Anda di halaman 1dari 18

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No.

1 (2020) | 159

Bermain dan Belajar Pada Anak Usia Dini

Fitri Wahyuni
Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo
wahyunif417@gmail.com

Suci Midsyahri Azizah


sucimidsyahri88@gmail.com
Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Abstrak
Anak usia dini memiliki cara yang unik dalam mempelajari sesuatu yang
tentunya berbeda dengan orang dewasa. Seorang anak pada dasarnya tidak
memahami bahwa yang dilakukannya saat bermain adalah sebuah kegiatan yang
bagi orang tua dianggap sebagai kegiatan belajar. Bermain sambil belajar
merupakan kegiatan yang dilakukan seorang anak usia dini yang dilakukan
dengan perasaan senang, tanpa paksaan, namun memiliki pola-pola yang
diharapkan mampu menciptakan hasil guna perkembangan baik bagi diri anak.
Bermain juga merupakan sarana bagi anak guna menyalurkan energinya yang
besar dan menemukan hal-hal baru yang sebelumnya belum diketahuinya dengan
cara yang menyenangkan. Dan hal ini tentu berbeda dengan belajar yang dipahami
orang dewasa dengan segala aturan dan tuntutan di akhirnya. Bermain (sambil
belajar) pada anak usia dini mempunyai tujuan yang mungkin tidak disadari oleh
orang dewasa, dimana saat anak bermain, sebenarnya ia sedang mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya guna menjadi modal awal yang kokoh bagi
dirinya di masa depan saat menghadapi permasalahan dalam hidup. Tulisan ini
diharapkan memberikan referensi dan edukasi kepada orang tua dan guru paud
khususnya untuk bisa memahami dunia anak usia dini salah satunya dengan
memahami hakekat bermain dan makna bermain bagi anak usia dini. Hal ini
diperoleh dengan mengesplorasi berbagai sumber dari beberapa literatur dari hasil
penelitian dan pemikiran di mana hasilnya dapat digunakan bagi orang tua dan
guru paud agar lebih tepat dalam mendampingi dan mendesain pembelajaran bagi
anak usia dini sehingga mutiara pembelajaran paud yaitu bermain sambil belajar
dapat tercapai.

Kata kunci: Bermain, Belajar, Anak usia dini

Abstract
Early childhood has a unique way of learning something that is certainly different
from adults. A child does not understand that what he does while playing is an
activity that for parents is considered a learning activity. Playing while learning
is an activity carried out by a child at an early age carried out with feelings of
pleasure, without coercion, but has patterns that are expected to be able to create
results for good development for the child. Play is also a means for children to
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 160

channel their great energy and discover new things that they did not know in a fun
way before. And this is certainly different from learning that is understood by
adults with all the rules and demands in the end. Playing (while learning) in early
childhood has goals that may not be realized by adults, where when children play
he is developing the potential contained in him to become a strong initial capital
for himself in the future when facing problems in life. This paper is expected to
provide references and education to parents and parents especially to be able to
understand the world of early childhood, one of them is by understanding the
nature of play and the meaning of play for early childhood. This is obtained by
exploring various sources of literature from the results of research and thinking
where the results can be used for parents and paud teachers to be more precise in
assisting and designing learning for young children so that pearls of paud
learning, play while learning can be achieved.

Keywords: Play, Learn, Early childhood

PENDAHULUAN
Anak-anak menghabiskan begitu banyak waktu dan energi mereka sehari-
hari dengan bermain sehingga para filsuf, peneliti, guru, dan orang tua sama-sama
bertanya-tanya tentang peran permainan dalam perkembangan anak. Jelas,
permainan harus memberikan manfaat fungsional dan evolusioner bagi anak yang
sedang berkembang, sehingga perlu dikembangkan bagaimana sebuah permainan
anak mampu menunjang mereka untuk berkembang lebih baik. Hal ini kemudian
yang menjadi tugas pengajar di pendidikan anak usia dini harus terampil guna
merumuskan permainan yang tetap menyenangkan namun mengedukasi anak-
anak.
Panduan untuk menciptakan permainan bagi Berdasarkan peraturan menteri
pendidikan dan kebudayaan RI No 146 tahun 2014 tentang kurikulum 2013
PAUD, prinsip yang digunakan dalam proses pembelajaran PAUD adalah ‘belajar
sambil bermain’ anak di bawah usia 6 tahun berada pada masa bermain,
pemberian rangsangan pendidikan dengan cara yang tepat melalui bermain dapat
memberikan pembelajaran yang bermakna pada anak. Berdasar hal tersebut, perlu
kiranya dirumuskan sebuah cara agar dapat menyatukan antara bermain dan
belajar yang terpat untuk anak usia dini. Bermain yang tidak hanya bermain dan
belajar yang tidak membebani laiknya sedang bermain.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 161

