Anda di halaman 1dari 42

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN POSISI KERJA ANGKAT DENGAN KELUHAN MUSCOLOSKELETAL

DISORDER PADA KULI PANGGUL

DI SUSUN OLEH :

RAY PAMUNGKAS WICAKSONO

180614914401061

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TUJUH BELAS

SURAKARTA

2020
KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN POSISI KERJA ANGKAT DENGAN KELUHAN MUSCOLOSKELETAL

DISORDER PADA KULI PANGGUL

Di ajukan sebagai salah satu syarat mendapat gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep) pada

program studi diploma III keperawatan

Sekolah tinggi ilmu Kesehatan tujuh belas karanganyar

DI SUSUN OLEH :

RAY PAMUNGKAS WICAKSONO

180614914401061

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TUJUH BELAS

SURAKARTA

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kuli panggul merupakan pekerja yang bekerja dengan menjual jasa mengangkut

barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada umumnya, pekerjaan tersebut

menggunakan manual handling (Cahyani, 2010). Pekerjaan kuli panggul memiliki beban

kerja yang cukup tinggi dan berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Setiap

beban kerja yang diterima oleh pekerja harus seimbang dengan kemampuan fisik dan

kognitif sesuai dengan keterbatasan pekerja yang menerima beban kerja tersebut

(Tarwaka, 2015).

Pekerjaan fisik yang berat tentunya akan membutuhkan kekuatan otot lebih besar

dan memiliki risiko terhadap timbulnya keluhan pada tubuh yang akan berdampak pada

kesehatan. Keluhan muskuloskeletal akan meningkat apabila otot menerima beban yang

terlalu berat dan terus-menerus berulang ditambah dengan durasi waktu yang lama.

Keluhan pada otot tidak terjadi apabila kontraksi dari otot hanya digunakan sekitar 15–

20% dari keseluruhan kekuatan otot maksimum. Jika kontraksi otot yang dilakukan >

20% dapat menyebabkan peredaran darah ke otot berkurang. Sehingga menyebabkan

penurunan suplai O2 yang dibawa oleh otot, proses karbohidrat terhambat dan

menimbulkan penimbunan asam laktat yang berdampak pada timbulnya rasa tidak

nyaman bahkan rasa nyeri pada otot (Tarwaka, 2015).

Kaitannya pekerja kuli angkut dengan postur dan interaksinya terhadap sarana

kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja, selain Standard
Operating Prosedure (SOP) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Postur tubuh

dalam bekerja dikatakan ergonomi apabila memberikan rasa nyaman, aman, sehat, dan

selamat dalam bekerja (Budiono, dkk, 2003 dalam Agustin 2013).

Keluhan pada sistem muskuloskeletal telah menjadi trend penyakit terbaru

berkaitan dengan pekerjaan di seluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara

industry (Chung, 2013). Keluhan muskuloskeletal atau Musculoskeletal Disorder (MSDs)

bersifat kronis, disebabkan adanya kerusakan pada tendon, otot, ligament, sendi, saraf,

kartilago, atau spinal disc biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman, nyeri, gatal dan

pelemahan fungsi(Tarwaka, 2013).

World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi gangguan MSDs

mencapai hampir 60% dari semua penyakit akibat kerja. Komisi Pengawas Eropa

menghitung kasus MSDs menyebabkan 49,9% ketidakhadiran kerja lebih dari tiga hari

dan 60% kasus. Ketidak mampuan permanen dalam bekerja. Di Argentina, pada tahun

2010 dilaporkan 22.013 kasus dari penyakit akibat kerja, dan MSDs diantaranya

merupakan kejadian yang paling sering terjadi (Sang dkk, 2013). Sedangkan hasil

Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi penyakit muskuloskeletal yang

didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala

sebesar 24,7%.

Data keluhan Muskuloskeletal di Indonesia menunjukkan bahwa pekerja

mengalami cidera otot pada bagian leher bawah (80%), bahu (20%), punggung (40%),

pinggang kebelakang (40%), pinggul kebelakang (20%), pantat (20%), paha (40%), lutut

(60%), dan betis (80%) (ILO, 2018).


Pasar jungke kabupaten karanganyar merupakan sektor informal dimana di

dalamnya terdapat banyak pekerja angkat-angkut. Dalam pekerjaannya mereka bekerja

dengan cara seperti membungkuk, mengangkat/menurunkan, mendorong/ menarik,

memutar, membawa dan menahan beban bawaan seperti puluhan kilo beban. Secara

ergonomi, posisi kerja tersebut akan menyebabkan keluhan pada otot.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai

“Hubungan Posisi kerja angkat Dengan keluhan Musculuskeletal disorder Pada Kuli

Panggul di Pasar jungke kabupaten karanganyar”.

B. Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang tesebut maka penulis merumuskan masalah Apakah Ada

hubungan posisi kerja angkat Dengan keluhan Musculuskeletal disorder Pada Kuli

panggul

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan postur kerja angkat dengan keluhan musculoskeletal

disorder pada kuli panggul di pasar jungke kabupaten karanganyar.

2. Tujuan khusus

Untuk menganalisa posisi kerja angkat yang berhubungan dengan keluhan

muskoloskeletal disorder pada kuli panggul.

a. Untuk mengidentifikasi keluhan musculoskeletal disorder yg di alami kuli

panggul
b. Untk mengetahui posisi kerja angkat yang berhubungan dengan muskoloskeletal

disorder.

D. Ruang lingkup penelitian

1. Lingkup lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di pasar jungke karanganyar jawa tengah pada

bulan juni 2021

2. Lingkup waktu

Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan juni 2021

3. Lingkup materi

Penelitian ini membahas mengenai hubungan posisi kerja angkat dengan keluhan

muskoloskeletal disorders pada kuli panggul di pasar jungke karanganyar.

E. Manfaat penelitian

a. Bagi mahasiswa

Untuk menambah pengetahuan mahasiswa mengenai ilmu tentang

musculoskeletal

b. Bagi pekerja

Memberi gambaran tentang posisi kerja dan kaitannya dengan keluhan

musculoskeletal serta membantu memotivasi untuk pekerja kearah yang lebih

baik.

c. Bagi perguruan tinggi

Menambah perbendaharaan kepustakaan mengenai pengetahuan tentang

hubungan posisi kerja dengan keluhan musculoskeletal disorder.


d. Bagi peneliti lain

Memperoleh pengetaahuan dalam merencanakan penelitian, melaksanakan

penelitian dan Menyusun hasil penelitian yang berkaitan dengan keluhan

musculoskeletal.

F. Keaslian penelitian

a. Farid Budiman (2015), meneliti tentang hubungan posisi kerja angkat dengan

keluhan muskoloskeletal disorder pada nelayan tangkap dimuara angke pluit jakarta

utara. Forum Ilmiah Volume 12 Nomor

1,Januari2015,diakses:https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Formil/article/view/

1146. Perbedaan: teknik pengambilan sampel dengan melalui randem sampling.

Penelitian ini menganalisa hubungan posisi kerja nelayan dengan keluhan

musculoskeletal disorder pada nelayan tangkap dimuara angke pluit Jakarta utara.

Sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik pengambilan

sampel dengan total sampling, penelitian ini dilakukan di pasar jungke kabupaten

karanganyar. Persamaan : penelitian ini menggunakan metode penelitian cross

sectional, dengan sampel sebanyak 80 orang. Sedangkan penelitian yang saya

menggunakan metode penelitian kuntitatif dengan desain penelitian cross sectional,

dengan sampel sebanyak 10 orang.

b. vina Raraswati,Sugiarto, dan Melda Yenni (2019), meneliti tentang factor-faktor

yang berhubungan dengan keluhan muskoloskeletal pada pekerja angkat angkut di

pasar angso duo jambi. Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 6 No. 1

April 2020. Diakses https://jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/view/710 .

persamaan: rancangan penelitian adalah cross sectional. Teknik pengambilan sampel


dengan total sampling. Instrument yang di gunakan adalah kuesoner dan NBM(

Nordic body map).penelitian yang di lakukan menggunakan desain penelitian cross

sectional, teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Instrument yang

digunakan adalah lembar kuesoner dan NBM( Nordic body map. Perbedaan :

sampling penelitian adalah pekerja angkut di pasar angso duo di jambi sebanyak 35

orang. Sedangkan penelitian yang akan di lakukan menggunakan sampling penelitian

kuli angkut di pasar jugke kabupaten karanganyar sebanyak 10 orang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Musculoskeletal disorders

a. Pengertian

Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH)

Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan gangguan yang disebabkan ketika

seseorang melakukan aktivitas kerja dan kondisi pekerjaan yang signifikan sehingga

mempengaruhi adanya fungsi normal jaringan halus pada sistem Musculoskeletal

yang mencakup saraf, tendon, otot. Kejadian MSDs umumnya terjadi tidak secara

langsung melainkan penumpukan-penumpukan cidera benturan kecil dan besar yang

terakumulasi secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama. Diakibatkan oleh

pengangkatan beban saat bekerja, sehingga menimbulkan cidera dimulai dari rasa

sakit, nyeri, pegal-pegal pada anggota tubuh.

