatian dan yang
sering menjadi fokus penelitian adalah vitamin A, vitamin E, vitamin C, dan kelompok
vitamin B. Di antara vitamin tersebut, vitamin A adalah yang paling luas diteliti.

Vitamin A mempunyai peranan penting didalam pemeliharaan sel epitel. Sel epitel
merupakan salah satu jaringan tubuh yang terlibat didalam fungsi imunitas non-
spesifik. Imunitas non-spesifik melibatkan pertahanan fisik seperti kulit, selaput
lendir, silia saluran nafas. Kita tahu bersama bahwa virus novel corona ini atau
Covid-19 ini akan membahayakan kesehatan manusia bila sudah berada dalam
saluran pernafasan. Jika vitamin A cukup, maka pertahanan dan kesehatan saluran
nafas juga menjadi optimal. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak
kekurangan vitamin A beresiko menderita penyakit saluran pernafasan dan
mengalami keparahan penyakit diare. Vitamin A secara luas berperan pada fungsi
imunitas. Vitamin A sangat penting untuk memelihara integritas epitel, termasuk
epitel usus. Hal ini berkaitan dengan hambatan fisik terhadap patogen dan imunitas
mukosal.

Beberapa sumber Vitamin A yang banyak kita jumpai adalah semua sayuran
berwarna seperti wortel, bayam, kangkung, labu kuning, cabe merah. Vitamin A
yang mudah diserap banyak terdapat pada kuning telur, mentega, hati ayam dan
minyak ikan. Vitamin A tidak hanya berfungsi sebagai penjaga kesehatan mata,
namun juga sebagai tentara untuk menjaga daya tahan tubuh kita.

3. Vitamin B kompleks

Vitamin B kompleks adalah vitamin B yang terdiri dari delapan jenis yaitu B1 (tiamin),
B2 (riboflavin), B3 (niacin), B5 (pantothenic acid), B6 (pyridoxine), B7 (biotin), B9
(folic acid) dan B12 (cobalamin). Setiap jenis vitamin B bermanfaat untuk
mendukung kinerja tubuh kita. Vitamin B memiliki peran masing-masing dalam
fungsinya dalam metabolisme tubuh sehingga secara tidak langsung mampu
meningkatkan kekebalan tubuh. Yang paling sering memiliki kontribusi besar dalam
imunitas adalah B3, B6 dan B9 serta B12 Vitamin B kompleks sangat dibutuhkan
oleh ibu hamil selama kehamilannya.

a. Vitamin B1 (Thiamine) memiliki fungsi untuk meningkatkan energi. Vitamin ini


mendorong sel tubuh agar memproduksi energi. Selain itu, manfaat lainnya adalah
untuk kesehatan jantung dan metabolisme karbohidrat.

b. Vitamin B2 (Riboflavin) dipercaya sangat berguna mampu melindungi tubuh dari


sejumlah penyakit berbahaya seperti kanker atau katarak.

c. Vitamin B3 (Niacin) bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol, mengurangi


depresi dan mengatasi masalah sendi.

d. Vitamin B5 (Asam Panthothenate) berkhasiat untuk mengatasi kelelahan,


meningkatkan sistem saraf dan metabolisme, serta mengurangi alergi.

e. Vitamin B6 (Pyridoxine) bertugas untuk membantu produksi sel darah merah.


Selain itu juga dapat meringankan gejala darah tinggi.

f. Vitamin B7 (Biotin) merupakan vitamin yang berperan dalam pelepasan energi dari
karbohidrat. Vitamin ini juga berperan dalam pertumbuhan rambut dan kuku.

g. Vitamin B9 (Asam Folat) berperan penting membentuk hemoglobin,


perkembangan janin dan mengobati anemia.

Vitamin B3 banyak terdapat pada susu, telur, ikan, kacang-kacangan dan daging.
Sedangkan vitamin B12 sangat membantu kesehatan saluran pencernaan dan
sistem imunitas. Vitamin B6 ada terdapat pada ikan, ayam, hati ayam, salmon,
pisang, kentang, daging sapi, nasi dan beras yang sedikit berwarna coklat. Vitamin
B12 banyak terdapat pada susu, telur, keju, ikan makarel, daging, kuning telur dan
tempe.
4. Vitamin C

Vitamin C dikenal sebagai antioksidan yang membantu menetralisir radikal bebas.


Vitamin C sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mereduksi beberapa
reaksi kimia, salah satunya vitamin C mampu mereduksi spesies oksigen reaktif
(SOR). Vitamin C juga mempunyai peran sebagai donor elektron. Kemampuan
vitamin C sebagai donor elektron membuat vitamin C menjadi sangat efektif sebagai
antioksidan karena vitamin C dapat dengan cepat memutus rantai reaksi SOR
(Spesies Oksigen Reaktif) dan SNR (Spesies Nitrogen Reaktif).

Peran vitamin C di dalam sistem imun terkait erat dengan peran vitamin C sebagai
antioksidan. Oleh karena vitamin C mudah mendonorkan elektronnya ke radikal
bebas maka sel-sel termasuk sel imun terlindung dari kerusakan yang disebabkan
oleh radikal bebas. Sumber vitamin C banyak terdapat pada sayuran dan buah
terutama adalah pada jambu biji, pepaya, brokoli, cabe merah, strawberry, lemon,
jeruk dan kiwi.