KARAKTER CARA BELAJAR ANAK

Cara belajar anak berbeda dengan orang dewasa sehingga pembelajarannya


pun harus dilakukan dengan strategi yang berbeda. Belajar bagi seorang anak
mmemiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan orang dewasa, di antaranya
yaitu bermain sambil belajar, belajar alamiah, dan membangun sendiri
pengetahuannya. Groos1 telah memunculkan hipotesis bahwa salah satu fungsi
penting dari permainan adalah berhubungan langsung dengan kemampuan
pemecahan masalah, memberikan individu dengan keterampilan khusus untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang ditimbulkan dalam keadaan kehidupan lain.
Bermain dianggap sebagai orientasi yang memberi individu kemampuan untuk
menerapkan sebagian besar dari dirinya dimana pengalaman main-main dengan
objek dan prosedur untuk masalah kehidupan nyata yang tidak muncul dalam
situasi permainan asli. Hal ini sesuai dengan pandangan para ahli konstruktivisme
mengenai belajar pada anak yang memunculkan kemampuan untuk membangun
pengetahuannya dengan bermain melalui eksplorasi yang dilakukan terhadap
objek yang ditemui dan interaksi yang dilakukannya.2

Ada dua pemikiran umum tentang bagaimana sebuah permainan dapat


berkontribusi pada pengembangan kemampuan berpikir divergen. Pertama yaitu
anggapan bahwa bermain merupakan kontribusi untuk perkembangan kemampuan
berpikir berdasarkan sifatnya yang eksperimental dan fleksibel. Manfaat dari sifat
eksperimental ini dalam bermain adalah memberikan repertoar luas kepada
keterampilan dan tanggapan anak, dan dengan pendekatan yang fleksibel
digunakan untuk menyelesaikan tugas secara efektif atau masalah pemikiran yang
berbeda. Cara kedua melihat hubungan antara bermain dan kemampuan berpikir
yang berbeda adalah dengan berfokus pada sifat simbolis, kepura-puraan yang
menjadi ciri banyak permainan anak kecil. Hal ini telah dikemukakan oleh
beberapa ahli, bahwa terdapat teori yaitu bahwa bermain berfungsi untuk

1
Lynn A. Barnett, “Developmental Benefits of Play for Children,” Journal of Leisure
Research 22, no. 2 (1990): 138–53, https://doi.org/10.1080/00222216.1990.11969821.
2
Mulyasa, Strategi Pembelajaran PAUD (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), 57-58.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 162

memfasilitasi transisi anak dari proses pemikiran konkret ke abstrak (Vygotsky,


1967).3 Telah dikemukakan bahwa representasi simbolik itu begitu sering
diproduksi dalam bentuk permainan yang merupakan bagian dari proses yang
dilalui seorang anak dalam mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara
abstrak.
Seorang anak usia dini, pada umumnya, memiliki pandangan terhadap
segala sesuatu sebagai hal yang utuh yang berwujud konkret dan langsung
dirasakan dan dialami olehnya. Dengan demikian, cara belajar anak memiliki
beberapa karakter khusus yang dapat diidentifikasi sebagai berikut.4
1. Belajar melalui gerakan reflek dan aktifitas tubuhnya.

2. Belajar memerankan perasaan dan hati nuraninya.

3. Belajar sambil bermain.

4. Belajar melalui komunikasi, interaksi, dan sosialisasi.

5. Belajar dari lingkungan.

6. Belajar memenuhi hasrat dan kebutuhan.

Berangkat dari hal-hal yang dimiliki anak, setiap pembelajaran harus


memberikan kesempatan kepada anak sehubungan dengan cara dan kebiasaan
anak usia dini sebagaimana diuraikan di atas. Proses pembelajaran yang akan
dilakukan harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Mulai dari yang konkret dan sederhana. Pembelajaran anak usia dini harus
disesuaikan dengan masa perkembangannya dimana anak usia dini belum
mampu menerima dan memahami sesuatu yang bersifat abstrak, sehingga cara
menjelaskan dan memberikan pengertian haruslah nyata dan sederhana.
2. Untuk memperoleh pengalaman dan dan pengetahuan baru, tetapi tetap
menghubungkan dengan hal-hal yang sudah dikenal oleh anak. Pengenalan dan
pengakuan. Pengenalan dan pengakuan atas peran anak sangat penting dalam
memunculkan inisiatif dan keterlibatan aktif anak dalam pembelajaran.