MSDs merupakan keluhan atau gangguan yang dirasakan oleh seseorang mulai

dari keluhan yang ringan hingga terasa sangat sakit pada bagian muskuloskeletal

yang meliputi bagian sendi, syaraf, otot maupun tulang belakang akibat pekerjaannya

yang tidak alamiah (Tarwaka, 2015).

b. Fungsi Sistem Musculoskeletal

Fungsi utama dari sistem musculoskeletal adalah untuk mendukung dan

melindungi tubuh dan organ-organnya serta untuk melakukan gerak. Agar seluruh
tubuh dapat berfungsi dengan normal, masing-masing substruktur harus berfungsi

dengan normal. Enam sub struktur utama pembentuk sistem musculoskeletal antara

lain: tendon, ligamen, fascia (pembungkus), cartilago, tulang sendi dan otot. Tendon,

ligamen, fascia dan otot sering disebut sebagai jaringan lunak, sedangkan tulang

sendi diperlukan untuk pergerakan antara segmen tubuh. Peran mereka dalam sistem

musculoskeletal keseluruhan sangatlah penting sehingga tulang dan sendi sering

disebut sebagai unit fungsional sistem musculoskeletal (Humantech, 1995 dalam

Hasrianti, 2016).

c. Gejala muskoloskeletal disorders

MSDs ditandai dengn adanya gejala sebagai berikut yaitu : nyeri, bengkak,

kemerah-merahan, panas, mati, rasa, retak, atau patah pada tulang dan sendi dan

kekakuan, rasa lemas atau kehilangan daya koordinasi tangan, susah untuk

digerakkan.

Untuk memperoleh gambaran tentang gejala MSDs bisa menggunakan

Nordic Body Map (NBM) dengan cara melihat dan menganalisa peta tubuh (NBM)

sehingga dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh

para pekerja.

MSDs diatas dapat menurunkan16 produktivitas kerja, kehilangan waktu

kerja, menimbulkan ketidakmampuan secara temporer atau cacat tetap (Lukman,

2012).

Maijunidah (2010) mengatakan bahwa rasa sakit pertama yang

dirasakan adalah sinyal bahwa otot tendon mulai merasakan sakit dan harus

beristirahat serta memulihkan. Semakin cepat seseorang mengenali gejala,


maka semakin cepat mereka harus menanggapinya agar keluhan MSDs dapat

segera diatasi. Gejalanya terdiri dari sensasi terbakar di tangan, berkurangnya

kekuatan penganggu di tangan, siku, leher, atau kembali diikuti dengan rasa

tidak nyaman, pengurangan berbagai gerakan di bahu, leher atau punggung,

gatal, kering, sakit pada mata dan kram. Maijunidah (2010) awal yang

menunjukkan MSDs adalah bengkak (sweeling), gemetar (numbnes),

kesemutan (tingling), sakit (aching) dan rasa terbakar (burning pain).

Handayani (2011) gejala gejala MSDs yang bisa dirasakan oleh seseorang

adalah:

1. Leher dan punggung terasa kaku

2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibilitas

3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk

4. Siku dan mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku

5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai

bengkak

6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat

7. Jari menjadi kehilangan mobitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta

kehilangan kepekaan

8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensai rasa

panas.

d. Faktor yang Mempengaruhi Musculoskeletal Disorders

1. Faktor Lingkungan
a. Mikroklimat

Mikroklimat yang tidak dikendalikan dengan baik maka akan

berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan dan gangguan kesehatan

pada pekerja. Hal ini dapat mempercepat kemunculan kelelahan kerja

dan keluhan subjektif serta dapat menurunkan produktivitas

kerja[ CITATION Tar15 \l 1033 ].

b. Kebisingan

Kebisingan dapat menyebabkan gangguan komunikasi dengan

pembicaraan, bahkan mungkin dapat mengakibatkan kesalahan atau

kecelakaan, teruutama pada penggunaan tenaga kerja oleh karena

timbulnya salah paham dan salah pengertian [ CITATION Sum13 \l

1033 ].

c. Penerangan

Jika tingkat iluminasi pada suatu tempat kerja tidak dapat

memenuhi persyaratan, maka dapat menyebabkan postur leher untuk

fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi

(membungkuk) yang berisiko mengalami musculoskeletal

disorders[ CITATION Tar15 \l 1033 ].

2. Faktor Individu

a. Umur

Pada umumnya keluhan musculoskeletal disorders mulai dirasakan

pada usia kerja 25-26 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada

umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan


dengan bertambahnya umur. Hal ini karena pada umur setengah baya,

kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya

keluhan otot meningkat (Chaffin dan Guo dalam Tarwaka, 2015).

b. Jenis Kelamin

Secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah

daripada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari

kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita. Sedangkan hasil penelitian Johanson

,menyatakan bahwa keluhan otot pria dan wanita yaitu 3:1 (Tarwaka,

2015).

c. Kebiasaan Merokok

Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama

dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi

frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang

dirasakan (Tarwaka, 2015).

Menurut Boshuizen et.al dalam Tarwaka (2015), terdapat

hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan

otot, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot.

Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru,

sehingga kemampuan untuk mengonsumsi oksigen menurun dan

sebagai akibatnya tingkat kesegaran tubuh menurun.

Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut

pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen


dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi

tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

d. Kesegaran Jasmani

Menurut Hairy dan Hopkins menyatakan bahwa kesegaran jasmani

adalah suatu kesanggupan atau kemampuan dari tubuh manusia untuk

melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap beban fisik yang

dihadapi tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih

memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan aktivitas berikutnya.

Dalam setiap aktivitas pekerjaan, maka setiap tenaga kerja dituntut

untuk memiliki kesegaran jasmani yang baik sehingga tidak merasa

cepat lelah dan performansi kerja tetap stabil untuk waktu yang cukup

lama (Tarwaka, 2015).

e. Indeks masa tubuh

Di Indonesia istilah ini diterjemahkan menjadi Indeks Massa

Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index

(BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau

status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan (Depkes RI,n.d).

Menurut Arisman (2011) rumus untuk menghitung Indeks Massa

Tubuh (IMT) adalah sebagai berikut:

IMT : berat badan (kg)

Tinggi badan (m)₂


Menurut Sugondo (2009) hasil dari penghitungan Indeks Massa

Tubuh (IMT) dapat diklasifikasikan bedasarkan klasifikasi menurut

klasifikasai Kriteria Asia Pasifik menjadi underweight, normal dan

overweight, dengan rentang angka sebagai berikut

Tabel 1. Kategori Batas Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia

Klasifikasi Indeks mata tubuh

Underweight (berat badan kurang) <18,5

Normal 18,5-22,9

Overweight (berat badan lebih) ≥23

Beresiko 23-24,9

Obesitas 1 25-29,9

Obesitas 2 ≥30

f. Masa Kerja

Keluhan nyeri berkurang pada tenaga kerja setelah bekerja selama

1-5 tahun. Namun, akan meningkat pada tenaga kerja setelah bekerja

pada masa lebih dari 5 tahun (Tarwaka dkk, 2004 dalam Sakinah,

2012:22).

Semakin lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena

paparan ditempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya

penyakit akibat kerja. Seorang tenaga kerja bekerja lebih dari 5 tahun

maka dapat dikategorikan sebagai tenaga kerja dengan masa kerja yang
relative lama, sementara dikatakan tenaga kerja baru jika masa

kerjanya dibawah atau sama dengan 5 tahun (Saputra, 2012).

3. Faktor Pekerjaan

a. Sikap Kerja

Pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan

seimbang agar dapat bekerja nyaman dan tahan lama. Sikap kerja

alamiah atau postur normal yaitu sikap atau postur dalam proses kerja

yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran

atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, saraf,

tendon, dan tulang sehingga keadaan menjadi rileks dan tidak

menyebabkan keluhan musculoskeletal dan sistem tubuh yang lain.

Sikap dan posisi kerja yang tidak ergonomis bisa menimbulkan

beberapa gangguan kesehatan, diantaranya yaitu kelelahan otot, nyeri,

dan gangguan vaskularisasi (Baird dalam Hasrianti, 2016).

b. Lama Kerja

Sebaiknya lamanya seseorang bekerja dalam sehari yaitu 6-8 jam.

Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga

atau masyrakat, istirahat, tidur, dan lain – lain. Memperpanjang waktu

kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi

yang tinggi,24 bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta

kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit, dan kecelakaan

(Suma’mur dalam Septiawan 2012).


Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30

menit. Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang

jumlahnya 15- 30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja

melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal – hal seperti

penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena

sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan rendahnya tingkat

produktivitas kerja (Tarwaka, 2015).

e. Pengukuran Keluhan Musculoskeletal Disorders

metode Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang

sangat subjektif artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat

tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat

dilakukannya penelitian dan juga tergantung dari keahlian dan

pengalaman observer yang bersangkutan.

Kuesioner Nordic Body Map ini telah secara luas digunakan oleh

para ahli ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada

sistem musculoskeletal dan mempunyai validitas dan reabilitas yang

cukup (Tarwaka, 2011).

Kuesioner Nordic Body Map meliputi bagian otot pada sistem

musculoskeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri, mulai dari

anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan bagian

paling bawah yaitu otot kaki.

Melalui kuesioner Nordic Body Map maka akan dapat diketahui

bagian-bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian


atau keluhan dari tingkat rendah (tidak ada keluhan atau cedera)

sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat sakit) (Tarwaka,

2015).

Pengisian kuesioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk

mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan

sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja.

Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah

dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu ;

1. Leher

2. Bahu

3. Punggung bagian atas

4. Siku

5. Punggung bagian bawah

6. Pergelangan tangan kanan/kiri

7. Pinggang atau pantat

8. Lutut

9. Tumit atau kaki


Pembagian bagian-bagian tubuh serta keterangan dari bagian-bagian tubuh

dapat dilihat pada gambar berikut;


Kuesioner Nordic Body Map menggunakan desain penelitian

dengan skoring. Apabila digunakan skoring dengan skala

likert, maka 28 setiap skor mempunyai definisi operasional

yang jelas dan mudah dipahami oleh responden yaitu sebagai

berikut:

Tabel 2. Kategori Penilaian Tingkat Keluhan Musculoskeletal

Disorders

Skor Keterangan Kategori

0 Tidak ada keluhan/kenyerian pada otot-otot atau tidak Tidak sakit

ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja

selama melakukan pekerjaan (tidak sakit)

1 Dirasakan sedikit adanya keluhan atau kenyerian pada Agak sakit

bagian otot, tetapi belum mengganggu pekerjaan (agak

sakit)

2 Responden merasakan adanya keluhan/kenyerian atau Sakit

sakit pada bagian otot dan sudah mengganggu pekerjaa,

tetapi rasa kenyerian segera hilang setelah dilakukan

istirahat dari pekerjaan (sakit)

3 Responden merasakan keluhan sangat sakit atau sangat Sangat sakit


nyeri pada bagian otot dan kenyerian tidak segera hilang

meskipun telah beristirahat yang lama atau bahkan

diperlukan obat pereda nyeri otot

Sumber: Tarwaka (2015)

Selanjutnya, setelah selesai melakukan wawancara dan

pengisian koesioner, maka langkah berikutnya adalah

menghitung total skor individu dari seluruh sistem

musculoskeletal (28 bagian otot). Pada desain skala 4 likert ini,

maka akan diperoleh skor individu terendah sebesar 0 dan skor

tertinggi sebesar 84.

Berikut klasifikasi tingkat risiko gangguan musculoskeletal

disorders:

Tabel 3. Klasifikasi Subjectivitas Tingkat Risiko Keluhan

Musculoskeletal Disorders Berdasarkan Total Skor Individu

Total Skor Tingkat Kategori Risiko Tindakan Perbaikan

Keluhan Risiko

Individu

0-20 0 Rendah Belum diperlukan adanya

tindakan perbaikan

21-41 1 Sedang Mungkin diperlukan tindakan

dikemudian hari

42-62 2 Tinggi Diperlukan tindakan segera

63-84 3 Sangat tinggi Diperlukan tindkaan


menyeluruh sesegera mungkin

Sumber: Tarwaka (2015)

2. Sikap Kerja

a. Definisi Sikap Kerja

Sikap kerja adalah posisi kerja secara alamiah dibentuk oleh tubuh

pekerja akibat berinteraksi dengan fasilitas yang digunakan ataupun

kebiasaan kerja. Sikap kerja yang kurang sesuai dapat menyebabkan

keluhan fisik berupa nyeri pada otot rangka (musculoskeletal disorders).

Hal ini disebabkan akibat dari postur kerja yang tidak alamiah

disebabkan oleh karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja

yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

Beban fisik akan semakin berat apabila saat postur tubuh pekerja

tidak alamiah seperti gerakan punggung yang terlalu membungkuk, posisi

jongkok, jangkauan tangan yang selalu di sebelah kanan atau kiri dan

lainnya. Dengan demikian perlu dirancang postur kerja dan fasilitas kerja

yang ergonomis untuk memberikan kenyamanan kerja untuk mencegah

keluhan penyakit akibat kerja serta dapat meningkatkan produktivitasnya.

b. Faktor Risiko Sikap Kerja terhadap Keluhan Musculoskeletal Disorders

Sikap kerja alamiah atau postur normal yaitu sikap atau postur

dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak

terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ

tubuh, saraf, tendon, dan tulang. Sikap dan posisi kerja yang tidak
ergonomis bisa menimbulkan beberapa gangguan kesehatan, diantaranya

yaitu kelelahan otot, nyeri, dan gangguan vaskularisasi.

Postur janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara

signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan. Bekerja

dengan posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk

bekerja. Posisi janggal menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari

otot ke jaringan rangka tidak efisien sehigga mudah menimbulkan lelah

(Straker, 2000 dalam Hasrianti, 2016).

Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi

normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik

lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cidera

pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain – lain.

(Grandjen,1993 dalam Hasrianti, 2016).

1. Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja,

dapat berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu yang

lama. Diantara postur janggal tersebut dapat dilihat dari gambar–

gambar berikut; Postur janggal pada punggung

Gambar

a. Membungkuk, postur punggung yang merupakan faktor risiko

adalah membungkukkan badan sehingga membentuk sudut fleksi >

200 terhadap vertikal dan berputar.

b. Rotasi badan atau berputar adalah adanya rotasi atau torsi pada

tulang punggung (gerakan, postur, posisi badan yang berputar baik


ke arah kiri maupun kanan) dimana garis vertikal menjadi sumbu

tanpa memperhitungkan beberapa derajat besarnya sudut yang

dibentuk, biasanya dalam arah ke depan atau ke samping.

c. Memiringkan badan (beding) dapat didefenisikan sebagai fleksi

dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dari garis

vertikal tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk,

biasanya dalam arah ke depan atau ke samping.