5. Vitamin E

Vitamin E sering disebut sebagai vitamin antioksidan. Hal ini dikarenakan perannya
untuk menangkal radikal bebas. Karena kemampuannya menahan tekanan radikal
oksidatif ini pula vitamin E disebut sebagai vitamin antipenuaan.

Selain sebagai antioksidan, vitamin E juga dikenal sebagai zat gizi penting untuk
pencegahan penyakit infeksi. Penelitian pada berbagai jenis hewan coba
mengindikasikan bahwa vitamin antioksidan berkaitan dengan peningkatan fungsi
imunitas (Bendich, 1990 dalam Pallast et al., 1999). Sumber vitamin E ada terdapat
pada minyak bunga matahari, minyak wijen, minyak kelapa sawit, minyak kacang
kedelai, minyak zaitun, minyak kacang tanah.

6. Mineral Selenium

Selenium (Se) adalah suatu zat gizi mikro (trace element) yang sangat esensial
pada sejumlah protein yang berkaitan dengan fungsi enzim, termasuk glutation
peroksidase, glutation reduktase, dan tioredoksin reduktase. Selenoprotein (ikatan
antara Se dan protein) dipercaya memainkan peran penting sebagai enzim
antioksidan (selenosistein) (Beck, 2001). Selenium berperan penting dalam fungsi
imunitas. Selenium mempengaruhi baik sistem imunitas bawaan (innate),
nonadaptif, dan buatan (aquired). Selain itu, Se mempengaruhi fungsi neutrofil
(Arthur, 2003).

7. Mineral Zinc

Mikromineral lain yang tak kalah pentingnya pada fungsi imunitas adalah seng (Zn).
Asupan zinc merupakan faktor penting pada modulasi respons imunitas
berperantara sel. Kekurangan zinc berdampak pada penurunan respons
pembentukan antibodi dalam limfa (Chandra and Au, 1980). Kekurangan zinc juga
berkaitan dengan respons imunitas yang diindikasikan oleh kuantitas limposit dalam
darah perifer, proliferasi T-lymphocyte, pelepasan IL-2, atau citotoksik limposit (Keen
and Gerswhin, 1990).

Suplemetasi zinc pada orang usia lanjut yang kekurangan seng dapat memperbaiki
respons imunitas (Lesourd, 1997). Suplementasi zinc bersama-sama dengan
mikromineral lain (selenium dan kuprum) juga menurunkan infeksi
bronchopneumonia dan mempersingkat waktu rawat pasien yang menderita luka
bakar (Berger et al., 1998).

Beberapa bahan makanan yang kaya zinc adalah kerang-kerangan, daging merah,
kacang kacangan, produk susu seperti yogurt dan keju, telur, biji-bijian utuh seperti
kuaci, kacang kemiri, kentang dan cokelat hitam.

8. Mineral Fe

Seperti kita ketahui bahwa zat besi sangat berperan dalam sintesa hemoglobin dan
terkait erat dengan masalah anemia. Peranan zat besi berhubungan dengan
kemampuannya dalam reaksi oksidasi dan reduksi, zat besi merupakan unsur yang
sangat reaktif sehingga mampu berinteraksi dengan oksigen. Sebagian besar zat
besi berada dalam hemoglobin, hemoglobin didalam darah membawa oksigen dari
paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari
seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan tubuh, selain itu zat besi juga berperan
dalam imunitas dan pembentukan sel-sel limfosit. Disamping itu dua protein pengikat
besi yaitu transferin dan laktoferin dapat mencegah terjadinya infeksi dengan cara
memisahkan besi dari mikroorganisme, karena besi diperlukan oleh mikroorganisme
untuk berkembang biak. Beberapa bahan makanan yang kaya akan zat besi adalah
daging merah, kuning telur, kacang-kacangan, bayam, hati, ikan dan tiram
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Zat gizi merupakan hal yang menjadi perhatian penting dalam menjaga sistem
kekebalan tubuh. Gizi yang memadai dan tepat diperlukan agar sel berfungsi
optimal. Sistem kekebalan tubuh yang memungkinkan mereka untuk memulai
respons yang efektif terhadap patogen tetapi juga untuk menyelesaikan respon
dengan cepat bila perlu dan untuk menghibdari peradangan kronis yang
mendasarinya. Kekurangan zat gizi dalam tubuh akan meningkatkan resiko penyakit
infeksi.

B. Saran

Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang peranan gizi dalam imun
dan infeksi agar pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut dapat lebih menigkat
lagi agar dapat mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya
DAFTAR PUSTAKA

https://foodtech.binus.ac.id/2015/10/09/fungsi-zat-gizi-terhadap-imunitas-tubuh-2/

https://laboratoriumgizi.jatimprov.go.id/peran-zat-gizi-untuk-sistem-imun-
tubuh/#:~:text=Secara%20umum%20diterima%20bahwa%20gizi,dan%20meningkat
kan%20resiko%20penyakit%20infeksi.

Anda mungkin juga menyukai