3
Barnett, “Developmental Benefits of Play for Children.”, 141.
4
Mulyasa, Strategi Pembelajaran PAUD, 58-60.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 163

3. Menantang. Aktivitas pembelajaran yang dirancang harus menantang anak


untuk mengembankan pemahaman sesuai dengan apa yang dialaminya. Bila
anak mampu menyelesaikan tantangan pertama, maka dapat diberikan
tantangan berikutnya yang lebih menantang lagi sehingga tidak membosankan.
4. Bermain dan permainan. Belajar melalui bermain dan permainan dapat
memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi, berimprovisasi,
berkreasi, mengekspresikan perasaan, dan belajar secara menyenangkan.
Bermain juga dapat membantu anak mengenal diri dan lingkungannya.
5. Alam sebagai sumber belajar. Alam merupakan sumber belajar yang tak
terbatas bagi anak untuk bereksplorasi dan berinteraksi dalam membangun
pengetahuan dan pemahamannya. Rabbindranath Tagore menggunakan model
pembelajarannya hamper 90% kegiatannya dilakukan dengan berinteraksi
dengan alam. Anak diajarkan dapat membangun ikatan emosional di antara
teman-temannya, menciptakan kesenangan belajar, menjalin hubungan serta
memengaruhi memori dan ingatan yang cukup lama akan bahan-bahan yang
dipelajari.
6. Sensori. Pengetahuan apapun yang diperoleh anak-anak dari lingkungan yaitu
melalui sensorinya. Baik itu merasakan, penciuman, pendengaran, maupun
penglihatannya. Bagaimana perkembangan sensorinya akan berkembang
dengan baik, yaitu dengan memberikan stimulus yang baik dan optimal kepada
anak-anak tersebut.
7. Belajar membekali keterampilan hidup. Belajar harus dapat membekali anak
untuk memiki ketrampilan hidup (life skill) sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Dengan demikian, anak belajar untuk memiliki kemandirian dan rasa
tanggung jawab terhadap dirinya.
8. Fokus pada proses. Yang terpenting di sini adalah bagaimana anak-anak
berproses dalam belajar. Fokus pada bagaimana anak-anak itu berproses pada
belajar, bersosialisasi, dan berfikirnya. Suatu produk atau hasil merupakan hal
untuk bahan evaluasi agar menjadi lebih baik.
Berdasarkan cara belajar dan proses yang harus disajikan pada anak usia dini,
guru dapat mencipatkan kondisi dan lingkungan belajar yang baik, yang bisa
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 164

menghadirkan pembelajaran yang optimal. Untuk itulah perlu dipilih sebuah


strategi khusus dlam pembelajaran anak usia dini dimana cara prosesnya pun
berbeda dengan jenjang pendidikan lainnya.
Pemilihan strategi pembelajaran PAUD perlu memperhatikan hakikat dan
perkembangan anak usia dini, seperti yang diteliti oleh para ahli, antara lain oleh
Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough sebagai berikut.5
1. Anak berkembang sesuai kemampuan masing-masing. Setiap anak
mempunyai ciri khas sendiri-sendiri
2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
3. Anak merupakan individu yang berbas bergerak dan bebas berkreasi..
4. Anak itu egosentris.
5. Anak mempunyai sifat ingin tahu yang besar pada hal-hal yang baru.
6. Anak memiliki jiwa petualang yang kuat..
7. Anak mempunyai banyak imajinasi-imajinasi.
8. Anak masih mudah frustasi.
9. Anak masih kurang mempunyai perhitungan dalam melakukan sesuatu hal.
10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
11. Anak mempunyai potensi yang sangat besar dalam hal belajarnya.
12. Anak makin menunjukkan minat terhadap teman.
Dalam menentukan strategi pembelajaran bagi Anak paud dibutuhkan guru
yang memahami seluk beluk dan juga keilmuan paud, di antara keilmuan paud
adalah memahami karakter anak usia dini, bagaimana cara belajarnya, bagaimana
perkembangan sosial emosionalnya, bahasanya, kognitifnya sehingga seorang
guru Paud dapat mengurangi kesalahan dalam mendesain sebuah pembelajaran
paud.
ARTI DAN MANFAAT BERMAIN BAGI ANAK

Fungsi penting dari permainan adalah bahwa itu berhubungan langsung


dengan kemampuan pemecahan masalah, memberikan individu dengan
keterampilan khusus untuk memecahkan berbagai masalah yang ditimbulkan