(Fuad, 2013 dalam Hasrianti, 2016).

2. Postur janggal pada leher

a. Menunduk, menunduk ke arah depan sehingga sudut yang

dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu ruas tulang leher > 150

(Fuady, 2013 dalam Hasrianti, 2016).

b. Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas atau

ekstensi.

c. Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan

maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh

garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher.

d. Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan dan

atau ke kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi yang

dilakukan.

c. Pengukuran Sikap Kerja

1. Rapid Body Entire Assesment (REBA)


REBA dikembangkan untuk mengkaji postur bekerja yang

ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan industri

pelayanan lainnya. Data yang dikumpulkan termasuk postur badan,

kekuatan yang digunakan, tipe dari pergerakan, gerakan berulang,

dan gerakan berangkai. Skor akhir REBA diberikan untuk

memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko mana dan pada bagian

mana yang harus dilakukan tindakan penaggulangan. Metode

REBA digunakan untuk menilai postur pekerjaan berisiko yang

berhubungan dengan musculoskeletal disorders/work

relatedmusculoskeletal disorders (WRMSDs) (Highnett and Mc

Atamney, 2000 dalam Hasrianti, 2016).

Rapid Entire Body Assesment (REBA) bukan merupakan

desain spesifik untuk memenuhi standar khusus. Meskipun

demikian, ini telah digunakan di Inggris untuk pengkajian yang

berhubungan dengan Manual Handling Operation Regulation

(HSE, 1998). REBA ini juga digunakan secara luas di dunia

internasional termasuk dalam US Ergonomi Program Standar

(OSHA, 2000 dalam Hasrianti, 2016).

2. Hal – hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan penilaian

sikap kerja dengan menggunakan metode penilaian REBA:

a. Menentukan periode waktu observasi dengan

mempertimbangan sikap tubuh pekerja. Apabila

memungkinkan, tentukan siklus waktu kerjanya.


b. Apabila diperoleh pekerjaan yang menggunakan waktu

berlebihan, maka penilaian harus dilakukan dengan detail.

c. Catat sikap kerja yang berbeda yang dilakukan oleh pekerja

selama bekerja, baik dengan video ataupun foto kamera.

d. Lakukan identifikasi sikap untuk semua jenis pekerjaan

yang dianggap paling penting dan berbahaya untuk

penilaian lebih lanjut dengan metode REBA.

3. Hal – hal yang harus diperhatikan terkait dengan informasi penting

yang diperlukan di dalam aplikasi dengan mtode REBA

a. Sudut antara bagian-bagian tubuh yang berbeda (badan, leher,

kaki, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan) terhadap

sikap tertentu.

b. Beban yang dikerjakan oleh pekerja (satuan kilogram).

c. Karakteristik aktivitas otot yang digunakan oleh pekerja

(pergerakan otot statism dinamis atau mendadak).

4. Langkah – langkah aplikasi metode REBA

a. Grup A (penilaian anggota tubuh bagian badan, leher dan kaki)

1. Skoring pada leher

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah scoring pada

leher.

Table : 4 Skoring posisi leher

Posisi Skor Skor perubahan

Leher fleksi 0⸰ - 20⸰ 1 +1


Leher fleksi atau 2 Posisi leher

ekstensi 20⸰ membungkuk

dan atau

memutar secara

lateral

2. Skoring pada badan (trunk) Langkah kedua yaitu menilai

posisi badan (trunk).

Table : 5 skoring posisi badan

Posisi Skor Skor perubahan

Tegak lurus 1

Fleksi : antara 00 - 200 2 +1 Jika batang tubuh

Ekstensi : antara 00 – 200 berputar/bengkok/bungkuk

Fleksi : antara 00 - 600 3

Ekstensi >200
Membungkuk fleksi >600 4

3. Skoring pada kaki

Langkah yang ketiga yaitu mengevaluasi posisi kaki.

Table : 6 skoring posisi kaki

Posisi Skor Skor perubahan


Posisi kedua kaki tertopang dengan 1 +1

baik di lantai dalam keadaan


beridiri atau berjalan Posisi kedua kaki tertopang dengan

baik di lantai dalam keadaan berdiri

atau berjalan

Salah satu kaki tidak tertopang di 2 +2

lantai dengan baik atau terangkat Salah satu kaki tidak tertopang di

lantai dengan baik atau terangkat

b. Grup B (penilaian anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah

dan pergelangan tangan))

(1) Skoring pada lengan atas

Tabel 7. Skoring posisi lengan atas

Posisi Skor Skor perubahan


Fleksi atau ekstensi antara 0o -20o 1
Fleksi antara 21o -45o atau ekstensi 2 +1 jika bahu naik +1 jika lengan

>20o berputar/bengkok -1 miring,

menyangga berat lengan

Fleksi antara 46o -90o 3 Fleksi >90o 3

Fleksi >90 ⸰ 4

(2) Skoring pada lengan bawah

Tabel 8 skoring pada lengan bawah

skor Posisi

1 Posisi lengan bawah fleksi antara 60o -100o

2 Posisi lengan bawah fleksi antara 1000


(3) Skoring pada pergelangan tangan

Table 9 skoring pada pergelangan tangan

Posisi Skor Perubahan skor

Posisi pergelangan tangan fleksi 1 +1

atau ekstensi antara 00 -150 Pergelangan tangan pada saat

bekerja mengalami torsi atau deviasi

baik ulnar maupun radial.