5
Ibid., 63-64.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 165

dalam keadaan kehidupan lain. Bermain merupakan dunia anak dan masa anak
untuk mengeksplorasikan semua yang ada pada anak. Permaianan pada anak
adalah semua aktivitas yang dilakukan anak-anak baik berupa gerakan, fikiran
maupun perkataan. Bermain berupa gerakan seperti: lari-larian, melompat,
memanjat dan lain-lain. Bermain yang menggunakan fikiran seperti: bermain
puzzle, menyusun balok mengingat lagu, mengingat dialog orang lain yang
didengarkan. Bermain dengan perkataan adalah dengan cara anak-anak
mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata dan menirukan perkataan orang
lain. Kesimpulan para ahli yaitu anak merupakan makhluk yang sangat kreatif dan
dinamis. Kebutuhan anak hanyalah bermain baik yang dilakukan sendiri maupun
dilakukan bersama-sama (kelompok).6
1. Arti bermain bagi anak
Dari hasil penelitian, pengamatan, dan pengalaman para ahli bahwa
dengan bermain seorang anak akan mampu mengembangkan beberapa hal
dalam dirinya, di antaranya:
a. Anak mempunyai peluang untuk berekspresi dan eksplorasi apa yang ada
pada diri anak.
b. Minat bakat, kemampuan dan kelemahan akan muncul dan kelihatan pada
diri seorang anak.

c. Anak berkesempatan untuk mengembangkan lima aspek perkemabngan


anak usia dini yaitu fisik, motorik, bahasa, kognitif, dan moral agama.

d. Panca indera akan berkembang dengan baik karena ketika bermain anak
menggunakan seluruh panca inderanya.

e. Menjadi motivasi untuk mengetahui sesuatu hal.7


Dalam mengimplementasikan arti bermain di taman kanak-kanak yang
dapat dilakukan pertama kali yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran
yang asik dan menyenangkan. Seorang guru diharapkan bisa mengkondisikan

6
B.E.F. Montolalu dkk. Bermain dan Permainan Anak (Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka, 2012), 1.2.
7
Ibid.,1.3-1.5.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 166

kelas yang tidak monoton, anak-anak tetap senang, dan yang terpenting adalah
anak-anak tidak merasa bahwa itu suatu pembelajaran yang harus diikuti.
Pernyataan ini bisa diartikan bahwa di dalam pembelajaran anak-anak bermain
akan tetapi di dalamnya mengandung suatu pembelajaran. Anak-anak diajak
bereksplorasi dengan bebas, memanfaatkan objek yang ada di lingkungan sekitar,
sehingga anak bisa menemukan sesuatu yang bermanfaat. Bermain pada
pembelajaran di taman kanak-kanak akan menjadi bermakna karena sebagai
berikut:
1. Bermain itu belajar
Aspek kognitif pada anak akan berkembang dengan baik dengan cara
mengajaknya bermain dan bereksplorasi secara bebas di alam sekitar. Anak
akan menemukan hal-hal yang baru baik dengan sesuatu ciptaan Tuhan
maupun buatan manusia. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan yaitu
mengamati tanaman tumbuh, dimana anak meningkatkan pengetahuannya
tentang bagiamana dan mengapa tanaman tumbuh, mengalami perubahan dan
berfungsi (sebagai makanan). Dengan cara bermain ini anak-anak bisa
membuka wawasan seluas-luasnya dan berkesempatan untuk mengamati hal-
hal baru. Selain itu anak-anak akan semakin penasaran dan rasa
keingintahuannya tinggi pada hal-hal baru. Rasa keingintahuannya ini akan
berlanjut ke masa dewasanya kelak.
2. Bermain itu bergerak
Kegiatan yang ada di taman kanak-kanak yaitu bermain, akan
merangsang perkembangan motorik kasar maupun motorik halusnya. Baik
bermain dengan suatu alat maupun bermain dengan tidak menggunakan alat.
Bermain untuk mengembangan motorik halus seperti bermain krayon, plastisin,
gunting, mencocokkan gambar, dan lain sebagainya. Kegiatan ini
menggunakan dan meningkatkan kinerja otot-otot halus. Untuk
mengembangkan motorik kasar contohnya yaitu berlari, melompat, memanjat,
menggelinding, dan sebagainya. Kegiatan ini menggunakan dan meningkatkan
kinerja otot-otot besar pada anak dan memperkuat fisik anak. Selain itu,
dengan melatih motorik kasarnya, anak akan siap menghadapi aktivitas-
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 167

aktivitas sehari-hari di rumah dan di lingkungannya. Dan juga akan


menumbuhkan rasa percaya diri pada anak akan kekuatan tubuhnya.
3. Bermain membentuk perilaku
Program kegiatan belajar di taman kanak-kanak dipadukan dengan
program belajar yang utuh dalam rangka pembentukan perilaku melalui
pembiasaan serta program dalam rangka pengembangan pengetahuan dasar. Di
taman kana-kanak akan terus dilakukan pembiasaan-pembiasaan yang baik
sehingga akan tercipta perilaku yang baik pula. Pembiasaan ini tidak terlepas
dari kegiatan bermain anak. Pembentukan perilaku ini yaitu dengan cara
mengembangakan lima aspek perkembnagan anak usia dini yaitu moral agama,
sosial emosional, fisik motorik, kognitif dan bahasa. Pemerolehan bahasa juga
menjadi salah satu aspek perkembangan yang menjadikan seorang anak akan
tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri.8
Bermain pada usia dini bertujuan untuk menanamkan pekerti baik dan
melatih berbagai hal di antaranya membedakan sikap dan perilaku yang baik dan
yang tidak baik, bersikap ramah dan peduli, disiplin dan tanggung jawab,
mencintai ciptaan Tuhan, tertib dan berani, serta untuk mengetahui baik dan
buruk. Perlu waktu yang tidak sedikit untuk seorang anak dalam pengembangan
dirinya. Dari penelitian beberapa ahli menyatakan bahwa bermain pada anak
mempunyai peran yang sangat penting. Dengan bermain anak-anak bisa
menyalurkan keinginan, kepuasan, kreativitas, dan imajinasinya. Selain itu dengan
bermain anak-anak bisa melatih fisiknya, bergaul dengan teman sebaya,
memainkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya, mengembangkan bakatnya,
menumbuhkan sifat dan sikap yang positif dan bisa mengekspresikan dan
menyalurkan perasannya baik pearsaan tertekan, senang mapun sedih.9
Secara keseluruhan bermain bagi anak mempunyai manfaat yang besar,
selain manfaat pada lima aspek perkembangan anak. Yaitu sebagai berikut:

8
Rizki Amalia Sholihah, “Attitude, Aptitude, Routines, Pattern, Dan Simple Codes Dalam
Pemerolehan Bahasa,” Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan Dan Keagamaan 12, no. 2 (2017): 171–
84.
9
B.E.F. Montolalu dkk,Bermain dan Permainan Anak,…1.18-1.22.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 168

1. Bermain memicu kreativitas


Permainan yang aman dan menyenangkan memicu anak untuk bermain
dan menemukan ide-ide serta menggunakan daya khayalnya. Hasil penelitian
mendukung dugaan bahwa bermain dan kreativitas saling berkaitan karena baik
bermain maupun kreativitas mengandalkan kemampuan anak menggunakan
simbol-simbol.10 Kreativitas dipandang sebagai sebuah aspek pemecahan
masalah dari akar dasar dalam bermain. Di saat anak menggunakan daya
khayalnya, entah itu dengan alat maupun tidak, kreativitas mereka lebih
menonjol.
2. Bermain bermanfaat mencerdaskan otak
Bermain suatu media yang sangat crusial dalam proses berfikir anak.
Perkembangan kognitif anak tidak bisa terlepas dari proses yang dinamakan
dengan bermain. Rasa senang dalam bermain membantu perkembangan
intelektual atau kecerdasan berfikir anak yang nantinya akan mendapat
berbagai pengalaman, sehingga dapat memperkaya cara berfikir mereka.
3. Bermain bermanfaat menanggulangi konflik
Pada anak usia dini atau TK, tingkah laku yang sering muncul adalah
tingkah laku kontra sosial, misalnya, egois, agresif, hiperaktif, bersaing, marah,
meniru, bertengkar, dan mau menang sendiri. Tetapi harus dapat dimengerti
tingkah tersebut tidak dapat dihindarkan, tingkah yang kontra sosial justru
malah dibutuhkan kemunculannya untuk dapat mengarahkan anak pada sikap
prososial. TK memberikan peluang besar bagi anak untuk pengarahan-
pengarahan ke dalam hal positif melalui bermain dalam konflik yang terjadi.
Bermain sandiwara, drama bebas, dan cerita melalui berbagai metode adalah
kegiatan yang dimaksudkan.
4. Bermain bermanfaat untuk melatih empati
Empati adalah suatu perasaan seseorang yang ikut merasakan apa yang
dirasakan orang lain. Dengan mempunyai sifat empati anak akan pandai
menempatkan dirinya pada keadaan orang lain, dan akan muncul sifat tenggang

10
Olivia N. Saracho and Bernard Spodek, “Children’s Play and Early Childhood
Education: Insights from History and Theory,” Journal of Education 177, no. 3 (1995): 129–48,
https://doi.org/10.1177/002205749517700308.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 169