Posisi pergelangan tangan fleksi 2

atau ekstensi >150


B. KERANGKA TEORI

Beban kerja
(eko nurmianto, 2003:133)

Keluhan musculoskeletal
(tarwaka, 2004: 117) :
Sikap kerja Tangan
(depkes RI,2004: 2) Siku
Leher
Bahu
Pinggang
Kaki

Factor individu
(suma’mur P.K,2005:52)
Umur
Jenis kelamin
Kesegaran jasmani
Kebugaran fisik

Gambar 10 : kerangka teori


C. KERANGKA KONSEP

Posis Keluhan muskoloskeletal


kerja disolder

Variable independent variable dependent

Gambar 11: kerangka konsep

D. Pertanyaan peneliti

1. Apakah ada hubungan posisi kerja angkat dengan keluhan musculoskeletal

disorder
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

kuantitatif dan desain yang digunakan dalam penelitian adalah cross sectional,

Desain ini dipilih oleh peneliti karna desain penelitiannya dapat

mengumpulkan lebih dari satu kasus atau variabel dalam satu waktu tertentu

(Notoatmodjo,2002).

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pasar jungke kabupaten karanganyar, Waktu

Penelitian dimulai dari bulan juni 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Arikunto, 2013).

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kuli panggul di pasar

jungke kabupaten karanganyar yang berjumlah sebanyak 10 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2013) di penelitian ini sampel yang


digunakan sebanyak 10 orang. Besarnya sampel diperoleh dengan

menggunakan rumus total sampling.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sistem total sampling atau sampling jenuh. yaitu mengambil seluruh

populasi menjadi sampel. Biasanya teknik pengambilan sampel ini

dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100 orang

(Arikunto, 2009).

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah atribut dari seseorang atau objek yang

mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan

objek yang lain (Sugiyono,2013). variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (independent variable) Variabel bebas atau independen

adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya

perubahan pada variabel terikat (Sugiyono,2013). Dalam penelitian ini

yang merupakan variabel bebas (X) adalah posisi Kerja.

2. Variabel Terikat (dependent variable) Variabel terikat atau dependen

adalah variabel yang dipengaruhi variabel bebas (Sugiyono,2013). Dalam

penelitian ini yang merupakan variabel terikat (Y) adalah keluhan

musculoskeletal disorders (MSDs).

N Variable Definisi Alat Cara Hasil ukur Skala

o variable ukur ukur

1 Variable bebas Merupakan Kuesone Mengisi Skor 1: Ordina


(independen) sikap kerja r lembar resiko l

Posisi kerja yang secara kuesone dapat di

alamiah r abaikan,

dibentuk tidak perlu

oleh tubuh perbaikan

pekerja Skor 2-3:

akibat resiko

berinteraksi rendah

dengan mungkin

fasilitas perlu

yang perbaikan

digunakan Skor 4-7:

ataupun resiko

kebiasaan sedang

kerja. perlu

perbaikan

Skor 8-10:

resiko

tinggi,

perlu

segera

perbaikan

Skor 11-
15 : resiko

sangat

tinggi,perl

u saat ini

juga

tindakan

perbaikan

2 Variable gangguan Nordic Mengisi 1.Rendah Ordina

terikat bagian otot Body lembar jika skor l

(dependent) skeletal yang Map Nordic akhir 0-41

keluhan disebabkan Body 2.Tinggi

muskoloskelet karena otot Map jika skor

al disorder menerima akhir 42-

beban statis 84

secara

berulang dan

terus

menerus

dalam

jangka

waktu yang

lama dan

akan

menyebabka
n keluhan

pada sendi,

ligamen dan

tendon.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini ada 2 Jenis data yaitu sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung

dari sumber datanya dengan melalui wawancara dan daftar

pertanyaan yang diberikan kepada responden yang dijadikan

sampel. Data tersebut mengenai hal yang berkaitan dengan

beban kerja dan keluhan musculoskeletal Disorders.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang mendukung data primer yang

didapatkan dari Rumah Sakit Umum Daerah di kabupaten

karanganyar, buku-buku, jurnal-jurnal penelitian, internet dan

perpustakaan.

2. Alat atau Instrument Penelitian

Instrument penelitian adalah kegiatan pengumpulan data yang

dilakukan dalam penelitian/alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk

mengumpulkan data penelitian. Instrument yang dilakukan pada penelitian

ini yaitu:
a. Angket/kuesioner

Pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari setiap responden.