rasa pada anak. Sifat empati ini adalah sifat yang menunjukkan jiwa sosial
anak, sehingga bisa dikatakan bahwa sifat empati bisa mengembangkan aspek
perkembangan anak usia dini yaitu sosial emosional. Contoh pengembangan
sifat empati pada anak di taman kanak-kanak yaitu dengan metode bermain
peran. Anak memerankan suatu peran tertentu dan cerita tertentu, maka anak
tersebut bisa terbangun sifat-sifat yang ada dalam cerita tersebut.
5. Bermain Bermanfaat Mengasah Pancaindra
Panca indera seorang anak yaitu penglihatan, pedengaran, penciuman,
peraba dan pengucapan harus di asah dan di stimulus dengan baik dari sejak
bayi. Kenapa panca indera tersebut harus di stimulus dengan baik, karena
ketika anak mempunya panca indera yang bagus maka anak tersebut akan cepat
menyearap pembelajaran yang ada di sekolah. Contohnya, indera penglihatan
dan pendengaran, apabila kedua indera tersebut berkembang dengan baik maka
akan mudah manangkap apa yang diperintahkan guru, akan mudah menyerap
apa yang diajarkan guru di taman kanak-kanak. Selain itu anak juga gampang
peka terhadap apa yang terjadi lingkungan sekitarnya. Banyak metode
pembelajaran di taman kanak-kanak yang bisa mengasah panca indera secara
optimal, sehingga perkembangan kepekaan panca indera akan berkembang
secara baik. Seperti permainan “kotak aroma” untuk latihan indra pencium,
permaian “suara apa” untuk latihan indra pendengar, gambar-gambar di buku
untuk latihan indra penglihatan, nyanyian “apa rasanya” dan permaninan
merasakan berbagai rasa makanan dengan mata tertutup untuk melatih indra
pengecapan, dan banyak lagi.
6. Bermain sebagai media terapi (pengobatan)
Permainan merupakan salah satu cara untuk pemecahan konflik dan
mengatasi kecemasan yang terjadi pada anak. Ini dikemukakan oleh bapak
psikoanalisis, Sigmun Freud, yaitu permainan bisa dijadikan sebuah terapi,
disebut sebagai terapi bermain. Terapi bermain dijadikan alat diagnosis bagi
anak-anak yang mempunyai masalah yang harus dipecahkan. Akan tetapi terapi
ini tidak semua orang bisa melakukannya karena harus melalui pelatihan dan
pendidikan khusus.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 170

7. Bermain itu melakukan penemuan


Dengan bermain anak akan menemukan hal-hal baru yang mungkin
sebelumnya belum pernah dia temui. Anak selalu ingin tahu dan selalu
bertanya ketika ada sesuatu hal yang belum mereka fahami saat bermain.
Sehingga seorang guru harus membebaskan anak untuk bermain dan
bereksplorasi sepuasnya dengan tetap mengkontrolnya.
BENTUK-BENTUK PERMAINAN ANAK
Ada tiga bentuk permainan, yang pertama adalah eksploratif, kedua
konstruktif, dan ketiga adalah bermain pura-pura. Eksploratif adalah permainan
dengan cara mengerak-gerakan suatu benda dengan tujuan tertentu. Permainan
konstruktif adalah permainan yang menggunakan suatu benda dan menyusunnya
menjadi suatu barang tertentu seperti rumah-rumahan, menara, gedung, dan
sebagainya. Permainan pura-pura adalah permainan dengan cara menirukan gaya
orang lain atau memerankan peran orang lain. Bermain pura-pura ini sangat
bermanfaat bagi anak yaitu mengatasi suatu konflik dan kecemasan yang berasal
dari teori psikoanalitik.
Selain itu dari pendapat para pakar bahwa ada beberapa bentuk permainan
anak yaitu11:
1. Bermain sosial
Beberapa jenis kegiatan bermain untuk anak bisa bersifat soliter (bermain
seorang diri), sebagai penonton, bermain paralel, bermain asosiatif, dan
bermain bersama.
a. Bermain seorang diri
Dalam permainan ini, anak bermain mandiri tanpa menghiraukan apa yang
terjadi di sekitarnya atau apa yang dilakukan anak lain di dekatnya. Contoh
permainan ini menyusun balok menjadi sebuah menara atau permainan
bongkar pasang.
b. Bermain sebagai penonton

11
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
155-158.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 171

Posisi anak sedang bermain secara mandiri namun melihat pergerakan


permainan yang dilakukan anak lain yang berada pada tempat yang sama.
Mungkin setelah melihat permainan temannya, anak melakukan permainan
itu sendiri. Anak yang bermain sebagai penonton sudah pasti dia dalam
posisi pasif sedangkan anak yang lain aktif bermain, namun tetap
memperhatikan dengan seksama terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
c. Bermain paralel
Adalah suatu permainan yang dilakukan oleh beberapa anak dengan
menggunakan alat permainan yang sama, namun anak-anak bermain secara
mandiri, sehingga apa yang dilakukan tidak ada saling ketergantungan atau
tidak tergantung antara satu sama lain. Biasanya saling berbicara antara satu
sama lain namun jika salah satu meninggalkan permainan, kegiatan bermain
tetap berlanjut.
d. Bermain asosiatif
Permainan ini adalah dimana anak bermain bersama tetapi tidak ada suatu
pengaturan, beberapa anak mungkin memilih menjadi polisi dan yang
lainnya memilih menjadi penjahat sehingga terjadi kegiatan permainan
kejar-kejaran. Dimungkinkan juga permainan petak umpet, satu anak
menghitung disebut dengan penjaga hingga sekian sesuai kesepakatan dan
yang lainnya berlari untuk sembunyi kemudian setelah hitungan selesai
penjaga mencari teman yang lain untuk yang pertama kali tertangkap
menjadi penjaga berikutnya.
e. Bermain kooperatif
Dalam permainan ini, anak memiliki peran masing-masing sehingga tujuan
permainan bisa tercapai. Misalnya anak bermain dokter-dokteran, ada
dokter, perawat, pasien, dan keluarga pasien. Jika salah satu tidak mau
untuk berperan pada salah satu tokoh kemungkinan besar permainan ini
batal dilakukan. Anak-anak dengan berbagai usia akan menunjukkan
tahapan perkembangan sosial bermain berbeda-beda. Kognitif anak yang
masih sangat muda tidak dapat menerima berbagai peran dalam bermain
kooperatif. Disebabkan belum memperoleh informasi yang luas terhadap
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 172

seni berperan atau belum memiliki keterampilan sosial dalam permainan


kelompok.
f. Bermain dengan benda
Ada tiga bentuk bermain dengan benda. Yang pertama adalah bermain
praktis, kedua bermain simbolik, dan yang ketiga adalah bermain dengan
peraturan.
Bermain praktis adalah bermain yang dilakukan oleh anaknya
langsung, yaitu anak bermain dengan cara memainkan suatu benda. Anak
bebas mengeksplorasikan benda tersebut untuk dijadikan beberapa
kemungkinan permainan. Contohnya, anak bermain batu. Batu tersebut
dibuat seorang anak menjadi pagar-pagaran rumah.

Bermian simbolik adalah bermain dimana anak menggunakan


imajinasinya dalam suatu permainan. Contohnya, seorang anak bermain
lego. Lego tersebut dijadikan sebuah rumah-rumahan, gedung yang tinggi,
menara, dan lain sebagainya. Di sini anak berimajinasi seolah-olah anak
tersebut adalah seorang kontraktor yang membangun sebuah proyek.

Bermain dengan perturan adalah bermain dengan cara menggunakan


aturan-aturan yang harus dipatuhi. Permainan ini bisa diterapkan tergantung
kematangan anak dalam memahami peraturan. Apabila anak semakin
matang dan faham akan peraturan ini maka anak semakin lihai dalam
memainkan permainan benda, dengan hasil yang simbolik dengan aturan-
aturan yang ada.
2. Bermain Sosio-Dramatik
Ada beberapa elemen dalam permainan Sosio-dramatik, yaitu:
a. Bermain peran, yaitu menirukan kegiatan atau percakapan antara guru
dengan murid.
b. Persisten, kegiatan bermain selama minimal sepuluh menit dengan tekun
dan seksama.
c. Interaksi, adegan yang dilakukan minimal dua anak.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 173

d. Komunikasi verbal, setiap kegiatan bermain ada komunikasi verbal di


antara anak.
e. Imitasi, anak pura-pura melakukan peran orang di sekitarnya baik
pembicaraan ataupun tingkah laku.
f. Pura-pura sebagai suatu objek, anak melakukan sesuatu layaknya objek
tersebut baik gerakan maupun suaranya, misalnya anak pura-pura sebagai
sepeda motor, anak berlari melenggang layaknya sepeda motor yang
sedang melaju.
Bermain sosio-dramatik sangat membantu dalam perkembangan
kreativitas, intelektual, serta keterampilan sosial anak. Tetapi harus
dipahami tidak semua anak mengalami bermain sosio-dramatik. Maka dari
itu, para guru harus memberikan pengalaman bermain sosio-dramatik.
Bermain sosio-dramatik atau yang lebih familier bermain peran sangat
bagus diterapkan pada anak usia Paud, guna merangsang daya kreativitas
serta keterampilan sosial anak, tentunya dengan variasi, kreasi, dan desain
pembelajaran anak usia dini.
SYARAT-SYARAT BERMAIN DAN PERMAINAN EDUKATIF ANAK
USIA DINI
Dalam bermain dan permainan edukatif anak usia dini ada lima syarat, yaitu12:
1. Play time
Masa usia dini adalah masa bermain, bukan masa belajar yang dipaksakan.
Maka dari itu, pebelajaran anak adalah permainan yang mendidik dengan
memperhatikan antara waktu dan jenis permainan. Permainan di luar ruang
seyogyanya dilakukan pada pagi hari atau sore hari, agar anak tidak kepanasan
sehingga mereka merasa nyaman.
2. Play Things
Alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan taraf perkembangan anak.
Alat permainan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

12
Herman, Rusmayadi, dan I Waya Utama, Sumber Belajar Penunjang PLPG 2017
Materi Profesional Guru Kelas PAUD/TK (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2017), 10-12.
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 174

a. Aman.

b. Ukuran bentuk dan warna sesuai dengan usia dan taraf perkembangannya.

c. Berfungsi mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak.

d. Dapat dimainkan secara bervariasi.

e. Merangsang partisipasi aktif anak.

f. Sesuai dengan kemampuan anak.

g. Menarik dari segi warna bentuk dan suara.

h. Tidak mudah rusak.

i. Mudah didapat dan terdapat di lingkungan anak.

j. Diterima oleh semua budaya.