1. Pertanyaan peneliti :

a) Beban sehari yang biasa di angkat oleh pekerja

angkut di pasar jungke dari paling ringan hingga

paling berat di masing masing responden.

b) Posisi kerja yang biasa di lakukan setiap hari

oleh responden

c) Kebiasaan merokok para pekerja angkut

d) Berapa lama menekuni pekerjaan sebagai kuli

angkut

b. Studi dokumentasi

Dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data atau

dokumen yang mendukung penelitian yang diperoleh dari

buku-buku, dokumen, jurnal dan arsip-arsip yang berkaitan

dengan penelitian.

F. Prosedur, Manajemen dan Analisis Data

Peneliti menggunakan sumber data dari narasumber langsung dan

memerlukan pengolahan lebih lanjut terhadap data yang diperoleh. Data

tersebut berupa pernyataan dari seluruh kuli angkut di pasar jungke kabupaten

karanganyar yang disajikan dalam bentuk kuesioner.

1. Manajemen Analisis Data


a. Editing Untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner

apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah memenuhi 4 kriteria

sebagai berikut:

1) Lengkap, semua pertanyaan telah terisi jawabannya.

2) Jelas, jawaban dari pertanyaan ditulis dengan huruf yang jelas.

3) Relevan, jawaban yang di isi apakah sudah relevan dengan

pertanyaan.

4) Konsisten, apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan

isi jawabannya konsisten.

b. Coding Untuk merubah data dalam bentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Dan kegunaan coding itu sendiri adalah

untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga dapat

mempercepat pada saat entry data.

c. Processing Setelah semua kuesioner terisi dengan penuh dan benar,

serta sudah melewati Pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah

memproses data agar data yang sudah di entry dapat di analisis.

Pemrosesan data ini dilakukan dengan cara meng-entry data dari

kuesioner ke dalam SPSS.

d. Cleaning Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk pengecekan

kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.

Cara meng-cleaning data sebagai berikut:

1) Mengetahui missing data, caranya dengan melakukan list

(distribusi frekuensi) dari variabel yang ada.


2) Mengetahui variasi data, akan diketahui apakah data yang di

entry benar atau salah, caranya dengan mendeteksi dengan

mengeluarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel.

3) Mengetahui konsisten data, dapat dilakukan dengan

menghubungkan dua variabel.

2. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian

yang bertujuan untuk menggambarkan karakteristik masing-masing

variabel yang diteliti dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

persentase masing-masing kelompok dalam skala rasio dan interval.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel

independen dan variabel dependen. uji statistik menggunakan uji chi-

square yang bertujuan untuk menguji adanya hubungan beban kerja

dengan keluhan musculoskeletal disorders pada kuli angkut di pasar

jungke kabupaten karanganyar. Untuk mengetahui apakah ada hubungan

antara antara varibel bebas dan variabel terikat maka menggunakan p

value yang dibandingkan dengan tingkat kesalahan(alpha) yang digunakan

yaitu 5% atau 0,05. apabila p value ≤ 0,05 Ha (hipotesis penelitian)

diterima, maka hipotesis terbukti yang berarti ada hubungan beban kerja

dengan keluhan musculoskeletal disorders pada kuli angkt di pasar jungke

kabupaten karanganyar. Apabila p value ≥ 0,05 Ho diterima

(hipotesispenelitian) ditolak, maka tidak ada hubungan beban kerja dengan


keluhan musculoskeletal disorders pada kuli angkut di pasar jungke

kabupaten karanganyar.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Tati, “Gambaran Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dalam

Pekerjaan Manual Handling pada Buruh Angkut Barang (Porter) di Stasiun Kereta
Jatinegara Tahun 2009”. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia, Depok, 2009

Cahyani, W. D. (2010). Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja

Pada Pekerja Buruh Angkut. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Vol.

19 No. 2.

ILO. (2013). The Prevention of Occupational Diseases, (online). Diakses dari:

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@ed_protect/@protrav/@safework/doc

ume nts/publication/wcms_208226.pdf

Sartika, Dewi. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Low Back Pain

(LBP) Pada Penenun Tradisional Sarung Samarinda Di Kampung Tenun

Seberang. Samarinda: FKM Universitas Mulawarman

Tarwaka. (2013). Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan

Aplikasi Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Tarwaka. Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi Dan Aplikasi di Tempat Kerja.

Ergonomi Industri. Harapan Press Solo 2015

Tarwaka, Solichul HA. Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk

Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA PRESS, Surakarta-

Indonesia.

Widyastuti. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Muskuloskeletal pada Buruh Angkut Sayur di Jalan Pedamaran Pasar Johar 2009.
Skripsi. Semarang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.

http://lib.unnes.ac.id. Diakses 15 Januari 2020.

Anda mungkin juga menyukai