Menurut Fitzhugh Dodson 90% aktivitas anak dan 10% adalah aktivitas alat
permainan. Jadi, jumlah alat permainan hendaknya cukup dengan kebutuhan
anak.

3. Play Fellowes
Anak harus merasa yakin bahwa ia memiliki teman bermain jika ia
memerlukan. Namun juga harus proporsional, artinya jangan terlalu banyak
bermain dengan anak lain atau banyak bermain dengan orang tua, ia harus
memiliki kesempatan yang cukup untuk menhibur dirinya sendiri dan
menemukan kebutuhannya sendiri.
4. Play Space
Lokasi bermain anak disediakan ruang yang cukup luas, sehingga anak bisa
bermain dan bergerak secara bebas. Luas area bermain disesuaikan dengan
jenis permainan dan jumlah anak yang sedang bermain.
5. Play Rullesn
Bermain dengan cara ini adalah yang terbaik. Dalam permainan ini anak
mencoba sendiri, meniru, atau diberitahukan caranya, sehingga anak tidak
terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat permainan. Jadi permainan
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 175

yang baik adalah permainan yang memuat aturan permainan, dengan begitu
kreativitas serta intelektual anak dapat terasah dengan cepat.

PENUTUP

Bermain sambil belajar merupakan kegiatan yang dilakukan orang seorang


anak di usia dini yang dilakukan dengan perasaan senang, tanpa paksaan, namun
memiliki pola-pola yang diharapkan mampu menciptakan hasil guna
perkembangan baik bagi diri anak. Bermain juga merupakan sarana bagi anak
guna menyalurkan energinya yang besar dan menemukan hal-hal baru yang
sebelumnya belum diketahuinya dengan cara yang menyenangkan. Dan hal ini
tentu berbeda dengan belajar yang dipahami orang dewasa dengan segala aturan
dan tuntutan di akhirnya. Bermain (sambil belajar) pada anak usia dini
mempunyai tujuan yang mungkin tidak disadari oleh orang dewasa, dimana saat
anak bermain, sebenarnya ia sedang mengembangkan potensi yang terdapat dalam
dirinya guna menjadi modal awal yang kokoh bagi dirinya di masa depan saat
menghadapi permasalahan dalam hidup. Tulisan ini diharapkan memberikan
referensi dan edukasi kepada orang tua dan guru paud khususnya untuk bisa
memahami dunia anak usia dini salah satunya dengan memahami hakekat bermain
dan makna bermain bagi anak usia dini. Hal ini diperoleh dengan mengesplorasi
berbagai sumber dari beberapa literatur dari hasil penelitian dan pemikiran di
mana hasilnya dapat digunakan bagi orang tua dan guru paud agar lebih tepat
dalam mendampingi dan mendesain pembelajaran bagi anak usia dini sehingga
mutiara pembelajaran paud yaitu bermain sambil belajar dapat tercapai.

DAFTAR RUJUKAN

Herman, Rusmayadi, dan I Waya Utama, Sumber Belajar Penunjang PLPG 2017
Materi Profesional Guru Kelas PAUD/TK. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2017.

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005.

Mulyasa. Strategi Pembelajaran PAUD. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017.


Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15 No. 1 (2020) | 176

Montolalu, B.E.F. dkk. Bermain dan Permainan Anak. Tangerang Selatan:


Universitas Terbuka, 2012.

Barnett, Lynn A. “Developmental Benefits of Play for Children.” Journal of


Leisure Research 22, no. 2 (1990): 138–53.
https://doi.org/10.1080/00222216.1990.11969821.

Saracho, Olivia N., and Bernard Spodek. “Children’s Play and Early Childhood
Education: Insights from History and Theory.” Journal of Education 177,
no. 3 (1995): 129–48. https://doi.org/10.1177/002205749517700308.

Sholihah, Rizki Amalia. “Attitude, Aptitude, Routines, Pattern, Dan Simple Codes
Dalam Pemerolehan Bahasa.” Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan Dan
Keagamaan 12, no. 2 (2017): 171–84.

Anda mungkin juga menyukai